Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DAFTAR ISI
BAB I
BAB II
Metodologi.................................................................................................................. II-1
II.1 Pendekatan Dan Metodologi ............................................................................... II-1
II.1.1 Pendekatan Penyusunan RDTR .............................................................. II-1
II.1.2 Pendekatan Penyusunan Peraturan Zonasi............................................. II-3
II.2 Proses Legalitas ................................................................................................. II-4
II.2.1 Proses Birokratik...................................................................................... II-5
II.2.2 Proses Publik........................................................................................... II-5
II.3 Perubahan Nomenklatur Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan ...................... II-8
BAB III
BAB IV
Penutup..................................................................................................................... VI-1
LAMPIRAN KONSEP RAPERDA RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
LATAR BELAKANG
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya, disusun untuk setiap blok/zona peruntukan
yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.5
.Kedudukan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
sekaligus sebagai daerah otonom pada lingkup provinsi sebagaimana ditetapkan dalam UndangUndang (UU) No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, memiliki peran dan fungsi sebagai tempat
penyelenggaraan negara, pemerintahan, dan tempat kedudukan perwakilan negara asing atau
sahabat, serta pusat/perwakilan lembaga internasional,1 sehingga peran dan fungsi Provinsi DKI
Jakarta sangat luas dalam konteks internasional, nasional, regional, dan lokal. Kedudukan
sebagai daerah, Provinsi DKI Jakarta merupakan daerah otonom berdasarkan UU No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah kewajibannya mampu menyelenggarakan pembangunan
guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagai konsekuensi dari kedudukan, peran, dan
fungsi ganda tersebut, pembangunan di Provinsi DKI Jakarta secara menerus mengalami
perkembangan sangat dinamis dalam berbagai bidang yang berpengaruh kepada sistem dan
struktur perekonomian, sosial, dan politik baik nasional maupun lokal yang juga berdampak pada
perubahan fisik kota Jakarta, yang menyebabkan muncul nilai-nilai baru dan kebutuhan akan
perubahan sistem dan struktur ruang dari sebelumnya.2
Fungsi RDTR sebagaimana termuat dalam Lampiran I Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan
Zonasi Kabupaten/Kota, sebagai: (a) kendali mutu pemanfaatan ruang wilayah berdasarkan
RTRW; (b) acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari kegiatan pemanfaatan
ruang yang diatur dalam RTRW; (c) acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang; (d)
acuan bagi penerbitan izin pemanfaatan ruang; (e) acuan dalam penyusunan Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Sedangkan manfaatnya meliputi: (a) penentu lokasi berbagai
kegiatan yang mempunyai kesamaan fungsi dan lingkungan permukiman dengan karakteristik
tertentu; (b) alat operasionalisasi dalam sistem pengendalian dan pengawasan pelaksanaan
pembangunan fisik yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta, dan/atau
masyarakat; (c) ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk setiap bagian wilayah sesuai
fungsinya di dalam struktur ruang secara keseluruhan; (d) ketentuan bagi penetapan kawasan
yang diprioritaskan untuk disusun program pengembangan kawasan dan pengendalian
pemanfaatan ruangnya pada tingkat bagian wilayah perkotaan (BWP) atau Sub BWP.
Lihat Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744).
Struktur ruang menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, adalah susunan pusat
permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang
secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Sedangkan yang dimaksud dengan pola ruang sebagaimana termuat dalam Pasal 1
angka 4, adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan
ruang untuk fungsi budi daya.
Implikasi pelaksanaan otonomi pada lingkup provinsi atau disebut dengan otonomi tunggal sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UndangUndang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia, menyebabkan kedudukan Kota dan Kabupaten di Provinsi DKI Jakarta bukan sebagai daerah otonom melainkan
sebagai Perangkat Daerah dengan penyebutan Kota Administrasi dan Kabupaten Administrasi, sehingga Walikota dan Bupati di Provinsi
DKI Jakarta tidak memiliki wewenang menetapkan kebijakan melainkan melaksanakan Peraturan Daerah Provinsi dan kebijakan yang
ditetapkan Gubernur. Dengan kondisi tersebut pengaturan Rencana Tata Ruang Kota Administrasi (Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta
Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Utara) dan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu satu kesatuan dengan Rencana Tata Ruang
Provinsi dalam satu Peraturan Daerah, yaitu Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010-2030.
Pemanfaatan ruang Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, adalah upaya untuk
mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta
pembiayaannya. Sedangkan yang dimaksud dengan pengendalian pemanfaatan ruang menurut Pasal 1 angka 15 adalah upaya untuk
mewujudkan tertib tata ruang.
Mencermati uraian di atas, Provinsi DKI Jakarta belum menetapkan Peraturan Daerah tentang
Peraturan Zonasi, maka RDTR disusun secara lengkap dengan Peraturan Zonasi sebagai satu
kesatuan yang tidak terpisahkan untuk suatu bagian wilayah perkotaan (BWP).6 Dengan demikian
Peraturan Daerah tentang RDTR sesuai ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No. 20/PRT/M/2011, memuat: (a) tujuan penataan ruang bagian wilayah perencanaan; (b)
rencana pola ruang; (c) rencana jaringan prasarana; (d) penetapan sub bagian wilayah
perencanaan yang diprioritaskan penanganannya; (e) ketentuan pemanfaatan ruang; (f)
peraturan zonasi.
Berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1) UU No. 26 Tahun 2007
Penataan Ruang, bahwa pengaturan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) ditetapkan
Peraturan Daerah. 7 Atas dasar itu, sesuai ketentuan dalam UU No. 12 Tahun 2011
Pembentuan Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2010
Pembentukan Peraturan Daerah, dalam pembentukan Peraturan Daerah disertai dengan
5
6
tentang
dengan
tentang
tentang
Naskah
Lihat Pasal 1 angka 2 dan angka 3 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata
Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota.
Lihat Lampiran 1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota. Yang dimaksud dengan Bagian Wilayah Perkotaan (BWP) adalah bagian dari kabupaten/kota
(dalam hal ini provinsi) dan/atau kawasan strategis kabupaten/kota (dalam hal ini provinsi) yang akan atau perlu disusun rencana
rincinya, dalam hal ini RDTR, sesuai arahan atau yang ditetapkan di dalam RTRW kabupaten/kota (dalam hal ini provinsi), dan memiliki
pengertian yang sama dengan zona peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang.
Pasal 24 (1) dan Pasal 27 ayat (1) UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa rencana rinci tata ruang ditetapkan dengan
peraturan daerah.
I-1
Akademik, 8 yaitu naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya
terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai
pengaturan RDTR dan Peraturan Zonasi dalam suatu Rancangan Peraturan Daerah sebagai
solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum bagi masyarakat dan Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta dalam pemanfaatan dan/atau pengendalian pemanfaatan ruang. Atas dasar itu,
Dinas Tata Ruang sesuai tugas dan fungsinya sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah No.
10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah,9 melakukan kegiatan penyusunan Naskah
Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan
Zonasi.
arah pengaturan sehingga materi muatan Rancangan Peraturan Daerah memenuhi rasa
keadilan dan menjamin kepastian hukum, serta disusun secara sistematis sesuai kaidahkaidah hukum dan asas pembentukan peraturan perundang-undangan.
2.
I.5
I.2
I.3
RUMUSAN MASALAH
I.5.1
Tersusunnya Rancangan Peraturan Daerah RDTR dan Peraturan Zonasi sesuai kaidah
hukum dan/atau prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur
dalam UU No. 12 Tahun 2011 dan Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2010, yang dirumuskan
dalam pasal per pasal sesuai teknis pembentukan peraturan perundang-undangan.
Maksud Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi adalah memberikan justifikasi ilmiah dan pemahaman
mengenai pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang secara rinci sesuai RTRW 2030
dan peraturan perundang-undangan yang terkait berdasarkan referensi yang ada saat ini dan
hasil-hasil penelitian yang dapat dijadikan dasar pertimbangan atau bahan masukan materi
muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang RDTR dan Peraturan Zonasi, sehingga materi
muatan Rancangan Peraturan Daerah tersebut serasi dan selaras atau harmonis dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada baik nasional maupun daerah.
Perencanaan di Indonesia dijabarkan dalam dua sistem rencana yaitu Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional dan Rencana Penataan Ruang. Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan
rencana-rencana pembangunan dalam Rencana Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Sedangkan Rencana Penataan Ruang adalah suatu
sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang yang berupa rencana umum dan rencana rinci. Rencana Pembangunan menjadi
pedoman dalam penyusunan Rencana Penataan Ruang dan demikian pula sebaliknya.
Tujuannya adalah sebagai bahan pertimbangan yang dapat dijadikan pokok-pokok pemikiran
atau gagasan dan aspirasi aktual yang berkembang, baik dalam kehidupan masyarakat maupun
dalam penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah dalam rangka penyusunan atau perumusan dan pembahasan Rancangan
Peraturan Daerah tentang RDTR dan Peraturan Zonasi.
Kedudukan RDTR dan PZ adalah sebagai penjabaran dari RTRW DKI Jakarta 2030 untuk
masing-masing wilayah kecamatan dalam bentuk rencana pengaturan pemanfaatan yang
memiliki dimensi fisik yang mengikat dan bersifat operasional, sebagaimana yang dapat dilihat
dalam diagram berikut:
RPJP NASIONAL
RTRW NASIONAL
RPJM NASIONAL
RPJP Provinsi
RENCANA RINCI
SASARAN
Tersusunnya dasar-dasar pemikiran dan prinsip-prinsip dasar terhadap materi muatan
Rancangan Peraturan Daerah tentang RDTR dan Peraturan Zonasi berdasarkan naskah
akademik yang dilandasi kajian ilmiah. Dasar pemikiran dan prinsip dasar materi muatan
Peraturan Daerah dimaksud adalah aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis untuk melandasi
mengenai: (a) tujuan penataan ruang bagian wilayah perencanaan; (b) rencana pola ruang; (c)
rencana jaringan prasarana; (d) penetapan sub bagian wilayah perencanaan yang diprioritaskan
penanganannya; (e) ketentuan pemanfaatan ruang; (f) peraturan zonasi.
I.4
RENCANA UMUM
Tersedianya Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah RDTR dan Peraturan Zonasi
yang memuat pokok-pokok pikiran, lingkup atau objek yang akan diatur serta jangkauan dan
Lihat Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188).
Menurut Pasal 78 ayat (1) Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah, bahwa Dinas Tata Ruang
merupakan unsur pelaksana otonomi daerah di bidang tata ruang dan pertanahan.
RPJM Provinsi
RDTR Kecamatan
DKI Jakartra
I-2
peruntukan
lahan
serta
Memudahkan pengambilan keputusan secara tidak memihak dan berhasil guna serta
mendorong partisipasi masyarakat.
Berdasarkan esensi tersebut maka RDTR dan Peraturan Zonasi berfungsi untuk :
I.6
I.6.1
wilayah administrasi;
kawasan fungsional, seperti bagian wilayah kota/subwilayah kota;
bagian dari wilayah kabupaten/kota yang memiliki ciri perkotaan;
kawasan strategis kabupaten/kota yang memiliki ciri kawasan perkotaan; dan/atau
bagian dari wilayah kabupaten /kota yang berupa kawasan pedesaan dan direncanakan
menjadi kawasan perkotaan.
Maka dalam hal ini, ruang lingkup wilayah dalam pembahasan RDTR dan PZ yaitu wilayah
administrasi kecamatan di DKI Jakarta yang berada di 5 (lima) Kota Administratif dan 1 (satu)
Kabupaten Administratif, dengan rincian sebagai berikut:
7. Kecamatan Makasar;
8. Kecamatan Matraman;
9. Kecamatan Pasar Rebo; dan
10. Kecamatan Pulo Gadung.
f. Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu
a. Kecamatan Kepulauan Seribu Utara; dan
b. Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan.
I.6.2
I-4
BAB II
METODOLOGI
II.1
METODE PENDEKATAN
Diharapkan melalui pendekatan yang digunakan tersebut, RDTR DKI Jakarta berhasil disusun,
bersifat humanis, dan dapat diimplementasikan guna memenuhi tuntutan stakeholder
pembangunan. Gambar berikut ini menunjukkan secara singkat pendekatan RDTR DKI Jakarta.
Gambar II.2
Kerangka Pikir Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) DKI Jakarta
Gambar II.1
Pendekatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) DKI Jakarta
II-1
II-2
Deduksi
Penyusunan peraturan zonasi berdasarkan pendekatan deduksi dilakukan dengan
mempertimbangkan teori, kasus dan preseden peraturan zonasi yang telah digunakan kotakota di beberapa negara. Penyusunan peraturan zonasi dengan pendekatan ini relatif lebih
cepat, tetapi hasilnya tidak selalu sesuai dengan kebutuhan pengendalian suatu daerah di
Indonesia karena adanya perbedaan karakteristik dan kebutuhan pengendalian tersebut
dengan kondisi dan persoalan pada daerah rujukan. Dengan demikian, hasil dari
pendekatan ini masih perlu disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan daerah
bersangkutan. Cakupan pendekatan ini meliputi:
a.
b.
c.
d.
2.
kombinasi pendekatan deduksi dan induksi ini dipilih untuk digunakan dalam penyusunan
Peraturan Zonasi di Provinsi DKI Jakarta.
Penyusunan Peraturan Zonasi sedikitnya meliputi tahapan sebagai berikut (gambar 2.3):
1.
2.
3.
4.
Induksi
Penyusunan peraturan zonasi dengan pendekatan induksi didasarkan pada kajian yang
menyeluruh, rinci dan sistematik terhadap karakteristik penggunaan lahan dan persoalan
pengendalian pemanfaatan ruang yang dihadapi suatu daerah. Untuk mendapatkan hasil
yang lengkap dan akurat, pendekatan ini memerlukan waktu, tenaga dan biaya yang sangat
besar. Cakupan pendekatan ini meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
3.
II-3
II.2
PROSES LEGALITAS
Proses legalisasi terdiri atas proses birokratik, proses publik dan proses legislatif.
II-4
dengan memperhatikan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan
akibat pemanfaatan ruang.
Pelaksanaan penataan ruang membutuhkan peran serta masyarakat (berdasarkan PP 68/2010
dan Permendagri 9/1998) sebagai bagian dari partisipasi masyarakat dalam mewujudkan ruang
yang nyaman dan layak dihuni. Adapun manfaat peran serta masyarakat adalah:
II-5
1.
2.
Meningkatkan hasil guna penataan dan pembangunan kawasan serta lingkungan, karena
adanya kepercayaan publik terhadap perencanaan tata ruang itu sendiri;
3.
Metode pendekatan dalam pelaksanaan uji publik RDTR ini adalah sebagai berikut :
Materi:
o
1) Pelaksanaan Rapat Kerja Internal dengan peserta dan materi sebagai berikut:
Peserta, antara lain Tim Pakar, Tim Dinas Tata Ruang Provinsi DKI Jakarta dan lainnya.
Materi
o
Informasi publik mengenai RDTR yang antara lain berupa "Apa itu RDTR?", "Materi
RDTR", "Peran Serta Masyarakat" dan lainnya.
Penyebaran materi sosialisasi dan form usulan aspirasi masyarakat, dilakukan dengan
memanfaatkan media sebagai berikut:
Penjaringan aspirasi dengan memanfaatkan media antara lain melalui Email, kotak
pos/Po Box, Kantor Seksi DTR Kecamatan, Jakarta City Planning Galery, loket
pelayanan terpadu Kota Administratif dan media lainnya.
Peserta, antara lain aparatur kecamatan dan kelurahan, Investor, Stakeholder, LSM,
tokoh masyarakat, serta Pemangku kepentingan non-pemerintah lainnya.
Materi:
o
Peserta, antara lain Aparatur kecamatan dan kelurahan, Investor dan lainnya.
Stakeholder, LSM, tokoh masyarakat serta pemangku kepentingan non-pemerintah
lainnya.
II-6
2008
2009
Penyusunan RDTR
& PZ
2010
2011
Kajian Internal
RDTR & PZ
Bentuk Kegiatan :
Pembahasan Perubahan Konsep
RTRWC 2005 menjadi Konsep
RDTR
Pembahasan Isu Strategis
FGD ditiap Kota Adm
Penyusunan Materi
Teknis RDTR
Pengumpulan
Data
Kajian
Akademis
dengan Pakar
2012
Sosialisasi RDTR
Penjaringan Aspirasi
Kajian
Akademis
dengan Pakar
Sinkronisasi
SKPD
Sosialisasi
Raperda
RDTR PZ
Hasil Kegiatan :
RRTRWC
2005
KONSEP
RDTR
PENYUSUNAN MATERI
TEKNIS (DATA
EKSISTING DAN
ANALISIS)
PENYUSUNAN
NASKAH AKADEMIS
PENYUSUNAN KLHS
DAN KONSEP
RAPERDA
Dasar Kegiatan :
Draft Pedoman
Penyusunan RDTR
(Draft Permen PU)
Pelaksanaan Hak Dan Kewajiban, Serta Bentuk Dan Tata Cara Peran Serta
Masyarakat Dalam Penataan Ruang
PP No. 69 Tahun 1996
UU No. 12 Th.2011
tentang
Pembentukan
Peraturan
Perundangundangan
UU No. 32 tahun
2009 tentang
Perlindungan dan
Pengelolaan
Lingkungan Hidup
II-7
II.3
Tata Air
RDTR DAN PZ
RENCANA POLA RUANG
Zona Perumahan KDB Sedang-Tinggi
Zona Perumahan Vertikal
Zona Perumahan KDB Rendah
Zona Perumahan Vertikal KDB Rendah
Zona Campuran
Zona Perkantoran, Perdagangan dan Jasa
Zona Perkantoran, Perdagangan dan Jasa KDB Rendah
Zona Terbuka Biru
Zona Pemerintah Nasional
Zona Perwakilan Negara Asing
Zona Pemerintah Daerah
Zona Industri dan Pergudangan
Zona Pelayanan Umum dan Sosial
Zona Hutan Kota
Zona Taman Kota/Lingkungan
Zona Pemakaman
Zona Jalur Hijau
Zona Hijau Rekreasi
Zona Lindung
RDTR DAN PZ
RENCANA PRASARANA UTILITAS
5. Rencana Prasarana Energi
6. Rencana Prasarana Telekomunikasi
7. Rencana Prasarana Drainase
8. Rencana Prasarana Air Minum
9. Rencana Prasarana Air Limbah
10.Rencana Prasarana Persampahan
RENCANA PRASARANA JALUR DAN RUANG
EVAKUASI BENCANA
Sumber : SK Gubernur No. 1516 Tahun 1997 Tentang Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah Kecamatan
Pada tabel berikut dapat dijelaskan bahwa nomenklatur yang digunakan dalam Rencana Detail
Tata Ruang 2030 disesuaikan dengan nomenklatur yang terdapat pada RTRW Jakarta 2030.
Nomenklatur yang digunakan pada Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan dapat diketahui pada
tabel II.3
II-8
RTRW KOTA
RDTR
ZONASI
HIRARKI I
HIRARKI II
HIRARKI III
HIRARKI IV
Kawasan Pemerintahan
Kawasan Perumahan
Zona Lindung
L.1
L.2
L.3
H.1
H.2
Zona Permakaman
H.3
H.4
H.5
H.6
H.7
H.8
P.1
P.3
P.2
R.1
R.2
R.3
R.4
R.5
R.6
R.7
R.8
R.9
R.10
R.11
KODE
zona campuran
Kawasan Perkantoran, Perdagangan, Jasa
Dan Campuran Taman
K.1
K.2
C.1
K.3
K.4
K.5
S.1
S.2
S.3
II-9
RTRW KOTA
RDTR
ZONASI
HIRARKI I
HIRARKI II
HIRARKI III
HIRARKI IV
KODE
S.4
S.5
S.6
S.7
I.1
G.1
B.1
T.1
PP.1
PP.2
II-10
BAB III
PENGATURAN RDTR DAN PERATURAN ZONASI DI BEBERAPA NEGARA
III.1 PENERAPAN RDTR DAN PERATURAN ZONASI DI NEGARA SINGAPURA
Peruntukan Lahan
DKI Jakarta
rumah sedang, dan rumah besar.
Sementara untuk kawasan perumahan
vertikal terdiri dari kawasan
perumahan flat dan kawasan rumah
susun.
Singapura
house, retirement housing,
serviced apartements dan student
hotel. Pihak pemerintah mempunyai
pengaturan-pengaturan khusus
mengenai pengembangan kawasan
residential ini. Singapura juga
mempunyai kawasan Community
Institution yang terdiri dari Funeral
Parlour dan Workers Dormitory
Kawasan
Perkantoran,
perdagangan dan
jasa
Kawasan Campuran
Dalam membandingkan antara master plan Singapura 2008 dengan Rencana Detail Tata Ruang
DKI Jakarta terdapat perbedaan dan juga persamaan secara substansial. Berikut ini akan
dijelaskan persamaan dan perbedaan per substansi:
Peruntukan Lahan
Kawasan Terbuka
Lindung
Kawasan Hijau
(Ruang Terbuka
Hijau)
DKI Jakarta
Kawasan yang memiliki sifat khas, yang
mampu memberikan perlindungan
kepada kawasan sekitar maupun
bawahannya, sebagai pengatur tata air,
pencegah banjir dan erosi serta
memelihara kesuburan tanah.
Singapura
Conservation Area, yaitu daerah
yang telah ditentukan penggunaannya
sebagai kawasan pelindung alam dari
kawasan sekitarnya.
Kawasan
Pemerintahan
Kawasan
Perumahan
III-1
Peruntukan Lahan
Kawasan Industri
Kawasan Pelayanan
Umum dan Sosial
DKI Jakarta
Singapura
kawasan industri business 1 dengan
campuran residensial dan komersial),
dan Business 2-White (kawasan
campuran antara kawasan industri
business 2 dengan campuran
residensial dan komersial)
Kawasan Industri dibagi menjadi dua.
Business 1 adalah kawasan yang
diharapkan untuk digunakan sebagai
kawasan industri bersih, industri
ringan, pergudangan, utilitas publik,
dan telekominikasi. Business 2
adalah kawasan yang ditujukan untuk
industri khusus, seperti manufaktur,
perakitan mesin industrial, galangan
kapal dan pembangkit tenaga listrik
Kawasan Pelayanan umum dan sosial
dibagi menjadi 4. Health & Medical
Centre adalah area yang ditujukan
untuk kawasan servis medis,
Community Institutions adalah
kawasan yang ditujukan
penggunaannya untuk kepentingan
penduduk dan institutsi komunitas,
Sports & Recreation adalah
kawasan yang ditujukan
penggunaannya untuk kepentingan
olahraga dan kawasan rekreasi,
Educational Institutions adalah
kawasan yang
ditujukanpenggunaanya untuk
kepentingan pendidikan , Place of
Worship adalah kawasan yang
ditujukan penggunaanya untuk
bangunan keagamaan
Master Plan 2008 ini adalah hasil dari pengkajian ulang, pembaharuan dan penambahan sesuai
dengan aspirasi masyarakat dari Concept Plan. Concept Plan adalah rencana jangka panjang
yang memiliki durasi 40 50 tahun. Master Plan ini yang menerjemahkan Concept Plan menjadi
sebuah rencana yang detail untuk mengarahkan pembangunan. Di Singapura ini yang
bertanggung jawab atas segala perkembangan dari penataan ruang dan zonasi adalah Urban
Redevelopment Authority danMinistry for National Development.
DKI Jakarta
Pada RDTR dan Peraturan Zonasi DKI
Jakarta, kawasan permukiman terbagi
atas beberapa jenis kawasan antara
lain:
1. Kawasan Perkampungan,
merupakan kawasan permukiman
dengan jenis:
b. Kawasan Permukiman R5
Aspek
DKI Jakarta
ketinggian maksimum 3 lantai.
5. Kawasan Perumahan Vertikal KDB
Rendah, merupakan:
a. Kawasan dengan peruntukan
sebagai tempat hunian secara
bersusun beserta fasilitasnya
dengan KDB maksimum 30 %,
Tipe bangunan tunggal yang
dibangun dengan ketinggian
bangunan 4 lantai sampai
dengan lebih besar 16 lantai.
Perdagangan,
Perkantoran
dan Jasa
Aspek
DKI Jakarta
New York City
perdagangan dan jasa KDB
waterfront.
rendah, terbagi atas beberapa jenis 4. Kawasan C4 atauGeneral
kawasan, antara lain:
Commercial Districts,
merupakan kawasan yang
a. Kawasan K3 atau Kawasan
terdiri atas pusat
Perkantoran KDB Rendah,
perbelanjaan utama dan
merupakan Kawasan dengan
sekunder. Merupakan
peruntukan sebagai tempat
kawasan pelayanan bisnis
kegiatan perkantoran dan jasa
yang luas dan terdapat tokobukan pemerintahan beserta
toko besar dalam jumlah
fasilitasnya dengan KDB
besar dan cenderung
maksimal 30 % dan tipe
menimbulkan kemacetan.
bangunan tunggal/deret.
5. Kawasan C5 atau Restricted
b. Kawasan K4 atau Kawasan
Perdagangan, Perkantoran dan
Jasa, merupakan Kawasan
dengan peruntukan sebagai
tempat kegiatan perkantoran
dan jasa bukan pemerintahan
beserta fasilitasnya dengan
KDB maksimal 30 % dan tipe
bangunan tunggal/deret.
Aspek
DKI Jakarta
Industri
Aspek
DKI Jakarta
tunggal/deret.
sedangKDB rendah,
3. Kawasan M2 atau Heavy
merupakan industri yang
Manufacturing Districts (Low
menggunakan tenaga kerja
Performance), merupakan
sekitar 20 sampai 99 orang,
kawasan yang ditujukan
untuk mengakomodasi
memiliki KDB maksimal 30 %
pemanfaatan utama industri
dan tipe bangunan
berat yang memiliki pengaruh
tunggal/deret. Misalnya: industri
berat dan bencana dan tidak
konveksi, industri bordir, dan
ada standar yang tepat untuk
industri keramik.
Proses zonasi di New York dimulai pada tahun 1916. Proses zonasi ini muncul sebagai reaksi
dari berdirinya gedung The Equitable Building yang tinggi bangunannya menyebabkan tetanggatetangga bangunan tersebut tidak mendapatkan sinar matahari.
New York mempunyai suatu sistem yang bernama Discretionary Action, yaitu sistem yang
membutuhkan kajian ulang dan persetujuan dari City Planning Commission atau Board of
Standards and Appeals.
Yang termasuk kedalam Discreationary Action adalah zoning amendments, special permits, dan
authorizations and variances. Semuanya adalah jenis dari perubahan zoning regulation yang ada
di kota New York.
Semua perubahan special permit, zoning map dan zoning text ditujukan untuk dikaji ulang oleh
publik, atau yang disebut Uniform Land Use Review (ULURP), sebagaimana yang tercantum
dalam Piagam Kota.
Semua perubahan zoning map dan zoning text harus dikaji oleh State Environmental Quality Act
(SEQRA) dan City Environmental Quality Review (CEQR). Untuk prosesnya dapat dilihat di tabel
pada slide selanjutnya
Dalam pembangunannya, New York menggunakan prinsip as-of-right, yaitu tidak perlu menunggu
adanya persetujuan dari City Planning Commission atau Board of Standards and Appeals,
selama sesuai dengan semua zoning regulation yang berlaku dan disetujui oleh Department of
Building setempat.
Untuk pelaksanaan dari zonasi, yang bertanggung jawab penuh adalah Departement of Buildings.
Tugas-tugas dari departemen ini adalah :
1.
2.
3.
mengeluarkan ijin pembangunan bangunan setelah mereview zoning resolution dan building
code, menerjemahkan ketentuan dari zoning regulation.
menertibkan pelanggaran-pelanggan zoning regulation
memelihara catatan publik (ijin bangunan, sertifikat bangunan, pelanggaran dan profil properti
yang diunggah ke website pemerintahan New York.
l
R-1
Proses Zonasi di New York dilakukan dengan menyeluruh, meliputi aspek-aspek yang terkait
pengembangan kota, tetapi proses zonasi tersebut juga fleksibel, dan memungkinkan adanya
perubahan.
Branford
Sub Blok
1. Kawasan ini didominasi hunian
yang terletak di alam dan
terdiri atas kawasan terbangun
dalam kurun beberapa tahun
dengan struktur keluarga 1, 2
atau lebih. Pada prisnsipnya
mereka tinggal disekitar
Brandford, dimana mereka
menjadi bagian utama
pedesaan yang terkonsenrasi
di sekitar pusat Branford.
2. Tujuan utama dari standrad
yang berlaku di area
perumahan adalah untuk
mengetahui titik konsentrasi
tertinggi tempat tinggal dan
populasi penduduk sampai
sekarang, dengan menjaga
Jakarta
Peruntukan
Lahan
Kawasan
Perkampungan
Sub Blok
R.1 (Rumah Kampung)
elompok rumah yang
ditetapkan oleh
pemerintah sebagai
kawasan yang
dilestarikan dan
merupakan bagian dari
kota yang dihuni oleh
masyarakat spesifik &
berpenghasilan
menengah kebawah,
tidak
terstruktur/terencana
dengan baik, serta
kondisi fisik bangunan
sebagian cukup baik.
III-5
No.
Base Zone
Residence
2
R-2
Residence
3
R-3
Residence
4
R-4
Branford
Sub Blok
pembangunan agar tidak
padat. Pemanfaatan non
hunian dan non pertanian di
kawasan ini boleh ada
pembangunan, dengan syarat
bisa cocok dengan kawasan
tersebut
1. Kawasan ini terdiri dari
kawasan pemukiman yang
telah dikembangkan dalam
kurun waktu beberapa tahun
terutama terhadap rumah
tunggal yang digunakan
musiman maupun hunian
tahunan yang mayoritas relatif
kecil.
2. Standar yang berlaku
dirancang untuk mengakui dan
melindungi pola arus
pembangunan. Penggunaan
non hunian dan nonpertanian
mungkin tepat di area ini,
tetapi hanya sebagai
pengecualian khusus pada
sebuah temuan bahwa
pembangunan akan
kompatibel dengan karakter
distrik tersebut.
1. Kawasan ini dirancang untuk
rumah keluarga tunggal pada
banyak ukuran yang cukup
untuk mendukung sistem
pembuangan air limbah
pribadi. Penggunaan
nonhunian dan nonpertanian
mungkin cocok di kawasan ini,
tetapi sebagai pengecualian
khusus atas temuan suatu
perkembangan yang akan
kompatibel dengan karakter
area.
Area ini menutupi sebagian besar
dari bagian keluarga tunggal di
pinggiran kota. Standar yang
berlaku dirancang untuk
mendorong dan melindungi
pembangunan kualitas tinggi
yang ada yang cukup banyak
untuk mendukung sistem
pembuangan air limbah pribadi.
Jakarta
Peruntukan
Lahan
KAWASAN
PERUMAHAN
HORISONTAL
No.
Sub Blok
Base Zone
Residence
5
R-5
Residence
Multifamily
RMF
Branford
Sub Blok
Penggunaan non hunian dan
nonpertanian mungkin tepat di
area ini, tetapi sebagai
pengecualian khusus
mendapatkan pembangunan
yang kompatibel dengan karakter
distrik tersebut.
Daerah ini menutupi sebagian
besar dari bagian pedesaan dan
topografi kasar Kota dan
dirancang untuk mengakomodasi
keluarga tunggal konstruksi
perumahan dengan kualitas yang
tinggi pada banyak luas. Standar
yang berlaku dirancang untuk
mengenali adanya jangka
panjang atau permanen mungkin
saluran pembuangan.
Penggunaan non hunian dan
nonpertanian mungkin tepat di
kabupaten-kabupaten, tetapi
hanya sebagai Pengecualian
khusus pada sebuah temuan
bahwa pembangunan akan
kompatibel dengan karakter
distrik tersebut.
1. Kawasan ini menyediakan
alternatif unit rumah dengan
model deret untuk satu
keluarga, sedangkan unit
terpisah diperbolehkan di
daerah pemukiman lainnya.
2. Kawasan dirancang untuk
keluarga besar untuk
menyediakan perumahan
kepadatan sedang dengan
lokasi yang nyaman, yang
berdekatan dengan kawasan
komersial dan / atau
lingkungan kepadatan yang
sama atau lebih tinggi, yang
dilayani oleh sistem jalan yang
memadai, dan lingkungan
cocok untuk pembangunan
tersebut.
3. Setiap usulan untuk
pengembangan berbagai
macam keluarga akan direview
dengan pengecualian khusus
guna memastikan kesesuaian
Jakarta
Peruntukan
Lahan
Sub Blok
perhektar. Tipe
bangunan tunggal dan
ganda/kopel dengan
ketinggian maksimum 4
lantai
R.5 (Rumah Besar)
Kawasan peruntukan
hunian dengan luas
kaveling lebih besar dari
400 sampai dengan 500
meterpersegi, tipe
bangunan tunggal
dengan ketinggian
maksimum 4 lantai.
KAWASAN
PERUMAHAN
VERTIKAL
III-6
No.
Base Zone
Center
Business
BC
Mixed Use
MU
Restricted
Business
BR
Branford
Sub Blok
dengan Rencana Konservasi
dan Pembangunan dan semua
standar yang berlaku.
1. Kawasan ini dirancang untuk
mendorong konsentrasi
layanan ritel dan fasilitas
kantor sesuai karakter "kota"
terutama di Kota Branford.
2. Kegiatan penjualan dan jasa
otomotif dikeluarkan dari
kawasan ini karena
bertentangan dengan tujuan
kawasan ini.
3. Standar yang berlaku
memungkinkan bangunan
bertingkat, persentase yang
tinggi dari jangkauan tanah
dan rasio tinggi luas lantai
terhadap luas daratan, dengan
parkir yang disediakan dalam
lokasi yang lebih banyak
terpusat dan terstruktur
Tujuan dari kawasan campuran
adalah untuk memfasilitasi
integrasi menggunakan beragam
namun kompatibel dalam satu
proyek, dengan tujuan untuk
menciptakan sebuah komunitas
yang menawarkan "hidup,
bekerja, dan bermain" peluang
nyaman dengan berjalan kaki dari
satu sama lain
1. Kawasan ini dirancang untuk
mengenali area bisnis yang
berkembang sebagai akibat
dari konversi struktur
perumahan untuk penggunaan
ritel dan kantor, serta
menyediakan lokasi yang tepat
untuk jasa ritel baik di dalam
atau yang berdekatan dengan
lingkungan perumahan.
2. Kebutuhan parkir untuk setiap
bangunan harus disediakan
tempat parkir sendiri, dengan
tidak adanya parkir diletakkan
di badan jalan.
3. Riview kawasan secara rinci
dan rencana arsitektur untuk
pengembangan masing-
Jakarta
Peruntukan
Lahan
No.
Sub Blok
Branford
Sub Blok
Base Zone
Local
Business
BL
1.
2.
KAWASAN
PERUMAHAN
HORISONTAL
KDB RENDAH
KAWASAN
PERUMAHAN
VERTIKAL KDB
RENDAH
Commerce
Park
CP
1.
2.
3.
Jakarta
Peruntukan
Lahan
Kawasan
Perdagangan,
Perkantoran dan
Jasa
Sub Blok
K.1 (Perkantoran)
Kawasan dengan
peruntukan sebagai
tempat kegiatan
perkantoran dan jasa
bukan pemerintahan
beserta fasilitasnya
dengan KDB lebih besar
30 % dan maksimal 80
%, tipe bangunan
tunggal.
III-7
No.
Base Zone
General
Industry 1
IG-1
General
Industry 2
IG-2
Branford
Sub Blok
1. Kawasan ini terdiri dari areaarea yang telah mengalami
perkembangan industri berat di
masa lalu. Nilai Standar yang
berlaku untuk rentang ukuran
bagi perusahaan dan
pemanfaatan yang relatif
insentif pada suatu lahan.
2. Pengembangan penggunaan
ritel dan perumahan di
kawasan ini akan menjadi
tidak konsisten dengan tujuan
mereka.
3. Pengembangan perumahan
tidak kompatibel dengan jenis
pemanfaatan yang diizinkan
pada kawasan ini dan tidak
diperbolehkan,
1. Kawasan ini terdiri dari area
yang dimaksud untuk
digunakan pada pembangunan
komersial dan industri besar
secara kurang intensif
daripada distrik IG-1.
2. Mereka dirancang untuk
memiliki lokasi agak lebih
besar dengan bagian belakang
lebih luas, dalam rangka untuk
menjamin kualitas tinggi
pembangunan dalam kawasan
tersebut dan hubungan
menyenangkan untuk kawasan
yang berdekatan.
3. Pengembangan penggunaan
ritel, bisnis dan perumahan di
kawasan ini akan menjadi
tidak konsisten dengan tujuan
mereka dan tujuan dari
kawasan tersebut.
4. Pengembangan perumahan
tidak kompatibel dengan
pemanfaatan yang diizinkan
pada kawasan ini dan tidak
diperbolehkan,
Jakarta
Peruntukan
Lahan
Kawasan
Campuran
No.
Sub Blok
Base Zone
Branford
Sub Blok
Jakarta
Peruntukan
Lahan
Kawasan
Campuran KDB
Rendah
Kawasan Industri
Kawasan Industri
KDB Rendah
Kawasan Taman
Kota
SPECIAL
DISTRICTS
KAWASAN
PERKANTORAN,
PERDAGANGAN
DAN JASA KDB
RENDAH
Sub Blok
K.4 (Perdagangan dan
Jasa KDB Rendah)
C.6 (Campuran Besar
KDB Rendah)
C.5 (Campuran Sedang
KDB Rendah)
C.4 (Campuran Kecil
KDB Rendah)
I.8 (Industri Besar KDB
Rendah)
I.7 (Industri Sedang KDB
Rendah)
I.6 (Industri Kecil KDB
Rendah)
I.5 (Industri Rumah
Tangga KDB Rencah)
I.4 (Industri Besar)
I.3 (Industri Sedang)
I.2 (Industri Kecil)
I.1 (Industri Rumah
Tangga)
H.3 (Taman
Kota/Lingkungan)
H.4 (Pemakaman)
H.5 (Jalur Hijau)
COASTAL MANAGEMENT
DISTRICT
1. Kawasan ini merupakan
tambahan dan tumpang tindih
satu (1) atau lebih dilain
kawasan yang bertujuan
mendefinisikan wilayah pesisir
kota di mana perlu
memastikan bahwa
pengembangan, pelestarian
atau penggunaan sumber
daya lahan dan air hasil
dengan cara yang konsisten
terhadap kemampuan sumber
daya lahan dan air guna
mendukung pembangunan
tersebut, pelestarian atau
penggunaan tanpa secara
signifikan mengganggu baik
lingkungan alam atau
pertumbuhan ekonomi yang
sehat.
III-8
No.
Base Zone
Branford
Sub Blok
2. Review Rencana kawasan
Pesisir untuk semua
bangunan, pemanfaatan atau
kegiatan yang berlokasi di
kawasan ini sangat penting
untuk menentukan apakah
atau tidak berpotensi dampak
negatif dari kegiatan yang
diusulkan pada Sumber Daya
Pesisir dan masa depan
tergantung pada air, kegiatan
pembangunan yang diterima di
bawah Lembaga Tindak
Pengelolaan Pesisir.
TOWN CENTER VILLAGE
DISTRICT
Tujuan dari Town Center Village
District (TCVD) adalah untuk
melestarikan karakter dari Pusat
Kota dan membimbing perbaikan
sesuai dengan karakter ini. The
Branford Town Center merupakan
jantung masyarakat, dengan
konsentrasi lembaga sipil dan
agama, ritel berkembang dan
restoran daerah, lingkungan
perumahan yang menarik, dan
berlimpahnya kegiatan sosial dan
budaya di Green Town. Perasaan
yang kuat dari tempat yang begitu
jelas di pusat kota memperkuat
struktur masyarakat dan
meningkatkan kualitas hidup
secara keseluruhan di Branford.
ACCESS MANAGEMENT
DISTRICT
1. Kawasan ini dibentuk untuk
melaksanakan tujuan
manajemen akses dari
Branford diidentifikasi di "AS
Route 1 / North Main Street
Rencana Manajemen Akses
"tertanggal Juni 2008.
2. Tujuan Bagian ini adalah untuk
mengurangi kecelakaan lalu
lintas, cedera, dan kerusakan
properti yang timbul sistem
akses dirancang dengan
buruk, dan untuk
meningkatkan keselamatan
Jakarta
Peruntukan
Lahan
No.
Sub Blok
Base Zone
Branford
Sub Blok
dan operasi dari US Route 1.
3. Ini akan melindungi investasi
publik yang cukup besar dalam
sistem transportasi yang ada
dan mengurangi kebutuhan
untuk tindakan perbaikan
mahal.
4. Bagian ini juga berfungsi untuk
lebih tertib tata letak dan
penggunaan tanah, melindungi
karakter masyarakat, dan
melestarikan sumber daya
alam dengan mempromosikan
jalan yang dirancang dengan
baik dan sistem akses.
PLANNED DEVELOPMENT
DISTRICT
1. Rencana pembangunan suatu
kawasan dapat dibentuk oleh
Komisi sesuai dengan
prosedur ini setelah
ditetapkan. Ketentuan Bagian
ini dirancang untuk
memungkinkan modifikasi dari
aplikasi yang ketat dari standar
dan ketentuan dari peraturan
ini untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan di bawah ini.
Sebuah rencana
pembangunan kawasan dapat
dibentuk oleh Komisi saat
ditemui kebutuhan dan sesuai
pada tujuan sebagai berikut:
2. Untuk mengizinkan
penggunaan lahan, bangunan
dan struktur lain menjadi
tujuan yang akan lebih
bermanfaat dan konsisten
dengan karakter kota dan
perbaikan jangka panjang dari
lingkungan dan konsisten
dengan rencana komprehensif
pembangunan yang diadopsi
oleh Komisi, ketika seperti
pemanfaatan yang terletak di
blok ukuran cukup untuk
mengakomodasi desain
harmonis bangunan, struktur
dan fasilitas sehubungan
dengan penggunaan dan
Jakarta
Peruntukan
Lahan
Sub Blok
III-9
No.
Base Zone
Branford
Sub Blok
ketika kawasan lain zonasi
tidak dapat tepat didirikan
untuk mencapai tujuan
tersebut.
AFFORDABLE HOUSING
1. Padahal, lebih dari 30 persen
dari unit perumahan di Kota
Branford adalah multi-keluarga
unit, dan sebalikny, peraturan
yang memungkinkan untuk
pembangunan terjangkau
multi-keluarga unit telah
berlaku sejak peraturan zonasi
pertama kali diadopsi, pada 3
Desember 1956 , Peraturan
berikut ini memberikan
kesempatan untuk
mengembangkan alternatif
jenis unit terjangkau. Tujuan
dari Peraturan Perumahan
Terjangkau adalah untuk
mendorong pengembangan
terjangkau ditempati pemilik
rumah keluarga tunggal yang
terpisah oleh keluarga lainnya.
Untuk mengurangi biaya,
Peraturan memungkinkan
untuk banyak kecil (4.500 kaki
persegi luas minimum). Untuk
memastikan kualitas, ada
desain standar untuk
konstruksi dan persyaratan
lansekap tertentu. Sebuah
asosiasi kepentingan bersama
kepemilikan diperlukan untuk
memastikan bahwa area
umum dipelihara. Setidaknya
20 persen dari harga unit
harus dalam perkembangan
untuk memenuhi definisi
"perumahan yang terjangkau,"
sebagaimana didefinisikan
dalam Bagian CGS 8-39a.
Akta pembatasan yang
diperlukan untuk
mempertahankan harga yang
terjangkau selama 40 tahun.
Komisi dapat membentuk
Kawasan Perumahan
Terjangkau (AHD) jika
Jakarta
Peruntukan
Lahan
No.
Sub Blok
Base Zone
Branford
Sub Blok
menemukan bahwa AHD akan
mengizinkan saluran dengan
ukuran yang ditetapkan di
bawah harus dirancang dan
dibangun peruntukan
perumahan satu keluarga dan
tujuan yang sama dengan cara
sesuai untuk mencapai satu
atau lebih dari berikut tujuan:
2. Untuk mendorong sektor
swasta membangun biaya
sedang, dengan rumah
terpisah untuk satu keluarga;
3. Untuk mempromosikan bahwa
perubahan dalam persyaratan
zonasi dapat meningkatkan
produksi perumahan yang
menarik kurang dari harga
pasar rata-rata;
4. Untuk menawarkan peluang
kepemilikan rumah bagi
keluarga dengan pendapatan
menengah;
5. Untuk memungkinkan pilihan
perumahan alternatif bagi satu
rumah tangga dan orang tua.
6. Pembentukan sebuah AHD
sebagai komunitas
kepemilikan umum diperlukan
untuk memastikan bahwa
standar tinggi dalam
pembangunan akan
dipertahankan, dan bahwa
biaya dinilai pada warga akan
digunakan untuk membayar
pemeliharaan dan area umum
lainnya. Semua persyaratan
dari Bagian ini berlaku untuk
AHD, bahkan jika AHD akan
dikecualikan dari persyaratan
CIAO tertentu.
5.6 AGE-RESTRICTED
HOUSING DISTRICT
Era-Dibatasi Kawasan
Perumahan ("ARHD") adalah
blanko Rencana pembangunan
kawasan (floating zone) yang
dapat ditetapkan oleh Komisi
sesuai dengan prosedur yang
selanjutnya ditentukan. Ketentuan
Jakarta
Peruntukan
Lahan
Sub Blok
III-10
No.
Base Zone
Branford
Sub Blok
Bagian ini dirancang untuk
memungkinkan modifikasi dari
aplikasi yang ketat dari standar
dan ketentuan dari Peraturan
untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan di bawah ini. Sebuah
ARHD dapat didirikan oleh Komisi
saat ditemui diperlukan dan
sesuai untuk tujuan sebagai
berikut:
1. Untuk memajukan tujuan dari
Rencana Kota untuk
Konservasi dan Pembangunan
dengan menanggapi
perubahan demografi dengan
menyediakan peluang
perumahan tambahan dekat
dengan pusat kota Branford
bagi orang-orang yang 55
tahun dan lebih tua.
2. Untuk memungkinkan
penggunaan teknik desain
fleksibel atas tanah yang
standarnya dibawah
pengembangan zonasi
konvensional akan dibatasi
oleh topografi yang sulit,
tanah, batu, lahan basah atau
fitur lain yang membatasinya.
3. Untuk memungkinkan
pelestarian kawasan ruang
terbuka yang besar di blok
yang lebih konvensional
bentuk pembangunan akan
menyebabkan hilangnya fitur
alam atau sumber daya Komisi
menganggap penting untuk
Town.
Jakarta
Peruntukan
Lahan
Silom Road
Sub Blok
Sathor n Road
Surawongse Road
Ra,a IV Road from Bon Kai to Sri Praya
Wireless Road
Langsuan and Sarasin Roads
Rajdamri and Henri Dunant Roads
Phrayathai Road
Sukhumvit Road from Asoke to Rama I
Petchburi Road from Wireless to Phrayathai
Zona-zona lainnya harus memiliki FAR yang lebih rendah tergantung pada penggunaan
lahannya. Sebagai contoh, New Sathor n Road (Narathi was Rajanakarin Road just south of
Sathor n Road) akan mempunyai FAR 6:1 dan Sukhumvit Road from Asoke to Sukhumvit
71dengan FAR 8:1. Selain pembatasan dari segi FAR, peraturan zonasi yang baru juga
membatasi tinggi dan ukuran bangunan tergantung dari penggunaan lahandan lebar bahu jalan.
Dengan implementasi peraturan zonasi, diharapkan harga lahan yang berlokasi di pusat kota
akan meningkat secara drastic sementara tanah kapling dengan batas yang lebih nyata berlokasi
di luar pusat kota akan memiliki potensi pembangunan yang kurang komersial.
Salah satu peraturan yang paling controversial dalam peraturan zonasi adalah adanya
pembatasan zona kuning (low density zone), membatasi FAR maksimum 0.8:1 dan 1:1 dan
ukuran kapling minimal mulai dari 50 wah persegi sampai 100 wah persegi. FAR 1:1 akan
berdampak pada pengembangan town house yang biasanya mempunyai area terbangun lebih
dari dua kali ukuran tanah. Pada single-detached housing, peraturan mengenai ukuran kapling
100 wah persegi akan member dampak secara langsung kepada pengembangan perumahan
dengan tingkat pendapatan menengah yang biasanya membangun rumahnya pada ukuran
kapling 60-80 wah persegi. Pengembang Perumahan mengungkapkan keprihatinan mereka
mengenai peraturan zonasi baru yang mau tidak mau akan meningkatkan biaya pembangunan
dan harga rumah.Tabel di bawah menunjukkan ringkasan dari rancangan peraturan zonasi
terbaru dari di Kota Bangkok.
Tabel III.1
Peraturan Zonasi Kota Bangkok
Zone
III.4 PERATURAN ZONASI KOTA BANGKOK
Peraturan zonasi yang baru di Kota Bangkok belum selesai, namun dijadwalkan untuk
menggantikan peraturan zonasi yang berlaku pada bulan Juli. Peraturan zonasi kota Bangkok
pada saat ini tidak memuat elemen FAR (Floor Area Ratio), dan FAR sebesar 10:1 berlaku untuk
sebagian besar wilayah di Kota Bangkok. FAR mengindikasikan daerah terbangun untuk
sebidang lahan, misalnya jika FAR 10:1 memungkinkan dilakukannya pembangunan maksimum
10 kali ukuran tanah. Peraturan zonasi yang baru untuk Kota Bangkok dimaksudkan akan
mengizinkan FAR 10:1 dalam suatu lahan dengan kepadatan tinggi di beberapa zona merah
(commercial zone) termasuk area berikut
Merah
Designated Sub
use
Zone
FAR
Main Area
Por 1 3:1
Suburban
commercial
area
Por 2 4:1
Suburban
commercial
Komersial
Key Prohibitions
Komersial dan perkantoran lebih luas dari
10.000 m2
Bangunan komersial dan perkantoran
lebih dari 23 meter kecuali terletak di jalan
yang lebih dari 20 meter
Pabrik
Bangunan komersial dan perkantoran
lebih dari 10,000 m2 kecuali berlokasi
lebih dari jangkauan 30m
III-11
Zone
Designated Sub
use
Zone
FAR
Main Area
areas
Brown
Por 3
Pabrik
Por 4
Pabrik
Por 5
Pabrik
Yor 9
Yor
10
Orange Medium
density
Residential
Yor 5
Zone
Designated Sub
use
Zone
Pabrik
Inner
commercial
6:1 area
Yor 8
Perumahan
dengan
kepadatan
tinggi
Key Prohibitions
Yor 6
FAR
Main Area
Fringe of inner
residential
3:1 area
Inner
residential
5:1 area
Key Prohibitions
Yor 7
Fringe of inner
residential
4:1 area
Yellow
Low density
residential
Yor 1 0.8:1
Bangkok
Suburb
0.8 :
Yor 2 1
Bangkok
Suburb
Zone
Designated Sub
use
Zone
Yor 3
FAR
Bangkok
1:1 Suburb
Yor 4 1:1
Purple
Light
Purple
Industrial
Warehouse
Or1,
Or 2
Or 3
Main Area
Bangkok
Suburb
Outer
1:1 Bangkok
Outer
1:1 Bangkok
Key Prohibitions
Designated Sub
use
Zone
Zone
FAR
Main Area
Key Prohibitions
Hotel
Pabrik
Berikut merupakan tabel yang mengindikasikan perbedaan nomenklatur peraturan zonasi di Kota
Bangkok dan Kota Jakarta
No
Jakarta
Peruntukan Lahan
kawasan perkampungan
kawasan perumahan
horisontal
kawasan perumahan
vertikal
kawasan perumahan
horisontal kdb rendah
kawasan perumahan
vertikal kdb rendah
kawasan perkantoran,
perdagangan dan jasa
kawasan perkantoran,
perdagangan dan jasa kdb
rendah
kawasan campuran
kawasan campuran kdb
rendah
kawasan pelayanan umum
dan sosial
kawasan pelayanan umum
dan sosial
kawasan industri
Bangkok
Sub
Blok
Peruntukan lahan
Sub Blok
High-density
residential
Medium density
residential
Low density
residential
Commercial
Industrial
Or 1, Or 2
III-13
No
Jakarta
Peruntukan Lahan
Bangkok
Sub
Blok
kawasan industri
21 kdb rendah
22 Kawasan pergudangan
kawasan pergudangan
23 kdb rendah
24 kawasan terbuka biru
kawasan taman nasional
25 kepulauan seribu
Peruntukan lahan
Warehouse
Sub Blok
Or 3
Penggunaan
Penggunaan campuran, kepadatan
rendah
Penggunaan campuran, kepadatan
sedang
Penggunaan campuran, kepadatan
sedang - tinggi
Lingkungan Ritel / Penggunaan
Campuran, kepadatan sedang
Lingkungan Ritel
Kawasan Industri terencana
Kawasan umum Komersial dan industri
Ruang umum
Ruang terbuka
Ruang terbuka/ sekolah
Bandara
Taman
Total
Source: San Mateo County Assessors Office, 2008.
Guna lahan
menunjukkan dan mengatur di mana lahan dapat dikembangkan secara spesifik seperti
perumahan, komersial, industri, ruang terbuka, fasilitas umum dan penggunaan campuran.
Guna lahan juga menyediakan pengaturan untuk setiap penggunaan lahan dan kebijakan
lahan secara keseluruhan.
untuk lebih jelas, lihat tabel berikut
2.
358
1,221
75
52
Luas (hektar)
3%
0.3%
23
1%
1
278
121
4
94
71
24
60
2,480
0.03%
11%
5%
0.2%
4%
3%
1%
2%
100%
Housing elemen.
Unsur Perumahan dimaksudkan untuk menyediakan, pemeliharaan dan pengembangan
perumahan bagi warga Kota.
Penggunaan
Keluarga tunggal, kepadatan rendah
Keluarga tunggal
Beberapa keluarga, kepadatan rendah
Beberapa keluarga, kepadatan sedang
63
a. Melestarikan dan memperkuat San Carlo City sebagai kota yang menjadi pusat kegiatan
sosial dan budaya
b. Meningkatkan konektivitas dengan menempatkan retail dan jasa yang dapat dijangkau
dengan berjalan kaki dari rumah atau kantor
c. Pastikan bahwa setiap pencaplokan lahan terjadi secara tertib dan sistematis dan
mematuhi semua tujuan Kota, kebijakan, dan standar
d. Mendukung dan mempertahankan penggunaan lahan yang memberikan kontribusi
ke komunitas ekonomi lokal yang bersemangat dan ulet serta memberikan dukungan
fiskal
e. Memperkuat vitalitas ekonomi dengan mendorong keanekaragaman penggunaan
komersial sekaligus melindungi dan melestarikan menggunakan industri yang ada
f. Memajukan karakter masyarakat dari San Carlos, termasuk karakter desa yang unik
g. Melindungi dan meningkatkan semua perumahan lingkungan.
h. Meminimalkan dampak pembangunan di daerah lereng bukit.
menentukan visi yang realistis untuk sebuah kota dalam 20 tahun ke depan.
Memberikan arah kebijakan dalam hal fisik, sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan karakter
kota.
sebagai panduan yang komprehensif untuk pengambilan keputusan tentang penggunaan
lahan, sirkulasi, manajemen lingkungan, taman dan rekreasi, perumahan, kebisingan publik
kesehatan dan keselamatan.
Sebagai landasan umum untuk penentuan zonasi.
1%
Persen*
Tujuan utama dari perencanaan land Use (perencanaan penggunaan lahan) adalah untuk
memastikan bahwa pola penggunaan lahan di San Carlos city dapat diterapkan secara
berkelanjutan. selain itu ada tujuan yang lain yaitu
27
Luas (hektar)
14%
49%
3%
2%
Persen*
3.
4.
III-14
1. Keberlanjutan lingkungan
2. Identitas komunitas masyarakat
3. Perumahan
4. pertumbuhan ekonomi
5. Parkir dan ruang terbuka
berikut adalah tabel perbandingan nomenklatur di DKI Jakarta dan di san carlo
Elemen taman dan rekreasi menyediakan ruang terbuka, taman dan jalan untuk kegiatan
rekreasi di San Carlos.
6.
7.
Elemen kebisingan
elemen kebisingan mengidentifikasi sumber kebisingan dan
mengurangi dampak negatif dari kebisingan terhadap masyarakat.
merencanakan
untuk
No
1
peruntukan
Perumahan
Zona
Kawasan
Perkampungan
Proses perencanaan
Prinsip-prinsip, tujuan, kebijakan dan tindakan memberikan pedoman kepada San carlos,
bagaimana mengarahkan perubahan dan mengelola sumber daya selama 20 tahun ke
depan. Hal ini tidak mungkin terlaksana semua karena selama 1 periode rencana terdapat
banyak kendala, salah satunya kendala fiskal. Gambar dibawah menggambarkan bahwa
kebijakan dan tindakan berada di tingkat penting yang sama, dan keduanya dimaksudkan
untuk menerapkan tujuan. Dalam kebanyakan kasus, tujuan bisa dijabarkan ke dalam
kebijakan dan tindakan. Dalam beberapa kasus tujuan dapat dilaksanakan secara eksklusif
baik melalui kebijakan atau tindakan.
Gambar III.1 Komponen perencanaan master
Kawasan
Perumahan
Horisontal
Jakarta
Sub Zona
San Carlo
Zona
Single Family,
(Keluarga tunggal)
Kawsasan rumah
keluarga tunggal
dengan kepadatan
hingga 6 (enam) unit
hunian per hektar.
Multiple-Family, Low
Density (beberapa
Keluarga, kepadatan
rendah) kawasan
tempat tinggal
beberapa keluarga
dengan kepadatan 10
sampai 20 unit hunian
per hektar.
Sub
Zona
-
Multiple-Family,
medium Density
(beberapa Keluarga,
kepadatan sedang)
kawasan tempat
tinggal beberapa
keluarga dengan
III-15
No
peruntukan
Zona
Jakarta
Sub Zona
atas 50 bangunan
perhektar. Tipe tunggal,
ganda/kopel atau deret
dengan ketinggian
maksimum 4 lantai.
R.4 (Rumah Sedang)
Kawasan peruntukan
hunian dengan luas
kaveling lebih besar dari
200 meter persegi sampai
400 meterpersegi dengan
kepadatan bangunan di
bawah 50 bangunan
perhektar. Tipe bangunan
tunggal dan ganda/kopel
dengan ketinggian
maksimum 4 lantai.
R.5 (Rumah Besar)
Kawasan peruntukan
hunian dengan luas
kaveling lebih besar dari
400 sampai dengan 500
meterpersegi, tipe
bangunan tunggal dengan
ketinggian maksimum 4
lantai.
San Carlo
Zona
kepadatan hingga 59
hunian per hektar.
Sub
Zona
No
peruntukan
Zona
Sub Zona
San Carlo
Zona
Jakarta
Komersial
C.1 (Campuran
Kecil)
Kawasan
dengan
peruntukan
campuran
secara vertikal
antara
penggunaan
hunian dengan
fungsi kantor
dan/atau toko,
industri dengan
ketinggian
maksimal 4
lantai, dan tipe
bangunan deret
atau tunggal.
Sub
Zona
Neighborhood
Retail/Mixed Use,
Medium Density
Memungkinkan
penggunaan campuran
antara komersial dan
permukiman multiplefamily dengan
kepadatan sampai 50
hunian per hektar.
neighborhood retail
tanpa penggunaan
campuran juga di
ijinkan di zona ini
III-16
No
peruntukan
Industrial
Zona
C.2 (Campuran
Sedang)
Kawasan
dengan
peruntukan
campuran
secara vertikal
antara
penggunaan
hunian, kantor
dan/toko,
industri dengan
ketinggian
maksimal 5-8
lantai, KDB
maksimal 50 %
dan tipe
bangunan deret
atau tunggal.
C.3 (Campuran
Besar)
Kawasan
dengan
peruntukan
campuran
secara vertikal
antara
penggunaan
hunian, kantor
dan/toko, jasa,
industri dengan
ketinggian
maksimal > 8
lantai, dan tipe
bangunan deret
atau tunggal.
C.4 (Campuran
Kecil
KDB
Rendah)
Kawasan
dengan
peruntukan
campuran
Jakarta
Sub Zona
San Carlo
Zona
Neighborhood Retail,
guna lahan kawasan
sebagai pelayanan
penjualan barang dan
jasa
Planned Industrial,
kawasan yang
digunakan untuk
kegiatan penelitian dan
pengembangan biotek,
industri ringan, flex,
pergudangan
Sub
Zona
No
peruntukan
Zona
secara vertikal
antara
penggunaan
hunian dengan
fungsi kantor
dan/atau toko,
dan/atau
industri dengan
ketinggian
maksimal 4
lantai, KDB
maksimal 30 %
dan tipe
bangunan deret
atau tunggal.
C.5 (Campuran
Sedang
KDB
Rendah)
Kawasan
dengan
peruntukan
campuran
secara vertikal
antara
penggunaan
hunian, kantor
dan/toko,
dan/atau
industri dengan
ketinggian
maksimal 5-8
lantai, KDB
maksimal 30 %
dan tipe
bangunan deret
atau tunggal.
C.6 (Campuran
Besar KDB
Rendah)
Kawasan
dengan
peruntukan
campuran
Jakarta
Sub Zona
San Carlo
Zona
dan beberapa kegiatan
lain yang terkait
Sub
Zona
General
Commercial/Industrial,
memungkinkan
penempatan semua
ritel,
pelayanan, kantor,
serta penelitian dan
pengembangan
industri. kawasan ini
memberikan
fleksibilitas secara
maksimal untuk
dikembangkan sebagai
kawasan non
permukiman
III-17
No
peruntukan
Fasilitas
umum dan
sosial
Zona
secara vertikal
antara
penggunaan
hunian, kantor
dan/toko,
dan/atau
industri dengan
ketinggian
maksimal > 8
lantai, KDB
maksimal 30 %
dan tipe
bangunan deret
atau tunggal.
S.2
(Sarana
Kesehatan)
Kawasan
dengan
peruntukan
sebagai tempat
sarana kegiatan
jasa pelayanan
umum dan
sosial. Semua
jenis dan
tingkatan
pelayanan
sesuai standar
kebutuhan yang
berlaku tipe
tunggal, dengan
KDB antara 5 %
- 50 %.
S.3
(Sarana
Ibadah)
Kawasan
dengan
peruntukan
sebagai tempat
sarana kegiatan
jasa pelayanan
umum dan
sosial. Semua
Jakarta
Sub Zona
San Carlo
Zona
Taman (park),
digunakan untuk taman
umum baik secara pasif
maupun aktif. kawasan
taman juga digunakan
untuk rekreasi outdoor
and indoor, termasuk
didalamnya lapangan
bermain, taman
bermain, pusat-pusat
Sub
Zona
No
peruntukan
Zona
jenis dan
tingkatan
pelayanan
sesuai standar
kebutuhan yang
berlaku tipe
tunggal, dengan
KDB antara 5 %
- 50 %.
S.4
(Sarana
Sosial Budaya)
Kawasan
dengan
peruntukan
sebagai tempat
sarana kegiatan
jasa pelayanan
umum dan
sosial. Semua
jenis dan
tingkatan
pelayanan
sesuai standar
kebutuhan yang
berlaku tipe
tunggal, dengan
KDB antara 5 %
- 50 %.
S.5
(Sarana
Rekreasi
dan
Olahraga)
Kawasan
dengan
peruntukan
sebagai areal
olahraga semua
tingkatan
beserta
fasilitasnya
yang berupa
lapangan
olahraga
terbuka, patung,
Jakarta
Sub Zona
San Carlo
Zona
komunitas
dan penggunaan
rekreasi lainnya
Sub
Zona
Open space ,
merupakan lahan yang
belum dikembangkan,
terdiri dari lahan
terbuka, danau,
waduk, dan habitat
satwa liar. berfungsi
untuk keberlanjutan
lingkungan di masa
yang akan datang.
III-18
No
peruntukan
Zona
kolam/situ,
pedestrian,
tempat duduk,
petunjuk arah
dan bangunan
penunjang
maksimal
dengan
koefisien
bangunan 5%
(lima persen)
tipe bangunan
tunggal.
S.6
(Sarana
Pelayanan
Umum)
Kawasan
dengan
peruntukan
sebagai tempat
sarana kegiatan
jasa pelayanan
umum dan
sosial. Semua
jenis dan
tingkatan
pelayanan
sesuai standar
kebutuhan yang
berlaku tipe
tunggal, dengan
KDB antara 5 %
- 50 %.
S.7
(Sarana
Parkir
Mobil/Motor)
Kawasan
dengan
peruntukan
sebagai tempat
sarana kegiatan
jasa pelayanan
umum dan
Jakarta
Sub Zona
San Carlo
Zona
Sub
Zona
No
peruntukan
Zona
sosial. Semua
jenis dan
tingkatan
pelayanan
sesuai standar
kebutuhan yang
berlaku tipe
tunggal, dengan
KDB antara 5 %
- 50 %.
S.8
(Sarana
Utilitas Umum)
Kawasan
dengan
peruntukan
sebagai tempat
sarana kegiatan
jasa pelayanan
umum dan
sosial. Semua
jenis dan
tingkatan
pelayanan
sesuai standar
kebutuhan yang
berlaku tipe
tunggal, dengan
KDB antara 5 %
- 50 %.
Jakarta
Sub Zona
San Carlo
Zona
Sub
Zona
III-19
BAB IV
GAMBARAN UMUM
IV-1
IV-2
IV-3
Iklim
Sebagaimana di Indonesia pada umumnya, DKI Jakarta beriklim tropis dengan karakteristik
musim penghujan pada bulan Oktober hingga Maret dan musim kemarau pada bulan April hingga
September. Cuaca di kawasan DKI Jakarta dipengaruhi oleh angin laut dan darat yang bertiup
secara bergantian antara siang dan malam.
Suhu udara harian rata-rata berkisar antara 26oC 28oC. Perbedaan suhu antara musim hujan
dengan musim kemarau relatif kecil, oleh karena perubahan suhu udara cenderung dipengaruhi
oleh perbedaan ketinggian dibandingkan oleh musim.
Curah hujan tahunan di DKI Jakarta relatif rendah dan terbagi atas zona utara dengan curah
hujan rata-rata antara 1.500 2.000 mm/tahun dan zona selatan dengan curah hujan rata-rata
antara 2.000 3.000 mm/tahun. Semakin ke hulu, curah hujan semakin tinggi, dimana curah
hujan di sekitar kawasan Depok tercatat antara 3.000 3.500 mm/tahun, di sekitar Cibinong
antara 3.500 4.000 mm/tahun, dan di sekitar Bogor antara 4.000 4.500 mm/tahun. Di kawasan
Gunung Salak dimana Sungai Ciliwung berhulu memiliki curah hujan lebih dari 4.500 mm/tahun.
1
2
5
10
25
50
100
84
92
129
153
184
207
229
Di wilayah Pantura, curah hujan bulanan rata-rata yang diwakili catatan pada Bandara SoekarnoHatta periode 1986 - 2011 tertera pada Tabel III.3 Namun, pola curah hujan pada masa
mendatang diprakirakan akan mengalami perubahan oleh fenomena perubahan iklim. Hal
tersebut diindikasikan oleh perubahan pola suhu dan tekanan udara yang tidak merata secara
spasial. Dampaknya ditunjukkan oleh terjadinya cuaca ekstrim, peningkatan frekuensi badai
tropis, dan pergeseran musim. Kajian yang dilakukan BMKG berdasarkan data periode 50 tahun
menyimpulkan bahwa intensitas siklon tropis akan menjadi semakin tinggi, terutama di Samudera
Hindia; perubahan lama musim serta awal musim hujan dan kemarau; kenaikan suhu laut; dan
kenaikan muka air laut. Di Provinsi DKI Jakarta diperkirakan terjadi kecenderungan perubahan
musim, dimana musim hujan menjadi semakin panjang dan musim kemarau menjadi semakin
pendek dan perubahan muka air laut.
Pada umumnya hujan terjadi hampir pada setiap bulan, termasuk pada musim kemarau. Curah
hujan yang terjadi di bagian hulu DAS di sekitar wilayah Bogor jauh lebih besar dibandingkan
curah hujan di DKI Jakarta. Dalam perencanaan RDTR DKI Jakarta 2030, digunakan data curah
hujan dari stasiun Bogor untuk mewakili kawasan bagian hulu dan dari stasiun Kapuk di Jakarta
untuk mewakili kawasan bagian hilir. Curah hujan bulanan tertera pada tabel berikut.
Beberapa studi yang dilakukan memprakirakan curah hujan akan meningkat sebesar 10% pada
bulan-bulan basah (November - April) dan akan menurun sebesar 10% pada bulan bulan kering
(Mei - Oktober). Tabel III.3 menunjukkan curah hujan bulanan yang tercatat di Bandara SoekarnoHatta.
Tabel IV.1
Curah Hujan Bulanan di Kawasan Hulu dan Hilir DKI Jakarta (mm)
Sta. Bogor
Curah hujan bulanan relatif bervariasi, dimana surplus air terjadi pada bulan Desember, Januari,
Februari, hingga Maret dan selama delapan bulan lainnya terjadi defisit air. Gambar berikut
menunjukkan fluktuasi curah hujan bulanan rata-rata di DKI Jakarta.
Bulan
Kala Ulang
(Tahun)
Tabel IV.3 Curah Hujan Bulanan Dengan dan Tanpa Perubahan Iklim
Januari
512
374
Februari
370
279
Maret
398
173
April
387
136
Januari
355
391
Mei
372
102
Februari
320
352
Juni
237
63
Maret
162
178
Juli
236
56
April
127
140
Agustus
288
69
Me
102
92
September
315
59
Juni
63
57
Oktober
434
90
Juli
64
58
November
375
119
Agustus
41
37
Desember
360
195
September
39
35
4.283
1.715
Oktober
83
75
Nopember
92
101
Desember
187
206
1.635
1.720
Curah hujan harian maksimum menurut berbagai kala ulang yang tercatat pada stasiun Kapuk
tertera pada tabel berikut.
Total
IV-4
kawasan resapan berubah menjadi kawasan terbangun sehingga aliran permukaan menjadi lebih
intensif.
Kondisi Fisiografi dan Geomorfologi
Berdasarkan peta geologi Lembar Jakarta, wilayah DKI Jakarta merupakan bagian satuan
morfologi dataran pantai yang dicirikan oleh permukaan tanah yang nisbi datar dengan ketinggian
antara 0 - 15 m d.p.l. dengan lebar antara 7 - 40 km, meliputi tanggul pematang pantai, daerah
rawa, dan dataran delta. Dataran ini dikenal sebagai Dataran Rendah Jakarta (Bemmelen, 1949).
Sebagai dataran rendah, sekitar 40% wilayah DKI Jakarta berada di bawah permukaan laut.
Gambar IV.4
Peta Kemiringan Lereng Jabodetabek
Tabel IV.4
Curah Hujan Kumulatif di DKI Jakarta1
Curah Hujan Kumulatif (mm)
Jam
Menit
T5
T25
T100
13
16
20
15
34
40
50
30
55
65
82
80
99
122
104
134
157
114
154
176
128
181
216
12
142
208
254
24
150
232
286
Keterangan : 1 Dengan mempertimbangkan tambahan curah hujan oleh perubahan iklim sebesar 10%
Kebanyakan daerah tangkapan air dari sungai-sungai yang melewati kota Jakarta berbentuk
memanjang, sehingga hidrograf banjir cenderung cepat, tajam, dan terjadi dalam waktu yang
singkat. Kondisi tersebut diperburuk oleh pesatnya perubahan penggunaan lahan, dimana
Kemiringan lereng wilayah DKI Jakarta berkisar antara 0 - 3% dan dapat dikategorikan relatif
datar (Gambar III.4). Wilayah bagian Selatan Jakarta hingga bagian Utara wilayah Bogor dan
Cibinong memiliki kemiringan lereng antara 8 - 15%, dan semakin ke Selatan kea rah Ciawi dan
Puncak yang merupakan hulu sungai-sungai yang bermuara di Teluk Jakarta memiliki kemiringan
lereng >15%. Perkembangan kawasan terbangun yang pesat di bagian Selatan dan daratan
IV-5
lempung pasiran. Semakin ke arah Utara mendekati pantai berupa lanau pasiran dengan
sisipan lempung organik dan pecahan cangkang kerang, tebal endapan antara perselangselang lapisannya berkisar antara 3 - 12 m dengan ketebalan secara keseluruhan
diperkirakan mencapai 300 m. Lanau lempungan tersebar secara dominan di permukaan,
abu-abu kehitaman sampai abu-abu kecoklatan, setempat mengandung material organik,
lunak-teguh, plastisitas sedang-tinggi. Lanau pasiran, kuning keabuan, teguh, plastisitas
sedang-tinggi. Lempung pasiran, abu-abu kecoklatan, teguh, plastisitas sedang-tinggi. Pada
beberapa tempat tebal lapisan lanau lempungan antara 1,5 5 m, lanau pasiran antara 0,5
3 m, dan lempung pasiran antara 1 - 4 m.
Satuan Lempung Pasiran dan Pasir Lempungan, merupakan endapan limpah banjir
sungai. Satuan ini tersusun berselang-selang antara lempung pasiran dan pasir lempungan.
Lempung pasiran umumnya berwarna abu-abu kecoklatan, coklat, dengan plastisitas sedang,
konsistensi lunak-teguh. Pasir lempungan berwarna abu-abu, agak lepas, berukuran pasir
halus-kasar, merupakan endapan alur sungai dengan ketebalan 1,5 17 m.
Lempung Lanauan dan Lanau Pasiran, merupakan endapan kipas aluvial vulkanik (tanah
tufa dan konglomerat), berangsur-angsur dari atas ke bawah terdiri dari lempung lanauan dan
lanau pasiran dengan tebal lapisan antara 3 13,5 m. Lempung lanauan tersebar secara
dominan di permukaan, coklat kemerahan hingga coklat kehitaman, lunak-teguh, plastisitas
tinggi. Lanau pasiran, merah-kecoklatan, teguh, plastisitas sedang-tinggi. Pada beberapa
tempat tebal lapisan lempung antara 1,5 - 6 m dan lanau lempungan antara 1,5 7,5 m. Tufa
dan konglomerat melapuk menengah tinggi, putih kecoklatan, berbutir pasir halus-kasar,
agak padu dan rapuh.
Skema penampang geologi antara Gunung Salak sampai pantai Jakarta ditunjukkan oleh gambar
berikut.
Gambar IV.5 Potongan Melintang Selatan-Utara
Pasir lempungan dan lempung pasiran, merupakan endapan aluvial sungai dan pantai
berangsur-angsur dari atas ke bawah terdiri dari lanau lempungan, lanau pasiran dan
Sistem akifer Cekungan Airtanah (CAT) Jakarta dibentuk oleh beberapa lapisan akifer (multi
layers), yaitu endapan Kuarter dengan ketebalan akifer tunggal (single aquifer layer) umumnya
antara 1 - 5 m berupa lanau dan pasir halus, namun dapat mencapai ketebalan antara 17 - 23 m
(Murtianto dkk, 1994). Airtanah pada endapan Kuarter mengalir pada sistem akifer ruang antar
butir. Akifer produktif umumnya dijumpai mulai kedalaman sekitar 40 m di bawah muka tanah
setempat (bmt) mencapai kedalaman maksimum sekitar 150 m bmt. Penyebaran akifer secara
horisontal berbentuk lensa selang-seling dengan lithologi lempung pasiran (dominan). Kelulusan
horizontal antara 0,1 40 m/hari, sementara kelulusan vertikalnya berdasarkan hasil simulasi
aliran airtanah sekitar 250 m2/hari.
Sistem akifer di CAT Jakarta dapat dibagi menjadi 3 (tiga) akifer, dimana masing-masing akifer
dipisahkan oleh lapisan lempung berfasies laut (Soekardi, 1982 dalam Soekardi, 1986).
IV-6
Gambar IV.7
Peta Resapan Air Potensial Kawasan Jabodetabekpunjur
IV-7
IV-8
No.
Kecamatan
Jumlah Penduduk
Gambir
2004
82.506
Tanah Abang
136.485
137.081
121.725
102.563
121.217
120.537
144.459
144.459
Menteng
76.841
77.176
78.155
78.542
70.489
70.018
68.309
68.309
Senen
95.825
96.243
100.430
93.069
75.127
74.572
94.540
94.540
Cempaka Putih
82.812
83.172
78.109
64.951
67.443
67.358
84.850
84.850
Johar Baru
112.278
112.766
107.701
101.192
110.045
110.045
116.261
116.261
Kemayoran
206.622
207.526
194.518
187.771
187.153
187.491
215.331
215.331
Sawah Besar
105.225
105.683
112.420
102.717
103.068
102.748
100.801
100.801
898,594
260.904
902.512
262.040
878.918
223.166
814.166
232.716
813.623
233.109
811.495
233.010
902.973
288.226
903.277
321.840
Jakarta Pusat
1
Koja
2005
82.865
2006
85.860
2007
83.361
2008
79.081
2009
78.726
2010
78.422
2011
78.726
Kelapa Gading
128.303
128.861
106.981
107.557
108.604
109.633
154.568
131.354
Tanjung Priok
336.535
337.997
312.768
312.349
312.113
311.856
375.195
410.103
Pademangan
122.560
122.182
121.805
121.307
120.286
119.398
149.596
162.616
Penjaringan
176.669
174.181
178.026
184.603
186.528
186.585
306.351
288.190
Cilincing
237.484
333.610
238.221
239.438
240.791
241.501
371.376
403.406
Jakarta Utara
Jumlah Penduduk
Kecamatan
104.682
141.859
63.456
Pancoran
121.468
120.329
121.558
122.559
123.601
122.972
147.972
119.563
Tebet
237.001
237.597
238.970
240.485
241.208
241.208
209.041
98.252
Setiabudi
119.343
119.339
119.588
119.775
119.678
119.563
128.882
90.371
Kebayoran Lama
224.748
225.561
226.789
228.581
233.607
231.859
293.646
382.802
Pesanggrahan
152.720
305.695
306.966
308.710
310.994
312.199
211.761
276.273
Cilandak
151.351
152.002
153.291
154.122
154.180
153.623
189.406
251.825
10
Pasar Minggu
245.847
258.858
249.033
250.862
247.247
252.365
287.731
304.142
1.708.552
1.728.507
1.733.251
1.741.804
1.750.993
1.755.043
2.062.232
2.076.534
Jakarat Selatan
1
Taman Sari
154.889
154.384
154.941
117.914
118.218
117.682
117.132
140.209
Tambora
266.051
264.223
265.851
216.305
215.912
215.938
214.271
277.819
Kalideres
169.937
165.602
166.409
250.348
250.837
250.977
252.337
362.025
Grogol Petamburan
190.883
190.755
190.700
165.220
164.460
164.083
181.888
237.295
Cengkareng
231.060
230.623
229.601
305.628
305.589
304.945
304.428
466.907
Kebon Jeruk
200.545
200.536
200.236
225.250
226.206
226.883
228.155
313.445
Kembangan
139.977
138.371
141.095
160.425
160.169
161.618
163.160
241.484
Palmerah
193.100
191.558
190.060
175.571
175.363
175.120
174.626
222.273
1.546.442
-
1.536.052
1.538.893
1.616.661
1.616.754
1.617.246
1.635.997
2.261.457
11.860
11.920
11.837
13.928
13.404
12.750
15.076
8.056
8.123
8.189
8.777
8.414
8.332
9.860
19.916
20.043
20.026
22.705
21.818
21.082
24.936
7.675.871
7.512.778
7.559.228
7.603.508
7.617.016
8.879.893
9.624.401
Jakarta Barat
1
Kepulauan Seribu
DKI Jakarta
7.524.594
Berdasarkan kepadatan penduduk di DKI Jakarta pada tahun 2011 berjumlah 143 jiwa/Ha.
Kecamatan Tambora mempunyai kepadatan penduduk paling tinggi pada tahun 2011 yaitu
berjumlah 514 jiwa/ha, sedangkan yang mempunyai kepadatan penduduk terendah pada tahun
2011 adalah Kecamatan Cipayung yaitu berjumlah 71 jiwa/ha. Berdasarkan pada perbandingan
dengan kepadatan pada 2004 yang memiliki kenaikan terbesar terdapat pada Kecamatan
Pesanggrahan sebesar 92 jiwa/ha, sedangkan yang memiliki penurunan terbesar terdapat pada
Kecamatan Tebet sebesar -145 jiwa/ha. Komposisi penduduk berdasarkan kepadatan penduduk
terdapat pada tabel 3.2.
1.197.970
1.201.431
1.201.983
1.645.312
1.717.509
177.930
180.581
182.441
184.788
185.830
203.615
Pasar Rebo
151.168
155.680
159.776
162.747
164.755
166.556
189.232
191.947
Ciracas
198.500
200.181
200.770
202.815
204.147
205.622
251.757
249.920
Cipayung
117.761
120.780
132.562
125.716
137.253
142.298
228.136
203.615
Cakung
215.133
220.863
225.702
232.140
237.185
239.059
422.647
407.113
Kramat Jati
201.095
202.967
204.629
206.327
212.368
213.119
272.479
244.726
Pulo Gadung
280.238
279.715
279.687
280.147
279.623
279.607
262.328
281.953
1.
Matraman
194.175
194.158
193.826
193.254
193.734
193.896
148.406
191.638
Jatinegara
263.219
263.543
266.853
263.949
264.371
261.037
266.734
289.342
10
Duren Sawit
314.579
316.826
318.971
320.925
322.125
323.449
384.748
376.819
2.108.551
2.130.013
2.160.706
2.168.601
2.198.002
2.209.431
2.612.297
2.640.688
143.354
142.326
141.714
109.309
Jagakarsa
208.992
214.065
222.304
222.901
227.055
230.521
310.220
380.541
2011
104.788
1.180.967
143.975
2010
103.825
175.300
144.037
2009
103.690
1.358.871
144.544
2008
103.237
172.683
144.791
2007
102.291
1.262.455
Kebayoran Baru
2006
Mampang Prapatan
Makasar
2005
Jakarta Timur
2004
No.
Kecamatan
2011
Gambir
108
103
2.
Tanah Abang
146
155
3.
Menteng
117
104
4.
Senen
227
224
5.
Cempaka Putih
176
180
6.
Johar Baru
473
490
7.
Kemayoran
285
297
IV-9
Kecamatan
No.
Kecamatan
2004
2011
170
163
1.
Jakarta Pusat
186
187
2.
1.
Koja
197
243
Kepulauan Seribu
2.
Kelapa Gading
79
81
DKI Jakarta
3.
Tanjung Priok
133
163
4.
Pademangan
123
163
5.
Penjaringan
49
81
6.
Cilincing
59
101
Jakarta Utara
90
123
IV.2.2.1
1.
Makasar
78
92
2.
Pasar Rebo
116
147
3.
Ciracas
128
162
4.
Cipayung
41
71
5.
Cakung
50
95
6.
Kramat Jati
155
188
7.
Pulo Gadung
179
180
8.
Matraman
391
386
9.
Jatinegara
231
254
10.
Duren Sawit
138
166
Jakarta Timur
111
139
1.
Jakarta Pusat
1.150.000
9,20
1.
Kebayoran Baru
112
84
2.
Jakarta Utara
2.325.000
18,60
2.
Jagakarsa
83
152
3.
Jakarta Timur
3.012.500
24,10
3.
Mampang Prapatan
132
82
Jakarta Selatan
2.825.000
22,60
4.
Pancoran
142
140
4.
5.
Jakarta Barat
3.162.500
25,30
5.
Tebet
248
103
6.
Kepulauan Seribu
25.000
0,20
6.
Setiabudi
134
102
12.500.000
100,00
7.
Kebayoran Lama
116
198
8.
Pesanggrahan
113
205
9.
Cilandak
83
138
10.
Pasar Minggu
112
138
Jakarat Selatan
117
142
1.
Taman Sari
355
321
2.
Tambora
492
514
3.
Kalideres
56
119
4.
Grogol Petamburan
193
240
5.
Cengkareng
87
175
6.
Kebon Jeruk
113
177
7.
Kembangan
57
99
8.
Palmerah
257
296
123
179
8.
Sawah Besar
Jakarta Barat
2004
2011
32
26
28
114
143
Kota/Kabupaten
Jumlah
Prosentase (%)
Sumber : Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030
Berdasarkan tabel di atas, pada tahun 2030 penduduk Jakarta Pusat direncanakan sebesar
1.150.000 jiwa, Jakarta Timur sebesar 3.012.500 jiwa, Jakarta Selatan sebesar 2.825.000
jiwa, Jakarta Barat sebesar 3.162.500 jiwa, Jakarta Utara sebesar 2.325.000 termasuk
kawasan reklamasi Pantura Jakarta, dan Kabupaten Kepulauan Seribu sebesar 25.000 jiwa.
Kebijakan distribusi penduduk di setiap Kota dan Kabupaten Administrasi akan menjadi basis
distribusi penduduk di setiap kecamatan.
IV.2.2.1
Kecamatan
No.
10.
Kecamatan
Pasar Minggu
Jakarta Selatan
1.
Gambir
1.
Taman Sari
1.
Tanah Abang
2.
Tambora
2.
Menteng
3.
Kalideres
3.
Senen
4.
Grogol Petamburan
4.
Cempaka Putih
5.
Cengkareng
5.
Johar Baru
6.
Kebon Jeruk
6.
Kemayoran
7.
Kembangan
7.
Sawah Besar
8.
Palmerah
Jakarta Pusat
Jakarta Barat
1.
Koja
1.
2.
Kelapa Gading
2.
3.
Tanjung Priok
Kepulauan Seribu
4.
Pademangan
DKI Jakarta
11
10
27
5.
Penjaringan
Sumber : Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030
6.
Cilincing
Jakarta Utara
1.
Makasar
2.
Pasar Rebo
3.
CIracas
4.
Cipayung
5.
Cakung
6.
Kramat Jati
7.
Pulo Gadung
8.
Matraman
9.
Jatinegara
10.
Duren Sawit
Jakarta Timur
1.
Kebayoran Baru
2.
Jagakarsa
3.
Mampang Prapatan
4.
Pancoran
5.
Tebet
6.
Setiabudi
7.
Kebayoran Lama
8.
Pesanggrahan
9.
Cilandak
Distribusi pusat kegiatan di DKI Jakarta sebagian besar berlokasi di Jakarta Pusat dengan 5
(lima) pusat kegiatan primer, 2 (dua) pusat kegiatan sekunder, dan 6 (enam) pusat kegiatan
tersier. Sebagian besar berada di Kecamatan Gambir dan Menteng. Sesuai dengan
kebijakan pengembangan fisik mengikuti poros Barat Timur, maka di Jakarta Timur
ditetapkan 1 (satu) pusat kegiatan primer di Jakarta Barat, yaitu di Kecamatan Kembangan
dan 1 (satu) pusat kegiatan primer di Jakarta Timur, yaitu di Kecamatan Cakung. Kedua
pusat kegiatan primer tersebut direncanakan sebagai penggerak perkembangan dan
pertumbuhan poros Barat Timur, sehingga secara implisit perlu dipertimbangkan sebagai
dasar distribusi penduduk DKI Jakarta pada masa mendatang. Selain memberikan landasan
distribusi penduduk, pusat kegiatan primer tersebut juga mengindikasikan intensitas kegiatan
yang akan berkembang pada masa mendatang. Gambar III.9 menunjukkan distribusi pusat
kegiatan primer dan sekunder dan Gambar III.10, III.11, III.12, III.13, III.14, dan Gambar III.15
menunjukkan distribusi pusat kegiatan tersier.
IV.2.2.2
Kecamatan
1.
Gambir
2.
Tanah Abang
3.
Menteng
4.
Senen
5.
Cempaka Putih
6.
Johar Baru
7.
Kemayoran
8.
Sawah Besar
Luas Kawasan
Perumahan (m2)
3.
4.242.890
2.362.662
CIracas
3.497.113
4.544.357
4.
Cipayung
1.681.369
8.748.044
5.
Cakung
14.390.369
352.589
6.
Kramat Jati
4.088.807
3.866.786
7.
Pulo Gadung
7.387.868
2.563
8.
Matraman
Kawasan Perumahan
Kawasan Perumahan
2.542.686
9.
Jatinegara
Kawasan Perumahan
5.296.668
Duren Sawit
Kawasan Perumahan
13.425.287
107.564
62.547.312
20.190.045
10.
Jakarta Timur
1.
Kebayoran Baru
Kawasan Perumahan
7.309.900
344.194
2.
Jagakarsa
2.855.280
10.896.637
3.
Mampang Prapatan
4.114.056
1.053.608
4.
Pancoran
Kawasan Perumahan
4.844.697
290.053
5.
Tebet
Kawasan Perumahan
5.386.944
129.197
6.
Setiabudi
3.403.173
3.923
7.
Kebayoran Lama
11.053.024
645.506
8.
Pesanggrahan
Kawasan Perumahan
7.411.910
556.411
9.
Cilandak
Kawasan Perumahan
7.144.467
4.509.904
10.
Pasar Minggu
Kawasan Perumahan
7.043.667
5.148.402
Kawasan Perumahan
60.567.118
23.577.835
1.041.027
2.482.637
11.005.674
1.459.478
2.801.721
1.
Taman Sari
1.169.917
2.
Tambora
2.451.592
124.703
3.
Kalideres
Kawasan Perumahan
Kawasan Perkantoran, Perdagangan,
dan Jasa
Kawasan Perumahan
Kawasan Perumahan
1.369.905
4.
Grogol Petamburan
Kawasan Perumahan
5.595.230
3.548.548
5.
Cengkareng
Kawasan Perumahan
11.224.300
322.224
1.172.715
Kebon Jeruk
Kawasan Perumahan
10.270.601
388.119
7.
Kembangan
Kawasan Perumahan
15.129.862
87.689
16.173.381
124.703
8.
Palmerah
Kawasan Perumahan
4.555.557
112.077
4.645.576
Kawasan Perumahan
61.304.887
2.369.587
2.
Kelapa Gading
Kawasan Perumahan
7.300.152
3.
Tanjung Priok
7.836.107
228.997
4.
Pademangan
2.470.676
244.081
5.
Penjaringan
Kawasan Perumahan
Kawasan Perkantoran, Perdagangan,
dan Jasa
Kawasan Perumahan
10.626.612
591.134
6.
Cilincing
10.174.428
333.356
Kawasan Perumahan
43.053.551
1.397.569
5.994.265
205.481
Makasar
Pasar Rebo
Luas Kawasan
Perumahan (m2)
2.369.404
Koja
1.
2.
1.
Jakarta Utara
Kecamatan
1.289.580
Kawasan Perumahan
Kawasan Perkantoran, Perdagangan,
dan Jasa
Kawasan Perkantoran, Perdagangan,
dan Jasa
Kawasan Perumahan
Jakarta Pusat
No.
Jakarta Selatan
6.
Jakarta Barat
Sumber : Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030
IV-12
Sumber : Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030
IV-13
Sumber : Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030
IV-14
Sumber : Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030
IV-15
Sumber : Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030
IV-16
Sumber : Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030
IV-17
Sumber : Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030
IV-18
Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030
IV-19
Sumber : Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030
IV-20
Tabel IV.10
Luas dan Prosentase Kawasan Perumahan di DKI Jakarta Menurut Kecamatan Tahun 2011
No.
Kecamatan
Luas Kecamatan
(Km2)
Horizontal KDB
Rendah
Vertikal
Vertikal KDB
Rendah
29,08%
1,15%
0,00%
0,00%
2.233.431
237.930
30,17%
0,00%
2,56%
0,00%
3.519.498
20.246
48,21%
0,00%
0,31%
0,00%
3.208.908
Horizontal
Horizontal KDB
Rendah
Vertikal
Vertikal KDB
Rendah
Luas Total
Kawasan
Perumahan
1.
Gambir
7,59
2.207.136
2.
Tanah Abang
9,30
2.805.709
3.
Menteng
6,53
3.148.103
4.
Senen
4,22
1.910.788
36.374
45,28%
0,00%
0,86%
0,00%
2.019.912
5.
Cempaka Putih
4,69
2.993.592
63,83%
0,00%
0,00%
0,00%
2.993.592
6.
Johar Baru
2,37
1.637.160
69,08%
0,00%
0,00%
0,00%
1.637.160
7.
Kemayoran
7,25
4.249.137
88.603
58,61%
0,00%
1,22%
0,00%
4.514.946
8.
Sawah Besar
6,16
1.908.091
81.468
30,98%
0,00%
1,32%
0,00%
2.152.496
Jakarta Pusat
48.11
20,859,716
464.621
43.36%
0,18%
0,97%
0,00%
22.279.941
1.
Koja
13,20
5.478.768
27.269
41,50%
0,00%
0,21%
0,00%
5.560.576
2.
Kelapa Gading
16,12
7.717.861
229.366
47,87%
0,00%
1,42%
0,00%
8.405.957
3.
Tanjung Priok
25,13
9.732.406
26.857
38,74%
0,00%
0,11%
0,00%
9.812.977
4.
Pademangan
9,92
3.150.096
45.841
31,76%
0,00%
0,46%
0,00%
3.287.619
5.
Penjaringan
35,49
12.446.322
42.026
35,07%
0,00%
0,12%
0,00%
12.572.399
6.
Cilincing
39,70
9.151.274
56.986
23,05%
0,00%
0,14%
0,00%
9.322.231
139.56
47,676,727
428.345
34.16%
0,00%
0,31%
0,00%
48.961.761
Jakarta Utara
87.648
225
87.873
1.
Makasar
21,97
7.309.660
33,27%
0,00%
0,00%
0,00%
7.309.660
2.
Pasar Rebo
12,98
7.499.183
57,77%
0,00%
0,00%
0,00%
7.499.183
3.
Ciracas
15,39
10.737.527
69,77%
0,00%
0,00%
0,00%
10.737.527
4.
Cipayung
28,46
13.157.327
46,23%
0,00%
0,00%
0,00%
13.157.327
5.
Cakung
42,52
16.204.421
38,11%
0,00%
0,38%
0,00%
16.688.090
6.
Kramat Jati
12,97
8.410.224
64,84%
0,00%
0,00%
0,00%
8.410.224
7.
Pulo Gadung
15,62
7.757.928
49,67%
0,00%
0,04%
0,00%
7.775.139
8.
Matraman
4,96
3.200.169
64,52%
0,00%
0,00%
0,00%
3.200.169
9.
Jatinegara
11,35
6.320.293
64.185
55,69%
0,00%
0,57%
0,00%
6.512.848
161.223
5.737
IV-21
Kecamatan
Luas Kecamatan
(Km2)
Duren Sawit
Jakarta Timur
Horizontal KDB
Rendah
Vertikal
Vertikal KDB
Rendah
63,54%
0,00%
0,00%
0,00%
14.397.699
231.145
50.29%
0,00%
0,12%
0,00%
95.687.866
96.418
56,87%
0,00%
0,75%
0,00%
7.637.226
15.067
67,06%
0,00%
0,06%
0,00%
16.817.192
19.235
63,90%
0,00%
0,25%
0,00%
4.996.805
21.310
62,47%
0,00%
0,25%
0,00%
5.392.815
22,66
14.397.699
188.88
94,994,431
Horizontal KDB
Rendah
Vertikal
1.
Kebayoran Baru
12,92
7.347.914
2.
Jagakarsa
25,01
16.771.991
3.
Mampang Prapatan
7,73
4.939.094
4.
Pancoran
8,53
5.328.884
5.
Tebet
9,52
5.608.201
16.073
36.200
58,89%
0,17%
0,38%
0,00%
5.721.623
6.
Setiabudi
8,85
3.508.808
18.075
274.198
39,65%
0,20%
3,10%
0,00%
4.336.825
7.
Kebayoran Lama
19,32
12.767.120
99.107
66,08%
0,00%
0,51%
0,00%
13.064.440
8.
Pesanggrahan
13,45
9.356.423
9.939
69,56%
0,00%
0,07%
0,03%
9.389.369
9.
Cilandak
18,20
11.325.097
7.428
62,23%
0,00%
0,04%
0,00%
11.347.382
10.
Pasar Minggu
21,90
11.938.718
13.180
54,51%
0,00%
0,06%
0,00%
11.978.258
145.43
88,892,249
61.12%
0,02%
0,41%
0,00%
90.681.937
54,09%
0,00%
0,00%
0,00%
2.358.320
26,44%
0,00%
14,97%
0,00%
3.851.329
43,24%
0,00%
0,00%
0,00%
13.069.169
48,65%
0,00%
3,16%
0,00%
5.725.347
71,79%
0,00%
0,00%
0,00%
19.053.248
49,80%
1,99%
1,06%
0,00%
9.447.739
Jakarta Selatan
197
Horizontal
Vertikal KDB
Rendah
Luas Total
Kawasan
Perumahan
23
-
3,477
592.083
3.477
1.
Taman Sari
4,36
2.358.320
-.
2.
Tambora
5,40
1.427.358
3.
Kalideres
30,23
13.069.169
4.
Grogol Petamburan
9,85
4.792.560
5.
Cengkareng
26,54
19.053.248
6.
Kebon Jeruk
17,64
8.783.336
350.767
7.
Kembangan
24,16
12.003.752
19.536
49,69%
0,08%
0,00%
0,00%
12.009.613
8.
Palmerah
7,51
3.957.571
66.638
96.550
52,73%
0,89%
1,29%
0,00%
4.267.214
125.68
65,445,315
436.942
1.401.861
52.07%
0,35%
1,12%
0,00%
69.781.981
Jakarta Barat
807.990
310.929
186.391
Berdasarkan proxi luas total kawasan perumahan dapat diketahui pemanfaatan kawasan
perumahan dan daya tampung kawasan perumahan eksisting. Tabel berikut menunjukkan
hasil perhitungan daya tampung kawasan perumahan eksisting di setiap kecamatan di DKI
Jakarta.
Tabel IV.11 Luas Total dan Prosentase Kawasan Perumahan
di DKI Jakarta Menurut Kecamatan Tahun 2011
No
Kecamatan
1.
Gambir
2.
Tanah Abang
3.
Jumlah Penduduk
Tahun 2011 (Jiwa)
Luas Total
Kawasan
Perumahan
Pemanfaatan Kawasan
Perumahan Eksisting
(m2/Jiwa)
78.726
2.233.431
28,37
248.159
144.459
3.519.498
24,36
391.055
Menteng
68.309
3.208.908
46,98
356.545
4.
Senen
94.540
2.019.912
21,37
224.435
5.
Cempaka Putih
84.850
2.993.592
35,28
332.621
No
Kecamatan
Jumlah Penduduk
Tahun 2011 (Jiwa)
Luas Total
Kawasan
Perumahan
Pemanfaatan Kawasan
Perumahan Eksisting
(m2/Jiwa)
6.
Johar Baru
116.261
1.637.160
14,08
181.907
7.
Kemayoran
215.331
4.514.946
20,97
501.661
8.
Sawah Besar
100.801
2.152.496
21,35
239.166
Jakarta Pusat
903.277
22.279.941
24,67
2.475.549
1.
Koja
321.840
5.560.576
17,28
617.842
2.
Kelapa Gading
131.354
8.405.957
63,99
933.995
3.
Tanjung Priok
410.103
9.812.977
23,93
1.090.331
4.
Pademangan
162.616
3.287.619
20,22
365.291
5.
Penjaringan
288.190
12.572.399
43,63
1.396.933
6.
Cilincing
403.406
9.322.231
23,11
1.717.509
48.961.761
28,51
1.035.803
5.440.196
Jakarta Utara
IV-22
Kecamatan
Jumlah Penduduk
Tahun 2011 (Jiwa)
Luas Total
Kawasan
Perumahan
Pemanfaatan Kawasan
Perumahan Eksisting
(m2/Jiwa)
1.
Makasar
203.615
7.309.660
35,90
812.184
2.
Pasar Rebo
191.947
7.499.183
39,07
833.243
3.
Ciracas
249.920
10.737.527
42,96
1.193.059
4.
Cipayung
203.615
13.157.327
64,62
1.461.925
5.
Cakung
407.113
16.688.090
40,99
1.854.232
6.
Kramat Jati
244.726
8.410.224
34,37
934.469
7.
Pulo Gadung
281.953
7.775.139
27,58
863.904
8.
Matraman
191.638
3.200.169
16,70
355.574
9.
Jatinegara
289.342
6.512.848
22,51
723.650
10
Duren Sawit
376.819
14.397.699
38,21
2.640.688
95.687.866
36,24
1.599.744
10.631.985
Jakarta Timur
IV.2.3.2
1.
Kebayoran Baru
109.309
7.637.226
69,87
848.581
2.
Jagakarsa
380.541
16.817.192
44,19
1.868.577
3.
Mampang Prapatan
63.456
4.996.805
78,74
555.201
4.
Pancoran
119.563
5.392.815
45,10
599.202
5.
Tebet
98.252
5.721.623
58,23
635.736
6.
Setiabudi
90.371
4.336.825
47,99
481.869
7.
Kebayoran Lama
382.802
13.064.440
34,13
1.451.604
8.
Pesanggrahan
276.273
9.389.369
33,99
1.043.263
9.
Cilandak
251.825
11.347.382
45,06
1.260.820
10
Pasar Minggu
304.142
11.978.258
39,38
1.
Kawasan Perumahan
2.076.534
90.681.937
43,67
1.330.918
10.075.771
2.
Jakarta Selatan
1.
Taman Sari
140.209
2.358.320
16,82
262.036
2.
Tambora
277.819
3.851.329
13,86
427.925
3.
Kalideres
362.025
13.069.169
36,10
1.452.130
4.
Grogol Petamburan
237.295
5.725.347
24,13
636.150
5.
Cengkareng
466.907
19.053.248
40,81
2.117.028
6.
Kebon Jeruk
313.445
9.447.739
30,14
1.049.749
7.
Kembangan
241.484
12.009.613
49,73
1.334.401
8.
Palmerah
222.273
4.267.214
19,20
2.261.457
69.781.981
30,86
474.135
7.753.553
Jakarta Barat
Sumber : Hasil Perhitungan, 2013
RTRW
RDTR
Zona perumahan KDB sedang-tinggi
Zona perumahan vertikal
Zona perumahan KDB rendah
Zona perumahan vertikal KDB rendah
Mengacu pada hirarki di atas, dapat dilakukan proxy penghitungan luasan menurut
rancangan zona pada RDTR DKI Jakarta 2030 menurut satuan ruang kecamatan. Luasan ini
akan menjadi dasar prediksi daya tampung penduduk di setiap kecamatan pada masa
mendatang, yakni tahun 2030. Tabel berikut menunjukkan proxy luasan kawasan hunian di
setiap kecamatan menurut rancangan zonasi pada RDTR DKI Jakarta 2030.
Proporsi distribusi kawasan hunian tersebut diperoleh dari arahan distribusi pola ruang
menurut RTRW Jakarta 2030 terhadap hasil analisis kondisi eksisting. Sedang proxy luasan
per zona perumahan dihitung dari perkalian proporsi masing-masing zona dengan luasan
kawasan perumahan dan perumahan taman yang diturunkan dari RTRW Jakarta 2030.
IV-23
No.
Kecamatan
Kawasan
Perumahan Taman
Zona Perumahan
Vertikal
Proxy Luasan
Menurut Rancangan Zona RDTR DKI Jakarta 2030 (m 2)
Zona
Perumahan KDB
rendah
Zona Perumahan
Vertikal KDB Rendah
Zona Perumahan
KDB Sedang-Tinggi
Zona
Perumahan
Vertikal
Zona Perumahan
KDB rendah
Zona Perumahan
Vertikal KDB Rendah
1.
Gambir
1.289.580
100%
0%
0%
0%
1.289.580
2.
Tanah Abang
2.369.404
70%
30%
0%
0%
1.658.583
710.821
3.
Menteng
2.801.721
95%
5%
0%
0%
2.661.634
140.086
4.
Senen
1.169.917
95%
5%
0%
0%
1.111.421
58.496
5.
Cempaka Putih
2.451.592
98%
2%
2%
98%
2.402.560
49.032
6.
Johar Baru
1.369.905
98%
2%
0%
0%
1.342.507
27.398
7.
Kemayoran
3.548.548
90%
10%
0%
0%
3.193.693
354.855
8.
Sawah Besar
1.172.715
98%
2%
0%
0%
1.149.261
23.454
14.809.239
1.364.142
Jakarta Pusat
124.703
16.173.381
124.703
2.494
122.209
2.494
122.209
1.
Koja
4.645.576
94%
6%
0%
0%
4.366.842
278.735
2.
Kelapa Gading
7.300.152
98%
2%
0%
0%
7.154.149
146.003
3.
Tanjung Priok
7.836.107
228.997
98%
2%
28%
72%
7.679.385
156.722
4.
Pademangan
2.470.676
244.081
87%
13%
0%
100%
2.149.488
321.188
5.
Penjaringan
10.626.612
591.134
96%
4%
64%
36%
10.201.548
425.064
378.326
6.
Cilincing
10.174.428
333.356
68%
32%
100%
0%
6.918.611
3.255.817
333.356
43.053.551
1.397.569
38.470.022
4.583.529
775.801
59.943
205.481
2.362.662
Jakarta Utara
64.119
164.878
244.081
212.808
621.767
1.
Makasar
5.994.265
205.481
99%
1%
100%
0%
5.934.322
2.
Pasar Rebo
4.242.890
2.362.662
100%
0%
100%
0%
4.242.890
3.
Ciracas
3.497.113
4.544.357
99%
1%
99%
1%
3.462.142
34.971
4.498.913
45.444
4.
Cipayung
1.681.359
8.748.044
99%
1%
99%
1%
1.664.546
16.814
8.660.563
87.480
5.
Cakung
14.390.369
352.589
20%
80%
100%
0%
2.878.074
11.512.295
352.589
6.
Kramat Jati
4.088.807
3.866.786
98%
2%
100%
0%
4.007.030
81.776
3.866.786
7.
Pulo Gadung
7.387.868
2.563
96%
4%
100%
0%
7.092.353
295.515
2.563
8.
Matraman
2.542.686
100%
0%
0%
0%
2.542.686
9.
Jatinegara
5.296.668
98%
2%
0%
0%
5.190.735
105.933
10.
Duren Sawit
99%
1%
100%
0%
13.291.034
134.253
107.564
60.666.878
1.880.434
20.057.121
132.924
Jakarta Timur
13.425.287
107.564
62.547.312
20.190.045
1.
Kebayoran Baru
7.309.900
344.194
93%
7%
76%
24%
6.798.207
511.693
261.588
82.607
2.
Jagakarsa
2.855.280
10.896.637
99%
1%
99%
1%
2.826.727
28.553
10.787.671
108.966
3.
Mampang Prapatan
4.114.056
1.053.608
97%
3%
89%
11%
3.990.635
123.422
937.711
115.897
4.
Pancoran
4.844.697
290.053
99%
1%
27%
73%
4.796.250
48.447
78.314
211.739
5.
Tebet
5.386.944
129.197
91%
9%
41%
59%
4.902.119
484.825
52.971
76.226
6.
Setiabudi
3.403.173
3.923
80%
20%
100%
0%
2.722.538
680.635
3.923
7.
Kebayoran Lama
11.053.024
645.506
97%
3%
83%
17%
10.721.434
331.591
535.770
109.736
8.
Pesanggrahan
7.411.910
556.411
99%
1%
46%
54%
7.337.790
74.119
255.949
300.462
IV-24
No.
Kecamatan
Kawasan
Perumahan Taman
Zona Perumahan
Vertikal
Proxy Luasan
Menurut Rancangan Zona RDTR DKI Jakarta 2030 (m 2)
Zona
Perumahan KDB
rendah
Zona Perumahan
Vertikal KDB Rendah
Zona Perumahan
KDB Sedang-Tinggi
Zona
Perumahan
Vertikal
Zona Perumahan
KDB rendah
Zona Perumahan
Vertikal KDB Rendah
9.
Cilandak
7.144.467
4.509.904
93%
7%
90%
10%
6.644.355
500.113
4.058.913
450.990
10.
Pasar Minggu
7.043.667
5.148.402
98%
2%
92%
8%
6.902.794
140.873
4.736.530
411.872
60.567.118
23.577.835
57.642.848
2.924.270
21.709.339
1.868.495
20.821
Jakarta Selatan
1.
Taman Sari
1.041.027
98%
2%
0%
0%
1.020.206
2.
Tambora
2.482.637
100%
0%
0%
0%
2.482.637
3.
Kalideres
11.005.674
1.459.478
97%
3%
97%
3%
4.
Grogol Petamburan
98%
2%
0%
5.
Cengkareng
11.224.300
322.224
92%
8%
6.
Kebon Jeruk
10.270.601
388.119
99%
7.
Kembangan
15.129.862
87.689
8.
Palmerah
4.555.557
112.077
61.304.887
2.369.587
5.595.230
Jakarta Barat
10.675.503
330.170
1.415.694
0%
5.483.326
111.905
0%
100%
10.326.356
897.944
0%
85%
15%
10.167.895
20%
80%
81%
19%
3.025.972
97%
3%
73%
27%
43.784
322.224
329.901
58.218
12.103.890
71.028
16.661
4.418.890
136.667
81.816
30.261
59.402.078
1.800.103
1.898.440
471.148
IV.2.3.3
No.
Kecamatan
1.
Gambir
2.
Tanah Abang
3.
Jumlah
Penduduk
Tahun 2011
(Jiwa)
Prediksi
Jumlah
Penduduk
Tahun 2030
(Jiwa)1
Selisih Jumlah
Penduduk
Tahun 2030
dengan Tahun
2011 (Jiwa)
Daya
Tampung
Tahun
2030
(Jiwa)
Daya Tampung
Tahun 2030
Menurut Kota
Administrasi
(%)
Prakiraan
Pertambahan
Penduduk
Tahun 2030
(Jiwa)
Prakiraan
Jumlah
Penduduk
Tahun 2030
(Jiwa)
78.726
143.287
6,78%
16.735
95.461
144.459
421.227
19,94%
49.196
193.655
Menteng
68.309
342.433
16,21%
39.994
108.303
4.
Senen
94.540
142.990
6,77%
16.700
111.240
5.
Cempaka
Putih
84.850
295.599
13,99%
34.524
119.374
6.
Johar Baru
116.261
158.300
7,49%
18.488
134.749
7.
Kemayoran
215.331
473.140
22,40%
55.259
270.590
1.150.000
246.723
Prediksi
Jumlah
Penduduk
Tahun 2030
(Jiwa)1
Selisih Jumlah
Penduduk
Tahun 2030
dengan Tahun
2011 (Jiwa)
Daya
Tampung
Tahun
2030
(Jiwa)
Daya Tampung
Tahun 2030
Menurut Kota
Administrasi
(%)
Prakiraan
Pertambahan
Penduduk
Tahun 2030
(Jiwa)
Prakiraan
Jumlah
Penduduk
Tahun 2030
(Jiwa)
No.
Kecamatan
Jumlah
Penduduk
Tahun 2011
(Jiwa)
8.
Sawah Besar
100.801
135.514
6,41%
15.827
116.628
903.277
2.112.489
100,00%
246.723
1.150.000
Jakarta Pusat
1.
Koja
321.840
578.116
9,81%
- 13.987
307.853
2.
Kelapa
Gading
131.354
843.573
14,32%
- 20.409
110.945
3.
Tanjung Priok
410.103
924.131
15,69%
- 22.358
387.745
4.
Pademangan
162.616
370.303
6,29%
- 8.959
153.657
5.
Penjaringan
288.190
1.309.085
22,22%
- 31.672
256.518
6.
Cilincing
403.406
1.865.119
31,66%
- 45.124
358.282
1.717.509
5,890,327
100,00%
- 142.509
1.575.000
Jakarta Utara
1.575.000
- 142.509
1.
Makasar
203.615
686.199
6,63%
24.646
228,261
2.
Pasar Rebo
191.947
550.188
5,31%
19.761
211,708
3.
Ciracas
249.920
550.848
5,32%
19.785
269,705
4.
Cipayung
203.615
487.988
4,71%
17.527
221,142
5.
Cakung
407.113
4.168.971
40,27%
149.738
556,851
6.
Kramat Jati
244.726
601.377
5,81%
21.600
266,326
7.
Pulo Gadung
281.953
886.630
8,56%
31.845
313,798
8.
Matraman
191.638
282.521
2,73%
10.147
201,785
3.012.500
371.812
IV-25
No.
Kecamatan
Jumlah
Penduduk
Tahun 2011
(Jiwa)
Prediksi
Jumlah
Penduduk
Tahun 2030
(Jiwa)1
Selisih Jumlah
Penduduk
Tahun 2030
dengan Tahun
2011 (Jiwa)
Daya
Tampung
Tahun
2030
(Jiwa)
Daya Tampung
Tahun 2030
Menurut Kota
Administrasi
(%)
Prakiraan
Pertambahan
Penduduk
Tahun 2030
(Jiwa)
Prakiraan
Jumlah
Penduduk
Tahun 2030
(Jiwa)
9.
Jatinegara
289.342
612.059
5,91%
21.984
311,326
10.
Duren Sawit
376.819
1.525.118
14,73%
54.778
431,597
2.640.688
10.351.898
100,00%
371,812
3.012.500
Jakarta Timur
1.
Kebayoran
Baru
109.309
942.901
11,37%
85.130
194.439
2.
Jagakarsa
380.541
694.084
8,37%
62.666
443.207
3.
Mampang
Prapatan
63.456
527.391
6,36%
47.616
111.072
4.
Pancoran
119.563
572.850
6,91%
51.720
171.283
5.
Tebet
98.252
715.677
8,63%
64.615
162.867
6.
Setiabudi
90.371
529.513
6,39%
47.807
138.178
7.
Kebayoran
Lama
382.802
1.330.633
16,05%
120.137
502.939
8.
Pesanggraha
n
276.273
878.594
10,60%
79.324
355.597
9.
Cilandak
251.825
1.085.362
13,09%
97.992
349.817
10.
Pasar Minggu
304.142
1.013.006
12,22%
91.460
395.602
2.076.534
8.290.012
100,00%
748.466
2.825.000
Jakarta Selatan
2.825.000
748.466
1.
Taman Sari
140.209
120.296
1,21%
10.912
151,121
2.
Tambora
277.819
275.849
2,78%
25.022
302,841
3.
Kalideres
362.025
1.347.792
13,57%
122.259
484,284
4.
Grogol
Petamburan
237.295
646.560
6,51%
58.650
295,945
5.
Cengkareng
466.907
1.478.910
14,89%
134.153
601,060
6.
Kebon Jeruk
313.445
1.146.585
11,54%
104.007
417,452
7.
Kembangan
241.484
4.374.883
44,04%
396.848
638,332
8.
Palmerah
222.273
542.297
5,46%
49.192
271,465
2.261.457
9.933.171
100,00%
901,043
3.162.500
67.970
41,18%
7.865
10.533
97.093
58,82%
11.235
14.467
165.063
100,00%
19.100
25.000
Jakarta Barat
1.
Kepulauan
Seribu Utara
2.668
2.
Kepulauan
Seribu
Selatan
3.232
Kepulauan Seribu
5.900
3.162.500
25.000
901.043
19.100
IV-26
IV-27
Tabel IV.16 Pertumbuhan PDRB Provinsi DKI Jakarta Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2007-2011
(Milyar Rupiah)
Sektor
1.
Pertanian
2.
Pertambangan
dan Penggalian
3.
2007
Jumlah
2008
%
Jumlah
2009
%
Jumlah
2010
%
Jumlah
2011
%
Jumlah
571,425
0,10
687,829
0,10
762,980
1.10
849,560
0,10
918,803
0.09
2.636,093
0,47
3.178,746
0,47
3.155,761
0.42
3.704,281
0.43
5.139,915
0.52
Industri
Pengolahan
90.446,591
15,97
106.418,766
15,75
118.163,190
15,6
135.643,231
15,73
153.505,112
15,62
4.
6.021,390
1,06
7.525,841
1,11
8.294,308
1,09
9.012,257
1,05
9.667,646
0,98
5.
Konstruksi
63.448,564
11,2
76.502,861
11,3
86.646,985
11,44
98.424,987
11,42
112.810,496
11,48
6.
Perdagangan,
Hotel, dan
Restoran
115.311,319
20,36
140.420,044
20,74
156.084,326
20,6
178.357,449
20,69
204.480,250
20,81
7.
Pengangkutan
dan
Komunikasi
52.793,003
9,32
63.430,684
9,37
74.970,893
9,89
87.688,423
10,17
101.265,389
10,3
8.
Keuangan,
Persewaan,
dan Jasa
Perusahaan
162.297,780
28,65
193.513,702
28,58
213.437,911
28,17
239.155,971
27,74
270.951,564
27,57
No.
Lapangan
Usaha
2007
Jumlah
2008
%
Jumlah
2009
%
Jumlah
2010
%
Jumlah
2011
%
Jumlah
1.
Pertanian
298,415
0,09
300,720
0,09
301,754
0,08
304,274
0,08
306,661
0,07
2.
Pertambangan
dan Penggalian
937,343
0,28
937,999
0,27
936,029
0,25
950,016
0,24
1.032,115
0,24
3.
Industri
Pengolahan
56.195,163
16,88
58.367,314
16,50
58.447,652
15,73
60.567,510
15,31
62.052,121
14,69
4.
2.183,806
0,66
2.343,587
0,66
2.450,865
0,66
2.588,998
0,65
2.691,351
0,64
5.
Kontruksi
33.600,764
10,09
36.178,854
10,23
38.422,395
10,34
41.143,270
10,40
44.410,649
10,52
6.
Perdagangan,
Hotel, dan
Restoran
72.249,706
21,70
77.064,386
21,79
80.154,121
21,58
85.980,580
21,73
92.356,593
21,87
7.
Pengangkutan
dan Komunikasi
30.697,406
9,22
35.258,578
9,97
40.769,712
10,98
46.776,560
11,82
53.317,073
12,63
8.
Keuangan,
Persewaan, dan
Jasa
Perusahaan
98.558,328
29,60
102.707,651
29,04
106.788,434
28,75
111.279,950
28,13
116.889,924
27,68
9.
Jasa-jasa
38.250,324
11,49
40.564,301
11,47
43.198,538
11,63
46.042,416
11,64
49.231,224
11,66
Jumlah
332.971,255
100,00
353.723,391
100,00
371.469,499
100,00
395.633,575
100,00
422.287,711
100,00
332.033,912
99,72
352.785,392
99,73
370.533,470
99,75
394.683,559
99,76
421.255,596
99,76
Perkembangan sektor perekonomian di DKI Jakarta pada periode 2007 2011 menunjukkan
perbedaan relatif signifikan dibandingkan periode 2001 2007.Jika pada periode 2001 2007
rata-rata tumbuh dengan laju satu digit, maka pada periode 2007 - 2011 seluruh sektor
cenderung tumbuh jauh lebih tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi perekonomian Nasional dan
dunia yang mengalami krisis pada akhir dekade 1900-an ditandai oleh krisis moneter dan
ekonomi pada tahun 1996. Pada awal dekade 2000-an setiap sektor ekonomi melakukan
recovery untuk dapat tumbuh kembali, sekaligus menyesuaikan diri dengan perkembangan
regional dan global. Jika dalam periode sebelumnya sektor di DKI Jakarta meningkat dalam laju
negatif, maka pada periode 2007 2011 seluruhnya tumbuh dengan laju positif.Bahkan laju
tertinggi dicatat oleh sektor pertambangan dan penggalian.
Tabel IV.17 Laju Pertumbuhan Tahunan Rata-rata Sektor
di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2001 2011 (%)
No.
Sektor
2001- 2007
(%/Tahun)
2007 - 2011
(%/Tahun)
1.
Pertanian
-1,08
14,45
72.923,194
12,87
85,366,268
12,61
96.180,239
12,69
109.253,577
12,67
124.065,602
12,62
2.
-3.90
19,30
Jumlah
566.449,360
100
677.044,743
100
757.696,594
100
862.089,737
100
982.804,778
100
3.
Industri Pengolahan
5,29
14,05
563.813,267
99,53
673.865,997
99,53
754.540,833
99,58
858.385,455
99,57
977.664,863
99,48
4.
6,00
13,07
5.
Konstruksi
6,50
15,14
6.
7,47
15,38
7.
16,16
18,22
9.
Jasa-jasa
IV-28
Sektor
2001- 2007
(%/Tahun)
2007 - 2011
(%/Tahun)
8.
4,26
13,06
9.
Jasa-jasa
5,61
14,54
dibutuhkan percepatan pengembangan sistem transportasi massal terintegrasi antara pusatpusat kegiatan primer dengan kawasan yang dilayani dan Bandara Soekarno-Hatta,
penyediaan energi, telekomunikasi, dan utilitas berstandar internasional.
Luas kawasan perdagangan dan jasa seluas di DKI Jakarta pada tahun 2011 adalah
6.850.22 Ha, meliputi bangunan perkantoran pemerintahan dan swasta, pusat perbelanjaan,
rumah kantor, dan rumah toko. Distribusi kawasan perdagangan dan jasa menurut kota
administrasi tertera pada Tabel III.18 berikut yang menunjukkan bahwa pusat-pusat kegiatan
perdagangan dan jasa di setiap kota terdistribusi hampir merata. Kawasan perkantoran
pemerintahan dan swasta menempati proporsi terbesar, yakni hampir 49,06% diikuti oleh
kawasan perdagangan 26,77% dari luas kawasan perkantoran, perdagangan, dan jasa. Yang
perlu dipertimbangkan adalah luasan rumah toko (ruko) hampir setara dengan luas kegiatan
perdagangan yang mengindikasikan sebagian kegiatan perdagangan tumbuh secara
horizontal.
Tabel IV.18 Luas Kawasan Perdagangan dan Jasa di DKI Jakarta Tahun 2011
Luas (Ha)
Kota
Perkantoran
Jakarta Pusat
Jakarta Utara
Jakarta Barat
Jakarta Selatan
Jakarta Timur
Kepulauan Seribu
Jumlah
Kantor
Pemerintahan
Ruko
Perdagangan
Rukan
Total
331,20
181,80
400,38
517,44
353,98
265,30
154,99
79,68
377,68
698,30
476,43
584,60
424,67
292,22
55,78
170,33
304,99
399.85
245,35
341,88
25,63
41,34
52,82
36,55
37,03
1.268,89
1.267,72
1.357,40
1.469,24
1.486,97
0
1.784,80
0
1.575,95
0
1.462,40
0
1.833,70
0
193,37
0
6.850,22
Penyebaran kegiatan perdagangan, jasa, dan perkantoran tersebut mengikuti pola pemusatan
(centers) dan memita (ribbon development), terutamadi sepanjang ruas jalan arteri dan kolektor.
Beberapa pusat perdagangan berskala besar dan berfungsi sebagai pusat grosir terdapat di
Pusat Niaga Terpadu Mangga Dua di Jakarta Pusat, Pusat Niaga Tanah Abang di Jakarta
Utara, Pusat Niaga Terpadu Casablanka, Pusat Niaga Kelapa Gading, dan beberapa mall dan
ITC yang mewakili setiap bagian wilayah DKI Jakarta.
Perkembangan kegiatan perdagangan dan jasa yang tumbuh di sepanjang jalan arteri atau
kolektor diantaranya di kawasan Roxy, Jatinegara, Gajah Mada, Hayam Wuruk, Mangga Besar,
Blok M, Kelapa Gading, dan Pintu Air. Perkembangan kegiatan perdagangan dan jasa juga
cenderung tumbuh sebagai kawasan campuran (mix used development) terpadu dengan
kawasan hunian, hotel, rekreasi, dan lainnya, seperti Plaza Indonesia, Mal Ambasador, Kelapa
Pengembangan kawasan perdagangan dan jasa di Jakarta Timur direncanakan di pusat
kegiatan primer Sentra Timur, pasar induk Kramatjati, pusat distribusi bahan pangan di
Cipinang, dan pengembangan kawasan perdagangan berskala lokal.
Di Jakarta Utara dan Jakarta Pusat direncanakan di pusat kegiatan primer Sentra Utara di
kawasan reklamasi Pantura Jakarta, pusat niaga Mangga Dua, pusat niaga Tanah Abang, pusat
niaga Kelapa Gading, kawasan Kota Tua, dan kawasan perdagangan lokal di Kapuk,
Pademanagan, Ancol, dan Cilincing.
IV-29
Dengan mengasumsikan bahwa luasan kawasan perdagangan dan jasa per unit pada kondisi
eksisting tidak berubah secara signifikan, maka luasan kawasan perdagangan dan jasa pada
tahun 2030 adalah sebagai berikut :
Tabel IV.19 Prediksi Kebutuhan Kawasan Perdagangan di DKI Jakarta Tahun 2030
Kota Administrasi
Luas Wilayah
(Ha)
Kebutuhan Lahan
Per Unit (Unit/Ha)
Prediksi Luas
2030 (Ha)
Jakarta Pusat
4.790
11.595
0,11
859,54
Jakarta Utara
15.400
3.358
0,38
2.212,62
Jakarta Barat
12.620
10.101
1,34
1.493,56
Jakarta Selatan
14.570
8.889
0,17
1.340,22
Jakarta Timur
18.870
10.849
44.792
0,14
1.522,65
0,19
7.428,59
Total
Kawasan
Perdagangan
dan Jasa
Dalam perkembangan yang akan datang, kebutuhan lahan untuk kegiatan perdagangan dan
jasa sekitar 11,17% dari luas wilayah DKI Jakarta direncanakan terutama melalui pembangunan
gedung bertingkat yang diwujudkan melalui mekanisme penetapan KLB. Distribusi kebutuhan
menurut proporsi terhadap luas wilayah kota administrasi adalah 17,94% di Jakarta Pusat,
14,37% di Jakarta Utara, 11,83% di Jakarta Barat, 9,20% di Jakarta Selatan, dan 8,07% di
Jakarta Timur.
Sumber : Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030
IV.3.2.2
Industri
Lahan industri di DKI Jakarta pada tahun 2011 adalah seluas 67.165 Ha (BPS DKI Jakarta,
2011) dengan distribusi paling luas di Jakarta Timur.Oleh karena sebagian besar industri
sekaligus dilengkapi oleh fasilitas pergudangan, maka distribusi kegiatan industri tersebut
juga mewakili distribusi pergudangan di DKI Jakarta.
Tabel IV.20 Luas KawasanIndustri di DKI JakartaTahun2011
Kota Administrasi
Luas Wilayah
(Ha)
Jumlah Industri
(Unit)
Jakarta Pusat
4.790
12,62
279
Jakarta Utara
15.400
2.408,31
983
Jakarta Barat
12.620
789.36
586
Jakarta Selatan
14.570
79,15
65
Jakarta Timur
18.870
1.219,27
198
4.508,71
2.052
Jumlah
Sumber : BPS DKI Jakarta, 2011
IV-30
Jenis Industri
Jumlah Industri
(Unit)
Jumlah Tenaga
Kerja (Orang)
1.
208
26.421
2.
Tekstil
137
18.651
3.
Pakaian Jadi
382
74.783
4.
63
5.222
5.
23
1.855
6.
40
1.860
7.
163
15.220
8.
234
9.
105
38.176
10.
183
19.397
11.
21
10.137
12.
Logam Dasar
29
6.399
13.
96
13.815
14.
35
8.199
15.
35
10.910
16.
471
17.
Peralatan Kedokteran
1.288
18.
Kendaraan Bermotor
35
26.441
19.
21
18.331
20.
92
18.945
21.
Daur Ulang
13
695
1.699
317.450
- Pengembangan industri pengolahan terutama jenis industri tersier yang padat teknologi;
hemat lahan, air, dan energi; dan tidak menimbulkan pencemaran.
- Pengembangan industri perakitan di kawasan Cengkareng dan Pelabuhan Tanjung Priok;
- Pengembangan Kawasan Ekonomi Strategis (KES) di Marunda.
- Penataan dan relokasi kegiatan industri kecil dan menengah yang berada di kawasan
permukiman ke kawasan industri di bagian Barat dan Timur Jakarta secara bertahap.
Gambar IV.19
Kawasan Industri dan Pergudangan di Wilayah DKI Jakarta 2030
Kawasan
Industri
Kawasan Industri
Perkembangan kegiatan industri pada masa mendatang mengacu kepada RTRW Jakarta
2030 dengan arahan sebagai berikut :
Sumber : Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030
IV-31
Jaringan Jalan
Jalan diklasifikasikan berdasarkan fungsi atau kelas administratifnya sesuai dengan undangundang, peraturan nomor 34. Terdapat empat klasifikasi fungsional jalan yaitu: Jalan Tol, Jalan
Primer, Jalan Sekunder, dan Jalan lainnya; sedangkan berdasarkan otoritas/administratifnya:
Jalan Nasional (Tol), Jalan Nasional (Non-Toll), Jalan Provinsi, dan Jalan Lain-Lain (Jalan
Kabupaten dan lain-lain).
Wilayah Jabodetabek memiliki sistem jaringan jalan lingkar dan radial. sistem jaringan jalan
lingkar yaitu lingkar luar (outer ring road) yang juga merupakan jaringan jalan arteri primer,
jaringan radial yang melayani kawasan di luar outer ring road menuju kawasan di dalam outer
ring road.
Sistem Jaringan jalan eksisting berbentuk jaringan radial dan circumferensial yang terdiri dari:
-
Koridor Timur
:
Koridor Barat
:
Koridor Selatan :
Kearah Utara
Gambar IV.20
Jaringan Jalan Jabodetabek (termasuk arahan sistem transportasi Bopuncur)
Sistem Transportasi di wilayah DKI Jakarta pada dasarnya didominasi oleh sistem jalan raya
yang mencakup 90% dari total pasokan yang melayani kebutuhan perjalanan, sedangkan
sisanya merupakan sistem jalan rel. Sebagai konsekuensi logis dari situasi ini, pelayanan
kebutuhan angkutan umum didominasi oleh sistem angkutan umum jalan raya. Kondisi ini
sejalan dengan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam melakukan investasi di
bidang transportasi yang menitikberatkan investasi pada pengembangan sistem jaringan jalan.
Panjang jalan di wilayah DKI Jakarta pada tahun 2009 adalah sebesar 6.724,2 km atau 49%
dari total panjang jaringan jalan di wilayah Jabodetabek yaitu 13.720 km,sebesar 51% atau
sisanya 6.996,3 berada di wilayah Bodetabek. Gambaran keseluruhan mengenai jaringan jalan
yang ada diwilayah Jabodetabek dapat dilihat gambar dan tabel berikut dibawah ini.
Tabel IV.22
Panjang Jalan Berdasarkan Wilayah
Wilayah
Tol
21.9
37.2
6.4
12.9
34.6
113.0
Jakarta Selatan
Jakarta Timur
Jakarta Pusat
DKI
Jakarta Barat
Jakarta
Jakarta Utara
total
*2
Kota Bogor
*2
Kabupaten Bogor*1
2
Kota Depok
*2
Kota Tangerang
*2
Bodetabek Kota Tangerang Selatan
*2
Kabupaten Tangerang
Kota Bekasi
23.7
*2
Kabupaten Bekasi
total
23.7
JABODETABEK
136.7
Sumber: Data Panjang Jalan dari Dalam Angka 2009
Total
1,657.9
1,462.1
882.5
1,513.2
1,208.3
6,724.0
738.1
1,758.1
503.2
1,325.7
192.7
1,133.0
362.9
982.7
6,996.3
13,720.2
Luas
(km2)
141.3
188.3
48.1
129.5
146.7
653.9
111.7
2,663.8
199.4
164.6
150.8
959.6
210.5
1269.5
5,729.9
6,383.9
Penduduk
(ribu)
2,062
2,694
903
2,282
1,646
9,587
950
4,772
1,739
1,799
1,290
2,834
2,335
2,630
18,349
27,936
JABODETABEK
IV-32
Jakarta Pusat memiliki kepadatan jalan tertinggi berdasarkan luas dan populasinya,
sebagaimana memang kawasan tersebut adalah kawasan bisnis utama di Jabodetabek. Perlu
dicatata pula bahwa kawasan Jakarta Barat memiliki tingkat kepadatan jalan yang cukup tinggi
berdasarkan luas dengan tingkat populasinya yang justru paling tinggi di Jabodetabek. Di luar
DKI Jakarta (Bodetabek, kota-kota seperti Kota Tangerang Selatan dan Kota Bekasi memiliki
tingkat jalan yang relatif kurang jika dibandingkan dengan populasinya.
2.
b)
Jaringan jalan Bebas Hambatan dalam proses persiapan dan pelaksanaan pembangunan
1) Bekasi Timur Kampung Melayu (Sepanjang Kali Malang)
2) Veteran Kebon Jeruk Sedyatmo (JORR I)
3) Rorotan Tanjung Priok (JORR I)
4) Akses Tanjung Priok
DKI Jakarta
(km)
12
6.6
0.7
2.5
Kota Tangerang
Kota Depok
Kota Tang-Sel.
Kab. Tangerang
1.2
Kab. Tangerang
Total
0.70
0.77
0.37
0.29
8.1 Tangerang
Kota
1.3
1.7
0.8
Kota Bekasi
Kab. Bekasi
2.1
Total
(km)
2.1
Kota Bogor
Kota Tang-Sel.
Kab. Bekasi
0.0
Kab. Bogor
Kota Depok
Kota Bekasi
10.3
DKI Jakarta
Kota Bogor
Kab. Bogor
10
0.74
0.15
0.40
0.15
0.37
0.49
Sumber : JAPTraPIS
IV-33
3.
Sementara itu rencana umum sistem jaringan jalan Tol Jabodetabek terdiri dari:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
Bus Besar
Patas AC, Patas Non-Ac, Bus Regular, dll. Jumlah tempat duduk adalah sebanyak
50 tempat duduk.
2)
Bus Sedang
Metromini, Kopaja, dll. Jumlah tempat duduk adalah sebanyak 24 tempat duduk.
3)
Bus Kecil
Mikrolet, angkot, dll. Jumlah tempat duduk adalah sebanyak 9-14 tempat duduk.
IV-34
Karakteristik struktur rute bus saat ini dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
-
Tidak ada struktur hirarkis rute seperti sistem rute trunk dan feeder dalam operasi
(karena perencanaan jaringan rute bus tidak cukup);
- Konsentrasi yng berlebihan/ duplikasi rute bus antara daerah DKI Jakarta, wilayah
CBD dan pinggiran kota Bodetabek;
- Tidak cukupnya cakupan layanan bus, terutama di daerah pinggiran kota;
- Ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan bus akibat praktek operasional
yang tidak efisien dan pemantauan yang tidak cukup dan kurangnya kontrol.
Secara umum gambaran karakteristik dari masing-masing jenis angkutan umum tersebut
dirangkum sebagaimana tabel di bawah ini.
Dari studi JAPTraPIS Tahun 2011, tingkat keterisian rata-rata angkutan umum untuk bus
besar adalah sebesar 51,4 penumpang, bus sedang sebesar 22,3 penumpang dan bus
kecil adalah 7,7 penumpang.
Gambar IV.25
Jaringan Trayek Bus Besar
Tabel IV.24
Karakteristik Pelayanan Angkutan Umum di Jabodetabek
Keterangan
Muara
Muara
Angke
Angke
Tanjung
Tanjung
Priok
Priok
Kota
Kota
Kalideres
Kalideres
Rawa
Rawa
Buaya
Buaya
Jenis Pelayanan
Grogol
Grogol
Senen
Senen
Pulo
Pulo
Gadung
Gadung
Tanah
Tanah
Abang
Abang
Rawa
Rawa
Mangun
Mangun
Manggarai
Manggarai
Ciledug
Ciledug
Pulogebang
Pulogebang
Klender
Klender
Kampung
Kampung
Melayu
Melayu
Area Pelayanan
fleet size (seats)
Blok
Blok
M
Pasar
Pasar
Minggu
Minggu
Lebak
Lebak
Bulus
Bulus
Pinang
Pinang
Ranti
Ranti
Kp.
Kp. Rambutan
Rambutan
LEGENDA
Bis Kecil/Angkot
Region
Bis Besar Reguler
Bis Besar Patas
Bis Besar PatasAC
Dilihat dari data angkutan umum yang terdaftar di masing-masing wilayah, maka secara
keseluruhan tercatat 1112 kendaraan. Jumlah tertinggi adalah sebesar 653 kendaraan
yang tercatat di wilayah DKI Jakarta, diikuti Kabupaten Bogor sebesar 115 kendaraan
dan Kota Tangerang sebesar 110 kendaraan. Gambaran selengkapnya mengenai jumlah
angkutan umum yang terdaftar untuk masing-masing wilayah dijelaskan pada tabel
berikut di bawah ini.
Tabel IV.23
Rute Bus Yang Terdaftar Pelayanan Tiap Wilayah Tahun 2010
Wilayah
DKI Jakarta
Kota Tangerang
Kab Tangerang
Kota Depok
Kota Bogor
Kab Bogor
Kota Bekasi
Kab Bekasi
Jumlah
Busway Patas AC Patas Non-AC Regular Total Bus Besar Bus Sedang
11
137
117
122
387
110
1
15
16
0
1
1
7
2
27
29
1
7
8
8
1
3
12
1
4
5
1
11
149
142
156
458
118
Sumber: JAPtraPIS
Keterangan : Untuk Busway data tahun 2011
Bus Besar
Patas AC
Patas Non-AC
Cepat (Pemberhentian Cepat (Pemberhentian
terbatas) dan
terbatas) dan tidak
menggunakan AC
menggunakan AC
jangkauan pelayanan
lebih luas dari PatasDKI Jakarta dan 3 kota AC, diperpanjang
sekitarnya (tangerang, sampai dengan jalan
depok, bekasi)
radial utama
50
50
Rata-rata okupansi
tahun 2002 (SITRAMP)
Sistem pembayaran
Tarif (Rp)
Non-AC
Perum PPD, PT.
Mayasari Bhakti (79%
jumlah kendaraan)
Bus Sedang
Tambahan pelayanan
angkutan umum pada
jalan sekunder
Layanan pengumpan
untuk mencapai rute
bus utama, terminal
Cakupan pelayanan
Sebagian besar di DKI Sebagian besar di DKI meliputi seluruh area
Jakarta dan melayani
Jakarta dan beberapa biasanya untuk
permintaan perjalanan rute terhubung dengan perjalanan jarak
antar perkotaan
daerah sub perkotaan pendek
50
24
9-14
Non-AC
Perum PPD, PT.
Mayasari Bhakti (81%
jumlah kendaraan)
Non-AC
PT. Metro Mini, Kopaja
(sharing 92% in terms of
vehicle number)
782
128
13.3/80
6000
22.3 penumpang
Di bus oleh kondektur
4000 (pelajar 1000)
Non-AC
Operator kecil dan
gabungan (mikrolet,
KWK, APK, APB, etc)
2,465
6.2/53
51.4 penumpang
Di bus oleh kondektur
Bus Kecil
Bus Regular
12,943
3.9/37
7.7 penumpang
Di bus oleh kondektur
1000-3000 (pelajar 1000)
b)
b)
c)
Gambar IV.26
Peta jalur Busway Eksisting dan Rencana
Menyediakan pelayanan angkutan umum yang setingkat dengan standar dunia bagi
kota Jakarta sekaligus memberikan angkutan alternatif kepada publik selain
angkutan pribadi.
Memberikan prioritas kepada angkutan umum di kota Jakarta dan menurunkan
tingkat penggunaan kendaraan pribadi.
Melakukan sentralisasi terhadap perencanaan dan manajemen angkutan umum di
DKI Jakarta.
Sampai saat ini tahun 2012, telah dioperasikan 11 koridor busway, sebagaimana tabel
berikut dibawah ini.
Tabel IV.25
Koridor Busway Eksisting Tahun 2012
No
Koridor
Tgl Operasi Panjang (km) Jml Stop Waktu (mnt) Interval Stasiun (km) Kec Rata2 (km/j)
1 Blok M - Kota
1-Feb-04
12.9
20
43
0.68
18
2 Puli Gadung - Harmoni
15-Jan-06
14.3
23
48
0.65
18
3 Kalideres - Harmoni
15-Jan-06
19.0
14
63
1.46
18
4 Pulo Gadung - Dukuh Atas
27-Jan-07
11.5
15
38
0.82
18
5 Ancol - Kp. Melayu
27-Jan-07
13.5
15
45
0.96
18
6 Ragunan - Kuningan
27-Jan-07
13.3
19
44
0.74
18
7 Kp. Rambutan - Kp. Melayu
27-Jan-07
12.8
14
43
0.98
18
8 Lebak Bulus - Harmoni
21-Jan-09
26.6
23
89
1.21
18
9 Pluit - Pinang Ranti
31-Des-10
28.8
29
96
1.03
18
10 Tanjung Priok - Cililitan PGC
31-Des-10
19.4
20
65
1.02
18
11 Pulo Gebang - Kp. Melayu
28-Des-11
12.0
16
50
0.75
18
Jumlah Operasional jaringan 2012
1-Jan-12
184.1
208
0.89
c)
Jalur Tengah ; yaitu Jalur antara stasiun Manggarai sampai dengan stasiun
Jakartakota, Jalur ini sudah jalur kembar dan Jalur layang dengan sistem
persinyalan Hubungan Blok Otomatik Terbuka, panjang jalur 9,754 kilometer dan
sudah dilengkapi Listik Aliran Atas, Jalur ini masih bercampurnya Jaringan
pelayanan jasa transportasi KA, yaitu jasa transportasi KA jarak jauh dan KA jarak
menengah dengan KA komuter.
b)
Jalur Bogor ; yaitu Jalur antara stasiun Bogor sampai dengan stasiun Manggarai,
Jalur ini sudah jalur kembar dengan sistem persinyalan Hubungan Blok Otomatik
Terbuka, panjang jalur 46,033 kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas,
Jalur ini tidak ada Jaringan pelayanan jasa transportasi KA jarak jauh, KA jarak
menengah dan KA Lokal; baik ekonomi maupun komersil, sudah merupakan jalur
IV-36
Jalur Bekasi ; yaitu Jalur antara stasiun Bekasi sampai dengan stasiun Jatinegara,
Jalur ini sudah jalur kembar dengan sistem persinyalan Hubungan Blok Otomatik
Terbuka, panjang jalur 14,062 kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas,
Jalur ini masih bercampurnya Jaringan pelayanan jasa transportasi, yaitu jasa
transportasi KA jarak jauh, KA jarak menengah dan KA lokal baik untuk kelas
ekonomi maupun Komersil dengan KA komuter.
d)
Jalur Serpong ; yaitu Jalur antara stasiun Serpong sampai dengan stasiun
Tanahabang, Jalur ini sudah jalur kembar dengan sistem persinyalan Blok Otomatik
Tertutup, panjang jalur 24,276 kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas.
Jalur ini masih bercampurnya pelayanan jasa transportasi, yaitu jasatransportasi
jarak menengah dan KA lokal untuk kelas ekonomi dan Komersil dengan KA
komuter.
e)
Jalur Tangerang; yaitu Jalur antara stasiun Tangerang sampai dengan stasiun Duri,
Jalur ini masih jalur tunggal dengan sistem persinyalan Hubungan Blok Otomatik
Tertutup, panjang jalur 19.297 kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas,
Jalur ini sudah dikhususkan untuk Jaringan Pelayanan Perjalanan KA komuter, tidak
ada Jaringan pelayanan jasa transportasi KA jarak jauh, KA jarak menengah dan KA
lokal; baik ekonomi maupun Komersil.
f)
Jalur Timur ; yaitu Jalur antara stasiun Kampungbandan sampai dengan stasiun
Jatinegara lewat stasiun Pasarsenen, Jalur ini sudah jalur kembar dengan sistem
persinyalan Hubungan Blok Otomatik Terbuka, panjang jalur 11,210 kilometer dan
sudah dilengkapi Listik Aliran Atas, Jalur ini masih bercampurnya Jaringan
pelayanan jasa transportasi, yaitu jasa transportasi KA jarak jauh, KA jarak
menengah dan KA lokal; baik untuk kelas ekonomi maupun Komersil dengan KA
komuter.
g)
Jalur Barat ; yaitu Jalur antara stasiun Kampungbandan sampai dengan stasiun
Jatinegara lewat stasiun Manggarai, Jalur ini sudah jalur kembar dengan sistem
persinyalan Blok Otomatik Terbuka, panjang jalur 17,642 kilometer dan sudah
dilengkapi Listik Aliran Atas, Jalur ini masih bercampurnya Jaringan pelayanan jasa
transportasi, yaitu jasa transportasi KA jarak jauh, KA jarak menengah dan KA lokal;
baik untuk kelas ekonomi maupun Komersil dengan KA komuter.
h)
Jalur Tanjungpriuk ; yaitu Jalur antara stasiun Tanjungpriuk sampai dengan stasiun
Jakartakota, Jalur ini sudah jalur kembar dengan sistem persinyalan Blok Elektro
Mekanik, panjang jalur 8.086 kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas, Jalur
ini tidak ada Jaringan pelayanan jasa transportasi KA jarak jauh dan menengah baik
ekonomi maupun Komersil.,
i)
Jalur Kemayoran ; yaitu Jalur antara stasiun Kemayoran sampai dengan stasiun
Tanjungpriuk, Jalur ini sudah jalur kembar dengan sistem persinyalan Blok Elektro
Mekanik, panjang jalur 8.624 kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas, Jalur
ini masih bercampurnya pelayanan jasa transportasi, yaitu jasa transportasi barang
dengan KA komuter. .
j)
Untuk wilayah Jabodetabek layanan KA saat ini masih belum dapat menarik para
pengguna kendaraan pribadi. Hal ini dikarenakan beberapa hal, diantaranya adalah
IV-37
Rank
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Terminal
Terdapat lebih dari tiga puluh terminal bus yang tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta.
Terminal bus tersebut dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu: antar provinsi,
antar kota, dalam kota, dan terminal pinggir jalan. Terminal bus antar kota di daerah
pusat antara lain seperti, seperti Terminal Blok M, Senen, Kota, yang menempati areal
lebih dari 3,000 m2 tidak termasuk akses / jalan-jalan keluarnya. Pada Gambar berikut
dibawah ini mengilustrasikan lokasi terminal bus yang ada diwilayah DKI jakarta.
Gambar IV.28
Lokasi Terminal Bis Utama di DKI Jakarta
Terminal Bis
Tg. Priok
Depok
Grogol
Kalideres
Kp. Melayu
Tn. Abang
Lebak Bulus
Bogor
Ciputat
Ps. Minggu
Cililitan
Cikarang
Cikokol
Ciledug
Cimone
Rawamangun
Cileungsi
Klender
Parung
Manggarai
Cibinong
Leuwiliang
Ragunan
Poris Plawad
Busway
1
2
1
2
-
Total
66
61
61
61
58
57
43
38
37
37
36
34
34
33
30
22
20
19
16
15
15
15
13
22
Sumber: Dinas Perhubungan dari setiap pemerintah daerah, beberapa rute mungkin hanya melewati terminal, dan mungkin tidak
berakhir di sana. Oleh karena itu ada lebih banyak rute ditunjukkan dari jumlah total rute bus beroperasi.
e)
Bandar Udara
Saat ini di wilayah Jabodetabek terdapat dilayani oleh dua bandar udara, yaitu
Soekarno-Hatta dan Halim Perdanakusuma. Bandar udara halim lebih banyak digunakan
untuk penerbangan ekslusif dan penerbangan jarak pendek. Sedangkan untuk
penerbangan dalam dan luar negeri dilayani oleh Bandar Udara Soekarno-Hatta.
Selain itu juga permasalahan lainnya juga mengenai kebandarudaraan adalah akses
menuju bandara. Pada saat ini akses tercepat untuk menuju Bandara Soekarno-Hatta
adalah dengan menggunakan kendaraan melalui jalan tol, akan tetapi akses tersebut
pada saat tertentu tidak dapat dilalui kendaraan dikarenakan banjir. Oleh karena itu perlu
pembenahan menyangkut kebandarudaraan baik dari kapasitas, akses dari dan ke
Bandar udara tersebut nantinya.
Sumber : JAPTraPIS
Tabel IV.26
Terminal Bus di Jabodetabek
Rank
1
2
3
4
5
6
Terminal Bis
Blok M
Kp. Rambutan
Pulo Gadung
Bekasi
Kota
Senen
Busway
1
1
3
1
-
Total
104
95
87
76
76
67
f)
Pelabuhan
Kondisi Pelabuhan Tanjung Priok pada saat ini tidak jauh berbeda dengan Bandar Udara
Soekarno-Hatta. Diperkirakan nantinya sesudah Tahun 2014 sudah tidak dapat lagi
menampung kapasitas pengiriman dan penerimaan barang.
Selain itu juga permasalahan lainnya mengenai pelabuhan adalah mengenai lalu lintas
angkutan barang, yaitu akses dari dan menuju pelabuhan. Pada saat ini jalur angkutan
barang belum memiliki rute khusus, pada beberapa lokasi bercampur dengan arus lalu
IV-38
Deskripsi Moda
Sub-Group
Total
Truk Dalam
Kendaraan
Total Perjalanan
Intra-Zonal
Inter-Zonal
Low Income
14,358,831
6,413,310
7,945,520
Medium Income
36,012,943
12,062,668
23,950,275
High Income
8,643,818
1,659,724
6,984,095
Total
59,015,592
20,135,702
38,879,890
Small Trucks
73,871
431
73,440
Large Trucks
5,773
5,768
79,644
436
79,208
Sumber: JUTPI
Sedangkan besarnya bangkitan perjalanan berdasarkan moda yang digunakan ditunjukan dalam
gambar berikut.
Gambar IV.30
Perjalanan orang-harian (000) berdasarkan moda
JABODETABEK Area Trip generations / Attractions
Public
Car
Motorcycle
JKT_South
JKT_East
JKT_Central
JKT_West
JKT_North
Sumber : MPA
Kota_Tang
Kota_Tang S
b. Karakteristik Perjalanan
Besaran permintaan perjalanan untuk wilayah Jabodetabek dirangkum dalam tabel berikut.
Tabel IV.27
Besaran Perjalanan orang berbasiskan moda dan tingkat Pendapatan
Deskripsi Moda
Sepeda Motor
Mobil
Angkutan Umum
Sub-Group
Total Perjalanan
Intra-Zonal
Inter-Zonal
Kab._Tang
Depok
Kota_Bogor
Kab._Bogor
Low Income*
10,542,246
4,734,657
5,807,590
Kota_Bekasi
Medium Income*
23,280,926
7,887,758
15,393,168
Kab._Bekasi
High Income*
2,745,049
559,676
2,185,373
Sub-Total
36,568,221
13,182,091
23,386,131
Low Income
1,323,062
592,421
730,641
Medium Income
5,922,029
1,796,584
4,125,445
High Income
1,979,417
299,168
1,680,249
Sub-Total
9,224,508
2,688,173
6,536,335
Low Income
2,493,523
1,086,233
1,407,290
Medium Income
6,809,988
2,378,326
4,431,662
High Income
3,919,352
800,880
3,118,472
Sub-Total
13,222,863
4,265,439
8,957,424
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
Sumber: JUTPI
IV-39
Kota Tangerang
Kota Tangerang Selatan
Kb. Tangerang
Gambar IV.33
Pola Perjalanan dengan Mobil (000)
Kota Tangerang
Kota Tangerang Selatan
Kb. Tangerang
20,359
8,090
9,879
2,574
718
DKI Jakarta
151
1,242
(13%)
2,757
2,557
Kota Bekasi
Kb. Bekasi
108
673
(15%)
11,258
3,798 (19%)
530
(21%)
DKI Jakarta
40 (27%)
462
(18%)
1,023
652
(24%)
(13%)
Kota Bekasi
Kb. Bekasi
115
(17%)
1,254
(11%)
Kota Depok
Kota Bogor
Kb. Bogor
(% by car)
Kota Depok
Kota Bogor
Kb. Bogor
Sumber: JUTPI
Gambar IV.32
Pola perjalanan dengan Sepeda Motor (000)
Kota Tangerang
Kota Tangerang Selatan
Kb. Tangerang
5,186
6,355
(64%)
(64%)
1,387
(54%)
459
Gambar IV.34
Pola perjalanan dengan angkutan umum (000)
12,953
(64%)
(64%)
Sumber: JUTPI
DKI Jakarta
66 (44%)
1,517
(59%)
1,578
(57%)
Kota Bekasi
Kb. Bekasi
424
(63%)
6,641
(59%)
(% by M/C)
Kota Depok
Kota Bogor
Kb. Bogor
Sumber: JUTPI
Sumber: JUTPI
IV-40
All Income
62%
High Income
16%
32%
23%
Medium Income
45%
65%
Low Income
16%
73%
0%
10%
20%
30%
22%
40%
50%
Motorcycle
60%
Car
Pada jam sibuk pagi kemacetan yang dialami oleh koridor-koridor tersebut diatas diakibatkan oleh
kondisi bottleneck pada simpang-simpang utama khususnya yang berada didekat perbatasan
wilayah Bodetabek dengan DKI Jakarta dan juga ditambah dengan konflik lalu lintas akibat fasilitas
putar balik dan akses dari guna lahan (kecuali untuk ruas-ruas tol Jabodetabek) disepanjang
koridor-koridor tersebut.
19%
9%
70%
17%
80%
90%
Public
Hasil survey lapangan dan simulasi menunjukkan bahwa koridor-koridor utama diwilayah
Jabodetabek yang menampung pergerakkan komuter, memiliki kinerja dibawah standar ideal yang
disyaratkan, terutama pada lokasi-lokasi yang mendekati wilayah DKI Jakarta. Koridor-koridor
utama tersebut antara lain; Jln. Kali Malang, Jalan Raya Bogor, Jalan Raya Ciputat, Jalan Raya
Bekasi, Jalan Daan Mogot, Jalan Margonda-Lenteng Agung, Jalan Tol Tangerang, Jalan Tol
Cikampek, Jalan Tol Jagorawi, Jalan TransYogi, Jalan Ciledug Raya, dan Jalan Tol Lingkar Dalam.
Penyebab utama dari kinerja yang rendah ini adalah defisiensi kapasitas dan konflik lalu lintas pada
koridor-koridor tersebut serta masih bercampurnya pergerakkan regional (barang & penumpang)
dengan pergerakkan yang menuju pusat aktifitas diwilayah DKI Jakarta.
100%
Permasalahan di ruas-ruas tol Jabodetabek lebih disebabkan Bottleneck pada awal jalan tol lingkar
dalam untuk ruas tol Jagorawi dan Cikampek sebagai akibat adanya kebijakan 3 in 1 dan simpang
tomang untuk ruas tol Tangerang. Sedangkan khusus untuk koridor TransYogi bottlleneck terjadi
pada lokasi Mal Cibubur Juncntion menuju ruas Tol Jagorawi.
Gambar IV.37
Kinerja Kecepatan Lalu Lintas
Sumber: JUTPI
Gambar IV.36
Proposi pengunaan moda perjalanan berdasarkan panjang perjalanan
Motorcycle
Car
Public
100%
90%
80%
% of Trips by Mode
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
0-5
5-10
10-15
15-20
20-25
25-30
30-35
35-40
40-45
45-50
50-55
55-60
60 +
Sumber: JUTPI
Oleh karena itu Senjang jarak ruas arteri yang tepat sangat diperlukan agar fungsi dan operasional
jalan konsisten dengan klasifikasinya. Jika senjang jarak terlalu besar akan berimplikasi pada
pembebanan arus yang cukup besar berada pada jalan-jalan kolektor ataupun jalan alternatif
lainnya seperti kondisi yang terjadi saat ini.
IV-41
Gambar IV.38
Koridor-koridor utama yang bermasalah
Berdasarkan hasil survei, kondisi lalu lintas yang cukup memprihatinkan adalah pada lokasi-lokasi
pusat perbelanjaan, sekolah dan perkantoran. Berdasarkan hal tersebut perlu untuk dilakukan
penataan jaringan jalan serta perlakuan khusus terhadap jaringan jalan di sekitar pusat-pusat
kegiatan tersebut untuk mendukung sistem kegiatan.
Lintasan rel kereta api yang berpotongan dengan jalan juga mempengaruhi kecepatan kendaraan
(terlebih saat pintu lintasan ditutup) karena buruknya kondisi permukaan jalan disekitar rel dan
terpotongnya profil oleh lintasan rel. Kondisi ini berpengaruh pada panjang antrian di pintu
persilangan kereta api.
Beberapa hal lain yang cukup berpengaruh pada sistem jalan adalah kurang disiplinnya masyarakat
dalam memanfaatkan fasilitas jalan. Fungsi trotoar dan jembatan penyeberangan sebagai fasilitas
bagi pejalan kaki banyak disalahgunakan oleh oknum masyarakat untuk berniaga.
Kurang memadainya fasilitas bagi pedestrian juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
konflik pergerakkan lalu lintas kendaraan dan orang pada beberapa lokasi khusunya dipusat kota.
Sistem jaringan jalan yang ada belum sepenuhnya saling terkait dan berkesinambungan, dimana
masih banyak terdapat beberapa lokasi missing link pada sistem jaringan jalan utama dan
pendukung, yang cukup memberikan pengaruh bagi kinerja jaringan. Sebagai contoh adalah koridor
jalan lingkar luar sisi barat dan timur, diharapkan pengoperasian jalan ini secara penuh dapat
memberikan alternatif rute bagi pergerakan menerus yang saat ini mayoritas menggunakan arteri
maupun tol dalam kota (jalan lingkar dalam).
Besaran kapasitas jalan menunjukkan tingkat sediaan ruang lalu lintas yang relatif rendah untuk
hampir keseluruhan koridor-koridor utama tersebut khususnya yang mendekati wilayah DKI
Jakartarta, serta hampir di keseluruhan ruas jaringan jalan utama DKI Jakarta. Reduksi terhadap
kapasitas dasar terutama disebabkan oleh penggunaan ruang lalu lintas untuk parkir serta gesekan
samping yang cukup tinggi akibat aktivitas pedagang kaki lima serta jenis aktivitas bisnis yang
hampir merata disepanjang koridor dan untuk DKI di seluruh wilayah kota.
Kinerja jaringan/ruas berdasarkan v/c ratio, kecepatan perjalanan serta kepadatan rata-rata masih
menunjukkan kondisi yang jauh dari memadai dan perlu penanganan yang serius, meskipun
terdapat beberapa ruas jalan yang saat ini masih menunjukkan kinerja yang baik. Indikasi koridorkoridor bermasalah terletak pada ruas jalan utama, terutama di koridor-koridor yang terletak pada
kawasan pusat bisnis.
Karena dalam konstalasi tata ruang DKI Jakarta masih merupakan kota inti untuk lingkup
Jabodetabek (PKN) maka konsekuensi logisnya hampir seluruh koridor utama di DKI Jakarta sudah
sangat bermasalah yang diindikasikan melalui nilai VCR>0.85 dan kecepatan perjalanan <15
km/jam. Indikasi beberapa koridor bermasalah pada ruas jalan utama yang terletak pada kawasan
pusat bisnis ditunjukan pada gambar di bawah ini.
Selain dari besarnya beban volume lalu lintas, pengaruh dari jumlah kendaraan roda dua yang ratarata mengambil porsi lebih dari 70% dihampir semua koridor utama. Kondisi ini mengakibatkan
inefisiensi penggunaan ruang jalan sebagai akibat manuver dari kendaraan roda dua ini. Selain itu
juga akibat tingginya proporsi kendaraan roda dua, kelompok pejalan kaki menjadi lebih rentan
terhadap terjadinya kecelakaan, terutama pada saat harus menyeberang jalan.
Tabel IV.28
Indikasi Koridor-koridor bermasalah (kondisi eksisting)
Koridor
Nama Jalan
Utara-Selatan
Koridor I
Koridor II
Koridor III
Koridor IV
Koridor V
Koridor VI
Barat-Timur
Jl. Fatmawati - Jl. Jend Sudirman - Jl. MH Thamrin - Jl. Gajah Mada/Hayam Wuruk
Jl Mampang Prapatan - Jl. Rasuna Said
Jl. Matraman - Jl. Salemba - Jl. Gn.Sahari
Jl. Akhmad Yani Jl. Yos Sudarso
Jl. Gatot Subroto Jl S Parman
Jl. Raya Pasar Minggu
Koridor I
Koridor II
Koridor III
Koridor IV
Koridor V
Koridor VI
Koridor VII
IV-42
Mengacu kepada hasil kajian terhadap studi-studi terdahulu, data primer dan sekunder serta dari
hasil analisis kinerja kondisi eksisting, permasalahan transportasi di DKI Jakarta dirangkumkan
sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
Secara teknik, lahan irigasi pertanian yang berlokasi terutama di Bagian Utara Kabupaten Bekasi,
terbatas untuk pengembangan. Namun demikian, meskipun pengembangan ke arah selatan di
batasi, koridor Jakarta Depok Cibinong Bogor dimana pengembangan kota telah terealisasi,
harus diterima untuk pengembangan tata guna lahan yang beralasan.
Gambar IV.40 Struktur Perkotaan di Jabotabek
IV-43
No.
a. Prasarana Drainase
Wilayah DKI Jakarta terdiri dari 662.33 km2 wilayah daratan dan 6,977.5 km2 wilayah perairan, dan
mempunyai lebih dari 110 pulau. DKI Jakarta umumnya adalah wilayah dataran rendah dengan
ketinggian rata-rata sekitar 7m di atas permukaan laut, dan bagian selatan dari daratannya terdiri
dari lapisan aluvial. Daratannya terdiri dari endapan Pleistosen 50 meter di bawah permukaan
tanah. Pada wilayah daratan, terdapat 19 sungai dan kanal untuk sumber air, perikanan, dan usaha
perkotaan, dan 8 saluran drainase.
Provinsi DKI Jakarta terdiri dari jaringan-jaringan drainase yang rumit. Beberapa diantaranya adalah
jaringan saluran drainase yang secara hidrolik berdiri sendiri namun terdapat jaringan saluran
drainase yang saling berhubung satu sama lain. Data mengenai sistem drainase di Provinsi DKI
Jakarta disajikan dalam tabel berikut:
Total
4
Saluran
Penghubung
dan Mikro
5
Sarana dan
Prasarana lain
Jenis
Floodway
Sub Total
2
Sungai/ saluran
makro
melalui 2
Provinsi
(13 sungai)
Sub Total
3
Sungai/ Saluran
Makro di
Provinsi
DKI Jakarta
Lokasi
1
2
3
4
Cengkareng Drain
Cakung Drain
Banjir Kanal Barat
Banjir Kanal Timur
1
2
3
Kali Mookervart
Kali Angke
Kali Pesangrahan
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Kali Grogol
Kali Krukurt
Kali Ciliwung
Kali Baru Timur
Kali Cipinang
Kali Sunter
Kali Buaran
Kali Jati Kramat
Kali Cakung
Kali Baru Barat
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Sal. Sekretaris
Sal Cideng
Sal. Ancol
Sal. K. Malang Tarum Barat
Sal. K. Muara Karang/Angke
Sal. Sodetan K. Grogol
Sal. K. Sunter Kemayoran
Sal. Anak K. Cliwiung Gunung Sahari
Sal. Anak K. Cliwiung Kota
Sal. Sungai Tirem
Sal. Lagoa/Koja
Sal. Kali Baglio
Sal. Kali Blencong
Sal. Kali Bogor
Sal. Kali Kamal
Panjang
(m')
Lebar
(m)
7,600
11,200
12,850
23,000
54,650
7,300
12,810
27,300
50
60
60
60
23,600
28,750
46,200
39,200
27,350
37,250
7,900
3,800
20,700
17,700
50,100
12,600
17,800
8,300
7,300
6,200
1,500
3,000
5,310
5,200
2,600
3,200
3,000
6,000
8,000
1,700
7
6
25
13
17
29
20
5
20
10
32
42
13
7
16
29
15
26
19
15
24
24
14
40
18
27
12
15
Luas
(m2)
380,000
672,000
771,000
1,380,000
3,203,000
233,600
538,020
354,900
165,200
172,500
1,155,000
392,600
464,950
1,080,250
158,000
19,000
414,000
177,000
768,000
88,200
284,800
240,700
109,500
161,200
28,500
45,000
127,440
124,800
36,400
128,000
54,000
162,000
96,000
25,500
Panjang
(m')
Lokasi
16
17
18
1
2
3
Irigasi
Pompa
Pintu Air
Sub Total
TOTAL
Sumber : pengolahan data tahun 2012
Tabel IV.29 Rekapitulasi Sungai, Pompa Air dan Pintu Air di Wilayah DKI Jakarta
No.
Jenis
1,300
1,200
2,400
6,600
13,595,118
Lebar
(m)
20
28
20
Luas
(m2)
26,000
33,600
48,000
133,100
27,190,235
272,112
1,605,394
13,867,230
13,978,580
28,795,629
32,899,729
Jenis
Sub Total
2
Waduk dan
Tampungan
(Long Storage)
Lokasi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Situ Lembang
Situ Taman Ria Senayan
Situ Rawa Kendal
Rawa Rorotan
Situ Ragunan
Waduk MBAU Pancoran
Waduk Kalibata
Rawa Ulujami
Situ babakan
Situ Mangga Bolong
Situ UI
Situ Arman/Pedongkelan
Situ Rawa Penggilingan
Situ Amalia
Situ Buaran Indah
Situ Rawa Badung
Situ Pedongkelan
Situ Pulo Buaran
Situ Bea Cukai
Rawa Wadas
Situ Kepala Dua Wetan
Situ Rawa Dongkal
Situ Tipar
Situ baru
Situ Pacuan Kuda Pulomas
1
2
3
4
5
6
Waduk Melati
Waduk Setiabudi Barat dan Timur
Waduk Pulit
Waduk Pulomas (Waduk Ria-rio)
Waduk Sunter (Papango)
Waduk Sunter Timur III (Rawa badak)
Luas
(Ha)
1.0
6.0
27.5
50.0
4.5
2.0
1.7
8.0
17.3
2.0
7.0
12.4
5.0
6.0
8.2
3.0
11.0
3.1
175.7
3.5
348.0
80.0
4.6
31.0
IV-44
Jenis
Luas
(Ha)
Lokasi
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Sub Total
TOTAL
0.2
25.9
15.0
6.0
4.0
3.0
1.2
522.4
Jakarta yang dilintasi oleh 13 (tiga belas) sungai mengalir dan bermuara di Teluk Jakarta,
sedimentasi pada badan sungai umumnya tinggi, memiliki gradien landai, dibebani oleh
sampah yang berasal dari hulu hingga muara, dan terjadi penyempitan badan sungai. Kondisi
sungai dan kanal yang melintasi Jakarta tersebut pada musim hujan sering mengakibatkan
limpasan dan genangan di sekitarnya, terutama di daerah yang rendah. Sungai dan kanal di
Jakarta terutama berfungsi sebagai saluran drainase.
Berdasarkan beberapa studi yang dilakukan terdahulu (Nedeco 1973, JICA 1991, WJEMP),
Nedeco (2002) melakukan kajian debit aliran dan kala ulang banjir selama bulan Januari dan
Februari 2002 untuk Jakarta. Tabel berikut menunjukkan hasil kajian tersebut.
Tabel IV.31 Debit Aliran dan Kala Ulang Banjir DKI Jakarta
No.
Sungai
1.
Ciliwung
400
20
2.
Pesanggarahan
150
25
3.
Sunter
50
4.
Cipinang
90
50
5.
Krukut
60
perairan yang ada di antara daratan dan pulau reklamasi bisa dimanfaatkan sebagai retensi
tambahan.
Sesuai Perda No 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030, bahwa dalam sistem tata air
perlu memisahkan sistem drainase dan saluran air kotor (sewerage) secara bertahap dan
memperluas sistem pengelolaan air limbah serta mengembangkan prasarana drainase untuk
meningkatkan kapasitas saluran mikro, submakro dan makro dalam rangka mengantisipasi
curah hujan dengan kala ulang 2(dua) sampai dengan 10 (sepuluh) tahunan untuk saluran
mikro, 10(sepuluh) sampe dengan 25 (dua puluh lima) tahunan untuk saluran submakro, dan
25 (dua puluh lima) sampai dengan 100 (seratus) tahunan untuk saluran makro.
Selanjutnya dijelaskan juga dalam Perda Nomor 1 Tahun 2012 bahwa penataan dan
penetapan trase dan garis sempadan kali/sungai, saluran, waduk dan situ menurut fungsinya
sebagai pengendali banjir, drainase, penggelontor, konservasi sumber daya air serta
prasarana transportasi sungai dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
b.
c.
meningkatkan rasio badan air yang mencakup saluran, kali, sungai, kanal, situ, dan
waduk;
mempertahankan sempadan sungai dan kanal sebagai RTH dan pengendali banjir; dan
badan air berupa saluran, kali, sungai, kanal, situ, dan waduk tidak dapat diubah fungsi
dan peruntukannya.
Permasalahan/tantangan Jakarta
Dalam sejarah Jakarta banjir sudah terjadi sejak zaman kolonial Belanda, hampir empat
abad yang lalu. Ini artinya di saat jumlah penduduk Jakarta masih sedikit, banjir pun sudah
terjadi di Jakarta. Dalam dekade terakhir, ternyata banjir semakin sering dialami. Melihat
kecenderungan banjir di Jakarta yang semakin sering serta semakin banyak kawasan yang
tergenang, memberikan indikasi bahwa penyebab banjir semakin beragam. Satu dan lain
penyebab saling menguatkan sehingga potensi terjadinya genangan semakin besar. Dari
mulai permasalahan urbanisasi, pembuangan limbah, parahnya kondisi sungai, institusional
hingga dampak pemanasan global. Akumulasi permasalahan dari beragam aspek membuat
tantangan dalam menghadapi banjir yang akan datang menjadi lebih berat lagi.
Permasalahan terus menerus bertambah sementara penyelesaian yang diambil masih
terbatas. Permasalahan/tantangan itu tergambar dalam bagan skematis berikut ini.
Gambar IV.41 Bagan skematis permasalahan/tantangan Jakarta
Institusional
Institusional
Delta
Deltaarea,
area,
tanah
tanahlunak
lunak
Pembuangan
Pembuangan
Limbah
Limbah Pada
Pada
Saluran
Saluran
Sebagian
Sebagianwilayah
wilayah
dibawah
dibawahmuka
mukaair
airlaut
laut//
muka
mukaair
airsungai
sungai
Kondisi
Kondisi13
13
Sungai
Sungai
BANJIR
BANJIR
&
&
GENANGAN
GENANGAN
Urbanisasi
Urbanisasi&&
peningkatan
peningkatan
property
property
Hambatan
Hambatan
Sepanjang
Sepanjang
Sungai
Sungai
Kondisi
Kondisi
Hidrogeologi
Hidrogeologi
Hidrologi
Hidrologi
Penyedotan
PenyedotanAir
Air&&
Amblesan
Amblesan
Pemanasan
Pemanasanglobal
global&&
Kenaikan
KenaikanMuka
MukaAir
Air
Laut
Laut
Luas
LuasBadan
BadanAir
Air
(waterbody
(waterbody
ratio)
ratio)
IV-45
Tanah yang lunak, dikombinasikan dengan penyedotan air tanah yang terus menerus
mengakibatkan land subsidence (amblesan). Penurunan muka tanah di Jakarta berkisar
antara 5 10 cm per tahun. Di beberapa tempat ada penurunan yang lebih besar, tetapi lebih
merupakan proses konsolidasi setempat yang terjadi akibat penambahan beban, misalnya
penimbunan jalan. Dengan kecepatan penurunan (land subsidence rate) seperti ini maka
tinggi muka tanah akan menurun sebesar lebih dari satu meter dalam waktu 20 tahun.
Laut
Daerah
Rendah
Wilayah
Prov DKI
Jakarta
BKT
BKB
Daerah
Cukup
Tinggi
13 Sungai
Situ/Waduk
Pompa
Pintu air / pompa
Waduk Retensi
Tanggul laut
Pelabuhan existing
Pemanasan Global
Hujan
2000 m + MSL
Akibat pemanasan global, tinggi permukaan laut akan meningkat. Intergovermental Panel on
Climate Change (IPCC) dalam prediksinya memperkirakan bahwa kenaikan muka air laut
berkisar 6 mm per tahun. Ini tentu juga berpengaruh pada perairan laut Indonesia. Dampak
ini lebih terasa pada daerah-daerah yang berbatasan dengan laut, seperti Jakarta.
t0
Evapotranspirasi
Evapotranspirasi
Waduk/situ
UPSTREAM
(Puncak-Bogor)
Resapan air
t1
(Bogor-Depok-Jaksel)
Gravitasi
Sistim
polder
Banjir kanal
MIDDLESTREAM
t2
.
..
.
.
DOWNSTREAM
(Jaksel-Jakut)
Evaporasi
t3
Polder
Pesisir
t4
Karena landsubsidence (penurunan muka tanah) dan sea level rise (kenaikan muka air laut)
semakin luas, mengakibatkan wilayah Jakarta yang berada dibawah permukaan laut juga
akan semakin luas. Konsekuensinya implementasi sistim polder akan meluas, terutama ke
sebelah Barat.
Bagaimana mengelola banjir yang terjadi di Jakarta Utara, dimana wilayah tersebut hanya
memiliki rasio badan air yang sedemikian rendah itu? Dengan rasio badan air yang rendah
sulit untuk membebaskan Jakarta Utara dari banjir dan genangan. Oleh karenanya,
IV-46
Satu langkah visioner dan konseptual harus diambil, agar lahan di Jakarta tidak menyusut
perlahan-lahan. Pembangunan tanggul laut memang menjadi pilihan paling masuk akal.
Bagaimanapun juga masuknya air laut ke daratan harus dihindari. Tanggul laut diintegrasikan
dengan penataan sistem tata air Jakarta secara keseluruhan akan mengurangi risiko banjir.
Bagian lain yang juga cukup penting dalam penyelesaian banjir adalah mengurangi
penggunaan air tanah dan kemudian menghentikannya. Namun pelaksanaan tindakan
seperti ini harus disertai dengan alternatif lain yakni penyediaan air bersih yang semakin
menjangkau lebih banyak orang.
Alternatif 1: 3 tahapan tanggul laut
Sebagaimana terlihat pada gambar diatas, skenario didasarkan pada asumsi pengembangan
secara gradual, dari situasi saat ini dimana tanggul 1 (tanggul pada eksisting garis pantai)
diimplementasikan, dan kemudian dilanjutkan dengan implementasi pembangunan tanggul 2
(tanggul diimplementasikan pada bagian luar kawasan reklamasi dikedalaman -8 m) dan
dikuti oleh pembangunan tanggul 3 (tanggul dikedalaman sekitar -16 m).Untuk
merealisasikan pembangunan tanggul 3 secara lebih dini. Dengan pembangunan tanggul 3
ini diharapkan kawasan Jakarta Utara dan kawasan reklamasi telah terlindungi dari laut
lepas, sedemikian peran tanggul 2 tidak dibutuhkan lagi sebagai tanggul utama. Tahapan
pengembangan ini kelihatannya menjadi alternatif tahapan pengembangan yang diinginkan.
Sungai Krukut, pada segmen hulu sungai di Jakarta sampai Banjir Kanal Barat.
Kali Mampang, pada segmen hulu sungai di Jakarta sampai Sungai Krukut.
Sungai Kalibaru, pada segmen hulu sungai di Jakarta sampai Banjir Kanal Barat.
Gambar IV.45
Wilayah Pelayanan Air Minum PT PAM Lyonnaise Jaya
Penyediaan air minum di DKI Jakarta pada tahun 2012 masih melayani sekitar 66,21% dari
jumlah penduduk. PDAM Jaya membangun beberapa unit instalasi pengolahan air (water
treatment plant), pusat distribusi (distribution center), jaringan distribusi air minum dilengkapi
pompa tekan (booster pump), dan penyediaan air curah. Instalasi pengolahan air meliputi :
-
Wilayah pelayanan air minum di bagian Barat terdiri atas wilayah usaha zona 1, 4, dan 5;
sedang di bagian Timur meliputi wilayah usaha zona 2, 3 dan 6 (Gambar III.50 dan Gambar
III.51). Batas wilayah pelayanan dipisahkan oleh Sungai Ciliwung.
IV-48