2
d) Kompatibilitas atau kecocokan dengan bahan lain dalam
sistem (Sukirno, 2010).
2.2.2 Fungsi Pelumas
Fungsi utama suatu pelumas adalah untuk
mengendalikan friksi dan keausan. Namun pelumas juga
melakukan beberapa fungsi lain yang bervariasi tergantung
di mana pelumas tersebut diaplikasikan, misalkan saja:
Pencegahan Korosi
Peranan pelumas dalam rangka mencegah korosi,
pelumas berfungsi sebagai preservative. Pada saat mesin
bekerja pelumas melapisi bagian mesin dengan lapisan
pelindung yang mengandung adiktif untuk menetralkan
bahan korosif. Kemampuan pelumas untuk mengendalikan
korosi tergantung pada ketebalan lapisan fluida dan
komposisi kimianya.
Pengurangan Panas
Salah satu fungsi pelumas yang lain adalah sebagai
pendingin, dimana pelumas tersebut mampu menghilangkan
panas yang dihasilkan baik dari gesekan atau sumber lain
seperti pembakaran atau kontak dengan zat tinggi.
Perubahan suhu dan oksidatif material akan menurunkan
efisiensi pelumas (Sukirno, 2010).
2.2.3 Standar Minyak Pelumas
Standarisasi minyak pelumas untuk mesin kendaraan
bermotor pertama kali dilakukan oleh Society of Automotive
Engineers (SAE) pada tahun 1911 dengan kode SAE J300.
Minyak pelumas dikelompokkan berdasarkan tingkat
kekentalannya. Dalam kemasan atau kaleng pelumas,
biasanya dapat ditemukan kode angka yang menunjukkan
tingkat kekentalannya, seperti: SAE 40, SAE 90, dsb.
Semakin tinggi angkanya semakin kental minyak pelumas
tersebut. Ada juga kode angka multi grade seperti SAE
10W-50, yang dapat diartikan bahwa pelumas memiliki
tingkat kekentalan sama dengan SAE 10 pada suhu udara
dingin (W=Winter) dan SAE 50 pada suhu udara panas
(Wijaya, R. Indra, 2005).
Tabel
Specific gravity, 15 C
0.8802
0.8863
0.8895
0.8923
0.8962
39.30
63.30
100.47
144.32
236.10
6.25
8.04
11.62
14.53
19.90
Viscosity Index
106
97
102
95
95
Colour, ASTM
4.0
4.0
4.0
4.0
4.5
240
240
240
249
252
Pour Point, C
5.24
5.24
5.20
5.20
5.20
2.3 Lambert-Beer
Apabila sinar mengenai suatu material, maka sinar
tersebut dapat mengalami tiga hal yaitu penyebaran
(scaterred), penyerapan (absorped), atau ditransmisikan
(transmitted).
Transmitansi merupakan banyaknya cahaya yang
menembus suatu materi, yang dapat juga dinyatakan sebagai
rasio antara intensitas cahaya yang ditransmisikan (It), dan
intensitas cahaya awal (Io):
(1)
sampel
detector
Dimana:
T = Transmitansi.
It = Intensitas cahaya yang ditransmisikan.
Io = Intensitas cahaya awal.
Laser
Helium-Neon
pemanas
Gambar 3 Skema Kerja Penelitian
Dimana:
A = Absorbansi.
T = Transmitansi.
Absorpsi (A) adalah fungsi linier dari suatu konsentrasi,
itulah yang disebut hukum Lambert-Beer (Lus Roman M,
2005).
III. METODOLOGI PENELITIAN
Pada Gambar 5 terlihat grafik absorbansi untuk tiaptiap oli SAE 20, SAE 30 dan SAE 40. Dimana masingmasing oli nilai absorbansinya makin menurun seiring
dengan kenaikan suhu. Variasi suhu yang digunakan masih
tetap yaitu mulai dari suhu 30oC hingga suhu 100oC.
Terlihat pada Gambar 5 apabila dibandingkan antara oli
SAE 20, oli SAE 30 dan oli SAE 40, nilai absorbansi untuk
oli SAE 20 paling rendah. Dan selalu paling rendah
walaupun diberi penambahan suhu. Perubahan nilai
absorbansi untuk ketiga jenis SAE tersebut tidak terlalu
signifikan, akan tetapi nilai perubahan yang dialami
cenderung makin turun seiring dengan penambahan suhu.
Pola grafik absorbansi berkebalikan dengan pola grafik
intensitas, walaupun sama-sama memiliki hubungan linier
dengan suhu, dikarenakan absorbansi merupakan banyaknya
berkas laser yang terserap pada oli, sedangkan intensitas
merupakan banyaknya berkas laser yang diterima setelah
melewati sampel (oli). Hal ini berarti makin sedikit berkas
laser yang terserap ketika suhu mengalami penurunan.
4.3.3 Nilai Viskositas dengan Absorbansi
Apabila dikaitkan dengan teori viskositas, dimana
makin besar suhu pada suatu cairan maka ikatan antar
molekul zat cair tersebut makin renggang sehingga zat cair
akan lebih encer daripada sebelumnya. Jadi apabila zat cair
makin encer maka daya serap (absorbansi) juga makin
berkurang. Terlihat dari Gambar 6 dimana pada suhu 40oC
nilai viskositas oli MESRAN SAE 10 sebesar 39,3 cSt, SAE
20 sebesar 63,3 cSt, SAE 30 sebesar 100,47 cSt SAE 40
sebesar 144,32 cSt dan SAE 50 sebesar 236,1 cSt.
Sedangkan pada suhu 100oC dapat dilihat pada Gambar 7
dimana nilai viskositas oli MESRAN SAE 10 sebesar 6,25
cSt, SAE 20 sebesar 8,04 cSt, SAE 30 sebesar 11,62 cSt,
SAE 40 sebesar 14,53 cSt dan SAE 50 sebesar 19,9 cSt.
Dari kedua gambar tersebut menunjukkan bahwa makin
besar nilai SAE pada oli maka makin besar pula nilai
viskositasnya.
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
DAFTAR PUSTAKA.
Luz, M. Roman. 2004. Design of an Ultraviolet
Absorption Spectroscopy Oil Concentration for Online
HVAC Measurements. Mechanical Engineering.
Massachusetts Institute of Technology.
M, Fuad. 2011. Komparasi Sesungguhnya Kekentalan
Kode SAE Oli. www.panduanolimesinbbm.com. 30
Agustus 2011 pukul 044:44:19
Sukirno. 2010. Kuliah Teknologi Pelumas 3.
Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Indonesia.
Wahyu Purwo Raharjo. 2010. The Use of Oil With
Petroleum Blanded as Fuel In Burner Atomizing.
Jurusan Teknik Mesin. Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Wijaya, R. Indra. 2005. Perencanaan dan Pembuatan
Alat Ukur Viskositas Oli Mesin pada Kendaraan
Bermotor Berbasis Teknologi Field Progmable Gate
Array (FPGA) Xilinx XC4010-XL. Pusat Penelitian
Elektronika dan Telekomunikasi-LIPI.
Young, H. D. 2002. Fisika untuk Universitas Jilid I.
Erlangga. Jakarta.
http://www.scribd.com/doc/67976565/PDF-PassengerCar-Motor-Oils.
(http://pelumas.net/tips-pelumas-cara-baca-kodespesifikasi-pelumas-oli/).