Anda di halaman 1dari 37

LABORATORIUM

TEKNIK
PEMBAKARAN

Modul Praktikum : FLASH AND FIRE POINT


Kelompok : 7
1. Shinta Hilmy Izzati NRP 2313 030 016
2. Danissa Hanum A NRP 2313 030 033
3. Zandhika Alfi P NRP 2313 030 035
4. Aprise Mujiartono NRP 2313 030 051

Tanggal Percobaan : 15 Oktober 2015


Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T
Asisten : Tomi Adam B, A.Md.
PROGRAM STUDI Diii
TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI
INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI
SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2015
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari, flash dan fire point suatu bahan bakar
sangat perlu diketahui. Hal ini dilakukan untuk mencegah kemungkinan
timbulnya kebakaran dari peralatan dipilih minyak dengan titik nyala
yang tinggi. Minyak bumi yang memiliki titik nyala terendah akan
membahayakan, karena minyak tersebut mudah terbakar. Apabila
minyak tersebut memiliki titik nyala terlalu tinggi juga kurang baik,
karena akan susah mengalami kebakaran. Ditinjau dari segi keselamatan,
minyak yang baik mempunyai nilai titik nyala yang tinggi karena tidak
mudah terbakar. Demikian pula pada halnya pada minyak mentah, pada
suhu tertentu ada gas yang terbebaskan di atas pemukaan, apabila disulut
api, maka minyak mentah tersebut akan menyala. Titik nyala secara
prinsip ditentukan untuk minyak bumi sehingga dengan demikian dapat
mengantisipasi bahaya terbakarnya produk-produk minyak bumi.
Semakin kecil specific gravity minyak mentah, maka semakin tinggi °API-
nya, berarti minyak dengan jumlah C1-C3 semakin banyak, dengan
semakin banyak gas, semakin rendah titik nyala dan titik bakarnya, maka
akan semakin mudah terbakar produk petroleum yang akan diproduksi
(Anonim, 2015).
Titik nyala (flash point) adalah temperatur terendah dimana
campuran senyawa dengan udara pada tekanan normal dapat menyala
(terbakar sekejap) setelah ada suatu inisiasi,misalnya dengan adanya
percikan api (Toni, 2013).
Dengan telah dilakukannya praktikum flash dan fire point ini,
praktikan berharap bahwa dengan mengetahui titik nyala dan titik api
suatu bahan bakar akan mempermudah dari segi penggunaan,
penyimpanan. Apakah bahan bakar tersebut mudah terbakar atau
tidaknya.

II-1
I-2

BAB I PENDAHULUAN
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengetahui titik nyala (flash point) dan titik api
(fire point) dari suatu bahan bakar dengan tepat dan akurat?
2. Bagaimana mempelajari dan mengetahui metode pengukuran titik
nyala pada sampel bahan bakar berdasarkan ASTM D92-05a?

I.3 Tujuan Percobaan


1. Untuk mengetahui titik nyala (flash point) dan titik api (fire point)
dari suatu bahan bakar dengan tepat dan akurat.
2. Untuk mempelajari dan mengetahui metode pengukuran titik nyala
pada sampel bahan bakar berdasarkan ASTM D92-05a.

I.4 Manfaat Percobaan


Mempelajari dan mengetahui titik nyala (flash point) dan titik api
(fire point) dari suatu bahan bakar dengan menggunakan metode
standar ASTM D92-05a.

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DII TEKNIK KIMIA
Fakultas Teknologi Industri-ITS
SURABAYA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori


II.1.1 Bahan Bakar
Bahan bakar adalah bahan yang apabila terbakar yaitu berkontak
dan bereaksi dengan oksigen atau udara akan timbul panas. Jadi bahan
yang digunakan (digolongkan) sebagai bahan bakar harus mengandung
unsur-unsur atau senyawa yang dapat terbakar yairu : karbon,hidrogen
atau hidrokarbon. Walaupun belerang misalnya kalau terbakar juga akan
mengeluarkan panas,tetapi belerang tidak dipandang sebagai bahan bakar
(Sri Murwati, 2010).
Bahan bakar adalah bahan yang apabila dibakar dapat meneruskan
proses pembakaran tersebut dengan sendirinya, disertai dengan
pengeluaran panas.
Bahan bakar dapat dibedakan menjadi :
1. Bahan bakar fosil, seperti : batubara, minyak bumi, dan gas
bumi
2. Bahan bakar nuklir, seperti : uranium dan plutonium. Pada
bahan nuklirm panas
3. Bahan bakar lain, seperti : sisa tumbuh-tumbuhan
(biomass),minyak nabati(straight,vegetable oil), minyak hewani,
biofuel/biodiesel(Fauzian, 2012).
Setiap bahan bakar memiliki karakteristik dan nilai pembakaran
yang berbeda-beda. Karakteristik inilah yang menentukan sifat-sifat
dalam proses pembakaran, dimana sifat yang kurang menguntungkan
dapat disempurnakan dengan jalan menambah bahan-bahan kimia ke
dalam bahan bakar tersebut, dengan harapan akan mempengaruhi daya
anti knocking atau daya letup dari bahan bakar dan dalam hal ini
menunjuk apa yang dinamakan dengan bilangan oktan (octane number).
Proses pembakaran bahan bakar dalam sepeda motor bensin tau mesin
diesel sangat dipengaruhi oleh bilangan setana (cetana number).
Adapun tujuan dari pembakaran bahan bakar adalah untuk
memperoleh energi yang disebut dengan energi panas (heat energy). Hasil

II-1
II-2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


pembakaran bahan bakar yang berupa energi panas dapat di bentuk
menjadi energi lain, misalnya : energi untuk penerangan, energi mekanis
dan sebagainya. Dengan demikian setiap hasil pembakaran bahan bakar
akan didapatkan suatu bentuk energi yang lain yang dapat di sesuaikan
dengan demikian dengan kebutuhan. Sisa-sisa hasil pembakaran dalam
bahan bakar yang harus diperhatikan. Oleh karena itu sisa dari hasil
pembakaran yang kurang sempurna akan dapat berpengaruh negatif
terhadap lingkungan. Sisa pembakaran ini akan mengandung gas-gas
beracun, terutama di timbulkan oleh pembakaran pada motor bensin.
Sedangkan hasil pembakaran yang di timbulkan oleh motor diesel akan
dapat menimbulkan gas asap yang berwarna gelap yang akan mengotori
lingkungan. Namun pada motor diesel ini tidak berbahaya bagi
lingkungan, jika di banding dengan gas sisa hasil pembakaran pada motor
bensin (Hermawan, 2012).
Bahan bakar adalah suatu materi apapun yang bisa diubah menjadi
energi. Biasanya bahan bakar mengandung energi panas yang dapat
dilepaskan dan dimanipulasi. Kebanyakan bahan bakar digunakan
manusia melalui proses pembakaran (reaksi redoks) dimana bahan bakar
tersebut akan melepaskan panas setelah direaksikan dengan oksigen di
udara. Proses lain untuk melepaskan energi dari bahan bakar adalah
melalui reaksi eksotermal dan reaksi nuklir (seperti Fisi nuklir atau Fusi
nuklir). Hidrokarbon (termasuk di dalamnya bensin dan solar) sejauh ini
merupakan jenis bahan bakar yang paling sering digunakan manusia.
Bahan bakar lainnya yang bisa dipakai adalah logam radioaktif
(Abidin, 2012).

II.1.2 Spesifikasi Bahan Bakar


Berdasarkan makna kata isi yang telah tercantumkan dan
terkandung pada Surat Keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas
Bumi tahun 2008, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Republik Indonesia. Standar dan mutu (spesifikasi) bahan bakar minyak
jenis minyak bakar yang dipasarkan di dalam negeri adalah sebagai
berikut:

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DII TEKNIK KIMIA
Fakultas Teknologi Industri – ITS
SURABAYA
II-3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tabel II.1 Spesifikasi Bahan Bakar Minyak


A. Spesifikasi I
Batasan Metode
No. Karakteristik Satuan IFO-1 IFO 2 Uji
Min Maks Min Maks ASTM
1. Nilai Kalor MJ/kg 41.87 41.87 D 240
Densitas pada
2. Kg/m3 - 991 - 991 D 1298
150C
Viskositas
3. kinematik pada mm2/dt - 180 - 380 D 445
500C
Kandungan D 1552/
4. %m/m - 3.5 4.0
sulfur 2662
0
5. Titik Tuang C - 30 - 40 D 97
0
6. Titik Nyala C 60 - 60 - D 93
7. Residu Karbon %m/m - 16 20 D 189
Kandungan
8. %m/m - 0.10 - 0.15 D 482
Abu
9. Sedimen total %m/m - 0.10 - 0.10 D 473
Kandungan
10. %v/v - 0.75 - 1.0 D 95
Air
11. Vanadium mg/kg - 200 - - AAS
Aluminium + D 5184 /
12. mg/kg - 80 - -
silicon AAS

B. Spesifikasi II
Batasan Metode
No. Karakteristik Satuan IFO-1 IFO 2 Uji
Min Maks Min Maks ASTM
Densitas pada
1. Kg/m3 - 991 - 991 D 1298
150C
Viskositas
2. mm2/dt - 180 - 380 D 445
kinematik pada

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DII TEKNIK KIMIA
FTI – ITS
SURABAYA
II-4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


500C
Kandungan D 1552/
3. %m/m - 3.5 4.0
sulfur 2662
0
4. Titik Tuang C - 30 - 40 D 97
0
5. Titik Nyala C 60 - 60 - D 93
6. Residu Karbon %m/m - 16 20 D 189
Kandungan
7. %m/m - 0.10 - 0.15 D 482
Abu
8. Sedimen total %m/m - 0.10 - 0.10 D 473
9. Kandungan Air %v/v - 0.75 - 1.0 D 95
10. Vanadium mg/kg - 200 - - AAS
Aluminium + D 5184 /
11. mg/kg - 80 - -
silicon AAS

II.1.3 Pengertian Titik Nyala (Flash Point) dan Titik Api (Fire Point)
Titik nyala (flash point) adalah suhu terendah minyak harus
dipanaskan agar menghasilkan uap secukupnya untuk bercampur dengan
udara dan dapat menyala (flammable) bila dilewati api kecil. Satuannya
adalah derajat (°) Celcius atau derajat (°) Fahrenheit. Titik Api (fire point)
adalah suhu terendah minyak yang harus dipanaskan untuk menghasilkan
uap secukupnya agar bercampur dengan udara dan dapat terbakar selama
paling sedikit 5 detik. Satuan titik api adalah derajat (°) Celcius atau
derajat Fahrenheit. Suhu ini juga perlu diperhatikan seperti halnya titik
bakar, walaupun penyalaan minyak yang terjadi belum stabil, paling
sedikit 5 detik, tetapi hal ini sudah membahayakan (Marsudi, 2005).
Titik nyala adalah suatu angka yang menyatakan suhu terendah
dari suatu bahan bakar minyak dimana akan timbul penyalaan api sesaat,
apabila pada permukaan minyak tersebut didekatkan pada nyala api.
Titik nyala diperlukan sehubungan adanya pertimbangan-pertimbangan
mengenai keamanan dari penimbunan minyak dan pengangkutan bahan
bakar minyak terhadap bahaya kebakaran. Titik nyala ini tidak
mempunyai pengaruh yang besar dalam persyaratan pemakaian bahan
bakar minyak untuk mesin diesel atau ketel uap (Hariska, Suciati, & Ramja,
2012).

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DII TEKNIK KIMIA
Fakultas Teknologi Industri – ITS
SURABAYA
II-5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Flash point ditentukan dengan jalan memanaskan sample dengan


pemanasan yang tetap, setelah tercapai suhu tertentu nyala penguji (test
flame) diarahkan pada permukaan sample. Test flame ini terus diarahkan
pada permukaan sample dengan berganti-ganti sehingga mencapai atau
terjadi semacam ledakan karena adanya tekanan dan api yang terdapat
pada test flame akan mati. Inilah yang disebut dengan flash point (Hermeidi,
2015).
Penentuan fire point ini sebagai kelanjutan dari flash point dimana
apabila contoh akan terbakar atau menyala kurang lebih lima detik maka
lihat suhunya sebagai fire point. Penentuan titik nyala dapat dilakukan
pada produk-produk yang volatile seperti gasoline dan solven-solven
ringan karena mempunyai flash point di bawah temperatur normal
(Hermeidi, 2015).
Semula penentuan flash point dan fire point ini dimaksudkan untuk
keamanan dimana orang yang bekerja tanpa khawatir akan terjadinya
kebakaran, tetapi perkembangannya yaitu dapat mengetahui mudah
tidaknya minyak tersebut menguap (Hermeidi, 2015).

II.1.4 Macam-macam Metode untuk Menentukan Flash dan Fire Point


1. Penentuan Flash Point dengan Open Cup Apparatus
Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan flash point Close Clip
dari petroleum produk dan cairan lain yang mempunyai Flash Point
antara 0-120°F. Ada tiga macam yang menguraikan cara
penggunaannya yakni metoda A, untuk sampel yang mempunyai flash
point 0 s/d 65°F. Metode B untuk contoh yang mempunyai flash point
66 s/d 89°F. Metode C untuk sampel yang mempunyai flash point 90 s/d
120°F.

Gambar II.1 Flash and Fire Points by Open Cup Apparatus

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DII TEKNIK KIMIA
FTI – ITS
SURABAYA
II-6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2. Penentuan Flash Point dengan Pensky-Martens Closed Tester ASTM D
93-71
Metode ini menerangkan suatu prosedur untuk memeriksa titik nyala
dengan alat Pensky-Martens (C.C) dari pada contoh minyak bakar,
minyak kental maupun suspensi padat, bila tidak diterangkan dengan
alat lain. Metode ini tidak berlaku untuk minyak pengering, cairan
berlilin sebagai pelarut atau out-back-back asphalt. Cara ini boleh
dipakai untuk menguji campuran minyak pelumas dengan sedikit
bahan yang mudah menguap.

Gambar II.2 Flash and Fire Points by Pensky Martens Closed Cup Tester
3. Penentuan Flash Point dengan Tag Closed Tester
Metode ini dimaksudkan untuk pemeriksaan minyak hasil yang
mempunyai flash point (titik nyala) dibawah 175°F (79°C) kecuali
untuk produk yang sebagai fuel oil, memakai metoda ASTM D-93.

Gambar II. 3 Flash and Fire Points by Tag Closed Tester

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DII TEKNIK KIMIA
Fakultas Teknologi Industri – ITS
SURABAYA
II-7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4. Penentuan Flash Point dengan Cleveland Open Cup


Cara ini menerangkan suatu prosedur pengujian titik nyala dan titik
api dari semua hasil minyak kecuali untuk bahan bakar atau contoh-
contoh minyak yang mempunyai titik nyala terbuka (open cup) di
bawah 175°F (79°C).

Gambar II. 4 Flash and Fire Points by Cleveland Open Cup


(ebenezerski, 2015)

II.1.5 Mekanisme Terjadinya Flash dan Fire Point


Setiap cairan yang mudah terbakar memiliki tekanan uap, yang
merupakan fungsi dari temperatur suatu bahan bakar cair. Dengan
naiknya suhu, maka tekanan uap akan mengalami kenaikan, dengan
meningkatnya tekanan uap, konsentrasi penguapan cairan yang mudah
terbakar di udara meningkat, karena itu suhu yang menentukan
konsentrasi penguapan cairan yang mudah terbakar di udara dalam
kondisi kesetimbangan. Cairan yang mudah terbakar yang berbeda
membutuhkan konsentrasi yang berbeda dari bahan bakar di udara untuk
mempertahankan pembakaran. Titik nyala adalah suhu minimum di mana
ada konsentrasi yang cukup dari penguapan bahan bakar di udara untuk
menyebarkan pembakaran setelah sumber pengapian dinyalakan
(Mahmudah, 2014).

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DII TEKNIK KIMIA
FTI – ITS
SURABAYA
II-8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II.1.6 Manfaat dan Aplikasi dari Flash dan Fire Point
Menurut Mahmudah (2014), manfaat dan penggunaan dari
penetapan Flash dan Fire Point produk-produk dari minyak bumi
menurut metode uji ASTM D 92-05a antara lain adalah sebagai berikut:
1. Flash Point dapat digunakan untuk mengukur kecenderungan sampel
untuk membentuk campuran yang mudah menyala jika ada udara di
bawah kondisi terkontrol. Ini merupakan satu-satunya sifat bahan
bakar yang harus dipertimbangkan dalam memperkirakan timbulnya
bahaya kebakaran pada bahan bakar tersebut.
2. Flash Point diperlukan dalam pelayaran dan peraturan keamanan
bahan bakar yang akan ditransport untuk mendefinisikan bahan-bahan
yang mudah menyala dan juga mudah terbakar, seseorang seharusnya
tetap mengacu pada aturan – aturan khusus yang terkait pada definisi
yang tepat dari penggolongan bahan-bahan tersebut diatas.
3. Flash Point dapat menunjukkan adanya bahan yang mudah menguap
dan mudah terbakar didalam suatu bahan yang relatif tidak mudah
untuk menguap ataupun relatif tidak mudah untuk terbakar.
4. Fire Point dapat juga digunakan untuk mengukur karakteristik dari
sample untuk mendukung proses pembakaran.
Dalam dunia indusri, terutama industri perminyakan penting sekali
untuk mengetahui flash dan fire point dari suatu bahan bakar. Hal ini
berkaitan dari segi penggunaan atau pengolahan dan penyimpanan.
Minyak bumi yang mempunyai flash point terendah akan membahayakan,
karena minyak tersebut mudah terbakar. Apabila minyak tersebut
mempunyai titik nyala tinggi juga kurang baik, karena akan susah
mengalami pembakaran. Tetapi kalau ditinjau dari segi keselamatan maka
minyak yang baik mempunyai flash point yang tinggi karena tidak mudah
terbakar (Hermeidi, 2015).

II.2 Karakteristik Bahan Bakar


a. Solar
Solar adalah hasil dari pemanasan minyak bumi antara 250-340°C,
dan merupakan bahan bakar mesin diesel. Solar tidak dapat menguap
pada suhu tersebut dan bagian minyak bumi lainnya akan terbawa ke

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DII TEKNIK KIMIA
Fakultas Teknologi Industri – ITS
SURABAYA
II-9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

atas untuk diolah kembali. Umumnya, solar mengandung belerang


dengan kadar yang cukup tinggi. Kualitas minyak solar dinyatakan
dengan bilangan setana. Angka setana adalah tolak ukur kemudahan
menyala atau terbakarnya suatu bahan bakar di dalam mesin diesel.
Saat ini, Pertamina telah memproduksi bahan bakar solar ramah
lingkungan dengan merek dagang Pertamina DEX (Diesel
Environment Extra). Angka setana DEX dirancang memiliki angka
setana minimal 53 sementara produk solar yang ada di pasaran adalah
48. Bahan bakar ramah lingkungan tersebut memiliki kandungan sulfur
maksimum 300 ppm atau jauh lebih rendah dibandingkan solar di
pasaran yang kandungan sulfur maksimumnya mencapai 5000 ppm
(Hariyanto, 2013).
Sifat Atau Karakteristik Dari Bahan Bakar Diesel Atau Solar
1. Tidak berwarna atau sedikit kekuningan dan berbau
2. Encer dan tidak menguap di bawah temperature normal
3. Mempunyai titik nyala tinggi (40-100°C)
4. Terbakar spontan pada 350°, sedikit dibawah temperature bensin
5. Mempunyai berat jenis 0,82-0,86
6. Menimbulkan panas yang besar (sekitar 10500 kcal/kg)
7. Memiliki rantai hidrokarbon C14 s/d C18
Syarat-syarat Kualitas Solar yang diperlukan sebagai berikut :
1. Mudah terbakar
2. Solar harus dapat memungkinkan engine bekerja lembut dengan
sedikit knocking.
3. Tetap encer pada suhu dingin (tidak mudah membeku)
Solar harus tetap cair pada temperatur rendah sehingga engine akan
mudah dihidupkan dan berputar lembut.
4. DayaPelumasan
Solar juga berfungsi sebagai pelumas untuk pompa injeksi dan nosel
Oleh karena itu harus mempunyai sifat daya pelumas yang baik.
5. KekentalanSolar
solar harus mempunyai kekentalan yang memadai sehingga dapat
disemprotkan oleh injektor.
6. Kandungan Sulfur
LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN
PROGRAM STUDI DII TEKNIK KIMIA
FTI – ITS
SURABAYA
II-10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Sulfur merusak pemakaian komponen engine, dan kandungan sulfur
solar harus sekecil mungkin.
7. Stabil
Tidak berubah dalam kualitas, tidak mudah larut selama disimpan.
(Hariyanto, 2013)
Tabel II.2. MSDS Solar
NO KARAKTERISTI BATASAN METODE
SATUAN
. K MIN MAKS ASTM IP
Bilangan Cetana
Angka Setana
1. - 48 - D 613-95
atau
- 45 - D 4737-96a
Indeks Setana
Berat Jenis pada D1298/D4052-
2. Kg/m3 815 870
150C 96
Viskositas (pada
3. ‘mm2/sec 2.0 5.0 D445-97
suhu 400C)
Kandungan
4. %m/m - 0.35 D 2622-98
Sulfur
Destilasi 0
5. C - 370
Temp. 95
0
6. Titik Nyala C 60 - D 93-99c
0
7. Titik Tuang C - 18 D 97
8. Residu Karbon %m/m - 0.1 D 4530-93
9. Kandungan Air mg/kg - 500 D 1744-92
10. Biological Growth - Nihil
Kandungan
11. %v/v - 10
FAME
Kandungan
Tak
12. Methanol dan %v/v D 4815
Terdeteksi
Etanol
Korosi Lempeng Kelas
13. menit - D 130-94
Tembaga 1
14. Kandungan Abu %v/v - 0.01 D 482-95
15. Kandungan %m/m - 0.01 D 473

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DII TEKNIK KIMIA
Fakultas Teknologi Industri – ITS
SURABAYA
II-11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sedimen
Bilangan Asam mg
16. - 0 D 664
Kuat KOH/g
Bilangan Asam mg
17. - 0.5 D 664
Total KOH/g
18. Partikulat Mg/l - - D 2276-99
Penampi;an
19. Jernih & Terang
Visual
No.
20. Warna 3.0 D 1500
ASTM

b. Kerosin
Minyak tanah atau kerosin merupakan cairan hidrokarbon yang tak
berwarna dan mudah terbakar dan memiliki titik didih antara 200 °C
dan 300 °C. Minyak tanah atau disebut juga parafin. Minyak tanah
banyak digunakan untuk lampu minyak dan kompor, sekarang banyak
digunakan sebagai bahan bakar mesin jet (Avtur, Jet-A, Jet-B, JP-4
atau JP-8). Kerosen dikenal sebagai RP-1 digunakan sebagai bahan
bakar roket. Pada proses pembakarannya menggunakan oksigen cair.
Kerosin didestilasi langsung dari minyak mentah dan memerlukan
pengendalian khusus dalam sebuah unit Merox atau hydrotreater
untuk mengurangi kadar belerang dan perkaratan. Kerosene dapat juga
diproduksi oleh hydrockraker, yang digunakan untuk meningkatkan
bagian dari minyak mentah yang cocok untuk bahan bakar minyak.
Minyak bumi biasanya mengandung 5-25% minyak tanah, sedangkan
dalam minyak tanah mengandung senyawa-senyawa seperti parafin,
naften, aromatik, dan senyawa belerang. Jumlah kandungan komponen
senyawa dalam minyak tanah akan mempengaruhi sifat-sifat minyak
tanah. Sifat-sifat yang harus dimiliki minyak tanah adalah : titik
nyala, titik asap, kekentalan, kadar belerang, sifat pembakaran serta
bau dan warna yang khas (Lusty, 2011).

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DII TEKNIK KIMIA
FTI – ITS
SURABAYA
II-12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Proses Pengolahan Minyak Tanah:
a. Pencucian dengan asam sulfat
Pada pengolahan minyak tanah dilakukan pencucian dengan asam
sulfat, untuk mengetahui kadar belerang dan kandungan senyawa yang
membentuk kerak pada sumbu serta warna. Proses ini dilakukan
dengan cara penambahan asam sulfat sampai 5 kali, setelah dipisahkan
kemudian dicuci dengan soda dan air.
b. Proses Adeleanu
Proses ini pada dasarnya hanya ekstraksi senyawa aromatik
menggunakan belerang dioksida.
Pemakaian terpenting dan sifat fisik kerosin yakni sebagai minyak
lampu. Kerosin sebagai minyak lampu dihasilkan dengan jalan
penyulingan langsung, sifat-sifatnya yang harus diperhatikan bila
kerosin digunakan sebagai minyak lampu adalah:
a. Warna
Kerosin dibagi dalam berbagai kelas warna yakni water spirit (tidak
berwarna), primer spirit dan standar spirit. Di India, pemakai di
pedalaman tidak mampu membeli kerosin putih karena mengira ini
adalah air dan mengira hanya yang berwarna kuning atau sawo
matang saja yang dapat membakar dengan baik.
b. Sifat Bakar
Nyala kerosin tergantung pada susunan kimia dari minyak tanah
seperti kandungan hidrokarbon, alkane-alkana memiliki titik nyala
api yang paling baik serta sifat bakar naphten terletak antara
aromatic dan alkana.
Tabel II.3 MSDS Kerosene
BATASAN METODE
NO KARAKTERISTIK SATUAN
MIN MAKS ASTM IP
0 3
1. Densitas pada 15 C kg/m - 835 D 1298 -
2. Titik Asap Mm 15 - D 1322 -
Nilai Jelaga (Char
3. mg/kg 38,0 310 IP 10
Value)
Distilasi: - - D 86 -
4.
Perolehan pada % vol 18 - - -

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DII TEKNIK KIMIA
Fakultas Teknologi Industri – ITS
SURABAYA
II-13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2000C
0
Titik Akhir C - 310 - -
0
IP
5. Titik Nyala Abel C 38.0 - -
170
Kandungan
6. % massa - 0.20 D 1266 -
Belerang
Korosi Bilah
7. Tembaga - - No.1 D 130 -
(3jam/500C)
Dapat
8. Bau dan Warna
Dipasarkan

II.3 Metode dan Peralatan Pengujian Flash dan Fire Point Berdasarkan
ASTM D-92
Alat yang dipakai untuk pemerikasaan titik nyala & titik api adalah
Open Cup & Pensky-Marten untuk minyak-minyak berat dan Tag Tester
untuk minyak-minyak ringan. Titik nyala dapat diukur dengan metoda
wadah terbuka (Open Cup atau OC) atau wadah tertutup (Closed Cup atau
CC). Nilai yang diukur pada wadah terbuka biasanya lebih tinggi dari
yang diukur dengan metoda wadah tertutup. Minyak berat yang akan
diperiksa dipanaskan pada kecepatan 10oF per menit, untuk minyak
ringan pada 1,8oF per menit. Metode standar untuk pengukuran titik
nyala adalah ASTM D-92.
Metode Pengujian Flash Point dan Fire Point berdasarkan ASTM
D92-05a adalah sebagai berikut:
1. Isi tempat sampel (cup) sampai tanda batas pengisian. Suhu sampel
dan tempatnya tidak boleh melebihi 56°C (100°F) di bawah titik
nyala yang diharapkan.
2. Apabila sampel yang akan diuji dalam bentuk padat, maka perlu
dicairkan sehingga perlu dipanaskan terlebih dahulu pada suhu
yang tidak boleh melebihi 56°C (100°F).
3. Pastikan panas awalnya akan naik 5-6°C (9-30°F)/menit. Apabila
suhu sampel sekitar 56°C (100°F) panasnya perlu diturunkan
sampai suhu 28°C (50°F) dengan kecepatan 5-6°C (9-11°F)/menit.
LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN
PROGRAM STUDI DII TEKNIK KIMIA
FTI – ITS
SURABAYA
II-14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


4. Pada suhu 28°C (50°F) terakhir terjadi kenaikan suhu dari suhu
sebelumnya, pada kondisi ini perlu dijaga dari terganggunya
pengujian oleh uap ataupun busa.
5. Catat pengamatan sebagai titik nyala, ketika asap muncul dan
menyebar di seluruh permukaan sampel.
6. Untuk menentukan titik api, lanjutkan pemanasan yang dilakukan
pada sampel setelah diketahui titik nyalanya, sehingga terjadi
peningkatan suhu 5-6°C (9-11°F)/menit. Melanjutkan pemanasan
hingga terjadi nyala api selama minimal 5 detik.
7. Catat suhu titik api yang terdeteksi pada saat sampel menyala.
8. Ketika peralatan selesai digunakan, untuk keamanan peralatan
usahakan suhunya kurang dari 60°C (140°F), kemudian bersihkan
tempat sampel (cup) sesuai dengan prosedur.
Ketepatan metode tes ini menurut Mahmudah, 2014 ditentukan oleh
hasil pemeriksaan statistik uji antar laboratorium adalah sebagai
berikut:
a. Repeatability
Perbedaan antara hasil yang berturut-turut. Hasil yang
diperoleh dari operator yang sama, aparat yang sama, dan di bawah
kondisi operasi konstan pada bahan uji identik, akan dalam jangka
panjang, dalam operasi normal dan benar dari metode pengujian,
melebihi nilai berikut dalam satu kasus di 20 kali pengujian.
- Flash point 8°C (15°F)
- Fire point 8°C (15°F)
b. Reproducibility
Perbedaan antara dua dan hasil independen, yang diperoleh
dari operator yang berbeda, bekerja di laboratorium yang berbeda,
pada bahan yang identik, akan dilakukan dalam jangka panjang,
dalam operasi normal dan benar dari tes metode, melebihi nilai
berikut hanya dalam satu kasus di 20 kali pengujian.
- Flash point 18°C (32°F)
- Fire point 14°C (25°F)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DII TEKNIK KIMIA
Fakultas Teknologi Industri – ITS
SURABAYA
II-15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.4 Aplikasi Jurnal


Pembuatan Bahan Bakar Minyak Solar 480C Bertitik Nyala
Minimum 550C dan 520C melalui Cutting Distillation
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”
29 April 2011

Pada saat ini batasan titik nyala yang ditentukan untuk minyak Solar 48
di Indonesia adalah minimum 60°C, yang lebih tinggi dibandingkan dengan
negara-negara lain. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk membuat
minyak Solar 48 dengan titik nyala minimum 55oC dan 52oC dengan
menggunakan metode cutting distillation. Proses cutting distillation dilakukan
terhadap campuran 50:50 minyak tanah dan minyak solar pada temperatur
penguapan distilat berkisar antara 10% sampai 40% dari volume distilat. Sisa
campuran bahan bakar yang diperoleh dari pemotongan distilasi yang
mempunyai angka setana paling mendekati 48 digunakan sebagai komponen
dasar untuk pembuatan minyak Solar 48 bertitik nyala 55oC dan 52oC.
Kemudian fraksi nafta digunakan untuk membuat penyesuaian titik nyala.
Berdasarkan hasil uji sifat-sifat fisika/kimia minyak solar 48 bertitik nyala 55oC
dan 52oC yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah sesuai dengan spesifikasi
minyak Solar 48 yang berlaku di Indonesia sebagaimana diatur dalam Surat
Keputusan Dirjen Migas No. 3675 K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006.
Pada saat ini batasan spesifikasi titik nyala minyak Solar 48 di Indonesia
adalah minimum 60°C. Angka ini cukup tinggi dibandingkan dengan titik nyala
minyak solar di negara lain. Bahkan Thailand dan Filipina punya spesifikasi
titik nyala lebih rendah lagi yaitu 52°C. Yang dimaksud dengan minyak Solar 48
adalah bahan bakar untuk mesin diesel putaran tinggi dengan spesifikasi titik
nyala (flash point) minimum 60oC, angka setana minimum 48, dan sifat
fisika/kimia lainnya memenuhi spesifikasi yang ditetapkan
Pemerintah melalui Surat Keputusan Dirjen Migas No. 3675 K/24/DJM/2006
tanggal 17 Maret 2006. Menurunkan titik nyala minimum minyak solar 48 dari
60oC menjadi 55oC atau 52oC, dapat meningkatkan jumlah produksi minyak
solar dalam negeri, maksudnya bertambah rendah titik nyala minimum minyak
solar memberi peluang terhadap bertambahnya kandungan fraksi ringan dalam
minyak solar dan ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan ekses minyak

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DII TEKNIK KIMIA
FTI – ITS
SURABAYA
II-16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


tanah di kilang-kilang Pertamina. Titik nyala tidak berhubungan langsung
dengan kinerja mesin, tetapi merupakan karakteristik penting
dari bahan bakar minyak solar yang diperlukan untuk keamanan selama
penanganan dan penyimpanan (safety handling and storage).
Titik nyala adalah temperatur terendah di mana uap dari bahan bakar
mulai terbakar. Perubahan titik nyala minyak solar selama penanganan dan
penyimpanan merupakan indikasi terjadinya perubahan mutu melalui proses
kontaminasi. Tujuan penelitian ini adalah membuat bahan bakar minyak Solar
48 bertitik nyala minimum 55oC dan 52oC melalui metode cutting distillation
dari campuran minyak tanah dan minyak solar dengan perbandingan 50:50 di
mana minyak solar yang
dihasilkan tersebut mempunyai sifat-sifat fisika/kimianya masih memenuhi
spesifikasi minyak solar 48 yang ditetapkan Pemerintah dan melihat
pengaruhnya terhadap perobahan karakteristik fisika/kimia lainnya.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian pembuatan bahan bakar
minyak Solar 48 bertitik nyala 55oC dan 52oC adalah metode pemotongan fraksi
distilasi (cutting distillation) dari campuran minyak tanah dan minyak solar
dengan perbandingan 50:50. Pemotongan dilakukan berdasarkan temperatur
distilasi pada 10%, 20%, 30% dan 40% volume penguapan. Residu/sisa distilasi
ditampung dan di beri kode SM-B-10, SM-B-20, SM-B-30 dan SM-B-40 masing-
masing sesuai dengan persentasi volume penguapan. Selanjutnya dilakukan
pengujian titik nyala dan angka setana. Kemudian bahan bakar minyak solar
yang mempunyai angka setana paling mendekati spesifikasi minyak solar
diambil dan digunakan sebagai komponen minyak solar dasar pembuatan
minyak solar bertitik nyala 55oC dan 52oC. Selanjutnya dilakukan blending
fraksi nafta dengan persentasi penambahan bervariasi sehingga didapatkan
percontoh minyak solar bertitik nyala 55oC dan 52oC yang diberi kode MS-55
dan MS-52. Kemudian dilakukan analisis karakteristik fisika/kimianya dengan
menggunakan metode ASTM sesuai dengan spesifikasi minyak solar yang
ditetapkan Pemerintah.
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari pembuatan minyak solar bertitik
nyala 55°C dan 52°C melalui cutting distillation dapat disimpulkam sebagai
berikut:
1. Minyak Solar bertitik nyala 55°C (MS-55) didapatkan melalui cutting
distillation pada temperatur diperolehnya 40% volume penguapan dengan
penambahan 4,0% komponen nafta.

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DII TEKNIK KIMIA
Fakultas Teknologi Industri – ITS
SURABAYA
II-17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. Minyak Solar bertitik nyala 52°C (MS-52) didapatkan melalui cutting


distillation pada temperatur diperolehnya 40% volume penguapan dengan
penambahan 4,6% komponen nafta.
3. Karakteristik fisika/kimia minyak Solar 48 bertitik nyala 55°C dan 52°C yang
dihasilkan, secara keseluruhan dapat memenuhi spesifikasi Minyak Solar 48
yang ditetapkan Pemerintah sesuai SK Dirjen Migas No. 3675 K/24/DJM/2006
tanggal 17 Maret 2006.
4. Semakin rendah titik nyala minyak solar memberikan indikasi terjadinya
penurunan kemampuan pelumasan minyak solar tersebut.

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DII TEKNIK KIMIA
FTI – ITS
SURABAYA
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Variabel Percobaan


1. Sampel: a. Solar 78 %
b. Kerosin 22 %
2. Reproducibility: 2 kali
3. Repeatability: 3 kali
4. to = 36oC (Operator 1)
to = 34oC ; 36oC ; 38°C (Operator 2)
to = 38oC ; 34oC ; 36°C (Operator 3)

III.2 Bahan yang Digunakan


1. Solar
Tempat : Pom Bensin Pandugo
Tanggal : 15 Oktober 2015
Waktu : 14.37 WIB
2. Kerosin
Tempat : Toko Kelontong Keputih
Tanggal : 15 Oktober 2015
Waktu : 15.55 WIB

III.3 Alat yang digunakan


1. Termometer
2. Cawan
3. Kaki tiga
4. Statif
5. Kasa
6. Bunsen
7. Penyulut api
8. Pipet tetes
9. Gelas ukur
10. Stopwatch

III-1
III-2

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN


III.4. Prosedur Percobaan
III.4.1. Menyiapkan serangkaian peralatan percobaan
1. Memasang termometer pada statif
2. Menempatkan bunsen pada kaki tiga
III.4.2. Menyiapkan sampel
1. Bahan bakar sebanyak 10 ml dengan komposisi solar sebanyak 7,6
ml dan kerosin 2,4 ml.
III.4.3. Tahap Persiapan Pengamatan
1. Menuangkan sampel Bahan bakar sebanyak 10 ml ke dalam cawan
porselen.
2. Meletakkan cawan porselen yang berisi sampel di atas kaki tiga.
III.4.4. Tahap Pengamatan
1. Melihat suhu awal sampel sebagai t0°C.
2. Menyalakan bunsen.
3. Mencatat waktu setiap kenaikan suhu 2°C.
4. Mencatat temperatur ketika timbul asap.
5. Mencatat temperatur ketika sampel menyala pertama kali sebagai
titik nyala (flash point).
6. Mencatat temperatur ketika sampel timbul api dan menyala
sekurang-kurangnya selama 5 detik sebagai titik api (fire point).
7. Memadamkan api pada sampel dengan menutupnya
menggunakan kain basah.
8. Mengulangi prosedur yang sama untuk variabel yang lain.

III.5. Diagram Alir Percobaan


III.5.1. Menyiapkan serangkaian peralatan percobaan
Mulai

Memasang termometer pada statif

Menempatkan bunsen pada kaki


tiga

Selesai
i LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN
PROGRAM STUDI DII TEKNIK KIMIA
Fakultas Teknologi Industri – ITS
SURABAYA
III-3

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN


III.5.2. Menyiapkan sampel

Mulai

Sampel yang digunakan sebanyak 10 ml


dengan komposisi biosolar sebanyak 7,6 ml
dan kerosin 2,4 ml.

Selesai

III.5.3. Tahap Persiapan Pengamatan


Mulai

Menuangkan sampel sebanyak 10 ml ke


dalam cawan

Meletakkan cawan porselen yang berisi


sampel di atas kaki tiga.

Selesai

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DII TEKNIK KIMIA
FTI – ITS
SURABAYA
III-4

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN


III.5.4. Tahap Pengamatan
Mulai

Melihat suhu awal sampel sebagai t0°C

Menyalakan bunsen

Mencatat waktu setiap kenaikan suhu 2°C

Mencatat temperatur ketika timbul asap

Mencatat temperatur ketika sampel


menyala pertama kali sebagai titik nyala
(flash point)

Mencatat temperatur ketika sampel timbul


api dan menyala sekurang-kurangnya
selama 5 detik sebagai titik api (fire point)

Memadamkan api pada sampel dengan


menutupnya menggunakan kain basah

Mengulangi prosedur yang sama untuk


variabel yang lain

Selesai

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DII TEKNIK KIMIA
Fakultas Teknologi Industri – ITS
SURABAYA
III-5

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN


III.6. Gambar Alat Percobaan

5
6
7

Keterangan :
1. Statif
2.Termometer
3.Cawan porselen
4. Kasa
5. Kaki tiga
6. Gelas sampel
7. Bunsen

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DII TEKNIK KIMIA
FTI – ITS
SURABAYA
III-6

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

Halaman ini sengaja dikosongkan

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DII TEKNIK KIMIA
Fakultas Teknologi Industri – ITS
SURABAYA
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Percobaan


IV.1.1 Tabel Hasil Pengamatan Flash and Fire Point Oleh Operator I
Pada Sampel Solar 78% dan Kerosene 22% Pada t0 = 36oC

Temperatur waktu Keterangan Temperatur waktu Keterangan Temperatur Waktu Keterangan

36 0:32 - 36 0:45 - 36 0:34 -

38 0:58 - 38 0:58 - 38 0:45 -

40 1:02 - 40 1:06 - 40 0:57 -

42 1:08 - 42 1:17 - 42 1:10 -

44 1:12 Smoke 44 1:22 - 44 1:22 -

46 1:15 Smoke 46 1:36 Smoke 46 1:27 -

48 1:18 Smoke 48 1:42 Smoke 48 1:35 -

50 1:26 Smoke 50 1:46 Smoke 50 1:45 Smoke

52 1:28 Flash 52 1:58 Smoke 52 1:56 Smoke

54 1:29 Flash 54 2:02 Flash 54 2:12 Smoke

56 1:31 Flash 56 2:15 Flash 56 2:19 Smoke

58 1:34 Flash 58 2:20 Flash 58 2;33 Smoke

60 1:36 Flash 60 2:22 Flash 60 2:35 Smoke

62 1:38 Flash 62 2:25 Flash 62 2:36 Flash

64 1:42 Fire 64 2:32 Fire 64 2:38 Flash

66 1:44 Fire 66 2:34 Fire 66 2:41 Fire

68 1:45 Fire 68 2:35 Fire 68 2:43 Fire

70 1:46 Fire 70 2:36 Fire 70 2:45 Fire

II-1
IV-2
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1.2 Tabel Hasil Pengamatan Flash and Fire Point Oleh Operator II
Pada Sampel Solar 78% dan Kerosene 22% Pada t1 = 34oC, 36oC dan 38oC

Temperatur Waktu Keterangan Temperatur Waktu Keterangan Temperatur Waktu Keterangan

34 0:34 - 36 0:48 - 38 0:47 -

36 0:43 - 38 0:56 - 40 0:52 -

38 0:46 - 40 1:03 - 42 1:00 -

40 0:55 - 42 1:09 - 44 1:08 -

42 1:00 - 44 1:16 - 46 1:18 -

44 1:09 - 46 1:26 - 48 1:26 -

46 1:17 Smoke 48 1:34 - 50 1:33 -

48 1:26 Smoke 50 1:40 - 52 1:38 -

50 1:30 Smoke 52 1:53 - 54 1:45 -

52 1:44 Smoke 54 1:59 - 56 1:51 Smoke

54 1:52 Flash 56 2:09 Smoke 58 1:57 Smoke

56 1:57 Flash 58 2:13 Smoke 60 2:02 Smoke

58 2:05 Flash 60 2:20 Smoke 62 2:07 Smoke

60 2:10 Flash 62 2:27 Smoke 64 2:20 Smoke

62 2:17 Flash 64 2:31 Smoke 66 2:13 Smoke

64 2:19 Flash 66 2:34 Flash 68 2:16 Smoke

66 2:21 Fire 68 2:35 Flash 70 2:20 Flash

68 2:22 Fire 70 2:36 Flash 72 2:25 Flash

70 2:23 Fire 72 2:38 Flash 74 2:32 Flash

72 2:24 Fire 74 2:40 Fire 76 2:34 Fire

74 2:25 Fire 76 2:41 Fire 78 2:36 Fire

76 2:26 Fire 78 2:42 Fire 80 2:37 Fire

LABORATURIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
SURABAYA
IV-3

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN


78 2:27 Fire 80 2:43 Fire 82 2:38 Fire
PUSTAKA
80 2:28 Fire 82 2:44 Fire 84 2:39 Fire

IV.1.3 Tabel Hasil Pengamatan Flash and Fire Point Oleh Operator II
Pada Sampel Solar 78% dan Kerosene 22% Pada t1 = 38oC, 34oC dan 36oC

Temperatur Waktu Keterangan Temperatur Waktu Keterangan Temperatur keterangan Waktu

38 0:55 - 34 0:39 - 36 - 0:41

40 1:00 - 36 0:49 - 38 - 0:49

42 1:08 - 38 0:56 - 40 - 0:56

44 1:15 - 40 1:04 - 42 - 0:59

46 1:25 - 42 1:09 - 44 - 1:11

48 1:27 - 44 1:17 - 46 - 1:16

50 1:34 - 46 1:23 - 48 - 1:22

52 1:40 - 48 1:30 - 50 - 1:30

54 1:44 - 50 1:33 - 52 - 1:34

56 1:42 - 52 1:38 - 54 - 1:38

58 1:57 - 54 1;42 - 56 - 1:41

60 2:03 - 56 1:46 - 58 - 1:47

62 2:09 - 58 1:48 - 60 - 1:50

64 2:12 Smoke 60 1:50 Smoke 62 - 1:55

66 2:21 Smoke 62 1:52 Smoke 64 Smoke 1:58

68 2:23 Smoke 64 1:55 Smoke 66 Smoke 2:00

70 2:25 Smoke 66 1:57 Flash 68 Smoke 2:02

72 2:27 Smoke 68 2:01 Flash 70 Flash 2:04

74 2:28 Flash 70 2:06 Flash 72 Flash 2:05

LABORATURIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
SURABAYA
IV-4
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
76 2:29 Flash 72 2:10 Flash 74 Flash 2:07

78 2:31 Fire 74 2:17 Fire 76 Fire 2:09

80 2:33 Fire 76 2:20 Fire 78 Fire 2:11

82 2:34 Fire 78 2:21 Fire 80 Fire 2:13

84 2:35 Fire 80 2:22 Fire 82 Fire 2:15

IV.2. Perhitungan Repeatability


Untuk mendapatkan nilai Flash point dan Fire Point dari sampel
Solar 78% : Kerosene 22%, yaitu dengan cara menghitung rata-rata Flash
point dan Fire Point pada Operator I, II dan III sehingga didapatkan nilai
repeatability. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel IV.2.1, Tabel IV.2.2 dan
Tabel IV.2.3 berikut:

Tabel IV.2.1 Nilai rata-rata Flash Point dan Fire Point pada Sampel Solar
79% dan Kerosene 22% oleh Operator I
Solar 78% + Kerosene 22%
Repeatabilit ASTM Keteranga
Parameter Repeat Repeat Repeat y D92-05a n
I II III

Flash Point 52 0C 54 oC 62 oC 4 0C Max.8 0C Sesuai

Fire Point 64 0C 64 0C 66 0C 3 0C Max.8 0C Sesuai

Tabel IV.2.2 Nilai rata-rata Flash Point dan Fire Point pada Sampel Solar 79% dan
Kerosene 22% oleh Operator II
Solar 78% + Kerosene 22%
Repeatabilit ASTM Keteranga
Parameter Repeat Repeat Repeat
y D92-05a n
I II III

Flash Point 54 0C 66 oC 70 oC 6 0C Max.8 0C Sesuai

Fire Point

66 0C 74 0C 76 0C 4 0C Max.8 0C Sesuai

LABORATURIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
SURABAYA
IV-5

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN


Tabel IV.2.3 Nilai rata-rata Flash Point dan Fire Point pada Sampel Solar 79% dan
PUSTAKA
Kerosene 22% oleh Operator III

Solar 78% + Kerosene 22%


Paramete Repeatabili ASTM
Repeat Repeat Repeat Keterangan
r ty D92-05a
I II III

Flash 74 0C 66 oC 70 oC 3 0C Max.8 0C Sesuai


Point
78 0C 74 0C 76 0C 2 0C Max.8 0C Sesuai
Fire Point

IV.3. Pembahasan
Tujuan dari percobaan Flash Point dan Fire Point adalah untuk menentukan titik
nyala (flash point) dan titik api (fire point) dari suatu bahan bakar menggunakan
metode standar ASTM D 92-05a.
Titik nyala (flash point) dan titik api (fire point) merupakan salah satu parameter
penting yang diukur untuk mengetahui spesifikasi suatu bahan bakar. Titik nyala
(flash point) adalah temperatur dimana timbul sejumlah uap yang apabila bercampur
dengan udara membentuk suatu campuran yang mudah menyala. Titik api (fire point)
adalah temperatur dimana bahan bakar cair yang dipanaskan pada keadaan baku
dapat terbakar selama waktu sekurang-kurangnya 5 detik.
(Kennedy, 1990).

Grafik IV.3.1 Hasil Pengamatan Penentuan Flash & Fire point oleh Operator I pada
sampel Solar 78 % : Kerosene 22 % pada t0 = 36°

Dari grafik IV.3.1 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu yang
dibutuhkan selama pengamatan maka semakin tinggi suhu. Pada repeat I
ini flash point pada suhu 52°C dengan waktu yang dibutuhkan yaitu 1,47
LABORATURIUM TEKNIK PEMBAKARAN
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
SURABAYA
IV-6
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
menit dan fire point pada suhu 64°C dengan waktu yang dibutuhkan yaitu
1,7 menit. Pada repeat II flash point pada suhu 54°C dengan waktu yang
dibutuhkan 2,03 menit dan fire point pada suhu 64°C dengan waktu yang
dibutuhkan 2,53 menit. Pada repeat III ini flash point pada suhu 62°C
dengan waktu 2,6 menit dan fire point pada suhu 66°C dengan waktu 2,68
menit.

Grafik IV.3.2 Hasil Pengamatan Penentuan Flash & Fire point oleh Operator I pada
sampel Solar 78 % : Kerosene 22 % pada t0 = 34 0C, t1 = 36 0C dan t2 = 38 0C

Dari grafik IV.3.2 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu yang
dibutuhkan selama pengamatan maka semakin tinggi suhu. Pada repeat I
ini flash point pada suhu 54°C dengan waktu yang dibutuhkan yaitu 1,87
menit dan fire point pada suhu 66°C dengan waktu yang dibutuhkan yaitu
2,35 menit. Pada repeat II flash point pada suhu 66°C dengan waktu yang
dibutuhkan 2,57 menit dan fire point pada suhu 74°C dengan waktu yang
dibutuhkan 2,67 menit. Pada repeat III ini flash point pada suhu 70°C
dengan waktu 2,33 menit dan fire point pada suhu 76°C dengan waktu 2,57
menit.

LABORATURIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
SURABAYA
IV-7

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN


PUSTAKA

Grafik IV.3.3 Hasil Pengamatan Penentuan Flash & Fire point oleh Operator I pada
sampel Solar 78 % : Kerosene 22 % pada t0 = 38°, t1 = 34 0C dan t2 = 36 0C

Dari grafik IV.3.3 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu yang
dibutuhkan selama pengamatan maka semakin tinggi suhu. Pada repeat I
ini flash point pada suhu 74°C dengan waktu yang dibutuhkan yaitu 2,47
menit dan fire point pada suhu 78°C dengan waktu yang dibutuhkan yaitu
2,52 menit. Pada repeat II flash point pada suhu 66°C dengan waktu yang
dibutuhkan 1,95 menit dan fire point pada suhu 74°C dengan waktu yang
dibutuhkan 2,28 menit. Pada repeat III ini flash point pada suhu 70°C
dengan waktu 2,07 menit dan fire point pada suhu 76°C dengan waktu 2,15
menit.

LABORATURIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
SURABAYA
BAB V
KESIMPULAN
V.1 Kesimpulan
Dari Percobaan uji Flash Point dan Fire Point dengan menggunakan
sampel Solar 78% : Kerosin 22%, dapat diambil kesimpulan :
1. Flash point terjadi pada range suhu 54-74 oC sedangkan untuk fire
point terjadi pada range suhu 66-78 oC.
2. Berdasarkan MSDS dan ASTM D92-05a spesifikasi dari sampel
yang digunakan adalah Solar dengan flash point 120°C dan
Kerosin dengan flash point 38°C, sedangkan fire point adalah
ketika suhu naik 5-6°C/menit.
3. Dari hasil pengujian ketelitian repeatability Flash Point Solar
sebesar 0 - 16 0C dan Fire Point sebesar 2 - 18 0C tidak sesuai
dengan standar ASTM D92-05a tidak boleh melebihi 8 0C untuk
flash point dan tidak boleh melebihi 18°C untuk fire point.
V.2 Saran
1. Ketika pengamatan terbentuknya smoke seharusnya lebih teliti
lagi, karena mempengaruhi flash and fire nya,
2. Lebih mempelajari lagi perbedaan penentuan flash point dan fire
point, karena secara teori sudah jelas namun pada saat praktikum
sangat sulit menentukan perbedaan antara titik flash point dan
fire point,
3. Lebih mempelajari lagi mengenai cara penyulutan api, dalam
posisi miring atau lebih cenderung ke posisi tegak,

V-1
V-2

BAB V KESIMPULAN
4. Pada saat praktikum seharusnya persediaan cawan dan
termometer lebih banyak, agar proses praktikum tidak menunggu
pendinginan cawan untuk prosedur selanjutnya,
5. Lebih mempelajari lagi grafik apa saja yang seharusnya dibuat
dalam laoporan, karena masih rancu.

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
Falkultas Teknologi Industri-ITS
SURABAYA
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. (2012, desember 7). Retrieved november 18, 2015, from


file:///D:/data%20iren/semester%205/tugas%20kuliah/Lapres%20Tknk%20Pembakaran/
kelompokku%20VA/literatur%20tekpemku/baru%20yg%20dipake/ALL%20ABOUT%2
0ME%20%20JENIS-JENIS%20BAHAN%20BAKAR.htm

ebenezererski. (2015, maret 13). Retrieved nopember 18, 2015, from


file:///D:/data%20iren/semester%205/tugas%20kuliah/Lapres%20Tknk%20Pembakaran/
kelompokku%20VA/literatur%20tekpemku/baru%20yg%20dipake/metode%20pengujian
%20sifat%20fisika%20minyak%20bumi%202014.htm

Hariyanto, F. (2013, july 31). Retrieved november 18, 2015, from


file:///D:/data%20iren/semester%205/tugas%20kuliah/Lapres%20Tknk%20Pembakaran/
kelompokku%20VA/literatur%20tekpemku/baru%20yg%20dipake/Ferblog%20Gudang
%20ilmu%20%20%20MINYAK%20SOLAR%20%28%20sifat,kegunaan,dan%20jenis%
20-%20jenis%29.htm

Hermawan, A. (2012, juni 17). Retrieved 18 11, 2015, from


file:///D:/data%20iren/semester%205/tugas%20kuliah/Lapres%20Tknk%20Pembakaran/
kelompokku%20VA/literatur%20tekpemku/baru%20yg%20dipake/Afrony%20Cysers%2
0%20Pengertian%20Bahan%20Bakar%20dan%20Pelumas.htm

Lusty. (2011, maret 2). Retrieved november 18, 2015, from


file:///D:/data%20iren/semester%205/tugas%20kuliah/Lapres%20Tknk%20Pembakaran/
kelompokku%20VA/literatur%20tekpemku/baru%20yg%20dipake/Tentang%20Kerosin
%20_%20Lusty%20is%20Writing.htm

mahmudah. (2014, desember 5). Retrieved november 18, 2015, from


file:///D:/data%20iren/semester%205/tugas%20kuliah/Lapres%20Tknk%20Pembakaran/
kelompokku%20VA/literatur%20tekpemku/baru%20yg%20dipake/BAB%20II%20Flash
%20and%20Fire%20Point%20awalin.pdf%20-%20Documents.htm

vii

Anda mungkin juga menyukai