Penilaian Pasien Preoperatif
Penilaian Pasien Preoperatif
Disusun Oleh :
B. Zanuar Ichsan
G0005068
Pembimbing :
dr. Bambang WS, Sp.An
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga referat dengan judul Penilaian
Pasien Preoperatif dapat diselesaikan.
Referat ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kepaniteraan klinik
di instalasi anestesi dan reanimasi di RS Ortopedi Prof Dr Soeharso Surakarta.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Bambang WS, Sp An selaku kepala Instalasi/SMF Anestesi dan Reanimasi RS
Orthopedi Prof Dr Soeharso Surakarta.
2. DR. dr. Syarief, Sp An selaku staf ahli anestesi.
3. dr. Herri Budi S, Sp An selaku staf ahli anestesi.
4. Seluruh staf dan paramedik yang bertugas di bagian anestesi RS Orthopedi Prof Dr
Soeharso Surakarta.
5. Semua pihak yang telah membantu penulisan laporan ini
Saran dan kritikan kami harapkan demi perbaikan referat ini. Akhirnya penyusun
berharap semoga referat ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan semua pihak yang
bersangkutan.
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
pemeriksaan yang benar untuk menilai kesehatan medis dan surgikal pasien, khususnya untuk
menilai derajat berat suatu penyakit sistemik dan resiko morbiditas perioperatif. Untuk kasuskasus elektif, kita harus dapat memanfaatkan kesempatan untuk mengoptimalkan kondisi
medis pasien untuk meminimalisasi morbiditas perioperatif. Pasien sebaiknya diberi
penjelasan yang singkat dan tepat mengenai prosedur dan resikonya, menjawab pertanyaan
mereka, dan diharapkan dapat mengurangi ketakutan dan kecemasan mereka; tujuannya
adalah untuk menyampaikan informasi yang benar dengan cara yang menenangkan. Jika
perlu dapat diresepkan medikasi preoperatif.
SKEMA YANG DISARANKAN UNTUK PENILAIAN PREOPERATIF
Penting untuk memiliki skema penilaian preoperatif supaya seluruh aspek yang
penting tidak terlewatkan.
Tabel 6.1 Point-point untuk penilaian pre-anestetik
Riwayat :
Penyakit yang menyertai
Pengobatan
Toleransi aktivitas
Masalah dengan tindakan anestesi sebelumnya, riwayat penyakit keluarga
Alergi
Pemeriksaan :
Berat badan
Tekanan darah
Kesehatan gigi
Penilaian untuk kesulitan jalan napas termasuk klasifikasi Mallampati
RIWAYAT
Riwayat dan peninjauan catatan medis pasien bertujuan untuk mendapatkan informasi
mengenai topik-topik berikut ini :
1. Kondisi Surgikal
Informasi mengenai kondisi surgikal dan operasi yang telah diajukan
merupakan hal yang penting untuk dapat memperkirakan luas dan durasi
pembedahan, hilangnya cairan dan darah yang diharapkan, tipe incisi serta kebutuhan
analgesia intraoperatif dan postoperatif. Jika operasinya emergensi atau urgent, perut
pasien mungkin dalam keadaan penuh terisi. Penilaian status cairan dan respon
terhadap resusitasi sampai waktu tersebut juga diperlukan.
2. Penyakit yang menyertai
Sebuah pendekatan sistemik sebaiknya disertakan dalam penilaian penyakit
medis yang menyertai. Penting untuk mengevaluasi apakah penyakit tersebut
terkontrol dan apakah terdapat perubahan pada derajat berat penyakit atau terapi dari
penyakit tersebut saat ini. Penting pula untuk menetapkan apakah rujukan ke spesialis
atau investigasi yang lebih jauh diperlukan guna evaluasi selengkapnya. Rujukan ke
spesialis bukan untuk menentukan kesesuaian bagi anestesi, namun untuk menilai
derajat beratnya penyakit dan untuk menetapkan apakah ada hal lain yang dapat
dilakukan untuk mengoptimalkan kondisi pasien.
Penyakit jantung iskemik, asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK),
hipertensi dan diabetes sering dijumpai pada para pasien bedah dan berhubungan
dengan resiko-resiko perioperatif yang signifikan (tabel 6.2). Hubungan faktor-faktor
ini dibahas lebih jauh di bab 7.
3. Toleransi Terhadap Aktivitas
Hal ini dinilai dengan menentukan tingkat aktivitas maksimum pasien dan
dapat digunakan untuk memprediksi hasil akhir keseluruhan. Toleransi ini
dipengaruhi oleh umur, namun merupakan indikasi yang baik untuk menilai cadangan
kardiorespirasi. Penilaian ini sulit dilakukan apabila aktivitas terbatas karena arthritis.
Pasien dengan keterbatasan aktivitas yang sedang (harus berhenti karena tidak mampu
bernapas atau angina setelah berjalan dengan cepat dalam jarak 100 yard atau menaiki
dua tingkat anak tangga) memerlukan penelitian yang lebih lanjut dan penilaian dari
terapi saat ini. Pasien dengan keterbatasan aktivitas yang berat (sesak napas pada
aktivitas minimal seperti berjalan beberapa yard, tidak dapat menaiki satu tingkat
anak tangga tanpa berhenti) akan membutuhkan pengawasan invasif perioperatif dan
perawatan di HDU/ICU postoperasi.
Tabel 6.2 Beberapa kondisi medis dan resiko yang berhubungan
Infeksi saluran napas atas
Bronkospasme saat induksi, intubasi atau ekstubasi
Laryngeal spasme induksi, intubasi atau ekstubasi
Penyebaran infeksi karena pneumonia
Asma
Bronkospasme berat selama induksi, intubasi atau ekstubasi
Plug mukosa
Pneumonia postoperatif
Penyakit jantung iskemi
Iskemia berat dan disfungsi ventrikel
Aritmia
Perioperatif Infark myokard
Komplikasi dapat terjadi pada kasus infark dini (<3 bulan) dan unstable angina
Hipertensi
Tekanan darah labil perioperatif
Aritmia
Iskemia miokard
Stroke
Gagal ventrikel kiri
Diabetes
Hipoglikemia/hiperglikemia
Disfungsi autonom-aritmia, hipotensi
Iskemia/ infark miokard tersembunyi
Refluks gastrooesophageal
Artritis
Kesulitan membuka mulut karena laringoskopi dan intubasi
Kesulitan posisi
Unstable cervical spine
4. Pengobatan
Pengetahuan terhadap dosis yang diperlukan, jadwal dan tipe pengobatan
merupakan hal yang penting. Khususnya obat-obat yang bekerja pada :
Respon terhadap kontrol nyeri dan beberapa efek opioid yang tak
menguntungkan.
Terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan atau reaksi terhadap obat seperti
hipertermia maligna, apnoe karena pemberian suksinilkolin, dan reaksi
anafilaksis.
juga reaksi silang terhadap beberapa jenis buah seperti buah kiwi. Dermatitis kontak
setelah terpapar lateks biasa terjadi dan tidak perlu terlalu dikhawatirkan akan terjadi
reaksi anafilaksis. Banyak produk (kecuali sarung tangan bedah dan sarung tangan
biasa non steril) tidak mengandung lateks.
Tabel 6.3. Alergi dan Implikasinya pada Anestesi
Alergi
Implikasi
Antibiotik
Pemilihan agen
Lateks
Plester perekat
terjadinya
aritmia
dan
konvulsi.
Penggunaan
stimulan
dapat
PEMERIKSAAN FISIK
Semua pasien sebaiknya diperiksa :
1. Kepala, Leher, dan Jalan Napas
Pemeriksaan jalan napas harus dilakukan terhadap semua pasien yang akan
menjalani proses pembiusan. Adanya deformitas yang nyata, derajat pembukaan
mulut, rentang gerak cervical spine, deviasi trakhea, lesi pada rongga mulut atau pada
leher memiliki implikasi penting (tabel 6.4). Ukuran mandibula harus dinilai dengan
mengukur jarak thyro-mental (jarak antara batas bawah mandibula ke thyroid notch
dengan leher dalam posisi ekstensi penuh). Jika jarak ini < 6.5 cm, laringoskopi
mungkin akan lebih sulit dilakukan. Tes lain yang dapat dilakukan untuk
memperkirakan sulit atau mudahnya laringoskopi dan intubasi trakhea adalah
klasifikasi Malampati (tabel 6.5). Penilaiannya dilakukan pada pasien dalam posisi
duduk tegak. Pertama pasien diperintahkan untuk membuka mulutnya selebar
mungkin, lidah dijulurkan keluar dan kemudian berkata aaaaahhh. Struktur-struktur
yang terlihat pada rongga mulut dicatat. Pada Malampati kelas 3 dan 4 intubasi akan
lebih sulit dilakukan. Tetapi tes ini tidak begitu sensitif dan spesifik.
Tabel 6.4. Kondisi yang Berhubungan dengan Kesulitan Airway Management
Hidung
Deviasi Septum
Polip
Mulut
Skar dan kontraktur pada wajah
Makroglosia
Penonjolan gigi seri
Leher
Kontraktur akibat luka bakar
Skar pasca trakheostomi
Leher yang pendek dan gemuk
Goiter / pembengkakan leher lainnya
Selulitis
Restriksi gerakan leher
Arthritis rheumatoid
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium rutin preoperatif sekarang diminimalisasi; pemeriksaan
tersebut sudah seharusnya disesuaikan dengan keadaan masing-masing pasien. The National
Institute for Clinical Excellence telah membuat pedoman dan sebagian besar rumah sakit
memiliki versi pedoman ini sendiri-sendiri. Hal-hal berikut inilah yang harus dijadikan
sebagai pedoman.
1. Hemoglobin
Pasien yang sehat yang akan menjalani pembedahan elektif dengan perkiraan
kehilangan darah < 10% dari total volume darah tidak memerlukan penilaian
hemoglobin.
Penilaian Hemoglobin diperlukan pada
Trauma
Malnutrisi
Penyakit sistemik lainnya dan ASA 3 atau di atasnya
Terapi antikoagulan
Tranfusi darah saat ini menggantikan > 20% volume darah total
Infus koloid atau substansi plasmasaat ini menggantikan > 20% volume darah
total (volume darah berkisar antara 70-80 ml/kg BB)
Hipersplenisme
Gangguan liver
Gagal Ginjal
4. Elektrokardiogram (EKG)
Indikasi
Pria > 40
Wanita > 50
Penyakit kardiovaskuler
Penyakit ginjal
Diabetes
Ketidakseimbangan Elektrolit
Aritmia
Pasien yang diterapi dengan antihipertensi, antiaritmia, dan antiangina.
Perubahan pada EKG terkini ( dalam waktu 3 bulan) harus dianggap signifikan
Penyakit dada
Penyakit keganasan
Pada sebagian besar kondisi tersebut (dalam waktu kurang dari 3 bulan) foto
Analisa Gas Darah (penyakit paru dengan toleransi aktivitas yang terbatas)
ASA (tabel 6. 6). ASA kelas 4 atau lebih dan kebanyakan ASA kelas 3 tidak memenuhi
syarat untuk pembedahan lama (satu hari) dan sering memerlukan monitor ekstra ketat
termasuk setelah operasi. Kelas 1 dan 5 akan dijelaskan tersendiri. Perbedaan antara kelas 2
dan 3 serta kelas 3 dan 4 tidak begitu tegas. Berikut contoh kelas 2, 3 dan 4 :
ASA kelas > 3. Berbagai sistem skoring lain telah digambarkan untuk menilai resiko pasien
dengan penyakit jantung, pernapasan atau sistemik dan hal ini dibahas pada bagian lain
buku ini.
INFORMASI PADA PASIEN DAN PERSETUJUAN
Pasien mungkin takut, cemas atau khawatir terhadap tindakan bedah dan pembiusan
sehingga informasi dan keterangan yang diberikan jangan tentang pembedahannya (seperti
prognosis bedah, luka operasi, bekas luka, cacat, keterbatasan pola hidup). Anestesi
berhubungan dengan kecemasan meliputi kematian, kesadaran, nyeri selama operasi, nyeri
setelah operasi, kehilangan kontrol, mual muntah. Cobalah periksa kecemasan ini dan
tenangkan pasien :
Realistis tentang resikonya tapi dengan cara yang bijak. Pasien mempunyai hak untuk
tahu resiko utama (dengan angka kejadian lebih dari 1 %, pada tabel 6.7) dan resiko
signifikan yang menyebabkan luka permanen
Terangkan apa yang akan dilakukan untuk mengurangi dan menghindari resiko
Gambarkan apa yang seharusnya diharapkan pasien (pemasangan kanul dan monitor)
sebelum induksi anestesi dan saat pemulihan
Diskusikan alternatif cara jika rencana awal tak bekerja (misal GA jika RA gagal)
Semua diskusi ini dilakukan sesederhana mungkin dengan bahasa pasien. Jumlah
informasi yang diberikan tergantung pada keingintahuan pasien dan pengetahuan yang
dimiliki sebelumnya.
Tabel 6. 6 Klasifikasi ASA
Kelas 1
Pasien sehat
Kelas 2
Penyakit sistemik ringan
Kelas 3
Penyakit sistemik berat dengan keterbatasan aktivitas
Kelas 4
Penyakit sistemik berat tak mampu beraktivitas dan mengancam nyawa
Kelas 5
Hampir mati, tak dapat diharapkan hidup dalam 24 jam dengan atau
tanpa operasi
Jika prosedur dilakukan sebagai tindakan emergensi maka tanda e ditambahkan pada
kelas ASA
Anak dan balita puasa boleh makan atau minum susu 6 jam sebelum operasi
Bayi diperbolehkan menyusui ASI atau formula sampai 4 jam sebelum operasi
Alasan puasa sebelum operasi yaitu untuk meminimalkan isi perut dan adanya resiko
yang berhubungan dengan regurgitasi dan aspirasi paru setelah induksi anestesi. Meskipun
puasa cukup, beberapa pasien masih beresiko muntah dan mengalami aspirasi paru, pasien
ini mempunyai kemampuan pengosongan lambung yang lambat atau penurunan tonus
sfingter esofagus yang lemah (tabel 6.8 dan 6.9). Profilaksis antasid sebaiknya diresepkan
dan intubasi trakea harus dilakukan dengan metode yang cepat. Pasien ini tidak cocok untuk
pemasangan laryngeal mask airway. Pasien yang memerlukan pembedahan emergensi
dianggap mempunyai perut yang terisi penuh bahkan meskipun saat ini kelaparan. Pasien
dengan abdomen akut jelas akan mengalami gastric stasis. Namun stasis dapat juga terjadi
akibat cemas, nyeri dan analgesik opioid.
PREMEDIKASI
Hal ini jarang digunakan pada orang dewasa kecuali jika ada indikasi spesifik.
Premedikasi mungkin diperlukan :
Mengurangi nyeri saat bergerak (bila perlu), positioning dan prosedur (kanulasi,
analgesik regional) sebelum induksi anestesi
TABEL 6.8 Faktor yang berhubungan dengan penurunan tonus sfingter esofagus bawah
- Kegemukan
- Kehamilan (setelah trimester pertama)
- Hiatus hernia
- Penyakit reflek gastroesofagal
- Distensi abdomen
- Obat-obatan : atropin, glikopirolat, opioid, anestesi volatil
dan 6.9). Obat-obatan dapat digunakan untuk meminimalisasi sekret gaster dan volume isi
gaster.
Antagonis Histamin (H2) dan inhibitor pompa proton
Ranitidin 150-300 mg per oral atau 50-100 mg iv/im mengurangi keasaman dan
volume isi gaster. Inhibitor pompa proton seperti omeprazole dapat digunakan sebagai
alternatif.
Antasid
Antasid yang non partikulat seperti sodium sitrate 30-60 mg dapat diberikan segera
sebelum induksi anestesi.
Prokinetik
Metoclopramide, suatu antagonis dopamin, dapat digunakan untuk meningkatkan
pengosongan lambung dan meningkatkan tonus sphingter esofagal bawah secara
bersamaan. Ada sedikit bukti bahwa beberapa agen ini secara signifikan menurunkan resiko
regurgitasi.