Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN
Pneumonia hingga saat ini merupakan masalah yang serius di bidang
kesehatan utamanya di bidang kesehatan anak. Menurut WHO, angka insiden dari
community acquired pneumonia di negara berkembang adalah 0,026 episode per anak
per tahun. Pada suatu penelitian multisentrik prospektif yang dilakukan terhadap 154
anak imunokompeten dengan community acquired pneumonia didapatkan adanya
patogen pada 79% anak dengan 60% dari patogen tersebut adalah bakteria dan 45%
disebabkan oleh virus. Bakteri penyebab tersering adalah spesies Streptococcus
pneumoniae yang didapatkan sebesar 73% dari seluruh bakteri penyebab
pneumonia.1,2
Pneumonia adalah suatu keradangan pada saluran nafas bagian bawah yang
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda
asing. Pnemonia ditandai oleh demam, batuk, sesak (peningkatan frekwensi
pernafasan), nafas cuping hidung, retraksi dinding dada dan kadang-kadang sianosis.3
Banyak faktor yang dapat menyebabkan pneumonia diantaraya adalah faktor
host, infeksi maupun penyebab non infeksi. Pada anak-anak penyebab pneumonoia
terbanyak adalah infeksi virus, infeksi bakteri hanya sekitar 10-30% dari semua kasus
pneumonia pada anak.4
Gejala klinis pneumonia meliputi gejala klinis penyakit yang mendasarinya,
dan juga terdapat gejala umum pneumonia sendiri yang meliputi pilek, batuk, demam,
sesak (napas cepat/napas cuping hidung), retraksi dinding dada, sianosis. Dalam
menegakkan diagnosis pneumonia meliputi gejala klinis pneumonia, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologis Sebagian besar
pneumonia pada anak-anak sembuh dengan cepat dan sempurna, pada pemerikksaan
rontgen ditemukan hasil yang normal antara minggu ke 6-8. Sedangkan sebagian
kecil pneumonia pada anak-anak sembuh lebih lama(>1 bulan) dan mungkin
berulang.4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi akut perenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan interstitiil.1 ditandai oleh demam, batuk, sesak (peningkatan frekuensi
pernafasan), nafas cuping hidung, retraksi dinding dada dan kadang-kadang
sianosis.sedangkan bronkopneumonia adalah pneumonia yang disertai radang
yang meluas ke bronkus4
2.2 Epidemiologi Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, dan merupakan penyebab
kematian utama pada balita. Hasil penelitian yang dilakukan Departemen
Kesehatan mendapatkan pneumonia penyebab kejadian dan kematian tertinggi
pada balita. Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara
lain virus dan bakteri. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko untuk
terjadinya dan beratnya pneumonia antara lain adalah defek anatomi bawaan,
defisit imunologi, polusi, GE, aspirasi, dll.5
2.3 Etiologi Pneumonia
Virus adalah penyebab paling banyak pneumonia pada anak-anak akan tetapi 2030% penyebabnya merupakan bakteri. Banyak faktor yang bisa meningkatkan
resiko pneumonia seperti cacat kongenital, kekurangan sistem imun oleh karena
suatu penyakit atau obat, penyakit genetik seperti tracheoesophageal fistula,
fibrosis cistik, sel bulan sabit, reflux gastroesophageal, aspirasi benda asing,
ventilasi mekanik, serta lama diopname di rumah sakit.5
Pathogen penyebab pneumonia bermacam-macam, virus merupakan penyebab
pada

kebanyakan

kasus,

seperti

adenovirus,

respiratory

syncytial,

parainfluenza, serta virus influenza. Pneumonia pada bayi baru lahir biasanya

disebabkan oleh organisme yang berasal dari organ genital wanita sewaktu dia
hamil, termasuk Group A dan B Streptococci, Moraxella catarrhalis merupakan
penyebab yang tidak umum atau jarang, Haemophillus influenza penyebab yang
kasusnya semakin menurun karena telah ditemukan vaksinnya, Mycobacterium
tuberculosis, lung flukes penyebab pneumonia pada anak-anak.5
Mycoplasma pneumoniae, Streptococcus pneumoniae penyebab paling umum
kasus pneumonia pada anak-anak di atas 6 tahun, Chlamydia pneumoniae
menimbulkan infeksi pada anak-anak (5-14 tahun), beberapa kasus pneumonia
disebabkan oleh kontak langsung dengan binatang, seperti : Francisella
tularensis (kelinci), Chlamydia psittaci (burung), Coxiella burnetti (domba),
Salmonella choleraesuis (babi).5
Pneumococcus adalah bakteri diplococcus gram positif yang biasanya sering
ditemukan pada saluran pernafasan atas, infeksi serius biasanya disebabkan oleh
14 serotipe, seperti 14,6,18,19,23,8,9,7,1 dan 3.5
Beberapa bakteri penyebab pneumonia pada anak usia > 1 bulan dengan status
imunkompeten dan imunokompromise disajikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.1 Bakteri Penyebab Pneumonia
Bakteri

Agen serupa bakteri

Imunokompeten
Streptococcus pneumoniae
Haemophillus influenza
Staphylococcus aureus
Group A Streptococci
Bordetella pertusis
Moraxella catarrhalis
Yersinia pestis
Pasteurella multocida
Brucella spp.
Francisella tularensis
Neisseria meningitidis
Salmonella spp.
Mycoplasma pneumoniae
Chlamydia pneumoniae
Chlamydia trachomatis
Chlamydia psittaci

Imunokompromise
Pseudomonas spp.
Enterobacteriaceae
Legionella pneumophilia
Nocardia spp.
Rhodococcus equi
Actinomyces spp.
Anaerobis bacteria
Enterococcus spp.

Coxiella burnetti
Rickettsia ricketsii
Selain kuman yang menyebabkan timbulnya pneumonia, terdapat beberapa
faktor resiko yang dapat menyebabkan seseorang terjangkit pneumonia antara lain
berat badan lahir yang rendah, malnutrisi dan polusi udara seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2.1.
RISK FACTORS FOR PNEUMONIA
OR DEATH FROM ARI

Malnutrition, poor
breast feeding
practices
Lack of immunization

Vitamin A deficiency

Young age

Low birth weight


Increase
risk of
ARI
Cold weather
or chilling

Crowding

High prevalence
of nasopharyngeal
carriage of
pathogenic bacteria

Exposure to air pollution


Tobacco smoke
Environmental air pollution

Gambar 2.1 Faktor Resiko Pneumonia

2.4 Patologi Pneumonia


Infitrasi atau konsolidasi jaringan intersisial dan parenkim paru oleh sel-sel
radang.4
2.5

Patogenesis Pneumonia
Infeksi pada paru-paru terjadi bila salah satu pertahanan tubuh diubah (barier
mekanik, otonom, sistem imun lokal atau sistemik) ketika tubuh diserang oleh
organisme virulen. Agen yang menyebabkan infeksi ini berasal dari inhalasi, atau
melalui pembuluh darah (endapan dalam darah). Tubuh berusaha untuk
membersihkannya dengan sistem respon tubuh.5
Pneumonia oleh karena bakteri pada parenkim paru menimbulkan konsolidasi
bila terjadi pada lobular paru (bronkopneumonia), bisa terjadi pada lobar maupun
interstitial. Diawali tahap Red Hepatization dengan hiperemi oleh karena
pembesaran pembuluh darah, timbul eksudat intraalveolar, deposit fibrin,
infiltrasi neutrofil. Tahap selanjutnya disebut Gray Hepatization didominasi
oleh deposit fibrin, disintegrasi sel inflamasi secara progresif, kemudian terjadi
resolusi (8-10 hari) dimana eksudat yang muncul dibersihkan melalui mekanisme
batuk dan dihancurkan dengan enzim pencernaan. Konsolidasi dari jaringan paru
menurunkan lung compliance dan kapasitas vital paru, menyebabkan hipoksemia
dengan kompensasi meningkatkan aliran darah ke paru sehingga kerja jantung
menjadi meningkat. Apabila meluas ke rongga pleura bisa menimbulkan
empyema. Penebalan fibrous terjadi pada tahap resolusi. 5 Proses ini dapat dilihat
pada gambar 2.2.
Inokulasi pathogen melalui inhalasi / hematogen
Respon imun tubuh untuk Clearing Mechanism
Red Hepatization

Gray Hepatization

Resolusi (fibrosis paru)

Lung Compliance menurun


Blood flow meningkat
Kerja jantung meningkat

Gambar 2.2 Patogenesis Pneumonia


Kerusakan jaringan intersisial parenkim paru sebagai akibat inhalasi droplet dan
adanya fokus infeksi dalam tubuh selain bermanifestasi sebagai pneumonia, juga
dapat muncul sebagai pneumonitis dan bronkiolitis. Proses ini dapat disajikan pada
gambar 2.3.

FOKUS INFEKSI
(DLM TUBUH)

INHALASI DROPLET

ASPIRASI
DLL

SALURAN NAFAS ATAS

SALURAN
BAWAH

ALIRAN
LIMFE

ALIRAN DARAH

JARINGAN INTERSISIAL
PARENKIM PARU

1. PNEMONIA

2. PNEMONITIS
( BRONKOPNEMONI
A)

BRONKIOLITIS

Gambar 2.3 Proses terjadinya pneumonia

2.6

Klasifikasi 6
Pneumonia diklasifikasikan berdasarkan anatomis dan etiologis
Pembagian anatomis meliputi :

Pneumonia lobaris
Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
Pneumonia interstitialis (bronkiolitis)

Sedangkan pembagian secara etiologis meliputi :

Bakteri : Diplococcus pneumonia, pneumococus, Streptococcus aureus,

dll
Virus : respiratory syncitial virus, virus influenza, adeno virus dll
Mycoplasma pneumonia
Aspirasi : makanan, kerosen (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda

asing
Berdasarkan berat ringannya penyakit, pneumonia dibedakan menjadi :
Bukan pneumonia
Pneumonia (Tidak berat)
Batuk atau sesak nafas dan nafas cepat
Nafas cepat :
- usia kurang dari 2 bulan 60 kali / menit
- usia 2 -12 bulan 50 kali / menit
- usia 1 5 tahun 40 kali/menit
- usia 5 -8 tahun 30 kali / menit
Auskultasi: rhonki (+), suara nafas menurun, suara nafas bronkial
Pneumonia Berat
Batuk atau sesak nafas, disertai salah satu di bawah ini:
- retraksi dinding dada
- nafas cuping hidung
- grunting (merintih)
- Auskultasi : rhonki (+), suara nafas menurun, suara nafas bronkial
Pneumonia Sangat Berat
Batuk atau sesak nafas disertai salah satu di bawah ini:
- Sianosis sentral
- Tidak bisa minum
- Muntah
- Kejang, letargi, kesadaran menurun
- Anggukan kepala
- Auskultasi : rhonki (+), suara nafas menurun, suara nafas bronkial

2.7 Manifestasi Klinis


Gejala klinis yang muncul tergantung dari umur pasien, dan pathogen
penyebabnya, sedangkan pada anak-anak bisa tidak muncul gejala.5 Pada
neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis.
Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering
terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.1
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non
produktif /produktif), takipneu, dan dispneu yang ditandai dengan retraksi
dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas,
batuk (non produktif / produktif ), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.
Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya nafas cuping hidung.1
Pada auskultasi, dapat terdengar suara pernapasan menurun. Fine crackles
(ronki basah halus) yang khas pada anak besar, bisa ditemukan pada bayi. Gejala
lain pada anak besar adalah dull (redup) pada perkusi, vokal fremitus menurun,
suara panas menurun, dan terdengar fine crackles (ronki basah halus) di daerah
yang terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada, bila berat gerakan
dada menurun waktu inspirasi anak berbaring ke arah yang sakit dengan kaki
fleksi. Rasa nyeri, dapat menjalar ke leher, bahu, dan perut.1
Pada bronkopneumonia gejala klinisnya adalah sebagai berikut3:
1. Gejala URI :
-

Coryza, malaise, febris ringan, sneezing, 2-3 hari

Gejala infeksi saluran nafas tengah dan bawah:

Batuk, malaise, febris, dapat wheezing, sesak


Febris:
-

Dapat akut, tinggi sampai 39-40 C, meningkat cepat

Fluktuatif

Turun secara lisis

Sering terjadi relaps oleh karena terjadi daerah konsolidasi yang


baru, berlangsung 3-4 minggu

Pada anak yang lemah kadang-kadang : subfebril

Jantung paru :
-

Nadi relatif lebih cepat dari lobar pneumonia

Sesak

Respirasi cepat dan dangkal dapat sampai 100 X permenit

Sering dengan grunting

Pernafasan cuping hidung

Sianosis sekitar mulut dan hidung

Batuk variable, pada awalnya kering, kemudian produktif


Lain-lain:
-

Gelisah dan cemas

Muntah dan diarrhea

Tampak sakit berat, gangguan respirasi lebih nyata dari lobar


pneumonia, sayu, pucat, lidah kering

Fisik :
-

Tergantung luas infiltrat

Sering negatif pada awal, bila menyatu : dullness

Suara respirasi mengeras/ kasar, terutama dekat basal paru-paru

Ronki basah, nyaring, halus sampai sedang pada daerah


konsolidasi

Retraksi ringan pada ICS terutama pada anak dibawah 2 tahun,


karena dinding thorax lemah

Perkusi : variable, normal, hipersonor (karena emphysema


komponsantoir), bila konsolidasi luas : demping yang absolut

Stadium terminal : respirasi dan jantung ireguler cheyne stoke


apneu bradikardia nadi tak teraba gasping eksitus
2.8

Pemeriksaan Penunjang
2.8.1 Penilaian Laboratorium
Pada pasien pneumonia oleh karena bakteri jumlah sel darah putih
meningkat (neutrofil) (>15000/mm3), trombositosis terjadi lebih dari 90 %

anak dengan empyema. Hiponatremia akibat sekunder dari meningkatnya


hormon ADH. Sputum bisa menjadi bahan pemeriksaan pada orang dewasa
dan jarang diproduksi pada anak-anak dibawah 10 tahun, kualitas sputum
yang baik mengandung 25 polimorfonuklear sel per lapangan pandang.
Kultur darah positif hanya 3-11 % pasien pneumonia. Pemeriksaan antigen
bakteri pada serum dan urin mempergunakan latex particle aglutination
atau CIE memiliki sensitivitas dan spesivisivitas yang rendah. Teknik
invasive pada pasien pada pasien dengan efusi pleura bertujuan untuk
memeriksa cairan pleura atau dengan Flexible bronchoscopy (FB) dengan
bronchoalveolar lavage (BAL). Ada cara lain yakni open lung biopsy
dipergunakan bila cara invasif lainnya gagal dalam mendiagnosa akan
tetapi cara ini memiliki kelemahan seperti dapat membentuk broncopleural
fistula.5
2.8.2 Pemeriksaan Radiografi
Gambaran padat radiografi paru secara klasik dibagi menjadi 3, yaitu :
alveolar (disebabkan oleh pneumococcus dan bakteri lain), interstitial
pneumonia

(disebabkan

oleh

virus

atau

mycoplasma),

serta

bronkopneumonia (oleh karena S. aureus atau bakteri lain) memiliki pola


difus bilateral dengan meningkatnya batas peribronkial, adanya infiltrat
fluffy (seperti benang/rambut halus) yang kecil dan meluas ke perifer.
Staphylococcal pneumonia terkait dengan gambaran pneumatoceles dan
efusi pleura (empyema). Mycoplasma penyebab pneumonia memiliki pola
yang sama dengan pola bakteri atau virus, ditambah dengan adanya infiltrat
retikuler dan retikulonoduler yang terlokalisir pada satu lobus. Pada anakanak konsolidasi pneumonia berbentuk sferis menyerupai tumor pada
awalnya dan selanjutnya meluas, single dengan batas tidak jelas.5
2.9 Diagnosis Pneumonia
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.3

2.10 Diagnosa Banding Pneumonia7


Beberapa diagnosa banding pneumonia antara lain :
1. Asma bronkiale
Umumnya asthma terdapat pada usia lebih dari 9-12 bulan, tapi terbanyak di
atas usia 2 tahun. Perlu pula diketahui, bahwa 10-30 % dari anak yang
menderita bronkiolitis setelah agak besar menjadi penderita asma. Yang dapat
membantu diagnosis asma diantaranya, ialah :
-

Anamnesa keluarga : penderita asma positif atau penyakit atopik

Serangan asma lebih sering berulang atau episodik.

Mulai lebih akut seringkali tidak perlu didahului oleh adanya infeksi
saluran pernapasan bagian atas.

Ekspirasi yang sangat memanjang

Ronki lebih terbatas

Pulmonary inflation lebih ringan

Laboratoris ditemukan eosinofilia

Reaksi terhadap bronkodilator pada umumnya nyata, juga epinephrine.

2. Bronchiolitis akut
-

inflamasi di bronkiolus

menyerang anak-anak usia di bawah 2 tahun

karakteristik: nafas yang cepat, dada tertarik, dan wheezing

ditandai dengan respiratory distress dan overdistensi pada paru

Gambaran radiologis didapatkan hiperinflasi paru, sela iga melebar,


penekanan diafragma dan sudut costoprenikus menyempit. Diameter
AP meningkat pada fotolateral.

Pneumonia dengan penyebab bakteri maupun non bakteri dapat dilihat dengan
perbedaan diagnosis sepeerti yang tertera pada tabel berikut.
Tabel 2.2. Perbedaan Diagnosis
Umur

Bacterial
Semua

Viral
Semua

Mycoplasma
5-15 tahun

Waktu
Permulaan
Demam
Nafas
cepat
dan dangkal
Batuk
Gejala
yang
menyertai
Keadaan fisik

Musim dingin
Abrupt
Tinggi
Umum

Musim dingin
Variabel
Variabel
Umum
Nonproduktif
Coryza (rhinitis akut)

Leukositosis
Radiografi

Produktif
Mild coryza, sakit
abdomen
Konsolidasi, sedikit
crackle
Umum
Konsolidasi

Efusi pleura

Umum

Variabel
Variabel
Infiltrate
bilateral
Jarang

Semua tahun
Tiba-tiba
Rendah
Tidak umum
Nonproduktif
Bullous myringitis,
pharingitis
Fine
crackle,
wheezing
Tidak umum
difus Variabel
Kecil dalam 10-20%

2.11 Penatalaksanaan4
1.

Oksigen
Bila terdapat tanda hipoksemia; gelisah, sianosis dan lain-lain. Cukup 40%.
Kecepatan diperkirakan dari volume tidal dan frekuensi pernafasan. Di bawah
2 tahun biasanya 2 ltr/ mnt; di atas 2 tahaun hingga 4 ltr/ mnt. Perkiraan
volume tidal menurut umur dan panjang badan dapat dilihat pada tabel
berikut.

Tabel 2.3. Perkiraan Volume Tidal menurut Umur dan Panjang Badan
Bayi
( 50 cm )
18 ml

5 tahun
( 110 cm )
200 ml

10 tahun
( 130 cm )
300ml

15 tahun
( 160 cm )
500 ml

2. Humiditas
Hanya bila udara terlalu kering, atau anak dengan intubasi/ trakeostomi.
Biasanya dengan mengalirkan melalui cairan.
3. Deflasi abdomen
Bila distensi abdomen mengganggu pernafasan. Dengan sonde lambung
(maag slang) atau sonde rektal (darm buis).

4. Cairan dan makanan bergizi


Cairan: a) komposisi paling sederhana D5; komposisi lain tergantung
kebutuhan. b) jumlah : 60-75 % kebutuhan total; beberapa penulis
menyatakan dapat diberikan sesuai kebutuhan maintenance.
Makanan : Bila tidak dapat peroral dapat dipertimbangkan intravena: asam
amino, emulasi lemak dan lain-lain.
5. Simtomatis
a. Antipiretika bila terdapat hiperpireksia. Hindari asetosal karena dapat
memperberat asidosis.
b. Mukolitik/ ekspektorans. Tidak menunjukan faedah yang nyata.
c. Antifusif umumnya tidak diberikan.
d. Antikonvulsan; dapat dipertimbangkan bila kejang bukan karena
hipoksemia; dapat dicoba kloralhidrat 50mg/kg/hari ( dibagi 3 dosis ) atau
diazepam 05-0.73/kg/kali, im/IV
6. Antiviral / antibiotika
a. Antiviral
Antiviral

digunakan

hanya

untuk

pnemonia

viral

yang

berat/cenderung menjadi berat yang disertai kelainan jantung atau


penyakit dasar yang lain. Penggunaan antiviral dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 2.4. Antiviral
Virus
Resp. sinsitial
Varisela

Anti virus
Ribavirin
Ansiklovir

Virus
Influensa- A
Sitomegalovirus

Anti virus
Amantdin
Ganiklovir

b. Antibiotika
pemilihan Antibiotik dibedakan menurut umur dan perkiraan asal
infeksi, yang dapat dilihat pada tabel 2.5 dan 2.6.
Tabel 2.5. Antibiotik berdasarkan Usia
Usia

Etiologi

Rawat jalan

Rawat inap

0-2 minggu
2-4 minggu
1-6 bulan

Strep gr ( + )
Enterrobakt gr ( - )
Idem = H. Influensa
Pnemokok, H influensa, Staf Aureus
mungkin klamidia

6 bulan 6 tahun Pnemokok, H


influensa, Staf.
Aureus

6 tahun
Dengan
gangguan
imunologis

M. pnemonia,
pnemokok Banyak
penyebab

(-)
(-)
(-)
Eritro/
Sulfisoksasol
Eritra /
sulfisoksasol
atau
amoksisilin/
klavulanat
atau
trimetoprimsu
lfa metoksasol
Eritro atau
penisilin (- )

Ampi + genta
Ampi + sefotaksin
Ampi + seftriaksin
Seftriakson /
nafsilin +
kloramfenikol
Eritromisin
Seftriakson atau
naf- silin +
kloramfenikol

Nafsilin atau eritro


Vankomisin dan
sef tasidim

Tabel 2.6. Antibiotik berdasarkan Asal Infeksi


Asal infeksi
Lingkungan
( komonitas )

Perkiraan
Kuman
Pnemokokus,
H influensa,
Mikoplasama

Berat
Sakit
Ringan
Berat

Nosokomial

Enterobakteri gr Ringan
( -)
Staf, Aureus
Berat

Aspirasi

Staf. Aureus,
Pnemo-kok, H
influensa

Antibiotika
Aminopenisilin:
amoksisilin atau
makrolid: eritomisin
Sefalosporin generasi
II/II: sefuroksim +
makrolid: eritomisin
Sefalosporin generasi
II/III: sefuroksim
Sefalosporin generasi
II/III: sefuroksim +
aminoglikosida:
gentamisin
Aminopenisilin:
amoksilin +
metronidasol

7. Obat khusus: tuberkulostatika dan lain-lain tergantung sebab.


8. Kortikosteroid: Kadang-kadang diberikan pada kasus yang berat
(konsolidasi masif ), atelektasis, infiltrasi milier ( dengan sesak dan
sianosis ). Jangka pendek.
2.12 Prognosis
Dengan terapi adekuat, mortalitas kurang dari 1%. Tergantung pada umur anak,
beratnya penyakit dan penyulit yang menyertai seperti5:
1.

Apneu yang berkepanjangan

2.

asidosis respiratorik berat yang tidak terkompensasi

3.

dehidrasi berat yang tidak segera ditanggulangi

4.

disertai dengan kelainan lain seperti penyakit jantung


congenital, cystic fibrosis pancreas dan immunodefisiensi

2.13

Pencegahan
1. Perbaikan sosial ekonomi: perumahan, sanitasi, nutrisi, hygienene3
2. Imunisasi: terhadap infeksi lain, kadang menurunkan pula pneumonia3
3. Bila ada faktor predisposisi: pengobatan dini dan adekuat, bila mungkin
menjauhkan infeksi.3
4. Vaksin khusus: pneumococcus dengan vaksin 23-valent pneumococcal,
Haemophillus Influenza dengan Vaksin konjugat H. Influenza memiliki
jadwal yang rutin diberikan pada anak-anak, atau dengan rifampin
prophylaxis untuk yang beresiko tinggi terkena.4

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Kondisi Saat Di Rumah Sakit
3.1.1 Identitas Pasien
Nama
TTL
Umur

: Bayi Sulimah Yasmita


: Denpasar, 10 Juni 2012
: 5 bulan 8 hari

Jenis Kelamin : Perempuan


Alamat
Agama

: Jl. Pidada Denpasar


: Islam

Suku

: Jawa

Tgl Kunjungan : 18 November 2012


3.1.2 Heteroanamnesis (Ibu dan Ayah)
Keluhan Utama
Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita datang diantar oleh kedua orang tuanya dengan keluhan sesak nafas.
Sesak nafas dikatakan terjadi sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak
tidak membaik dengan perubahan posisi dan terdengar suara ngik-ngik saat
pasien sesak. Sesak dirasakan sangat berat hingga membuat pasien sulit menum
susu.
Pasien juga dikatakan mengalami demam. Demam mendadak tinggi sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit. Demam sempat hilang dengan pemberian obat
penurun panas, namun tidak lama demam kembali tinggi. Selain itu, pasien juga
dikeluhkan mengalami batuk. Batuk terjadi hilang timbul sejak 2 bulan sebelum
masuk Rumah sakit. Batuk dikaakan berdahak, dengan dahak berwarna kuning
dan kental. Pasien dikatakan terkadang kesulitan mengeluarkan dahaknya
sehingga pasien muntah. Dahak bercampur darah disangkal oleh ibu pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu dan Riwayat Pengobatan
Pada bulan Agustus, pasien sempat mengalami keluhan sesak, batuk dan panas
badan. Pasien lalu dibawa berobat ke puskesmas terdekat. Oleh dokter
puskesmas, pasien dirujuk ke Rumah Sakit Wangaya. Pasien lalu dirawat
selama 3 minggu di Rumah Sakit Wangaya. Selama di Wangaya, pasien sempat
diberi nebuliser sebanyak 2 kali. Pasien kemudian diperbolehkan pulang namun
menurut ibu pasien, keluhan batuk pasien masih ada saat pulang dari Wangaya.
Saat pulang, pasien diberi 3 jenis obat, yaitu Cefadroxil sirup, Cotrimoksazole
sirup, Mucopect sirup dan Paracetamol sirup. Menurut ibu pasien, semua obat

tersebut tidak diminum sampai habis. Ibu pasien hanya memberikan obat
tersebut selama 3 hari. Hal ini dikarenakan keluhan batuk pasien tetap tidak
kunjung sembuh.
Pada bulan November, pasien kembali mengalami batuk demam tinggi (40 oC).
Pasien lalu diajak ke puskesmas dan diberikan obat penurun panas yang
dimasukkan melalui pantat. Saat itu pasien pulang, namun demam tidak
kunjung turun. Pasien kemudian dibaa lagi berobat ke klinik anak. Pasien
disarankan untuk dirawat inap, namun kedua orang tua pasien menolak. Di
klinik tersebut pasien lalu diberi nebulizer dan diberi obat sesak Meptin
Procaterol HCL sirup. Setelah 3 hari di rumah, keluhan pasien tidak membaik
dan sesak semakin memberat. Pasien kemudian di bawa ke klinik. Oleh dokter
klinik pasien disarankan untuk ke Rumah Sakit Sanglah. Pasien lalu ke Rumah
Sakit Sanglah pada tanggal 3 November 2012 dan dirawat selama 14 hari.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Ayah dan ibu pasien, tidak ada yang mengalami batuk dan sesak seperti yang
dialami pasien. Riwayat penyakit penyakit paru, jantung dan hipertensi
disangkal oleh orang tua pasien. Beberapa hari sebelum pasien pertama kali
dikeluhkan batuk dan sesak, ibu pasien mengatakan ada seorang keponakannya
yang sedang batuk sering datang dan bermain ke rumah pasien. Setelah itu,
pasien dikeluhkan mengalami batuk.
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
Vital Sign
a.

Kesan Umum

: Tampak sesak.

b.

Nadi

: 148 x/menit, reguler, isi cukup.

c.

Respirasi

: 55 x/menit.

d.

Temperatur Axila

: 39 C.

Status antropometri
a. Berat Badan
: 3,8 kg

b. Panjang Badan

: 53 cm

c. Berat Badan Ideal


d. Lingkar Kepala

: 4 kg
: 39 cm

e. Lingkar Lengan Atas : 12 cm


Status gizi
a. BB/U

: -4,5

b. TB/U

: -4,83

c. BB/TB

: -0,66

Status gizi baik (> 90%) menurut Kriteria Waterlow.

Lingkar kepala menurut Kurva CDC, terletak di bawah -2 SD


(mikrosefali)

CDC Growth Chart

Berat badan ~ umur : persentil < 5


Pasien berada pada posisi persentil < 5, berarti ia berada pada
posisi di bawah persentil 5, berarti pada posisi urutan antara 1
dengan 4, ada 95-100 anak berada diatasnya , sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien berada pada urutan bawah dari anak
seusianya (malnutrisi berat).
Tinggi badan ~ umur: persentil < 5
Pasien berada pada posisi persentil < 5, berarti ia berada pada
posisi di bawah persentil 5, berarti pada posisi urutan antara 1
dengan 4, ada 95-100 anak berada diatasnya , sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien berada pada urutan bawah dari anak
seusianya (perawakan pendek)
Status General
Kepala

: Normocephali.

Mata

: anemia (-), ikterus (-), Refleks Pupil +/+ isokor, edema palpebra
(-/-)

THT

: sekret (-), sianosis (-), epistaksis (-), oral, tonsil T1/T1 hiperemi

(-/-)
Leher

: Inspeksi
Palpasi

: Benjolan (-), bendungan vena jugularis (-)


: Pembesaran Kelenjar Cervical(-), Kaku Kuduk (-)

Mulut

: sianosis ( - ), tremor (-)

Thoraks

: Simetris

Cor

: Inspeksi
Palpasi

: iktus kordis tidak tampak


: iktus kordis ICS IV MCL sinistra, kuat angkat (-), trill
(-)

Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, murmur tidak ada


Paru-paru : Inspeksi

: bentuk dan gerakan torak simetris, retraksi (+), sub


costal (+)

Palpasi

: gerakan dada simetris

Auskultasi : bronkial +/+, ronkhi -/-, wheezing +/+


Abdomen : Inspeksi

: distensi (-), hernia umbilikalis (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal


Palpasi

: distensi (-), nyeri tekan (-) epigastrium, hepar tak


teraba, lien tidak teraba, turgor normal.

Perkusi
Extremitas : Inspeksi
Palpasi
Kulit

: timpani (+)
: hangat (+), edema (-), CTR : < 3 detik
: Pembesaran kelenjar axila (-), inguinal (-)

: Sianosis (-)

Genitalia Eksterna

: Kesan normal

3.1.4 Pemeriksaan Penunjang


Darah Lengkap (3 November 2012)
Parameter

Nilai

Unit

WBC

18,46

103/L

Remarks
Tinggi

Nilai Normal

#Ne

13,87

103/L

Tinggi

1,10-6,0

#Lym

3,14

103/L

Normal

1,80-9,0

#Mo

0,94

103/L

Normal

0,00-1,00

6,0-14,00

#Eo
#Ba
RBC
HGB
HCT

0,00
0,50
3,47
9,10
28,10

103/L
103/L
103/L
g/dl
%

Normal
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah

0,00 0,70
0,00 0,10
4,10 5,30
12,00 16,00
36,00 49,00

MCV

80,90

fl

Normal

78,00 102,00

MCH
MCHC

26,30
32,50

pg
g/dl

Normal
Normal

25,00 35,00
31,00 36,00

PLT

181,10

K/ul

Normal

140 440

Analisi Gas Darah (3 November 2012)


Parameter
pH
PCO2
PO2
HCO3
TCO2
BEecf
SO2C
Natrium
Kalium

Nilai
7,386
39,10 mmHg
133,20 mmHg
22,90 mmol/L
24,10 mmol/L
-2,10 mmol/L
98,60
131,00 mmol/L
3,3 mmol/L

Nilai Normal
7,35 7,45
35,00 45,00
80,00 100,00
22,00 26,00
24,00 30,00
-2,00 2,00
95,00 100,00
136,00 145,00
3,5 5,1

Remarks
Normal
Normal
Tinggi
Normal
Normal
Rendah
Normal
Rendah
Rendah

Nilai Normal
0,00 5,00

Remarks
Normal

Serum (6 November 2012)


Parameter
CRP

Nilai
4,789

Thorak Foto (3 November 2012)

Cor : kesan membesar, pinggang jantung melurus, apex raounded


Pulmo : tampak satchy infiltrat di suprahiler kanan
Sinus pleura kanan dan kiri tajam
Diaphragma kanan dan kiri normal
Tulang-tulang : tidak tampak kelainan
Kesan : Cardiomegali
Bronchopneumonia
3.1.5 Diagnosis Klinis
Pneumonia Berat + Gizi baik + Pericardial Efusion
3.1.6 Penatalaksanaan
-

Kebutuhan cairan 425 ml/hari

Cefotaxime 200 mg/kg/hari ~ 3 x 300 mg i.v.

Nebulizer ventalin 0,4 ml + NaCl 0,9 % s/d 4 ml @ 6 jam ~ klinis

Ambroxol drop 3 x 0,4 ml p.o.

Parasetamol drop 0,45 ml jika temperatur > 38 oC + kompres hangat dapat


diulang @ 4 jam

3.2 Kondisi Saat Kunjungan Rumah


3.2.1 Hasil Pengamatan dan Wawancara Saat Kunjungan
Kunjungan dilakukan pada tanggal 18 November 2012 pukul 15.00 Wita. Kami
diterima baik oleh kedua orang tua pasien. Saat itu pasien sedang tidur-tiduran

diatas kasur dengan ditemani oleh kdua orang tuanya. Selama proses
wawancara, pasien tampak diam diatas tempat tidur sambil sesekali bercanda
dengan ibunya dan pewawancara. Pasien sudah tampak sehat namun terkadang
masih mengalami batuk.
Menurut ibu pasien, sejak pulang dari rumah sakit, pasien sudah jauh lebih
membaik. Keluhan sesak dan demam sudah tidak lagi dikeluhkan. Keluhan
batuk sudah sangat berkurang, hanya muncul sesekali saja.
Minum pasien dikatakan kuat. Ibu pasien memberikan pasien susu formula
SGM sebanyak 60 ml sampai 80 ml setiap kali minum. Pemberian susu
diberikan setiap pasien menangis. BAB dan BAK pasien dikatakan baik. BAB
kekuningan dengan konsistensi lembek. Sementara BAK normal dengan warna
kekuningan.
Riwayat nutrisi :

Asi eksklusif
:Susu Formula
: Sejak pasien dilahirkan
Bubur Susu
: Sejak usia 15 hari
Pasien dilahirkan dengan berat lahir rendah, akibatnya pasien harus di inkubator
selama 15 hari. Selama diinkubator, pasien tidak mau di berikan ASI. Setelah
keluar dari inkubator, pasien mau kembali meminum ASI dan di kombinasi
dengan susu formula. Setelah keluar dari incubator, pasien juga diberikan bubur
susu, nasi dan pisang.Pemberian nasi dan pisang hanya sekali karena pasien
tidak mau. Pemberian bubur susu diberikan sebanyak 3 kali sehari sebanyak
satu sendok makan. Pemberian ASI sendiri akhirnya dihentikan saat pasien
berusia 2,5 bulan dengan alasan pasien tidak mau lagi menyusu pada ibunya
Riwayat tumbuh kembang

Perkembangan penderita termasuk terlambat untuk anak seusianya. Hingga


saat ini penderita belum bisa bersuara satu suku kata, menegakkan kepala
ataupun tengkurap.
Personal sosial

Menatap wajah

: 3 bulan

Tersenyum spontan dan membalas senyuman

: 3 bulan

Mengamati tangan

: 4 bulan

Berusaha meraih makanan

belum

bisa
Makan sendiri

belum bisa
Motorik halus

Tangan bersentuhan

: 4 bulan

Mengikuti sampai 180o

Mengamati manik-manik

: 4 bulan

Berusaha meraih benda-benda di hadapannya

: 4 bulan

Bereaksi terhadap suara

: 3 bulan

Bersuara ooh/aah

: 3 bulan

Tertawa

: 3 bulan

Berteriak

: 4 bulan

Menoleh ke bunyi kericikan

: 4 bulan

Menoleh ke arah suara

: 4 bulan

Bersuara satu suku kata

belum

Meniru bunyi suara

belum

belum

bisa

Bahasa

bisa

bisa
Motorik kasar

Telungkup, kepala terangkat sebentar


belum bisa

Menegakkan kepala

belum

bisa
Duduk Kepala

belum bisa

Berdiri menumpu beban pada kaki

belum

Berbalik

belum

bisa

bisa
Riwayat persalinan
a. Selama hamil, ibu pasien mengaku tidak pernah melakukan antenatal care
baik ke dokter ataupun ke bidan. Akibatnya, ibu pasien tidak mengetahui
bahwa anak yang dikandungnya adalah kembar.
b. Ibu pasien mengaku selalu mengkonsumsi makanan bergizi selama
kehamilan

dan

tidak

pernah

mengkonsumsi

obat-obatan

selama

kehamilan.
c. Ibu pasien tidak pernah mengalami pendarahan saat mengandung pasien.
Riwayat keguguran juga disangkal oleh ibu pasien.
d. Pasien lahir cukup bulan secara normal dengan umur kehamilan cukup
bulan (38 minggu) di Rumah Sakit Sanglah. Pasien terlahir dengan berat
badan rendah, yaitu 1000 gram dan panjang 40 cm tanpa kelainan bawaan.
Sementara kembaran pasien lahir dengan berat badan 2200 gram dan
panjang 45 cm tanpa kelainan bawaan.
Riwayat Imunisasi
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah mendapatkan imunisasi sejak
dilahirkan sampai saat ini.

Riwayat sosial

a. Pasien merupakan anak pertama dan terlahir kembar. Saudara kembar pasien
dirawat oleh paman pasien sejak berusia 2 bulan. Saat pasien di rawat di
Rumah Sakit Wangaya, saudara kembar pasien juga di rawat dengan
keluhan yang sama.
b. Keluarga pasien termasuk dalam kategori keluarga kelas ekonomi rendah
dimana ayah bekerja sebagai pekerja serabutan, sementara ibu pasien adalah
ibu rumah tangga. Keluarga pasien tergolong keluarga yang kurang mampu,
dengan penghasilan orang tua setiap bulannya sekitar Rp. 800.000,00 Rp.
1.000.000,00
c. Ayah pasien lulus Sekolah Menengah Pertama dan Ibu pasien lulus Sekolah
Dasar.
Riwayat Lingkungan Sekitar
Pasien tinggal bersama ayah dan ibunya di sebuah rumah kos. Sementara saudara
kembarnya tinggal bersama pamannya di tempat yang terpisah. Kamar pasien
seluas 2 x 3 meter, non permanen dan jarak antara kamar pasien dengan
tetangganya berdempetan. Kamar pasien hanya memiliki satu jendela tanpa
ventilasi dibagian atas kamar. kos-kosan tersebut tidak memiliki halaman dan
terlihat sedikit kotor. Terdapat tetangga pasien yang memelihara ayam dan ayamayam tersebut sering berkeliaran. Kamar mandi pasien bergabung dengan kamar
mandi teman kos lainnya. Kamar mandi tampak sedikit kotor dengan sumber air
berasal dari PDAM.
Disebelah rumah kos pasien terdapat tempat penampungan barang bekas dan
banyak tumpukan sampah. Jika sampah telah menumpuk, sampah-sampah
tersebut akan dibakar hingga asapnya sering masuk ke dalam kamar pasien dan
dikatakan sangat mengganggu.

3.2.2 Pemeriksaan Fisik

Vital Sign
a. Kesan Umum

: Tampak sehat.

b.

Nadi

: 138 x/menit, reguler

c.

Respirasi

: 46 x/menit.

d.

Temperatur Axila

: 36,5 C.

Status General :
Kepala : Normocephali.
Mata

: anemia (-), ikterus (-), Refleks Pupil +/+ isokor, edema palpebra
(-/-)

THT

: sekret (-), sianosis (-), epistaksis (-), oral, tonsil T1/T1 hiperemi
(-/-)

Leher

: Inspeksi
Palpasi

: Benjolan (-), bendungan vena jugularis (-)


: Pembesaran Kelenjar Cervical(-), Kaku Kuduk (-)

Mulut : sianosis ( - ), tremor (-)


Thoraks : Simetris
Cor

: Inspeksi
Palpasi

: iktus kordis tidak tampak


: iktus kordis ICS IV MCL sinistra, kuat angkat (-), trill
(-)

Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, murmur tidak ada


Po

: Inspeksi
Palpasi

: bentuk dan gerakan torak simetris, retraksi (-)


: gerakan dada simetris

Auskultasi : bronkial +/+, ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen :Inspeksi

: distensi (-), hernia umbilikalis (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal


Palpasi

: distensi (-), nyeri tekan (-) epigastrium, hepar tak


teraba, lien tidak teraba, turgor normal.

Perkusi

: timpani (+)

Extremitas : Inspeksi : hangat (+), edema (-), CTR : < 3 detik


Palpasi : Pembesaran kelenjar axila (-), inguinal (-)
Kulit

: Sianosis (-)

Genitalia Eksterna

: Kesan normal

3.2.3 Silsilah Keluarga


1

3.2.4 Denah Rumah

Keterangan :
1.
2.
3.
4.

Ayah
Ibu
Pasien
Saudara kembar pasien

Kamar Mandi
Kamar Mandi

Kamar Kos Pasien


Kamar Kos

Kamar Kos

Kamar Kos

Kamar Kos

Kamar Kos
Kamar Kos
Kamar Kos

Warung

Kamar Kos

KASUR

3.2.5 Denah Kamar Pasien


MEJA

DAPUR

PINTU

BAB IV
ANALISA KASUS

4.1

Kebutuhan dasar anak

4.1.1

Kebutuhan fisik biomedis (ASUH)

1. Kebutuhan pangan/gizi
Penderita mengkonsumsi ASI sejak lahir hingga usia 2,5 bulan yang sejak
awal dikombinasikan dengan susu formula. Hingga saat ini, pasien
mengkonsumsi susu formula yang terkadang dikombinasikan dengan bubur
SUN yang sudah mulai diberikan sejak usia 2 bulan. Karena penderita saat
ini hanya mengkonsumsi susu formula, orang tua selalu berusaha untuk
mencukupi kebutuhan susu penderita.
Analisis gizi :
Asupan : 50 cc setiap 2 jam 600 cc per hari
Kebutuhan kalori : 110-120 kkal/kgBB/hari
110-120 kkal x 3,8 kg = 418 456 kkal
Kebutuhan cairan : 140-150 ml/kgBB/hari
140-150 ml x 3,6 kg = 532 540 ml
Densitas : kebutuhan kalori = 0,79 0,84
kebutuhan cairan
Densitas susu yang digunakan (SGM BBLR) adalah 0,8
Asupan gizi yang diberikan sudah mencukupi kebutuhan yang diperlukan.
2. Sandang
Keperluan sandang kurang dianggap sebagai prioritas dalam keluarga,
namun cukup diperhatikan. Mereka membeli pakaian baru saat ada uang
lebih atau saat hari raya. Namun dari pengamatan, kebersihan dari pakaian
penderita dan keluarganya cukup diperhatikan, karena ibu mencuci pakaian
anak dan anggota keluarga lainnya setiap hari.
3. Papan
Penderita tinggal di daerah Jalan Pidade Denpasar berupa kamar kontrakan
nonpermanen, yang baru ditempati sejak 1 tahun yang lalu. Kontrakan ini
terdiri dari 9 kamar yang saling berdempetan dengan total penghuni
berjumlah 20 orang. Hal ini membuat lingkungan tempat tinggal pasien

terlihat padat dan kumuh. Kamar kontrakan berukuran 2 x 3 m, berlantai


semen yang ditutupi karpet plastik, dan dinding non permanen ditempati
oleh penderita dan kedua orangtuanya. Kamar tersebut hanya memiliki satu
buah jendela dengan penerangan yang kurang dan ventilasi udara yang
kurang. Kamar tersebut hanya terdiri dari satu buah tempat tidur untuk
penderita dan kedua orangtuanya.

Selain tempat tidur, kamar tersebut

hanya diisi oleh satu buah meja tempat menaruh peralatan makan dan
beberapa peralatan dan pakaian yang terkesan berantakan. Kamar mandi
dan toilet terletak di luar kamar dan keluarga penderita harus berbagi
kamar mandi dan toilet dengan penghuni yang lain. Sumber air didapatkan
dari

PDAM.

Untuk

kebutuhan

minum

penderita,

ibu

penderita

menggunakan air kemasan sedangkan orang tua penderita menggunakan air


minum isi ulang.
4. Perawatan kesehatan
Keluarga penderita termasuk keluarga dengan kesadaran kesehatan yang
kurang. Orang tua penderita tidak pernah melakukan konsultasi rutin ke
Puskesmas atau praktek dokter terdekat. Ibu penderita sendiri selama masa
kehamilannya tidak pernah melakukan kunjungan antenatal care ke
Puskesmas atau konsultasi kehamilan rutin di praktek dokter atau bidan
swasta. Penderita hanya akan ke dokter bila terdapat keluhan yang sangat
mengganggu dan mengkhawatirkan kedua orangtuanya. Penderita sendiri
tidak pernah memiliki riwayat imunisasi apapun terutama imunisasi wajib
hingga usia 9 bulam bahkan hingga saat ini. Orang tua pasien mengakui
tidak menyadari akan pentingnya imunisasi bagi pertumbuhan dan
perkembangan penderita.
Konsumsi obat saat penderita sakit pun tidak teratur. Pasien memiliki
riwayat penggunaan bebrapa jenis antibiotik untuk batuk dan demamnya,
namun penggunaan antibiotik penderita tidak pernah dilakukan hingga
tuntas oleh kedua orangtuanya. Anggapan oarangtua penderita akan

penggunaan antibiotik adalah obat dihentikan bila gejala penderita sudah


membaik.
5. Waktu bersama keluarga
Ibu penderita tidak bekerja, sedangkan ayahnya bekerja sebagai pekerja
serabutan di perusahaan kayu di dekat rumah dengan hari kerja yang tidak
menentu mulai dari jam 08.00-18.00. Ayah penderita jarang meluangkan
waktu bersama penderita sepulang dari bekerja.
4.1.2. Kebutuhan emosi/kasih sayang (ASIH)
1.

Hubungan emosi dan kasih sayang dengan kedua orangtua


Orang tua penderita terlihat menyayangi penderita, terlihat dengan
kedekatan penderita dengan orang tuanya saat kunjungan. Ibu lebih
berperan dalam hal perawatan dan pengawasan penderita sehari-harinya.
Walaupun penderita tidak mendapat ASI dari ibunya, namun hubungan
antara penderita demgan ibunya tetap terjalin erat yang terbukti dari
penderita yang segera berhenti menangis bila berada di dekapan ibunya.
Ibu penderita tetap memberikan perhatian dengan selalu berusaha
memenuhi kebutuhan gizi anak dengan menggunakan susu formula.

.
4.1.3. Kebutuhan akan stimulasi mental (ASAH)
1.

Sehari-hari penderita menghabiskan waktunya di rumah. Ibu penderita


jarang sekali mengajaknya untuk keluar rumah. Penderita juga lebih
banyak menghabiskan waktunya untuk tidur. Penderita lebih sering diasuh
oleh ibunya. Bila penderita sedang diasuh/digendong orang lain, penderita
tidak rewel. Hubungan penderita ayahnya tidak terlalu dekat. Ayah
penderita jarang sekali menggendong penderita atau mengajak penderita
bermain. Dari segi stimulasi, permainan edukatif untuk penderita masih
kurang karena ketidaktahuan ibu mengenai pentingnya stimulasi pada umur
ini karena nantinya dapat mempengaruhi personal sosial, motorik halus,
motorik kasar dan bahasanya.

2.

Perkembangan penderita secara umum mengalami keterlambatan. Hal


ini dapat diakibatkan oleh orang tua yang kurang melatih anak terutama
akibat ketidaktahuan orang tua akan pentingnya stimulasi.

4.2 Analisis Bio-Psiko-Sosial


4.2.1. Biologis
Saat ini pada penderita dikeluhkan oleh orangtuanya hanya masih meiliki
gejala batuk namun tidak ditemukan keluhan sesak ataupun keluhan lainnya.
Bila dilihat dari kurva CDC, tinggi berbanding umur dan berat berbanding
umur, keduanya memperlihatkan bahwa penderita berada dalam urutan bawah
jika dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Hal ini menunjukkan bahwa
penderita menderita gagal tumbuh (failure to thrive) dan pertumbuhan tinggi
badan yang terhambat (stunting). Hingga saat terakhir dikunjungi oleh
pemeriksa, penderita masih mengkonsumsi obat yang diberikan dari Bagian
Anak RSUP Sanglah berupa Salmol syrup dan Mukos syrup.
4.2.2. Psikologis
Perhatian yang diberikan oleh ibu penderita lebih dominan dibandingkan
ayahnya. Hal ini terlihat dari keseharian penderita yang lebih banyak
menghabiskan waktunya bersama dengan ibunya. Ibunya secara sabar dan
rutin selalu menjaga interaksi dengan penderita, yaitu dengan mengajaknya
bermain, berbicara, dan tidur bersama. Ibu penderita yang tidak bekerja begitu
begitu sabar dalam meluangkan waktu untuk merawat penderita.
Walaupun demikian, perhatian orangtua penderita dari segi kesehatan dapat
dikatakan kurang. Hal ini terbukti dari tidak adanya jadwal pemeriksaan rutin
penderita ke pelayanan kesehatan terdekat bahkan pasien tidak memiliki
riwayat memperoleh imunisasi sama sekali. Ibu penderita sebisa mungkin
melakukan perawatan di rumah bila penderita sakit. Kunjungan ke pelayanan
kesehatan hanya dilakukan saat keadaan penderita semakin memburuk dari
hari ke hari. Walaupun ada keterbatasan ekonomi dalam keluarganya, bila

penderita sakit dan keadaannya memburuk, orangtua penderita akan berusaha


sebisa mungkin mencari pelayanan kesehatan demi kesembuhan penderita.
4.2.3. Sosial
Aktivitas penderita selama ini sangat dipengaruhi oleh penyakit yang
dideritanya. Karena umurnya yang masih kecil, penderita menjadi rewel bila
keluhan sesak, batuk atau demam muncul. Walaupun demikian, penderita
masih mau digendong oleh ayahnya saat sakit. Saat ini dengan keadaan fisik
pasien yang semakin membaik, pasien mampu berinteraksi dengan orang lain
termasuk pemeriksa seperti mampu mlihat ke arah sumber suara atau tertawa
saat diganggu dan tidak terlalu rewel kecuali bila pasien lapar.
4.2.4. Lingkungan rumah
Penderita tinggal di daerah Jalan Pidade Denpasar berupa kamar kontrakan
nonpermanen, yang baru ditempati sejak 1 tahun yang lalu. Kontrakan ini
terdiri dari 9 kamar yang saling berdempetan dengan total penghuni berjumlah
20 orang. Hal ini membuat lingkungan tempat tinggal pasien terlihat padat dan
kumuh. Kamar kontrakan berukuran 2 x 3 m, berlantai semen yang ditutupi
karpet plastik, dan dinding non permanen ditempati oleh penderita dan kedua
orangtuanya. Kamar tersebut hanya memiliki satu buah jendela dengan
penerangan yang kurang dan ventilasi udara yang kurang. Kamar tersebut
hanya terdiri dari satu buah tempat tidur untuk penderita dan kedua
orangtuanya. Selain tempat tidur, kamar tersebut hanya diisi oleh satu buah
meja tempat menaruh peralatan makan dan beberapa peralatan dan pakaian
yang terkesan berantakan.
Kamar mandi dan toilet terletak di luar kamar dan keluarga penderita harus
berbagi kamar mandi dan toilet dengan penghuni yang lain. Sumber air
didapatkan dari PDAM. Di lingkungan kontrakan tersebut terdapat beberapa
ayam peliharaan yang semakin memberi kesan padat dan kumuh pada tempat
tinggal penderita. Untuk kebutuhan minum penderita, ibu penderita

menggunakan air kemasan sedangkan orang tua penderita menggunakan air


minum isi ulang. Secara umum, lingkungan sekitar kontrakan dan kamar kos
tempat tinggal penderita terkesan berantakan dan cukup padat.
3.2 KIE
Asuh

Memberikan penjelasan pada orang tua penderita untuk selalu menjaga


kesehatan terutama gizi penderita dengan selalu berusaha memberikan
asupan makanan yang sesuai dengan kebutuhan penderita.

Menyarankan pada keluarga penderita untuk rutin kontrol ke poliklinik


baik ke poliklinik tumbuh kembang ataupun poliklinik anak untuk
mencegah terjadinya pneumonia berulang dan memantau keterlambatan
pertumbuhan dan perkembangan yang dialami penderita.

Menyarankan agar keluarga penderita segera mengkonsultasikan ke


Puskesmas atau poli Anak tentang imunisasi wajib yang harus diperoleh
pasien karena hingga saatini pasien belum pernah diimunisasi sama sekali.

Selalu menjaga kebersihan kamar dan kebersihan alat minum penderita


sevbelum mengkonsumsi susu.

Asah

Memberikan informasi kepada orang tua untuk aktif menstimulasi


anaknya misalnya dengan menelungkupkan badan dan meletakkan mainan
di depan penderita sehingga penderita terangsang untuk menegakkan
kepalanya.

Asih

Memberikan penjelasan tentang pentingnya hubungan erat antara


penderita dengan orang tuanya pada tahun-tahun pertama kehidupan.

BAB V
KESIMPULAN
Secara umum, perkembangan kesehatan penderita saat berada di rumah semakin
membaik. Gejala klinis berupa panas badan dan sesak sudah tidak lagi dialami
penderita dan gejala batuk penderita sudah sangat jauh berkurang dibandingkan saat

awal pertama timbul gejala. Saat ini penderita sudah mampu berinteraksi baik dengan
kedua orangtuanya dibandingkan saat sakit dahulu. Nafsu makan (minum susu)
penderita pun sudah kembali normal seperti saat sebelum sakit.
Kunjungan rumah yang dilakukan mampu memberikan banyak informasi tentang
penyakit pasien dan keadaan kesehatan lain yang berhubungan dengan pasien. Hal ini
pun mendapat tanggapan positif dari orangtua yang terbukti dari komunikasi dua
raha yang berlangsung di mana orantua penderita aktif bertanya tentang kesehatan
penderita.
Faktor resiko yang dianggap berperan dalam terjadinya penyakit penderita dalah
riwayat bayi berat lahir rendah, riwayat ASI yang minim, tidak ada riwayat imunisasi,
lingkungan rumah yang kotor dan kumuh, respon orangtua yang sangat rendah dalam
menanggapi kesehatan pasien, dan ketidakpatuhan dalam konsumsi antibiotik.
Secara umum, beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari orangtua
penderita adalah sebagai berikut :

Tetap memberikan asupan makanan yang bergizi dan seimbang bagi penderita
terutama karena usia pasien yang seharusnya masihmengkonsumsi ASI, saat
ini hanya mengkonsumsi susu formula sebagai penggantinya.

Agar selalu memantau kesehatan penderita dan mencegah agar penyakit yang
sama tidak terulang kembali di kemudian hari. Faktor resiko yang dapat
dimodifikasi seperti keadaan lingkungan rumah dan kelengkapan imunisasi
penderita sebaiknya dilakukan sedini mungkin.

Diperlukan perhatian dan kasih sayang orangtua sehingga penderita selalu


merasa nyaman. Penderita sebaiknya harus selalu dibimbing dan diberi
stimulasi agar tumbuh kembang pasien dapat berjalan sesuai dengan usianya.

Orangtua sebaiknya cepat tanggap dalam menanggapi permasalahn kesehatan


pasien dan aktif mencari informasi yang berkaitan dengan dengan kesehatan
pasien di Puskesmas atau pelayanan kesehatan terdekat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2004

2. Suraatmaja S, Soetjiningsih. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak


RSUP Sanglah Denpasar. Cetakan II. Denpasar: Lab/SMF ILmu Kesehatan Anak
FK Unud/RSUP Sanglah; 2000
3. Chernick V, Boat TF, Edwin L. Disorders of The Respiratory Tract in Children. 6 th
ed. USA: WB Saunders Company; 1998; p.473-483
4. Suwendra P. Beberapa Penyakit Respirasi Akut Pada Anak. Dalam: Penyakit
Infeksi dan Pediatri Social. Denpasar: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Udayana; 1981
5. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson. Pneumonia. Dalam: Nelson Textbook of
Pediatrics. 17th ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 2002 p.1415-1417
6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Pneumonia. Dalam: Buku Kuliah 3: Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1985. hal 1229-1234
7. Atkuri LV, King BR. Pediatrics Pneumonia. Available: http://www.emedicine.com
(Accessed: 2008, Juni 16)

LAMPIRAN
FOTO-FOTO KUNJUNGAN RUMAH

Foto 1. Dokter muda, pasien dan orang tua pasien

Foto 2. Keadaan kamar pasien

Foto 3. Keadan sekitar lingkungan kamar kos pasien

Foto 4. Kamar mandi kos pasien

Foto 5. Keadaan lingkungan sekitar rumah kos

Anda mungkin juga menyukai