Anda di halaman 1dari 4

EKSISTENSI PENDUDUK KOLONIAL DAN NEGARA PENJAJAHANALISIS SASTRA

PASCAKOLONIALISME
Mira Tri Rahayu (10/304972/SA/15656)I n d o n e s i a s e b a g a i s a l a h s a t u n e g a r a
b e k a s p e n j a j a h a n k o l o n i a l m e m i l i k i m e m o r i s e j a r a h ya n g t a k b i s a
d i l u p a k a n . M e m o r i t e r s e b u t t i d a k h a n ya t e r c a t a t s e b a g a i b a g i a n
sejarah peradaban Indonesia tetapi juga tercatat dalam
h o m o l o g psikologis warga Indonesia. Sebagai buktinya adalah sastrawan-sastrawan
Indonesiayang menulis kisah-kisah kolonialisme di Indonesia pada abad 21 ini.Tulisan
fiksi dan non-fiksi tentang kolonialisme diproduksi dan direproduksikembali oleh para
penulis Indonesia. Tidak hanya ditulis, tetapi juga dikaji dengan berbagai
perspektif keilmuan. Fenomena ini secara linear membuktikan bahwat r a u m a
psikologis akibat penjajahan kolonial masih melekat dalam
i n d i v i d u masyarakat Indonesia.Trauma ini kemudian memunculkan beberapa
fenomena seperti keinginanuntuk mempertahankan identitas, kerinduan terhadap
negara penjajah saat mengenangsisa-sisa peninggalannya, dan pelupaan
identitas akibat gejala hibriditas. Keinginan u n t u k m e m p e r t a h a n k a n
identitas terjadi karena trauma penderitaan penjajahan. B a n g s a
bekas jajahan seperti Indonesia akan berusaha lebih keras
u n t u k memperkukuh identitas kenegaraannya untuk meyakinkan diri agar tidak
terhegemonilagi. Akan tetapi, kerinduan terhadap negara penjajah pun tidak terelakkan.
Terutamasaat perkembangan teknologi asing merembes lewat perdagangan bebas
internasional.Kekaguman terhadap bangsa asing semakin tak terelakkan dan susah
untuk disaring.S e b a g a i r e n t e t a n l i n e a r n ya , p e l u p a a n i d e n t i t a s p u n t e r j a d i
p a d a s e b a g i a n b e s a r generasi muda negara bekas jajahan seperti di Indonesia ini.
Fenomena-fenomena tersebut dapat dilihat pula dari narasi deskriptif
karyasastra bernuansa kolonial dan pascakolonial yang terbit sekitar tahun 2000-an.
Salahsatu di antaranya adalah cerpen berjudul Tambo Raden Sukmakarto
karya DwiCipta. Cerpen ini dimuat di surat kabar Kompas pada tahun 2006.
Sebagai penulisya n g t e r l a h i r d i t a h u n p a s c a k e m e r d e k a a n , D w i C i p t a
m a m p u m e m b e r i k a n n a r a s i berbeda kepada pembaca tentang kondisi
kolonialisme dalam cerpen Tambo RadenSukmakarto (kemudian disebut dengan
TRS) ini.E d w a r d S a i d d a l a m b u k u
Orientalisme
-nya menggambarkan bahwa antara pihak penjajah (Barat) selalu menjadi pihak
oposisional dari pihak terjajah (Timur).Timur digambarkan sebagai objek dari Barat
yang berlaku sebagai subjek. Sebagaiakibatnya, sejumlah penulis yang terdiri
dari penyair, novelis, filsuf, pakar politik,ekonom, dan para pejabat negara
harus menerima dan tak jarang juga melakukan pembedaan antara Timur dan
Barat ini sebagai titik pijak mereka untuk merumuskan beragam teori, cerita, novel,
potret sosial, dan kajian politik mengenai dunia Timur,rakyat Timur, adat kebiasaan
Timur, pikiranTimur, takdir Timur dan sebagainya (Said, 2010:3). Dengan kata
lain, pihak terjajah (Timur) selalu berada di lapis keduasetelah pihak penjajah
(Barat).Kembali lagi dengan cerpen TRS karya Dwi Cipta ini, menunjukan
hubunganya n g t i d a k h a n ya b e r s i f a t s t r a t i f i k a s i b e k u d a n k a k u a n t a r a

p i h a k p e n j a j a h d a n t e r j a j a h . S e b a l i k n ya , t e r d a p a t r u a n g - r u a n g
k o m p r o m i ya n g d i m a n f a a t k a n u n t u k menunjukan kesetaraan antara pihak
penjajah dan terjajah.Dikisahkan dalam cerpen TRS, seorang tokoh bernama
Raden Sukmakartoa d a l a h s e n i m a n h e b a t d e n g a n k e t u r u n a n
b a n g s a w a n B l o r a . S u a t u h a r i d i a menyanyikan lagu kebangsaan
Belanda, Wilhelmus van Nassau, dalam bahasa Jawasaat menghadiri acara di
gedung kesenian Kunstkring. Semua pengunjung gedungKunstkring terdiam
menatap dia. Raden Sukmakarto ini mengambil alih perhatian seluruh
pengunjung Kunstkring. Penjaga Kunstkring pun membawa dia menuju ruanginterogasi
untuk ditanyai lebih lanjut.
Narasi deskriptif tentang penampilan tokoh Raden Sukmakarto ini berbedadari tokohtokoh fiksi kolonial yang lainnya. Dideskripsikan dalam cerpen TRS,Raden
Sukmakarto dideskripsikan sebagai siswa
drop out
STOVIA yang memiliki jiwa seni tinggi. Dia memilih belajar seni di Eropa daripada
belajar ilmu kedokterandi STOVIA. Pada saat mengunjungi Kunstkring, deskripsi
fisik Raden Sukmakartocukup menarik perhatian. Dideskripsikan ia sebagai
berikut:Ketika lagu Wilhelmus van Nassau mulai mengumandang di g e d u n g
N e d e r l a n d s c h - I n d i e K u n s t k r i n g , s e o r a n g l e l a k i p r i b u m i berdestar
dan berterompah malah menyanyikan lagu aneh berbahasaJawa meskipun nadanadanya selaras dengan lagu kebangsaan Belandat e r s e b u t . S o n t a k s a j a
beberapa hadirin dalam ruangan bersuasana k h i d m a t i t u m e n o l e h k e
a r a h n y a . B e l a n g k o n y a n g d i k e n a k a n n y a dipakai terbalik sejak irama lagu
kebangsaan Belanda mulai mengalir.Cara penulis mendeskripsikan penampilan Raden
Sukmakarto sebagai seorangl e l a k i p r i b u m i b e r d e s t a r d a n b e r t e r o m p a h
d e n g a n b e l a n g k o n t e r b a l i k s a m b i l menyanyikan lagu Wilhelmus van Nassau
dalam bahasa Belanda mengandung nilaisimbolik. Sebagai pribumi yang dijajah,
keberadaan pribumi selalu dianggap rendah.Pribumi pun disuruh mengikuti semua
yang dilakukan oleh Belanda sebagai negara penjajah, termasuk menyanyikan
lagu kebangsaan Belanda. Eksistensi Belandasebagai negara penjajah harus diakui
oleh pribumi.P e n a m p i l a n R a d e n S u k m a k a r t o d e n g a n d e s t a r, t e r o m p a h ,
dan belangkont e r b a l i k m e n y i m b o l k a n s e b u a h k e k a l a h a n n e g a r a
t e r j a j a h . L e t a k n y a a d a l a h belangkon terbalik. Dalam tradisi orang Jawa,
belangkon terbalik adalah bentuk penghinaan. Akan tetapi, cara Raden Sukmakarto
menyanyikan lagu Wilhelmus van Nassau dalam bahasa Jawa adalah bentuk dari
sebuah resistensi. Raden Sukmakartod i j a d i k a n s e b u a h t o k o h y a n g k a l a h
s e c a r a f i s i k t a p i m a s i h m e m p e r t a h a n k a n kejawaannya sebagai sebuah
eksistensi.Hal ini semakin terbukti, ketika Raden Sukmakarto diinterogasi oleh
penjaga.Dengan wajah tak bersalah, Raden Sukmakarto justru membela
dirinya sekaligus

Ya, tuan. Saya pernah merantau ke negeri tuan, dan tinggal di Paris selama duatahun.
Telah saya cari seluruh lukisan raden Saleh di seluruh Eropa. Saya datang ke bekas
rumahnya di Belanda. Apa pekerjaan tuan kalau saya boleh tahu? tanyanyadengan
raut muka acuh tak acuh.Saya seorang penulis. Saya datang dari negeri Belanda dan
tinggal di HindiaBelanda karena tertarik dengan alam khatulistiwa yang dituliskan
sastrawan besar kami, Multatuli. Sastrawan Agung Goethe dari negeri Jerman saja
kagum denganHindia Belanda. Itulah sebabnya saya sampai di sini. Sedangkan tuan
Gubernur Jenderal Idenburg adalah teman saya semasa menyelesaikan studi di
Belanda. Itulahsebabnya saya dipanggil dalam peresmian gedung ini,
katanya.Kabarnya tuan Gubernur Jenderal sangat menghormati kesenian dan
paraintelektual. Itulah sebabnya saya berani menyanyikan lagu kebangsaan tuan
dalam bahasa bangsa kami, sergahnya.Tentu saja, Tuan. Dia amat menghormati
kesenian. Tapi dia juga penguasa politik dinegeri ini.Oh, benarkah? Tapi seorang
penguasa negeri sekalipun tak akan dengan mudahmenjatuhkan hukuman bukan?
Saya dengar dia banyak memanggil kaum intelektualdan seniman Hindia Belanda ke
kantornya dan untuk acara-acara resmi. Ia memangkeras terhadap aktivitas politik
kaum pribumi seperti Dr Cipto dan Suwardi dan orangdari negeri tuan sendiri seperti
Douwes Dekker. Tapi orang seperti saya apakahmenghina bangsa tuan?Belanda
pesolek itu terpukau dengan ketenangan dan wajah tiada bersalah dari lelakiitu.
Ucapannya tajam, namun apa yang keluar dari mulutnya amat menarik
hatinya.Rencananya berjalan mulus. Opsir yang menginterogasi lelaki itu duduk gelisah
diatas kursinya, mengetukkan jemarinya pada meja. Opsir itu silih berganti dengan
tuanHooykaas menanyai Raden Sukmakarto perihal perilaku-perilakunya di gedung itu.
Yang satu dengan upaya menyudutkannya ke arah hukuman, sedangkan pihak
yanglain berusaha mengarahkan pembicaraan ke arah kesenian. Keduanya
bersitegang danhampir adu mulut untuk menentukan apakah inlander yang kini mereka
interogasi itu bersalah.Akhirnya mereka bersepakat menyerahkan persoalan itu kepada
tuan Gubernur Jenderal setelah acara berlangsung.Desas-desus perilaku Raden
Sukmakarto menyebar di seluruh Batavia. Orang-orangmulai bertaruh tentang berapa
banyak waktu bagi lelaki nyentrik itu untuk menghirupnapas bebas di muka bumi.
Sampai pada saat ia dipanggil Tuan Gubernur JenderalIdenburg ke kantornya di
Weltevreden, orang-orang di seluruh Batavia diam-diammenunggu-nunggu dengan
tidak sabar.Entah bagaimana kejadiannya ketika bertemu dengan tuan Gubernur
JenderalIdenburg, Raden Sukmakarto keluar dari kantor Gubernur Jenderal itu dengan
wajah berbinar-binar gembira. Orang-orang bertanya padanya kenapa ia tak dihukum
matiseperti perkiraan sebagian besar orang. Tapi lelaki berkulit sawo matang
dengan penampilan ganjil itu tak memberikan jawaban memuaskan. Ia hanya bercerita
didalam kantor tuan Gubernur Jenderal, ia menyanyikan banyak lagu-lagu Eropa
danmemainkan musik klasik kesukaan tuan Gubernur Jenderal sampai lelaki yang
paling berkuasa di Batavia itu tertidur.Setelah bangun dari tidurnya ia menyuruhku
pergi, dan selamatlah aku darihukuman mati, katanya dengan raut muka tiada
bersalahnya.Kisah Raden Sukmakarto itu menyebar menjadi berita heboh di
Batavia,mengalahkan kedatangan rombongan pentas musik dan para pelukis negeri

Belandayang datang dan mengadakan pameran di Gedung yang baru diresmikan itu.
Muncul pula desas-desus lain bahwa lelaki berkulit sawo matang itu telah membohongi
tuanHooykaas dengan mengganti lirik lagu yang dinyanyikannya di dalam gedung
peresmian dan di depan tuan Hooykaas sendiri. Sejak itu para intel melayu
selalumengikutinya. Namun mereka tak kunjung memiliki alasan kuat untuk
membongkar desas-desus yang beredar itu.Yogyakarta, Akhir Februari 2006

Anda mungkin juga menyukai