HIPERTENSI
Disusun Oleh:
Andhika Raspati
1301-1210-0120
Wildan Firdaus
1301-1211-0162
Yogi Faldian
1301-1211-0036
1.
PENDAHULUAN
Hipertensi telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
utama
di
negara-negara
maju
serta
di
beberapa
negara-negara
darah
yang
normal.
Hal
ini
didapatkan
dengan
National
Committee
(JNC)
(sebuah
komite
yang
penyebab yang tidak diketahui dan penyebab yang diketahui menjadi tidak
jelas.
Saat ini, jika penyebab hipertensi adalah suatu kelainan organ
struktural atau gen yang spesifik, maka dimasukkan ke dalam golongan
hipertensi sekunder. Namun, jika penyebab hipertensi adalah kelainankelainan yang umum dan fungsional, maka dimasukkan ke dalam
golongan hipertensi primer.3
Berikut akan dijelaskan mengenai etiologi, patogenesis dan
patofisiologi dari hipertensi primer dan sekunder.
3.1
Hipertensi Primer
Hipertensi Primer atau hipertensi esensial adalah hipertensi yang
penyebabnya tidak diketahui secara pasti atau idiopatik. Kesulitan dalam
menemukan mekanisme yang bertanggung jawab atas terjadinya hipertensi
primer adalah banyaknya sistem yang terlibat dalam pengaturan tekanan
darah. Sistem saraf adrenergik baik sentral maupun perifer, sistem
pengaturan ginjal, sistem pengaturan hormon dan pembuluh darah adalah
sistem-sistem yang mempengaruhi tekanan darah. Sistem-sistem ini saling
mempengaruhi dengan susunan yang kompleks dan dipengaruhi oleh gengen tertentu.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem-sistem tersebut erat
kaitannya dalam membicarakan etiologi, patogenesis dan patofisiologi dari
hipertensi. Faktor-faktor yang diketahui memiliki pengaruh antara lain
adalah faktor-faktor lingkungan seperti asupan natrium, obesitas,
pekerjaan, asupan alkohol, besar keluarga dan keramaian penduduk.
Faktor-faktor ini telah diasumsikan sebagai faktor yang berperan penting
dalam peningkatan tekanan darah seiring bertambahnya usia setelah
membandingkannya antara kelompok masyarakat yang lebih banyak
terpapar dengan yang lebih sedikit terpapar dengan faktor-faktor tersebut.3
Faktor genetik atau faktor keturunan juga memiliki pengaruh
terhadap kejadian hipertensi karena sistem-sistem yang mempengaruhi
tekanan darah diatur oleh gen. Hipertensi merupakan salah satu kelainan
genetik kompleks yang paling umum ditemukan dan diturunkan pada ratarata 30% keturunannya. Namun, faktor keturunan ini dipengaruhi oleh
penyebab-penyebab yang multifaktorial sehingga setiap kelainan genetik
yang berbeda dapat memiliki manifestasi hipertensi sebagai salah satu
ekspresi fenotipnya.3
Berdasarkan hal di atas dan penelitian-penelitian di bidang
tersebut, maka faktor-faktor seperti usia, ras, jenis kelamin, merokok,
asupan alkohol, kolesterol serum, intoleransi glukosa dan berat badan
dapat mempengaruhi prognosis dari hipertensi. Semakin muda seseorang
mengetahui kelainan hipertensinya, semakin besar umur harapan hidup
orang tersebut.3
Etnis seseorang juga mempunyai pengaruh terhadap kejadian
hipertensi, namun penelitian mengenai hubungan etnis dan kejadian
hipertensi menghasilkan hasil yang beragam. Hal ini disebabkan, karena
selain faktor etnis, terdapat juga faktor lingkungan dan faktor perilaku
yang ikut mempengaruhi kejadian hipertensi. Sehingga penelitian terhadap
etnis yang sama di tempat yang berbeda, menghasilkan data yang berbeda.
Secara umum, banyak penelitian yang menunjukkan kejadian hipertensi
lebih banyak terjadi pada etnis Afro-Karibia dan Asia Selatan
dibandingkan dengan etnis kulit putih.8
Aterosklerosis merupakan penyakit yang sering ditemukan
bersamaan dengan hipertensi dan memiliki hubungan timbal balik positif.
Tekanan darah yang tinggi akan memberikan beban terhadap dinding
pembuluh darah dan melalui proses yang kronis, tekanan berlebih ini akan
menyebabkan kerusakan pada dinding pembuluh darah. Kerusakan
dinding arteri ini merupakan pencetus terjadinya proses aterosklerosis.
Aterosklerosis sendiri akan menyebabkan hipertensi jika terjadi secara
menyeluruh di pembuluh darah sistemik. Maka, bukanlah hal yang tidak
wajar, jika faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian aterosklerosis
Hipertensi Sekunder
Seperti
telah
disebutkan
sebelumnya,
hipertensi
sekunder
Kelainan Ginjal
Hipertensi yang diakibatkan oleh kelainan ginjal dapat berasal dari
perubahan sekresi zat-zat vasoaktif yang menghasilkan perubahan tonus
dinding pembuluh darah atau berasal dari kekacauan dalam fungsi
pengaturan cairan dan natrium yang mengarah pada meningkatnya volume
cairan intravaskular. Pembagian lebih lanjut dari kelainan ginjal yang
menyebabkan hipertensi adalah kelainan renovaskular dan kelainan
parenkim ginjal.3
Kelainan renovaskular disebabkan oleh rendahnya perfusi dari
jaringan ginjal oleh karena stenosis yang terjadi pada arteri utama atau
cabangnya yang utama. Hal ini menyebabkan sistem renin-angiotensin
teraktivasi. Angiotensin II yang merupakan produk dari sistem reninangiotensin, akan secara langsung menyebabkan vasokonstriksi atau
secara tidak langsung melalui aktivasi sistem saraf adrenergik. Selain itu
angiotensin
II
juga
akan
merangsang
sekresi
aldosteron
yang
Kelainan Endokrin
Kelainan endokrin dapat menyebabkan hipertensi. Hal ini
disebabkan banyak hormon-hormon yang mempengaruhi tekanan darah.
Beberapa kelainan endokrin ini antara lain adalah :3
1. Hiperaldosteronism primer
2. Cushing syndrome
3. Pheochromocytoma
4. Akromegali
5. Hiperparatiroid
3.2.3
Koartasi Aorta
Hipertensi yang disebabkan oleh koartasi aorta dapat berasal dari
vasokonstriksi pembuluh darah itu sendiri atau perubahan pada perfusi
ginjal. Perubahan perfusi ginjal ini akan menghasilkan bentuk hipertensi
renovaskular yang tidak umum.3
4.
4.1
Efek Neurologis
Efek neurologis jangka panjang dari hipertensi dapat dibagi
menjadi efek pada sistem saraf pusat dan efek pada retina. Oklusi atau
perdarahan merupakan penyebab dari timbulnya efek-efek neurologis ini.
Infark serebral merupakan akibat dari proses aterosklerosis (oklusi) yang
sering ditemukan pada pasien hipertensi. Sedangkan perdarahan serebral
adalah hasil dari peningkatan tekanan darah yang kronis sehingga
mengakibatkan terjadinya mikroaneurisma. Mikroaneurisma ini sewaktuwaktu dapat pecah dan menimbulkan perdarahan.3
Retinopati akibat hipertensi dapat disebabkan oleh efek-efek
seperti penyempitan tak teratur dari arteriol retina atau perdarahan pada
lapisan serat saraf dan lapisan pleksiform luar.3
Sakit kepala yang sering terjadi di pagi hari, pusing, vertigo,
tinnitus, pingsan dan penglihatan kabur merupakan gejala-gejala hipertensi
yang berasal dari efek neurologis. Efek neurologis paling berbahaya
adalah kematian dan kebutaan yang merupakan dua hal yang paling
ditakutkan terjadi pada penderita hipertensi.3
4.3
10
filtrasi glomerulus dan juga disfungsi dari tubulus ginjal. Proteinuria dan
hematuria mikroskopis terjadi oleh karena kerusakan glomerulus.
Kematian oleh karena hipertensi, 10% di antaranya diakibatkan oleh gagal
ginjal.3
5.
PENANGANAN HIPERTENSI
5.1
Prinsip Penanganan
Prinsip penanganan hipertensi adalah mengusahakan agar tekanan
darah penderita tetap di dalam batas normal dan jika terjadi kenaikan
seiring dengan bertambahnya usia, maka kenaikannya tersebut tidak terlalu
tinggi. Hal ini dilakukan agar risiko morbiditas dan mortalitas akibat
penyakit kardiovaskular dan penyakit ginjal dapat dikurangi. Target
tekanan darah yang harus dicapai adalah <140/90 mmHg. Pada penderita
diabetes dan penyakit ginjal, targetnya lebih rendah, yaitu <130/80
mmHg.5
Penelitian-penelitian menunjukkan, bahwa penanganan hipertensi
mempunyai keuntungan seperti :5
(1) Mengurangi insidensi kasus stroke rata-rata sebesar 35-40%.
(2) Mengurangi insidensi infark miokard rata-rata sebesar 20-25%.
(3) Mengurangi insidensi gagal jantung rata-rata >50%.
Penanganan hipertensi dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
memperbaiki pola hidup dan dengan terapi farmakologis. Perbaikan pola
hidup perlu dilakukan, terutama jika penderita sudah termasuk dalam
kategori prehipertensi. Sedangkan pada penderita yang sudah mencoba
perubahan pola hidup tetapi tetap gagal mencapai target (<140/90
mmHg) , maka terapi farmakologi perlu dimulai.5
Pada kebanyakan penderita hipertensi, terutama yang berusia di
atas 50 tahun, mengurangi tekanan darah sistol lebih sulit daripada
mengurangi tekanan darah diastol. Oleh karena itu, tekanan darah sistol
harus menjadi perhatian utama dalam menangani hipertensi.5
5.2
11
Terapi Farmakologis
Ada berbagai macam obat antihipertensi yang tersedia. Tabel 2
memuat daftar obat-obat yang biasanya digunakan sebagai obat
antihipertensi. Dosis dan frekuensi pemberiannya juga tertera.5
Lebih dari 2/3 penderita hipertensi tidak dapat dikendalikan dengan
hanya satu obat saja dan membutuhkan dua atau lebih kombinasi obat
antihipertensi dari kelas yang berbeda. Diuretik merupakan obat yang
12
13
14
15
5.5
5.6
16
17
5.7
18
6.
PENCEGAHAN
DAN
PENANGANAN
HIPERTENSI
19
untuk
menghadapi
hambatan-hambatan
tersebut
20
21
TD mencapai > 140/90 mmHg, tetapi proteinuri (-) untuk pertama kali
dalam masa kehamilan
Nyeri kepala
Atau trombositopeni
2. Preeklamsi
Preeklamsi
merupakan
sindroma
spesifik
dalam
kehamilan
akibat
22
Gross
hemolisis
hemoglobinemia,
hemoglobinuria,
- Multiparitas
- Hipertensi kehamilan sebelumnya
- Riwayat keluarga hipertensi essensial.
5. Hipertensi Kronis
Hipertropi ventrikel
Dekompensasio kordis
Cerebrovaskular accidents
23
Janin pada wanita hipertensi kronis berisiko IUGR dan kematian. Sering
terjadi superimposed preeklamsi pada wanita lebih cepat daripada preeklamsi
murni. Hipertensi kronis dalam kehamilan tensi meninggi baik sistole atau
diastole setelah 26-28 minggu. Preeklamsi ditandai proteinuria.
INSIDENSI DAN FAKTOR RISIKO
Hipertensi gestasional sering terjadi pada wanita nullipara, sedangkan
wanita tua yang meningkat insidensi hipertensi kronis dengan makin tuanya
kehamilan berisiko terhadap superimposed preeklamsi. Insidensi preeklamsi ialah
sekitar 5%, dipengaruhi oleh faktor-faktor : (12)
Paritas
Predisposisi genetik
Faktor lingkungan
Faktor Lain :
-
Kehamilan kembar
Obesitas
Etnik Afrika-Amerika
Obesitas :
-
Kembar
-
Hipertensi gestasional
24
Single
: 6%
Gemelli : 13%
-
Preeklamsi
Single
: 5%
Gemelli : 13%
Bayi / janin dari wanita kembar dengan HDK meningkatkan risiko outcome
daripada yang tunggal
Merokok
-
Plasenta previa
-
Eklamsi
-
Komplikasi mayor :
Solusio plasenta
: 10%
Defisit neurologis
: 7%
Pneumonia aspirasi
: 7%
Udema paru
: 5%
Cardiopulmanory arrest
: 4%
ARF
Kematian Ibu
: 4%
: 1%
PATOLOGI (4,6)
Perubahan patologis dari fungsi organ dan sistem sebagai akibat
vasospasme dan iskemia terhadap preeklamsi berat dan eklamsi. Pengaruhnya
terhadap ibu :
25
Kardiovaskuler
Hematologis
26
Volume Darah
Normal wanita hamil pada minggu terakhir, volume darah = 5 liter, tidak
hamil = 3,5 liter. Pada preeklamsi 1,5 liter darah ini tidak ada karena
vasokontriksi yang memberat oleh peningkatan permeabilitas pembuluh darah
(hemokonsentrasi).
Preeklamsi perbedaan ini tidak jelas
Hipertensi gestasional volume darah normal
Hematokrit yang menurun sebagai akibat perdarahan persalinan pada wanita
hamil, atau sebagai akibat destruksi eritrosit.
Bila tidak ada perdarahan, intravaskular pada eklamsi tidak berkurang.
2. Perubahan Hematologis
-
Trombositopeni
Trombositopeni
Destruksi eritrosit
27
dan
hemoglobinemia.
Terjadi
karena
hemolisis
28
Perubahan Endokrin
Angiotensinogen
Renin
Angiotensin I
Converting
Enzym
Angiotensin II
29
Hiperbilirubinemia berat
Peningkatan enzim hati ini akibat periportal hemorrhagic necrosis pada pinggir
lobus hati dapat terjadi hepatic rupture yang terdapat di bawah kapsul hepar
membentuk subkapsular hematoma.
HELLP SYNDROME
Pada preeklamsi eklamsi melibatkan hati dan organ lain : ginjal, otak
sehingga terjadi hemolisis dan trombositopeni.
30
Solusio plasenta
7%
Oedem paru
6%
ARF
2%
31
32
4.
33
1. Faktor imunologis
Hal ini didasarkan pada pengamatan bahwa HDK sering ditemukan pada
nulipara, kehamilan kembar, multipara dengan inseminasi donor, penurunan
konsentrasi komplemen C4, wanita dengan fenotipe HLA-DR4, adanya
aktivasi komplemen, neutrofil dan makrofag .
2. Faktor genetik
Ha1 ini didasarkan pada kenyataan bahwa preeklamsi sering ditemukan dalam
keluarga tertentu. Beberapa bukti yang ditemukan antara lain preeklamsi di
turunkan oleh gen resesif tunggal, penyebabnya multifaktor, di turunkan oleh
gen angiotensinogen.
3. Faktor nutrisi
Ada yang mengemukakan bahwa penyakit ini berhubungan dengan adanya
defisiensi kalsium, protein, kelebihan garam natrium atau kekurangan asam
lemak tidak jenuh.
4. Faktor hormon
Hal ini dihubungkan dengan kadar hormon progesteron yang semakin
meningkat pada kehamilan normal. Progesteron bersifat diuretikum ringan,
sehingga sedikit saja natrium yang dikeluarkan melalui urin. Bila kadar
progestron menurun, maka natrium akan banyak diekskresikan sehingga
reseptor arteriol di juxtaglomeruler akan terangsang untuk menghasilkan renin,
angiotensin I dan angiotensin II yang bersifat vasokonstriktor. Aldosteron juga
akan dihasilkan sehingga akan terjadi retensi natrium dan cairan. Kadar renin
plasma telah dibuktikan rendah pada penderita preeklamsi. Namun, kadar
progesteron tidak ditemukan menurun dengan jelas pada penderita preeklamsieklamsi.
5. Komponen vasoaktif
Pada mulanya faktor ini dianggap sebagai penyebab dari penyakit ini karena
akan bertanggung jawab langsung pada kejadian vasokonstriksi dan hipertensi.
Meskipun demikian, ternyata kemudian, ada faktor lain yang mendahuluinya
yang menyebabkan dikeluarkannya zat-zat vasoaktif ini.
Endotelin merupakan vasokonstriktor yang kuat yang dihasilkan oleh endotel
34
2)
Paritas
3)
Suku bangsa
4)
Keluarga (famili)
5)
Genetik :
Golongan darah
Konsanguinitas
35
6. Nutrisi
Vitamin, mineral
Berat badan
7.Lingkungan
Ketinggian
9.
Merokok
Kegiatan fisik
Sosio-ekonomi
Hiperplasentosis:
Hidrops fetalis
Diabetes melitus
Molahidatidosa
36
RAAS
(Renin-Aldosterone-Angiotensin
System)
yang
37
Keterangan : KKS : Kal ikrein - Kinine System. RAAS: Renin - Aldosterone - Angiotensin System.
DIC : Disseminated Intravascular Coagulation. MOF : Multiple Organ Failure
38
39
7) Gejala Lainnya
Sejumlah gejala lain bisa mengikuti preeklamsi dan eklamsi seperti, oliguri
atau anuri, edem paru sampai sianosis, dan gejala perdarahan sampai DIC.
Pada umurnnya gejala-gejala ini merupakan tanda dari beratnya dan sudah
lanjutnya
2. Secara Biokimia Dan Biofisik (15)
Identifikasi dari perfusi uteroplasenta yang menurun, disfungsi sel
endothel, aktivasi koagulasi :
1. Infus Angiotensin II
Tes ini menggunakan Angiotensin II infus sampai diastole naik 20 mmHg.
Pada wanita yang memerlukan < 8 ng/kgBB/mnt nilai prediktif positif
untuk menjadi 20-40 %. Walaupun lebih baik dari tes yang lain tapi sulit
dilakukan secara klinis
2. Roll-Over test
Ialah respon hipertensi pada wanita yang terbaring terlentang dari yang
tadinya posisi miring. Nullipara 28-32 yang tekanan diastolnya meningkat
minimal 20 mmHg saat dilakukan manuver ini berkembang menjadi HDK.
Sedangkan yang tensinya tetap normotensif. Wanita yang positif pada roll
over test juga sensitif terhadap angiotensin II, ini menunjukkan manifestasi
peningkatan respon vaskuler atau aktifitas berlebih dari simpatis.
3. Asam Urat
Kadar asam urat darah menunjukkan ekskresi menurun ditemukan pada
preeklamsi. Nilai > 5,9 mg/dL agak prediktif, nilai prediktif positif = 33%.
Kurang berguna untuk memperkirakan preeklamsi dalam kehamilan lanjut
tidak dapat membedakan HDK dari preeklamsi.
4. Metabolisme Calsium
Hipokalsiuria
5. Ekskresi Kallikrein Urin
Merupakan regulator darah, dan menurun ekskresinya pada preeklamsi
40
6. Fibronectin
Pada wanita yang preeklamsi / impending. Pada trimester I meningkat pada
wanita bakat preeklamsi, pada trimester II meningkat pada wanita yang HDK
7. Aktivasi Koagulasi
Prostasiklin
Gambar
Preeklamsi
Sehingga dicoba untuk mencegah preeklamsi dengan pemberian aspirin dosis
rendah.
Hitung trombosit menurun pada PEB. Volume trombosit meningkat
sehubungan dengan konsumsi trombosit dan produksi meningkat pada
trombost. Volume trombosit yang meningkat merupakan tanda impending
preeklamsi.
8. Faktor imunologi
Cytokine (protein messenger) dari sel imun mengatur fungsi sel imun dan
diproduksi oleh makrofag dan limfosit terdiri dari interleukin, interferon,
growth factor, tumor necrosis factor. Bebrapa cytokine meningkat pada
preeklamsi.
9. Placental Peptida
CRH, chorionic gonadotropin, Activin A, Inhibin A. Inhibin A dan Activin A :
tanda preeklamsi.
10. Doppler Velocimetry A.Uterina
Pada trimester II sebagai skrining awal preeklamsi.
41
Rendah garam
42
MANAJEMEN (15)
1. Terminasi kehamilan pada kemungkinan trauma pada ibu dan anak
2. Kelahiran anak yang mungkin dapat survive hidup
3. Pemulihan sempurna kesehatan ibu
Dengan induksi persalinan, yang penting informasi tentang umur janin.
1. Deteksi Prenatal Dini
Bila T > 140/90 mmHg dirawat untuk observasi 2-3 hari untuk melihat
apakah makin berat.
Bila berat : observasi ketat
Bila ringan : berubah jalan
2. Pengelolaan rumah sakit
Hospitalisasi pada wanita yang untuk pertama kalinya hipertensi jika persisten
atau perburukan hipertensi atau ada proteinuri.
Evaluasi meliputi :
1. Pemeriksaan akan adanya tanda-tanda : nyeri kepala, gangguan
penglihatan, gangguan epigastrium, penambahan berat badan yang cepat.
2. Penimbangan berat badan saat masuk dan tiap hari berikutnya.
3. Analisa terhadap proteinuria saat masuk dan tiap 2 hari (selanjutnya).
43
4. Tekanan darah pada saat duduk tiap 4 jam kecuali waktu antara malam
hari sampai dengan pagi hari.
5. Pengukuran : Kreatinin, Hematokrit, Trombosit, Enzim Hepar
6. Evaluasi terhadap ukuran janin dan volume cairan amnion baik secara
klinis atau dengan USG
3. Terminasi Kehamilan
Persalinan merupakan obat untuk preeklamsi
Nyeri kepala, gangguan penglihatan, nyeri epigastrum merupakan indikasi
bahwa ada ancaman konvulsi (kejang), juga oliguria.
Terapi antikonvulsan dan antihipertensi setelah persalinan (terapi untuk
eklamsi) yang utama mengendalikan kejang untuk mencegah perdarahan
intrakranial, kerusakan organ lain, dan untuk melahirkan janin sehat.
4. Terapi Antihipertensi
Untuk melanjutkan kehamilan dan menghasilkan outcome yang baik
-
ACE Inhibitor sebaiknya dihindari dari trimester ke-2 dan ke-3 kehamilan,
boleh pada trimester I atau jangan dilanjutkan pada trimester setelahnya.
44
Untuk menurunkan insidensi distress pernafasan dan survive janin dan tidak
memperburuk hipertensi, juga memperbaiki lab pada HELLP syndrome,
karena berrsifat sementara maka terapi ini tidak dapat menunda perlunya
persalinan.
7. Unit Kehamilan Risiko Tinggi
Diberi Fe dan asam folat, dirawat dan dilakukan tes laboratorium
8. Perawatan di Rumah
Yaitu untuk hipertensi ringan-sedang yang menolak dirawat di RS dengan
proteinuria (-), selama penyakit tidak memperburuk dan dan tidak dicurigai
adanya gawat janin. Diberitahu tentang tanda bahaya, pengukuran tekanan
darah dan monitoring protein urin dan kunjungan rumah.
9. Eklamsi
Ialah preeklamasi yang komplikasi dengan kejang tonik klonik atau dapat juga
terjadi koma dalam tanpa kejang. Diagnosis kejang yang menyebabkan
kematian dengan tanpa kejang pada PEB.
PROGNOSIS (15)
Ibu : angka kematian menurun dari 5-10% menjadi < 3%.
Terapi :
1. Kontrol kejang dengan MgSO4 loading dose iv, diikuti dengan infus kontinyu
MgSO4 atau dengan loading dose MgSO4 im dan injeksi im periodik.
2. Pemberian antihipertensi secara iv intermiten atau p.o untuk menurunkan
tekanan darah bila tekanan darah diastol cukup meningkat yaitu 100 mmHg/
105 mmHg/110 mmHg
3. Jangan memberikan diuretik dan pembatasan pemberian cairan intravena
kecuali bila hilangnya cairan sangat banyak. Jangan memberikan cairan
hiperosmosis.
4. Persalinan
45
46
Syarat tetes oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontra indikasi tetes
oksitosin
8 jam sejak dimulainya tetes oksitosin belum masuk kedalam fase aktif
Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan
seksio sesarea.
Bila sudah inpartu : (20)
1. Pada kala I fase laten dapat dilakukan amniotomi yang dilanjutkan dengan
pemberian tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop > 6. Pada fase aktif
dilakukan amniotomi. Bila his tidak adekuat diberikan tetes oksitosin dan bila
6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap dilakukan seksio
sesarea. Amniotomi dan tetes oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 15
menit setelah pemberian pengobatan medisinal.
2. Pada persalinan pervaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan.
Dalam persalinan, usaha ibu untuk meneran terbatas karena kemungkinan
terjadinya peningkatan tekanan darah. Apabila syarat-syarat sudah terpenuhi,
hendaknya persalinan diakhiri dengan partus buatan. Meskipun demikian bila
keadaan ibu dan bayi baik, usaha meneran ibu dapat dilanjutkan dan bayi dapat
lahir spontan. (15)
HELLP SYNDROME
Hemolisis :
Burr cell, schistosit, polikromasia pada apus darah tepi
Bilirubin indirek > 1,2 mg/dl
Peningkatan LDH > 600 IU/l
47
Nyeri perut kuadran kanan atas: berhubungan dengan kerusakan sel hati
peningkatan enzim hati.
Lesi hepar : nekrosis parenkhimal dimana terhadap deposit fibrin pada
sinusoid.
Bila nekrosis berat perdarahan ke daerah subcapsular hematoma
peregangan kapsul Glissons ruptur
Low platelet
Trombosit < 100.000/mm3
Nyeri kepala
Edema
Terapi
-
Darah dan produk darah harus diberikan jika hipovolemia dan gangguan
koagulapati
Untuk persalinan nilai dan pertimbangan untuk ibu dan anak dalam
memilih pervaginam/ perabdominal
48
EKLAMSI
A. Pengobatan Medisinal (13)
1. MgSO4 :
Cara pemberian sama dengan pasien preeklampsia berat. Bila kejang berulang
diberikan MgSO4 20 % 2 gr IV, diberikan sekurangkurangnya 20 menit setelah
pemberian terakhir.Bila setelah diberikan dosis tambahan masih tetap kejaug
dapat diberikan amobarbital 3-5 mg/ kg BB IV perlahan-lahan.
2. Infus Ringer Asetat atau Ringer Laktat. Jumlah cairan dalam 24 jam sekitar
2000 ml, berpedoman kepada diuresis, insensible water loss dan CVP .
3. Perawatan pada serangan kejang :
Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang. Masukkan sudip lidah ( tongue
spatel ) kedalam mulut penderita. Kepala direndahkan, lendir diisap dari
daerah orofarynx. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna
menghindari fraktur. Pemberian oksigen. Dipasang kateter menetap (foley
kateter ).
4. Perawatan pada penderita koma :
Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai Glasgow - Pittsburg
Coma Scale.
Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita. Pada koma
yang lama ( > 24 jam ), makanan melalui hidung ( NGT = Naso Gastric Tube :
Neus Sonde Voeding ).
5. Diuretikum dan anti hipertensi sama seperti Preeklamsi Berat.
6. Kardiotonikum ( cedilanid ) jika ada indikasi.
7. Tidak ada respon terhadap penanganan konservatif pertimbangkan seksio
sesarea.
B. Pengobatan Obstetrik :
1. Semua kehamilan dengan eklamsi harus diakhiri tanpa memandang umur
kehamilan dan keadaan janin.
2. Terminasi kehamilan
Sikap dasar : bila sudah stabilisasi ( pemulihan ) hemodinamika dan
49
metabolisme ibu , yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan dibawati
ini :
Melahirkan janin.
50
DAFTAR PUSTAKA
1. Whelton PK. Epidemiology and the prevention of hypertension. J Clin
Hypertens. 2004; 6(11):636-42.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
2001. Jakarta : 2002.
3. Fisher NDL, Williams GH. Hypertensive vascular disease. In : Kasper DL,
Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et all, editors. Harrisons
principle of internal medicine. 16th edition. New York : McGraw Hill;
2005. p. 1463-80.
4. Bay Area Medical Information (BAMI). Hypertension. 2006. (cited 2006
July 7). Available from : URL : http://www.bami.us/HTN.htm.
5. U.S. Department of Health and Human Services. The Seventh Report of
the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure. National Institute of Health : 2004.
6. Bickley LS. Bates Guide to physical examination and history taking. 8 th
edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2003.p.75-80.
7. Beevers G, Lip GYH, OBrien E. ABC of hypertension : Blood pressure
measurement. BMJ. 2001;322:1043-7.
8. Lane DA, Lip GYH. Ethnic differences in hypertension and blood pressure
control in th UK. Q J Med. 2001; 94:391-6.
9. Chang L. Hypertension : high blood pressure and atherosclerosis. In :
WebMD medical reference. 2005. (cited 2006 July 7). Available from :
URL : http://www.webmd.com/content/article/96/103778.htm.
10. Benowitz NL. Antihypertensive agents. In : Katzung, Bertram G, editor.
Basic & clinical pharmacology. 9th edition. Singapore : The McGraw-Hill
Companies, Inc.; 2004.p.160-83.
11. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins and Cotrans Pathologic Basis of
Diesease. 7th edition. Boston: Elsevier B. V.: 2004.
12. James DK, Steer PJ, Weiner CP, Gonik B. High Risk Pregnancy,
Management Options 2nd ed. London : WB Sounders Company, 2001 :
639- 51.
13. Roeshadi RH. Hipertensi dalam kehamilan : Bandung, 2000
14. Lindheimer MD, Roberts JM, Cunningham FG. Hypertensive Disorders in
Pregnancy 2nd ed. Connecticut : Appleton & Lange, 1999 : 543-75.
15. Cunningham FG, Leveno KJ, Gant NF, Gilstrap L.C, Houth J.C, Wenstrom
K.D. William Obstetrics 21th ed.London: McGraw-Hill,2001: 567-618.
16. Report of the Working Group on Research on Hypertension During
Pregnancy (2001). National Heart, Lung and Blood Institute. Retrieved
October 24, 2004 from : http://www.nhlbi.nih.gov/resources/hypertenpreg/#background
17. Report of the National High Blood Pressure Education Program Working
Group on High Blood Pressure in Pregnancy. Maryland : Am J. Obstet
Gynecol, 2000 : 183: 1-31.
18. Winn HN, Hobbins JC. Clinical Maternal-Fetal Medicine. USA, 2000 : 1930.
19. Mose JC. Pengaruh pemberian ekstrak bawang putih (Allium sativum)
pada aktivitas trombosit dan tekanan darah ibu hamil yang berisiko
mendapat preeklamsi. Disertasi Program Pasca Sarjana Universitas
Padjadjaran Bandung, 1999
20. Wijayanegara H, Suardi A, Wirakusumah FW. Pedoman Diagnosis dan
Terapi Obstetri dan Ginekoogi RSUP Dr. Hasan Sadikin. Bagian pertama
(Obstetri), Bandung. Bagian /SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD
RSUP Dr. Hasan Sadikin, 1998.
21. DeCherny AH, Pernol ML. Current Obstetric and Gynecologic Diagnostic
and Treatment. Connecticut : Pleton dan Lange, 1990 : 338-46.
22. Derek Llewellyn-Jones. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi Ed.6 Sydney
: Hipokrates, 1995 : 113-17.
23. Lampiran
24. Tabel 2. Obat-obatan Antihipertensi Oral5
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.