Anda di halaman 1dari 54

MAKALAH

HIPERTENSI
Disusun Oleh:
Andhika Raspati

1301-1210-0120

Wildan Firdaus

1301-1211-0162

Yogi Faldian

1301-1211-0036

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2011

1.

PENDAHULUAN
Hipertensi telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
utama

di

negara-negara

maju

serta

di

beberapa

negara-negara

berkembang.1 Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga


menghadapi masalah ini. Semakin meningkatnya arus globalisasi di segala
bidang, telah membawa banyak perubahan pada perilaku dan gaya hidup
masyarakat di Indonesia, termasuk dalam pola konsumsi makanan
keluarga. Perubahan tersebut tanpa disadari telah memberi pengaruh
terhadap terjadinya transisi epidemiologi dengan semakin meningkatnya
kasus-kasus hipertensi di Indonesia.2
Hipertensi dilihat dari segi klinis, merupakan penyakit yang umum,
asimptomatis, mudah dideteksi dan mudah ditangani jika dikenali secara
dini. Namun, hipertensi dapat menyebabkan komplikasi-komplikasi yang
mematikan jika tidak ditangani.3
2.

DEFINISI DAN PENGERTIAN HIPERTENSI


Secara umum, pengertian hipertensi adalah tekanan darah yang
tinggi. Oleh karena itu, untuk dapat memahami hipertensi, maka
diperlukan pengertian mengenai tekanan darah. Tekanan darah adalah
suatu ukuran dari kekuatan darah yang menekan dinding pembuluh darah.
Tekanan darah yang digunakan sebagai batasan dalam menentukan
penyakit hipertensi adalah tekanan darah arteri. Jadi, hipertensi adalah
tingginya tekanan darah yang dilihat dari kekuatan darah dalam menekan
dinding pembuluh darah arteri.4
Pengukuran tekanan darah arteri yang umumnya menggunakan
sphygmomanometer dan stetoskop akan menghasilkan dua buah angka
hasil pencatatan, yaitu tekanan darah sistol dan tekanan darah diastol.
Angka pertama yang lebih besar nilainya, menunjukkan tekanan darah
sistol. Tekanan darah sistol merupakan tekanan darah terhadap dinding
arteri ketika jantung sedang berkontraksi memompa darah. Angka kedua
yang lebih kecil nilainya, menunjukkan tekanan darah diastol. Tekanan

darah diastol merupakan tekanan darah terhadap dinding arteri ketika


jantung sedang berelaksasi di antara dua kontraksi. Tekanan darah diastol
juga menggambarkan keadaan elastisitas dinding arteri.4 Tekanan darah
diastol akan menurun setelah usia 50an oleh karena elastisitas dinding
arteri yang berkurang.5
Pencatatan nilai tekanan darah sistol dilakukan terlebih dahulu dan
kemudian nilai tekanan darah diastol. Kedua angka ini dipisahkan oleh
sebuah garis miring. Sebagai contoh, tekanan darah sistol sebesar 120
mmHg dan tekanan darah diastol sebesar 80 mmHg akan dicatat sebagai
120/80 mmHg.4
Oleh karena tidak ada garis batas yang tegas antara tekanan darah
yang normal dengan tekanan darah yang tinggi, definisi hipertensi
ditetapkan berdasarkan kesepakatan yang mempertimbangkan risiko
komplikasi penyakit kardiovaskular pada beberapa tingkat tekanan darah.
Tekanan darah sistol/diastol sebesar 120/80 ditetapkan sebagai batas
tekanan

darah

yang

normal.

Hal

ini

didapatkan

dengan

mempertimbangkan bahwa kenaikan risiko penyakit kardiovaskular pada


orang-orang bertekanan darah di bawah 115/75 mmHg tidak terlalu
signifikan dibandingkan dengan orang-orang bertekanan darah di atas nilai
tersebut.5
Joint

National

Committee

(JNC)

(sebuah

komite

yang

menyediakan panduan mengenai pencegahan, deteksi, evaluasi dan


penanganan hipertensi), dalam laporannya yang ke-7, membuat sistem
klasifikasi hipertensi sebagai berikut:5
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi pada Orang Dewasa (18 tahun ke atas)

Prehipertensi bukan merupakan kategori penyakit, namun lebih


merupakan penanda yang dipilih untuk mengidentifikasi individu-individu
yang berisiko tinggi menjadi hipertensi. Kategori ini diperlukan untuk
meningkatkan kewaspadaan para klinikus dan juga pasien sehingga
tindakan-tindakan pencegahan hipertensi dapat dilakukan secara dini.
Pasien yang berada dalam kategori ini bukan merupakan kandidat untuk
mendapatkan terapi farmakologis, namun perlu disarankan untuk
mengubah pola hidupnya untuk mengurangi risiko terkena hipertensi.5
Penanganan hipertensi berdasarkan klasifikasi yang dibuat JNC VII
tidak mengelompokkan individu-individu berdasarkan ada tidaknya
indikasi-indikasi tertentu (faktor risiko lain atau kerusakan organ target).
Pasien-pasien hipertensi yang memiliki indikasi-indikasi tertentu akan
dibahas pada bagian lain dari makalah ini. JNC VII menyarankan agar
semua orang dengan hipertensi (stage 1 dan stage 2) ditangani dengan
pemberian obat. Tujuan pemberian obat pada penderita hipertensi adalah
agar tekanan darahnya <140/90 mmHg. Sedangkan tujuan penanganan
pasien yang berada dalam kategori prehipertensi adalah menurunkan
tekanan darah hingga normal dan mencegah kenaikan tekanan darah yang
lebih lanjut dengan cara perubahan pola hidup.5
3.

ETIOLOGI, PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI HIPERTENSI


Hipertensi dengan penyebab yang tidak diketahui dinamakan
hipertensi primer, esensial atau idiopatik. Hipertensi primer ini merupakan
85% dari kasus hipertensi. Pada sebagian kecil sisanya, penyebab
hipertensinya diketahui. Hipertensi ini dinamakan hipertensi sekunder.3
Definisi inilah yang terkadang menyulitkan para klinisi dalam
membedakan kedua golongan tersebut. Penyebab yang tidak diketahui,
suatu saat, seiring dengan kemajuan zaman akan diketahui sedikit demi
sedikit. Selama proses perkembangan ilmu pengetahuan akan terdapat
kesulitan dalam membedakan kedua golongan tersebut, karena batas antara

penyebab yang tidak diketahui dan penyebab yang diketahui menjadi tidak
jelas.
Saat ini, jika penyebab hipertensi adalah suatu kelainan organ
struktural atau gen yang spesifik, maka dimasukkan ke dalam golongan
hipertensi sekunder. Namun, jika penyebab hipertensi adalah kelainankelainan yang umum dan fungsional, maka dimasukkan ke dalam
golongan hipertensi primer.3
Berikut akan dijelaskan mengenai etiologi, patogenesis dan
patofisiologi dari hipertensi primer dan sekunder.
3.1

Hipertensi Primer
Hipertensi Primer atau hipertensi esensial adalah hipertensi yang
penyebabnya tidak diketahui secara pasti atau idiopatik. Kesulitan dalam
menemukan mekanisme yang bertanggung jawab atas terjadinya hipertensi
primer adalah banyaknya sistem yang terlibat dalam pengaturan tekanan
darah. Sistem saraf adrenergik baik sentral maupun perifer, sistem
pengaturan ginjal, sistem pengaturan hormon dan pembuluh darah adalah
sistem-sistem yang mempengaruhi tekanan darah. Sistem-sistem ini saling
mempengaruhi dengan susunan yang kompleks dan dipengaruhi oleh gengen tertentu.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem-sistem tersebut erat
kaitannya dalam membicarakan etiologi, patogenesis dan patofisiologi dari
hipertensi. Faktor-faktor yang diketahui memiliki pengaruh antara lain
adalah faktor-faktor lingkungan seperti asupan natrium, obesitas,
pekerjaan, asupan alkohol, besar keluarga dan keramaian penduduk.
Faktor-faktor ini telah diasumsikan sebagai faktor yang berperan penting
dalam peningkatan tekanan darah seiring bertambahnya usia setelah
membandingkannya antara kelompok masyarakat yang lebih banyak
terpapar dengan yang lebih sedikit terpapar dengan faktor-faktor tersebut.3
Faktor genetik atau faktor keturunan juga memiliki pengaruh
terhadap kejadian hipertensi karena sistem-sistem yang mempengaruhi

tekanan darah diatur oleh gen. Hipertensi merupakan salah satu kelainan
genetik kompleks yang paling umum ditemukan dan diturunkan pada ratarata 30% keturunannya. Namun, faktor keturunan ini dipengaruhi oleh
penyebab-penyebab yang multifaktorial sehingga setiap kelainan genetik
yang berbeda dapat memiliki manifestasi hipertensi sebagai salah satu
ekspresi fenotipnya.3
Berdasarkan hal di atas dan penelitian-penelitian di bidang
tersebut, maka faktor-faktor seperti usia, ras, jenis kelamin, merokok,
asupan alkohol, kolesterol serum, intoleransi glukosa dan berat badan
dapat mempengaruhi prognosis dari hipertensi. Semakin muda seseorang
mengetahui kelainan hipertensinya, semakin besar umur harapan hidup
orang tersebut.3
Etnis seseorang juga mempunyai pengaruh terhadap kejadian
hipertensi, namun penelitian mengenai hubungan etnis dan kejadian
hipertensi menghasilkan hasil yang beragam. Hal ini disebabkan, karena
selain faktor etnis, terdapat juga faktor lingkungan dan faktor perilaku
yang ikut mempengaruhi kejadian hipertensi. Sehingga penelitian terhadap
etnis yang sama di tempat yang berbeda, menghasilkan data yang berbeda.
Secara umum, banyak penelitian yang menunjukkan kejadian hipertensi
lebih banyak terjadi pada etnis Afro-Karibia dan Asia Selatan
dibandingkan dengan etnis kulit putih.8
Aterosklerosis merupakan penyakit yang sering ditemukan
bersamaan dengan hipertensi dan memiliki hubungan timbal balik positif.
Tekanan darah yang tinggi akan memberikan beban terhadap dinding
pembuluh darah dan melalui proses yang kronis, tekanan berlebih ini akan
menyebabkan kerusakan pada dinding pembuluh darah. Kerusakan
dinding arteri ini merupakan pencetus terjadinya proses aterosklerosis.
Aterosklerosis sendiri akan menyebabkan hipertensi jika terjadi secara
menyeluruh di pembuluh darah sistemik. Maka, bukanlah hal yang tidak
wajar, jika faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian aterosklerosis

seperti tingginya kadar kolesterol serum, intoleransi glukosa dan kebiasaan


merokok juga mempengaruhi kejadian hipertensi.3,9
Korelasi positif antara obesitas dengan hipertensi juga sudah tidak
dipertanyakan lagi. Peningkatan berat badan telah dihubungkan dengan
peningkatan kejadian hipertensi dan penurunan berat badan dapat
menurunkan tekanan darah arterinya. Namun, belum diketahui apakah
perubahan ini berhubungan dengan perubahan sensitivitas dari insulin.3

Gambar 1. Alur hipotetis hipertensi primer11


3.2

Hipertensi Sekunder
Seperti

telah

disebutkan

sebelumnya,

hipertensi

sekunder

merupakan hipertensi dengan penyebab yang dapat diidentifikasi.


Walaupun hipertensi sekunder lebih sedikit, namun penyakit ini perlu
mendapat perhatian lebih oleh karena :3
(1) Terapi terhadap penyebab dapat menyembuhkan hipertensi
(2) Hipertensi sekunder dapat menjadi penghubung dalam memahami
etiologi dari hipertensi primer.
Penyebab-penyebab dari hipertensi sekunder adalah kelainan
ginjal, kelainan endokrin, koartasi aorta dan juga obat-obatan. Penyebabpenyebab tersebut akan dibicarakan pada bagian berikut.3
3.2.1

Kelainan Ginjal
Hipertensi yang diakibatkan oleh kelainan ginjal dapat berasal dari
perubahan sekresi zat-zat vasoaktif yang menghasilkan perubahan tonus
dinding pembuluh darah atau berasal dari kekacauan dalam fungsi
pengaturan cairan dan natrium yang mengarah pada meningkatnya volume
cairan intravaskular. Pembagian lebih lanjut dari kelainan ginjal yang
menyebabkan hipertensi adalah kelainan renovaskular dan kelainan
parenkim ginjal.3
Kelainan renovaskular disebabkan oleh rendahnya perfusi dari
jaringan ginjal oleh karena stenosis yang terjadi pada arteri utama atau
cabangnya yang utama. Hal ini menyebabkan sistem renin-angiotensin
teraktivasi. Angiotensin II yang merupakan produk dari sistem reninangiotensin, akan secara langsung menyebabkan vasokonstriksi atau
secara tidak langsung melalui aktivasi sistem saraf adrenergik. Selain itu
angiotensin

II

juga

akan

merangsang

sekresi

aldosteron

yang

mengakibatkan terjadinya retensi natrium.3


Aktivasi sistem renin-angiotensin juga merupakan penjelasan dari
hipertensi yang diakibatkan kelainan parenkim ginjal. Perbedaannya

adalah penurunan perfusi jaringan ginjal pada kelainan parenkim ginjal


disebabkan oleh peradangan dan proses fibrosis yang mempengaruhi
banyak pembuluh darah kecil di dalam ginjal.3
3.2.2

Kelainan Endokrin
Kelainan endokrin dapat menyebabkan hipertensi. Hal ini
disebabkan banyak hormon-hormon yang mempengaruhi tekanan darah.
Beberapa kelainan endokrin ini antara lain adalah :3
1. Hiperaldosteronism primer
2. Cushing syndrome
3. Pheochromocytoma
4. Akromegali
5. Hiperparatiroid

3.2.3

Koartasi Aorta
Hipertensi yang disebabkan oleh koartasi aorta dapat berasal dari
vasokonstriksi pembuluh darah itu sendiri atau perubahan pada perfusi
ginjal. Perubahan perfusi ginjal ini akan menghasilkan bentuk hipertensi
renovaskular yang tidak umum.3

4.

KOMPLIKASI DAN MANIFESTASI HIPERTENSI


Penderita hipertensi umumnya meninggal pada usia yang lebih
muda dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki hipertensi.
Penyebab kematiannya yang paling sering adalah akibat penyakit jantung,
stroke atau gagal ginjal. Hipertensi juga dapat menyebabkan kebutaan
akibat retinopati.3

4.1

Efek pada Jantung


Peningkatan tekanan darah sistemik menyebabkan jantung harus
bekerja lebih berat untuk mengkompensasinya. Pada awalnya, jantung
akan mengalami hipertrofi ventrikel yang konsentris, yaitu meningkatnya
ketebalan dinding otot jantung. Namun, pada akhirnya, kemampuan

ventrikel ini akan semakin menurun, sehingga ruang ventrikel jantung


akan ikut membesar. Pembesaran jantung ini lama-kelamaan akan
mengakibatkan gejala-gejala dan tanda-tanda gagal jantung mulai tampak.
Angina pektoris juga dapat terjadi pada penderita hipertensi yang
disebabkan oleh karena kombinasi dari kelainan pembuluh darah koroner
dan peningkatan kebutuhan oksigen sebagai akibat dari peningkatan massa
jantung. Iskemia dan infark miokard akan terjadi pada tahap lanjut dari
perjalanan penyakit yang dapat mengakibatkan kematian.3
4.2

Efek Neurologis
Efek neurologis jangka panjang dari hipertensi dapat dibagi
menjadi efek pada sistem saraf pusat dan efek pada retina. Oklusi atau
perdarahan merupakan penyebab dari timbulnya efek-efek neurologis ini.
Infark serebral merupakan akibat dari proses aterosklerosis (oklusi) yang
sering ditemukan pada pasien hipertensi. Sedangkan perdarahan serebral
adalah hasil dari peningkatan tekanan darah yang kronis sehingga
mengakibatkan terjadinya mikroaneurisma. Mikroaneurisma ini sewaktuwaktu dapat pecah dan menimbulkan perdarahan.3
Retinopati akibat hipertensi dapat disebabkan oleh efek-efek
seperti penyempitan tak teratur dari arteriol retina atau perdarahan pada
lapisan serat saraf dan lapisan pleksiform luar.3
Sakit kepala yang sering terjadi di pagi hari, pusing, vertigo,
tinnitus, pingsan dan penglihatan kabur merupakan gejala-gejala hipertensi
yang berasal dari efek neurologis. Efek neurologis paling berbahaya
adalah kematian dan kebutaan yang merupakan dua hal yang paling
ditakutkan terjadi pada penderita hipertensi.3

4.3

Efek pada Ginjal


Aterosklerosis yang terjadi pada arteriol aferen dan eferen serta
kapiler glomerulus merupakan penyebab yang paling umum dari kelainan
ginjal oleh karena hipertensi. Akibatnya adalah terjadi penurunan laju

10

filtrasi glomerulus dan juga disfungsi dari tubulus ginjal. Proteinuria dan
hematuria mikroskopis terjadi oleh karena kerusakan glomerulus.
Kematian oleh karena hipertensi, 10% di antaranya diakibatkan oleh gagal
ginjal.3
5.

PENANGANAN HIPERTENSI

5.1

Prinsip Penanganan
Prinsip penanganan hipertensi adalah mengusahakan agar tekanan
darah penderita tetap di dalam batas normal dan jika terjadi kenaikan
seiring dengan bertambahnya usia, maka kenaikannya tersebut tidak terlalu
tinggi. Hal ini dilakukan agar risiko morbiditas dan mortalitas akibat
penyakit kardiovaskular dan penyakit ginjal dapat dikurangi. Target
tekanan darah yang harus dicapai adalah <140/90 mmHg. Pada penderita
diabetes dan penyakit ginjal, targetnya lebih rendah, yaitu <130/80
mmHg.5
Penelitian-penelitian menunjukkan, bahwa penanganan hipertensi
mempunyai keuntungan seperti :5
(1) Mengurangi insidensi kasus stroke rata-rata sebesar 35-40%.
(2) Mengurangi insidensi infark miokard rata-rata sebesar 20-25%.
(3) Mengurangi insidensi gagal jantung rata-rata >50%.
Penanganan hipertensi dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
memperbaiki pola hidup dan dengan terapi farmakologis. Perbaikan pola
hidup perlu dilakukan, terutama jika penderita sudah termasuk dalam
kategori prehipertensi. Sedangkan pada penderita yang sudah mencoba
perubahan pola hidup tetapi tetap gagal mencapai target (<140/90
mmHg) , maka terapi farmakologi perlu dimulai.5
Pada kebanyakan penderita hipertensi, terutama yang berusia di
atas 50 tahun, mengurangi tekanan darah sistol lebih sulit daripada
mengurangi tekanan darah diastol. Oleh karena itu, tekanan darah sistol
harus menjadi perhatian utama dalam menangani hipertensi.5

5.2

Perbaikan Pola Hidup

11

Terapi nonfarmakologis dengan modifikasi gaya hidup terdiri dari :


1. Menghentikan merokok
2. Menurunkan berat badan berlebih
3. Menurunkan konsumsi lkohol berlebih
4. Latihan fisik
5. Menurunkan asupan garam
6. Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak.
Penerapan pola hidup sehat oleh semua orang merupakan hal yang
penting untuk pencegahan hipertensi dan merupakan bagian yang tidak
boleh dilupakan dalam penanganan penderita hipertensi. Penurunan berat
badan sebesar 4,5 kg saja sudah dapat mengurangi tekanan darah,
walaupun yang diutamakan adalah pencapaian berat badan yang ideal.
Tekanan darah juga dapat dikendalikan dengan penerapan pola makan
yang dibuat oleh DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension). Pola
makan yang baik menurut DASH adalah diet kaya akan buah-buahan,
sayur-sayuran dan produk susu yang rendah lemak(lowfat). Asupan
natrium juga harus dibatasi agar tidak lebih dari 100 mmol per hari (2,4 gr
natrium). Semua orang yang mampu sebaiknya melakukan aktivitas fisik
aerobik yang teratur seperti jalan cepat sekurang-kurangnya 30 menit
setiap hari. Asupan alkohol harus dibatasi agar tidak lebih dari 1 ons
(30mL) etanol per hari untuk pria. Sedangkan untuk wanita dan orang
yang berat badannya ringan, dibatasi agar tidak lebih dari 0,5 ons (15ml)
etanol per hari.5
5.3

Terapi Farmakologis
Ada berbagai macam obat antihipertensi yang tersedia. Tabel 2
memuat daftar obat-obat yang biasanya digunakan sebagai obat
antihipertensi. Dosis dan frekuensi pemberiannya juga tertera.5
Lebih dari 2/3 penderita hipertensi tidak dapat dikendalikan dengan
hanya satu obat saja dan membutuhkan dua atau lebih kombinasi obat
antihipertensi dari kelas yang berbeda. Diuretik merupakan obat yang

12

direkomendasikan sebagai obat yang pertama kali diberikan, jika penderita


hipertensi memerlukan terapi farmakologis, kecuali jika terdapat efek
samping.5
Semua obat antihipertensi bekerja pada salah satu atau lebih tempat
pengaturan tekanan darah berikut:10
1. Resistensi arteriol
2. Kapasitansi venule
3. Pompa jantung
4. Volume darah
Obat-obat antihipertensi tersebut juga dapat diklasifikasikan
berdasarkan tempat kerja utamanya, antara lain:10
1. Diuretik yang menurunkan tekanan darah dengan mengurangi
kandungan natrium tubuh dan volume darah
a. Thiazide diuretic
b. Loop diuretic
c. Potassium sparing diuretic
2. Agen-agen simpatoplegia yang menurunkan tekanan darah dengan
mengurangi resistensi pembuluh darah perifer, menghambat kerja
jantung dan meningkatkan kapasitansi darah dengan memvasodilatasi
vena
a. Beta-blocker
b. Alpha-1 blocker
c. Central alpha-2 agonist
3. Vasodilator direk yang menurunkan tekanan darah dengan merelaksasi
otot polos pembuluh darah, sehingga menurunkan resistensi dan
meningkatkan kapasitansi pembuluh darah.
a. Calcium channel blocker
b. Hydralazine
c. Minoxidil

13

4. Agen yang menghambat produksi atau kerja dari angiotensin sehingga


menurunkan resistensi pembuluh darah perifer dan juga volume darah.
a. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor
b. Angiotensin II antagonist
c. Aldosterone receptor blocker
Kenyataan bahwa obat-obat dari golongan yang berbeda ini bekerja
dengan mekanisme yang berbeda pula, membuat kombinasi obat-obat
yang berbeda golongan tersebut dapat meningkatkan efektifitas dan juga
dalam beberapa kasus menurunkan toksisitas dari terapi farmakologis.10
5.4

Algoritma Penanganan Hipertensi5

14

Gambar 2. Algoritma Penanganan Hipertensi5


Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien
adalah :
1. CCB dan ACEI atau ARB
2. CCB dan BB
3. CCB dan diuretika
4. AB dan BB
5. Kadang diperlukan tiga atu empat kombinasi obat

15

5.5

Penanganan Hipertensi pada Kasus-kasus Tertentu


Hipertensi dapat terjadi bersamaan dengan kondisi-kondisi lain
sehingga terdapat beberapa indikasi tertentu dalam pemilihan obat-obatan
antihipertensi. JNC VII memberikan rekomendasi terhadap kasus-kasus
tersebut yang dapat dilihat pada tabel berikut :5

Tabel 2. Pedoman untuk kasus-kasus hipertensi tertentu.5

5.6

Penanganan Krisis Hipertensi

16

Krisis hipertensi terdiri dari hipertensi emergensi (emergency


hypertension) dan hipertensi urgensi (urgency hypertension). Hipertensi
emergensi dikarakterisasi oleh peningkatan tekanan darah yang hebat
(>180/120mmHg) yang disertai dengan keadaan-keadaan disfungsi organ
target atau keadaan-keadaan yang mengarah pada disfungsi organ target.
Hipertensi ini memerlukan penurunan tekanan darah yang segera (tidak
perlu menjadi normal) untuk mencegah atau mengurangi kerusakan organ
target. Contohnya adalah ensefalopati hipertensi, perdarahan intraserebral,
infark miokard akut, gagal jantung kiri akut dengan edema pulmonal,
unstable angina pectoris, diseksi aneurisma aorta, dan eklamsi.5
Hipertensi urgensi adalah keadaan-keadaan dengan peningkatan
tekanan darah yang hebat (>180/120mmHg) tanpa disertai keadaankeadaan disfungsi organ target atau keadaan-keadaan yang mengarah pada
disfungsi organ target. Hipertensi urgensi biasanya ditandai dengan sakit
kepala yang hebat, nafas pendek, epitaksis, atau kecemasan yang berlebih.5
Pasien-pasien dengan hipertensi emergensi harus dirawat di ICU
(intensive care unit) untuk pemantauan dan pemberian obat-obatan
antihipertensi parenteral. Target terapi awal adalah menurunkan tekanan
darah arteri rata-rata, tetapi tidak lebih dari 25% dalam 1 menit sampai 1
jam. Kemudian, jika tekanan darahnya stabil, target terapi adalah
menurunkan tekanan darahnya sampai 160/100-110 mmHg dalam 2-6 jam
berikutnya. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba harus dihindarkan
untuk mencegah terjadinya iskemia renal, serebral dan koronaria. Untuk
alasan ini, nifedipin kerja singkat tidak lagi digunakan pada terapi
hipertensi emergensi.5
Jika target tersebut telah tercapai dan keadaan pasien telah stabil,
penurunan tekanan darah berikutnya dapat dilakukan dalam 24-48 jam
kemudian. Terdapat beberapa pengecualian dari penanganan di atas, yaitu:5

pasien dengan stroke iskemik yang mana pemberian terapi


antihipertensi secara segera masih menimbulkan perdebatan.

17

pasien dengan diseksi aorta yang harus menurunkan tekanan


darah sistolnya di bawah 100 mmHg jika memungkinkan.

pasien yang menerima agen-agen trombolitik.

Tabel 3. Obat-obatan parenteral yang digunakan dalam penanganan hipertensi


emergensi.5

5.7

Evaluasi dan Pemantauan

18

Setelah terapi farmakologis untuk hipertensi dimulai, penderita


hipertensi harus kontrol secara teratur untuk memantau perkembangannya
setidaknya sebulan sekali sampai tekanan darahnya normal. Kunjungan
yang lebih sering diperlukan pada penderita hipertensi derajat 2 (stage II)
atau jika mempunyai komplikasi. Kadar kalium dan kreatinin serum harus
dimonitor setidaknya satu atau dua kali setahun.5
Setelah tekanan darah mencapai target dan stabil, kunjungan dapat
dilakukan dengan interval tiga bulan sekali atau enam bulan sekali. Jika
ada penyakit lain seperti gagal jantung dan diabetes, kunjungan harus lebih
sering dilakukan.5
Tabel 4. Rekomendasi pemantauan ulang berdasarkan pemeriksaan tekanan darah
awal untuk pasien tanpa kerusakan organ target.5

6.

PENCEGAHAN

DAN

PENANGANAN

HIPERTENSI

TANTANGAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


Pencegahan dan penanganan hipertensi merupakan tantangan yang
perlu dihadapi oleh ilmu kesehatan masyarakat. Jika kenaikan tekanan
darah seiring bertambahnya usia dapat dicegah, maka akan terdapat
banyak penyakit kardiovaskular, stroke dan penyakit ginjal yang dapat
dicegah. Beberapa faktor penyebab hipertensi telah diidentifikasi,

19

termasuk kelebihan berat badan, kelebihan asupan natrium, kurangnya


aktivitas fisik, kekurangan diet buah-buahan dan sayur-sayuran, serta
tingginya konsumsi minuman beralkohol.5
Oleh karena, risiko kejadian seumur hidup (lifetime risk) hipertensi
adalah sangat tinggi, maka diperlukan suatu strategi di bidang ilmu
kesehatan masyarakat yang mencakup pencegahan dan penanganan
hipertensi. Sebagai upaya untuk mencegah kenaikan tekanan darah dalam
suatu populasi, pencegahan utama ditujukan pada pengurangan faktorfaktor penyebab pada populasi tersebut. Individu-individu yang termasuk
dalam kategori prehipertensi perlu diberi perhatian lebih.5
Walaupun penurunan tekanan darah dari suatu populasi hanya
menghasilkan penurunan yang kecil, namun dampaknya akan sangat besar.
Sebagai contoh, telah diperhitungkan bahwa jika terdapat penurunan
tekanan darah sistol sebesar 5 mmHg pada suatu populasi, maka akan
menghasilkan penurunan sebesar 14 % dari mortalitas karena stroke, 9 %
dari kematian akibat penyakit jantung koroner dan 7 % dari kematian
akibat semua penyebab.5
Hambatan dalam pencegahan hipertensi ini adalah kebudayaan
masyarakat; tidak adanya perhatian terhadap kegiatan pendidikan
kesehatan oleh para praktisi di bidang kesehatan; kurangnya dana untuk
program-program pendidikan kesehatan; kurangnya akses terhadap saranasarana olahraga; besarnya porsi makanan di tempat-tempat makan umum;
kurangnya ketersediaan makanan sehat di tempat-tempat umum seperti
sekolah, tempat kerja, dan restoran; kurangnya kegiatan olahraga di
sekolah; tingginya kandungan natrium dari produk-produk makanan yang
dibuat oleh industri pangan dan restoran-restoran; mahalnya harga-harga
makanan sehat.5
Upaya

untuk

menghadapi

hambatan-hambatan

tersebut

memerlukan pendekatan menyeluruh yang ditujukan tidak hanya pada


populasi dengan risiko tinggi, tetapi juga pada masyarakat secara umum
seperti sekolah, tempat kerja dan industri makanan. Rekomendasi yang

20

dilakukan oleh American Public Health Association dan juga National


High Blood Pressure Education Program (NHBPEP) Coordinating
Committee agar industri pangan termasuk restoran-restoran untuk
mengurangi kandungan natrium pada produk-produknya sebesar 50 %
dalam waktu 10 tahun ke depan, adalah tipe pendekatan yang jika
diterapkan, akan mengurangi tekanan darah populasi.5

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN


Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang sangat sering
ditemukan dalam kehamilan. Sekitar 7-10 % komplikasi dari kehamilan adalah
hipertensi (12)
HDK merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu
disamping perdarahan dan infeksi. Selain itu, HDK juga memiliki angka
mortalitas dan morbiditas pada bayi yang cukup tinggi. Di Indonesia preeklamsia
dan eklamsia merupakan penyebab dari 30-40% kematian perinatal. Oleh karena
itu diperlukan perhatian serta penanganan yang serius tehadap ibu hamil dengan
penyakit ini. (13)
KLASIFIKASI
HDK berdasarkan The Working Group Report dan High Blood Pressure in
Pregnancy (2000) dibagi menjadi :
1. Hipertensi gestasional
2. Hipertensi kronis
3. Superimposed preeklamsi
4. Preeklamsi ringan, preeklampsi berat dan eklamsi
Sebagai batasan yang disebut hipertensi dalam kehamilan adalah kenaikan
tekanan darah diastolik > 90 mmHg dan tekanan darah sistolik > 140 mmHg pada
dua kali pemeriksaan yang berjarak : 4 jam atau lebih dan proteinuria, jika
dijumpai protein dalam urine melebihi 0,3 gr/24 jam atau dengan pemeriksaan

21

kualitatif minimal positif (+) satu.(13,14)


DEFINISI (15-18)
1. Hipertensi Gestasional
-

TD mencapai > 140/90 mmHg, tetapi proteinuri (-) untuk pertama kali
dalam masa kehamilan

Transient hipertension jika tidak berkembang menjadi preeklamsi dan TD


kembali ke normal dalam 12 minggu post partum

Dengan klasifikasi demikian maka diagnosis bahwa seorang wanita


tidak/bukan preeklamsi dibuat hanya pada postpartum

Sehingga diagnosisnya hipertensi gestasional

Wanita dengan hipertensi gestasional dapat mengalami tanda-tanda yang


berhubungan dengan preeklamsi, misalnya :

Nyeri kepala

Nyeri ulu hati

Atau trombositopeni

2. Preeklamsi
Preeklamsi

merupakan

sindroma

spesifik

dalam

kehamilan

akibat

berkurangnya perfusi organ sekunder terhadap vasospasme dan aktivasi


endothelial. Proteinuria merupakan tanda penting pada preeklamsi. Bila tidak
ada maka dipertanyakan.
Proteinuria > 300 mg/24 jam atau persistent 30 mg/dl (+1 dipstick) pada urin
random.
Proteinuria +2 atau lebih atau protein dalam urin 24 jam 2 gr atau lebih
adalah preeklamsi berat, dimana filtrasi glomerulus terganggu dan kreatinin
meningkat.
Nyeri epigastrium/kuadran kanan atas : akibat nekrosis hepatoseluler,
iskemia dan edema karena regangan kapsul Glissons. Sering disertai
meningkatnya enzim liver dan merupakan tanda untuk terminasi kehamilan.
Nyeri akibat infark/perdarahan sama seperti karena ruptur hematoma

22

subkapsuler. Ruptur hepar jarang dan sering berhubungan dengan hipertensi


pada orang yang lebih tua dan multipara
Trombositopeni, merupakan tanda memburuknya preeklamsi akibat
aktivitas platelet dan agregasi dan hemolisis mikroangiopati akibat vasospame
hebat.

Gross

hemolisis

hemoglobinemia,

hemoglobinuria,

hiperbilirubinemia merupakan tanda beratnya penyakit.


3. Eklamsi
Ialah kejang pada wanita yang preeklamsi dan bukan akibat etiologi lain.
Kejang bersifat grand mal dan terjadi selama dan setelah persalinan. Kejang
terjadi > 48 jam post partum terutama pada nullipara sampai 10 hari post
partum.
4. Superimposed preeklamsi
1) Hipertensi (> T 140/90 mmHg) sebelum kehamilan
2) Hipertensi > 140/90 mmHg sebelum 20 minggu (kecuali pada penyakit
gestational trofoblas)
3) Riwayat tambahan :

- Multiparitas
- Hipertensi kehamilan sebelumnya
- Riwayat keluarga hipertensi essensial.

5. Hipertensi Kronis

Hipertropi ventrikel

Dekompensasio kordis

Cerebrovaskular accidents

Kerusakan ginjal intrinsik

Pada wanita muda hipertensi terjadi akibat penyakit parenkim ginjal.


Hipertensi kronis yang diperberat preeklamsi terjadi pada 25% risiko
solusio plasenta.

23

Janin pada wanita hipertensi kronis berisiko IUGR dan kematian. Sering
terjadi superimposed preeklamsi pada wanita lebih cepat daripada preeklamsi
murni. Hipertensi kronis dalam kehamilan tensi meninggi baik sistole atau
diastole setelah 26-28 minggu. Preeklamsi ditandai proteinuria.
INSIDENSI DAN FAKTOR RISIKO
Hipertensi gestasional sering terjadi pada wanita nullipara, sedangkan
wanita tua yang meningkat insidensi hipertensi kronis dengan makin tuanya
kehamilan berisiko terhadap superimposed preeklamsi. Insidensi preeklamsi ialah
sekitar 5%, dipengaruhi oleh faktor-faktor : (12)

Paritas

Ras dan etnik

Predisposisi genetik

Faktor lingkungan

Faktor Lain :
-

Sosioekonomis sosioekonomis yang tinggi menurunkan insidensi

Suplemen kalsium Ca harian

Kehamilan kembar

Riwayat hipertensi kronis

Wanita dengan usia > 35 tahun

Obesitas

Etnik Afrika-Amerika

Obesitas :
-

Wanita dengan BMI < 19,8 kg/m2 : 4,3 %

Wanita dengan BMI > 35 kg/m2 : 13,3%

Kembar
-

Hipertensi gestasional

24

Single

: 6%

Gemelli : 13%
-

Preeklamsi
Single

: 5%

Gemelli : 13%
Bayi / janin dari wanita kembar dengan HDK meningkatkan risiko outcome
daripada yang tunggal
Merokok
-

Meningkatkan risiko terhadap outcome janin

Menurunkan risiko terhadap HDK

Plasenta previa
-

Menurunkan risiko terhadap HDK

Eklamsi
-

Dapat dicegah dan di AS telah berkurang dengan PNC yang adekuat

Komplikasi mayor :

Solusio plasenta

: 10%

Defisit neurologis

: 7%

Pneumonia aspirasi

: 7%

Udema paru

: 5%

Cardiopulmanory arrest

: 4%

ARF

Kematian Ibu

: 4%
: 1%

PATOLOGI (4,6)
Perubahan patologis dari fungsi organ dan sistem sebagai akibat
vasospasme dan iskemia terhadap preeklamsi berat dan eklamsi. Pengaruhnya
terhadap ibu :

25

Kardiovaskuler

Hematologis

Endokrin dan metabolisme

Perubahan aliran darah regional

Pengaruh terhadap janin : insufisiensi uteroplasenta


1. Perubahan Kardiovaskuler
Perubahan Hemodinamik
-

Dengan menggunakan monitoring Doppler

Preeklamsi pada wanita yang tadinya normotensif : CO meningkat


sebelum diagnosis klinis tapi resistensi perifer total tidak berubah dan
dengan preeklamsi menjadi CO menurun dan resistensi perifer menurun.

Wanita yang hipertensi gestasional : CO meningkat sebelum dan selama


perkembangan hipertensi
Ada 3 faktor yang mempengaruhi :
1) Wanita dengan preeklamsi memiliki berbagai perubahan CV yang
tergantung pada berat dan lamanya
2) Penyakit yang mendasari dapat merubah manifestasi klinik
3) Intervensi terapi dapat merubah

Sehingga berdasarkan hal ini dibagi :


1) Tidak perlu terapi
2) MgSO4 dan hidralazin tanpa volume intravena
3) MgSO4 dan hidralazin dengan loading volume intravena

Wanita yang dibatasi pemberian cairan iv (hidrasi) wedge pressure < 10


mmHg atau > 5 mmHg fungsi ventrikel yang besar bukan karena stroke
volume tapi karena wedge pressure yang rendah (kontraktilitas
miokardium), sedangkan wanita yang diberi banyak volume cairan
PCWP (pulmonary Capillary Wedge Pressure) > besar dan fungsi ventrikel
tetap karena CO

meningkat. Oleh karenanya pemberian cairan yang

26

banyak pada PEB menyebabkan tekanan pengisian sebelah kiri meningkat


CO meningkat lebih dari normal.

Volume Darah
Normal wanita hamil pada minggu terakhir, volume darah = 5 liter, tidak
hamil = 3,5 liter. Pada preeklamsi 1,5 liter darah ini tidak ada karena
vasokontriksi yang memberat oleh peningkatan permeabilitas pembuluh darah
(hemokonsentrasi).
Preeklamsi perbedaan ini tidak jelas
Hipertensi gestasional volume darah normal
Hematokrit yang menurun sebagai akibat perdarahan persalinan pada wanita
hamil, atau sebagai akibat destruksi eritrosit.
Bila tidak ada perdarahan, intravaskular pada eklamsi tidak berkurang.
2. Perubahan Hematologis
-

Trombositopeni

Faktor pembekuan darah menurun

Eritrosit cepat hemolisis


Koagulasi

Trombositopeni

Destruksi eritrosit

Produk degenerasi fibrin meningkat

Thrombin time meningkat

Perubahan koagulasi ini sebagai akibat preeklmasi dan eklamsi


Trombositopeni

Diinduksi oleh preeklamsi, eklamsi.


Setelah partus meningkat sampai normal dalam 3-5 hari.

27

Frekuensi dan intensitas tergantung pada jarak antara preeklamsi dan


persalinan
Ditandai : trombosit < 100.000/mm3 berat
Trombositopeni ini sebagai akibat aktivasi platelet dan konsumsi pada saat
yang bersamaan sehingga produksi platelet meningkat. Tromboporetin, suatu
cytokine yang meningkatkan proliferasi platelet dari megakariosit, meningkat
pada wanita preeklamsi dengan trombositopeni. Bila etiologi tidak diketahui
pasti, proses imunologis atau tumpukan platelet di endotel yang rusak.
Antiglobulin dan Ig yang terikat platelet meningkat pada preeklamsi.
Trombositopeni menunjukkan beratnya proses patologis, makin rendah
trombosit makin besar morbiditas dan mortalitas. Peningkatan enzim hati
menunjukkan beratnya penyakit, sehingga menurut Weistein (1982) kombinasi
hal diatas sebagai HELLP syndrome (Hemolysis, ELevated liver enzymes, LP
low Platelet)
Neonatus dari wanita preeklamsi juga trombositopeni
Fragmentasi Hemolysis
Destruksi eritrosit hemolisis, schizocytosis, sferobitosis, retikulosis
hemoglobinuria

dan

hemoglobinemia.

Terjadi

karena

hemolisis

mikroangiopathi dan vasospasme yang menyebabkan kerusakan endothel


dengan adherence dan deposition fibrin.
Faktor pembekuan lain
Defisiensi berat faktor koagulasi pada PEB-eklamsi tidak umum terjadi
kecuali bila ada konsumsi koagulasi seperti solusio plasenta atau perdarahan
hebat akibat infark hati.
Anti trombin III : penurunan pada wanita preeklamsi dibandingkan wanita
hamil normal dan begitu pula dengan hipertensi kronis.
Fibronectin : glikoprotein membrana basalis endotel meningkat pada wanita
preeklamsi.

28

3. Perubahan Endokrin dan Metabolik


Hipertensi dalam kehamilan menyebabkan penurunan renin, angiotensi II,
aldosteron. Dengan retensi Na, hipertensi dan sekresi renin menurun.

Perubahan Endokrin
Angiotensinogen

Renin

Angiotensin I

Converting
Enzym

Angiotensin II

Angiotensin II menurun menurunkan aldosteron


Pada wanita normal renin, angiotensi II, aldosteron meningkat
Desoksikortikosteroid (DOC) meningkat pada trimester III yang berasal dari
konversi progesteron plasma sehingga tidak berkurang dengan retensi Na dan
hipertensi
Vasopressin normal walaupun menurun dalam plasma
Atrial natriuretic peptide meningkat selama kehamilan normal, dihasilkan dari
regangan dinding atrial akibat ekspansi valume darah. Merupakan vasoaktif
dan meningkatkan ekskresi Na dan air dengan menghambat aldosteron, renin
angiotensin II, vasopressin.
Pada preeklamsi : atrial natriuretic peptida meningkat volume darah
meningkat CO meningkat, menurunkan resistensi vaskuler.
Perubahan cairan elektrolit
Volume cairan ekstraseluler edema
Wanita dengan kerusakan endotel proteinuria menurun tekanan oncotic
plasma cairan intravaskuler ke interstitiel. Elektrolit tidak berubah kecuali
bila mendapat terapi diuretik, pembatasan Na, pemberian cairan + oksitosin
yang menghasilkan antidiuretik. Edema bukan tanda memberatnya prognosis
dan tidak adanya edema bukan berarti outcome lebih baik. Setelah eklamsi

29

bikarbonat menurun karena asidosis metabolik yang dikompensasi dengan


respiratory loss dari CO2.
4. Ginjal
Preeklamsi : perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus menurun
Asam urat plasma meningkat pada wanita yang berat preeklamsinya. Pada
preeklamsi ringan dan sedang filtrasi glomerulus menurun oleh karena
volume plasma menurun kreatinin menjadi 2 kali dari kehamilan normal :
0,5 mg/dL.
Pada PEB kreatinin menjadi bebrapa kali lebih besar meningkat yaitu + 2-3
mg/dl oleh karena perubahan intrinsik ginjal yang disebabkan vasospasme
berat. Oliguria oleh karena vasospame intrarenal sehingga terapi cairan
intravena yang intensif tidak dianjurkan. Dopamin menyebabkan output urine
meningkat. Preeklamsi Ca ekskresi menurun karena peningkatan reabsorbsi.
Setelah partus, bila tidak ada penyakit yang mendasari dari renovaskular kronik
fungsi ginjal kembali sempurna, tapi bila terjadi rekrosis cortikal renal
menjadi irreversibel.
5. Hati
PEB terjadi ekskresi yang melambat dari bromosulfophthalein dan peningkatan
aminotransferase aspartat serum.
-

Hiperbilirubinemia berat

Alkaline fosfatase meningkat

Peningkatan enzim hati ini akibat periportal hemorrhagic necrosis pada pinggir
lobus hati dapat terjadi hepatic rupture yang terdapat di bawah kapsul hepar
membentuk subkapsular hematoma.
HELLP SYNDROME
Pada preeklamsi eklamsi melibatkan hati dan organ lain : ginjal, otak
sehingga terjadi hemolisis dan trombositopeni.

30

Hemolisis, Elevated Liver enzym, Low Platelet.


Komplikasi :
-

Solusio plasenta

7%

Oedem paru

6%

ARF

2%

Subcapsular liver hematoma 1%

Outcome pada kehamilan berikutnya pada wanita HELLP syndrome :


preeklamsi rekuren, prematur, IUGR, solusio plasenta, seksio sesarea.
6. Otak
Manifestasi SSP kejang
PA
Perdarahan gross karena ruptur arteri oleh karena hipertensi berat pada wanita
dengan hipertensi gestasional / dengan penyakit hipertensi kronis sebelumnya.
Atau lesi yang lebih luas dan jarang fatal : edema, hiperemia, fokal anemia,
trombosis dan perdarahan.
Perdarahan serebral merupakan penyebab kematian pada eklamsi.
Neuroimaging
Dengan CT scan : yang umum gambaran hipodense pada kortex serebri oleh
karena perdarahan petekhie dan infark. Luasnya dan lokasi iskemia atau lesi
subkortikal ptekhie mempengaruhi terjadinya eklamsi dan komplikasi
neurologis seperti kebutaan dan koma.
6.1 Kebutaan
Pada preeklamsi-eklamsi : kebutaan bersama atau tersendiri dengan konvuly.
Berbagai derajat amourosis pada hipodensitas lobus occipitalis berlangsung
selama 4 jam sampai 8 hari.
Vasospasme arteri retinalis gangguan penglihatan
MgSO4 6 g bolus Vasodilatasi arteri retinalis

31

Ablasi retina perubahan pandangan biasanya sebelah dan jarang


menimbulkan kehilangan penglihatan total seperti pada cortical blindness.
Tidak perlu terapi, prognosis baik dan pulih dalam 1 minggu.
6.2 Edema Serebri
Komplikasi koma, herniasi serebri
Manifestasi : lethagi, confusion, blurred vision (pandangan kabur), koma
Perubahan status mental tergantung pada derajat yang tampak pada CT scan
/MRI. Edema ini terjadi karena iskemi (sitotaksik) juga hiperperfusi
(vasogenic) edema.
Cerebral Blood Flow
Preeklamsi : tekanan perfusi serebri meningkat diimbangi dengan meningkat
resistensi serebro vaskuler sehingga tidak ada perubahan dalam CBF. Pada
eklamsi : dengan hilangnya autoregulasi CBF resistensi vaskuler menurun
hiperperfusi serebral sama dengan yang tampak pada hipertensi ensefalopati
yang tidak berhubungan dengan kehamilan.
Pada wanita preeklamsi dengan nyeri kepala perfusi abnormal (menurun
atau meningkat). Bila nyeri kepala hebat, peningkatan CBF /perfusi pada
hemisfer sisi yang satu.
Wanita preeklamsi vasospasme serebral yang ditandai dengan naik atau
turun tekanan perfusi serebral yang berbeda dengan hemisfer sebelahnya yaitu
untuk meningkatkan regangan dinding arterial serebral dan vasokonstriksi.
Elektroensefalografi (EEG)
Abnormal setelah eklamsi (48 jam setelah kejang) yang menetap 1 minggu
tapi kebanyakan normal dalam 3 bulan.
7. Uteroplasenta Perfusion

32

Hamil normal arteriol miometrium : 500m sedangkan pada preeklamsi


: 200 m.
Metode tak langsung
Pengukuran estradiol 17 sebagai konversi De-OH isoandrosteron sulfate oleh
plasenta.
Pada wanita hamil normal dengan makin tuanya kehamilan jumlahnya
(estradiol 17) makin meningkat.
Sedangkan pada preeklamsi : menurun
Doppler Velosimetri
Hanya sedikit yang normal sirkulasi uteroplasental.
Perubahan Histologis
Ditandai lesi pada arteri uteroplasenta oleh sel busa yang kaya lemak. Pada
kehamilan normal A. spiralis diinvasi oleh trofoblas endovaskuler. Pada
preeklamsi endovaskuler trofoblas menyerbu a. spiralis bukan di pembuluh
darah miometrium tapi di pembuluh darah desidua.
Perubahan preeklamsi pada mulanya : kerusakan endothel, merembesnya
plasma ke dinding pembuluh darah, proliferasi sel miointima, nekrosis medial,
akumulasi lemak pada sel miontima dan makrofag. Invasi trofoblas pada arteri
spiralis berhubungan dengan beratnya hipertensi.
PATOFISIOLOGI (16)
Hipertensi dalam kehamilan biasanya terjadi pada wanita :
1. Yang terpapar villi chorian untuk pertama kali
2. Yang terpapar villi chorion yang besar seperti pada gemelli atau mola
hidatidosa
3.

Yang sebelumnya mempunyai penyakit vaskuler

4.

Yang secara genetis merupakan predisposisi untuk hipertensi dalam kehamilan


Berbagai teori yang pernah dikemukakan, antara lain : (20)

33

1. Faktor imunologis
Hal ini didasarkan pada pengamatan bahwa HDK sering ditemukan pada
nulipara, kehamilan kembar, multipara dengan inseminasi donor, penurunan
konsentrasi komplemen C4, wanita dengan fenotipe HLA-DR4, adanya
aktivasi komplemen, neutrofil dan makrofag .
2. Faktor genetik
Ha1 ini didasarkan pada kenyataan bahwa preeklamsi sering ditemukan dalam
keluarga tertentu. Beberapa bukti yang ditemukan antara lain preeklamsi di
turunkan oleh gen resesif tunggal, penyebabnya multifaktor, di turunkan oleh
gen angiotensinogen.
3. Faktor nutrisi
Ada yang mengemukakan bahwa penyakit ini berhubungan dengan adanya
defisiensi kalsium, protein, kelebihan garam natrium atau kekurangan asam
lemak tidak jenuh.
4. Faktor hormon
Hal ini dihubungkan dengan kadar hormon progesteron yang semakin
meningkat pada kehamilan normal. Progesteron bersifat diuretikum ringan,
sehingga sedikit saja natrium yang dikeluarkan melalui urin. Bila kadar
progestron menurun, maka natrium akan banyak diekskresikan sehingga
reseptor arteriol di juxtaglomeruler akan terangsang untuk menghasilkan renin,
angiotensin I dan angiotensin II yang bersifat vasokonstriktor. Aldosteron juga
akan dihasilkan sehingga akan terjadi retensi natrium dan cairan. Kadar renin
plasma telah dibuktikan rendah pada penderita preeklamsi. Namun, kadar
progesteron tidak ditemukan menurun dengan jelas pada penderita preeklamsieklamsi.
5. Komponen vasoaktif
Pada mulanya faktor ini dianggap sebagai penyebab dari penyakit ini karena
akan bertanggung jawab langsung pada kejadian vasokonstriksi dan hipertensi.
Meskipun demikian, ternyata kemudian, ada faktor lain yang mendahuluinya
yang menyebabkan dikeluarkannya zat-zat vasoaktif ini.
Endotelin merupakan vasokonstriktor yang kuat yang dihasilkan oleh endotel

34

pembuluh darah. Plasma endothelin-1 dilaporkan meninggi kadarnya dalam


darah ibu dengan preeklamsi. Sebaliknya nitrit oksida (NO) yang dulunya
dikenal sebagai EDRF (endothelium derived relaxing factor) ditemukan
menurun kadarnya atau menghilang dalam serum penderita preeklamsi .
Nitrit oksida merupakan vasodilator yang kuat yang disintesis dari L-arginine
oleh sel eadotel. Hambatan pada produksi NO akan menyebabkan peninggian
tekanan arteri rata-rata, penurunan frekuensi denyut jantung, dan meningkatkan
kepekaan pembuluh darah pada zat-zat vasokonstriktor.
6. Faktor endotel dan plasenta
Akibat defisiensi imunologis pada plasenta yang menyebabkan gangguan
invasi trofoblas pada arteri spiralis akan terjadi gangguan perfusi unit
uteroplasenta. Hal ini akan menyebabkan dilepaskannya faktor-faktor yang
bersifat cytotoxic yang akan menyebabkan kerusakan atau jejas pada endotel.
Kerusakan pada endotel pembuluh darah akan mengaktifkan proses pembekuan
darah dan meningkatkan kepekaan pada zat-zat vasokonstriktor, bersamaan
dengan pelepasan komponen vasoaktif di atas.
Faktor-faktor Predisposisi
Banyak faktor yang telah ditemukan berhubungan dengan terjadinya
HDK. Kebanyakan faktor tersebut termasuk dalam faktor predisposisi, sedangkan
sebagian lagi seperti penambahan berat badan dan edema lebih cenderung
merupakan akibat dari HDK.
Study group WHO pada tahun 1987, telah mengumpulkan pelbagai faktor
predisposisi tersebut dalam suatu technical report series no. 758 , yaitu :
1)

Umur : < 18 tahun atau > 35 tahun

2)

Paritas

3)

Suku bangsa

4)

Keluarga (famili)

5)

Genetik :

Golongan darah

Konsanguinitas

35

Jenis kelamin janin

6. Nutrisi

Kalori dan protein

Vitamin, mineral

Berat badan

7.Lingkungan

Masa perang, kelaparan dan musim kering

Iklim dan cuaca

Ketinggian

Perkotaan dan pedesaan

8. Kebiasaan dan sosio-ekonomi

9.

Merokok

Kegiatan fisik

Sosio-ekonomi

Hiperplasentosis:

Kehamilan ganda (gemelli)

Hidrops fetalis

Diabetes melitus

Molahidatidosa

DUGAAN PATOGENESIS PREEKLAMSI (20)


Dapat disimpulkan bahwa preeklamsi adalah suatu penyakit yang
merupakan manifestasi dari gangguan fungsi banyak organ akibat vasospasme
yang disebabkan oleh kerusakan sel-sel endotel. Berdasarkan rangkaian peristiwa
yang menjadi patofisiologi preeklamsi di atas, dapat dirangkaikan kemungkinan
patogenesis preeklamsi (Gambar 1), sebagai berikut :
-

Reaksi imunologis akibat penolakan ibu terhadap jaringan janin (yang


mengandung antigen paternal) diduga merupakan awal terjadinya
maladaptasi dan menghambat invasi sel-sel sitotrofoblas secara endo dan
perivaskuler. Akibatnya, ada arteriol rahim yang masih memiliki tunika

36

muskularisnya sehingga tahanan perifer di tempat tersebut tetap tinggi dan


menyebabkan terjadinya hipoksia.
-

Keadaan hipoksia baik secara langsung maupun tidak langsung dengan


menghasilkan radikal bebas akan menyebabkan kerusakan endotel
bersamaan dengan pelepasan matriks ekstraseluler (ECM) dan molekul
perekat sel (CAM) ke dalam darah.

Kerusakan endotel merupakan pemicu runtutan peristiwa selanjutnya, yaitu :

terjadi peningkatan aktivitas trombosit dan agregasi trombosit,

berkurangnya produksi vasodilator, seperti : prostasiklin, dan nitrit oksida

meningkatnya produksi vasokonstriktor, seperti tromboksan, katekolamin


dan endotelin

meningkatnya respons pembuluh darah terhadap zat vasokonstriktor,

vasokonstriksi yang menyeluruh akan merangsang pengeluaran renin dan


pengaktifan

RAAS

(Renin-Aldosterone-Angiotensin

System)

yang

menambah beratnya vasokonstriksi, hipertensi, retensi natrium, dan edem

terpaparnya trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah


menyebabkan terjadinya trombosis yang dapat menutup aliran darah ke
perifer sehingga dapat terjadi infark. Lebih lanjut dapat terjadi DIC dan
penekanan sistem fibrinolitik.

Vasokonstriksi dan kerusakan endotel yang menyeluruh akan meyebabkan


kerusakan atau gangguan fungsi pelbagai organ vital termasuk ginjal, hati,
paru-paru, otak, jantung, mata, dan sebagainya.

37

Keterangan : KKS : Kal ikrein - Kinine System. RAAS: Renin - Aldosterone - Angiotensin System.
DIC : Disseminated Intravascular Coagulation. MOF : Multiple Organ Failure

Gambar 1. Patogenesis Preeklamsi

DETEKSI DINI PREEKLAMSI


1. Secara Klinis
Adapun kelompok risiko tinggi untuk mendapat HDK adalah :
1. Primigravida
2. Hiperplasentosis : mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes melitus,
hidropsfetalis, dan bayi besar
3. Umur yang ekstrim
4. Riwayat keluarga pernah HDK
5. Penyakit-penyakit ginjal, hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
Gejala klinis HDK yang perlu ditemukan atau dipantau keberadaannya adalah :
1) Kenaikan Berat Badan
Gejala pertama yang mencurigakan adanya HDK ialah terjadi kenaikan berat
badan yang melonjak tinggi dan dalam waktu singkat. Kenaikan berat badan
0,5 kg setiap minggu dianggap masih dalam batas wajar, tetapi bila kenaikan
berat badan mencapai 1 kg per minggu atau 3 kg sebulan harus diwaspadai
kemungkinan timbulnya HDK. Ciri khas kenaikan berat badan penderita HDK
ialah kenaikan yang berlebihan dalam waktu singkat dan bukannya kenaikan
berat badan yang merata sepanjang waktu kehamilan. Hal ini disebabkan oleh
berat badan yang berlebihan tersebut yang merupakan akibat dari adanya
penimbunan cairan/edem.

38

2) Kenaikan Tekanan Darah


Gambaran klinik yang khas pada HDK yaitu ditemukannya kenaikan tekanan
darah ataupun didapatkannya tekanan darah yang tinggi. Hipertensi
ditegakkan apabila :
a. Terdapat kenaikan tekanan sistolik > 30 mmHg atau tekanan sistolik
mencapai 140 mmHg atau lebih
b. Bila didapatkan kenaikan tekanan diastolik lebih dari 15 mmHg atau
tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih.
3) Proteinuri
Proteinuri merupakan kelainan yang ditemukan pada fase lanjut dan jarang
sekali ditemukan pada fase dini HDK. Dalam keadaan normal, tidak dijumpai
protein dalam urin dan masih dalam batas normal bila secara kuantitatif
(Esbach) dijumpai 0,3 gram/24 jam. Apabila jumlahnya di temukan melebihi
0,3 gram/24 jam maka dianggap patologis dan secara kualitatif dapat
dinyatakan dengan (+1) - (+4)
4) Nyeri Kepala
Nyeri kepala jarang ditemukan pada HDK ringan dan lebih sering ditemukan
pada HDK berat. Nyeri kepala ini dirasakan di daerah frontal atau daerah
oksiput dan sukar diatasi dengan obat-obat analgesik. Bila ditemukan nyeri
kepala hebat, harus berhati-hati karena ada kemungkinan akan terjadi eklamsi.
5) Nyeri Epigastrium
Nyeri epigastrium merupakan gejala lanjut HDK dan juga merupakan gajala
akan terjadi kejang. Rasa nyeri ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsul
hati sebagai akibat perdarahan atau edem hati, tetapi mungkin juga
kelainannya terletak pada susunan saraf pusat.
6) Gangguan Penglihatan
Gangguan penglihatan bervariasi dari derajat ringan sampai derajat berat yaitu
dari penglihatan kabur sampai kebutaan. Penyebabnya adalah spasmus
arteriol, iskernia, edem, dan pada keadaan berat dapat terjadi ablasio retina.
Gangguan penglihatan ini bersifat reversibel. Jarang terjadi perdarahan atau
eksudat pada retina, tetapi bila dijumpai berarti adanya hipertensi kronis

39

7) Gejala Lainnya
Sejumlah gejala lain bisa mengikuti preeklamsi dan eklamsi seperti, oliguri
atau anuri, edem paru sampai sianosis, dan gejala perdarahan sampai DIC.
Pada umurnnya gejala-gejala ini merupakan tanda dari beratnya dan sudah
lanjutnya
2. Secara Biokimia Dan Biofisik (15)
Identifikasi dari perfusi uteroplasenta yang menurun, disfungsi sel
endothel, aktivasi koagulasi :
1. Infus Angiotensin II
Tes ini menggunakan Angiotensin II infus sampai diastole naik 20 mmHg.
Pada wanita yang memerlukan < 8 ng/kgBB/mnt nilai prediktif positif
untuk menjadi 20-40 %. Walaupun lebih baik dari tes yang lain tapi sulit
dilakukan secara klinis
2. Roll-Over test
Ialah respon hipertensi pada wanita yang terbaring terlentang dari yang
tadinya posisi miring. Nullipara 28-32 yang tekanan diastolnya meningkat
minimal 20 mmHg saat dilakukan manuver ini berkembang menjadi HDK.
Sedangkan yang tensinya tetap normotensif. Wanita yang positif pada roll
over test juga sensitif terhadap angiotensin II, ini menunjukkan manifestasi
peningkatan respon vaskuler atau aktifitas berlebih dari simpatis.
3. Asam Urat
Kadar asam urat darah menunjukkan ekskresi menurun ditemukan pada
preeklamsi. Nilai > 5,9 mg/dL agak prediktif, nilai prediktif positif = 33%.
Kurang berguna untuk memperkirakan preeklamsi dalam kehamilan lanjut
tidak dapat membedakan HDK dari preeklamsi.
4. Metabolisme Calsium
Hipokalsiuria
5. Ekskresi Kallikrein Urin
Merupakan regulator darah, dan menurun ekskresinya pada preeklamsi

40

6. Fibronectin
Pada wanita yang preeklamsi / impending. Pada trimester I meningkat pada
wanita bakat preeklamsi, pada trimester II meningkat pada wanita yang HDK
7. Aktivasi Koagulasi

Prostasiklin

Gambar

an trombositopeni dan fungsi trombosit (agregasi). Aktivasi trombosit


berlebihan vasokonstriksi ibu vasokontriksi kerusakan sel endothel, infark
plasenta dan disfungsi ginjal.

Preeklamsi
Sehingga dicoba untuk mencegah preeklamsi dengan pemberian aspirin dosis
rendah.
Hitung trombosit menurun pada PEB. Volume trombosit meningkat
sehubungan dengan konsumsi trombosit dan produksi meningkat pada
trombost. Volume trombosit yang meningkat merupakan tanda impending
preeklamsi.
8. Faktor imunologi
Cytokine (protein messenger) dari sel imun mengatur fungsi sel imun dan
diproduksi oleh makrofag dan limfosit terdiri dari interleukin, interferon,
growth factor, tumor necrosis factor. Bebrapa cytokine meningkat pada
preeklamsi.
9. Placental Peptida
CRH, chorionic gonadotropin, Activin A, Inhibin A. Inhibin A dan Activin A :
tanda preeklamsi.
10. Doppler Velocimetry A.Uterina
Pada trimester II sebagai skrining awal preeklamsi.

41

PENCEGAHAN PREEKLAMSI (19)


Oleh karena sampai pada saat ini penyebab utama preeklamsi masih belum
diketahui, maka upaya pencegahannyapun masih belum memuaskan. Pada
dasarnya upaya pencegahan secara umum dapat dibagi ke dalam tiga tahap
menurut perlangsungan penyakit tersebut, yaitu :
1. Pencegahan primer yaitu upaya untuk menghindari terjadinva penyakit dengan
jalan menghindari atau menghilangkan faktor risiko atau faktor predisposisi.
Pada preeklamsi, faktor risikonya antara lain primigravida, umur yang ekstrim,
kehamilan kembar, anak besar, penyakit vaskuler kronis, penyakit ginjal, mola
hidatidosa, hidrops fetalis, dan DM. Upaya pencegahan primer dengan cara
menghindari kehamilan yang disertai faktor risiko, sering tidak mungkin
dilakukan, misalnya karena harus menghindari kehamilan nulipara atau umur
yang ekstrim.
2. Pencegahan sekunder. Pada tahap ini, belum terlihat gejala klinisnya namun
telah terjadi proses pato-biologis awal akibat penyakit ini. Dengan demikian,
intervensi pada tahap ini dapat mencegah berkembangnya dan memberatnya
penyakit tersebut. Pada preeklamsi, walaupun belum terlihat gejala trias
hipertensi, proteinuri dan edema, uji diagnostik untuk deteksi dini seperti, tes
tidur miring (roll over test), tekanan arteri rata-rata (MAP), USG telah tampak
hasil yang patologis. Pada umumnya upaya pencegahan yang dikenal pada saat
ini adalah upaya pencegahan pada tahap ini
3. Pencegahan tertier yaitu upaya pencegahan penyakit yang telah disertai gejala
klinik dengan tujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat semakin
memberatnya penyakit tersebut. Pada preeklamsi (yang telah disertai gejala
hipertensi, edema dan proteinuri), intervensi di sini bertujuan untuk mencegah
terjadinya eklamsi (kejang) dan komplikasinya berupa kegagalan banyak organ
vital (multiple organ failure).
DIET OBAT-OBATAN (19)
1. Diet
-

Rendah garam

42

Suplementasi calcium selama hamil menurunkan tekanan darah juga


mencegah preeklamsi (tapi masih kontroversial)

2. Aspirin dosis rendah


-

Aspirin 60 mg supresi sintesis thromboxane oleh trombosit dan


meningkatkan produksi prostasiklin

Tapi dalam penelitian tidak efektif mencegah HDK / preeklamsi


3. Anti Oksidan
Terapi antioksidan menurunkan aktivasi endothel dan bermanfaat dalam
mencegah preeklamsi.
Pemberian Vit E dan vit C.

MANAJEMEN (15)
1. Terminasi kehamilan pada kemungkinan trauma pada ibu dan anak
2. Kelahiran anak yang mungkin dapat survive hidup
3. Pemulihan sempurna kesehatan ibu
Dengan induksi persalinan, yang penting informasi tentang umur janin.
1. Deteksi Prenatal Dini
Bila T > 140/90 mmHg dirawat untuk observasi 2-3 hari untuk melihat
apakah makin berat.
Bila berat : observasi ketat
Bila ringan : berubah jalan
2. Pengelolaan rumah sakit
Hospitalisasi pada wanita yang untuk pertama kalinya hipertensi jika persisten
atau perburukan hipertensi atau ada proteinuri.
Evaluasi meliputi :
1. Pemeriksaan akan adanya tanda-tanda : nyeri kepala, gangguan
penglihatan, gangguan epigastrium, penambahan berat badan yang cepat.
2. Penimbangan berat badan saat masuk dan tiap hari berikutnya.
3. Analisa terhadap proteinuria saat masuk dan tiap 2 hari (selanjutnya).

43

4. Tekanan darah pada saat duduk tiap 4 jam kecuali waktu antara malam
hari sampai dengan pagi hari.
5. Pengukuran : Kreatinin, Hematokrit, Trombosit, Enzim Hepar
6. Evaluasi terhadap ukuran janin dan volume cairan amnion baik secara
klinis atau dengan USG
3. Terminasi Kehamilan
Persalinan merupakan obat untuk preeklamsi
Nyeri kepala, gangguan penglihatan, nyeri epigastrum merupakan indikasi
bahwa ada ancaman konvulsi (kejang), juga oliguria.
Terapi antikonvulsan dan antihipertensi setelah persalinan (terapi untuk
eklamsi) yang utama mengendalikan kejang untuk mencegah perdarahan
intrakranial, kerusakan organ lain, dan untuk melahirkan janin sehat.
4. Terapi Antihipertensi
Untuk melanjutkan kehamilan dan menghasilkan outcome yang baik
-

Labetalol : meningkatkan IUGR menjadi 2 kali lebih sering daripada


wanita yang dirawat di RS nya.

ACE Inhibitor sebaiknya dihindari dari trimester ke-2 dan ke-3 kehamilan,
boleh pada trimester I atau jangan dilanjutkan pada trimester setelahnya.

5. Menunda Persalinan Pada PEB


Untuk outcome yang lebih baik dilakukan perawatan konservatif dengan
observasi tiap hari, monitoring kehamilan, dengan/tanpa obat antihipertensi.
Antihipertensi berguna bila preeklamsi cukup berat sehingga harus terminasi
sebelum janin dapat survive.
HELLP syndrome : manajemen agresif pemberian glukakortikoid untuk
pematongan paru diikuti persalinan dalam 48 jam.
Manajemen ekspektatif : labetalol dan nifedipin peroral untuk HELLP
syndrome parsial & PEB, baik untuk outcome tapi tidak berguna untuk
kesehatan ibu (risiko solusio plasenta dan eklamsi)
6. Glukokortikoid

44

Untuk menurunkan insidensi distress pernafasan dan survive janin dan tidak
memperburuk hipertensi, juga memperbaiki lab pada HELLP syndrome,
karena berrsifat sementara maka terapi ini tidak dapat menunda perlunya
persalinan.
7. Unit Kehamilan Risiko Tinggi
Diberi Fe dan asam folat, dirawat dan dilakukan tes laboratorium
8. Perawatan di Rumah
Yaitu untuk hipertensi ringan-sedang yang menolak dirawat di RS dengan
proteinuria (-), selama penyakit tidak memperburuk dan dan tidak dicurigai
adanya gawat janin. Diberitahu tentang tanda bahaya, pengukuran tekanan
darah dan monitoring protein urin dan kunjungan rumah.

9. Eklamsi
Ialah preeklamasi yang komplikasi dengan kejang tonik klonik atau dapat juga
terjadi koma dalam tanpa kejang. Diagnosis kejang yang menyebabkan
kematian dengan tanpa kejang pada PEB.
PROGNOSIS (15)
Ibu : angka kematian menurun dari 5-10% menjadi < 3%.
Terapi :
1. Kontrol kejang dengan MgSO4 loading dose iv, diikuti dengan infus kontinyu
MgSO4 atau dengan loading dose MgSO4 im dan injeksi im periodik.
2. Pemberian antihipertensi secara iv intermiten atau p.o untuk menurunkan
tekanan darah bila tekanan darah diastol cukup meningkat yaitu 100 mmHg/
105 mmHg/110 mmHg
3. Jangan memberikan diuretik dan pembatasan pemberian cairan intravena
kecuali bila hilangnya cairan sangat banyak. Jangan memberikan cairan
hiperosmosis.
4. Persalinan

45

Magnesium sulfat untuk mengontrol kejang


Pada PEB juga eklamsi, MgSO4 diberikan perenteral sebagai antikonvulsi
tanpa menimbulkan depresi SSP baik pada ibu maupun anak. Diberikan secara iv
dengan infus kontinyu atau secara im intermiten. Karena persalinan dan partus
dapat menimbulkan kejang, maka pada preeklamsi-eklamsi diberikan MgSO 4
selama parturien dan 24 jam post pastrum. MgSO4 tidak untuk terapi hipertensi.
MgSO4 merupakan antikonvulsi yang bekerja pada korteks serebri. Biasanya
pasien akan berhenti kejang setelah pemberian MgSO4 inisial dan dalam 1 jam
akan pulih.
Dosis pemeliharaan pada terapi eklamsi dilanjutkan 24 jam post partum
sedangkan eklamsi yang terjadi postpartum, MgSO4 diberikan sampai 24 jam dari
onset konvulsi.
Penderita dengan preeklamsi berat dilakukan pengelolaan secara aktif bila
didapatkan keadaan ibu dengan kehamilan > 37 minggu, adanya tanda-tanda
gejala impending eklamsi, kegagalan terapi pada perawatan konservatif 6 jam
sejak dimulainya pengobatan medisinal terjadi kenaikan tekanan darah atau
setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal tidak ada perbaikan. Pada
janin ditemukan adanya tanda-tanda gawat janin atau PJT, dan secara laboratorik
didapatkan adanya HELLP sindrom. (20)
Seluruh wanita pada usia kehamilan 40 minggu dengan preeklamsi ringan
harus diakhiri kehamilannya. Pada usia kehamilan 38 minggu dengan preeklamsi
ringan dan serviks matang dapat dilakukan induksi persalinan. Pada usia
kehamilan 32-34 minggu dengan preeklamsi berat harus dipertimbangkan untuk
terminasi dengan sebelumnya diberikan kortikosteroid. Pada ibu dengan usia
kehamilan 23-32 minggu dengan preeklamsi berat, persalinan dapat ditunda untuk
mengurangi angka kesakitan dan kematian perinatal. Bila usia kehamilan kurang
dari 23 minggu, disarankan untuk dilakukan terminasi. (21)
Cara terminasi kehamilan belum inpartu : (21)
1. Induksi persalinan

46

amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop > 6


2. Seksio sesarea bila :

Syarat tetes oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontra indikasi tetes
oksitosin

8 jam sejak dimulainya tetes oksitosin belum masuk kedalam fase aktif
Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan

seksio sesarea.
Bila sudah inpartu : (20)
1. Pada kala I fase laten dapat dilakukan amniotomi yang dilanjutkan dengan
pemberian tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop > 6. Pada fase aktif
dilakukan amniotomi. Bila his tidak adekuat diberikan tetes oksitosin dan bila
6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap dilakukan seksio
sesarea. Amniotomi dan tetes oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 15
menit setelah pemberian pengobatan medisinal.
2. Pada persalinan pervaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan.
Dalam persalinan, usaha ibu untuk meneran terbatas karena kemungkinan
terjadinya peningkatan tekanan darah. Apabila syarat-syarat sudah terpenuhi,
hendaknya persalinan diakhiri dengan partus buatan. Meskipun demikian bila
keadaan ibu dan bayi baik, usaha meneran ibu dapat dilanjutkan dan bayi dapat
lahir spontan. (15)
HELLP SYNDROME

Hemolisis :
Burr cell, schistosit, polikromasia pada apus darah tepi
Bilirubin indirek > 1,2 mg/dl
Peningkatan LDH > 600 IU/l

Elevated Liver Enzim


SGOT, SGPT, LDH

47

Nyeri perut kuadran kanan atas: berhubungan dengan kerusakan sel hati
peningkatan enzim hati.
Lesi hepar : nekrosis parenkhimal dimana terhadap deposit fibrin pada
sinusoid.
Bila nekrosis berat perdarahan ke daerah subcapsular hematoma
peregangan kapsul Glissons ruptur

Low platelet
Trombosit < 100.000/mm3

Sign dan Simptom


-

Nyeri epigastrik/kuadran kanan atas

Nausea & vamitus

Nyeri kepala

Nyeri pada palpasi di kuadran kanan atas

TD diastole > 110 mm Hg

Proteinuira > +2 pada dipstick

Edema

Terapi
-

Sama dengan PEB-Eklamasi

Mula-mula perbaiki kelainan koagulasi ibu

Transfusi trombosit bila T < 20.000/mm3

Darah dan produk darah harus diberikan jika hipovolemia dan gangguan
koagulapati

Hemolisis yang berkelanjutan PRC

Untuk persalinan nilai dan pertimbangan untuk ibu dan anak dalam
memilih pervaginam/ perabdominal

Prematur tunda persalinan dan beri kortikosteroid


observasi ketat saat persalinan, periksa lab dan klinis.

48

EKLAMSI
A. Pengobatan Medisinal (13)
1. MgSO4 :
Cara pemberian sama dengan pasien preeklampsia berat. Bila kejang berulang
diberikan MgSO4 20 % 2 gr IV, diberikan sekurangkurangnya 20 menit setelah
pemberian terakhir.Bila setelah diberikan dosis tambahan masih tetap kejaug
dapat diberikan amobarbital 3-5 mg/ kg BB IV perlahan-lahan.
2. Infus Ringer Asetat atau Ringer Laktat. Jumlah cairan dalam 24 jam sekitar
2000 ml, berpedoman kepada diuresis, insensible water loss dan CVP .
3. Perawatan pada serangan kejang :
Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang. Masukkan sudip lidah ( tongue
spatel ) kedalam mulut penderita. Kepala direndahkan, lendir diisap dari
daerah orofarynx. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna
menghindari fraktur. Pemberian oksigen. Dipasang kateter menetap (foley
kateter ).
4. Perawatan pada penderita koma :
Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai Glasgow - Pittsburg
Coma Scale.
Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita. Pada koma
yang lama ( > 24 jam ), makanan melalui hidung ( NGT = Naso Gastric Tube :
Neus Sonde Voeding ).
5. Diuretikum dan anti hipertensi sama seperti Preeklamsi Berat.
6. Kardiotonikum ( cedilanid ) jika ada indikasi.
7. Tidak ada respon terhadap penanganan konservatif pertimbangkan seksio
sesarea.
B. Pengobatan Obstetrik :
1. Semua kehamilan dengan eklamsi harus diakhiri tanpa memandang umur
kehamilan dan keadaan janin.
2. Terminasi kehamilan
Sikap dasar : bila sudah stabilisasi ( pemulihan ) hemodinamika dan

49

metabolisme ibu , yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan dibawati
ini :

Setelah pemberian obat anti kejang terakhir

Setelah kejang terakhir

Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir. Penderita mulai sadar


( responsif dan orientasi ).

3. Bila anak hidup seksio sesarea dapat dipertimbangkan.


Penatalaksanaan Eklamsi
Tujuan perawatan adalah :

Mengontrol kejang dengan menghilangkan spasme vaskular generalisata


dan menurunkan sensitivitas otak terhadap rangsangan.

Menurunkan tekanan darah.

Melahirkan janin.

Perawatan Pasca Persalinan


Bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan
sebagaimana lazimnya. Pemeriksaan laboratorium dikerjakan setelah 1 x 24 jam
persalinan. Biasanya perbaikan segera terjadi setelah 24-48 jam pasca persalinan.

50

DAFTAR PUSTAKA
1. Whelton PK. Epidemiology and the prevention of hypertension. J Clin
Hypertens. 2004; 6(11):636-42.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
2001. Jakarta : 2002.
3. Fisher NDL, Williams GH. Hypertensive vascular disease. In : Kasper DL,
Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et all, editors. Harrisons
principle of internal medicine. 16th edition. New York : McGraw Hill;
2005. p. 1463-80.
4. Bay Area Medical Information (BAMI). Hypertension. 2006. (cited 2006
July 7). Available from : URL : http://www.bami.us/HTN.htm.
5. U.S. Department of Health and Human Services. The Seventh Report of
the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure. National Institute of Health : 2004.
6. Bickley LS. Bates Guide to physical examination and history taking. 8 th
edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2003.p.75-80.
7. Beevers G, Lip GYH, OBrien E. ABC of hypertension : Blood pressure
measurement. BMJ. 2001;322:1043-7.
8. Lane DA, Lip GYH. Ethnic differences in hypertension and blood pressure
control in th UK. Q J Med. 2001; 94:391-6.
9. Chang L. Hypertension : high blood pressure and atherosclerosis. In :
WebMD medical reference. 2005. (cited 2006 July 7). Available from :
URL : http://www.webmd.com/content/article/96/103778.htm.
10. Benowitz NL. Antihypertensive agents. In : Katzung, Bertram G, editor.
Basic & clinical pharmacology. 9th edition. Singapore : The McGraw-Hill
Companies, Inc.; 2004.p.160-83.
11. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins and Cotrans Pathologic Basis of
Diesease. 7th edition. Boston: Elsevier B. V.: 2004.

12. James DK, Steer PJ, Weiner CP, Gonik B. High Risk Pregnancy,
Management Options 2nd ed. London : WB Sounders Company, 2001 :
639- 51.
13. Roeshadi RH. Hipertensi dalam kehamilan : Bandung, 2000
14. Lindheimer MD, Roberts JM, Cunningham FG. Hypertensive Disorders in
Pregnancy 2nd ed. Connecticut : Appleton & Lange, 1999 : 543-75.
15. Cunningham FG, Leveno KJ, Gant NF, Gilstrap L.C, Houth J.C, Wenstrom
K.D. William Obstetrics 21th ed.London: McGraw-Hill,2001: 567-618.
16. Report of the Working Group on Research on Hypertension During
Pregnancy (2001). National Heart, Lung and Blood Institute. Retrieved
October 24, 2004 from : http://www.nhlbi.nih.gov/resources/hypertenpreg/#background
17. Report of the National High Blood Pressure Education Program Working
Group on High Blood Pressure in Pregnancy. Maryland : Am J. Obstet
Gynecol, 2000 : 183: 1-31.
18. Winn HN, Hobbins JC. Clinical Maternal-Fetal Medicine. USA, 2000 : 1930.
19. Mose JC. Pengaruh pemberian ekstrak bawang putih (Allium sativum)
pada aktivitas trombosit dan tekanan darah ibu hamil yang berisiko
mendapat preeklamsi. Disertasi Program Pasca Sarjana Universitas
Padjadjaran Bandung, 1999
20. Wijayanegara H, Suardi A, Wirakusumah FW. Pedoman Diagnosis dan
Terapi Obstetri dan Ginekoogi RSUP Dr. Hasan Sadikin. Bagian pertama
(Obstetri), Bandung. Bagian /SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD
RSUP Dr. Hasan Sadikin, 1998.
21. DeCherny AH, Pernol ML. Current Obstetric and Gynecologic Diagnostic
and Treatment. Connecticut : Pleton dan Lange, 1990 : 338-46.
22. Derek Llewellyn-Jones. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi Ed.6 Sydney
: Hipokrates, 1995 : 113-17.

23. Lampiran
24. Tabel 2. Obat-obatan Antihipertensi Oral5
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.

54.
55.

56.
57.

Anda mungkin juga menyukai