Anda di halaman 1dari 38

FAMILY SAPOTACEAE

Suku/ family sapotaceae merupakan perdu atau pohon dengan daun-daun


tunggal yang tersebar, jarang berhadapan, tanpa mempunyai daun penumpu atau
mempunyai daun penumpu yang lekas runtuh, bunga dalam ketiak daun, banci, tiaptiaap taju kadang-kadang mempunyai organ-argan tambahan pada sisi sampingnya.
Benang sari sama banyaknya dengan daun mahkota atau lebih banyak, letaknya
berhadapan dengan daun-daun mahkota, terdapat pula benang-benag sari yang mandul
yang sama banyaknya atau lebih banyak dari pada daun-daun mahkota. Bakal buah
menumpang, buahnya buah buni atau buah yang berkayu yang tidak membuka. Biji
dengan atau tampa endosperm, lembaga besar, akar lembaga pendek, daun lembaga
lebar.
Kelompok suku ini mempunyai saluran-saluran getah dalam kulit batang, daun,
dan juga dalam empulur yang karena kandungannya akan zat-zat tertentu (getah perca)
sering

dibudidayakan

untuk

diambil

zat-zat

tadi.

salah

satu

contoh

dari family sapotaceae ini adalah Manilkara zapota, sinonim =Acharas zapota, (sawo
manila).

Contoh spesies
Kerajaan:
Divisi:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:

Plantae
Magnoliophyta
Magnoliopsida
Ericales
Sapotaceae
Palaquium

Spesies :

Palaquium
gutta

Sumber : http://scienceandri.blogspot.com/2014/06/family-sapotaceae.html

FAMILY ANNONACEAE
Annonaceae, juga disebut suku sirkaya-sirkayaan adalah suku dari tanaman
berbunga yang terdiri dari pohon-pohon, semak atau jarang lianas. Dengan kira-kira
2300-2500 spesies dan lebih dari 130 genera, Annonaceae adalah famili terbesar di
ordo Magnoliales.

Suku ini terkonsentrasi di daerah tropis, sekitar 900 spesies

Neotropical, 450 adalah Afrotropical, dan spesies lain Indomalayan.


Habitus : Kebanyakan berupa pohon atau semak, beberapa liana dengan kulit
batang, daun, dan bunga aromatic. Hidup di daerah tropis

Habitus Annonaceae
Batang dan Daun : Kulit batang berserat dan aromatik, empulur terpisah (baik
secara tangensial maupun partisi). Percabangan simpodial dapat juga dikotom. Daun
tunggal atau majemul, tulang daun menyirip.Duduk daun tersebar atau berseling, tanpa
daun penumpu.

Bunga : Tangkai bunga aksilaris ,meninggalkan bekas pada batang yang tua
atau pada tunas-tunas daun yang baru. Bunga biasanya trimerous; ditanggung sendirisendiri atau dalam senyawa inflorescences; biseksual dan jarang berkelamin tunggal.
Reseptakel mungkin menjadi membesar, peningkatan atau flat. Biasanya dua gigih
untuk empat daun yang berbeda atau bawaan (menyatu) di pangkalan. Bunga banci,
jarang berkelamin tunggal, aktinomorf, biasanya berbilangan 3, seringkali mempunyai
2 lingkaran daun-daun mahkota. Benangsari banyak, bakal buah 1 sampai banyak,
bebas satu sama lain, masing-masing berisi banyak atau 1 bakal biji saja, letaknya pada
kampuh perut atau basal, tiap bakal biji mempunyai 2 integumen.

gambar : Bermacam-macam bunga Annonaceae


Buah dan Biji : Buah kebanyakan berupa buah buni, kadang-kadang berupa
buah buni ganda. Biji dengan endosperm berbelah dan lembaga yang kecil.
3

Salah satu Contoh dari Family Annonaceae adalah Sirsak.

Tanaman sirsak (Annona muricata L.) termasuk tanaman tahunan dengan


sistematika sebagai berikut.
Kingdom

: Plantae

Divisio

: Spermatophyta

Sub Divisio

: Angiospermae

Class

: Dicotyledonae

Ordo

: Polycarpiceae

Famili

: Annonaceae

Genus

: Annona

Species

: Annona rnuricata L.

Famili Annonaceae memiliki banyak jenis, selain tanaman buah juga tanaman
hias, yaitu bunga Kenanga (Canangium odoratum Baill.), serta kerabat dekat sirsak
yaitu Srikaya (A. squamosa L.), Nona (A. reticulata L.)
Sumber : https://www.scribd.com/doc/102445063/Annonaceae

FAMILI LITHERACEAE

Family litheraceae adalah sejenis tumbuhan berwujud pohon atau perdu


yang dikenal sebagai pohon peneduh jalan atau pekarangan. Bunganya berwarna merah jambu.
Perbanyakananakannya dari bij iyang keluar setelah proses pembungaan selesai. Bijinya berbentuk
bulatberwarna coklat sebesar kelereng. Selain itu bisa juga diperbanyak denganpencangkokan.

Tumbuhan berbatang kayu dengan daun tunggal yang kebanyakan duduk berhadapan.
Bunga aktinomorf atau Zigomorf, banci.
Sumber : https://www.scribd.com/doc/76264144/Ordo-Mirtales

FAMILI RUTACEAE

Suku jeruk-jerukan termasuk ke dalam tanaman berkayu yang selalu hijau


dimana ukurannya sangat bervariasi mulai dari ukuran kecil, sedang, dan pohon besar.
Tanaman ini tingginya dapat mencapai enam meter dan distribusinya tersebar di daerah
beriklim tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai akar tunggang dan akar lateral
yang kuat dan dalamnya dapat bersimbiosis dengan jamur mikoriza, terutama dalam
penyerapan unsur fosfat.
Daun jeruk secara keseluruhan memilki panjang 4-15 cm. Bentuk daun sangat
bervariasi mulai dari bentuk daun yang elips hingga bulat, panjang atau pendeknya
petiolus, bentuk sayap pada petiolus, dan bentuk tepi daun. Bentuk daun yang
bervariasi dapat digunakan sebagai tanda spesifik pada jeruk. Variasi yang digunakan
sebagai contoh yaitu petiolus pendek (jeruk manis dan jeruk pamelo), petiolus panjang
(jeruk purut), dan tanpa petiolus (jeruk siem dan jeruk keprok). Daun jeruk memilki
aroma spesifik karena mengandung minyak atsiri. Adanya aroma spesifik daun dapat
juga digunakan sebagai pembeda. Aroma spesifik contohnya pada daun jeruk limau
dimana aromanya sangat berbeda dibandingkan daun jeruk manis dan jeruk keprok.
Minyak atsiri pada daun jeruk terdiri dari banyak sekali metabolit sekunder contohnya
pada daun jeruk nipis yang mengandung sinerfin, H-methyltyramine, flavonoid,
ponsirin, herperidine, rhoifolin, naringin, limonene, dan linalool. Bunga jeruk
merupakan bunga tunggal, dengan mahkota bunga berwarna putih. Termasuk bunga
hermafrodit dimana terdapat putik dan benang sari. Simetris bunga bervariasi dapat
berupa aktinomorf atau zigomorf.

Bunga pada jeruk memiliki benang sari yang banyak. Jumlah lingkaran benang
sari sama dengan jumlah lingkaran mahkota bunga. Kepala sari menghadap ke dalam
beruang dua, dan membuka dengan celah membujur. Bakal buah pada jeruk letaknya
superus dengan banyak ruang. Aroma bunga harum sehingga menarik lebah. Tanaman
dapat berbunga sepanjang tahun apabila kondisi ekoseistemnya memenuhi persyaratan
perbungaan. Pada umumnya jeruk berbunga setelah mengalami musim kering tiga
sampai empat bulan, yakni bulan oktober sampai desember.
Buah jeruk termasuk variasi buah buni. Kulit buahnya memiliki tiga
lapisan.Lapisan luar disebut flavedo, yang mula-mula berwarna hijau tetapi bila buah
masak warnanya berubah menjadi kuning atau jingga dimana mengandung banyak
minyak atsiri. Lapisan tengah disebut albedo, yang bersifat seperti spons terdiri atas
jaringan bunga karang yang biasanya berwarna putih. Lapisan dalamnya bersekat
sehingga membentuk ruang dalam ruangnya terdapat gelembung-gelembung yang
berisi air dan bijinya terdapat bebas diantara gelembung-gelembung ini.
Suku jeruk-jerukan atau famili rutaceae tumbuh di daerah tropis dan sub tropis.
Masing-masing spesies dari famili ini juga dibudidayakan,karena manfaat dari masingmasing spesies cukup banyak. Salah satunya menyembuhkan berbagai macam
penyakit seperti amandel,influenza,menurunkan kolesterol dll. Macam-macam spesies
dari famili Rutaceae yang ada di NTT.
Kingdom: Plantae
Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Rutales

Famili

: Rutaseae

Genus

: Citrus

Spesies

: Citrus nobilis Lour.

Tinggi tanaman sekitar 3,5 sampai 4 m. Bentuk tajuk kerucut terbalik dengan
lebar 2,5 m. Bentuk batang bulat berlekuk tidak berduri dan berwarna cokelat.
Tanaman jeruk keprok Garut memiliki bentuk daun lonjong bergelombang dan tepi
bergerigi. Daun bagian atas berwarna hijau tua dan daun bagian bawah berwarna hijau
muda mengkilat. Lebar daun 3,5 5 cm dan panjang daun 8 11 cm. Buah berbentuk
bulat agak gepeng, bagian ujung menjorok ke dalam, dan bagian pangkal terdapat
puting. Tebal kulit buah 3 5 mm, berpori-pori nyata serta berwarna hijau saat buah
muda dan berwarna hijau kekuningan saat buah matang. Sementara itu, daging buah
berwarna kuning atau orange dengan aroma buah harum khas keprok garut dan rasa
yang manis segar (Keputusan Menteri Pertanian, 1999).
Sumber:http://othaluphbiio.blogspot.com/2012/05/contoh-spesies-spesies-darifamili.html

FAMILI VERBENACEAE
Verbenaceae adalah tumbuhan herbaceus yang mana merupakan famili dari
tumbuhan yang disebut semak belukar ataupun pohon, yang terdiri dari sekitar 100
genera dan 2.600 jenis (Kaneohe, 2004) dan menurut Tjitrosoepomo (2000) famili ini
membawahi sekitar 100-an genera dengan seluruhnya hampir meliputi 3.000 spesies,
banyak terdapat di daerah tropika dan sedikit sekali di luar daerah tersebut.
Verbenaceae atau verbena memiliki hubungan kekerabatan paling dekat dengan
Lamiaceae (Labiatae), dan perbedaan batasan antara kedua famili ini adalah belum
jelas tetapi karakter dari kedua famili ini yang kelihatannya menjadikan perbedaan.
Studi phyllogenetik terbaru sudah menunjukkan bahwa pada beberapa jenis tumbuhan
memiliki kesalahan pengelompokkan yang mana dikelompokkan ke dalam
Verbenaceae yang akhirnya kelompok jenis ini dipindahkan dari Verbenaceae ke dalam
Labiatae. ContohAvicennia sp. kadang-kadang ditempatkan ke dalam kelompok
Avicenniaceae, selain itu Verbenaceae sudah terbukti lebih memiliki hubungan
kekerabatan yang lebih dekat dengan Lamiales dibanding dengan Lamiaceae.
Verbenaceae merupakan tumbuhan terna, semak atau perdu, kadang-kadang
juga berupa pohon atau liana dengan ranting-ranting jelas berbentuk segi empat, jelas
kelihatan terutama pada ujung-ujung yang masih muda. Daun tunggal tanpa daun
penumpu, duduknya berhadapan, jarang tersebar atau berkarang. Bunga dalam
rangkaian yang bersifat rasemos. Kelopak berlekuk atau bergigi 4-5, dapat bervariasi
dari 2-6, seringkali zigomorf. Mahkota membentuk buluh yang nyata, berbilangan 5,
9

jarang 4, kebanyakan dengan taju-taju mahkota yang tidak sama besar, sedikit miring,
tidak jelas berbibir. Benang sari biasanya 4, 2-2 tidak sama panjang, jarang hanya 2
ditambah 2 yang mandul, atau sama sekali tidak ada. Bakal buah menumpang, tersusun
dari 2-4 daun buah yang tepinya melipat ke dalam membentuk sekat, hingga bakal
buah terbagi-bagi dalam 4-8 ruang. Salah satu daun kadang-kadang tereduksi, sehingga
bakal buah hanya beruang 2. Pada setiap d aun buah terdapat 2 bakal biji yang apotrop
atau anatrop, menempel pada tepi daun buah. Tangkai putik pada ujung bakal buah
tidak terbagi. Buahnya buah batu yang berisi 2, 4 atau 8 biji. Biji dengan sedikit
endosperm, lembaga lurus(Tjitrosoepomo, 2000).
Selanjutnya Kaneohe (2004) memaparkan karakter penting atau monothetic
set yang dimiliki famili Verbenaceae seperti batang segiempat (quadrangularis) dan
memiliki bau yang harum. Daun, hampir selalu oppositus atau berbentuk ulir,
kebanyakan sederhana; stipula tidak ada, bunga hampir selalu bisexual dan
zygomorphic; calyx (kelopak) adalah synsepalus, corolla (mahkota) sympetalus, pada
umumnya tidak sama pada bagian belakang dan ada juga pada bagian tepi.
Androecium yang paling umum terdiri dari 4 Dydinamus, benang sari (stamen) bertipe
Adnate terhadap tabung corolla/peryginous dan pada bagian belakang bertipe
Alternatus, Gymnoecium terdiri dari pistillum tunggal yang selalu memiliki 2 carpel,
bagian ujung tunggal, dan tidak berlekuk/ovary berlekuk, pada umumnya dengan 4
locules (dengan septa yang palsu), masing-masing dengan ovul yang axilla tunggal,
nectar berbentuk gelang yang dihasilkan dari dasar ovary pada banyak spesies.
Salah satu Contoh spesies dari family verbenaceae

10

Tectona grandis
Sumber:
http://yonhie.blogspot.com/2009/06/laporan-kuliah-lapangan-taksomi.html
Kaneohe,
2004. Verbenaceae.http://www.botany,hawai.edu/Faculty/Ca
rr/verben. 3 Januari 2007

Tjitrosoepomo, G. 2000. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Universitas


Gadjah Mada : Yogyakarta.
FAMILI CASUARINACEAE

Casuarinaceae ini termasuk suku cemara-cemaraan meliputi sekitar 70 jenis


tumbuhan.sebagian besar suku ini terdapat di belahan bumi selatan,terutama wilayah
tropis dunia termasyuk indo-malaysia,Australia,dan kepulauan spesifik. Umumnya
tumbuhan

tumbuhan

berkayu

(pohon-pohon)

yang

habitusnya

menyerupai Coniferinae. Cabang-cabang yang muda berwarna hijau,jelas berbukubuku dengan daun-daun yang amat tereduksi menjadi seperti selabut kecil dan tersusun
berkarang.
Dilihat

dari

model Arsitektur

pohon,

Casuarinaceae

termasuk

model Attiims karena batangnya monopodial, percabangan tidak ritmik (disebut


11

cabang

menerus)

pada

batangnya.

Casuarinaceae

memiliki

cabang Monopodial dan Ortotropik. Contohnya pada pohon cemara (casuarina


equisetifolia).
Kalau kita lihat dari bentuk daunnya, Casuarinaceae memiliki daun Acicular
karena berbentuk jarum,sangat panjang dan meruncing, coontoh nya pinuds. Daun
casuarinaceae terdiri dari 4-16 berkas mereduksi menjadi sisik yang menyatu pada
bagian dasar. Casuarinaceae memiliki bunga Uniseksual, melingkar ; staminate slinder
;karpelate berbentuk Ocoid atau bulat, perhiasan bunga tidak ada, bunga dikosongkan
oleh brektea dan brekteola, serta terdapat satu stamen pada staminate bunga.
Buah casuarinaceae mengelompok seperti kerucut, setiap buah kecil dan
mempunyai sayap ditutupi oleh 2 brektea kayu, biji pada endosperm. Pohon besar dan
pohon kecil, tidak ada banir, tidak ada duri, tidak akar tunggang, kulit abu-abu,coklat,
serta tidak berkelupas pada jalur. Cemara sendiri merupakan tumbuhan hijau abadi,
yang sepintas lalu disangka sebagai Tusam, karena rantingnya yang beruas pada dahan
besar kelihatan seperti jarum, dan buahnya mirip runjung kecil. Namun kenyataan nya
pepohonan ini bukan termasukGymnospermae, sehingga mempunyai bunga, baik
jantan maupun betina. Bunga betinya Nampak seperti batang rambut, kecil dan
kemerah-merahan.
Cemara adalah pohon yang artistic untuk penataan sebuah taman. Dibentuk
sedemikian rupa dengan gaya senijepang bernama bonsai. Jenis cemara Indonesia
untuk dibuat bonsai yang paling bagus adalah cemara udang (casuarinas equisetifolia )
yang berasal dari Madura dan jawa timur.

12

Kerajaan:

Plantae

(tidak termasuk)

Eudicots

(tidak termasuk)

Rosids

Ordo:

Fagales

Famili:

Casuarinaceae

Genus:

Casuarina

Spesies:

C. equisetifolia

Sumber : http://forest-is-yourlife.blogspot.com/2012/02/casuarinaceae.html

FAMILI MELIACEAE
Duku adalah nama umum dari sejenis buah-buahan anggota suku Meliaceae.
Tanaman yang berasal dari Asia Tenggara sebelah barat ini dikenal pula dengan namanama yang lain seperti langsat, kokosan, pisitan, celoring dan lain-lain dengan pelbagai
13

variasinya. Nama-nama yang beraneka ragam ini sekaligus menunjukkan adanya aneka
kultivar yang tercermin dari bentuk buah dan pohon yang berbeda-beda.Duku adalah
tumbuhan

identitas

untuk

Provinsi

Sumatera

Selatan.

Pohon yang berukuran sedang, dengan tinggi mencapai 30 m dan gemang hingga 75
cm. Batang biasanya beralur-alur dalam tak teratur, dengan banir (akar papan) yang
pipih menonjol di atas tanah. Pepagan (kulit kayu) berwarna kelabu berbintik-bintik
gelap dan jingga, mengandung getah kental berwarna susu yang lengket (resin).
Daun majemuk menyirip ganjil, gundul atau berbulu halus, dengan 69 anak
daun yang tersusun berseling, anak daun jorong (eliptis) sampai lonjong, 921 cm 5
10 cm, mengkilap di sisi atas, seperti jangat, dengan pangkal runcing dan ujung
meluncip (meruncing) pendek, anak daun bertangkai 512 mm.Bunga terletak dalam
tandan yang muncul pada batang atau cabang yang besar, menggantung, sendiri atau
dalam berkas 25 tandan atau lebih, kerap bercabang pada pangkalnya, 1030 cm
panjangnya, berambut. Bunga-bunga berukuran kecil, duduk atau bertangkai pendek,
menyendiri, berkelamin dua. Kelopak berbentuk cawan bercuping-5, berdaging,
kuning kehijauan. Mahkota bundar telur, tegak, berdaging, 23 mm 45 mm, putih
hingga kuning pucat. Benang sari satu berkas, tabungnya mencapai 2 mm, kepalakepala sari dalam satu lingkaran. Putiknya tebal dan pendek.
Buah buni yang berbentuk jorong, bulat atau bulat memanjang, 2-4(-7) cm
1,55 cm, dengan bulu halus kekuning-kuningan dan daun kelopak yang tidak rontok.
Kulit (dinding) buah tipis hingga tebal (kira-kira 6 mm). Berbiji 13, pipih, hijau,
berasa pahit; biji terbungkus oleh salut biji (arilus) yang putih bening dan tebal, berair,
manis hingga masam. Kultivar-kultivar yang unggul memiliki biji yang kecil atau tidak
berkembang (rudimenter), namun arilusnya tumbuh baik dan tebal, manis.
Perbanyakan duku yang dilakukan menggunakan biji mengakibatkan
lambannya tanaman dalam menghasilkan buah. Tanaman baru berbunga pada umur 10
sampai 15 tahun. Perkecambahan tumbuhan ini memiliki perilaku poliembrioni (satu
biji menghasilkan banyak embrio atau semai): satu embrio hasil pembuahan, dan
sisanya embrio apomiktik,. Embrio apomiktik berkembang dari jaringan pohon induk
sehingga keturunannya memiliki karakter yang serupa dengan induknya. Biji bersifat
rekalsitran, penyimpanan lebih daripada tujuh hari akan menyebabkan kemunduran
14

daya kecambah yang cepat.Perbanyakan vegetatif dilakukan dengan pencangkokan dan


sambung pucuk.
Duku amat bervariasi dalam sifat-sifat pohon dan buahnya; sehingga ada pula
ahli yang memisah-misahkannya ke dalam jenis-jenis (spesies) yang berlainan. Pada
garis besarnya, ada dua kelompok besar buah ini, yakni yang dikenal sebagai duku,
dan yang dinamakan langsat. Kemudian ada kelompok campuran antara keduanya
yang disebut duku-langsat, serta kelompok terakhir yang di Indonesia dikenal sebagai
kokosan.
Kelompok yang dikenal sebagai duku (L. domesticum var. duku) umumnya
memiliki pohon yang bertajuk besar, padat oleh dedaunan yang berwarna hijau cerah,
dengan tandan yang relatif pendek dan berisi sedikit buah. Butiran buahnya besar,
cenderung bulat, berkulit agak tebal namun cenderung tidak bergetah bila masak,
umumnya berbiji kecil dan berdaging tebal, manis atau masam, dan berbau harum.
Langsat (L. domesticum var. domesticum) kebanyakan memiliki pohon yang
lebih kurus, berdaun kurang lebat yang berwarna hijau tua, dengan percabangan tegak.
Tandan buahnya panjang, padat berisi 1525 butir buah yang berbentuk bulat telur dan
besar-besar. Buah langsat berkulit tipis dan selalu bergetah (putih) sekalipun telah
masak. Daging buahnya banyak berair, rasanya masam manis dan menyegarkan. Tak
seperti duku, langsat bukanlah buah yang bisa bertahan lama setelah dipetik. Dalam
tiga hari setelah dipetik, kulit langsat akan menghitam sekalipun itu tidak merusak rasa
manisnya. Hanya saja tampilannya menjadi tidak menarik.
Kokosan (L. domesticum var. aquaeum) dibedakan oleh daunnya yang berbulu,
tandannya yang penuh butir buah yang berjejalan sangat rapat, dan kulit buahnya yang
berwarna kuning tua. Butir-butir buahnya umumnya kecil, berkulit tipis dan sedikit
bergetah, namun sukar dikupas. Sehingga buah dimakan dengan cara digigit dan
disedot cairan dan bijinya (maka disebut kokosan), atau dipijit agar kulitnya pecah dan
keluar bijinya (maka dinamai pisitan, pijetan, bijitan). Berbiji relatif besar dan
berdaging

tipis, kokosan

umumnya

berasa

masam sampai

masam sekali.

Kultivar duku yang paling terkenal di Indonesia adalah duku palembang,


terutama karena manis rasanya dan sedikit bijinya. Sebetulnya penghasil utama duku
15

ini bukanlah Kota Palembang, melainkan daerah Komering (Kabupaten OKU dan
OKI) serta beberapa wilayah lain yang berdekatan di Sumatera Selatan. Tempat lain
yang juga menghasilkannya adalah kawasan Kumpeh, Muaro Jambi, Jambi. Duku dari
wilayah-wilayah ini dipasarkan ke pelbagai daerah di Sumatera dan Jawa, dan bahkan
diekspor.
Di samping duku palembang, berbagai daerah juga menghasilkan dukunya
masing-masing. Di Jawa, beberapa yang terkenal secara lokal adalah duku condet
(dahulu juga duku menteng dan duku depok) dari seputaran Jakarta; duku papongan
dari Tegal; duku kalikajar dari Purbalingga; duku karangkajen dan duku klaten dari
Yogyakarta; duku matesih dari Karanganyar; duku woro dari Rembang; duku sumber
dari Kudus, dan lain-lain. Di Kalimantan Selatan, dikenal duku Padang Batung dari
Kabupaten Hulu Sungai Selatan.Mengingat daya tahan buahnya yang tak seperti duku,
langsat umumnya dikenal secara lebih terbatas dan lokal. Beberapa kultivar yang
populer, di antaranya adalah langsep singosari dari Malang, langsat tanjung dari
Kalsel, langsat punggur dari Kalbar, dan sebagainya. Dari Thailand dikenal langsat
uttaradit, dan dari Luzon, Filipina, dikenal langsat paete.Duku terutama ditanam untuk
buahnya, yang biasa dimakan dalam keadaan segar. Ada pula yang mengawetkannya
dalam sirup dan dibotolkan. Kayunya keras, padat, berat dan awet, sehingga kerap
digunakan sebagai bahan perkakas dan konstruksi rumah di desa, terutama kayu
pisitan.
Beberapa bagian tanaman digunakan sebagai bahan obat tradisional. Biji duku
yang pahit rasanya, ditumbuk dan dicampur air untuk obat cacing dan juga obat
demam. Kulit kayunya dimanfaatkan sebagai obat disentri dan malaria; sementara
tepung kulit kayu ini dijadikan tapal untuk mengobati gigitan kalajengking. Kulit
buahnya juga digunakan sebagai obat diare; dan kulit buah yang dikeringkan, di
Filipina biasa dibakar sebagai pengusir nyamuk. Kulit buah langsat terutama,
dikeringkan dan diolah untuk dicampurkan dalam setanggi atau dupa.

16

Kerajaan:

Plantae

Divisi:

Magnoliophyta

Kelas:

Magnoliopsida

Ordo:

Sapindales

Famili:

Meliaceae

Genus:

Lansium

Spesies:

L. domesticum

Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Meliaceae

17

FAMILY APOCYNACEAE
Salah satu contoh dari family apocynaceae
Allamanda cathartica

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:

Allamanda

Plantae
Basidiomycota
Magnoliopsida
Apocynales
Apocynaceae
Allamanda
Allamanda cathartica

cathartica adalah tanaman

hias yang

umum

disebut

sebagai bunga alamanda dan juga sering disebut sebagai bunga terompet emas, bunga
lonceng

kuning,

atau

bunga buttercup. Bunga

alamanda

berasal

dari

daerah Amerika Tengah dan Selatan dan banyak ditemukan di Brazil di mana bunga ini
umum digunakan sebagai hiasan karena bentuknya yang indah.
Tanaman

alamanda

termasuk

dalam

golongan perdu berkayu

dengan tinggi yang dapat mencapai 2 meter. Tanaman ini bersifatevergreen (hijau
sepanjang tahun). Batangnya yang sudah tua akan berwarna cokelat karena
pembentukan kayu, sementara tunas mudanya berwarna hijau. Daunnya memiliki
18

bentuk yang melancip di ujung dengan permukaan yang kasar dengan panjang 6
hingga 16 cm. Selain itu daun alamanda pada umumnya berkumpul sebanyak tiga atau
empat helai. Bunga alamanda berwarna kuning dan berbentuk seperti terompet dengan
ukuran diameter 5-7.5 cm. Tanaman ini memiliki bunga yang harum.
Alamanda dapat ditemukan pada daerah sekitar sungai atau tempat terbuka
yang terkena banyak sinar matahari dengan hujan yang cukup dan kelembaban tinggi
sepanjang tahun. Tanaman ini tidak mampu tumbuh pada tanah yang bergaram atau
terlalu basa dan tanaman ini juga tidak tahan suhu rendah. Suhu -1 C dapat
mematikan tanaman tersebut karena tanaman ini sangat sensitifterhadap suhu dingin.
Alamanda

tumbuh

pada intensitas matahari penuh

dengan
tanpa

baik

dan

halangan.

menghasilkan
Jika

diberi

bunga
halangan

maka produksi bunganya menurun. Tanaman ini tumbuh baik dengan kondisi tanah
berpasir, kaya bahan organik, serta beraerasi baik. Secara keseluruhan, alamanda
adalah tanaman yang mudah tumbuh pada kondisi yang sesuai sehingga pada beberapa
daerah juga dipandang sebagai gulma.
Iklim yang tepat untuk pertumbuhan alamanda adalah daerah dengan
iklim tropis. Pada daerah dengan iklim tropis, alamanda dapat tumbuh hampir di
sebagian

besar

lingkungan

dengan

laju pertumbuhan yang

cukup cepat.

Di habitat aslinya, alamanda hidup pada ketinggian 0-700 meter dari permukaan laut
(dpl) dengan curah hujan 1000 hingga 2800 mm per tahun. Karena pertumbuhannya
yang

cepat,

alamanda

umum

digunakan

sebagai ornamen untuk

menghias pagar dan tembok.

19

Allamanda cathartica
Tanaman alamanda berbunga sepanjang tahun di banyak habitat. Tanaman ini
dapat berkembangbiak dengan biji, namun perbanyakan yang umum dilakukan yaitu
dengan stek batang. Hal ini disebabkan, beberapa varietas hibrida sulit memunculkan
kapsul biji. Alamanda tergolong tanaman yang tumbuhnya cepat sehingga harus sering
dilakukan pemangkasan untuk menjaga penampilannya.
Bunga alamanda diketahui memiliki beberapa fungsi medis, salah satunya
dapat dipakai sebagai laksatif. Getah tanaman ini memiliki sifat antibakteri. Bunga
alamanda juga memiliki sifat antibiotik terhadap bakteri Staphylococcus. Bunga
tanaman

ini

juga

umum

dimanfaatkan

sebagai obat untuk

mencegah komplikasi dari malaria dan pembengkakan limpa. Selain itu, akarnya juga
dapat digunakan untuk mencegah penyakit kuning.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Allamanda_cathartica

20

FAMILI THYMELAEACEAE
Suku gaharu-gaharuan atau Thymelaeaceae adalah salah satu suku anggota
tumbuhan berbunga. Menurut Sistem klasifikasi APG II suku ini dimasukkan ke dalam
bangsa Malvales, klad eurosids II. Klasifikasi ilmiah :
Kerajaan

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Malvales

Family

: Thymelaeaceae genera

Gaharu merupakan substansi aromatic berupa gumpalan yang terdapat diantara


sel-sel kayudengan berbagai bentuk dan warna yang khas, serta memiliki kandungan
kadar damar wangi, berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu yang
tumbuh secara alami dan telah mati,sebagai akibat dari proses infeksi yang terjadi baik
secara alami atau buatan pada pohon tersebut,dan pada umumnya terjadi pada pohon
Aguilaria sp (Thymelaeaceae). ciri-ciri gaharu asli beraroma harum, tanaman gaharu
memiliki kandungan damar wangiyang kuat, dan melekat di tangan apabila di pegang,
dan tanaman yang menghasilkan gaharumemiliki ciri kulit batang menjadi lunak, tajuk
tanaman

menguning

dan

terjadi pembengkakan, pelekukan atau penebalan pada batang dan cabang

rontok,
berupa

gumpalan berbentuk padat berwarna coklat kehitaman sampai hitam, berbau harum
jika dibakar.
Gaharu dihasilkan dari tanaman sebagai respon dari mikroba yang masuk ke
dalam jaringan yang terluka. Luka pada tanaman berkayu dapat disebabkan secara
alami karena adanya cabang dahan yang patah atau kulit terkelupas, maupun secara
sengaja dengan pengeboran dan penggergajian. Masuknya mikroba ke dalam jaringan
tanaman dianggap sebagai benda asing sehingga sel tanaman akan menghasilkan suatu
senyawa fitoaleksin yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap penyakit atau patogen.
21

Senyawa fitoaleksin tersebut dapat berupa resin berwarna coklat dan beraroma harum,
serta menumpuk pada pembuluh xilem dan floem untuk mencegah meluasnya luka ke
jaringan lain. Namun, apabila mikroba yang menginfeksi tanaman dapat mengalahkan
sistem pertahanan tanaman maka gaharu tidak terbentuk dan bagian tanaman yang luka
dapat membusuk.
Untuk kepentingan komersil, masyarakat mengebor batang tanaman penghasil
gaharu dan memasukkan inokulum cendawan ke dalamnya. Setiap spesies pohon
penghasil gaharu memiliki mikroba spesifik untuk menginduksi penghasilan gaharu
dalam jumlah yang besar. Beberapa contoh cendawan yang dapat digunakan sebagai
inokulum adalah Acremonium sp., Cylindrocarpon sp., Fusarium nivale, Fusarium
solani,

Fusarium

fusariodes,

Fusarium

roseum,

Fusarium

lateritium

dan

Chepalosporium sp.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam kegiatan budidaya pohon
penghasil gaharu yaitu persyaratan tumbuh. Tempat tumbuh yang cocok untuk
tanaman penghasil gaharu adalah dataran rendah, lereng-lereng bukit, sampai
ketinggian 750 meter diatas permukaan laut. Jenis Aquilaria tumbuh sangat baik pada
tanah-tanah liat (misalnya podsolik merah kuning), tanah lempung berpasir dengan
drainase sedang sampai baik. Tipe iklim A-B dengan kelembaban sekitar 80%. Suhu
berkisar antara 22-28 drajat celcius dengan curah hujan berkisar antara 2000 s/d 4000
mm/tahun. Lahan tempat tumbuh yang perlu dihindari adalah (1) lahan tergenang
secara permanen, (2) tanah rawa, (3) lahan dangkal (kedalaman kura dari 50 cm), (4)
pasir kuarsa, dan (5) lahan yang ber-pH kurang dari 4,0.
Pengadaan bibit gaharu sementara dapat memanfaatakn potensi tegakan alam
gaharu yang masih tersedia sebagai pohon tegakan benih ( seed stand ). Dalam jangka
panjang perlu dibina ketersediaan pohon induk ( seed orchard ) yang berperan sebagai
sumber bahan tanaman dalam membina budidaya serta sekaligus upaya pelestarian
sumberdaya genetik jenis gaharu. Pengadaan bibit gaharu dapat berasal dari biji,
anakan cabutan alam, dan stump . Pengunduhan biji dapat dilakukan dari pohon induk.
Anakan alam diperoleh dari hasil cabutan yaitu dengan cara mengambil bibit cabutan
alam yang memiliki tinggi 15-20 cm, daun lebih dari 6 helai, dan di persemaian
akarnya diberi perlakuan hormon tumbuh Rootone-F sebesar 200 ppm dan dipelihara
22

di persemaian sampai umur 4 bulan. Bibit dengan stump bisa diperoleh dari anakan
alam maupun lewat persemaian dengan membuat potongan stump dengan panjang
batang atas 5 cm dan panjang bagian bawah (akar) 10 cm yang diikuti pemotongan
akar serabut dan diberi perlakuan Rootone-F sebesar 200 ppm sebelum ditanam di
lapangan. Pengadaan benih gaharu yang berasal dari biji bisa dilakukan dengan
pemungutan buah yang telah masak fisiologis. Buah masak jenis Gyrinops verstegii
(Gig) Domke terbanyak terjadi pada bulan Januari-Februari dan di luar bulan tersebut
gaharu berbuah sangat sedikit. Buah bentuknya bulat lonjong sebesar biji kacang tanah
yang telah dikupas, dengan ukuran tinggi 1 cm dan lebar 0,5 cm. Buah tua dicirikan
kulit berwarna hijau kekuning-kuningan dan cangkang buah belum merekah.
Pemungutan buah dilakukan dengan cara memanjat pohon dan menjatuhkan buah
dengan galah berkait agar buah dapat berjatuhan dan selanjutnya biji dikeluarkan dari
buah masak dan segera didederkan di bedeng tabur, karena biji gaharu tidak tahan lama
dalam penyimapanan (bersifat recasiltran). Setiap buah mengandung 3-4 biji. Dalam 1
kg buah gaharu terdapat 3.000 biji dengan daya kecambah 65 %. Pemakaian RootoneF dalam perkecambahan biji dapat meningkatkan persen kecambah sampai 85 %
(Surata, 2004). Selanjutnya penyapihan dilakukan di bedeng sapih dengan
menggunakan polybag 15 cm x 20 cm, media semai tanah : kompos 4 :1. Persemaian
di bedeng sapih dapat menggunakan persemaian permanen ( shade house ) dan
persemaian konvensional. Setelah penyapihan maka dilakukan penyiram setiap hari.
Bibit gaharu memerlukan umur > 6 bulan di persemaian sebelum ditanam di lapangan.
Sebelum pemindahan bibit ke lapangan maka perlu dilakukan pemotongan akar yang
tembus polybag dan hardening of (aklimatisasi) yang dilakukan sebulan sebelum
penanaman.
Sesuai dengan sifat fisiologis pohon gaharu yang mempunyai sifat toleran
(memerlukan naungan) pada awal pertumbuhannya ( vegetaif growth ), maka
persiapan lahan tanaman perlu diiringi persiapan pohon penaung. Letak tanaman ditata
dalam jalur berjarak 3 atau 6 m yang dibersihkan secara jalur sekitar 1 m dan pohon
atau semak di sekitarnya dibiarkan sebagai penaung. Jarak tanam dalam jalur 3 m atau
6 m, lubang tanam 30 cm x 30 cm x 30 cm. Modifikasi jarak tanam ini dapat dilakukan
sesuai dengan kondisi tapak setempat jenis pohon penaung yang sudah ada dengan
23

pengaturan pohon penaung sebesar 50 %. Sebaiknya gaharu ditanam pada awal musim
hujan, agar bibit yang ditanam mempunyai waktu yang cukup panjang untuk tumbuh
dan berkembang, sehingga pada musim kemarau pertama tanaman sudah cukup kuat
untuk menghadapi keadaan cuaca yang kering dan panas di lapangan.
Pola tanam budidaya gaharu disesuaikan dengan sifat fisiologis tumbuhan inang
gaharu yang memerlukan pohon penaung. Apabila tanaman penghasil gaharu akan
ditanam pada hamparan lahan yang luas dan masih kosong (monokultur), maka jarak
tanam dapat dibuat 3 X 3 m, 3 x 4 m, 3 x 5 m, 4 m x 4 m atau 5 m x 5 m. Beberapa
teknik alternatif yang dapat diterapkan antara lain dengan memanfaatkan pohon
penaung yang sudah ada (sistem perkayaan jalur) dan pembutan hutan tanaman dengan
menanam pohon penaung jenis cepat tumbuh (pola hutan campuran), baik pada hutan
produksi maupun hutan rakyat. Pola penaung pada hutan alami (sistem perkayaan)
dapat diterapkan dengan membebaskan tajuk pohon penaung yang sudah ada.
Penggunaan naungan ini menunjukkan bahwa pada musim kemarau pertumbuhan
tinggi, diameter, dan persen tumbuh lebih baik serta warna daun lebih hijau, jumlah
daun lebih banyak, dan kondisi vigor tajuk tanaman lebih sehat; demikian sebaliknya
yang dengan tanpa penaung pertumbuhan tanaman lebih rendah. Penggunaan pohon
penaung mempengaruhi iklim mikro seperti meningkatkan kelembaban udara serta
menurunkan intensitas penyinaran, temperatur udara dan temperatur tanah pada musim
kemarau dan hal ini sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan gaharu di daerah kering
Nusa Tenggara yang mempunyai iklim kering yang agak panjang (8 bulan).
Pemeliharaan akan sangat menentukan produksi gaharu pada saat tegakan masih
muda. Pemeliharaan terdiri dari pemeliharaan tanaman muda, pemeliharaan tegakan
lanjutan, dan perlindungan tanaman. Pemeliharaan tanaman muda dilakukan sejak bibit
ditanam di lapangan sampai terbentuknya tegakan hutan yaitu pada saat tajuk hutan
mulai menutup meliputi penyulaman, penyiangan, dan pandangiran. Penyulaman
dilakukan dua kali yaitu pada tahun tanam berjalan dan umur satu tahun sampai
tercapainya persen tumbuh 80 %. Penyiangan dilakukan 2 kali setahun atau
disesuaikan dengan keadaan pertumbuhan gulma dan pendangiran dilakukan setahun
sekali. Pemeliharaan tegakan lanjutan dilakukan sejak tajuk hutan menutup dengan
pohon penaung sampai tegakan mencapai umur panen gaharu dengan melakukan
24

pemangkasan dan penjarangan pohon penaung yang ditujukan untuk memberi


kesempatan
gaharu.

tumbuh

yang

sebaik-baiknya

pada

setiap

pohon

inang

Pemeliharaan tegakan juga dilakukan pada inang gaharu yang terlalu rapat,

dilakukan untuk mengurangi terjadinya persaingan antar pohon dalam rangka


meningkatkan kesehatan, kualitas, dan nilai tegakan. Penjarangan pohon inang gaharu
bisa juga didahului dengan mempercepat mengadakan penularan secara intensif pada
pohon yang akan dijarangi selagi pohon masih muda, sehingga apabila pohon tersebut
dipotong hasil penjarangan bisa dimanfaatkan.
Untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal, pohon penghasil gaharu perlu
ditanam pada kondisi yang sesuai dengan tempat tumbuhnya di alam. Tempat tumbuh
yang cocok untuk tanaman penghasil gaharu adalah dataran rendah, lereng-lereng bukit
sampai ketinggian 750 meter di atas permukaan laut.
Pemanenan gaharu dapat dilakukan minimum 1- 2 tahun setelah proses induksi
jamur pembentuk gaharu Apabila ingin mendapatkan produksi gaharu yang baik dari
segi kualitas maupun kuantitas, maka proses pemanenan dapat dilakukan 2-3 tahun
setelah proses induksi jamur.Teknik pemanenan dan keahlian dalam pemilahan kayu
gaharu (Gubal dan kemedangan).
Gaharu banyak diperdagangan dengan harga jual yang sangat tinggi terutama
untuk gaharu dari tanaman famili Themeleaceae dengan jenis Aquilaria spp. yang
dalam dunia perdangangan disebut sebagai gaharu beringin. Untuk jenis gaharu dengan
nilai jual yang relatif rendah, biasanya disebut sebagai gaharu buaya. Selain ditentukan
dari jenis tanaman penghasilnya, kualitas gaharu juga ditentukan oleh banyaknya
kandungan resin dalam jaringan kayunya. Semakin tinggi kandungan resin di
dalamnya maka harga gaharu tersebut akan semakin mahal dan begitu pula sebaliknya.
Secara umum perdagangan gaharu digolongkan menjadi tiga kelas besar, yaitu
gubal, kemedangan, dan abu. Gubal merupakan kayu berwarna hitam atau hitam
kecoklatan dan diperoleh dari bagian pohon penghasil gaharu yang memiliki
kandungan damar wangi beraroma kuat. Kemedangan adalah kayu gaharu dengan
kandungan damar wangi dan aroma yang lemah serta memiliki penampakan fisik
berwarna kecoklatan sampai abu-abu, memiliki serat kasar, dan kayu lunak. Kelas

25

terakhir adalah abu gaharu yang merupakan serbuk kayu hasil pengerokan atau sisa
penghancuran kayu gaharu.
Sebab gaharu sangat mahal harganya salah satunya merupakan kebutuhan pokok
bagi masyarakat di negara-negara Timur Tengah yang digunakan sebagai dupa untuk
ritual keagamaan. Masyarakat di Asia Timur juga menggunakannya sebagai
hio. Minyak gaharu merupakan bahan baku yang sangat mahal dan terkenal untuk
industri kosmetika seperti parfum, sabun, lotions, pembersih muka serta obat-obatan
seperti obat hepatitis, liver, antialergi, obat batuk, penenang sakit perut, rhematik,
malaria, asma, TBC, kanker, tonikum, dan aroma terapi.
Atas dasar itu, pengembangan gaharu sangat mendukung program pelestarian
hutan yang digalakkan pemerintah. Investasi dibidang gaharu sendiri sebenarnya
sangat

menguntungkan.

Gaharu

bisa

dipanen

pada

usia

5-7

tahun.

Untuk satu hektare gaharu hingga bisa dipanen, memerlukan biaya sebesar Rp 125 juta
namun hasil panen yang didapat mencapai puluhan kali lipat. Budi daya gaharu sangat
cocok dikembangkan dalam meningkatkan hasil hutan non kayu, sementara pasarnya
sangat luas dan tidak terbatas.

Sumber : https://www.academia.edu/7650576/gaharu

26

FAMILI SANTALACEAE

Santalales adalah salah satu bangsa tumbuhan berbunga yang termasuk dalam
klad core eudicots, eudicots menurut Sistem klasifikasi APG II). Bangsa ini juga diakui
sebagai takson dalam sistem klasifikasi Cronquist dan tercakup dalam anak kelas
Rosidae, kelas Magnoliopsida.
Cendana adalah istilah dari bahasa sansekerta. Berbagai masyarakat di Nusa
Tenggara Timur mengenal cendana dengan berbagai istilah antara lain : kai salun
(Helong), hau meni (Atoni meto), ai kamenil (Tetun), Hadana, ai nitu atau Wasu dana
(Sumba), ai nitu (Rote), haju mangi (Sabu), bong mouni (Alor).
Cendana merah, kurang harum dan tidak baik mutunya oleh karena itu kurang
penting bagi perdagangan. Cendana jenis ini hidup di Funan dan India. Sementara
cendana putih mempunyai kualitas yang tinggi karena aromanya yang harum dan
mengandung minyak. Cendana putih tumbuh di wilayah kepulauan Nusa Tenggara
Timur yakni pulau Flores, Sumba, Solor, Adonara, Lomblen, Pantar, Alor, Timor, Rote
27

dan Sabu. Di masa lalu dua pulau penting penghasil cendana adalah pulau Sumba dan
pulau Timor. Karena sebagai penghasil utama cendana di masa lalu, pulau Sumba
dijuluki Sandelwood Island atau pulau cendana. Namun sayang cendana tersebut
semakin langka karena ulah manusia antara lain karena pencurian dan peraturan
pengelolaan cendana yang kurang memihak rakyat. Cendana yang tumbuh dimana pun
baik yang tumbuh di tanah negara maupun di tanah milik masyarakat wajib dipelihara
oleh masyarakat. Kalau pohon cendana mati akan didenda. Namun hasil kayu cendana
sebagian besar masuk ke kas pemerintah.
Cendana juga dijumpai di luar Indonesia. Cendana yang di kembangkan di
Mysore India bibitnya didatangkan dari Pulau Timor pada 20 abad yang lalu. Cendana
juga hidup di Fiji, Kepulauan Hibride, kepulauan Marquesas di Pasifik dan juga di
Australia Barat. Cendana dari Pasifik baru diperdagangkan pada akhir abad XIX,
sedangkan cendana dari Nusa Tenggara Timur telah diperdagangkan sejak awal abad
masehi. Berkat perdagangan cendana, wilayah Nusa Tenggara Timur telah melakukan
kontak dengan dunia luar sejak awal abad masehi. Perdagangan di Nusa Tenggara
Timur yang diawali oleh perdagangan cendana, akhirnya mempunyai efek sebar
menumbuhkan dinamika masyarakat dan menambah khasanah kebudayaan daerah.
Ciri Biologis Cendana
Pohon cendana yang tergolong keluarga Santalaceae, Ordo Loranthaceae.
Pohon cendana merupakan tumbuhan setengah parasit dan memperoleh makanan dari
pohon inang melalui akarnya yang dihubungkan melalui haustori. Unsur zat yang
diambil dari pohon inang hanya unsur N, P dan unsur amino. Melalui haustori ini
makanan yang diserap melalui pohon inang disalurkan ke mahkota daun yang
kemudian diolahnya menjadi zat pembentuk bagian tanaman.
Cendana bersifat introtrap terhadap karbon, bibit cendana yang baru tumbuh,
yang hanya mempunyai akar rambut, menggantungkan diri kepada tuan rumah
tanaman inang. Ada 213 jenis pohon inang cendana. Namun kesukaan cendana
terhadap beberapa jenis pohon tertentu sebagai inang seperti Leguminosa antara lain :
28

albasia, akasia, dalbergia, inga dan pongamia. Cendana juga bisa hidup pada alangalang sebagai inang.
Kondisi iklim tempat tumbuhnya cendana harus menunjukkan perbedaan
musim kamarau dan musim penghujan yang jelas. Pertubuhan cendana secara alamiah
terutama di daerah formasi terumbu karang. Cendana sangat suka tumbuh di daerah
bebatuan dan tanah vulkanis yang meneruskan air. Cendana dapat hidup di daerah
sampai pada ketinggian 1.500 m dari permukaan laut. Cendana tidak dapat tumbuh di
hutan lebat tetapi di pinggir hutan dan di daerah padang savana.
Pohon cendana mencapai ketinggian 11 sampai 15 meter dengan diameter 25 30 cm. Batangnya bulat dan kulitnya berwarna coklat abu-abu sampai coklat merah.
Cabangnya mulai pada bagian setengah pohon. Dahan-dahan primer sangat tidak
beraturan, sering bengkok dan banyak ranting. Dahan bagan bawah cenderung tumbuh
menggantung. Daun cendana berhadap-hadapan, bentuknya elips hingga lanset (bulat
telur) dengan dua ujungnya lancip.
Di pulau Timor dibedakan cendana berdaun besar dan berdaun kecil yang
disebut no menutu dan no naik. Daun cendana rontok pada awal musim kemarau dan
awal musim penghujan. Namun proses rontoknya tidak bersamaan. Segera setelah
daun rontok tumbuh daun baru bersamaan tumbunhya bunga. Bunga cendana kecil
berbentuk jumbai pada ujung ranting dan ketiak daun. Bunga cendana berbau tidak
sedap, berwarna putih - kuning kehijau - hijauan hingga lembayung dan segera
berubah menjadi coklat.
Buah cendana merupakan biji yang keras berbentuk bulat, berwarna hitam
dengan tiga keratan dari ujung ke tengah-tengah dinding bijinya keras. Daging bijinya
tipis. Musim bunga utama pada bulan Desember hingga Januari. Buahnya masak pada
bulan Maret dan Juni. Pohon cendana telah berbuah pada usia 3 - 4 tahun. Namun
untuk bibit yang terbaik adalah buah dari pohon yang telah berusia 20 tahun. Buah
yang masak jatuh dan lekas rusak. Semut, tikus dan burung suka makan buahnya.

29

Namun benih hanya tumbuh pada lingkungan yang ideal. Cendana dapat berkembang
biak melalui biji dan akar.
Kayu galih atau teras cendana keras berserat padat dan berwarna kekuningkuningan dan brminyak. Kayu pinggirnya berwarna putih dan hampir tidak berbau.
Pembentukan galih atau teras dimulai sekitar usia 15 tahun. Namun pohon cendana
baru siap dipanen pada usia 40 - 50 tahun.

Kegunaan Cendana
Sejak jaman kuno cendana telah dipergunakan oleh orang Hindu dan Cina
sebagai dupa dalam rangka upacara keagamaan dan kematian. Di samping itu orang
Hindu menggunakan tepung cendana sebagai bedak pelabur kulit untuk membedakan
kasta Brahmana dan kasta lainnya. Kayu cendana juga dimanfaatkan untuk patung,
bahan kerajinan dan perkakas rumah tangga. Dalam pembakaran mayat orang Hindu
kadang-kadang digunakan pula kayu cendana. Minyak cendana yang wangi baunya
digunakan sebagai bahan pengobatan dan campuran minyak wangi (parfum).
Karena manfaatnya yang cukup banyak, cendana sejak awal abad masehi telah
diperdagangkan. Banyak pedagang dari wilayah Indonesia bagian barat dan Cina
berlayar ke berbagai wilayah penghasil cendana di Nusa Tenggara Timur terutama
Pulau Sumba dan Pulau Timor. Perdagangan cendana semula menjadi monopoli para
raja dan keluarga bangsawan, kemudian menjadi monopoli pemerintah kolonial dan
pemerintah Indonesia.
Pada masa lalu sering terjadi perang karena memperebutkan daerah
pertumbuhan cendana. Kerajaan-kerajaan yang menguasai perdagangan cendana, agar
aman pemasokannya, harus menguasai wilayah pertumbuhan cendana secara alami.
Oleh karena itu banyak para bangsawan dan panglima dikirim ke daerah-daerah dalam
rangka pengamanan cendana. Sering juga agar pengamanan lebih berhasil dilakukan
ikatan kekeluargaan antara para bangsawan dan panglima yang datang dengan putri30

putri bangsawan lokal. Dari perdagangan cendana banyak dihasilkan kemakmuran bagi
para penguasa lokal, dan masuknya berbagai unsur budaya dari luar yang memperkaya
khasanah budaya Nusa Tenggara Timur.
Cendana kemudian mempunyai efek sebar tumbuhnya perdagangan. Salah satu
latar belakang sebaran etnis, asal-usul nenek moyang di Nusa Tenggara Timur terkait
dengan perdagangan cendana. Dari perdagangan cendana menumbuhkan kontak antar
budaya dari penduduk lokal dengan para pedagang yang berasal dari berbagai wilayah.
Hal ini menumbuhkan berbagai perubahan sosial budaya di Nusa Tenggara Timur yag
hakekatnya menumbuhkan dinamika masyarakat NTT.
Peraturan pengelolaan cendana yang berorientasi pada penguasa baik penguasa
lokal maupun penguasa kolonial dan akhirnya pemerintah Republik Indonesia, yang
tidak memihak kepada rakyat karena semua cendana tumbuh di mana pun baik di tanah
negara maupun di tanah rakyat wajib dijaga. Kalau pohon cendana itu mati rakyat akan
dikenakan denda. Sebaliknya sewaktu ditebang dan menghasilkan uang, rakyat tidak
ikut menikmati hasilnya. Merosotnya perdagangan cendana pada tahun 1860 serta
berlakunya politik etika pemerintah kolonial Belanda mendorong kebijakan baru upaya
mengintrodusir perbaikan peternakan khusunya memasukkan ternak sapi pada awal
abad ke - 20 yakni sapi Bali di Timor, sapi Onggole di Sumba dan sapi Madura di
Flores serta merintis pembukaan perkebunan kopi. Namun semuanya gagal.
Untuk pengamanan kebijakan tersebut pemerintah kolonial Belanda mulai
memberlakukan sensus pohon cendana sejak dekade pertama abad ke - 20. Tahun 1916
dilakukan penghapusan penebangan dan perdagangan bebas kayu cendana. Pada tahun
1925 diberlakukan Sandelhoutkeur (Sandalwood Ordinance). Diumumkan pada waktu
itu bahwa seluruh cendana menjadi milik swapraja. Residen A.J.L. Couvreur tahun
1924 merintis budidaya cendana tetapi gagal. Dengan kondisi tersebut menumbuhkan
efek bumerang rakyat yang merasa tidak ikut memiliki, akhirnya acuh tak acuh bahkan
ikut secara langsung maupun tidak langsung terhadap proses kelangkaan kayu cendana
(Ormeling, 1955).

31

Sampai sekarang perdagangan cendana menjadi monopoli pemerintah.


Perdaperdagangan kayu cendana keluar Nusa tenggara Timur harus dalam bentuk
bahan setengah jadi atau bahan jadi. Di Kupang terdapat dua pabrik penyulingan
minyak cendana di Bakunase. Namun kedua pabrik ini terpaksa berhenti beroperasi
karena kekurangan bahan baku. Sementara walau kesulitan bahan baku, perusahaan
pembuat barang kerajinan/cendera mata dari cendana masih berjalan. Cendana
mempunyai daya tarik tidak saja kayunya, tetapi juga unsur-unsur yang berkaitan
dengan cendana yang belum tergarap misalnya anakan cendana, kerajinan daun
cendana, gubal cendana dsb.

Sumber: http://santalum99.blogspot.com/2008/03/cendana-santalum-album-l.html

FAMILI
OLEACEAE
Oleaceae adalah sebuah famili dengan 24 genus yang masih
hidup dan terdiri dari 600 spesies dari semak,pohon dan juga
tumbuhan merambat yang hidup dengan pada kelembaban
sedang. Sebagai semak , anggota famili ini adalah tanaman yang biasanya melilit di
batang.
Oleaceae adalah famili dalam botani yang pertumbuhan daunnya selalu terlihat
hijau dan berganti setiap tahun yaitu pohon zaitun dan kerabatnya. Famili dibagi dalam
beberapa suku yaitu Fontanesieae , Forsythieae , Jasmineae , Myxopyreae , dan
Oleeae. Famili Oleaceae terdistribusi di seluruh dunia pada daerah dengan iklim
tropis, subtropics, dan sedang. Keanekaragaman spesies yang lebih tinggi ada di Asia
Tenggara dan Australia, jumlah spesies juga penting di Cina, Afrika dan Amerika
Utara. Penyebaran ini terjadi karena bantuan angin dan binatang.Hewan yang biasa
membantu melakukan penyebaran yaitu burung untuk tumbuhan yang memiliki buah
atau berry. Angin meyebarkan tumbuhan yang memiliki biji (samara).

32

Perkiraan jumlah taksonomi Oleaceae menyebutkan beberapa dari dua puluh


sembilan genus diseluruh dunia, termasuk lebih dari 600 spesies, dan memungkinan
sampai 900 spesies.Oleaceae merupakan komponen penting dari hutan tropis mulai
dari hutan kering di dataran rendah ke hutan di pegunungan berawan.
Oleaceae termasuk famili yang sudah ada sejak masa lampau dan sudah
terdistribusi luas dalam waktu yang lama, spesies modern umumnya muncul dalam
hutan dalam berbagai jenis yang muncul di semua benua, kecuali Antartika,dan di
banyak pulau utama terkait. Beberapa genus adalah populasi yang sudah tumbuh sejak
lama dan tumbuh terisolasi oleh hambatan geografis, misalnya di pulau-pulau atau
pegunungan tropis. Hutan randa mempertahankan fauna dan flora endemik
dikomunitas yang memiliki nilai besar dalam menyimpulkan suksesi palaentologi dan
perubahan iklim yang diikuti perpisahan dari superkontinen.
Picconia misalnya adalah genus endemik dalam hutan Laurel sampai hutan
Macaronesia tersebut. Tumbuhan ini terancam oleh hilangnya habitat. Beberapa
spesies randa dapat terancam punah di sebagian daerah Kepulauan Mascarene dan lainlain.
Daun Oleaceae Famili ini ditandai oleh daun tunggal atau menyirip, yang
posisinya duduk berhadapan atau berkarang, tanpa daun penumpu.
Pengaturan alternatif atau whorled jarang teramati, dengan beberapa spesies
Jasminum menyajikan konfigurasi spiral. Bentuk helai daun yang menyirip - berurat
dan terlihat bergigi, dentate di seluruh bagian pinggir. Domatia dapat diamati dalam
taksa tertentu. Daun berupa daun warna hijau dan spesies hijau mendominasi di daerah
dengan iklim tropis dan hangat, dan spesies gugur mendominasi di daerah dingin.
Daun tunggal atau menyirip, duduk berhadapan atau berkarang, tanpa daun
penumpu. Tersusunan bergantian maupun melingkar jarang diamati ,beberapa spesies
Jasminum menampilkan konfigurasi spiral. Helai daun yang menyirip dan bertulang
daun dapat memiliki gerigi di seluruh bagian pinggirnya.

33

Domatia dapat diamati dalam taksa tertentu. Daun dapat tumbuh selalu hijau
maupun berganti setiap tahun, dengan daun yang selalu hijau mendominasi di daerah
beriklim tropis dan hangat, dan spesies gugur mendominasi di daerah dingin.
Bunga Oleaceae Bunga-bunga yang paling sering dijumpai adalah biseksual
dan memiliki simetri radial, terjadi pada racemes (bunga terpisah terpasang dengan
tangkai pendek yang sama pada jarak yang sama di sepanjang batang pusat. Bunga
bunga di bag.pangkal batang tengah berkembang terlebih dulu) atau malai dan sering
memiliki aroma harum.Kelopak bunga yang mungkin atau mungkin ada,dan mahkota
bunga yang gamosepalous atau memiliki sepal bersatu atau sebagian bersatu dan
berlobus empat. Androecium memiliki 2 benang sari dimasukkan ke dalam zona
perigynous (memiliki benang sari dan bagian bunga lain pada tingkat yang sama
seperti karpel) dan bergantian dengan lobus. Stigma terdiri dari dua lobus.
Ginesium yaitu bagian dari bunga betina terdiri dari gabungan putik dengan
dua karpel. Ovarium lebih superior dengan dua locules (rongga), yang masing-masing
memiliki dua ovula aksila. Kadang-kadang dasar ovarium dilingkari oleh kantung
nectar. Pohon yang paling sering dijumpai bersifat hermaprodit(mempunyai kelamin
jantan dan betina) tapi kadang - kadang polygamomonoecious (sebuah tumbuhan
dengan bunga jantan betina, dan hermaprodit dalam satu individu). Buah Oleaceae
Buah Oleaceae bisa berupa berry, drupes, kapsul atau samaras.
Sumber : Deskripsi Oleaceae www.scribd.com

FAMILI MORACEAE

Suku

ara-araan

atau Moraceae adalah

salah

satu

suku

anggota

tumbuhan berbunga. Menurut Sistem klasifikasi APG II suku ini dimasukkan ke dalam
bangsaRosales, klad eurosids I. Ke dalam suku ini termasuk beringin, ara, tin, pohon
bodhi, danmurbei. Ciri khas suku ini dapat dilihat dari daunnya yang relatif tebal, agak
34

berdaging(sukulen), serta dari buahnya yang bukan merupakan buah sejati karena
terbentuk daridasar bunga yang membesar lalu menutup sehingga membentuk bulatan
seperti buah. Bunganya tersembunyi di dalam "buah" dan diserbuki oleh serangga
tertentu (biasanyadari anggota Hymenoptera).
Sumber : Azka Aka Ryuu: Moraceae (beringin-beringinan) kaptenlaw.blogspot.com

FAMILI DILLENICEAE
Semak, perdu, hingga pohon yang cukup besar; tinggi hingga 40(-50) m dan
gemang

hingga

125(-200) cm.

Acap

dengan banir sempit.

Pepagan

halus

permukaannya, sedikit retak-retak, mengelupas dalam kepingan atau seperti kertas,


seringkali cokelat kemerahan atau kadang-kadang cokelat keabuan; pepagan dalam
tebal, mendesis bila dipotong dan mengeluarkan getah sepertir, merah agak jambon
atau kecokelatan.
Daun-daun terletak dalam spiral; tunggal; bertepi rata, menggelombang, atau
bergigi; bertulang daun menonjol; tangkai daun sering bersayap; daun penumpu tak
ada. Bunga-bunga dalam malai terminal atau di ketiak, atau soliter; sering berukuran
besar dan menyolok; berbilangan (4-)5(-6); kelopak saling terpisah, berdaging,
menetap hingga menjadi buah; mahkota terpisah namun adakalanya gugur dalam
keseluruhan,

putih

atau

kuning,

kadang-kadang

tak

ada;

benang

sari
35

banyak. Buah terdiri atas banyakbumbung, terlindung oleh daun-daun kelopak yang
membesar (pseudocarp), tetap menutup atau membuka dalam bentuk bintang.
Dillenia eximia Miq. berbunga pada bulan Juli-November, dilanjutkan pada
bulan November-Januari yang merupakan masa berbuah. Spesies ini bertumbuh
dengan cepat, yakni setiap tahunnya, diameter pohon ini bertambah 2,5 cm. Ia bisa
tumbuh

bercampur

dengan anggrung (Trema

orientalis)

dan mahang-

mahangan (Macaranga spp.).


Banyak jenis sempur yang menghasilkan kayu pertukangan dan bahan
bangunan yang baik. Dalam perdagangan internasional kayunya dikenal dengan
nama simpoh, sedangkan menurut daftar kayu komersial di Indonesia tercatat
sebagai simpur. Kayu simpoh tergolong kayu menengah hingga berat, dengan
kerapatan kayu (pada kadar air 15%) antara 560 930 kg/m3.
Terasnya berwarna cokelat merah hingga cokelat kemerahan gelap, terkadang
dengan kilau keunguan; biasanya tidak terbedakan dari kayu gubalnya yang sedikit
lebih pucat. Serat-seratnya lurus atau berpadu; teksturnya kasar dan merata. Derajat
penyusutannya cukup tinggi hingga tinggi; penelitian di Malaysia mendapatkan angka
penyusutan, dari keadaan segar hingga kadar air 15% dan hingga kering tanur,
berturut-turut, 2,2% dan 4,1-5,2% di arah radial serta 3,9% dan 8,8-9,6% di arah
tangensial. Kayu simpoh agak sukar dikeringkan karena mudah melenting, melintir,
melengkung, serta pecah-pecah di ujung dan di permukaan kayu apabila
pengeringannya dilakukan secara kurang hati-hati.
Kayu simpoh cocok digunakan untuk konstruksi, tiang-tiang, pintu-jendela
serta

kusennya,

panil-panil

dekoratif,

lantai, furnitur,

rangka

dan

lantai perahu, venir serta kayu lapis. Meskipun keawetan kayu ini tergolong rendah
hingga sedang, kayu simpoh mudah diawetkan dengan kreosot atau bahan pengawet
lain. Simpoh rentan terhadap seranganrayap kayu-kering dan jamur perusak kayu.
Kayu beberapa jenis sempur juga baik untuk dijadikan arang.

36

Sumber : https://www.academia.edu/7650576/dilleniceae

FAMILI RHIZOPHORACEAE

Pohon besar, dengan akar tunjang yang menyolok dan bercabang-cabang.


Tinggi total 4-30 m, dengan tinggi akar mencapai 0.5-2 m atau lebih di atas lumpur,
dan diameter batang mencapai 50 cm. Bakau merupakan salah satu jenis pohon
penyusun utama ekosistem hutan bakau.
Daun tunggal, terletak berhadapan, terkumpul di ujung ranting, dengan kuncup
tertutup daun penumpu yang menggulung runcing. Helai daun eliptis, tebal licin serupa
37

kulit, hijau atau hijau muda kekuningan, berujung runcing, bertangkai, 3,5-13 7-23
cm. Daun penumpu cepat rontok, meninggalkan bekas serupa cincin pada buku-buku
yang menggembung.
Bunga berkelompok dalam payung tambahan yang bertangkai dan menggarpu
di ketiak, 2-4-8-16 kuntum, berbilangan 4. Tabung kelopak bertaju sekitar 1,5 cm,
kuning kecoklatan atau kehijauan, melengkung. Daun mahkota putih berambut atau
gundul agak kekuningan, bergantung jenisnya. Perbungaan terjadi sepanjang tahun.

Buah bakau, perhatikan hipokotilnya yang berwarna hijau memanjang. Buah


berbentuk telur memanjang sampai mirip buah pir yang kecil, hijau coklat kotor.
Hipokotil tumbuh memanjang, silindris, hijau, kasar atau agak halus berbintil-bintil.
Sumber : http://forest-is-your-life.blogspot.com/2012/02/rhizopora.html

38

Anda mungkin juga menyukai