Anda di halaman 1dari 57

2011

Pola Pembiayaan UMKM


USAHA PERKEBUNAN KOPI ROBUSTA &
INDUSTRI PENGOLAHAN KOPI LUWAK

Jl. A. Yani No.1 Bengkulu


(0736) 21735

Pola Pembiayaan UMKM


USAHA PERKEBUNAN KOPI ROBUSTA &
INDUSTRI PENGOLAHAN KOPI LUWAK

KANTOR BANK INDONESIA BENGKULU


JL. A.YANI NO. 1 BENGKULU
2011

Dalam rangka mengembangkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah


(UMKM), Bank Indonesia memberikan bantuan teknis dalam bentuk pelatihan
dan penyediaan informasi. Salah satu informasi yang disediakan Bank
Indonesia adalah buku pola pembiayaan.
Bank Indonesia Bengkulu bekerjasama dengan LP2EM (Laboratorium
Pengkajian Pembangunan Ekonomi Masyarakat) Fakultas Ekonomi Universitas
Bengkulu telah melakukan penelitian pola pembiayaan usaha perkebunan kopi
robusta dan industri pengolahan kopi luwak. Buku ini merupakan laporan
hasil penelitian yang telah dilakukan di Kabupaten Kepahiang dan Rejang
Lebong yang merupakan sentra perkebunan kopi di Provinsi Bengkulu.
Dalam penyusunan pola pembiayaan usaha perkebunan kopi robusta dan
industri pengolahan kopi luwak, Tim Peneliti memperoleh bantuan dari banyak
pihak dan nara sumber korespondensi. Atas sumbangsih pikir dan bantuan
kelancaran penyusunan buku pola pembiayaan UMKM ini, Bank Indonesia
Bengkulu menyampaikan terima kasih.
Akhir kata, semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat
memberikan kontribusi yang berarti bagi pengembangan UMKM.

Bengkulu, Desember 2011

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

No.

Unsur Pembiayaan

Uraian

1.

Jenis usaha

Usaha pembuatan kopi luwak

2.

Skala usaha optimum

Skala industri kecil dengan jumlah


Luwak 10 (sepuluh) ekor.

3.

Lokasi usaha

Desa Batu Bandung, Kecamatan Batu


Bandung, Kabupaten Kepahiang.

4.

Dana yang diperlukan

- Investasi
= Rp. 79.000.000,- Modal kerja = Rp. 21.991.667,- Total
= Rp. 100.991.667,-

5.

Sumber dana

Lembaga keuangan dan modal sendiri

6.

Plafon pembiayaan

100% biaya sendiri

7.

Kelayakan finansial

NPV : Rp. 1.187.917.406,IRR : 57,67

8.

Jangka waktu pembiayaan

10 tahun

iii

No.

iv

Unsur Pembiayaan

Uraian

1.

Jenis usaha

Usaha Pembuatan Kopi bubuk

2.

Skala usaha

Skala industri kecil dengan produksi 10


(sepuluh) ton per bulan

3.

Lokasi usaha

Kecamatan Curup, Kabupaten Rejang


Lebong

4.

Dana yang diperlukan

- Investasi
= Rp. 65.000.000,- Modal Kerja = Rp. 179.425.000,- Total
= Rp. 244.425.000,-

5.

Sumber dana

Modal sendiri

6.

Plafon pembiayaan

100% modal sendiri

7.

Kelayakan finansial

NPV : Rp. 111.743.000,IRR : 83,01

8.

Jangka waktu pembiayaan

5 tahun

No.

Unsur Pembiayaan

Uraian

1.

Jenis usaha

Usaha Perkebunan kopi

2.

Skala usaha

Skala per hektar

3.

Lokasi usaha

Kabupaten Kepahiang dan Rejang Lebong

4.

Sumber dana

Modal sendiri

5.

Plafon pembiayaan

100% modal sendiri

6.

Kelayakan finansial

NPV : Rp. 4.270.000,IRR : 39.58

7.

Jangka waktu pembiayaan

20 tahun

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

KATA PENGANTAR................................................................................

RINGKASAN-RINGKASAN......................................................................

iii

DAFTAR ISI...........................................................................................

vii

BAB I

BAB II

BAB III

BAB IV

BAB V

PENDAHULUAN......................................................................

1.1. Latar belakang................................................................

1.2. Maksud dan Tujuan.......................................................

1.3. Ruang Lingkup Kegiatan.................................................

1.4. Hasil Yang Diharapkan...................................................

METODE KAJIAN..................................................................

2.1. Metode Pengumpulan Data.............................................

2.2. Pengolahan dan Analisis Data.........................................

PROFIL USAHA PERKEBUNAN KOPI ROBUSTA DAN


PENGOLAHAN KOPI LUWAK.................................................

3.1. Profil Usaha....................................................................

3.2. Profil Usaha Pengolahan.................................................

3.3. Pengolahan Kopi Luwak..................................................

10

ASPEK TEKNIS PRODUKSI....................................................

13

4.1. Budi Daya Kopi Robusta.................................................

13

4.1.1. Kesesuaian Lingkungan........................................

13

4.1.2. Persiapan Lahan...................................................

13

4.1.3. Penanaman...........................................................

14

4.1.4. Pemeliharaan........................................................

14

4.1.5. Panen...................................................................

15

4.1.6. Pasca Panen.........................................................

15

4.2. Pengolahan Kopi.............................................................

16

4.2.1. Pengolahan Kopi Bubuk.......................................

16

4.2.2. Pengolahan kopi Luwak.......................................

16

ASPEK KEUANGAN................................................................

19

5.1. Budidaya Kopi Robusta..................................................

19

5.2. Pengolahan Kopi Bubuk.................................................

21

5.3. Pengolahan Kopi Luwak..................................................

23

vii

BAB VI

ASPEK PEMASARAN..............................................................

25

BAB VII

REKOMENDASI POLA PEMBIAYAAN.....................................

29

7.1. Pelaku Usaha dan Sumber Pembiayaannya....................

29

7.2. Kelayakan Menjadi Nasabah Lembaga Perbankan...........

30

7.3. Opsi Rekomendasi Pola Pembiayaan/Lending Model.......

32

BAB VIII ASPEK SOSIAL EKONMI DAN DAMPAK LINGKUNGAN..........

35

8.1. Aspek Sosial Ekonomi.....................................................

35

8.2. Dampak Lingkungan......................................................

36

LAMPIRAN.............................................................................................

37

Lampiran 1. Tabel Biaya Investasi Pengolahan Kopi Luwak pada


Skala Usaha dengan Jumlah Luwak 10 Ekor...................

39

Lampiran 2. Tabel Cashflow Usaha Pengolahan Kopi Luwak pada


Skala Usaha 10 Ekor Luwak............................................

40

Lampiran 3. Tabel Rincian Biaya, Produksi dan Penerimaan Usaha


Pengolahan Kopi Luwak dalam Satu Bulan pada Skala
Usaha dengan Jumlah Luwak Sebanyak 10 Ekor.............

42

Lampiran 4. Tabel Cashflow Usaha Pengolahan Kopi Luwak pada


Skala Usaha 10 Ekor.......................................................

43

Lampiran 5. Tabel Cashflow Usaha Pengolahan Kopi Bubuk (Rp. 000)

44

Lampiran 6. Tabel Cashflow Usaha Budidaya Kopi Robusta


(Rp.000/ha).....................................................................

45

viii

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Struktur PDRB memperlihatkan bahwa perekonomian daerah Provinsi
Bengkulu didominasi oleh sektor primer, ditandai oleh dominannya kontribusi
sektor primer terutama sektor pertanian yang mencapai lebih dari 30 persen
baik pada PDRB provinsi maupun pada PDRB kabupaten-kabupaten yang ada.
Demikian pula sektor ini menyerap tidak kurang dari 70 persen tenaga kerja.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa sumberdaya alam terutama sumberdaya di
bidang agribisnis merupakan potensi ekonomi yang menjadi tulang punggung
perekonomian daerah ini. Oleh sebab itu, memberikan prioritas pada
pengembangan agribisnis adalah kebijakan pembangunan ekonomi dan
wilayah yang tepat.
Salah satu kabupaten yang
sangat peduli pada pengembangan
agribisnis di Provinsi Bengkulu
adalah

Kabupaten

Berbagai

program/

Kepahiang.
kebijakan

pengembangan sektor pertanian


telah ditetapkan oleh pemerintah
Kabupaten Kepahiang.

Saat ini

program yang sedang digalakkan


adalah SELUNA MAYA (sengon,
luwak, dan buah naga, masyarakat sejahtera). Luwak yang dimaksud adalah
pengolahan kopi luwak. Pengembangan tanaman kopi dan pengolahan kopi
luwak untuk mengembangkan segmen pasar yang dituju.
Selama ini, kopi merupakan tanaman andalan bagi masyarakat
Kabupaten

Kepahiang

(perkebunan

rakyat).

Kepahiang dikenal sebagai sentra produksi

yang

membuat

Kabupaten

kopi di Provinsi Bengkulu. Dari

sepuluh kabupaten/kota yang menanam kopi robusta, 28% arealnya berada di


Kabupaten Kepahiang dengan 27% petani dari keseluruhan petani di Provinsi

Bengkulu. Kontribusi Kabupaten Kepahiang, dalam produksi kopi robusta


32%, dengan produktivitas per ha yang lebih tinggi dari Provinsi (Tabel 1).
Tabel 1. Jumlah Petani, Luas Areal dan Produksi Kopi pada Perkebunan
Rakyat Tahun 2009
Daerah
Kabupaten
Kepahiang
Kabupaten
Rejang
Lebong
Provinsi
Bengkulu
Share
Rejang
Lebong
Share
Kepahiang
(%)

Kopi Robusta

Kopi Arabika

Petani
(KK)

Luas
areal

Produksi
(ton)

Prod/Ha
(ton)

Petani
(KK)

13,553

24,017 16,059.89

770

385

13,100

21,059 12,590,50

745

57,741

87,267 50,859.64

22.69

24.13

24.76

23

28

32

Luas
areal

Produksi
(ton)

Prod/Ha
(ton)

447

80

800

920

631

261.36

700

746.2

2,792

4,266

1,637.00

715.47

99.84

32.95

14.79

15.97

97.84

14

10

Sumber: Bengkulu Dalam Angka 2010, diolah

Jika kopi robusta ditanam masyarakat di seluruh kabupaten/kota di


Provinsi Bengkulu, tidak demikian halnya dengan kopi arabika. Kopi ini hanya
ada di 5 kabupaten saja, diantaranya adalah Kabupaten Rejang Lebong dan
Kabupaten Kepahiang. Bahkan tanaman kopi arabika di Kabupaten Lebong
belum menghasilkan pada tahun 2009. Dari Tabel 1 nampak bahwa Kabupaten
Kepahiang dan Kabupaten Rejang Lebong juga masih sedikit (dari petani, luas
areal dan produksinya), namun memiliki produktivitas per ha yang lebih besar
dibanding rata-rata Provinsi Bengkulu. Untuk produksi kopi robusta sebagian
besar produksinya dihasilkan di wilayah Kabupaten Kepahiang sementara
untuk jenis kopi arabika sebagian besar produksinya diwilayah Kabupaten
Rejang Lebong dengan total prosuksi pada tahun 2009 sebanyak 261.36 ton.
Dengan potensi yang ada, petani kopi di Kabupaten Kepahiang mulai
mengembangkan industri pengolahan kopi luwak. Kopi luwak umumnya
adalah kopi arabika. Usaha pengolahan kopi luwak ini memiliki potensi
keunggulan yang tinggi, karena harganya yang relatif mahal dan mampu
masuk ke dalam segmen pasar perkotaan dan konsumen menengah atas.

2|

Potensi keunggulan usaha kopi luwak ini juga didukung oleh ketersediaan
bahan baku yang mencukupi.
Sebagai usaha perkebunan rakyat, kopi robusta dan kopi luwak di
Kabupaten Kepahiang ini umumnya adalah usaha mikro kecil. Sebagaimana
kebanyakan usaha mikro lainnya, usaha kopi ini juga memerlukan berbagai
perkuatan, di antaranya adalah perkuatan dalam informasi dan akses terhadap
sumber

pembiayaan

terutama

perbankan. Selama ini

pada

perbankan

sumber

pembiayaan

belum ada yang

formal

membantu

atau
dalam

pembiayaan kopi di Kabupaten Kepahiang. Padahal, dengan potensi yang ada


dan peluang pasar yang tinggi, usaha ini memiliki prospek yang bagus (tahun
2010 peningkatan konsumsi kopi dunia 2,3% dan Indonesia merupakan 5
negara besar pengekspor kopi). Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian lebih
mendalam untuk menemukan pola-pola pembiayaan yang sesuai agar mampu
mendukung pengembangan usaha kopi robusta dan kopi luwak.

1.2. Maksud dan Tujuan


Studi ini dimaksudkan untuk :
a. Menyediakan

rujukan

bagi

perbankan

dalam

rangka

meningkatkan

pembiayaan terhadap UMKM, terutama komoditas kopi.


b. Menyediakan bahan masukan untuk sistem informasi pengembangan
usaha kecil (SIPUK) yang merupakan bagian dari info UMKM di website
Bank Indonesia.
c. Menyediakan informasi dan pengetahuan bagi masyarakat luas, khususnya
UMKM yang bermaksud mengembangkan usaha.
Atas dasar maksud tersebut, maka studi ini bertujuan untuk:
1.

Memperoleh data yang rinci dari masing-masing jenis usaha yang


mencakup data karakteriktik pelaku maupun karakteristik masing-masing
unit usaha.

2.

Menyusun profil masing-masing unit usaha dari usaha perkebunan kopi


robusta dan usaha pengolahan kopi luwak.

Profil unit usaha akan

digambarkan dari aspek umum, teknis/operasi, pasar dan pemasaran,

finansial dan pembiayaan, serta aspek sosial ekonomi dan dampak


lingkungan.
3.

Menyusun

rekomendasi

pola-pola

pembiayaan

perbankan

bagi

pengembangan usaha perkebunan kopi robusta dan usaha pengolahan


kopi luwak di Kabupaten Kepahiang.

1.3. Ruang Lingkup Kegiatan


Studi ini akan dilaksanakan di Kabupaten Kepahiang dan Kabupaten Rejang
Lebong, pada masing-masing kabupaten dipilih dua kecamatan. Pertimbangan
pemilihan lokasi ini karena daerah ini merupakan sentra produksi kopi robusta
dan juga telah mulai dikembangkannya pengolahan kopi luwak. Mengacu pada
maksud dan tujuan studi ini, maka studi yang dilakukan mencakup aspek:
a.

Aspek karakteristik unit usaha, meliputi :


o Skala bisnis, baik skala unit usaha maupun skala keseluruhan bisnis
yang ada di Kabupaten Kepahiang;
o Ketersediaan bahan baku pada usaha kopi luwak.

b.

Aspek teknis produksi & operasi, meliputi :


o Penyelenggaran kegiatan usaha tani serta teknologi pada kegiatan
perawatan kebun kopi dan pemetikannya.
o Pola pemetikan dan penyediaan bahan baku pada usaha tani kopi
luwak.
o Teknologi pada kegiatan pengolahan kopi yang meliputi bagan alir
proses, layout mesin dan peralatan, kapasitas mesin dan produksi,
serta SDM yang terlibat.

c.

Aspek pasar dan pemasaran, meliputi:


o Wilayah pasar;
o Tataniaga/jalur pemasaran, dan profit/margin, serta sistem pembayaran
pada transaksi jual belinya;
o Harga dan penawaran;
o Kendala dan persaingan;

4|

d.

Aspek finansial dan pembiayaan, meliputi :


o Komponen dan struktur biaya;
o Tingkat kelayakan finansial dari usaha yang ada atau tingkat kelayakan
dari pengembangan yang akan direncanakan atau dibiayai. Tingkat
kelayakan ini akan ditentukan dengan menggunakan asumsi-asumsi
yang diperlukan dan kriteria kelayakan seperti NPV, B/C ratio, IRR,
PBP atau BEP.

e.

Aspek sosial ekonomi dan dampak lingkungan, mencakup :


o Penyerapan tenaga kerja/lapangan pekerjaan;
o Perputaran uang atau dinamika perekonomian setempat;
o Pencemaran lingkungan yang mungkin ditimbulkan.

1.4. Hasil Yang Diharapkan


Hasil yang diharapkan dari studi ini adalah;
1. Data dan informasi yang dapat mendeskripsikan:
a. Karakteristik pelaku agribisnis pada usaha perkebunan kopi robusta
dan pengolahan kopi luwak;
b. Karakteristik unit usaha perkebunan kopi robusta dan pengolahan kopi
luwak;
c. Karakteristik produk dan segmen pasar dari komoditi yang dihasilkan.
2. Telaah tentang potensi bisnis, tingkat kelayakan unit usaha dari berbagai
aspek kelayakan, dan kelayakan pembiayaan
3.

Tersusunnya profil pelaku dan unit usaha perkebunan kopi robusta dan
unit usaha pengolahan kopi luwak yang informatif baik bagi pihak
perbankan sebagai sumber pembiayaan, pemerintah, maupun bagi pihak
dunia usaha/pelaku usaha guna berkembangnya kedua jenis usaha
tersebut.

4.

Tersusunnya

formulasi

atau

pola

pembiayaan

perbankan

untuk

pengembangan kedua jenis usaha tersebut.

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

6|

BAB 2. METODE KAJIAN


2.1. Metode Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder dan data primer.
Data sekunder diperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait dengan
penelitian ini. Sedangkan data primer
responden

dengan

menggunakan

teknik

diperoleh secara langsung dari


wawancara

mendalam

(depth

interview) dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen pemandu.


Wawancara yang mendalam dimaksudkan untuk mendapatkan data secara
lebih detail. Dengan wawancara secara mendalam ini diharapkan berbagai
aspek yang menggambarkan profil pelaku, unit usaha, dan profil produk dapat
dipahami lebih mendalam. Responden dalam studi ini adalah pelaku usaha,
pihak perbankan, dan satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) yang terkait di
tingkat Kabupaten.

Pengusaha yang dijadikan responden diutamakan yang

pernah mendapat bantuan pembiayaan sebanyak 3 (tiga) responden. Demikian


pula pihak perbankan diutamakan yang pernah memberikan pinjaman pada
kedua jenis usaha kebun kopi dan pengolahan kopi luwak.
2.2. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah ditabulasi dianalisis secara deskriptif baik kualitatif
maupun kuantitatif. Analisis data meliputi aspek :
a. Analisis usaha
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui aspek pasar dan pemasaran,
produksi, dan aspek sosial eknomi dan lingkungan untuk melihat pengaruh
usaha terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat dan daerah setempat
serta pengaruhnya pada lingkungan.
b. Analisi pembiayaan
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui pembiayaan proyek dan
kelayakan finansial dari usaha yang ada atau rencana pengembangan yang
akan dilakukan.
c. Analisis Kredit Bank
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses penilaian
permohonan kredit oleh bank terhadap usaha yang dibiayai.
d. Critical Point/Titik Impas

Analisis terhadap aspek ini bertujuan agar profil usaha yang disusun
dilengkapi dengan analisis resiko yang dapat timbul dalam penyelengaraan
usaha ini. Resiko dapat berupa resiko teknis seperti kegagalan panen atau
produksi karena berbagai penyebab atau resiko finansial karena terjadinya
fluktuasi harga baik harga input maupun harga produk yang dihasilkan.
Dalam hal ini, digunakan analisis terhadap data time series.

8|

BAB 3. PROFIL USAHA PERKEBUNAN KOPI ROBUSTA DAN


PENGOLAHAN KOPI LUWAK

3.1. Profil Usaha


Petani kopi di Kabupaten Kepahiang umumnya menanam kopi robusta
dan hanya sedikit yang menanam kopi arabika (Tabel 1). Dari populasi petani
kopi robusta, kajian ini hanya mengambil sampel 18 petani. Sementara untuk
kopi luwak diambil sampel sebanyak 3 dari 6 petani pelaku usaha industri kopi
luwak.
Skala usaha perkebunan Kopi
rakyat

di

Kabupaten

Kepahiang

secara garis besar masih merupakan


usaha kecil dengan luas lahan antara
1 sampai dengan 5 hektar
rata-rata

2.75

hektar.

dengan

Sementara

industri pengolahan kopi bubuknya


masih

tergolong

dalam

industri

rumahan (home industry) di mana


tenaga kerjanya adalah anggota keluarga dengan melibatkan satu atau
beberapa karyawan. Produknya dipasarkan di warung atau pasar yang ada di
sekitarnya dengan brand name atau tanpa brand name.

Industri yang

tergolong pada kelompok ini pada umumnya belum terdaftar di Dinas


Perindustrian maupun di Dinas POM.
3.2. Profil Usaha Pengolahan
Petani kopi di daerah kabupaten Kepahiang dan Kabupaten Rejang
Lebong umumnya mengolah buah kopinya dengan proses kering.

Mereka

melakukan pengeringan dengan cara menjemur buah kopinya. Tempat


penjemuran dapat berupa lantai semen atau jalanan beraspal.

Sementara

proses sortasi sering menjadi hal yang diabaikan.

Pengusaha kopi bubuk yang ada di kedua daerah kabupaten ini


menggunakan biji Kopi yang telah kering sebagai bahan baku dari kopi bubuk
yang mereka produksi.

Proses produksinya adalah

penggorengan biji kopi

kering dan penumbukan dari biji kopi yang telah digoreng tersebut, lalu
pengkemasan.

Beberapa

dari

perusahan

kopi

bubuk

tersebut

telah

menggunakan merk seperti kopi cap Jempol, Cap semar, cap Gentong Mas,
Cangkir AA, Cang Eng, cap Tugu, cap Tiga Saudara dan masih banyak merk
kopi bubuk lainnya tetapi sebagian besar masih belum mengurus ijin dari balai
POM.
3.3. Pengolahan Kopi Luwak
Dalam pengolahan kopi luwak dapat dilakukan dengan dua cara.
Pertama, binatang luwak (musang) dilepas, jika model ini yang dipilih maka
ada dua peran yang dimungkin dapat dilakukan oleh luwak dalam proses
produksi ini, yakni memetik sekaligus mengelupaskan kulit luar dari biji kopi.
Kedua,

binatang

luwak

(musang)

dipelihara. Jika model ini yang dipilih


maka

peran

luwak

hanya

mengelupaskan kulit luar saja dari biji


kopi tersebut.
Untuk
Kabupaten

usaha

kopi

Kepahiang

luwak

model

di

yang

dipilih adalah model kedua sehingga


penggunaan Luwak di daerah ini hanya
terbatas pada mengelupaskan kulit luar
dari

biji

kopi

yang

sudah

dipetik,

prosesnya adalah biji kopi yang sudah


dipetik diberikan kepada luwak untuk
dimakannya.
adalah

Kelebihan binatang ini

kemampuannya

untuk

melakukan pemilihan/ sortasi terhadap


biji kopi yang baik. Dalam hal ini, luwak hanya akan memakan biji kopi yang
telah masak/merah dan tidak memiliki cacat. Oleh sebab itu, dari jumlah biji

10 |

kopi basah yang diberikan, hanya sekitar 10-15 persen saja yang dimakannya,
dan jumlah itulah yang diproses lebih lanjut untuk dijadikan kopi bubuk. Biji
kopi yang tidak dimakan oleh Luwak dapat diolah sebagaimana pengolahan
kopi pada paparan sebelumnya. Luwak tidak setiap hari memakan biji kopi,
hanya kurang lebih 3 (tiga) hari dalam seminggu ia memakan biji kopi tersebut.
Oleh sebab itu, skala usaha pengolahan kopi luwak ini lebih ditentukan oleh
jumlah luwak yang dipelihara.

11

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

12 |

BAB 4. ASPEK TEKNIS PRODUKSI


4. 1.

Budidaya Kopi Robusta

4.1.1 Kesesuaian Lingkungan


Tanaman kopi (Coffea spp) merupakan spesies tanaman berpohon
yang termasuk famili Rubiaceae dengan genus Coffea memiliki hampir
100 macam spesies tetapi yang ekonomis dan diperdagangkan secara
Internasional hanya 2 spesies penting yaitu kopi arabica (Coffea Arabica)
dan kopi robusta (Coffea Carephora). Di Indonesia hampir 98% tanaman
kopi merupakan kopi robusta (Antoni, 2004 dan Jamali, 2003).
Kopi termasuk tumbuhan tropis, tumbuh dengan baik pada
daerah ketinggian 0-1000 dpl dan suhu harian antara 24o 30o C. Curah
hujan rata-rata yang diinginkan antara 2000-3000 mm per tahun,
mempunyai bulan kering (curah hujan kurang dari 100 mm per bulan
selama 3-4 bulan) dan pH tanah antara 55-65. Tanaman ini tidak
menginginkan sinar matahari langsung. Oleh sebab itu diperlukan
naungan untuk melindungi tanaman tersebut.
Tanaman kopi tumbuh tegak dapat mencapai ketinggian 12 meter
dan bercabang. Tanaman ini tidak dipengaruhi langsung oleh ketinggian
tempat, tetapi dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suhu. Hal ini karena
faktor suhu berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan tanaman
kopi,

terutama

terhadap

pembentukkan

bunga

dan

buah

serta

kepekaaan terhadap serangan penyakit (AKK, 1989). Di Indonesia


umumnya tinggi rendahnya suhu ditentukan oleh tinggi rendahnya
tempat yang berbeda-beda (Najiyanti dan Danarti, 2011).
4.1.2 Persiapan Lahan
Persiapan lahan untuk menanam kopi dengan membersihkan dari
semak belukar. Kemudian menanam tanaman pelindung, bila tanaman
pelindung masih baik tidak perlu ditebang cukup dipangkas saja. Jenis
pohon pelindung yang dapat petani tanamkan adalah : Dadap, Sengon,

13

Lamtoro, Kemlandingan, Petai Cina. Tujuan dari penanaman tanaman


penaungan

adalah

pelindung

tanaman

agar

tidak

terlalu

tinggi

penguapan, menghindari terkena sinar matahari secara langsung dan


melembabkan tanah. Kemudian pembuatan lubang tanam dan jarak
tanam, lubang tanam harus digali 3 bulan sebelum penanaman di
lapangan, pembuatan lorong tanam dengan ukuran 0,5x0,5 m; dan 1x1
m dengan jarak tanam yang digunakan untuk tanaman kopi adalah
sebagai berikut 2,5x2,5 m. Dengan demikian, jumlah bibit kopi yang
diperlukan sekitar 1600 pohon/ha, dan sebiknya dicadangkan lagi
sebanyak 400 pohon untuk penyulaman. Sementara populasi tanaman
kopi petani di kabupaten kepahiang dan Rejang Lebong dapat mencapai
2.500 hingga 3.000 pohon per hektar.
4.1.3. Penanaman
Penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan agar
pertumbuhan tanaman kopi dapat lebih baik. Dalam proses penanaman
ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu, waktu proses
penanaman kantong plastik dibuang dengan hati-hati, diusahakan agar
tanah jangan terlepas dari akar, letak bibit dalam lobang diusahakan
leher akar sejajar dengan permukaan tanah, dan tanah disekeliling bibit
dipadatkan sampai bibit tidak goyang.
4.1.4. Pemeliharaan
Pemeliharaan

tanaman kopi mencakup pengendalian hama

penyakit dan penyiangan gulma. Hama yang sering menyerang tanaman


kopi adalah penggerek buah ( Stephanoderes hampei) dan batang kopi
coklat dan hitam (Cylobarus morigerus dan Compactus), kutu dompolan
(Pseudococcus

citri),

kutu

lamtoro

(Ferrisia

virgata),

kutu

loncat

(Heterophylla, sp), dan kutu hijau (Coccus viridis). Sedang penyakit yang
sering ditemukan adalah penyakit karat daun (Hemileia vastantrix), jamur
upas

(Corticium

(Chephaleuros

salmonicolor),

coffea),

dan

penyakit

penyakit

bercak
embun

hitam
jelaga.

pada

buah

Selanjutnya,

pemeliharaan tanaman kopi juga dilakukan dengan mengendalikan

14 |

gulma. Pengendaian gulma dapat dilakukan dengan cara mekanis dan


kimiawi. Cara mekanis dengan menyiangi rumput-rumput yang ada
dibawah pohon kopi, dan cara kimiawi yaitu dengan menggunakan
herbisida. Disamping itu, pemeliharaan kebun juga dilakukan dengan
pemangkasan

cabang dan ranting mati, pemotongan tunas yang tidak

produktif, serta pemangkasan cabang atau ranting dari pohon naungan.


Lebih

lanjut

adalah

pemupukan.

Pupuk

yang

digunakan

umumnya harus mengandung unsur-unsur N,P,K dan unsur pupuk


mikro lainnya. Pemupukan unsur NPK dilakukan dengan pupuk Urea,
TSP, dan KCl. Pemupukan biasanya dilakukan 2 kali

dengan dosis

pupuk anjuran sebanyak 50-400 gr Urea/pohon, 40-300 gr TSP/pohon,


dan 40-200 gr KCl/pohon.
tanaman.

Dosis ini meningkat sesuai dengan umur

Pemupukan yang dilakukan oleh petani di Kabupaten

Kepahiang dan Rejang Lebong umumnya masih pada dosisi rendah,


belum mengikuti dosis anjuran, bahkan sebagian tidak melakukan
pemupukan.
4.1.5. Panen
Tanaman Kopi yang terawat baik dapat berproduksi pada umur
2,5-3 tahun. Musim panen kopi tidak sama waktunya. Dimulai dari
daerah bagian barat terus ke daerahdaerah

bagian timur.

Hasil

produksinya akan meningkat dan mencapai puncaknya pada umur 7-9


tahun, lalu cenderung menurun. Agar diperoleh produk yang berkualitas
maka panen kopi sebaiknya dilakukan dengan selektif, yaitu hanya
memetik buah yang merah.

Namun petani kopi jarang melakukannya

termasuk petani kopi di daerah Kabupaten Kepahiang dan Rejang


Lebong.

Buah kopi yang mereka petik juga mengikutkan buah yang

masih hijau.
4.1.6. Pasca Panen
Budidaya tanaman kopi bertujuan untuk mendapatkan buah kopi
yang fungsi utamanya adalah sebagai bahan minuman penyegar. Dengan

15

demikian, penanganan pasca panen yang baik akan turut menentukan


kualitas produk kopi yang dihasilkan dari biji kopi yang dipanen.
4.2.

Pengolahan Kopi

4.2.1. Pengolahan Kopi Bubuk


Proses pengolahan

buah kopi menjadi biji kopi kering dapat

dilakukan melalui 2 (dua) cara, yakni proses pengolahan kering dan


proses pengolahan basah.
Proses kering mengikuti bagan
alir

proses

sebagai

berikut;

Sortasi buah kopi yang dipetik ->


Pengeringan -> pengupasan kulit
buah -> Sortasi biji kopi kering ->
Pengemasan biji kopi kering ->
Penyimpanan/Penjualan biji kopi
kering.
Proses basah mengikuti bagan alir
proses sebagai berikut;
buah

kopi

yang

Pengupasan

Sortasi

dipetik

kulit

->

buah

->Fermentasi ->Pencucian biji kopi


->

Pengeringan

->

Pengupasan

kulit cangkang kopi ->Sortasi biji


kopi kering -> Pengemasan biji
kopi

kering

->

Penyimpanan/Penjualan biji kopi


kering.
4.2.2. Pengolahan Kopi Luwak
Pengolahan

kopi

luwak

mulai

berkembang

pada

daerah

kabupaten kepahiang dalam satu tahun terakhir ini. Pengolahan kopi


luwak adalah penggunaan binatang luwak (musang) dalam proses

16 |

produksi. Adapun jenis kopi yang dapat digunakan sebagai kopi luwak
adalah jenis kopi arabika.

Ada dua peran yang dimungkin dapat dilakukan oleh luwak


dalam proses produksi ini, yakni memetik sekaligus mengelupaskan
kulit luar dari biji kopi tersebut, atau hanya mengelupaskan kulit luar
saja dari biji kopi tersebut.

Penggunaan Luwak di daerah ini hanya

terbatas pada mengelupaskan kulit luar dari biji kopi yang sudah
dipetik, prosesnya adalah biji kopi yang sudah dipetik diberikan kepada
luwak untuk dimakannya. Kelebihan binatang ini adalah kemampuan
ia untuk melakukan pemilihan/ sortasi terhadap biji kopi yang baik.
Dalam

hal

ini,

ia hanya

akan

memakan

biji

kopi

yang

telah

masak/merah dan tidak memiliki cacat. Oleh sebab itu, dari jumlah biji
kopi basah yang diberikan, hanya sekitar 10-15

persen saja yang

dimakannya, dan jumlah itulah yang diproses lebih lanjut untuk


dijadikan kopi bubuk. Biji kopi yang tidak dimakan oleh Luwak dapat
diolah sebagaimana pengolahan kopi pada paparan sebelumnya. Luwak
tidak setiap hari memakan biji kopi, hanya kurang lebih 3 (tiga) hari
dalam seminggu ia memakan biji kopi tersebut. Oleh sebab itu, skala
usaha pengolahan kopi luwak ini lebih ditentukan oleh jumlah luwak
yang dipelihara.

17

Luwak yang digunakan dalam proses produksi kopi ini dipelihara


dengan pemeliharaan dan perawatan yang cukup intensif.

Setiap

ekornya dipelihara dalam kandang tersendiri dengan ukuran kandang


kurang lebih 1x2 m, dan kandang tersebut selalu diupayakan dalam
keadaan bersih. Lebih lanjut, selain diberikan biji kopi basah, Luwak
juga diberi pakan pepaya, pisang, susu, dan daging ayam, serta obatobatan bila diperlukan.

18 |

BAB 5. ASPEK KEUANGAN

5.1. Budidaya Kopi Robusta


Usaha budidaya Kopi Robusta adalah investasi berjangka panjang.
Tanaman ini baru akan menghasilkan setelah berumur 2,5 3 tahun .
dan akan terus berproduksi hingga berumur dua puluh tahun lebih. Oleh
sebab

itu,

umur

ekonomis

dari

diasumsikan selama 20 tahun.


seperti

populasi

tanaman,

usaha

budidaya

kopi

ini

dapat

Asumsi lainnya adalah koefisien teknis

dosis

pupuk,

skenario

hasil

produksi

disesuaikan dengan rujukan/anjuran (Tabel 5.1.).


Tabel 5.1. Asumsi Dosis Pupuk dan Skenario hasil Produksi Kebun
Kopi Robusta.
Tahun ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Dosis Pupuk (gr/pohon)


Urea
TSP
KCl
50
40
40
100
80
80
150
120
80
200
160
80
300
240
120
300
240
120
300
240
120
300
240
120
300
240
120
300
240
120
400
320
160
400
320
160
400
320
160
400
320
160
400
320
160
400
320
160
400
320
160
400
320
160
400
320
160
400
320
160

Produksi (kg)
350
400
500
600
700
700
700
650
650
600
600
550
550
500
500
450
450
400

Berdasarkan asumsi dosis pupuk dan harganya, skenario produksi,


dan asumsi bahwa usaha budidaya kopi robusta ini diselenggarakan pada
lahan sendiri maka disusun arus kas (cashflow) dari usaha budidaya kopi
robusta sebagaimana dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1. Dengan

19

menggunakan tingkat bunga diskonto sebesar 12 persen diperoleh nilai


NPV dari usaha ini sebesar Rp 19.572.000, dan IRR sebesar 39.58 Persen.
Petani Kopi Robusta di kabupaten Kepahiang dan Kabupaten Rejang
Lebong

dalam menyelenggarakan

budidaya Kopi

Robustanya tidak

sepenuhnya sesuai dengan anjuran teknis budidaya seperti


populasi per hektar, dan dosis penggunaan pupuk.

jumlah

Data lapangan ini

digunakan untuk melihat gambaran struktur biaya dan penerimaan


usahatani kopi mereka. Hal ini dimaksudkan agar sumber pembiayaan
atau pihak Perbankan

mendapat gambaran yang faktual. Tabel 5.2.

memperlihatkan struktur Biaya, produksi, Penerimaan, dan keuntungan


usaha budidaya Kopi Robusta di kedua Kabupaten tersebut .
Tabel 5.2.

Rata-Rata Biaya Produksi dan Penerimaaan Kopi Robusta


(per ha/tahun)
No.
1.

Uraian Biaya

Satuan

Upah
OH
Pupuk
Urea
kg
2. KCl
kg
MPK/Ponska
kg
Biaya pupuk
3.
Obatan/Racun Hama
4.
Herbisida
5.
Kemasan/karung
buah
Biaya Angkut dan
6.
kg
Bongkar Muat
Jumlah Biaya/ha/tahun
Produksi dan harga
kg bk
jual petani
Keuntungan/ha/tahun
Keuntungan/UT/tahun

26

harga
satuan
(Rp)
30.000

100
50
100

2.000
2.500
2.500

12

3.000

200.000
125.000
250.000
575.000
70.000
200.000
36.000

600

300

180.000

Jumlah
Satuan

Jumlah
(Rp)
780.000

1.841.000
600

13.000

7.800.000
5.959.000
16.387.250

Berdasarkan struktur biaya dan penerimaan pada kebun Kopi


Robusta yang telah menghasilkan (TM) sebagaimana disajikan pada Tabel
5.2 maka diperoleh nilai R/C ratio sebesar 4,24 per tahun atau B/C ratio
sebesar 3,24 per tahun. Nilai ini menunjukan efisiensi biaya yang cukup

20 |

tinggi,

yakni

setiap

satu

rupiah

biaya

yang

dikeluarkan

akan

menghasilkan revenue/penerimaan dalam setahun sebesar Rp 4,24 atau


keuntungan sebesar Rp 3,24,- .

Hasil studi juga mendapatkan data

bahwa rata-rata luas usaha kebun kopi petani di Kabupaten Kepahiang


dan kabupaten Rejang Lebong adalah 2,75 ha. Berdasarkan data biaya,
produksi, dan penerimaan per hektar pada Tabel 5.2 maka usaha kebun
Kopi ini memberikan penerimaan kepada rumahtangga petani sebesar
Rp16.387.250,- per tahun atau sekitar Rp 1.365.000,- per bulan. Jumlah
penerimaan ini mencapai 39 persen dari penerimaan rumahtangga petani
yang besarnya rata-rata Rp 3.496.875,-/ bulan.

Namun demikian,

kontribusi dari hasil kebun kopi ini tidak terjadi dalam setiap bulannya
mengingat panen kopi yang bersifat musiman. Oleh sebab itu, hasil dari
usaha kebun kopi ini bagi petani lebih ditujukan untuk tabungan atau
untuk memenuhi keperluan-keperluan yang direncanakan.
5.2. Pengolahan Kopi Bubuk
Kebutuhan dana investasi untuk usaha pengolahan kopi bubuk ini
berjumlah Rp 65.000.000,- (enam puluh juta rupiah). Dana ini utamanya
diperlukan untuk pengadaan mesin penggorengan dan penggilingan,
bangunan pabrik dan gudang untuk menyimpan bahan baku dan hasil
produksi, dan lantai jemur. Perkiraan kebutuhan dana investasi lebih
rinci disajikan pada Tabel 5.3. Dengan investasi ini, proses produksi dapat
mengolah bahan baku ( biji kopi kering) sebanyak 400 kg per hari.

Tabel 5.3.
Rincian Biaya Investasi Usaha Pengolahan Kopi Bubuk
No
1
2
3
4

Uraian Biaya

Satuan

Jumlah
Satuan

Mesin Penggorengan
unit
1
Mesin Penggilingan
unit
1
Bangunan
unit
1
Lantai Jemur
paket
1
Jumlah Biaya Investasi

Harga/
Biaya
Satuan (Rp)
15.000.000
5.000.000
40.000.000
5.000.000

Jumlah
biaya (Rp)
15.000.000
5.000.000
40.000.000
5.000.000
65.000.000

21

Tabel 5.4.
Rincian Biaya, Produksi, dan Penerimaan Usaha Pengolahan Kopi
Bubuk dalam 1 (satu) Bulan
No.

Uraian

A.

Biaya Produksi
Biji Kopi Kering
setelah
dilakukan
pensortiran
Upah
BOP
Kayu Bakar
Listrik & air
Kemasan
BBM (Solar)

1.
2.
3.
-

4.
5.
B.
C.

Satuan

kg

Jumlah
Satuan

Biaya/harga
(Rp)

10.000

17.000

Jumlah
(Rp)

170.000.000
2.500.000

kubik

25

80.000

kg
l

125
150

26.000
4.500

- Penyusutan
Jumlah Biaya BOP
Jumlah Biaya Produksi
Biaya Angkut Penjualan
Jumlah Biaya Operasi
Produksi dan Penerimaan
Keuntungan/bulan

7.500

31.000

R/C ratio

2.000.000
250.000
3.250.000
675.000
1.085.000
7.260.000
185.935.000
750.000
186.685.000
232.500.000
45.815.000
1,25

Tabel ini memperlihatkan bahwa usaha pengolahan kopi bubuk


dengan skala pengolahan sebesar 400 kg biji kopi kering memberikan
keuntungan
bulan,

sebesar Rp 45.815.000

atau sekitar 46 juta rupiah per

jumlah keuntungan yang cukup besar.

Lebih lanjut, Rasio

penerimaan dan biaya operasi yang dibutuhkan memperlihatkan bahwa


usaha ini layak, ditandai oleh R/C ratio > 1, yakni sebesar 1,25 per bulan.
Walaupun demikian, nilai R/C ratio ini menunjukan efisiensi biaya yang
relatif rendah,

Nilai rasio ini berarti pada setiap rupiah biaya yang

dibelanjakan hanya akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,25 atau


keuntungan sebesar Rp 0,25,- . Oleh sebab itu, diperlukan biaya yang
relatif besar untuk mendapatkan keuntungan yang memadai, Data pada
Tabel 5.4 memperlihatkan

dibutuhkan

biaya operasi hampir 187 juta

rupiah untuk memperoleh laba operasi sekitar 46 juta rupiah.

22 |

Dengan menggunakan data biaya investasi, biaya operasi, dan


penerimaan pada Tabel 5.3 dan 5.4 di atas serta asumsi bahwa pabrik
beroperasi efektif selama 10 bulan atau 250 hari kerja pertahun disusun
arus kas sebagai mana dapat dilihat pada Tabel Lampiran 2.

Untuk

mendapatkan kriteria kelayakan dari investasi pada usaha pengolahan


kopi bubuk ini digunakan tingkat bunga diskonto sebesar 12 persen.
Dengan tingkat bunga diskonto sebesar 12 persen ini diperoleh NPV
sebesar 1.608.369.000, (1,6 milyar rupiah lebih)
5.3. Pengolahan Kopi Luwak
Penggolahan kopi luwak memerlukan investasi untuk pengadaan
mesin/ peralatan pengolahan berupa mesin penggorengan dan mesin
penggilingan, bangunan, lantai jemur, Luwak dan kandang Luwak.
Jumlah Luwak yang dipelihara dan akan digunakan dalam usaha dapat
digunakan untuk menentukan skala usaha dan kebutuhan investasi.
Untuk mendapatkan gambaran jumlah kebutuhan biaya investasi dan
biaya operasional usaha ini digunakan skala usaha dengan jumlah luwak
sebanyak 10 ekor.

Perkiraan kebutuhan biaya investasi

secara rinci

disajikan pada Tabel 5.5


Tabel 5.5.
Biaya Investasi Pengolahan Kopi Luwak pada Skala Usaha dengan
Jumlah Luwak 10 Ekor.
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Jumlah
Satuan
Mesin Penggorengan
unit
1
Mesin Penggilingan
unit
1
Bangunan
unit
1
Kandang
ekor
10
Lantai Jemur
paket
1
Luwak/Musang
ekor
10
Jumlah Biaya Investasi
Uraian Biaya

Satuan

Harga/Biaya
Satuan (Rp)
15.000.000
5.000.000
40.000.000
900.000
5.000.000
500.000

Jumlah
biaya (Rp)
15.000.000
5.000.000
40.000.000
9.000.000
5.000.000
5.000.000
79.000.000

Sementara Rekapitulasi kebutuhan biaya Operasional, produksi, dan


penerimaan usaha pengolahan kopi luwak

setiap bulannya disajikan

pada Tabel 5.6. Rekapitulasi ini di dasarkan pada rincian biaya, produksi,
dan biaya &harga satuan pada Tabel Lampiran 1 dan 3.

23

Tabel 5.6. Rekapitulasi Biaya Operasi dan Penerimaan Usaha


Pengolaha Kopi Luwak pada Skala Usaha dengan Jumlah
Luwak Sebanyak 10 ekor (Rp/bulan)
No.
A.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
B.
C.

Uraian

Jumlah1 (Rp)

Biaya Operasi
Bahan Baku (Buah Kopi)
Pakan Luwak dan obat-obatan
Biaya Angkut pembelian
Upah
Kemasan
BOP (dirinci)
Biaya Adm/Umum dan
Pemasaran
Bunga Pinjaman
Jumlah Biaya Operasi
Penerimaan
Laba Operasi

Catatan:

1)

2)

Jumlah2 (Rp)

8.000.000
3.200.000
200.000
2.000.000
390.000
4.396.667

8.000.000
3.200.000
200.000
2.000.000
390.000
4.396.667

2.500.000
0
19.436.667
58.800.000
39.363.333

2.500.000
1.305.000
21.991.667
58.800.000
36.808.333

Biaya investasi dan pengadaan bahan baku (buah kopi) didanai dengan dana
sendiri.
Biaya investasi dan pengadaan bahan baku (buah kopi) didanai dengan
danapinjaman Bank dengan tingkat suku bunga sebesar 18 persen flat.

Selanjutnya, rincian biaya investasi dan biaya operasi pada Tabel


lampiran 4 juga digunakan untuk menghitung arus kas (Cashflow) dari
usaha ini. Untuk keperluan perhitungan arus kas ini digunakan asumsi
umur ekonomis dari barang-barang investasi seperti mesin dan bangunan
adalah 5 tahun. Data arus kas dari usaha pengolahan Kopi Luwak ini
disajikan pada Tabel Lampiran 2 dan 4
data arus kas pada tabel tersebut

Berdasarkan analisis terhadap

maka diperoleh kriteria kelayakan

usaha pengolahan kopi Luwak sebagai berikut :


Tabel. 5.7.
Kriteria Kelayakan Usaha Pengolahan Kopi Luwak dengan
Pendanaan Bersumber dari Dana Sendiri dan Pinjaman

Kriteria
Kelayakan
NPV

IRR

No

3
4
5

24 |

Payback
Period
R/C
B/C

Satuan
Rp
%
Bln/hr

Skenario

Sumber Pembiayaan
Dana senidiri
Pinjaman
1.187.917.406
1.145.915.326
57.67
49.62
2 bln (50 hari kerja)

2,15 bln (54 hari kerja)

3,03 per bulan


2,03 per bulan

2,67 per bulan


1,67 per bulan

BAB 6. ASPEK PEMASARAN


Di Kabupaten Kepahiang untuk memperbaiki harga kopi , berbagai
upaya telah dilakukan, tetapi belum membuahkan hasil sebagaiman yang
diharapkan. Harga kopi di tingkat petani belum mampu untuk menutupi biaya
produksinya dan petani terpaksa membiarkan kebun kopi tidak terpelihara,
bahkan sebagian tanaman kopi ada yang ditebang dan diganti dengan tanaman
lain misalnya kelapa sawit.
Pemasaran hasil produksi kopi selama ini dilakukan dengan dua cara
yaitu menjual butiran kopi yang sudah kering dan mengolah kopi menjadi kopi
bubuk. Jika hasil produksi kopi dijual dalam bentuk butiran, maka hasil kopi
dijual langsung kepada pengumpul kemudian baru dijual kepada pusat
pengumpul kopi berada di Kabupaten Kepahing. Dari pusat pengumpul inilah
kemudain baru kopi dijual kepada pabrik pembuat kopi bubuk dan sisanya
dieksport.
Sementara

Industri

pengolahan

dan

pemasaran

produk

kopi

di

Kepahiang masih menghadapi beberapa permasalahan :

Pertama, rendahnya daya saing produk kopi, baik kopi biji maupun kopi
olahan yang disebabkan oleh rendahnya mutu dan tampilan produk,
rendahnya tingkat efisiensi produksi dan pemasaran, rendahnya akses
pelaku usaha terhadap informasi, lemahnya budaya pemasaran dan
kewirausahaan pelaku, serta minimnya sarana dan prasarana pengolahan
dan pemasaran produk kopi.

Kedua, rendahnya tingkat keberlanjutan usaha-usaha pengolahan dan


pemasaran produk kopi yang disebabkan oleh kecilnya skala usaha (tidak
mencapai skala ekonomi); masih tersekatnya subsistem produksi usaha
tani (on-farm) dengan pengolahan dan pemasaran; belum berorientasi pasar;
kurang profesionalnya sumber daya manusia; serta lemahnya kemitraan
dan kelembagaan usaha.

Ketiga, pembangunan pengolahan dan pemasaran produk kopi belum


banyak menyentuh masyarakat bawah, khususnya para petani kecil
sehingga hasilnya pun belum banyak dinikmati oleh petani kopi. Belum

25

tercerminnya sifat kerakyatan dalam sistem dan usaha-usaha pengolahan


dan pemasaran produk kopi ini disebabkan oleh berbagai kendala seperti:
kebijakan makro yang kurang mendukung/berpihak kepada petani kecil;
rendahnya akses petani terhadap modal, teknologi dan pasar; mekanisme
pasar yang tidak sehat; serta minimnya kelembagaan ekonomi di pedesaan.
Namun demikian, masih terdapat peluang- peluang untuk pengembangan
perkopian Indonesia sebagai berikut :

Pertama, permintaan produk-produk kopi dan olahannya masih sangat


tinggi, terutama di pasar domestik dengan penduduk yang melebihi 200
juta jiwa merupakan pasar potensial.

Kedua, peluang ekspor terbuka terutama bagi negaranegara pengimpor


wilayah nontradisional seperti Asia Timur, Asia Selatan, Timur Tengah dan
Eropa Timur. Walaupun perdagangan ke Timur Tengah masih sering terjadi
dispute payment.

Ketiga, kelimpahan sumberdaya alam dan letak geografis di wilayah tropis


merupakan potensi besar bagi pengembangan agribisnis kopi. Produk kopi
memiliki sentra produksi on-farm, yang hanya membutuhkan keterpaduan
dengan industri pengolahan dan pemasarannya.

Keempat, permintaan produk kopi olahan baik pangan maupun non pangan
cenderung mengalami kenaikan setiap tahun, sebagai akibat peningkatan
kesejahteraan penduduk, kepraktisan dan perkembangan teknologi hilir.

Kelima, tersedianya bengkel-bengkel alat dan mesin pertanian di daerah


serta tersedianya tenaga kerja. Seperti alat pemecah biji kopi, alat pengupas
kulit kopi, dan lantai jemur.
Peluang untuk pengembangan perkopian Indonesia ditunjukkan

oleh

profitabilitas yang diperoleh petani kopi secara finansial dan ekonomi. Dengan
demikian perkebunan kopi rakyat di Indonesia layak untuk diteruskan dan
secara ekonomi perkebunan kopi rakyat mampu berjalan secara efisien. Selain
itu, usaha pengolahan kopi bubuk rakyat sangat dominan menggunakan biaya
input domestik. Relatif sedikitnya kandungan input impor dalam biaya

26 |

produksi pengolahan kopi bubuk maka diharapkan usaha pengolahan kopi


akan memiliki daya saing yang kuat di masa mendatang.
Dalam hal konsumsi kopi domestik, konsumsi kopi di Indonesia masih
termasuk rendah dibandingkan dengan negara-negara konsumen kopi dan
beberapa negara produsen kopi, yaitu hanya sebesar 0,6 kg per kapita per
tahun. Oleh karena itu, Indonesia dengan jumlah penduduk mencapai 210 juta
jiwa dan tingkat konsumsi kopi yang tergolong rendah, merupakan peluang
yang cukup besar di dalam meningkatkan konsumsi kopi di dalam negeri.
Apabila tingkat konsumsi kopi dalam negeri dapat mencapai 1 kg, maka kopi
yang dapat diserap di dalam negeri akan menjadi sebesar 210 ribu ton per
tahun. Dan jika peningkatan konsumsi kopi domestic tersebut dapat
meningkat secara gradual, maka masalah ekspor selama ini akan dapat
dikurangi.

27

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

28 |

BAB 7.

7.1.

REKOMENDASI POLA PEMBIAYAAN

Pelaku Usaha dan Sumber Pembiayaannya


Hasil survai lapangan memperlihatkan bahwa umumnya petani kopi

robusta membiayai usaha budidaya kopinya dengan dana sendiri atau dengan
sumberdana pinjaman non formal yang ada dilingkungan dekat mereka.
Mereka belum bersentuhan dengan lembaga keuangan formal atau perbankan.
Kondisi ini dimungkinkan terjadi karena adanya kendala baik yang bersifat
psikologis

maupun

yang

bersifat

teknis.

Kendala

psikologis

berupa

ketidaknyamanan berada pada lingkungan kantor Bank yang suasana dan


bentuk komunikasinya jauh berbeda dengan keseharian mereka. Sementara
kendala teknis menyangkut teknis pengajuan usulan pinjaman dan adanya
persyaratan jaminan (Colateral) dari pihak perbankan. Disisi lain kemitraan ini
belum terjadi dimungkinkan karena belum proaktifnya pihak perbankan dalam
memasarkan produknya kepada mereka atau belum dipertimbangkannya
sebagai segmen pasar yang potensial.
Bila merujuk pada hasil analisis finansial usaha budidaya Kopi Robusta
sebagaimana

dipaparkan

pada

bab

maka

petani

kopi

ini

dapat

dipertimbangkan sebagai calon nasabah potensial bagi pihak perbankan. Hal


ini mengingat (1) pendapatan rumah tangga mereka rata-rata mencapai sekitar
3,5 juta rupiah per bulan, (2) pendapatan usahatani kopi mereka rata-rata
mencapai Rp1,360.000,- lebih per bulan atau sebesar 8 (delapan) juta rupiah
lebih per musim tanam, (3) sebagaimana dipaparkan pada bab V, hasil
usahatani kopi ini bukanlah sumber penghasilan yang berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan rutin bulanan tetapi lebih berfungsi sebagai tabungan
atau untuk memenuhi kebutuhan yang direncanakan. Oleh sebab itu, petani
kopi

robusta

dapat

dipertimbangkan

sebagai

calon

nasabah

potensial

sebagaimana pelaku UMKM lainnya.


Berbeda dengan petani kopi Robusta,
bubuk dan pengolahan kopi luwak

pengusaha pengolahan kopi

memiliki kendala

yang relatif

kurang

dalam hal hubungannya dengan pihak perbankan. Demikian pula usahanya


lebih prospektif untuk didanai oleh pihak perbankan.

29

7.2.

Kelayakan Menjadi Nasabah Lembaga Perbankan.


Pemberian pinjaman (kredit) terkait dengan dua pertanyaan penting

yakni apakah calon debitur mau mengembalikan dan apakah dia mampu
mengembalikan pinjamannya.

Mau mengembalikan

berkaitan dengan

karakter. Petani Kopi Robusta dan pengusaha pengolahan kopi di Kabupaten


Kepahiang dan Rejang Lebong pada dasarnya tidak mau mengambil resiko dan
cukup hati-hati untuk melakukan pinjaman.

Hal ini menandakan bahwa

mereka memiliki kemauan yang cukup untuk membayar hutang atau


mengembalikan pinjamannya.

Bila ada kasus macetnya bantuan kredit

program dari pemerintah, hal itu lebih disebabkan oleh persepsi mereka
tentang kredit program itu sendiri. Persepsi mereka terhadap kredit program
tersebut adalah bahwa kredit program tersebut lebih
pemberian Cuma-Cuma.

dimaknai sebagai

Studi evaluasi dan pengembangan BRDP Provinsi

Bengkulu (2003) mengungkapkan adanya persepsi bahwa pinjaman program


tersebut adalah hibah murni, tidak harus dikembalikan bila tidak sanggup,
atau pinjaman akan dibayar bila sanggup dan ditagih.
Sementara

mampu

mengembalikan

hutang

atau

pinjaman

erat

kaitannya dengan kelayakan usaha yang dibiayai serta kondisi pendapatan


rumah tangga mereka. Hasil analisis terhadap struktur biaya dan penerimaan
dari usaha budidaya Kopi robusta, usaha pengolahan kopi bubuk, dan dan
kopi luwak memerlihatkan bahwa usaha tersebut memiliki kelayakan untuk
didanai. Gambaran kelayakan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.1
Tabel 7.1. Indikator Finansial Usaha budidaya Kopi Robusta, Pengolahan
Kopi Bubuk, dan Pengolahan Kopi Luwak
No.

Jenis Usaha

1.

Budidaya Kopi

2.
3.

Kopi bubuk
Kopi Luwak
Dana sendiri
Dana pinjaman Bank

Indikator
Keuntungan
Rp.16.387.250,- /UT/tahun

R/C
4,24 per tahun

Rp. 45.815.000,- per bulan

1,25 per bulan

Rp. 39.363.333,- per bulan


Rp. 36.808.333,- per bulan

3,03 per bulan


2,67 per bulan

Data pada Tabel 7.1 memperlihatkan bahwa ketiga jenis usaha layak
untuk didanai

oleh pihak perbankan.

usaha budidaya Kopi Robusta

30 |

Nilai R/C ratio menunjukan bahwa

memiliki efisiensi biaya yang paling tinggi

namun putarannya lambat, yakni 4,24 per tahun. Nilai R/C ini menunjukan
bahwa setiap rupiah dana yang dibelanjakan untuk membiayai usaha ini akan
menghasilkan

penerimaan sebesar Rp 4,24,- atau keuntungan sebesar Rp

3,24,-. Namun penerimaan atau keuntungan ini diperoleh dalam kurun waktu
satu tahun.

Usaha pengolahan kopi bubuk memiliki nilai R/C yang paling

rendah namun dengan putaran yang lebih cepat dibandingkan dengan usaha
budidaya Kopi Robusta, yakni sebesar 1,25 perbulan.

Nilai R/C ini

menunjukan bahwa setiap rupiah dana yang dibelanjakan untuk membiayai


usaha pengolahan kopi bubuk ini akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp
1,25,-atau keuntungan hanya sebesar Rp 0,25,-.

tetapi penerimaan atau

keuntungan tersebut diperoleh dalam setiap bulan.

Sementara usaha

pengolahan kopi luwak memiliki nilai R/C 2,67 dan 3,03 tergantung sumber
pembiayaan untuk biaya investasi dan pembelian bahan baku. Indikator R/C
ratio ini memperlihatkan bahwa usaha kopi luwak memiliki nilai R/C yang
cukup tinggi, yakni sekitar 3,0 dengan putaran dana setiap bulan. Hal ini
menunjukan bahwa usaha pengolahan kopi luwak memiliki resiko finansial
yang lebih rendah untuk dibiayai dibanding usaha budidaya kopi robusta dan
usaha pengolahan kopi bubuk.
Tingkat keuntungan dari ketiga jenis usaha tersebut dapat digunakan
untuk menetapkan plafon pinjaman.

Usaha kopi bubuk memiliki tingkat

keuntungan yang paling tinggi, yakni hampir mencapai 46 juta rupiah per
bulan, diikuti oleh usaha pengolahan kopi luwak pada kisaran 36-39 juta
rupiah perbulan, dan usaha kopi robusta sekitar 16 juta rupiah per tahun.
Penggunaan

kedua

indikator

finansial

ini

dalam

pertimbangan

pemberian kredit dapat membantu pihak perbankan untuk menetapkan plafon


kredit yang akan diberikan.

Pertimbangan besaran plafon kredit yang akan

diberikan tidak hanya didasarkan pada kemampuan perolehan laba tetapi juga
tingkat resiko finansial dari usaha yang bersangkutan. Bila dibandingkan nilai
R/C dari ke tiga jenis usaha tersebut maka usaha pengolahan kopi luwak
memiliki tingkat resiko finansial yang paling rendah.

Usaha budidaya kopi

robusta memiliki nilai R/C yang paling tinggi, namun dengan putaran yang
lambat karena nilai R/C tersebut dalam kurun waktu satu tahun. sementara

31

usaha pengolahan kopi bubukmemiliki tingkat keuntungan yang paling tinggi,


namun nilai R/Cnya paling rendah.
Usaha budidaya kopi robusta, dari segi kelayakan finansial adalah yang
paling rendah diantara ketiga jenis usahanya, namun unit usahanya mencapai
ribuan di Kabupaten kepahiang dan Kabupaten Rejang Lebong.
7.3.

Opsi Rekomendasi Pola Pembiayaan/Lending Model


Persoalan penyaluran kredit adalah permasalahan lain ketika dana

lembaga keuangan, khususnya perbankan, telah tersedia dana untuk itu. Ada
tiga opsi yang dapat dilakukan untuk menyalurkan pinjaman tersebut.
Opsi Pertama adalah pendekatan penyaluran secara individu. Opsi ini
merupakan opsi yang sudah biasa dilaksanakan oleh lembaga keuangan
termasuk perbankan.

Melalui opsi ini, bank menyalurkan langsung modal

atau pinjaman ke pelaku usaha, tentunya setelah dilakukan kelayakan yang


diperlukan

serta

persyaratan-persyaratan

yang

diperlukan.

Dari

aspek

penyaluran dana pinjaman, opsi ini merupakan opsi yang paling mudah sebab
tidak banyak pihak yang terlibat dalam penyaluran kredit.

Opsi ini lebih

sesuai untuk pengusaha pengolahan kopi baik pengolahan kopi bubuk


maupun pengolahan kopi luwak. Opsi pertama pola penyaluran dana pinjaman
Bank dapat dijelaskan pada Gambar 7.1.

Gambar 7.1. Opsi Pertama Penyaluran Dana Pinjaman Bank Kepada Petani

32 |

Opsi kedua adalah penyaluran kredit melalui kelompok tani atau


gabungan kelompok tani. Dalam hal ini penyaluran kredit dilakukan melalui
kelompok tani atau gapoktan yang selanjutnya disalurkan ke petani yang
menjadi anggota kelompok. Opsi kedua ini secara skematis dapat dilihat pada
Gambar 7.2.

Gambar 7.2: Opsi Kedua Penyaluran Dana Pinjaman Bank Kepada Petani

Opsi

ini

channelling.

memfungsikan

kelompok

tani

atau

gapoktan

sebagai

Dalam opsi ini, keterlibatan pihak di luar kelompok tani

ataupun gapoktan tidak ada. Resiko kegagalan ini akan ditanggung oleh pihak
perbankan dan petani, namun demikian kredibilitas dari kelompok tani
ataupun gapoktan juga akan menjadi pertaruhan. Opsi ini lebih sesuai untuk
penyaluran kredit kepada petani kopi robusta.

Opsi ini akan mendorong

terjadinya kebersamaan diantara petani dalam suatu kelompok tani/gapotan.


Kondisi ini selanjutnya akan memperkuat posisi tawar mereka baik dalam
pengadaan sarana produksi dan pemasaran kopinya, dan dalam mendapatkan
program-program pendapingan dari pemerintah, dan lembaga lainnya. Namun
demikian, pola ini memerlukan dilakukannya rekayasa sosial termasuk
penguatan kelembagaan petani.
Opsi ketiga adalah pelibatan pemerintah daerah (Pemda) setempat
dalam hal pendampingan dan penjaminan.
berkembang

berupa pendampingan

teknis

Fungsi pemda ini dapat


dan

pemasaran, penjaminan

kesesuaian penggunaan kredit, collateral, dan penjaminan bila terjadi kredit

33

macet. Diharapkan dengan fungsi pendampingan dan penjaminan ini, selain


teknik budidaya menjadi lebih baik juga pemanfaatan dana dapat dilakukan
secara benar dan optimal.

Opsi ketiga ini secara skematis disajikan pada

gambar 7.3.

Penjaminan

Pemerintah
Daerah

Pendampingan

Gambar 7.3. Opsi ketiga Penyaluran Dana Pinjaman Bank Kepada Petani

34 |

BAB 8.
8.1.

ASPEK SOSIAL EKONOMI DAN DAMPAK LINGKUNGAN

Aspek Sosial Ekonomi


Di Kabupaten Kepahiang, pembangunan perkebunan kopi rakyat

dalam skala besar kurang tepat di lakukan karena kurangnya ketersediaan


lahan, sehingga kebijakan yang paling tepat dilakukan adalah melakukan
intensifikasi terhadap kebun-kebun kopi rakyat yang sudah tua dengan cara
melakukan stek, sehingga tingkat panen kopi bisa dilakukan tiap bulan.
Peningkatan panen ini disamping memberikan kepastian pendapatan per
bulan bagi petani kopi juga dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak
untuk panen kopi. Karena dengan pohon kopi yang ada sekarang ini, musim
panen kopi adalah selama 6 bulan dalam 1 tahun sehingga tenaga kerja yang
dibutuhkan untuk memanen kopi juga terbatas. Tetapi dengan cara yang
baru, kopi dapat dipanen setiap bulan bahkan dalam prakteknya bisa tiap
minggu sehingga dapat diperoleh butiran kopi yang lebih berkualitas karena
dilakukan penyortiran pada waktu panen.
Dengan adanya kepastian pendapatan per bulan, maka dimungkinkan
terjadinya pola pemeliharaan kebun oleh masyarakat baik mulai dari
perawatan pohonnya, system pemetikannya sampai pada system pengeringan
dan pengolahannya. Melalui pendampingan dari pemerintah diharapkan
produk biji kopi maupun hasil olahan kopi akan mempunyai kualitas yang
semakin baik dan akhirnya harga yang diterima masyarakat juga semakin
tinggi.
Selain dari pada itu, sebagaimana diuraikan dalam analisis financial
didepan, usaha perkebunan kopi robusta maupun usaha industri kopi bubuk
luwak rakyat ini akan dapat meningkatkan pendapatan petani, yang pada
gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan petani. Semakin baik dalam
proses produksi, maka harga yang diterima oleh petani juga semakin baik dan
pada gilirannya kesejahteraan petani kopi robusta maupun industri kopi
bubuk luwak semakin meningkat.

35

8.2.

Dampak Lingkungan
Peningkatan perkebunan kopi serta industri olahan yang berbahan

dasar kopi oleh masyarakat petani setempat akan menimbulkan dampak positif
maupun negatif terhadap lingkungan setempat, baik lingkungan fisik, hayati
maupun sosial ekonomi.
Secara

ekologis

dampak

dari

peningkatan

perkebunan

ini

akan

berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem hutan keterkaitannya dengan


ekosistem atau sub-ekosistem lainnya. Perubahan ini akan terus berlanjut
pada komponen-komponen lingkungan lainya, antara lain satwa liar, hama dan
penyakit tanaman, air, udara , transportasi dan akhirnya berdampak pula
pada

komponen

sosial,

ekonomi,

budaya,

serta

komponen

kesehatan

lingkungan.
Untuk itu perlu adanya telaah lingkungan yang berguna memberikan
informasi lingkungan, mengidentifikasi permasalahan lingkungan, kemudian
mengevaluasi dampak penting yang timbul untuk kemudian disusun suatu
alternatif tindakan pengelolaannya untuk penanggulangan dampak negative
dan mengoptimalkan dampak positif.
Telaah 'holistik' perlu dilakukan oleh pemerintah terhadap seluruh
komponen

lingkungan

yang

diperkirakan

akan

mengalami

perubahan

mendasar akibat peningkatan perkebunan rakyat ini, seperti perubahan tata


guna lahan, iklim mikro, tanah, vegetasi, satwa, hama dan penyakit tanaman,
sosial ekonomi, sosial budaya, kesehatan lingkungan dan sebagainya.

36 |

LAMPIRAN - LAMPIRAN

37

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

38 |

Lampiran 1
Tabel Biaya Investasi Pengolahan Kopi Luwak pada Skala Usaha dengan
Jumlah Luwak 10 Ekor
No.
A.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
B.
1.
2.

3.
4.
5.
6.

C.

D.

Uraian

Satuan

Jumlah
Satuan

Biaya Investasi
Mesin
unit
1
Penggorengan
Mesin
unit
1
Penggilingan
Bangunan
unit
1
Kandang
ekor
10
Lantai Jemur
paket
1
Luwak/Musang
ekor
10
Jumlah Biaya Investasi
Biaya Produksi
Bahan Baku/Biji
kg
1000
Kopi Basah
Pakan Luwak :
- Pisang & Kates
paket
1
- Susu
Kaleng
80
- Ayam
kg
40
- Obat-obatan
paket
1
Biaya Angkut
paket
1
Pembelian
Upah
OB
2
Kemasan
kg
15
BOP :
- Kayu Bakar
kubik
3
- Listrik & air
l
- BBM (Solar)
20
- Penyusutan alat
paket
- Perawatan Alat dan
mortalitas Luwak
Jumlah Biaya Produksi
Biaya Adm/Umum dan
1
Pemasaran
Bunga Pinjaman
Jumlah Biaya
Produksi dan Penerimaan
Kopi Bubuk Luwak
kg
80
Kopi biji kering
kg
360
Jumlah Penerimaan
Keuntungan per
bulan
R/C Ratio
2.67

Harga/Biaya
Satuan (Rp)

Jumlah Biaya
(Rp)

15.000.000

15.000.000

5.000.000

5.000.000

40.000.000
900.000
5.000.000
500.000

40.000.000
9.000.000
5.000.000
5.000.000
79.000.000

8.000

8.000.000

1.000.000
10.000
30.000
200.000
200.000

3.200.000
1.000.000
800.000
1.200.000
200.000
200.000

1.000.000
26.000
80.000
4.500

2.500.000

2.000.000
390.000
4.396.667
240.000
250.000
90.000
1.316.667
2.500.000
18.186.667
2.500.000
1.305.000
21.991.667

600.000
30.000

48.000.000
10.800.000
58.800.000
36.808.333

Catatan: Skenario Biaya didasarkan pada asumsi bahwa biaya Investasi dan
bahan baku (Biji Kopi Basah) di danai dengan dana pinjamana dengam
tingkat suku bunga pinjaman 18 persen/tahun flat

39

Lampiran 2

Tabel Cashflow Usaha Pengolahan Kopi Luwak


pada Skala Usaha 10 Ekor Luwak
Cash Flow

No

Biaya & Penerimaan

A.
1.

Biaya Investasi
Mesin Pengolahan Kopi

2.
3.
4.
5.
6.

Mesin Press
Bangunan
Kandang
Lantai Jemur
Luwak/Musang
Total
Biaya Produksi
Bahan Baku/Biji Kopi
Basah
Pakan Luwak
> Pisang & Kates
> Susu
> Ayam
> Obat-obatan
Biaya Angkut pembelian

B.
1.
2.

3.
4.
5.
6.

7.
8.
C.

D.
E.
G.

40 |

Tahun Ke2
3

15.000.000
5.000.000
40.000.000
9.000.000
5.000.000
5.000.000
79.000.000

Upah
Kemasan
BOP
- Kayu Bakar
- Listrik & Air
- BBM (Solar)
- Penyusutan Alat
- Perawatan Alat dan
Mortalitas Luwak
Biaya Adm/Umum dan
Pemasaran
Bunga Pinjaman
Total
Penerimaan
Kopi Bubuk Luwak
Kopi Biji Kering
Total
Keuntungan/laba
NPV 1
NPV 2
IRR (%)

0
-79.000.000
1.145.915.326
749.930.701
49.62

80.000.000

80.000.000

80.000.000

80.000.000

80.000.000

0
10.000.000
8.000.000
12.000.000
2.000.000
2.000.000

0
10.000.000
8.000.000
12.000.000
2.000.000
2.000.000

0
10.000.000
8.000.000
12.000.000
2.000.000
2.000.000

0
10.000.000
8.000.000
12.000.000
2.000.000
2.000.000

0
10.000.000
8.000.000
12.000.000
2.000.000
2.000.000

20.000.000
3.900.000

20.000.000
3.900.000

20.000.000
3.900.000

20.000.000
3.900.000

20.000.000
3.900.000

2.400.000
2.500.000
900.000
15.800.000
12.500.000

2.400.000
2.500.000
900.000
15.800.000
12.500.000

2.400.000
2.500.000
900.000
15.800.000
12.500.000

2.400.000
2.500.000
900.000
15.800.000
12.500.000

2.400.000
2.500.000
900.000
15.800.000
12.500.000

25.000.000

25.000.000

25.000.000

25.000.000

25.000.000

13.050.000
210.050.000

13.050.000
210.050.000

13.050.000
210.050.000

13.050.000
210.050.000

13.050.000
210.050.000

480.000.000
108.000.000

480.000.000
108.000.000

480.000.000
108.000.000

480.000.000
108.000.000

480.000.000
108.000.000

588.000.000
377.950.000

588.000.000
377.950.000

588.000.000
377.950.000

588.000.000
377.950.000

588.000.000
377.950.000

No
A.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
B.
1.
2.

3.
4.
5.
6.

7.
8.
C.

D.

Biaya &
Penerimaan
(Rp. 000)
Biaya Investasi
Mesin
Pengolahan Kopi
Mesin Press
Bangunan
Kandang
Lantai Jemur
Luwak/Musang
Total
Biaya Produksi
Bahan Baku/Biji
Kopi Basah
Pakan Luwak
- Pisang & Kates
- Susu
- Ayam
- Obat-obatan
Biaya Angkut
Pembelian
Upah
Kemasan
BOP
- Kayu Bakar
- Listrik & Air
- BBM (Solar)
- Penyusutan
alat
- Perawatan Alat
dan
Mortalitas
Luwak
Biaya
Adm/Umum dan
Pemasaran
Bunga Pinjaman
Total
Penerimaan
Kopi Bubuk
Luwak
Kopi Biji Kering
Keuntungan/laba

Tahun ke0

15.000
5.000
40.000
9.000
5.000
5.000
79.000

79.000

80.000

80.000

80.000

80.000

80.000

0
10.000
8.000
12.000
2.000
2.000

0
10.000
8.000
12.000
2.000
2.000

0
10.000
8.000
12.000
2.000
2.000

0
10.000
8.000
12.000
2.000
2.000

0
10.000
8.000
12.000
2.000
2.000

20.000
3.900

20.000
3.900

20.000
3.900

20.000
3.900

20.000
3.900

2.400
2.500
900
15.800

2.400
2.500
900
15.800

2.400
2.500
900
15.800

2.400
2.500
900
15.800

2.400
2.500
900
15.800

12.500

12.500

12.500

12.500

12.500

25.000

25.000

25.000

25.000

25.000

13.050
210.050
588.000
480.000

13.050
210.050
588.000
480.000

13.050
210.050
588.000
480.000

13.050
210.050
588.000
480.000

13.050
210.050
588.000
480.000

108.000
377.950

108.000
377.950

108.000
377.950

108.000
377.950

108.000
377.950

NPV: Rp 1.145.915.326

Catatan: Asumsi Biaya investasi dan kebutuhan bahan baku (biji kopi basah)
untuk produksi satu bulan didanai dengan pinjaman dengan tingat suku
bunga 18 persen per tahun.

41

Lampiran 3
Tabel Rincian Biaya, Produksi dan Penerimaan Usaha Pengolahan Kopi Luwak
dalam Satu Bulan pada Skala Usaha dengan Jumlah Luwak Sebanyak 10 Ekor

No
A.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
B.
1.
2.

3.
4.
5.
6.

C.
D.

Uraian

Satuan

Jumlah
Satuan

Biaya Investasi
Mesin Penggorengan
unit
1
Mesin Penggilingan
unit
1
Bangunan
unit
1
Kandang
ekor
10
Lantai Jemur
paket
1
Luwak/Musang
ekor
10
Jumlah Biaya Investasi
Biaya Produksi
Bahan Baku/Biji Kopi
kg
1000
Basah
Pakan Luwak
- Pisang & Kates
paket
1
- Susu
Kaleng
80
- Ayam
kg
40
- Obat-obatan
paket
1
Biaya Angkut pembelian
paket
1
Upah
OB
2
Kemasan
kg
15
BOP
- Kayu Bakar
kubik
3
- Listrik & air
l
- BBM (Solar)
20
- Penyusutan alat
paket
- Perawatan Alat dan mortalitas
Luwak
Jumlah Biaya Produksi
Biaya Adm/Umum dan Pemasaran
1
Jumlah Biaya
Produksi dan Penerimaan
Kopi Bubuk Luwak
kg
80
Kopi biji kering
kg
360
Jumlah Penerimaan
Keuntungan per bulan
R/C Ratio
3.03

Harga/Biaya
Satuan (Rp)

Jumlah
Biaya (Rp)

15.000.000
5.000.000
40.000.000
900.000
5.000.000
500.000

15.000.000
5.000.000
40.000.000
9.000.000
5.000.000
5.000.000
79000.000

8.000

8.000.000

1.000.000
10.000
30.000
200.000
200.000
1.000.000
26.000

0
1.000.000
800.000
1.200.000
200.000
200.000
2.000.000
390.000

80.000
4.500

2.500.000

600.000
30.000

240.000
250.000
90.000
1.316.667
1.250.000
3.146.667
16.936.667
2.500.000
19.436.667
48.000.000
10.800.000
58.800.000
39.363.333

Catatan: Skenario Biaya didasarkan pada asumsi bahwa biaya Investasi dan bahan
baku (Biji Kopi Basah) di danai dengan dana sendiri.

42 |

Lampiran 4
Tabel Cashflow Usaha Pengolahan Kopi Luwak pada Skala Usaha 10 Ekor

No
A.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
B.
1.
2.

3.
4.
5.
6.

7.

C.

Biaya & Penerimaan


(Rp 000)
Biaya Investasi
Mesin Pengolahan Kopi
Mesin Press
Bangunan
Kandang
Lantai Jemur
Luwak/Musang
Total
Biaya Produksi
Bahan Baku/Biji Kopi
Basah

80.000

80.000

80.000

15.000
5.000
40.000
9.000
5.000
5.000
79.000

Pakan Luwak
- Pisang & Kates
- Susu
- Ayam
- Obat-obatan
Biaya Angkut pembelian

80.000

80.000

10.000
8.000
12.000
2.000
2.000

.
10.000
8.000
12.000
2.000
2.000

10.000
8.000
12.000
2.000
2.000

10.000
8.000
12.000
2.000
2.000

10.000
8.000
12.000
2.000
2.000

Upah
Kemasan
BOP
- Kayu Bakar
- Listrik & air
- BBM (Solar)
- Penyusutan alat

20.000
3.900

20.000
3.900

20.000
3.900

20.000
3.900

20.000
3.900

2.400
2.500
900
15.800

2.400
2.500
900
15.800

2.400
2.500
900
15.800

2.400
2.500
900
15.800

2.400
2.500
900
15.800

- Perawatan Alat dan


Mortalitas Luwak
Biaya Adm/Umum dan
Pemasaran
Total
Penerimaan
Kopi Bubuk Luwak

12.500

12.500

12.500

12.500

12.500

25.000

25.000

25.000

25.000

25.000

197.000

197000 197.000

197.000

197.000

480.000

480.000 480.000

480.000

480.000

108.000
0 588.000

108.000 108.000
588.000 588.000

108.000
588.000

108.000
588.000

391.000 391.000

391.000

391.000

Kopi Biji Kering


D.

Tahun

Keuntungan/Laba
NPV 1
NPV 2
IRR

-79.000
1.187.917.406
778.006.784
57.67

391.000

NPV : Rp 1.187.917.406
Catatan: Asumsi biaya investasi dan kebutuhan bahan baku (biji kopi basah)
untuk produksi satu bulan didanai dengan dana sendiri.

43

Lampiran 5
Tabel Cashflow Usaha Pengolahan Kopi Bubuk (Rp. 000,-)
No

Tahun ke-

Biaya & Penerimaan

A.

Biaya Investasi

1.

Mesin Penggorengan

2.

Mesin Penggilingan

3.

Bangunan

4.

Lantai Jemur

5.

Tanah

15.000
5.000
40.000
5.000
65.000

B.
1.
2.
3.

Biaya Operasi
Bahan Baku (Biji Kopi
Kering)
Upah

1.700.000 1.700.000
25.000

25.000

25.000

25.000

BOP

74.750

74.750

74.750

74.750

74.750

- Kayu Bakar

20.000

20.000

20.000

20.000

20.000

- Listrik & Air

2.500

2.500

2.500

2.500

2.500

32.500

32.500

32.500

32.500

32.500

- BBM (Solar)

6.750

6.750

6.750

6.750

6.750

- Penyusutan

13.000

13.000

13.000

13.000

13.000

7.500

7.500

7.500

7.500

7.500

1,807.250 1.807.250

1.807.250 1.807.250

1.807.250

1,860.000 1.860.000

1.860.000 1.860.000

1.860.000

Biaya Angkut Penjualan


Total Biaya

C.

Penerimaan

D.

Laba

-65.000

NVP 1

111.743

NPV 2

-3.138

IRR

44 |

1.700.000

25.000

- Kemasan

4.

1.700.000 1.700.000

83.01

52.750

52.750

52.750

52.750

52.750

Lampiran 6 : Tabel Cashflow Usaha Budidaya Kopi Robusta (Rp. 000/ha)


No.

Biaya & Penerimaan

A.

Biaya

1.

Penyiapan Lahan

2000

2.

Penanaman

2000

3.

Pemeliharaan Tanaman
a. Bibit Untuk Penyulaman

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

400

b. Pupuk

4.

- Urea

160

320

480

640

960

960

960

960

960

960

1280

1280

1280

1280

1280

1280

1280

1280

1280

1280

- TSP

160

320

480

640

960

960

960

960

960

960

1280

1280

1280

1280

1280

1280

1280

1280

1280

1280

- KCl

160

320

320

320

480

480

480

480

480

480

640

640

640

640

640

640

640

640

640

640

c. Racun Hama

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

d. Herbisida

200

200

200

200

200

200

200

150

150

150

150

150

150

150

150

100

100

100

100

100

e. Upah

500

500

500

500

500

500

500

450

450

450

450

450

450

450

450

375

375

375

375

375

1760

21
175
2381

24
200
2744

30
250
3630

36
300
3716

42
350
3802

42
350
3702

42
350
3702

39
325
3659

39
325
4459

36
300
4416

36
300
4416

33
275
4373

33
275
4373

30
250
4205

30
250
4205

27
225
4162

27
225
4162

24
200
4119

350

400

500

600

700

700

700

650

650

600

600

550

550

500

500

450

450

400

Panen
a. Bahan/ karung
b. Upah
Total Biaya

B.

Produksi

C.

Harga

D.

Penerimaan

4000

0
-4000

NPV 1

4270

NPV 2

(964)

IRR

39.58

1680

0
1680

0
1760

1944

1970

15

15

15

15

15

16

16

16

16

16

17

17

17

17

17

18

18

18

5250

6000

7500

9000

10500

11200

11200

10400

10400

9600

10200

9350

9350

8500

8500

8100

8100

7200

2869

3256

3870

5284

6698

7498

7498

6741

5941

5184

5784

4977

4977

4295

4295

3938

3938

3081

6000

6000

6000

6000

6000

6000

6000

6000

6000

6000

6000

6000

6000

6000

6000

6000

6000

6000

Jl. A.Yani No.1 Bengkulu


(0736) 21735

ii

Anda mungkin juga menyukai