Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM FITOFARMASI

Kelompok A-2
SEDIAAN KAPSUL DARI BUAH CABE JAWA (Piperis Retrofracti Fructus)

Puspita Arum W

112210101025

Ni Putu Pertiwi

112210101029

Moh Sulthon Habibi

112210101031

Yeni Nur Cahyani

112210101033

Prenagia Aldina

112210101041

Dio Alfinda

112210101051

Fatimatuz Zuhro

112210101053

Aslyni P S Barus

112210101057

Yun Earning K.

112210101059

Dewi Nima L.Q

112210101069

Nuraini Agustin

112210101077

Ika Yanuar Isparnaning

112210101079

BAGIAN BIOLOGI FARMASI


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
2014

BAB I. PENDAHULUAN

Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sediaan kapsul terstandar dengan
menggunakan buah cabe jawa (Piperis Retrofractum Fructus). Cabe jawa (Piper
retrofractum Vahl.) merupakan tanaman obat yang berpotensi sebagai bahan baku obat.
Cabe jawa telah diketahui memiliki banyak manfaat, antara lain sebagai analgesik,
diaforetik, karminatif, stimulan, afrodisiak, antiinflamasi,antipiretik, selain sebagai
antioksidan. Cabe jawa ini di dalamnya terdapat bahan aktif minyak atsiri yang memiliki
kandungan utama terpenoid sebagai antioksidan. Terpenoid adalah suatu antioksidan yang
berdasarkan penelitian mampu menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi
lipid. Buah cabe jawa mengandung zat pedas piperine, chavicine, palmitic acids,
tetrahydropiperic acids, 1-undecylenyl-3,4-methylenedioxy benzene, piperidin, rninyak
asiri, isobutyideka-trans-2-trans-4-dienamide, dan sesamin. Piperine mempunyai daya
antipiretik, analgesik, antiinflamasi, dan menekan susunan saraf pusat. Bagian akar
mengandung piperine, piplartine, dan piperlonguniinine.
Cabe jawa secara empiris telah digunakan sebagai obat tradisional dalam ramuanramuan jamu di Indonesia, misalnya di Jawa, Bali dan Melayu, buah cabe jawa digunakan
untuk penyembuh kejang perut, masuk angin, demam, obat sakit kuning, rematik (obat
luar) dan sesudah melahirkan (obat luar) (Heyne,1987; Soedibyo,1998).

Cabe jawa

sebagai obat yang dapat menurunkan demam mengandung senyawa kimia piperin yang
mempunyai daya antipiretik dan analgetik. Efek tersebut disebabkan karena daya hambat
piperin terhadap prostaglandin. Sedangkan rasa nyeri ditimbulkan karena sensitisasi
reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi yang disebabkan oleh
prostaglandin. Peningkatan suhu badan (demam) disebabkan karena pelepasan zat pirogen
endogen atau sitokin seperti interleukin-1 (IL -1) yang memacu pelepasan prostaglandin
yang berlebihan di daerah preoptik hipotalamus (Wilmana, 2002). Penelitian terhadap efek
farmakologi cabe jawa yaitu efek analgetik dan antipiretik pada hewan percobaan telah
dilakukan (Saroni dkk, 1992).
Dalam praktikum fitofarmasi kali ini, dibuat kapsul dari buah cabe jawa. Buah cabe
jawa dibuat kapsul karena untuk menutupi rasa dari cabe jawa yang pedas dan mempunyai
bau yang tajam aromatis. Bentuk sediaan kapsul mudah ditelan dibanding tablet, serta
bentuk tablet cukup stabil dalam penyimpanan dan transportasi.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Piper retrofractum Vahl (Cabai Jawa)


Cabai jawa, cabai jamu, lada panjang, atau cabai saja (Piper retrofractum Vahl.
adalah tanaman yang termasuk dalam sirih-sirihan atau. Dikenal pula sebagai cabai solak (
Madura) dan cabia (Sulawesi). Tumbuhan asli Indonesia ini populer sebagai tanaman
pekarangan dan tumbuh pula di hutan-hutan sekunder dataran rendah (hingga 600m di atas
permukaan laut). Adapun klasifikasi dari Piper retrofractum adalah sebagai berikut

Kingdom

: Plantae

Subkingdom

: Tracheobiota

Superdivisi

: Spermatophyta

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Piperales

Famili

: Piperaceae

Spesies

: Piper retrofractum Vahl.

Berdasarkan penelitian secara fitokimia buah cabe jawa atau Piper retrofractum
mengandung asam amino bebas, minyak atsiri (terpenoid), n- oktanol, linalool, terpinil
asetat, sitronelil asetat, sitral, saponin, polifenol, kavisin, beberapa jenis alkaloid seperti
piperidin, piperoctadecalidine, piperin, piperatin, piperlongumine, sylvatin, filfiline,
sitosterol,

pipernonaline,

guineensine,

metil

piperat,

N-isobutyl-2E,4E,8Z-eico-

satrienamide and -sitosterol.


Dari begitu banyak kandungan kimia yang terdapat pada cabe jawa didapatkan
beberapa aktivitas biologis seperti afrodisiaka, larvasidal, antibakteri, menurunkan LDL,
mencegah arteriosklerosis, antidiabetes, dan masih banyak lagi. Cabe jawa merupakan
salah satu tanaman yang diketahui memiliki efek stimulan terhadap sel saraf sehingga
mampu meningkatkan stamina tubuh. Efek hormonal dari tanaman ini dikenal sebagai
afrodisiaka. Dari suatu tinjauan pustaka dikatakan bahwa secara umum kandungan kimia
atau senyawa kimia yang berperan sebagai afrodisiaka adalah turunan steroid, saponin,
alkaloid, tannin dan senyawa lain yang dapat melancarkan peredaran darah. Bagian yang
dimanfaatkan sebagai afrodisiaka adalah buahnya dan diduga senyawa aktif yang
berkhasiat afrodisiaka di dalam buahnya pada ekstrak etanol 95 % adalah senyawa
piperine. Senyawa pipernonaline dalam cabe jawa diketahu memiliki aktivitas antibakteri
serta menghambat A. Aegypti.
Pemberian ekstrak etanol 95% cabe jawa (piperin) (Piper retrofractum Vahl.) pada
tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur Sprague Dawley yang diberi diettinggi lemak
terbukti menurunkan LDL secara signifikan serta meningkatkan HDL . Kandungan piperin
yang tinggi di dalam cabe jawa memiliki efek farmakologi sebagai antioksidan,
antiinflamasi, dan antihipertensi. Studi sebelumnya juga menunjukan bahwa kandungan
piperin dapat menurunkan obestitas dan hiperlipidemia yang merupakan faktor resiko
utama dari penyakit aterosklerosis.
2.2 Metode Ekstraksi
Untuk ekstraksi buah cabe jawa (Piperis Retrofracti Fructus), dapat dilakukan
dengan beberapa cara yaitu sebagai berikut.
a. Maserasi
Maserasi buah cabe jawa dapat dilakukan dengan menggunakan pelarur etanol 10%
dan etil asetat. Perbedaan penggunaan 2 pelarut ini adalah pada aktivitas yang dihasilkan.
Ekstrak hasil maserasi dengan menggunaka etanol 10 % memberikan aktivitas

penghambatan terbaik terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli sedangkan


sekstrak hasil maserasi menggunakan etil asetat (Parhusip, 2008).
b. Perkolasi
Ekstraksi dengan metode perkolasi dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa
cairan penyari. Perbedaan cairan penyari ini akan menyebabkan perbedaan rendemen
ekstrak yang didapatkan serta berpengaruh kandungan kimia dari masing-masing ekstrak
dengan cairan penyari yang berbeda.
Perkolasi dilakukan dengan menggunakan 50 gram cabe jawa kering yang
diperoleh dari pasar dengan air 11,2% dan kadar minyak atsiri 1 0,02% dan perkolasi
dilakukan sampai mendapatkan 400 mL perkolat. Adapun cairan penyari yang dapat
digunakan adalah etanol (50%), kloroform, methanol, etanol (95 %) dan eter. Dari
perkolasi yang dilakukan pada buah cabe jawa dengan perbedaan cairan penyari tersebut
didapatkan perbedaan rendemen yaitu sebagai berikut.
Cairan Penyari
Etanol (50%)
Kloroform
Metanol
Etanol (95%)
Eter

Rendemen Ekstrak Kental (%)


6,73
5,94
5,32
5,20
3,62

Masing-masing ekstrak kental yang diperoleh dianalis kandungan kimianya


menggunakan kromatografi lapis tipis dengan fase diam silica gel G 60, fase gerak
campuran benzene dan etil asetat (19:1) dan penampak bercak larutan vanillin 1% dalam
asam sulfat pekat. Dari analisis ini didapatkan 7 bercak dengan warna dan Rf yang sama.
Hal ini diduga karena kandungan kimia pada buah cabe jawa mempunyai sifat polaritas
yang sama terhadap cairan penyari yang digunakan. Adapun ketujuh bercak tersebut adalah
sebagai berikut.
Nomor Bercak
1
2
3
4
5
6
7

Rf
0,06
0,11
0,16
0,26
0,32
0,49
0,63

Warna
Coklat
Coklat
Coklat Kebiruan
Ungu
Ungu
Ungu
Ungu
(Djumidi dan Johny, 1992)

c. Ekstraksi dengan Air Panas

Ekstraksi ini dilakukan dengan menggunakan 50 g serbuk cabe jawa kemudian


ditambahkan air panas 500 mL, dibiarkan dingin, lalu disaring. Selanjutnya diuapkan
sampai diperoleh ekstrak kental. Rendemen yang diperoleh adalah sebesar 2,64 % dan dari
hasil KLT (kondisi analisis sama seperti pada perkolasi) didapatkan 1 bercak dengan Rf =
0,07 dan warna bercak adalah coklat (Djumidi dan Johny, 1992).
d. Metode Refluks
Ekstraksi dengan refluks dilakukan dengan menggunakan 30 gram bubuk cabe jawa
kering lalu dicampurkan dengan 150 mL pelarut (etanol atau etil asetat), kemudian
dipanaskan dengan magnetic stirrer pada suhu 70oC selama 3 jam. Setelah itu dilakukan
penyaringan dengan menggunakan pompa vakum. Filtratnya kemudian dipekatkan dengan
menggunakan vacuum evaporator pada suhu 45oC. aktivitas dari ekstrak yang didapat
secara refluks ini hanya dapat menghambat bakteri Escherichia coli (Parhusip, 2008).
2.3 Metode Ekstraksi Senyawa Marker dengan Kromatografi Lapis Tipis
Berikut dijelaskan beberapa metode dengan kondisi analisis yang berbeda.
a. Penetapan secara kromatografi lapis tipis ekstrak etanol

(50%),

kloroform,

metanol, etanol (95%), eter, dilakukan dengan kondisi analsisis sebagai berikut:
Fase Diam

: Silica Gel G-60

Fase Gerak

: Benzene: Etil-asetat (19:1)

Penampak Noda

: Larutan Vanilin 1% dalam asam sulfat pekat

Hasilnya menunjukkan hasil yang sama, masing-masing 7 bercak, dengan warna dan
Rf

yang sama. Sedang

ekstrak yang diperoleh dari seduhan air panas hanya

menunjukkan 1 bercak dengan Rf = 0,07

(Djumidi dan Johny, 1992)


b. Kromatografi lapis tipis

cabe

jawa

dilakukan dengan kondisi analisis sebagai

berikut.
Fase diam

: silikal gel GF254 P;

fase gerak

: campuran toluen P, dietileter P, dioksan P (62.5:21:16)

Penampak Bercak

: Larutan Pereaksi Vanilin-asam sulfat

Hasilnya adalah sebagai berikut:

(Harti dan Alisyahbana, 1992)


2.4 Bentuk Sediaan dan Formula
Bentuk sediaan yang dipilih dalam pembuatan sediaan buah cabe jawa dalam
praktikum ini adalah kapsul. Kapsul merupakan bentuk sediaan padat, dimana satu macam
obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau
wadah kecil yang dapat larut dalam air (Ansel, 2005). Kapsul dapat terdiri dari kapsul
keras dan kapsul lunak. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat juga terbuat
dari pati dan bahan lain yang sesuai. Kapsul dibuat dengan mencampur bahan aktif dan
bahan tambahan lainnya selanjutnya dimasukkan ke dalam cangkang kapsul. Bentuk
sediaan ini dipilih karena pembuatannya mudah, memberikan penyalutan obat yang halus,
licin, mudah ditelan dan tidak memiliki rasa, terutama menguntungkan untuk obat-obat
yang mempunyai rasa dan bau yang tidak enak seperti cabe jawa. Selain itu kapsul juga
dapat diisi dengan cepat karena tidak memerlukan bahan zat tambahan seperti pada
pembuatan pil maupun tablet dan cepat larut dalam perut sehingga cepat diabsorpsi
(Syamsuni, 2006). Walaupun demikian, kapsul tidak bisa digunakan untuk bahan-bahan
yang sangat mudah mencair dan menguap. Bahan yang mudah mencair dapat
memperlunak kapsul, sedangkan yang mudah menguap akan mengeringkan kapsul dan
menyebabkan kerapuhan. Selain itu tidak dapat untuk zat-zat yang dapat bereaksi dengan
cangkang kapsul dan untuk bahan yang higroskopis (Lachman, dkk., 1994). Namun, cabe
jawa berbentuk padat, tidak higroskopis dan tidak mudah menguap sehingga tidak
menimbulkan permasalahan ini.

Kapsul buah cabe jawa telah digunakan dalam jamu yang ada di pasaran, salah
satunya adalah kapsul herbal cabe jawa yang berisi piperis retrofracti fructus extractumisi.
Selain kapsul, cabe jawa bisa dibuat krim contohnya pada sediaan krim ekstrak etanol cabe
jawa menggunakan basis krim tipe O/W. Ekstrak etanol cabe jawa dibuat menggunakan
basis asam stearat, cera alba, vaselin alba, TEA, propilen glikol dengan variasi kadar asam
stearat dan cera alba 75:25, 50:50, 25:75 (Gredivo, 2012). Ekstrak Cabe jawa juga bisa
dibuat gel dengan metode sokhletasi dengan kombinasi Carbopol dan HPMC 2:1; 1:1; 1:2
(Alan, 2012)
Selain itu, buah cabe jawa juga dapat diformulasi dalam bentuk tablet dengan formula
sebagai berikut.

(Padmadisastra dkk, 2009)


2.5 Evaluasi Sediaan Kapsul
Evaluasi sediaan kapsul meliputi evaluasi terhadap masa kapsul dan evaluasoi terhadap
sediaan jadi. Evaluasi terhadap masa kapsul meliputi :
a. Uji waktu alir
Salah satu hal yang penting dalam produksi sediaan padat adalah sifat aliran serbuk
atau granul. Aliran massa akan mempengaruhi keseragaman bobot dalam sediaan.
Kecepatan aliran serbuk ini ditentukan oleh faktor ukuran partikel, distribusi ukuran
partikel, bentuk partikel, bobot jenis. Uji dengan menggunakan sifat alir ini
menggunakan flowmetri.
Ke dalam corong alir masukkan granul, lalu dialirkan hingga seluruh granul
mengalir, ditentukan waktu alir yaitu mulai dari granul mengalir sampai seluruh granul
mengalir keluar. (Voight, 1989).
Syarat : waktu alir tidak boleh dari 10 detik.
Laju alir dan kategorinya :

b. Sudut diam
Cara ini juga merupakan uji untuk menentukan sifat alir masa. Uji ini dilakukan
dengan menggunakan corong. Ke dalam corong alir diisikan granul kering, ratakan
permukaannya. Buka penutup corong hingga granul mengalir bebas. Ukur tinggi dan
diameter tumpukan granul yang terbentuk. Di hitung sudut diam granul.

Syarat sudut diam granul : 20<0<40


c. Bulk density dan tapped density
Volume dan kerapatan serbuk ditentukan dari ukuran dan bentuk partikel.
Ukuran partikel dan kerapatan serbuk berpengaruh dengan volume serbuk. Sehingga
uji ini berguna untuk penentuan ukuran cangkang kapsul yang akan digunakan. Bobot
serbuk ditimbang dan dituang hati-hati ke dalam gelasukur kemudian permukaannya
diratakan. Volume yang terbaca adalah volume tuang. Bobot ketukan diperoleh melalui
ketukan vertical timbunan serbuk yang diisikan ke dalam sebuah gelas ukurtertutup
yang terletak diatas dasar lunak. Ketukan tersebut dilakukan sampai diperoleh volume
konstan. (Voight, 1989)

Selain massa serbuk kapsul, sediaan kapsul pun harus dievaluasi. Evaluasi untuk
sediaan jadi kapsul meliputi :
a. Keseragaman Bobot
Uji keseragaman bobot dilakukan dengan penimbangan 20 kapsul sekaligus dan
ditimbang lagi satu persatu isi tiap kapsul. Kemudian timbang seluruh cangkang kosong
dari 20 kapsul tersebut. Lalu dihitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul.
Perbedaan bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul, tidak boleh
melebihi dari yang ditetapkan pada kolom A dan untuk setiap 2 kapsul tidak lebih dari
yang ditetapkan pada kolom B (Depkes RI, 1979).
Persyaratan :
Bobot

rata-rata

isi

kapsul
120 mg atau lebih
Lebih dari 120 mg

Perbedaan bobot isis kapsul dalam %


A
B
10%
7,5%

20%
15%

b. Disolusi
Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa banyak persentasi zat aktif dalam
obat yang terabsorpsi dan masuk ke dalam peredaran darah untuk memberikan efek terapi.
Persyaratan dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 85% (Q) dari jumlah yang
tertera pada etiket (Depkes RI, 1979).
c.

Kadar
Penetapan kadar dilakukan untuk memastikan bahwa kandungan zat berkhasiat

yang terdapat dalam kapsul telah memenuhi syarat dan sesuai dengan yang tertera pada
etiket. Metode penetapan kadar yang digunakan sesuai dengan zat aktif yang terkandung

dalam sediaan kapsul. Caranya ditimbang 10-20 kapsul, isinya di gerus dan bahan aktif
yang larut diekstraksi menggunakan pelarut yang sesuai menurut prosedur yang sudah
ditetapkan. Secara umum rentang kadar bahan aktif yang ditentukan berada diantara 90110% dari pernyataan pada label (Agoes, 2008).
d. Waktu hancur
Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang tertera
dalam masing-masing monografi, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa kapsul digunakan
untuk pelepasan kandungan obat secara bertahap dalam jangka waktu tertentu atau
melepaskan obat dalam dua periode yang berbeda atau lebih dengan jarak waktu yang jelas
diantara periode pelepasan tersebut.
Alat : disintegration tester
Cara: di masukkan satu kapsul ke dalam masing-masing tabung pada keranjang, lalu
dimasukkan satu cakram pada tiap tabung. Alat dijalankan. Sebagai media digunakan air
dengan suhu 371 C. pada akhir batas waktu dinyatakan sebagai waktu hancur kapsul.
Kapsul dinyatakan hancur jika tidak ada lagi kapsul yang tertinggal pada kawat kasa.
Pengujian dilakukan dengan 6 kapsul, dimana selama 15 menit seluruh kapsul telah hancur
dan melewati kasa pada tabung ( Dirjen POM, 1976).
e. Uji higroskopisitas (Augsburger, 2000)
Suatu sediaan dikatakan stabil secara fisik apabila tidak menunjukkan perubahanperubahan sifat fisik selama masa penyimpanan. Salah satu sifat fisik yang perlu diamati
adalah sifat higroskopisitas dari senyawa.
Uji higroskopisitas merupakan cara untuk menguji kemampuan bahan obat untuk
menyerap uap dari udara setelah dibiarkan dalam satu kondisi dan satuan waktu yang
diamati.
Sejumlah kapsul ditempatkan perlakuan pengaturan kelembapan tertentu dan pada
temperature kamar. Masing-masing perlakuan diamati setiap hari dalam seminggu dan tiap
minggu selama satu bulan. Pengamatan dilakukan terhadap bobot kapsul, bentuk kapsul,
dan isi kapsul.

BAB III. METODE

3.1 Alat dan Bahan


Alat:
Beaker glass
Spatula
Mortir
Stamper
Cangkang kapsul kosong
Timbangan analitik
Seperangkat alat refluks
Labu ukur 10 ml , 25 ml
Vial
Mikropipet
Pelat KLT
Densitometer
Bahan :

Ekstrak daun jambu biji


Standar quersetin
Cab-o-sil
Avicel
Etanol
HCL 57 %
eluen aseton
Kloroform
asam formiat

3.2 Cara Kerja


1. Pembuatan Ekstrak
Metode ekstraksi yang dipakai adalah cara maserasi, memaserasi 1 bagian simplisia
dengan 5 bagian pelarut (etanol 96%).

Serbuk simplisia

Masukkan kedalam maserator dan


basahi dengan pelarut
Rendaman simplisia
Tuangkan sisa pelarut dan tutup
rapat maserator
maserat
Rendam selama 6 jam, sesekali
diaduk, rendam lagi 18 jam
Maserat murni
Saring dengan corong buchner
Filtrat
Pekatkan dengan rotavapor
Ekstrak pekat
Hitung rendemen yang diperoleh
Prosentase bobot (b/b) ekstrak kental : bobot simplisia

Pengeringan Ekstrak
Ekstrak pekat
Aduk rata dengan batang
pengaduk selama 3-5 menit
Ekstrak pekat ( 75% dari rendemen)
Tambahkan sorban (Aerosil
sebanyak 1-2% bobot ekstrak)
Ekstrak kering

2. Pembuatan kapsul
Ekstrak piperin
menimbang (mengandung 150 mg
piperin)
Avicel
0

menimbang 1,60 g
Cab-o-sil
menimbang 2,44 g
Masukkan mortir, (sisihkan
(1) )

menggerus ad homogen
Menambahkan ekstrak (1)

menggerus ad kering
Campuran ekstrak

menguji sifat alir


Mengkapsul sebanyak 30
kapsul

3. Penetapan kadar senyawa aktif ekstrak


A. Pembuatan larutan pembanding piperin
Piperin
Menimbang 25 mg
Melarutkan dalam 15 ml etanol pada tabung reaksi
Piperin 25 mg
Menyaring dalam labu ukur 25 ml, membilas kertas saring ad.tanda
Larutan piperin dalam etanol
Melakukan pengenceran
Filtrat piperin dalam etanol Larutan induk
Larutan pembanding kadar 100, 200, 400 dan 800 ppm
B. Pembuatan Larutan Uji
Ekstrak

Menimbang 25 mg

vortex

Mengaduk rata dalam 15 ml metanol pd tabung reaksi dengan


Ekstrak 25 mg
Larutan ekstrak dalam metanol
Menyaring dalam labu ukur 25 ml, membilas kertas saring ad. tanda
Filtrat ekstrak dalam metanol

C. Penetapan Kadar Piperin menggunakan Metode KLT-Densitometri

Penotolan: menotolkan 2l pembanding dan 10l larutan uji dengan posisi


larutan uji semua kelompok praktikan di tepi lempeng dan semua larutan

pembanding di tengah.
Fase gerak: diklorometana : etilasetat (30:10)
Fase diam : Silika gel 60 F254
Deteksi : mengamati pada UV 254 nm
Warna noda : gelap (meredam sinar UV). Rf piperin 0,70
Perhitungan : kadar piperin dalam ekstrak kering dihitung dari kurva baku

larutan pembanding dan dinyatakan dalam mg piperin / g ekstrak.


Replikasi : mengulangi proses penetapan kadar sebanyak 3x. Menentukan nilai
CV kadar piperin dari tiga replikasi.

4. Evaluasi sediaan kapsul


A. Uji sifat alir ekstrak kering
Campuran ekstrak kering diuji sifat alirnya menggunakan alat corong sebagai berikut :
Rangkaikan alat uji (corong, alas, statif) atur jarak dasar corong dengan alas
10 cm.
Menimbang 100 gram ekstrak kering
Menutup dasar corong dan letakkan campuran ekstrak kering pada corong
Buka penutup corong
Jalankan pencatat waktu dan hentikan pencatat waktu pada saat semua
campuran ekstrak kering telah melewati corong
Mengukur tinggi kerucut (h) dan jarijari (r) ekstrak kering dibawah corong
Hitung tangen dari sudut diam dengan cara membagi h dan r. Sudut diam
ditentukan dari tabel standar tangen seperti dalam tabel.

Tabel 1. Pengujian sifat alir campuran ekstrak untuk kapsul


Variabel

Data

Berat granul (g)


Waktu alir (detik)
Kecepatan alir (g/detik)
Tinggi kerucut (cm)
Jari-jari kerucut ( cm)
Tangen sudut diam
Sudut diam ( )

B. Keseragaman Bobot
Menimbang 20 Kapsul sekaligus
Timbang lagi satu persatu
Keluarkan isi semua kapsul
Menimbang seluruh bagian cangkang
kapsul
Menghitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul

Perbedaan bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul, tidak boleh
melebihi dari yang ditetapkan pada kolom A dan untuk setiap 2 kapsul tidak lebih dari
yang ditetapkan pada kolom B.
Persyaratan :
Bobot rata-rata

Perbedaan bobot isi kapsul (%)


A

< 120 mg

10

20

120 mg atau lebih

7,5

15

C. Waktu hancur
Memasukkan satu kapsul pada masing-masing tabung

Masukkan cakram pada tiap-tiap tabung


Jalankan alat
Gunakan air bersuhu 37C 2 C sebagai media kecuali dinyatakan lain pada
tiap-tiap monografi.
Pada akhir batas waktu angkat keranjang
Amati semua kapsul dan catat hasilnya
D. Kadar
a) Pembuatan larutan uji
Ambil sebuah kapsul secara acak, keluarkan dan timbang isinya.
Aduk rata isi kapsul dalam 15 ml etanol di
tabung reaksi
Larutan kemudian disaring ke dalam labu terukur 25 ml
Bilas kertas saring dengan etanol secukupnya
hingga tanda
Ulangi prosedur untuk dua kapsul lainnya (replikasi tiga
b) Penetapan Kadar piperin dalam kapsul
kali)
Gunakan larutan pembanding piperin yang telah dibuat
sebelumnya
Lakukan penetapan kadar piperin dalam kapsul seperti pada
penetapan kadar piperin dalam ekstrak kering
Tentukan nilai koefisien variasi (KV) kadar piperin dari tiga
kapsul.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENGAMATAN


Kadar piperin = 9,405 %
Ukuran cangkang = 0 (600 mg)
Formula : R/ ekstrak + aerosol

8,86 %

Avicel

20%

Pati beras

ad

600 mg

Evaluasi kapsul:
1. Orgonoleptis
Warna : putih, kekuningan
Rasa : pahit
Bau : jamu
2. Uji keseragaman bobot
Bobot 20 kapsul sekaligus = 11,1354 gram
Bobot 20 cangkang kapsul sekaligus = 1,9685 gram
Bobot 20 isi kapsul sekaligus = 11,1354 1,9685 = 9,1669 gram
9,1669 gram
Bobot rata-rata isi kapsul =
= 0,458345 gram
20

no
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Bobot kapsul
(gram)
0,5624
0,5986
0,5902
0,5480
0,5778
0,5595
0,5487
0,5508
0,5523
0,5917

Bobot cangkang kapsul


(gram)
0,09846
0,0960
0,0978
0,1003
0,0972
0,0991
0,1000
0,0943
0,1006
0,0943

Bobot isi kapsul


(gram)
0,464
0,5026
0,4924
0,4477
0,4806
0,4604
0,4487
0,4565
0,4517
0,4974

11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

0,5392
0,5606
0,5510
0,5463
0,5592
0,5359
0,5629
0,5566
0,5237
0,5200

0,0998
0,1025
0,o997
0,0961
0,0989
0,0956
0,0970
0,0966
0, ,0960
0,0977

0,4394
0,4581
0,4513
0,4502
0,4603
0,4403
0,4659
0,4600
0,4277
0,4223

Kolom A = 7,5 % x 0,458345 = 0,034376875


Sehingga diperoleh hasil = 0,458345 0,034375875
Maka diperoleh rentang = 0,423969125 0,492720875
Kolom B = 15% x 0,458345 = 0,06875175
Sehingga diperoleh hasil = 0,458345 0,06875175
Maka diperoleh hasil = 0,38958325 0,52709675
4.2 PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini kami melakukan pembuatan sediaan kapsul dari buah cabe
jawa (Piperis retrofractum fructus). Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi,
dimana sejumlah serbuk simplisa cabe jawa direndam dalam pelarut tertentu selama 18 jam
dan nantinya akan diperoleh filtrat yang selanjutnya dilakukan proses pemekatan ekstrak
dengan menggunakan alat rotavapour.
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).
Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada
keseimbangan (Sidik dan Mudahar, 2000). Cairan penyari yang digunakan dapat berupa
air, etanol, air-etanol, ataupelarut lain.
Hal pertama yang kami lakukan adalah mengoven cabe jawa pada suhu 50
diatas loyang. Setelah dinyatakan cukup kering, cabe jawa dikeluarkan dari oven yang
kemudian dilakukan pendeplokan menjadi bagian-bagian kasar menjadi kecil dan
selanjutnya bagian-bagian cabe jawa kecil dimasukkan ke dalam blender untuk proses
penghalusan menjadi simplisia serbuk. Didapatkan penimbangan simplisia serbuk cabe
jawa sebesar 520 gram. Serbuk simplisia tersebut dimasukkan ke dalam maserator untuk
dilakukan proses maserasi, pelarut etanol sebanyak 2,6 L ditambahkan sedikit demi sedikit
ke dalamnya sambil diaduk. Tujuan pengadukan pada proses maserasi agar dapat

menjamin keseimbangan konsentrasi bahan yang diekstraksi lebih cepat didalam cairan
penyari. Dan selama 6 jam pertama dilakukan sesekali pengadukan, setelah itu direndam
selama 18 jam.
Pada hari berikutnya, maserat diambil dengan cara diperas dan disaring dengan
corong buchner. Filtrat yang dihasilkan selanjutnya dipekatkan dengan menggunakan
rotavapour. Proses rotavapour dilakukan berulang kali pada semua filtrat. Ekstrak pekat
ditampung dalam sebuah wadah, yang nantinya akan dilanjutkan dengan penetapan kadar
senyawa aktif ekstrak.
3.1 penetapan kadar sebelum formulasi
Pada percobaan kali ini kelompok kami melakukan penetapan kadar piperin pada
tanaman cabe jawa. Penetapan kadar piperin ini dilakukan sebelum formulasi dari cabe
jawa untuk dibuat sediaan kapsul. Tujuan dari dilakukannya penetapan kadar ini adalah
untuk mengetahui kadar piprin didalam ekstrak kental cabe jawa yang telah kami buat
yang selanjutnya digunakan untuk menentukan formulasi dari kapsul cabe jawa.
Dari hasil ekstraksi didapatkan ekstrak kental dari cabe jawa dan bagian minyak
yang tercampur dalam ekstrak. Pada penetapan kadar, kami menentukan kadar dari ekstrak
kental dan kadar dari minyak. Sebelum melakukan penetapan kadar, kami membuat larutan
standar piperin sebagai pembanding pada uji KLT nantinya. Larutan pembanding dibuat
dari standar piperin yang dilarutkan dalam etanol dan dibuat dalam kadar 100 ppm, 200
ppm, 400 ppm, dan 800 ppm. Ekstrak pekat dan minyak juga dilarutkan dengan
menggunakan etanol.
Penetapan kadar piperin pada ekstrak dilakukan menggunakan metode KLT
densitometri. Dimana fase diam yang digunakan adalah silica gel F254 dan fase gerak yang
digunakan adalah diklorometana dengan etil asetat (30:10). Penotolan larutan standar
piperin pada lempeng KLT sebesar 2 l, sedangkan untuk ekstrak pekat maupun minyak
sebesar 6 l. Selanjutnya lempeng dieluasi pada fase gerak dan dikeringkan, lempeng
kemudian diamati pada lampu UV 254 nm. Dari hasil eluasi tersebut selanjutnya lempeng
diukur dengan densitometri. Dari hasil pengukuran pada densitometri didapatkan
persamaan konsentrasi vs area yakni y= 5,447x+1234, dimana areanya sebesar 32140,77.
Dari hasil tersebut selanjutnya dihitung kadar piperin dalam ekstrak, pada ekstrak pekat
didapatkan kadar sebesar 9,405% sedangkan pada minyak tidak terdapat kandungan
piperin sama sekali.

Titik kritis atau fator yang dpat mempengaruhi hasil penetapan kadar piperin dalam
sampel jabe jawa adalah ketepatan metode yang digunakan dan kesensitifan alat yang
dipakai, ketepatan penimbangan bahan, kebersihan alat-alat gelas (apabila alat-alat gelas
yang digunakan terkontaminasi senyawa lain maka akan mempengaruhi hasil), serta fase
gerak dan fase diam yang digunakan.
3.2 Formulasi Kapsul
Pada praktikum kapsul kali ini menggunakan bahan aktif ekstrak dari buah cabe jawa
(piperin retrofracti fructus). Ekstrak kental cabe jawa yang di dapat lalu dikeringkan
menggunakan aerosil. Sifat dari siilisium dioksida terdispersi tinggi (aerosil) memiliki
permukaan spesifik dan terbukti sebagai bahan pengatur aliran yang menjadi keuntungan
utamanya, dapat mengurangi lengketnya partikel satu sama lain, dengan demikian gesekan
antar partikel sangat kurang. Aerosil mengikat lembab melalui gugus silanol (dapat
menarik air 40 % dari massanya) dan meskipun demikian sebagai serbuk masih dapat
mempertahankan daya alirnya (Voigt, 1984). Pada formulasi kapsul kali ini digunakan
bahan tambahan sebagai berikut, avicel sebagai bahan pelincir dan pati beras bahan
pengisi.
Bahan pengisi diperlukan untuk mencakupkan masa kapsul sampai yang diinginkan.
Oleh karena itu perlu ditambahkannya pati beras sebagai bahan pengisi. Syarat bahan
pengisi yang baik adalah harus innert, tidak mempengaruhi biofarmasetik,sifat kimia zat
aktif dan fisik sediaan. Selain itu pati beras karena pati beras berwarna putih dan memiliki
ukuran partikel yang paling kecil (2-8 m) bila dibandingkan dengan pati komersial
lainnya. Dengan granula pati yang kecil ini maka konsentrasi partikel dan luas
permukaannya menjadi besar.
Selain digunakan bahan pengisi pada formulasi kapsul kali ini digunkan avicel
sebagai pelincir. Karena avicel PH 102 berbentuk granul dengan sifat alir yang baik
sehingga menghasilkan serbuk yang memenuhi syarat. Selain itu avicel memiliki kadar
lembab tinggi, sehingga dapat membuat ikatan yang cukup kuat antara molekul obat dan
eksipien.
Pada pembuatan kapsul kali ini proses pertama yang dilakukan adalah dengan
mengekstraksi dari buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus). Ekstraksi yang dilakukan
menggunakan cara ekstraksi basah yaitu dengan cara maserasi. Dengan maserasi akan
didapat ekstrak yang volumenya lebih banyak akan tetapi dengan cara maserasi
membutuhkan waktu yang agak lama. Ekstrak dibuat dengan cara memaserasi 1 bagian

simplisia dengan 5 bagian pelarut (etanol 96%), lalu di rendam selama kurang lebih 18
jam. Setelah didapatkan filtrat lalu dipekatkan dengan rotavapor untuk mendapatkan
ekstrak kental.
Ekstrak kental kemudian dikeringkan dengan menggunakan pengering aerosil,
aerosil dapat meningkatkan sifat alir dan dapat mencegah rutinasi. Setelah dikeringkan
maka akan didapatkan serbuk zat aktif cabe jawa. Sebelum dijadikan sebuah kapsul perlu
ditambahkannya bahan-bahan tambahan pada formulasi kapsul cabe jawa. Tahapan
terakhir pada pembuatan kapsul ekstrak cabe jawa ini adalah memasukkan formula serbuk
cabe jawa dalam cangkang kapsul, dengan patokan tiap kapsul memiliki bobot sebesar 6
gram.
Setelah didapat ekstrak kering, lalu dilanjutkan dengan membuat atau meracik
formula kapsul. Formula kapsul dari kelompok kami adalah:
R/

Eksktrak kental + aerosil

8.86%

Avisel

20%

Pati beras

ad 600 mg

Dalam meracik obat hal yang dilakukan pepertama kali adalah menimbang bahanbahan yang di butuhkan, kemudian memasukkan ekstrak kering ke dalam mortar lalu
tambahkan avisel dan gerus sampai homogen. Lalu tambahkan pati beras ke dalam mortar
dan gerus ad homogen.
3.3 Evaluasi kapsul
Evaluasi terhadap sediaan kapsul yang dibuat meliputi uji organoleptis, uji
keseragaman bobot dan uji penetapan kadar senyawa aktif dalam kapsul. Hasil uji
organoleptis meliputi, warna putih, berbau seperti jamu. Dari 30 kapsul yang di buat, di
ambil 20 kapsul untuk uji keseragaman bobot. Uji keseragaman bobot dilakukan dengan
tahapan menimbang 20 kapsul sekaligus, lalu menimbang kapsul satu persatu. Kemudian
keluarkan isi kapsul dari cangkangnya, dan bersihkan kapsul dari sisa serbuk. Kemudian
timbang 20 cangkang kapsul kosong satu persatu dan ditimbang 20 cangkang kapsul
kosong sekaligus.
Berikut adalah tabel hasil penimbangan kapsul dan cangkang kapsul:
No

Bobot

Kapsul Bobot

(gram)

(gram)

Cangkang

Kapsul Bobot
(gram)

Isi

Kapsul

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

0.5624
0.5986
0.5902
0.5480
0.5778
0.5595
0.5487
0.5508
0.5523
0.5917
0.5392
0.5606
0.5510
0.5463
0.5592
0.5359
0.5629
0.5566
0.5237
0.5200

0.0984
0.0960
0.0978
0.1003
0.0972
0.0991
0.1000
0.0943
0.1006
0.0943
0.0998
0.1025
0.0997
0.0961
0.0989
0.0956
0.0970
0.0966
0.0960
0.0977

0.4640
0.5026
0.4924
0.4477
0.4806
0.4604
0.4487
0.4565
0.4517
0.4974
0.4394
0.4581
0.4513
0.4502
0.4603
0.4403
0.4659
0.4600
0.4277
0.4223

Untuk mendapatkan berat rata-rata isi kapsul, dihitung selisih berat 20 kapsul
sekaligus dan berat 20 cangkang kapsul kosong lalu selisih tersebut dibagi 20. Sehingga
diperoleh berat rata-rata isi kapsul = 0.458345 gram. Dari hasil rata-rata tersebut kemudian
dihitung rentang berat yang diperbolehkan pada kolom A dan kolom B.
Rentang bobot pada kolom A = 0.423969125 0.492720875
Rentang bobot pada kolom B = 0.38959325 0.52709675
Hasil yang didapat oleh kelompok kami yakni terdapat 2 kapsul yang bobotnya
menyimpang dari kolom A dan tidak ada satu pun kapsul yang bobotnya menyimpang dari
kolom B. hal ini sdikit berbeda dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Depkes RI pada
FI ed. Ke-3, yaitu perbedaan bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul,
tidak boleh melebihi dari yang ditetapkan pada kolom A dan untuk setiap 2 kapsul tidak
lebih dari yang ditetapkan pada kolom B. Namun karena tidak ada satu pun kapsul yang
melebihi kolom B, maka kapsul yang kami buat dianggap telah memenuhi persyaratan
tersebut.
Penetapan kadar dengan KLT-Densitometri

Pada praktikum kali ini , kami melakukan penetapan kadar senyawa aktif yang ada
didalam kapsul piperin yang telah kami buat. Tujuan dari adanya evaluasi penetapan kadar
ini adalah, agar kami dapat menentukan kadar piperin yang ada di dalam bahan baku
keseluruhan ekstrak yang kami buat. Penetapan kadar ini kami lakukan dengan
menggunakan densitometer, sehingga menghasilkan data regresi, konsentrasi dan kurva
dari ekstrak yang kami buat. Konsentrasi dalam data ini diperuntukkan untuk satu kapsul
saja, sehingga masih harus dihitung berapa kadar senyawa aktif yang ada dalam ekstrak
secara keseluruhan.
Dari data densitometri yang telah kami dapat, diketahui bahwa konsentrasi dari
sampel kapsul piperin 1 adalah 616,47 ng, konsentrasi dari sampel kapsul piperin 2 adalah
777,60 ng, serta konsentrasi dari senyawa piperin 3 adalah 895,09 ng. Nilai regresi yang
kami dapat dari area adalah 0,92119 dengan persamaan Y=1302+3,379*X dan nilai regresi
dari tinggi adalah 0,91179 dengan persamaan 43,93+0,09943*X. Kami dapatkan
perhitungan kadar % b/b dari piperin 250 mg adalah sebagai berikut :
Sampel piperin 1=3,085.10-3 % b/b
Sampel piperin 2=3,888.10-3 % b/b
Sampel piperin 3=4,475.10-3 % b/b

Dari data berikut, didapatkan nilai rata-rata dari % b/b ekstrak daun sirih sebesar
3,816.10-3 % b/b. Kadar ini lah yang akan kami dapatkan, ketika kami menggunakan
jumlah daun sirih sebesar 250 mg.
Dari penetapan kadar ini, kami juga mendapatkan data kurva. Data kurva ini dapat
kami ringkas bahwa kurva standar hampir sama dengan kurva sampel ekstrak kami, hal itu
membuktikan bahwa didalam sampel kami terdapat senyawa piperin.
Selain dari kurva juga dapat dilihat adanya kesamaan kandungan yang dapat dilihat
dari nilai Rf yang kami dapatkan, nilai Rf standar yaitu 0,89 sedangkan nilai Rf sampel
ekstrak kami yaitu 0,86. Hal tersebut membuktikan bahwa adanya kemiripan nilai Rf, yang
menandakan bahwa di dalam sampel ekstrak kami terdapat senyawa piperin, meskipun
tidak sama persis dengan kandungan yang ada di dalam standar.
Apabila kami bandingkan dengan hasil % b/b dari kelompok lain. Kadar piperin
dari kelompok kami lebih kecil dari pada kelompok lain. Hal ini dikarenakan adanya
beberapa titik kritis yang bisa mempengaruhi hasil kadar dari ekstrak yang kami buat yaitu
perbedaan pada metode maserasi, suhu yang digunakan, lama maserasi, pengadukan
ekstrak ketika di maserasi serta ketika analisis menggunakan KLT (fase gerak, fase diam,
penotolan).

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
1. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi, dimana maserasi merupakan
proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali
pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan.
2. Tujuan dari dilakukannya penetapan kadar adalah untuk mengetahui kadar piprin
didalam ekstrak kental cabe jawa yang telah kami buat yang selanjutnya digunakan
untuk menentukan formulasi dari kapsul cabe jawa.
3. Ekstrak kental yang cabe jawa dikeringkan menggunakan aerosil, dan bahan
tambahan yang digunakan adalah avicel sebagai bahan pelincir dan pati beras
bahan pengisi.
4. Evaluasi terhadap sediaan kapsul yang dibuat meliputi uji organoleptis, uji
keseragaman bobot dan uji penetapan kadar senyawa aktif dalam kapsul.
5. Pada uji keseragam bobot, kapsul cabe jawa memenuhi uji keseragaman bobot.
6. Pada penetapan kadar didapatkan nilai rata-rata dari % b/b ekstrak daun sirih
sebesar 3,816.10-3 % b/b.
7. Nilai Rf sampel ekstrak 0,86 sedangkan nilai Rf standar piperin 0,89 sehingga
dapat dikatakan sampel mengandung senyawa piperin

7.2 SARAN
1. Mengupayakan ketelitian dalam semua prosedur
2. Mengupayakan dalam pencatatan segala data pada tiap hasil yang diperoleh

DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Goeswin. 2008. Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: Penerbit ITB.
Alan, Riski, 2012, Formulasi Gel Ekstrak Etanol Cabe Jawa (Piper Retrofractum Vahl.)
Menggunakan Kombinasi Basis Carbopol Dan Hpmc, Skripsi, Jurusan Farmasi
FMIPA, UII, Yogyakarta.
Ansel, H.C., 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi IV, 255, Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta.
Augsburger, L.L. 2000. Modern Pharmaceutics : Hard and Soft Gelatin Capsules. (Ed. 2).
Newyork : Mercel Dekker
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Djumidi, Johny Ria Hutapea, 1992. Pembuatan Ekstrak Cabe Jawa dengan Beberapa
Cairan Penyari dan Penetapan Ekstrak Secara Kromatografi Lapis Tipis. Warta
Tumbuhan Indonesia Vol.1, No.3
Gredivo, Gerry, 2012, Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Etanol Cabe Jawa (Piper
Retrofractum Vahl.) Menggunakan Basis Tipe O/W, Skripsi, Jurusan Farmasi
FMIPA, UII, Yogyakarta.
Harti Sri, Alisyahbana Moh, 1992. Analisis Mikroskopik dan Kromatografi Lapis Tipis dari
Cabe Jawa dan Pegagan. Warta Tumbuhan Indonesia Vol.1, No.3 (DIAKSES 5 April
2014)
Jamal, Y., Irawati, P., Fathoni, A., Agusta, A., 2013. CHEMICAL CONSTITUENTS AND
ANTIBACTERIAL EFFECT OF ESSENTIAL OIL OF JAVANEESE PEPPER
LEAVES (PIPER RETROFRACTUM VAHL.). Media Litbangkes 23, 6572.

Lachman, dkk, 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi III, Penerbit Universitas
Indonesia, UI - Press, Jakarta, hal 643 - 645.
Manesaai, P., Norman, S., Krongkarn, C., 2012. Piperine Is Anti-hyperlipidemic and
Improves Endothelium-Dependent Vasorelaxation in Rats on a High Cholesterol
Diet. Journal of Physiological and Biomedical Science 2730.
Moeloek, N., Lestari, S.W., Yurnadi, Wahjoedi, B., 2010. Uji Klinik Ekstrak Cabe Jawa
(Piper Retrofractum Vahl) sebagai Fitofarmaka Androgenik pada Laki-laki
Hipogonad. Maj Kedokt Indon 60, 255262.
Padmadisastra dkk, 2009, Formulasi Tablet Ekstrak Buah Cabe Jawa (Piper retrofractum
Vahl.) dengan Metode Kempa Langsung, Jurusan Farmasi FMIPA UNPAD,
Sumedang.
Parhusip, A.J. 2008.Kajian Metode Ekstraksi Cabai Jawa (Piper retrofractum Vahl.) Kering
terhadap Mikroba Patogen Pangan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 6 : 117-134
Shah, S., Shah, G., Singh, S., Gohil, P., Chauhan, K., Shah, K., Chorawala, M., 2011.
Effect of Piperine in The Regulation of Obesity-Induced Dyslipidemia in High-Fat
Diet Rats. Indian Journal of Pharmacology 43, 296299.
Sidik dan H. Mudahar. Ekstraksi Tumbuhan Obat, Metode dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Mutu Produksinya. Untag 1945. Jakarta. 2000.
Syamsuni, H. A., 2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Hal 166171.
Vijayakumar, R., Namasivayam, N., 2006. Lipid-Lowering Efficacy of Piperine from Piper
Ningrum L. In High-Fat Diet and Antithyroid Drug-Induced Hypercholesterolemic
Rats. Journal of Food Biochemistry 30, 405421.
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Cetakan II. Penerjemah : Soedam
NoeronoS.UGM Press. Yogyakarta.
.

Anda mungkin juga menyukai