Pendahuluan
Peradapan manusia seketika berubah tatkala suatu masa yang disebut
dengan aufklarung hadir. Peristiwa abad ke 18 tersebut telah membawa dampak
besar terhadap ilmu pengetahuan modern, peristiwa itu mengantarkan manusia
pada peradapan yang mutahir. Aufklarung atau yang biasa kita sebut pencerahan
adalah pintu masuk bagi manusia untuk membuka selubung misteri alam raya.
Manusia dengan adanya pencerahan itu telah menelanjangi misteri jagat raya yang
sebelumnya terlihat mengerikan dan menakutkan hingga tak berani menjamahnya.
Melalui pencerahan manusia dengan rasionya telah berhasil membuka selubung
misteri jagad raya. Manusia mematahkan selubung mistis yang membelenggu
dirinya. Manusia mulai mengontrol jagat raya dengan akal budinya dan penelitian
empiris. Manusia menundukkan Alam dengan angka-angka dengan kalkulasi yaitu
secara matematis ilmu pasti.
Manusia mendaulatkan diri sebagai penguasa alam, memang benar kiranya
bahwa alam raya ini diciptakan untuk manusia, itu sebabnya kenapa Adam
dilempar ke dunia ini. Sang rasul aliran rasionalisme Rene Descartes dengan
lantang berkikrar bahwa Cogito ergo sum (aku berfikir maka aku ada), jika
ditafsirkan bahwasanya betapa berkuasanya akal pikiran manusia untuk mengatur
diri dan dunia di sekelilingnya. Lalu disusul sang rasul aliran empirisme Hobbes
yang mengatakan bahwa pengetahuan sejati dapat diperoleh hanya melalui
pengamatan empiris. Manusia bisa melakukan apapun terhadap alam bahkan
menerjang kehendak Tuhan. Seakan tiada sabda yang tak terbantahkan, semua
bisa dijadikan objek untuk dimanipulasi.
Menurut Adorno dan Horkheimer, pencerahan itu telah menelanjangi
misteri alam raya yang sebelumya menakutkan dan membuat manusia tidak berani
menyentuhnya dengan pengetahuan rasionalnya. Justru melalui pencerahan,
pengetahuan manusia membuka selubung misteri itu. Dewa-dewi, roh, jin, dan
1
berbagai bentuk kekuatan gaib lainya, sebagaimana yang diceritakan dalam mitos,
tak lain sebagai usaha manusia untuk memahami alam dan masyarakat, akan
tetapi dengan pemahaman mistis seperti itu manusia justru membelenggu dirinya
sendiri. Melalui pencerahan, belenggu itu dipatahkan dan sebagai gantinya rasio
manusia bangkit memerintah alam. Begitu momok mitologis dijauhkan dari alam,
alam menjadi barang yang netral dan bersamaan dengan itu manusia mampu
menghadapinya sebagai objek yang dimanipulasi. Rasionalitas menjadikan
masyarakat modern dalam menghadapi kehidupanya.1
Peradaban manusia berkembang begitu mutahir, diawali dengan revolusi
industri yaitu beralihnya sistem pertanian ke sistem industri, kemudian hingga
saat ini muncul ciber society yang merupakan perwujudan dari teknologi canggih
seperti handphone, komputer, televisi, internet yang pada akhirnya menciptakan
dunia tanpa sekat yang disebut globalisasi. Kalau dulu bulan hanya dianggap
sebagai bulatan cahaya yang jauh di atas sana maka sekarang manusia dengan
pengetahuannya dapat menapakan kakinya di sana, bahkan rencananya manusia
bakal migrasi kesana kalau bumi kelak akan hancur. Peradaban manusia tidak
berhenti sampai disini, permainan menjadi Tuhan pun dimulai dengan mencoba
mereproduksi ras manusia dengan teknologi cloning walaupun belum digunakan
untuk manusia. Sungguh manusia telah menjadi manusia yang berdaulat penuh
atas alam. Disini Tuhan seakan-akan sedang sekarat, bahkan telah dibunuh oleh
Nietzsche, di mana konsep tetang Tuhan dianggap tidak mampu lagi untuk
berperan sebagai sumber dari semua aturan teleologi. Manusia diposisikan sebagai
manusia purna dengan kehendak berkuasa dan mencintai kehidupan.
Masyarakat modern dengan pemujaan atas rasionalitas, telah berhasil
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sedemikian jauh, hingga
Teknologi Informasi saat ini telah mendominasi semua elemen kehidupan
masyarakat. Salah satu kemajuan teknologi yang dihasilkan masyarakat modern
adalah televisi. Televisi adalah salah satu sarana hiburan yang paling banyak di
pakai oleh masyarakat di dunia. Selain sebagai sarana hiburan Televisi juga
sebagai salah satu sarana penyampai informasi di dunia. Dengan Televisi kita bisa
mengetahui kejadian yang terjadi di daerah bahkan di negara lain secara langsung.
Televisi adalah sumber daya yang terbuka bagi semua orang dalam
masyarakat industri, dan semakin mengalami pertumbuhan di negara-negara
berkembang. Televisi juga merupakan sumber bagi pengetahuan popular tentang
dunia dan semakin membuat kita menjalin kontak, meskipun melalui perantara,
dengan cara hidup orang selain yang tinggal di tempat kita dilahirkan. Televisi
berdampak pada ketentuan dan konstruksi selektif pengetahuan sosial, imajinasi
sosial, dimana kita mempersepsikan dunia realitas yang dijalani orang lain, dan
secara imajiner merekonstruksi kehidupan mereka dan kehidupan kita melalui
dunia secara keseluruhan yang dapat difahami. (Hall dalam Becker) 2. Di sinilah
televisi yang awalnya dimaksudkan untuk menyejahterakan manusia, di mana
televisi merupakan hasil dari kekuatan rasional masyarakat modern pada akhirnya
teknologi berbalik menguasai manusia. Televisi mengendalikan, mengontrol dan
mendominasi kehidupan masyarakat modern.
Tulisan ini mencoba untuk membahas tentang dominasi teknologi
informasi dari perspektif teori kritis. Teori kritis yang tergabung dalam kelompok
Frankfurt School adalah kelompok intelektual yang pertama kali melihat gejala
akan dominasi teknologi informasi pada masyarakat modern. Televisi merupakan
salah satu contohnya, dengan mengambil contoh televisi sebagai salah satu media
yang sangat familiar dalam masyarakat. Televisi telah berkembang menjadi alat
kontrol tersendiri bagi masyarakat modern. Melalui tayangan-tayangan yang
disajikan ia telah mengkonstruksi realitas sosial masyarakat. Masyarakat modern
dengan hukum positivistik, di mana segala sesuatu dapat dikalkulasikan telah
memunculkan kapitalisme sebagai dewa-dewa pencipta realita dengan hukum
komoditi. Kapitalisme menciptakan industri budaya massa melalui tayangantayangan televisi yang merupakan penipuan massa. Iklan menjadi salah satu
bagaimana masyarakat modern dikontrol oleh kebutuhan-kebutuhan semu.
Barker, Chris. 2011. Cultural Studies :Teori dan Praktek. Kreasi wacana : Yogyakarta.
Hlm 275.
3
Pembahasan
Kritik Frankfurt School Atas Masyarakat Modern
Sebelum membahas bagaimana dominasi teknologi terhadap masyarakat
modern, terlebih dahulu perlu kita ketahui tentang teori kritik dari kelompok
Frankfurt School. Kelompok ini sangatlah aktif dalam mengkritisi perkembangan
masyarakat modern. Teori kritis adalah sebutan untuk orientasi teoritis tertentu
yang bersumber dari Hegel dan Marx, disistematisasi oleh Horkheimer dan
sejawatnya di Institut Penelitian Sosial di Frankfurt, dan dikembangkan oleh
Habermas. Secara umum istilah ini merujuk pada elemen kritik dalam filsafat
Jerman yang dimulai dengan pembacaan kritis Hegel terhadap Kant. Secara lebih
khusus, teori kritis terkait dengan orientasi tertentu terhadap filsafat yang
dilahirkan di Frankfurt.
Sekelompok intelektual yang kemudian dikenal sebagai anggota Mazhab
Frankfurt adalah teoritisi yang mengembangkan analisis tentang perubahan dalam
masyarakat kapitalis Barat, yang merupakan kelanjutan dari teori klasik Marx.
Mereka yang bekerja institut penelitian ini diantaranya Max Horkheimer, Theodor
Adorno, Herbert Marcuse dan Erich Fromm di akhir tahun 20-an dan awal tahun
30-an. Setelah berpindah ke Amerika Serikat karena tekanan Nazi, para anggota
Mazhab Frankfurt menyaksikan secara langsung budaya media yang mencakup
film, musik, radio, televisi, dan budaya massa lainnya. Di Amerika saat itu,
produksi media hiburan dikontrol oleh korporasi-korporasi besar tanpa ada
4
campur tangan negara. Hal ini memunculkan budaya massa komersial, yang
merupakan ciri masyarakat kapitalis dan, kemudian, menjadi fokus studi budaya
kritis. Horkheimer dan Adorno mengembangkan diskusi tentang apa yang disebut
industri kebudayaan yang merupakan sebutan untuk industrialisasi dan
komersialisasi budaya di bawah hubungan produksi kapitalis.
Teoritisi kritis pada permulaanya memusatkan perhatian terhadap filsafat
yang diagungkan oleh masyarakat modern, yaitu positivistime. Failsafat yang
mendukung rasionalitas masyarakat modern dalam melakukan penelitian ilmiah.
Aliran kritis menentang positivisme karena berbagai alasan. Pertama, positivisme
cenderung melihat kehidupan sosial sebagai proses alamiah. Teoritisi kritis lebih
menyukai memusatkan perhatian pada aktifitas manusia maupun pada cara-cara
aktivitas tersebut mempengaruhi struktur sosial yang lebih luas. Singkatnya
positivisme dianggap mengabaikan aktor, menurunkan aktor ke derajat yang pasif
yang ditentukan oleh kekuatan alamiah. Karena mereka yakin akan kekhasan sifat
aktor, teoritisi kritis tak dapat menerima gagasan bahwa hukum umum sains dapat
diterapkan terhadap tindakan manusia begitu saja. Positivisme diserang karena
berpuas diri hanya dengan menilai alat untuk mencapai tujuan tertentu, dan karena
tak membuat penilaian serupa terhadap tujuan. Kritik ini mengarah ke pandangan
bahwa positivisme berwatak konservatif, tak mampu menantang sistem yang ada.
Ilmu pengetahuan dengan wujudnya yaitu teknologi memang telah
menimbulkan dampak positif yang luar biasa bagi peradaban manusia akan tetapi
ketika semua peradaban itu diawali dengan berkuasanya akal pikiran manusia,
maka sampailah kita pada akal pikiran yang mulai kehilangan kontrolnya.
Manusia justru dikendalikan oleh ilmu pengetahuan teknologi. Melihat kondisi
seperti ini Herbert Marcuse dalam One Dimensional man bahwasanya manusia
tidak lagi ditindas oleh manusia lainya namun manusia ditindas oleh sistem
teknologi. Hukum teknologi telah mencengkram kuat yang mengatur dan
memaksa manusia untuk tuntutan ekonomis dan politis kepada manusia 3. Marcuse
juga mengkritik masyarakat modern yang hanya bersifat One Dimensional dan hal
ini tampak dalam semua aspek, yakni ilmu pengetahuan, seni, filsafat, pemikiran
3
rasionalitas
diwujudkan, masyarakat
Masyarakat adalah tak rasional karena dunia rasional merusak individu, serta
kebutuhan dan kemampuan mereka, bahwa perdamaian dipertahankan melalui
ancaman terus menerus dan bahwa meski sarana yang ada sudah cukup, rakyat
tetap miskin, tertindas, tereksploitasi dan tak mampu memenuhi kebutuhan hidup
mereka sendiri. Aliran kritis terutama memusatkan perhatian pada satu bentuk
rasionalitas formal teknologi modern, misalnya mengecam keras teknologi
modern setidaknya seperti yang digunakan dalam kapitalisme. Sebenarnya ia
memandang teknologi modern berperan penting sebagai metode pengendalian
eksternal terhadap individu yang baru, lebih efektif, dan bahkan lebih
menyenangkan.
Sistem kapitalisme di mata Marcuse cenderung bersifat represif dan
totaliter. Sistem kapitalisme dalam detailnya memang terkesan serba rasional,
menawarkan kemakmuran dan kehidupan yang makin enak bagi para warganya,
memberikan kekuasaan yang lebih besar, serta pengaturan yang lebih efektif,
efisiensi dan produktif. Tetapi bila dipandang secara keseluruhan, menurut
Marcuse kehidupan masyarakat industri modern sesungguhnya irrasional, penuh
dengan kepalsuan, dan manipulasi4. Di mata teoritisi kritis, perkembangan industri
kebudayaan yang melahirkan produk-produk industri budaya dan budaya massa
atau budaya popular, bukan hanya dinilai sebagai hasil rekayasa kekuatan
komersial yang kapitalistik, tetapi juga berdampak mengendalikan, menciptakan
4
Bagong Suyanto dan M. Khusna Amal.2010. Anatomi dan Perkembangan Teori Sosial.
Aditya Media : Malang. Hlm 122.
6
yang serba palsu dari pada sesuatu yang riil. Menurutnya industri-industri
kebudayaan merupakan organ-organ penipu massa yang memanipulasi individuindividu untuk menerima pengorganisasian masyarakat secara umum. Dalam
pandangan mereka, industri kebudayaan sedang melibatkan diri dalam bentuk
indoktrinasi ideologi yang canggih dengan menggunakan hiburan untuk
mempermanis penindasan sambil menggerogoti standart kebudayaan dengan
tujuan menekan setiap bentuk ekspresi yang menentang tatanan yang ada5.
Televisi : Dominasi Teknologi Pada Masyarakat Modern
Kemajuan teknologi televisi dewasa ini berkembang begitu cepat. Televisi
telah menjadi jendala dunia, televisi telah menjadi media yang menembus ruang
dan waktu. Dunia ibarat daun kelor, menjadi sempit karena adanya teknologi
televisi. Dengan memanfaatkan teknologi satelit, saat ini televisi dapat digunakan
di rumah-rumah, saat ini telah diproduksi juga televisi mobil yang bisa dibawa
kemana-mana, dengan demikian orang dapat menyaksikan siaran televisi di
manapun berada. Produksi seperti ini seperti televisi yang ada pada handphone,
televisi genggam, televisi mobil. Selain televisi satelit, sekarang ini juga sudah
berkembang televisi kabel yang juga digunakan di rumah-rumah dengan teknologi
digital. Televisi jenis ini sudah melampaui teknologi televisi anolog yang sudah
dianggap ketinggalan zaman. Saat ini televisi sudah dapat digabungkan dengan
internet. Sehingga televisi sudah mengalami perkembangan yang begitu canggih,
tidak lagi menggunakan teknologi satelit dan radio.
Televisi yang membawa kepada kemajuan teknologi informasi pada
manusia. Ia menjadi semacam pencapaian tertinggi dalam peradapan manusia.
Televisi memberikan informasi, hiburan kepada masyarakat. Tetapi di balik segala
kemajuan yang ditawarkan televisi, di satu sisi televisi membawa manusia pada
ketertundukan demi kepentingan ekonomi. Keterpihakan media massa termasuk
televisi kepada kapitalisme, telah membawa masyarakat modern hidup dalam
dominasi teknologi. Televisi digunakan untuk kekuatan-kekuatan kapital yang
menjadikanya sebagai mesin penghasil uang dan pelipatgandaan modal.
Keperpihakan media terhadap kapitalisme tersebut menyebabkan televisi hanya
5
masyarakat.
Iklan
sebagai
alat-alat
kapitalisme
telah
oleh khalayak pada awal tumbuhnya televisi sifatnya menjadi semu, terutama
karena justru posisi publik menjadi terkontrol oleh kepentingan dalam
bentuk lain yang lebih kompleks yaitu ekonomi politik.9 Masyarakat modern
menurut mereka, merupakan masyarakat yang irrasional. Dalam masyarakat
seperti ini, produksi sebenarnya tidak diciptakan untuk memenuhi kebutuhan
manusia, malainkan kebutuhan manusia yang diciptakan, dimanupulasi dan
diproduksi.
Melalui televisi, kapitalisme memanfaatkan hasrat manusia yang tanpa
batas. Iklan sepeda motor merupakan contoh yang bagus sebagai penjelasaan
nyata tentang apa yang sedang menjangkit dalam masyarakat kita. Hampir
setiap rumah dipastikan sudah memiliki televisi. Dalam setiap tayangannya
televisi selalu menayangkan iklan dengan pengulangan yang begitu padat.
Aktis Koming menjadi familiar dengan iklan sepeda motor Jupiter karena ia
bisa muncul berkali-kali setiap hari. Ia menawarkan tentang suatu produk
sepeda motor yang ideal bagi masyarakat terkini. Beberapa bulan kemudian ia
muncul dengan iklan yang lain tetapi masih dengan produk yang sama. Di sini
mayarakat setiap harinya dijejali dengan iklan-iklan yang terus menjajah dan
mengeksploitasi masyarakat. Belum selesai produk yang awal, sudah muncul
lagi produk yang baru.
Iklan menawarkan berbagai kebutuhan-kebutuhan semu, kebutuhan
yang diciptakan, dibuat seakan-akan masyarakat memang membutuhkan
produk tersebut. Masyarakat dibuat harus meng-up date kebutuhanya, ketika
produk-produk yang terbaru muncul dengan keungulan-keungulan terbaru.
Meskipun produk yang lama masih memadai untuk dipakai. Seperti juga
kegilaan masyarakat akan handphone. Belum habis apa yang ditawarkan oleh
Dedy Corbuzer tentang handphone merk Mito yang terdahulu, sudah muncul
lagi produk-produk yang terbaru yang menuntut konsumer untuk segera
membelinya,
Setyo Budi H. 2004. Industri Televisi Swasta Dalam Prespektif Ekonomi Politik. FISIP
Universitas Atmajaya : Yogjakarta. Hlm 3.
10
yang
bukan-bukan)10.
Kebudayaan
konsumerisme
yang
menciptakan massa diam (the silent mayority). Di mana ketika massa sudah
terbuai dalam budaya konsumerisme-hedonisme, maka masa hanya akan
berdimensi tunggal (Meminjam istilah Adorno), dimensi yang lainnya dimensi
kritis/perlawanan menjadi hilang. Segala jenis hiburan serta kesenangankesenangan yang ditawarkan oleh televisi, menyebabkan tumpulnya satu
generasi idealis. Mereka telah terbuai dalam kehidupan yang menyenangkan
dan cenderung pragmatis.
Hal ini menjadi nyanyiannina bobo bagi para oposan (baca :
kekritisan). Televisi menjadi alat kekuasaan di mana, status quo
dipertahankan. Terjaminnya konsumsi produk/jasa para kapitalis, yang nota
bene juga menjadi bagian kepemilikan saham di media televisi, maupun juga
bentuk hegemoni baru dari penguasa dalam membentuk komunitas masyarakat
baru yang bersifat konsumtif, hedonis, dan barangkali apolitis, yang sangat
mungkin diposisikan untuk tidak mengganggu kepentingan ekonomi politik
penguasa. Di sisi lainnya televisi menjadi alat ampuh untuk menundukan bibitbibit perlawanan terhadap kekuasaan.
Herbert Marcuse dalam tulisanya A Criticque of Pure Tolerance
(Kritik Toleransi Murni, 1965), melukiskan bagaimana kebebasan dapat
menjadi alat dominasi. Dalam bidang politik, masyarakat menempatkan dirinya
sebagai masyarakat toleran. Di dalamnya tersedia kebebasan mimbar,
kebebasan pers, kebebasan berkumpul, kebebasan beroposisi atau bahkan
kebebasan seks. Dengan demikian masayarakat menujukan sifat yang bebas
dan toleran. Akan tetapi, menurut Marcuse, di bawah hukum yang keseluruhan
represif, kebebasan dapat dibuat menjadi alat dominasi yang kuat. 11 Kontrol
teknologi seperti televisi yang menyugukan kebebasan berekspresi ternyata
berbalik menjadi alat dominasi, di mana kekuatan perlawanan pada akhirnya
kehilangan sifatnya, malah kemudian membela status quo.
Televisi melalui bentuk kehadiranya sendiri, merupakan kontrol sosial
yang ampuh. Situasi sebagaimana ia hadir lebih efisien dari seorang intel
11
Yasraf Amir Piliang. 2011. Dunia Yang Dilipat : Tamasya Melampaui Batas-batas
Kebudayaan. Matahari : Bandung. Hlm 167.
13
dunia penuh bujuk rayu. Serangkaian tontonan yang disuguhkan oleh media
massa kapitalisme menurut Baulldirad telah menjadikan individu-individu
sebagai massa yang diam, massa yang tertunduk pada hasrat kesenangan.
Pada kasus politik-kekuasaan bisa kita lihat, bagaimana ketika televisi
dimiliki oleh politikus. Ambilah contoh TV ONE, salah satu televisi swasta di
Negara kita yang dimiliki oleh seorang politikus bernama Abu Rizal Bakrie.
Nampak bahwa persinggungan antara media dan politik telah menghasilkan
kontrol kekuasaan pada masyarakat. Maka televisi semacam ini sebagai media
massa ia tidak akan bisa menjadi netral. Ia akan berkembang menjadi alat
dominasi kekuasaan, yang mengontrol dan mengendalikan massa kritis untuk
dinyanyikan nina bobo agar mereka terdiam dan terlelap sehingga tidak
mengganggu jalannya kekuasaan. Bibit-bibit pengganggu itu semisal kelompok
korban Lapindo akan di tundukkan melalui pemberitaan. Masih segar dalam
ingatan kita tentang peristiwa seorang korban Lapindo bernama Hari Suwandi,
yang malakukan aksi jalan kaki Sidorajo-Surabaya untuk menuntut keadilan.
Akan tetapi sungguh mengejutkan beberapa hari kemudian setelah sampai di
Jakarta, justru ia berbalik mengingkari tuntutanya dan meminta maaf atas
perbuatanya kepada Abu Rizal Bakrie.
Berita itu disiarkan berulang-ulang oleh stasiun televisi TV One.
Sehingga membuat massa percaya bahwa Abu Rizal Bakrie memang bersih
adanya. Kemudian tentang pemberitaan lumpur Lapindo, TV One cenderung
men-setting situasi bahwa PT. Lapindo Brantas tidak bersalah dalam kasus
tersebut. Pemberitaan tentang Lumpur lapindo mem-frame bahwa masalah itu
sudah diselesaikan dengan baik. Satu catatan bahwa pemberitaan tentang
lumpur lapindo oleh TV One tidak pernah menyebut Lumpur Lapindo tetapi
Lumpur Sidoarjo. Hal ini memberikan kesan bahwa bencana tersebut tidak
ada sangkut pautnya dengan PT. Minarak Lapindo Jaya. Di sini berarti televisi
telah menjadi nyanyian nina bobo untuk oposan, yang pada akhirnya tetap
mempertahankan status quo.
3. Dewa Pencipta Realitas Sosial
14
Barker, Chris. 2011. Cultural Studies. Kreasi wacana : Yogyakarta. Halm 276.
17
Penutup
Masyarakat modern dengan pengagungan atas rasionalitasnya, telah
membawanya pada peradapan yang mutahir. Hal itu ditandai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Berbagai teknologi
dikembangkan untuk menundukkan alam, mengeksploitasi untuk kepentingan
manusia. Dengan kecanggihanya teknologi masyarakat modern berharap pada
suatu kesejarteraan hidup. Teknologi informasi berkembang secara pesat di abad
ini, mulai dari ditemukanya komputer, televisi, radio, internet dan lainya yang
merupakan tingkat kemutahiran manusia dalam teknologi informasi.
18
19
Daftar Pustaka
Barker, Chris. 2011. Cultural Studies : Teori dan Praktek. Kreasi wacana :
Yogyakarta.
Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi ; Teori Paradigma dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Kencana : Jakarta.
Budi H, Setyo. 2004. Industri Televisi Swasta Dalam Prespektif Ekonomi Politik.
FISIP Universitas Atmajaya : Yogjakarta.
20
21