Anda di halaman 1dari 31

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................1
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................2
BAB 2 LAPORAN KASUS..................................................................................4
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................13
BAB 4 KESIMPULAN.........................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29

BAB 1
PENDAHULUAN

Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma merupakan kanker hati primer


yang paling sering ditemukan daripada tumor hati lainnya seperti limfoma
maligna, fibrosarkoma dan hemangioendotelioma(1).
Di Amerika Serikat sekitar 80%-90% dari tumor ganas hati primer adalah
hepatoma. Angka kejadian tumor ini di Amerika Serikat hanya sekitar 2% dari
seluruh karsinoma yang ada. Sebaliknya di Afrika dan Asia hepatoma adalah
karsinoma yang paling sering ditemukan dengan angka kejadian 100/100.000
populasi(2).
Pria lebih banyak daripada wanita. Lebih dari 80% pasien hepatoma
menderita sirosis hati Hepatoma biasa dan sering terjadi pada pasien dengan
sirosis hati yang merupakan komplikasi hepatitis virus kronik(2).
Hepatitis virus kronik adalah faktor risiko penting hepatoma, virus
penyebabnya adalah virus hepatitis B dan C. Bayi dan anak kecil yang terinfeksi
virus ini lebih mempunyai kecenderungan menderita hepatitis virus kronik
daripada dewasa yang terinfeksi virus ini untuk pertama kalinya(2).
Pasien hepatoma 88% terinfeksi virus hepatitis B atau C. Virus ini
mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya hepatoma. Hepatoma
seringkali tak terdiagnosis karena gejala karsinoma tertutup oleh penyakit yang
mendasari yaitu sirosis hati atau hepatitis kronik. Jika gejala tampak, biasanya
sudah stadium lanjut dan harapan hidup sekitar beberapa minggu sampai bulan.

Keluhan yang paling sering adalah berkurangnya selera makan, penurunan berat
badan, nyeri di perut kanan atas dan mata tampak kuning(2).
Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran
cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom
hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan
fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan
sirkulasi darah. Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi(3).
Pada makalah ini akan dilaporkan sebuah kasus dari seorang pasien berusia
66 tahun yang didiagnosa Hepatoma.

BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien


Nama

: Ny. K

Umur

: 66 Tahun

Alamat

: Mertani, Lamongan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan

: SMA

MRS tanggal : 17 September 2012 pada pukul 15.08 Wib


No. RM

: 04.42.03

2.2 Anamnesis
Pasien datang ke IGD RS Muhammadiyah Lamongan dengan,
KU
RPS

: Perut membesar.
: Perut membesar dan ngongsrong sejak 3 bulan yang lalu.

Memberat sejak 1 minggu ini. Kaki membengkak sejak 3 bulan yang lalu.
Masih bisa beraktivitas sehari-hari seperti biasanya, hanya saja sering
merasa cepat lelah.
RPD

: Hipertensi (+), muntah atau BAB hitam sebelumnya

disangkal,
Hepatitis (-), DM (-), Stroke (-), pernah MRS didiagnosis ginjal bengkak.
RPK

: Hipertensi (-), Hepatitis (-), DM (-), stroke (-), kanker (-).

2.3

Pemeriksaan fisik

KU

: Lemah

Kesadaran

: Compos Mentis

GCS

: 456

Vital sign

: Tensi 182/68 mmHg


Nadi 93 x / menit
Suhu 38C
RR 24 x / menit

Kepala

:a-/i-/c-/d+

Thorax

: Simetris, retraksi -/S1 S2 single, Ves/Ves, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen

: Distended, BU+N, H/L sulit dievaluasi, asites permagna

(+)
Extremitas

: Akral hangat, Edema +/+ pada extremitas bawah

2.4 Pemeriksaan penunjang


2.4.1

Laboratorium
Diffcount

: 1/2/75/9/13

HCT

: 29,7 %

Hemoglobin

: 10,3 %

LED

: 72/96

Leukosit

: 13.300

Trombosit

: 131.000

Alkali Fosfatase

: 98 U/L

Bilirubin direct

: 0,42 mg%

Bilirubin total

: 0,93 mg%

SGOT

: 70 U/L

SGPT

: 38 U/L

Albumin

: 1,7 mg%

Globulin

: 3,7 gr%

Total Protein

: 5,4 mg%

Clorida serum

: 106 mol/L

Kalium serum

: 4,5 mmol/L

Natrium serum

: 139 mmol/L

Serum Kreatinin

: 0,8 mg/dl

Urea

: 46 mg/dl

Uric Acid

: 9,0 mg/dl

Cholesterol

: 326 mg/dl

HDL

: 38 mg/dl

LDL

: 211 mg/dl

Trigliserida

: 105 mg/dl

GDA

: 168

CK

: 256 U/I

CK-Mb

: 64 U/I

Kalium

: 4,52 mmol/L

Natrium

: 143,3 mmol/L

Beb

: 2,1

Beecf

: 2,0

HCO3

: 25,6 mmol/L

2.4.2

Ionized Calcium

: 1,15 mmol/L

O2 sat

: 99,5 %

pCO2

: 36,6 mmHg

pH

: 7,461

pO2

: 204,5 mmHg

TCO2

: 26,7 mmol/L

Radiologi
USG

10

Hasil Pemeriksaan USG


Hepar

: Membesar, intensitas echoparenkim kasar, Nampak massa

solid pada lobus kanan berukuran 6,05 cm x 5,56 cm, v.porta/v.hepatica


menyempit, ICBD dan IHBD tak melebar.
Gallbladder

: Besar normal, Nampak batu kecil-kecil ukuran 0,5-0,7

cm, dinding normal.


Pankreas

: Besar normal, intensitas echoparenkim normal, tak

nampak massa/ kalsifikasi.


Lien

: Membesar.

Ginjal kanan

: Besar normal, tak nampak ectasis/batu, cortex normal.

Ginjal kiri

: Besar normal, tak nampak ectasis/batu, cortex normal.

Buli

: Normal, Nampak kateter.

Ginek

:Uterus besar normal, tak Nampak massa, adnexa

kanan/kiri tak Nampak massa.


Lain-lain

: Nampak cairan bebas abdomen

Kesimpulan

: Hepatoma dengan splenomegali

Ascites
Batu empedu kecil-kecil ukuran 0,5-0,7 cm.
2.5 Diagnosis
Hepatoma
Asites Permagna
Hiperkolesterol
Hipoalbumin

11

2.6 Penatalaksanaan
IVFD Ringer asetat 500cc/24 jam
Lasix 1x1
Cefo 3x1 gr
Hepamax 3x1

12

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI
Kanker hati (Hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul
dari hati. Ia juga dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk
dari tipe-tipe sel yang berbeda (Contohnya, pembuluh-pembuluh empedu,
pembuluh-pembuluh darah, dan sel-sel penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel
hati (hepatocytes) membentuk sampai 80% dari jaringan hati. Jadi, mayoritas dari
kanker-kanker hati primer (Lebih dari 90 sampai 95%) timbul dari sel-sel hati dan
disebut kanker hepatoselular (Hepatocellular cancer) atau Karsinoma (Carcinoma)
(4)

.
Hepatoma (Carsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel

hati. Hepatoma merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan.
Tumor ini merupakan tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel
parenkim atau epitel saluran empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya (5).
3.2 EPIDEMIOLOGI
Kanker hati adalah kanker kelima yang paling umum di dunia. Suatu kanker
yang mematikan, kanker hati akan membunuh hampir semua pasien-pasien yang
menderitanya dalam waktu satu tahun. Pada tahun 1990, organisasi kesehatan
dunia (WHO) memperkirakan bahwa ada kira-kira 430,000 kasus-kasus baru dari
kanker hati diseluruh dunia, dan suatu jumlah yang serupa dari pasien-pasien yang
meninggal sebagai suatu akibat dari penyakit ini. Sekitar tiga per empat kasuskasus kanker hati ditemukan di Asia Tenggara (China, Hong Kong, Taiwan,
13

Korea, dan Japan). Kanker hati juga adalah sangat umum di Afrika Sub-Sahara
(Mozambique dan Afrika Selatan).
Frekwensi kanker hati di Asia Tenggara dan Afrika Sub-Sahara adalah lebih
besar dari 20 kasus-kasus per 100,000 populasi. Berlawanan dengannya,
frekwensi kanker hati di Amerika Utara dan Eropa Barat adalah jauh lebih rendah,
kurang dari lima per 100,000 populasi. Bagaimanapun, frekwensi kanker hati
diantara pribumi Alaska sebanding dengan yang dapat ditemui pada Asia
Tenggara. Lebih jauh, data terakhir menunjukan bahwa frekwensi kanker hati di
Amerika secara keseluruhannya meningkat. Peningkatan ini disebabkan terutama
oleh hepatitis C kronis, suatu infeksi hati yang menyebabkan kanker hati(4).
Di Amerika frekwensi kanker hati yang paling tinggi terjadi pada imigranimigran dari negara-negara Asia, dimana kanker hati adalah umum. Frekwensi
kanker hati diantara orang-orang kulit putih (Caucasians) adalah yang paling
rendah, sedangkan diantara orang-orang Amerika keturunan Afrika dan Hispanics,
ia ada diantaranya. Frekwensi kanker hati adalah tinggi diantara orang-orang Asia
karena kanker hati dihubungkan sangat dekat dengan infeksi hepatitis B kronis.
Ini terutama begitu pada individu-individu yang telah terinfeksi dengan hepatitis
B kronis untuk kebanyakan dari hidup-hidupnya(4).
3.3 FAKTOR RISIKO
a. Infeksi Hepatitis B
Hepatitis B adalah penyebab tertinggi timbulnya kanker hati di daerah yang
tinggi prevalensinya seperti di Cina dan Indonesia. Penderita hepatitis B kronis
dan pembawa virus hepatitis B (Carrier) memiliki risiko terkena kanker hati yang
lebih tinggi dari populasi normal. Hal ini dibuktikan pada penelitian di Taiwan,
14

dimana lebih dari 20.000 pria diteliti secara prospektif untuk mengetahui
terjadinya kanker hati. Ternyata risiko untuk terkena kanker hati pada penderita
hepatitis B yang HbsAg-nya positif meningkat lebih dari 100 kali dibandingkan
populasi normal(5).
Golongan dengan risiko tinggi ini tampaknya terbanyak mengenai penderita
yang tinggal di daerah endemi Hepatitis B seperti di Indonesia, dimana penularan
lebih banyak terjadi secara vertical (dari ibu ke bayi) dibanding penderita yang
memperolehnya secara horizontal pada saat dewasa. Di samping dapat
menimbulkan kanker hati, hepatitis B kronis juga dapat mengakibatkan Sirosis
hati (pengerasan organ hati) akibat reaksi peradangan berulang. Sebagai
tambahan, pasien-pasien dengan virus hepatitis B yang berada pada risiko yang
paling tinggi untuk kanker hati adalah pria-pria dengan sirosis, virus hepatitis B
dan riwayat kanker hati keluarga(4).
b. Infeksi Hepatitis C
Infeksi virus hepatitis C (HCV) juga dihubungkan dengan perkembangan
kanker hati. Di Jepang, virus hepatitis C hadir pada sampai dengan 75% dari
kasus-kasus kanker hati. Seperti dengan virus hepatitis B, kebanyakan dari pasienpasien virus hepatitis C dengan kanker hati mempunyai sirosis yang berkaitan
dengannya.

Pada

beberapa

studi-studi

retrospektif-retrospektif

(Melihat

kebelakang dan kedepan dalam waktu) dari sejarah alami hepatitis C, waktu ratarata untuk mengembangkan kanker hati setelah paparan pada virus hepatitis C
adalah kira-kira 28 tahun. Kanker hati terjadi kira-kira 8 sampai 10 tahun setelah
perkembangan sirosis pada pasien-pasien ini dengan hepatitis C. Beberapa studistudi prospektif Eropa melaporkan bahwa kejadian tahunan kanker hati pada

15

pasien-pasien virus hepatitis C yang ber-sirosis berkisar dari 1.4 sampai 2.5% per
tahun.
Pada sisi lain, ada beberapa individu-individu yang terinfeksi virus hepatitis
C kronis yang menderita kanker hati tanpa sirosis. Jadi, telah disarankan bahwa
protein inti (Pusat) dari virus hepatitis C adalah tertuduh pada pengembangan
kanker hati. Protein inti sendiri (Suatu bagian dari virus hepatitis C) diperkirakan
menghalangi proses alami kematian sel atau mengganggu fungsi dari suatu gen
(Gen p53) penekan tumor yang normal. Akibat dari aksi-aksi ini adalah bahwa
sel-sel hati terus berlanjut hidup dan reproduksi tanpa pengendalian-pengendalian
normal, yang adalah apa yang terjadi pada kanker(4).
c. Alkohol
Sirosis hati yang disebabkan konsumsi alkohol yang berlebih ternyata
merupakan penyebab utama terjadinya kanker hati di usia lanjut. Hal ini didukung
oleh data yang dibuat di Amerika Serikat terhadap para veteran. Karena dari
berbagai penelitian menunjukan bahwa konsumsi alkohol >50-70 gram per hari
dan dalam jangka waktu yang lama ternyata tidak hanya meningkatkan risiko
terbentuknya sirosis hati namun juga mempercepat terjadinya sirosis pada
penderita hepatitis C dan kanker hati(5).
d. Obesitas
Suatu penelitian kohort prospektif pada lebih dari 900.000 individu di
Amerika Serikat dengan masa pengamatan selama 16 tahun mendapat terjadinya
peningkatan angka mortalitas sebesar 5 kali akibat kanker hati pada kelompok
individu dengan berat badan tertinggi (IMT 35-40) dibandingkan dengan
kelompok individu yang IMT-nya normal. Seperti diketahui, obesitas merupakan
faktor resiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya
16

non-alcoholic steatoheptitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati


dan kemudian dapat berlanjut menjadi kanker hati(6).
e. Diabetes Melitus (DM)
Telah lama ditengarai bahwa DM merupakan faktor risiko baik untuk
penyakit hati kronik maupun kanker hati melalui terjadinya perlemakan hati dan
steatohepatitis non-alkoholik (NASH). Disamping itu, DM dihubungkan dengan
peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth factors (IGFs) yang merupakan
factor promotif potensial untuk kanker. Indikasi kuat asosiasi antara DM dan
kanker hati terlihat dari banyak penelitian, antara lain penelitian kasus-kelola oleh
hasan dkk yang melaporkan bahwa dari 115 kasus kanker hati dan 230 pasien
non-kanker hati, rasio odd dari DM adalah 4.3, meskipun diakui bahwa sebagian
dari kasus DM sebelumnya sudah menderita sirosis hati. Penelitian kohort besar
oleh El Serag dkk yang melibatkan 173.643 pasien DM dan 650,620 pasien
bukan-DM menemukan bahwa insidens kanker hati pada kelompok DM lebih dari
2 kali lipat dibandingkan dengan insidens kanker hati kelompok bukan-DM.
Insidens juga semakin tinggi seiring dengan lamanya pengamatan (kurang dari 5
tahun hingga lebih dari 10 tahun). DM merupakan faktor risiko HCC tanpa
memandang umur, jenis kelamin dan ras(6).
f. Idiopatik
Antara 15-40% kanker hati ternyata tidak diketahui penyebabnya walaupun
sudah dilakukan pemeriksaan yang menyeluruh. Beberapa penjelasan akhir-akhir
ini menyebutkan peranan perlemakan hati - fatty liver disease - yang bukan
disebabkan oleh alkohol (NASH = Non Alcohol Steato Hepatitis), dipercaya dapat
menyebabkan kerusakan sel hati yang luas yang pada akhirnya menimbulkan
sirosis dan kanker hati(6).
g. Sirosis
17

Individu-individu dengan kebanyakan tipe-tipe sirosis hati berada pada


risiko yang meningkat mengembangkan kanker hati. Sebagai tambahan pada
kondisi-kondisi yang digambarkan diatas (hepatitis B, hepatitis C, alkohol, dan
hemochromatosis), kekurangan alpha 1 anti-trypsin, suatu kondisi yang
diturunkan/diwariskan yang dapat menyebabkan sirosis, mungkin menjurus pada
kanker hati. Kanker hati juga dihubungkan sangat erat dengan kelainan biokimia
pada masa kanak-kanak yang berakibat pada sirosis dini.
Penyebab-penyebab tertentu dari sirosis lebih jarang dikaitkan dengan
kanker hati daripada penyebab-penyebab lainnya. Contohnya, kanker hati jarang
terlihat dengan sirosis pada penyakit Wilson (metabolisme tembaga yang
abnormal) atau primary sclerosing cholangitis (luka parut dan penyempitan
pembuluh-pembuluh empedu yang kronis). Begitu juga biasanya diperkirakan
bahwa kanker hati adalah jarang ditemukan pada primary biliary cirrhosis (PBC).
Studi-studi akhir ini, bagaimanapun, menunjukan bahwa frekwensi kanker hati
pada PBC adalah sebanding dengan yang pada bentuk-bentuk lain sirosis(4).
3.4 GEJALA KLINIS
Pada permulaannya penyakit ini berjalan perlahan, dan banyak tanpa
keluhan. Lebih dari 75% tidak memberikan gejala-gejala khas. Ada penderita
yang sudah ada kanker yang besar sampai 10 cm pun tidak merasakan apa-apa.
Keluhan utama yang sering adalah keluhan sakit perut atau rasa penuh ataupun
ada rasa bengkak di perut kanan atas dan nafsu makan berkurang, berat badan
menurun, dan rasa lemas. Keluhan lain terjadinya perut membesar karena ascites
(penimbunan cairan dalam rongga perut), mual, tidak bisa tidur, nyeri otot, berak

18

hitam, demam, bengkak kaki, kuning, muntah, gatal, muntah darah, perdarahan
dari dubur, dan lain-lain(7).
3.5 DIAGNOSIS
Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan maju pesat, maka
berkembang pula cara-cara diagnosis dan terapi yang lebih menjanjikan dewasa
ini. Kanker hati selular yang kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal
terutamanya dengan pendekatan radiologi yang akurasinya 70 95%1,4,8 dan
pendekatan laboratorium alphafetoprotein yang akurasinya 60 70%(8).
Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan
Peneliti Hati Indonesia), yaitu:
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography
Scann (CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography,
ataupun Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya
KHS.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.
Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau
hanya satu yaitu kriteria empat atau lima.

3.6 STADIUM PENYAKIT


Stadium I

: Satu fokal tumor berdiametes < 3cm yang terbatas hanya pada

Stadium II

salah satu segment tetapi bukan di segment I hati.


: Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada

segement I atau multi-fokal terbatas pada lobus kanan/kiri


Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atas ke
lobus kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi
peripheral ke sistem pembuluh darah (vascular) atau pembuluh
19

empedu (billiary duct) tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau
Stadium IV

lobus kiri hati.


: Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan

lobus kiri hati.


atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati (intra

hepaticvaskuler) ataupun pembuluh empedu (biliary duct)


atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra

hepatic vessel) seperti pembuluh darah vena limpa (vena lienalis)


atau vena cava inferior
atau adanya metastase keluar dari hati (extra hepatic metastase).

3.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Alphafetoprotein
Sensitivitas Alphafetoprotein (AFP) untuk mendiagnosa KHS 60% 70%,
artinya hanya pada 60% 70% saja dari penderita kanker hati ini menunjukkan
peninggian nilai AFP, sedangkan pada 30% 40% penderita nilai AFP nya
normal. Spesifitas AFP hanya berkisar 60% artinya bila ada pasien yang diperiksa
darahnya dijumpai AFP yang tinggi, belum bisa dipastikan hanya mempunyai
kanker hati ini sebab AFP juga dapat meninggi pada keadaan bukan kanker hati
seperti pada sirrhosis hati dan hepatitis kronik, kanker testis, dan terratoma(9).
b. AJH (aspirasi jarum halus)
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy) terutama
ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada pemeriksaan
radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu hepatoma. Tindakan
biopsi aspirasi yang dilakukan oleh ahli patologi anatomi ini hendaknya dipandu
oleh seorang ahli radiologi dengan menggunakan peralatan ultrasonografi atau CT
scann fluoroscopy sehingga hasil yang diperoleh akurat. Cara melakukan biopsi
dengan dituntun oleh USG ataupun CT scann mudah, aman, dan dapat ditolerir
oleh pasien dan tumor yang akan dibiopsi dapat terlihat jelas pada layar televisi
20

berikut dengan jarum biopsi yang berjalan persis menuju tumor, sehingga jelaslah
hasil yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik dan akurasi yang tinggi karena
benar jaringan tumor ini yang diambil oleh jarum biopsi itu dan bukanlah jaringan
sehat di sekitar tumor.
c. Ultrasonography (USG) Abdomen
Dengan USG hitam putih (Grey scale) yang sederhana (Conventional) hati
yang normal tampak warna ke-abuan dan texture merata (Homogen). Bila ada
kanker langsung dapat terlihat jelas berupa benjolan (Nodule) berwarna
kehitaman, atau berwarna kehitaman campur keputihan dan jumlahnya bervariasi
pada tiap pasien bisa satu, dua atau lebih atau banyak sekali dan merata pada
seluruh hati, ataukah satu nodule yang besar dan berkapsul atau tidak berkapsul.
Sayangnya USG conventional hanya dapat memperlihatkan benjolan kanker hati
diameter 2 cm 3 cm saja. Tapi bila USG conventional ini dilengkapi dengan
perangkat lunak harmonik system bisa mendeteksi benjolan kanker diameter 1 cm
2 cm, namun nilai akurasi ketepatan diagnosanya hanya 60%. Rendahnya nilai
akurasi ini disebabkan walaupun USG conventional ini dapat mendeteksi adanya
benjolan kanker namun tak dapat melihat adanya pembuluh darah baru (Neovascular).

21

Gambar 3.1
Gambaran Hepatoma
d. CT Scan
Di samping USG diperlukan CT scann sebagai pelengkap yang dapat
menilai seluruh segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan USG
gambar hati itu hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja. CT scann yang saat ini
teknologinya berkembang pesat telah pula menunjukkan akurasi yang tinggi
apalagi dengan menggunakan teknik hellical CT scann, multislice yang sanggup
membuat irisan-irisan yang sangat halus sehingga kanker yang paling kecil pun
tidak terlewatkan. Lebih canggih lagi sekarang CT scann sudah dapat membuat
gambar kanker dalam tiga dimensi dan empat dimensi dengan sangat jelas dan
dapat pula memperlihatkan hubungan kanker ini dengan jaringan tubuh
sekitarnya.

22

Gambar 3.2
Complete necrosis in a noninfiltrating HCC located in segment 4

Gambar 3.3
Hepatic abscess with hepatocellular carcinoma

23

e. Angiografy
Dicadangkan hanya untuk penderita kanker hati-nya yang dari hasil
pemeriksaan USG dan CT scann diperkirakan masih ada tindakan terapi bedah
atau non-bedah masih yang mungkin dilakukan untuk menyelamatkan penderita.
Pada setiap pasien yang akan menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan
pemeriksaan angiografi. Dengan angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker
yang sebenarnya. Kanker yang kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil
sesuai dengan ukuran pada USG bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali
lebih besar. Angigrafi bisa memperlihatkan ukuran kanker yang sebenarnya. Lebih
lengkap lagi bila dilakukan CT angiography yang dapat memperjelas batas antara
kanker dan jaringan sehat di sekitarnya sehingga ahli bedah sewaktu melakukan
operasi membuang kanker hati itu tahu menentukan di mana harus dibuat batas
sayatannya(14).

24

3.8 PENGOBATAN
Pengobatan hepatoma masih belum memuaskan, banyak kasus didasari oleh
sirosis hati. Pasien sirosis hati mempunyai toleransi yang buruk pada operasi
segmentektomi pada hepatoma. Selain operasi masih ada banyak cara misalnya
transplantasi hati, kemoterapi, emboli intra arteri, injeksi tumor dengan etanol
agar terjadi nekrosis tumor, tetapi hasil tindakan tersebut masih belum
memuaskan dan angka harapan hidup 5 tahun masih sangat rendah(2).
Karena sirosis hati yang melatarbelakanginya serta seringnya multinodularitas, resektabilitas kanker hati sangat rendah. Di samping itu kanker hati
juga sering kambuh meskupin sudah menjalani reseksi bedah kuratih. Pilihan
terapi ditetapkan berdasarkan atas ada-tidaknya sirosis, jumlah dan ukuran tumor,
serta derajat pemburukan hepatik.
a.
Transplantasi hati
Bagi pasien kanker hati dan sirosis hati, transplantasi hati memberikan
kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim hati yang
mengalami disfungsi. Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh
rekurensi tumor di dalam maupun di luar transplan. Rekurensi tumor bahkan
mungkin diperkuat oleh obat antirejeksi yang harus diberikan. Tumor yang
berdiameter kurang dari 3 cm lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor
yang diamternya lebih dari 5 cm(6).
b.
Reseksi hepatik
Untuk pasien dalam kelompok non-sirosis yang biasanya mempunyai fungsi
hati normal pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun untuk pasien
sirosis diperlukan kriteria seleksi karena operasi dapat memicu timbulnya gagal
hati yang harapan hidupnya menurun. Parameter yang dapat digunakan adalah
skor child plug dan derajat hipertensi portal atau kadar bilirubin serum dan derajat

25

hipertensi portal saja. Subjek yang bilirubin normal tanpa hipertensi portal yang m
bermakna, harapan hidup 5 tahunnya dapat mencapai 70%. Kontraindikasi
tindakan ini adalah adanya metastatis ekstrahepatik,kanker hati difus atau
multifokal,

sirosis

stadium

lanjut

dan

penyakit

penyerta

yang

dapat

mempengaruhi ketahanan pasien menjalani operasi(6).


c.
Ablasi tumor perkutan
Destruksi dari sel neoplastik dapat dicapai dengan bahan kimia (alkohol,
asam asetat) atau dengan memodifikasi suhunya (radiofrequency, microwave,
laser, cryoablation). Injeksi etanol perkutan (PEI) merupakan teknik terpilih untuk
tumor kecil karena efikasinya tinggi, efek sampingnya rendah serta relatif murah.
Dasar kerjanya adalah menimbulkan dehidrasi, nekrosis, oklusi vaskular dan
fibrosis. Untuk tumor kecil (diameter <5 cm) pada pasien sirosis Child-Pugh A,
angka harapan hidup 5 atahun dapat mencapai 50%. PEI bermanfaat untuk pasien
dengan tumor kecil yang resektabilitasnya terbatas karena adanya sirosis hati nonChild A.
Radiofrequency Ablation (RFA) menunjukkan angka keberhasilan yang
lebih tinggi dari pada PEI dan efikasinya tertinggi untuk tumor yang lebih besar
dari 3 cm, namun tetap tidak berpengaruh terhadap harapan hidup pasien. Selain
itu, RFA lebih mahal dan efek sampingnya lebih banyak dibandingkan dengan
PEI. Guna mencegah terjadinya rekurensi tumor, pemberian asam poliprenoik
(polyprenoic acid) selama 12 bulan dilaporkan dapat menurunkan angka rekurensi
pada bulan ke 38 secara bermakna dibandingkan dengan kelompok plasebo
(kelompok plasebo 49%, kelompok terapi PEI atau reseksi kuratif 22%)(6).
d.
Terapi paliatif
Sebagian besar pasien kanker hati didiagnosis pada stadium menengahlanjut (Intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi standarnya.
Berdasarkan meta analisis, pada stadium ini hanya TAE/TACE (transarterial
26

embolization/chemo

embolization)

saja

yang

menunjukkan

penuruanan

pertumbuhan tumor serta dapat meningkatkan harapan hidup pasien dengan


kanker hati yang tidak resektabel. TACE dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun
dianjurkan pada pasien yang fungsi hatinya cukup baik (Child-Pugh A) serta
tumor multinodular asimtomatik tanpa invasi vaskular atau penyebaran
ekstrahepatik, yang tidak bisa diberi terapi radikal. Namun bagi pasien yang
dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C), serangan iskemik akibat terapi ini
dapat mengakibatkan efek samping berat. Adapun beberapa jenis terapi lain untuk
kanker hati yang tidak resektabe; seperti imunoterapi dengan interferon, terapi
antiestrogen, antiandrogen, oktreotid, radiasi internal, kemoterapi arterial atau
sistemik masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan penilaian
yang meyakinkan(6).
e.
Tatalaksana komplikasi sirosis hati(10)
1. Asites dan edema
Untuk mengurangi edema dan asites, pasien dianjurkan membatasi asupan
garam dan air. Jumlah diet garam yang dianjurkan biasanya sekitara dua gram per
hati, dan cairan sekitar satu liter sehari.
Kombinasi diuretik spironolakton dan furosemid dapat menurunkan dan
menghilangkan edema dan asitespasa sebagian besar pasien. Bila pemakaian
diuretik tidak berhasil (asites refrakter), dapat dilakukan parasintesis abdomen
untuk mengambil cairan asites sedemikian besar sehingga menimbulkan keluhan
nyeri akibat distensi abdomen, dan atau kesulitan bernapas karena keterbatasan
geralan diafragma, parasintesis dapat dilakukan dalam jumlah lebih dari 5 liter
(large volume paracentesis = LVP). Pengobatan lain untuk asites refrakter adalah
TIPS (Transjugular intravenous portosystemic shunting) atau transplantasi hati.
2. Perdarahan varises

27

Bila varises telah timbul di bagian diatal esofagus atau proksimal lambung,
pasien sirosis berisiko mengalami perdarahan serius akibat pecahnya varises.
Sekali varises mangalami perdarahan, bertendensi perdarahan ulang dan setiap
kali berdarah, pasien berisiko meninggal. Karena itu pengobatan ditujukan untuk
pencegahan

perdarahan

pertama

maupun

pencegahan

perdarahan

ulang

dikemudian hari. Untuk tujuan tersebut, ada beberapa cara pengobatan yang
dianjurkan, termasuk pemberian obat dan prosedur untuk menurunkan tekanan
vena porta, maupun prosedur untuk menurunkan tekanan vena porta, maupun
prosedur untuk merusak atau mengeradikasi varises.
Propanolol atau nadolol, merupakan obat penyekat reseptor beta nonselektif. Efektif menurunkan tekanan vena porta, dan dapat dipakai untuk
mencegah perdarahan pertama maupun perdarahan ulang varises pasien sirosis.
3. Ensefalopati hepatik
Pasien dengan siklus tidur abnormal, gangguan berpikir, perubahan
kepribadian, atau tanda-tanda lain enselopati hepatik, biasanya harus mulai diobati
dengan diet rendah protein dan laktulosa oral. Untuk mendapat efek laktulosa,
dosisnya harus sedemikian rupa sehingga pasien buang air besar dua sampai tiga
kali sehari. Bila gejala enselopati masih tetap ada, antibiotika oral seperti
neomisin atau metronidazol dapat ditambahkan. Pada pasien enselopati hepatik
yang semakin jelas, ada tiga tindakan yang harus segera diberikan : 1) singkirkan
penyebab enselopati yang lain, 2) perbaiki atau singkirkan faktor pencetus dan 3)
segera mulai pengobatan empiris yang dapat berlangsung lama, seperti : klisma,
diet rendah atau tanpa protein, laktulosa, natibiotika (neomisin, metronidazol atau
vankomisin), asam amino rantai cabang, bromokriptin, preparat zenk, dan atau

28

ornitin aspartat. Bila enselopati tetap ada, atau timbul berulang kali dengan
pengobatan empiris, dapat dipertimbangkan transplantasi hati.
3.9 PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap kanker disini adalah suatu tindakan yang berupaya
untuk menghindari segala sesuatu yang menjadi faktor resiko terjadinya kanker
dan memperbesar faktor protektif untuk mencegah kanker. Prinsip utama
pencegahan kanker hati adalah dengan melakukan skrining kanker hati sedini
mungkin(5).

BAB 4
KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus Ny. K 66 tahun dengan diagnosis hepatoma.

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Rifai A., 1996. Karsinoma Hati. dalam Soeparman (ed). Ilmu Penyakit
Dalam Jilid 1 edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2. Singgih B, Datau E.A, 2006, Hepatoma dan Sindrom Hepatorenal.
Diakses

dari

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08_150_HepatomaHepatorenal.pdf/0
8_150_HepatomaHepatorenal.html
3. Jacobson R.D., 2009. Hepatocelluler

Carcinoma.

http://emedicine.medscape.com/article/369226-overview
30

Diakses

dari

4. Anonym,

2009.

Kanker

Hati.

Diakses

http://www.totalkesehatananda.com/kankerhati.html
5. Bangfad,
2008.
Hepatoma.
Diakses

dari

dari
http://info-

medis.blogspot.com/2008/11/hepatoma-karsinoma-hepatoseluler.html
6. Bardiman,Syadra. Kumpulan Kuliah Hepatologi, Penyakit Pankreas, dan
Kandung Empedu.Bab 55 Tumor Hati. Hal 469-476. SubBagian
Gastroentero-Hepatologi Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.
7. Abdul Rasyad. 2006. Pentingnya Peranan Radiologi Dalam Deteksi Dini
dan Pengobatan Kanker Hati Primer. USU Press. Sumatra.
8. Tariq Parvez., Babar Parvez., and Khurram Parvaiz et al. Screening for
Hepatocellular Carcinoma. Jounal JCPSP September 2004 Volume 14 No.
09.
9. Soresi M., Maglirisi C., Campgna P., et al. Alphafetoprotein in the
diagnosis

of

hepatocellular

carcinoma.

Anticancer

Research.

2003;23;1747-53.
10. Bardiman,Syadra. Kumpulan Kuliah Hepatologi, Penyakit Pankreas, dan
Kandung Empedu.Bab 40 Sirosis Hati. Hal 335-345. SubBagian
Gastroentero-Hepatologi Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.

31

Anda mungkin juga menyukai