Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN

CASE BASED DISCUSSION (CBD)

“KOLELITIASIS”

Oleh :

Melytania

016.06.0030

Pembimbing : dr. Dewi Roziqo, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK SMF RADIOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MATARAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah laporan case
based discussion (CBD) di stase Radiologi RSUD Kota Mataram. Dalam penyusunan makalah
ini bertujuan agar mahasiswa Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar dapat memahami isi dari
makalah ini sehingga dapat bermanfaat bagi mahasiswa.

Dalam penyusunan makalah ini saya menyadari bahwa masih banyak kekurangannya
sehingga kami menginginkan saran dan kritik yang membangun dalam menyempurnakan
makalah ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungan serta bantuan hingga terselesaikannya makalah ini. Semoga makalah laporan case
based discussion (CBD) ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Al-Azhar Mataram yang sedang menjalani kepanitraan klinik di RSUD Kota Mataram.

Mataram, 30 Agustus 2023

Melytania

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 2


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 4
BAB II LAPORAN KASUS............................................................................................. 5
2.1 Identitas Pasien ................................................................................................. 5
2.2 Anamnesis ........................................................................................................ 5
2.3 Pemeriksaan Fisik............................................................................................. 6
2.4 Diagnosis Banding ........................................................................................... 6
2.5 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................... 6
2.6 Diagnosis .......................................................................................................... 9
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 10
3.1 Definisi ............................................................................................................. 10
3.2 Anatomi ............................................................................................................ 10
3.3 Etiologi ............................................................................................................. 12
3.4 Manifestasi Klinis............................................................................................. 13
3.5 Diagnosis .......................................................................................................... 13
3.6 Tatalaksana dan Prognosis................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 17

3
1.1 Latar Belakang BAB I
PENDAHULUAN

Kolelitiasis atau Batu Empedu adalah kristal yang dapat ditemukan di kandung empedu,
saluran empedu ataupun keduanya. Prevalensi kolelitiasis di negara barat berkisar antara 10-15%
dan di negara asia lebih rendah 3-15% dibanding negara barat. Penelitian yang dilakukan oleh Dani
(2012) didapatkan hasil dari 192 pasien terdiagnosis kolelitiasis terdiri dari perempuan (67,71%)
dan laki laki (32,29%) dengan usia tertinggi rata-rata 40 tahun (80,46%) dan pasien dengan
peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebanyak 69,27%.

Koletiasis jarang terjadi pada anak namun sebagian besar kasus kolelitiasis pada anak
dihubungkan dengan beberapa faktor yaitu penyakit hemolitik, riwayat terapi dengan Total
Parenteral Nutrition (TPN), wilson’s disease, kistik fibrosi, dan penggunaan beberapa jenis obat-
obatan. Kolelitiasis dengan penyakit hemolitik dapat ditemukan pada anak usia 1-5 tahun,
sedangkan kolelitiasis pada anak remaja biasanya berhubungan dengan obesitas, kehamilan, dan
penggunaan obat-obatan.

Batu empedu terbagi menjadi tiga jenis yaitu batu kolestrol, batu pigmen (batu bilirubin),
dan batu campuran. Batu pigmen terdiri dari pigmen coklat dan pigmen hitam, dan batu kolestrol
adalah jenis yang paling sering dijumpai.Batu kolestrol umumnya berbentuk oval, multifokal atau
mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol. Batu pigmen kalsium bilirubunan (pigmen
coklat) umumnya berwarna coklar atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung
kalsium bilirubinat sebagai komponen utama, batu pigmen coklat terbentuk akibat adanya faktor
stasis dan infeksi saluran empedu. Batu pigmen hitam biasanya ditemukan pada pasien hemolisis
kronik atau sirosis hati dan terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Batu campuran merupakan
campuran kolestrol yang mengandung kalsium.

Kolelitiasis biasanya asimtomatik (tidak bergejala) sehingga sulit dideteksi atau sering
terjadi kesalahan diagnosis. Progresifitas kolelitiasis menjadi bergejala cenderung rendah sekitar
10-25%. Kolelitiasis biasanya ditemukan secara tidak sengaja saat melakukan pemeriksaan USG
(Ultrasonografi) abdomen .

4
2.1 Identitas Pasien
 Nama : Tn.INM

 Tanggal lahir/Umur : 31-12-1963 / 59 Tahun


 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Alamat : Dusun Tanah Ember Timur Batu Layar Kab. Lombok Barat
 Tanggal Masuk RS : 14-08-2023
 No. RM : 488969
2.2 Anamnesis
 Riwayat Penyakit Sekarang
- Keluhan Utama : Pasien merasakan nyeri pada perut bagian kanan atas.
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut pada bagian kanan atas. Nyeri
dirasakan sejak 1 minggu yang lalu dan nyeri dirasakan hilang timbul. Keluhan
dirasakan memberat apabila pasien makan makanan mengandung lemak. Keluhan
disertai nyeri pada ulu hati sejak pagi hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lain
mual (+) muntah (-) demam (-) bab dan bak dalam batas normal.
 Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Hipertensi :-
- Riwayat Diabetes Melitus : -
- Riwayat Penyakit Jantung : -
- Riwayat Kanker :-
 Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat Hipertensi :-
- Riwayat Diabetes Melitus : -
- Riwayat Penyakit Jantung : -
- Riwayat Kanker :-

5
 Riwayat Sosial dan Ekonomi
- Minuman Beralkohol :+
- Merokok :+
2.3 Pemeriksaan Fisik
 GCS : Komposmentis
 TTV :
 Tekanan Darah : 130/70
 Nadi : 80x/menit
 Suhu : 36,3 c
 Respiration Rate : 20x/menit
 Status generalis dan lokalis :

Kepala Kepala Normochepali

Mata Mata Cekung -/-, Konjungtiva Anemis -/-, Sklera Ikterus -/-, pupil isokor

+/+, RC +/+.
Hidung Deformitas (-), pendarahan (-), Deviasi Septum (-), Discharge (-) Mukosa

Hiperemi (-)
Telinga Sekret -/-, nyeri -/-

Mulut Sianosis (-)

Leher Pembesaran KGB (-), Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),

Nyeri tekan (-) Faring eritema (-)

6
Thoraks Inspeksi :
Pulmo Pergerakan dinding dada simetris
Retraksi (-)
Palpasi :
Benjolan (-), Masa (-), nyeri tekan (+)
Perkusi :
Sonor
Auskultasi :
Cor S1S2 reg
Vesikular +/+, rho -/-, wheezing -/-

2.4 Diagnosis Banding


 Kolesititis
 Hepatitits
2.5 Pemeriksaan Penunjang
 Rontgen Thorax

7
Hasil Pemeriksaan Kesan

 Cor : Besar dan bentuk normal  Saat ini Cor dan Pulmo tak tampak
 Pulmo : Tak tampak infiltrate/nodul. kelainan.
Corakan bronkovaskular normal.
Costo phrenic angle kanan kiri tajam.
Tulang dan soft tissue tak tampak
kelainan.

 Rontgen Abdomen/BOF

8
Hasil Pemeriksaan Kesan

 Tampak bayangan radioopaque yang  Suspek batu ginjal kanan dd fecalith


terproyeksi setinggi L1 kanan.  Tampak terpasang DJ stent dengan tip
 Tampak terpasang DJ stent dengan tip berbentuk pig tail terproyeksi setinggi Th
berbentuk pig tail terproyeksi setinggi Th kanan dan cavum pelvis.
12 kanan dan cavum pelvis
 Kontur hepar dan lien tak tampak
membesar
 Kontur ginjal kanan kiri normal
 Psoas line kanan kiri simetris
 Distribusi gas usus normal
 Corpus, pedicle dan spatium
intervertebralis tampak baik
 Tak tampak erosi/destruksi tulang
 Tak tampak paralumbal soft tissue
mass/swelling

 CT Scan Abdomen Tanpa Kontras


- Potongan Axial :

9
- Potongan Coronal :

10
11
- Potongan Sagital :

12
Hasil Pemeriksaan Kesan

 Hepar : ukuran membesar (18,9 cm), tepi 1. Hepatomegali


reguler, sudut tajam, tak tampak massa. 2. Cairan bebas pada subhepatic
 Gallbladder dan sistem Bilier : tampak 3. Multiple cholelithiasis
batu multiple pada GB ukuran terbesar 0,4 4. Hidronephrosis sedang kanan dan
cm. hidroureter kanan sampai 1 /3 proximal
 Lien : Normal ec batu ureter setinggi L3 ukuran 1,7 x
 Sistem porta, V. Cava Inferior, V. 0,8 x 1,4 cm, disertai kinking ureter 1/3
Hepatika : Normal proximal.
 Pancreas : Normal
 Adrenal : Normal
 Ginjal, Sistem Pelviocalyceal, Ureter :
- Kanan : Ukuran ginjal normal,
PCS tampak dilatasi sedang dan
ureter dilatasi sampai 1/3
proksimal ec batu ureter setinggi
L3 ukuran 1,7 x 0,8 x 1,4 cm,
tampak kinking ureter 1/3
proksimal, densitas parenchymal
normal, tak tampak kista/massa.
- Kiri : Ukuran ginjal normal, PCS
dan ureter tidak dilatasi, densitas
parenchymal normal, tak tampak
batu/kista/massa.

 Buli : Normal
 Bowel, Gaster dan Appendix : Normal, tak
tampak dilatasi/obstruksi/massa.
Appendix tidak odematous letak
retrocecal.
 Peritoneum, Omentum, Mesentrium :
Normal.
 Nodul : Paraaorta, Parailiaka : tidak ada.
 Cairan bebas : tampak fluid collection
pada subhepatic
 Prostat : Normal.
 Vesicula seminalis : Normal. 13
 Tulang dan sendi yang tervisualisas and
 Hasil Operasi (21-08-2023)
Telah dilakukan tindakan operasi pada 21 Agustus 2023 pada pukul 12.00-13.00.
- Diagnosa pre operasi : batu ureter kanan proximal + hidronefrosis sedang kanan.
- Penemuan inta operasi : batu ureter kanan proximal hitam keras dan hidronefrosis
kanan.
- Tindakan operasi : URS kanan, URS kanan + lithotripsi dengan pneumatic
lithoclast, batu hancur sebagian, sisa batu retropulsi ke ginjal kanan sheath sampai
ginjal, pasang dj stent kanan.
- Diagnosa post operasi : Batu ureter kanan proximal + hidronefrosis sedang kanan.

2.6 Diagnosis
 Abdominal pain ec Multiple kolelithiasis
 Abdominal pain ec batu saluran kemih
 Hepatomegali ec susp fatty liver
 Hidronefrosis

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Kolelitiasis

Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan


dimana terjadi pembentukan batu empedu di dalam kandung empedu
(vesicafellea) yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi.
Batu tersebut mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis)
atau di dalam duktus koledokus (koledokolitiasis).
Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun
terutama pada wanita karena memiliki faktor risiko, yaitu: obesitas, usia lanjut,
pola makan tinggi lemak dan genetik. Kandung empeng adalah sebuah kantung
yang terletak di bawah hati yang mengonsentrasikan dan menyimpan empeng
sampai ia dibiarkan ke dalam usus. Kebanyakan batu duktus koledokus berasal
dari batu kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam
saluran empedu.
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu
mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu Empedu di
dalam saluran Empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran Empedu
(kolangitis). Jika saluran tersumbat tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan
segera menyebabkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui
aliran darah dan menyebabkan infeksi pada bagian tubuh lainnya.

Batu empedu dapat bervariasi ukurannya dari sebesar pasir hingga


sebesar bola golf Jumlah yang terbentuk juga bisa mencapai beberapa ribu.
Bentuknya juga berbeda-beda tergantung dari jenis kandungannya secara garis
besar batu empedu dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Batu kolesterol

Batu kolesterol murni jarang terjadi dan memperhitungkan <10% dari


semua batu. Mereka biasanya terjadi sebagai batu-batu besar tunggal dengan
permukaan yang halus. Sebagian besar batu kolesterol lainnya mengandung
jumlah variabel pigmen empedu dan kalsium, tapi selalu > 70% kolesterol.
15
Batu-batu ini biasanya banyak, dengan ukuran variabel, dan mungkin sulit dan
faceted atau tidak beraturan irreguller berbentuk seperti murbei, dan lembut.
Warna berkisar dari keputihan kuning dan hijau menjadi hitam.
Kebanyakan batu kolesterol yang radiolusen; <10% yang radiopak.
Apakah murni atau alam campuran, acara utama umum dalam pembentukan
batu kolesterol jenuh empedu dengan kolesterol. Oleh karena itu, kadar
kolesterol empedu dan batu empedu kolesterol tinggi dianggap sebagai salah
satu penyakit. Kolesterol sangat nonpolar dan tidak larut dalam air dan empedu.
Kelarutan kolesterol bergantung pada konsentrasi relatif dari kolesterol, garam
empedu, dan lesitin (fosfolipid utama dalam empedu). Supersaturasi hampir
selalu disebabkan oleh kolesterol hipersekresi bukan oleh sekresi berkurang dari
fosfolipid atau garam empedu.

Jenis kolesterol ini merupakan 80% dari keseluruhan batu empedu.


Penampakannya biasanya berwarna hijau namun dapat juga putih atau kuning.
Batu kolesterol dapat terbentuk jika empedu mengandung terlalu banyak
kolesterol dibadingkan dengan garam empedu. Selain itu 2 faktor yang:
berperan dalam pembentukan batu kolesterol adalah seberapa baik kantung
empedu kita berkontraksi untuk mengeluarkan empedu dan adanya protein
dalam hati yang berperan untuk menghambat masuknyaolesterol kedalam batu
empedu.

Kenaikan hormon estrogen kehamilan mendapat terapi hormone dan


KB dapat meningkatkan kandungan kolesterol dalam empedu dan mengurangi
kontraksinya sehingga mempermudah pembentukan batu empedu.

2. Batu pigmen

Batu pigmen mengandung < 20% kolesterol dan berwarna gelap karena
kandungan kalsium bilirubinate. Jika tidak, batu pigmen berwarna hitam dan
coklat memiliki sedikit dan harus dianggap sebagai entitas yang terpisah.
Batu pigmen hitam biasanya ukuran kecil, rapuh, hitam, dan kadang-
kadang spiculated. Mereka dibentuk oleh jenuh kalsium bilirubinate, karbonat,
dan fosfat, paling sering sekunder untuk gangguan hemolitik seperti sferositosis
herediter dan penyakit anemia sel sabit, dan pada penyakit sirosis. Seperti batu
kolesterol, mereka hampir selalu terbentuk di kandung empedu. Bilirubin tak
terkonjugasi jauh lebih larut dari terkonjugasi bilirubin dalam empedu.
Deconjugation bilirubin terjadi biasanya dalam empedu pada tingkat yang
16
lambat. Tingkat berlebihan bilirubin terkonjugasi, seperti di negara-negara
hemolitik, menyebabkan peningkatan laju produksi bilirubin tak terkonjugasi.
Sirosis dapat menyebabkan peningkatan sekresi bilirubin tak terkonjugasi.
Ketika kondisi berubah menyebabkan peningkatan kadar bilirubin dalam
empedu deconjugated, curah hujan dengan kalsium terjadi. Di negara-negara
Asia seperti Jepang, akun batu hitam untuk persentase yang jauh lebih tinggi
dari batu empedu dibandingkan di belahan bumi Barat.
Batu coklat biasanya dengan ukuran < 1 cm, berwarna kuning
kecoklatan, lunak, dan sering lunak. Dapat membentuk di dalam kantong
empedu atau di saluran empedu, biasanya sekunder terhadap infeksi yang
disebabkan oleh stasis empedu. Endapan kalsium bilirubinate dan badan sel
bakteri membentuk bagian utama dari batu.
Bakteri seperti Escherichia coli mensekresikan β-glucuronidase yang
enzimatik membelah bilirubin glukuronida untuk menghasilkan larut bilirubin
tak terkonjugasi. Hal endapan dengan kalsium, dan bersama dengan badan sel
bakteri mati, membentuk coklat yang lembut batu di saluran empedu.

Batu coklat biasanya ditemukan di saluran empedu dari populasi Asia


dan berhubungan dengan stasis sekunder untuk parasit infeksi. Dalam populasi
Barat, batu coklat terjadi sebagai empedu utama batu saluran pada pasien
dengan penyempitan empedu atau batu empedu saluran lain yang menyebabkan
stasis dan kontaminasi bakteri.

3. Batu Campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung
20-50% kolesterol.

Gambar. Klasifikasi batu dalam kandung empedu


17
3.2 Anatomi Kandung Empedu

Kandung empedu (Vesica fellea) merupakan organ berbentuk kantong


yang terletak pada permukaan visceral hepar dengan panjang sekitar 7-10 cm.
Kandung empedu memiliki kapasitas sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan
terobstruksi dapat bertambah hingga 300 cc. Anatomi vesica fellea dibagi
menjadi 3 bagian yaitu fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan
biasanya menonjol di bawah tepi inferior hepar, dimana fundus berhubungan
dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung kartilago costa IX kanan.
Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hepar dan arahnya keatas,
belakang dan kiri. Collum akan berlanjut sebagai duktus cysticus yang berjalan
dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus
comunis untuk membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus
vesica fellea dengan sempurna serta menghubungkan corpus dan collum dengan
permukaan visceral hepar.
Kandung empedu divaskularisasi oleh arteri cystica, yang merupakan
cabang dari arteri hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung
kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena - vena juga
berjalan di antara hepar dan kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju
ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini,
pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang
perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang
menginervasi kandung empedu berasal dari plexus coeliacus.

18
3.3 Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan
asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan
0,3% bilirubin. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna
namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh
perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.
Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang
biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena
kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di
luar empedu.

Penyebab yang pasti belum diketahui tetapi beberapa faktor etiologi


dapat diidentifikasi, antara lain:
a. Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk
terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda. Di
Amerika Serikat, 20 % wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu.
Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini
disebabkan:
- Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
- Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan
bertambahnya usia.
- Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah Jenis
kelamin.

b. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga dekade
19
ke-6, 20 % wanita dan 10 % pria menderita batu empedu dan prevalensinya
meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita.
c. Berat badan
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Hal ini disebabkan karena dengan tingginya
BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu juga akan tinggi, serta
mengurangi garam empedu dan menurunkan kontraksi/ pengosongan kandung
empedu.
d. Diet
Konsumsi makanan yang tinggi lemak terutama lemak hewani akan
meningkatkan risiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan
komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu
melebihi batas normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan
menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat
mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Peradangan
Karena proses peradangan, kandungan cairan empedu menjadi berubah,
sehingga keasaman cairan empedu bertambah dan daya larut kolestrol menjadi
menurun (Diyono & Mulyanti, 2013). Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau
tanpa faktor resiko. Namun semakin banyak faktor resiko yang kemungkinan
untuk dimiliki terjadinya seseorang, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya kolelitiasis.
3.4 Manifestasi Klinis
Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut
bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga
gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan
sampai berat karena adanya komplikasi. Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium
kanan, yang kadang-kadang disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan.
Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah subkapula disertai
nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung
empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai
pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar
bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic.
20
Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri
viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus
oleh batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung
empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut.

Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama
antara 30- 60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium.
Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke
abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus
dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak
pasien dengan atau tanpa kolelitiasis.

Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya
komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain
kolesistitis akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis,
sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena
perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit
penanganannya dan dapat berakibat fatal. Sebagian besar (90 95 %) kasus
kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini timbul akibat - obstruksi
duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut.
3.5 Patofisiolgi
Batu pada kandung empedu dapat diklasifikasikan berdasarkan bahan
pembentuknya yaitu batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari
90% batu empedu adalah kolesterol (mengandung > 50% kolesterol) atau batu
campuran (mengandung 20-50% kolesterol), sedangkan 10% sisanya adalah
batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang
mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung
empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi
kalsium dalam kandung empedu.
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang
terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu,
lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila
saturasi empedu meningkat (supersaturated) oleh substansi berpengaruh
(kolesterol, kalsium, bilirubin), akan terjadi kristalisasi dan terbentuk nidus
untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk akan terjebak dalam kandung
empedu, bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Faktor
motilitas kandung empedu, stasis bilier dan kandungan cairan empedu
21
merupakan faktor predisposisi pembentukan batu empedu.
3.6 Diagnosis
Diagnosis batu empedu simtomatik atau kolesistitis kronis tergantung
pada kehadiran gejala-gejala yang khas dan demonstrasi batu pada pencitraan
diagnostik. USG abdomen adalah tes diagnostik standar untuk batu empedu.
Batu empedu kadang-kadang diidentifikasi pada radiografi abdomen atau CT
scan. Batu dapat di diagnosis kebetulan pada pasien tanpa gejala harus
dibiarkan di tempat seperti yang dibahas sebelumnya di anamnesa. Kadang-
kadang, pasien dengan serangan khas nyeri bilier tidak memiliki bukti batu
pada ultrasonografi. Kadang-kadang hanya lumpur di kantong empedu
ditunjukkan pada ultrasonografi. Jika pasien memiliki serangan nyeri bilier
yang khas dan lumpur terdeteksi pada dua atau tiga kali, kolesistektomi
dibenarkan. Selain sludge dan batu, cholesterolosis dan adenomyomatosis dari
kantong empedu dapat menyebabkan gejala empedu yang khas dan dapat
dideteksi pada ultrasonografi. Cholesterolosis disebabkan oleh akumulasi
kolesterol dalam makrofag di mukosa kandung empedu, baik secara lokal atau
polip. Ini menghasilkan penampilan makroskopik klasik dari "strawberry
kandung empedu." Adenomyomatosis atau kolesistitis glandularis proliferans
adalah dikarakterisasikan pada mikroskop oleh hipertrofi bundel otot polos dan
dengan ingrowths dari kelenjar mukosa ke dalam lapisan otot (pembentukan
sinus epitel). Polip granulomatosa berkembang di lumen di fundus, dan dinding
kandung empedu menebal dan septae atau striktur dapat dilihat di kantong
empedu. Pada pasien simptomatik, kolesistektomi adalah pengobatan pilihan
untuk pasien dengan kondisi ini.
3.7 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak
menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi
peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi,
akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus
koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan
oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan
mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap
kali terjadi serangan akut.

Pemeriksaan Radiologis
22
b.

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang


khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat
radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu
berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan
akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung
empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas
yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.

c. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)

USG akan menunjukkan batu di kandung empedu dengan sensitivitas


dan spesifisitas > 90 %. Terdapat batu dengan bayangan akustik dan
mencerminkan gelombang ultrasound kembali ke transduser ultrasonik. Karena
batu memblokir bagian dari gelombang suara ke daerah belakang dan
menghasilkan bayangan akustik.
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang
tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding
kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan
oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus
koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam
usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu
yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.

d. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik
karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu
radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi
oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum
diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan
tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral
lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.

3.8 Komplikasi
23
Menurut (Baloyi et al., 2020) , Komplikasi yang dapat terjadi pada
pasien cholelithiasis antara lain:
a. Kolangitis

Peradangan pada saluran empedu yang terjadi karena adanya


infeksi yang menyebar akibat obstruksi pada saluran empedu.

b. Hidrops

Merupakan obstruksi kronik dari kandung empedu yang biasa


terjadi di duktus sistikus sehingga kandung empedu tidak dapat diisi
lagi oleh empedu.

c. Emfiema

Adalah kandung empedu yang berisi nanah. Komplikasi pada


pasien yang mengalami emfiema membutuhkan penanganan segera
karena dapat mengancam jiwa.

d. Kolesistitis

Merupakan peradangan pada kandung empedu, dimana terdapat


obstruksi atau sumbatan pada leher kandung empedu atau saluran
kandung empedu, yang menyebabkan infeksi dan peradangan pada
kandung empedu.

3.9 Penatalaksanaan
Penggobatan paling rasional untuk kolestasis adalah perbaikan aliran
empedu ke dalam usus. Pada prinsipnya ada beberapa hal pokok yang
menjadi pedoman dalam penatalaksanaannya, yaitu:

1. Sedapat mungkin mengadakan perbaikan terhadap adanya gangguan


aliran empedu
2. Mengobati komplikasi yang telah terjadi akibat adanya kolestasis

3. Memantau sedapat mungkin untuk mencegah kemungkinan terjadinya


keadaan fatal yang dapat mengganggu proses regenerasi hepar
4. Melakukan usaha-usaha yang dapat mencegah terjadinya gangguan
pertumbuhan
5. Sedapat mungkin menghindari segala bahan/keadaan yang dapat
mengganggu/merusak hepar
24
Dalam hal ini pengobatan dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu:
1. Tindakan medis

 Perbaikan aliran empedu: pemberian fenobarbital dan


kolestiramin, ursodioxy cholic acid (UDCA).
 Aspek gizi: lemak sebaiknya diberikan dalam bentuk MCT
(medium chain triglyceride) karena malabsorbsi lemak.
Diberikan tambahan vitamin larut lemak.

2. Tindakan bedah

Tujuannya untuk mengadakan perbaikan langsung terhadap


kelainan saluran empedu yang ada.

3.10 Prognosis
Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial USG
diperlukan untuk mengetahui perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa
menghilang secara spontan. Untuk batu besar masih merupakan masalah, karena
resiko terbentuknya karsinoma kandung empedu (ukuran batu > 2cm). Karena
resiko tersebut, dianjurkan untuk mengambil batu tersebut.

25
BAB III

KESIMPULAN

Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. dimaksudkan


untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan
gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di
dalam kandung empedu

Penyebab Kolelitiasis adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan


susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Sementara itu,
komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk
cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi
tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu. Batu empedu lebih banyak ditemukan
pada wanita dan faktor resikonya adalah Usia lanjut, Kegemukan (obesitas), Diet tinggi
lemak, dan Faktor keturunan.

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti


kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema
kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan
punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif
apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung
empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik
nafas.

Karena komposisi terbesar batu empedu adalah kolesterol, sebaiknya menghindari


makanan berkolesterol tinggi yang pada umumnya berasal dari lemak hewani. Namun
harus diperhatikan pula, apabila batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri
berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk
menjalani pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung
empedu tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu
dilakukan pembatasan makanan.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Wagner M, Zollner G, Trauner M. New molecular insights into the mechanisms of


cholestasis. J Hepatol 2009;51:565–580..
2. Coopeland III EM, MD Kirby I, Bland MD. Sabiston Buku Ajar Bedah. Jakarta; 1995.
3. Brunicardi, CF. Andersen, D.K, Billiar RT, Dunn LD, dkk. Schwartz’s Principles of
Surgery. Tenth Edition. Book 2. Page 1309 – 1334.
4. Moore KL, Anne MR. Anatomi klinis dasar. Jakarta : Hipokrates. 2002 ; Hal 122 -123.
5. Price S, Lorraine M. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 1.
Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta; 2006.
6. Juffrie, M. Buku Ajar Gastroenterologi - Hepatologi Jilid 1. Balai Penerbit IDAI.
Jakarta : 2012
7. Robbins, dkk. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Penerbit Buku KEdokteran EGC.
Jakarta ; 2007.
8. Putz RV, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia SOBOTTA Batang Badan. Panggul dan
Ekstremitas Bawah Jilid I. Edisi 21. Editor: Suyono YJ. Jakarta; 2000. Hal 142-150.
9. Iljas, Mohammad. 2008. Ultrasonografi Hati. Dalam Radiologi Diagnostik edisi ke 2.
Jakarta: balai penerbit FKUI

27

Anda mungkin juga menyukai