“KOLELITIASIS”
Oleh :
Melytania
016.06.0030
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah laporan case
based discussion (CBD) di stase Radiologi RSUD Kota Mataram. Dalam penyusunan makalah
ini bertujuan agar mahasiswa Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar dapat memahami isi dari
makalah ini sehingga dapat bermanfaat bagi mahasiswa.
Dalam penyusunan makalah ini saya menyadari bahwa masih banyak kekurangannya
sehingga kami menginginkan saran dan kritik yang membangun dalam menyempurnakan
makalah ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungan serta bantuan hingga terselesaikannya makalah ini. Semoga makalah laporan case
based discussion (CBD) ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Al-Azhar Mataram yang sedang menjalani kepanitraan klinik di RSUD Kota Mataram.
Melytania
2
DAFTAR ISI
3
1.1 Latar Belakang BAB I
PENDAHULUAN
Kolelitiasis atau Batu Empedu adalah kristal yang dapat ditemukan di kandung empedu,
saluran empedu ataupun keduanya. Prevalensi kolelitiasis di negara barat berkisar antara 10-15%
dan di negara asia lebih rendah 3-15% dibanding negara barat. Penelitian yang dilakukan oleh Dani
(2012) didapatkan hasil dari 192 pasien terdiagnosis kolelitiasis terdiri dari perempuan (67,71%)
dan laki laki (32,29%) dengan usia tertinggi rata-rata 40 tahun (80,46%) dan pasien dengan
peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebanyak 69,27%.
Koletiasis jarang terjadi pada anak namun sebagian besar kasus kolelitiasis pada anak
dihubungkan dengan beberapa faktor yaitu penyakit hemolitik, riwayat terapi dengan Total
Parenteral Nutrition (TPN), wilson’s disease, kistik fibrosi, dan penggunaan beberapa jenis obat-
obatan. Kolelitiasis dengan penyakit hemolitik dapat ditemukan pada anak usia 1-5 tahun,
sedangkan kolelitiasis pada anak remaja biasanya berhubungan dengan obesitas, kehamilan, dan
penggunaan obat-obatan.
Batu empedu terbagi menjadi tiga jenis yaitu batu kolestrol, batu pigmen (batu bilirubin),
dan batu campuran. Batu pigmen terdiri dari pigmen coklat dan pigmen hitam, dan batu kolestrol
adalah jenis yang paling sering dijumpai.Batu kolestrol umumnya berbentuk oval, multifokal atau
mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol. Batu pigmen kalsium bilirubunan (pigmen
coklat) umumnya berwarna coklar atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung
kalsium bilirubinat sebagai komponen utama, batu pigmen coklat terbentuk akibat adanya faktor
stasis dan infeksi saluran empedu. Batu pigmen hitam biasanya ditemukan pada pasien hemolisis
kronik atau sirosis hati dan terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Batu campuran merupakan
campuran kolestrol yang mengandung kalsium.
Kolelitiasis biasanya asimtomatik (tidak bergejala) sehingga sulit dideteksi atau sering
terjadi kesalahan diagnosis. Progresifitas kolelitiasis menjadi bergejala cenderung rendah sekitar
10-25%. Kolelitiasis biasanya ditemukan secara tidak sengaja saat melakukan pemeriksaan USG
(Ultrasonografi) abdomen .
4
2.1 Identitas Pasien
Nama : Tn.INM
5
Riwayat Sosial dan Ekonomi
- Minuman Beralkohol :+
- Merokok :+
2.3 Pemeriksaan Fisik
GCS : Komposmentis
TTV :
Tekanan Darah : 130/70
Nadi : 80x/menit
Suhu : 36,3 c
Respiration Rate : 20x/menit
Status generalis dan lokalis :
Mata Mata Cekung -/-, Konjungtiva Anemis -/-, Sklera Ikterus -/-, pupil isokor
+/+, RC +/+.
Hidung Deformitas (-), pendarahan (-), Deviasi Septum (-), Discharge (-) Mukosa
Hiperemi (-)
Telinga Sekret -/-, nyeri -/-
Leher Pembesaran KGB (-), Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
6
Thoraks Inspeksi :
Pulmo Pergerakan dinding dada simetris
Retraksi (-)
Palpasi :
Benjolan (-), Masa (-), nyeri tekan (+)
Perkusi :
Sonor
Auskultasi :
Cor S1S2 reg
Vesikular +/+, rho -/-, wheezing -/-
7
Hasil Pemeriksaan Kesan
Cor : Besar dan bentuk normal Saat ini Cor dan Pulmo tak tampak
Pulmo : Tak tampak infiltrate/nodul. kelainan.
Corakan bronkovaskular normal.
Costo phrenic angle kanan kiri tajam.
Tulang dan soft tissue tak tampak
kelainan.
Rontgen Abdomen/BOF
8
Hasil Pemeriksaan Kesan
9
- Potongan Coronal :
10
11
- Potongan Sagital :
12
Hasil Pemeriksaan Kesan
Buli : Normal
Bowel, Gaster dan Appendix : Normal, tak
tampak dilatasi/obstruksi/massa.
Appendix tidak odematous letak
retrocecal.
Peritoneum, Omentum, Mesentrium :
Normal.
Nodul : Paraaorta, Parailiaka : tidak ada.
Cairan bebas : tampak fluid collection
pada subhepatic
Prostat : Normal.
Vesicula seminalis : Normal. 13
Tulang dan sendi yang tervisualisas and
Hasil Operasi (21-08-2023)
Telah dilakukan tindakan operasi pada 21 Agustus 2023 pada pukul 12.00-13.00.
- Diagnosa pre operasi : batu ureter kanan proximal + hidronefrosis sedang kanan.
- Penemuan inta operasi : batu ureter kanan proximal hitam keras dan hidronefrosis
kanan.
- Tindakan operasi : URS kanan, URS kanan + lithotripsi dengan pneumatic
lithoclast, batu hancur sebagian, sisa batu retropulsi ke ginjal kanan sheath sampai
ginjal, pasang dj stent kanan.
- Diagnosa post operasi : Batu ureter kanan proximal + hidronefrosis sedang kanan.
2.6 Diagnosis
Abdominal pain ec Multiple kolelithiasis
Abdominal pain ec batu saluran kemih
Hepatomegali ec susp fatty liver
Hidronefrosis
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Batu kolesterol
2. Batu pigmen
Batu pigmen mengandung < 20% kolesterol dan berwarna gelap karena
kandungan kalsium bilirubinate. Jika tidak, batu pigmen berwarna hitam dan
coklat memiliki sedikit dan harus dianggap sebagai entitas yang terpisah.
Batu pigmen hitam biasanya ukuran kecil, rapuh, hitam, dan kadang-
kadang spiculated. Mereka dibentuk oleh jenuh kalsium bilirubinate, karbonat,
dan fosfat, paling sering sekunder untuk gangguan hemolitik seperti sferositosis
herediter dan penyakit anemia sel sabit, dan pada penyakit sirosis. Seperti batu
kolesterol, mereka hampir selalu terbentuk di kandung empedu. Bilirubin tak
terkonjugasi jauh lebih larut dari terkonjugasi bilirubin dalam empedu.
Deconjugation bilirubin terjadi biasanya dalam empedu pada tingkat yang
16
lambat. Tingkat berlebihan bilirubin terkonjugasi, seperti di negara-negara
hemolitik, menyebabkan peningkatan laju produksi bilirubin tak terkonjugasi.
Sirosis dapat menyebabkan peningkatan sekresi bilirubin tak terkonjugasi.
Ketika kondisi berubah menyebabkan peningkatan kadar bilirubin dalam
empedu deconjugated, curah hujan dengan kalsium terjadi. Di negara-negara
Asia seperti Jepang, akun batu hitam untuk persentase yang jauh lebih tinggi
dari batu empedu dibandingkan di belahan bumi Barat.
Batu coklat biasanya dengan ukuran < 1 cm, berwarna kuning
kecoklatan, lunak, dan sering lunak. Dapat membentuk di dalam kantong
empedu atau di saluran empedu, biasanya sekunder terhadap infeksi yang
disebabkan oleh stasis empedu. Endapan kalsium bilirubinate dan badan sel
bakteri membentuk bagian utama dari batu.
Bakteri seperti Escherichia coli mensekresikan β-glucuronidase yang
enzimatik membelah bilirubin glukuronida untuk menghasilkan larut bilirubin
tak terkonjugasi. Hal endapan dengan kalsium, dan bersama dengan badan sel
bakteri mati, membentuk coklat yang lembut batu di saluran empedu.
3. Batu Campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung
20-50% kolesterol.
18
3.3 Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan
asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan
0,3% bilirubin. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna
namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh
perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.
Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang
biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena
kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di
luar empedu.
b. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga dekade
19
ke-6, 20 % wanita dan 10 % pria menderita batu empedu dan prevalensinya
meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita.
c. Berat badan
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Hal ini disebabkan karena dengan tingginya
BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu juga akan tinggi, serta
mengurangi garam empedu dan menurunkan kontraksi/ pengosongan kandung
empedu.
d. Diet
Konsumsi makanan yang tinggi lemak terutama lemak hewani akan
meningkatkan risiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan
komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu
melebihi batas normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan
menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat
mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Peradangan
Karena proses peradangan, kandungan cairan empedu menjadi berubah,
sehingga keasaman cairan empedu bertambah dan daya larut kolestrol menjadi
menurun (Diyono & Mulyanti, 2013). Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau
tanpa faktor resiko. Namun semakin banyak faktor resiko yang kemungkinan
untuk dimiliki terjadinya seseorang, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya kolelitiasis.
3.4 Manifestasi Klinis
Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut
bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga
gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan
sampai berat karena adanya komplikasi. Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium
kanan, yang kadang-kadang disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan.
Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah subkapula disertai
nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung
empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai
pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar
bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic.
20
Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri
viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus
oleh batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung
empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut.
Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama
antara 30- 60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium.
Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke
abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus
dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak
pasien dengan atau tanpa kolelitiasis.
Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya
komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain
kolesistitis akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis,
sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena
perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit
penanganannya dan dapat berakibat fatal. Sebagian besar (90 95 %) kasus
kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini timbul akibat - obstruksi
duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut.
3.5 Patofisiolgi
Batu pada kandung empedu dapat diklasifikasikan berdasarkan bahan
pembentuknya yaitu batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari
90% batu empedu adalah kolesterol (mengandung > 50% kolesterol) atau batu
campuran (mengandung 20-50% kolesterol), sedangkan 10% sisanya adalah
batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang
mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung
empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi
kalsium dalam kandung empedu.
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang
terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu,
lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila
saturasi empedu meningkat (supersaturated) oleh substansi berpengaruh
(kolesterol, kalsium, bilirubin), akan terjadi kristalisasi dan terbentuk nidus
untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk akan terjebak dalam kandung
empedu, bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Faktor
motilitas kandung empedu, stasis bilier dan kandungan cairan empedu
21
merupakan faktor predisposisi pembentukan batu empedu.
3.6 Diagnosis
Diagnosis batu empedu simtomatik atau kolesistitis kronis tergantung
pada kehadiran gejala-gejala yang khas dan demonstrasi batu pada pencitraan
diagnostik. USG abdomen adalah tes diagnostik standar untuk batu empedu.
Batu empedu kadang-kadang diidentifikasi pada radiografi abdomen atau CT
scan. Batu dapat di diagnosis kebetulan pada pasien tanpa gejala harus
dibiarkan di tempat seperti yang dibahas sebelumnya di anamnesa. Kadang-
kadang, pasien dengan serangan khas nyeri bilier tidak memiliki bukti batu
pada ultrasonografi. Kadang-kadang hanya lumpur di kantong empedu
ditunjukkan pada ultrasonografi. Jika pasien memiliki serangan nyeri bilier
yang khas dan lumpur terdeteksi pada dua atau tiga kali, kolesistektomi
dibenarkan. Selain sludge dan batu, cholesterolosis dan adenomyomatosis dari
kantong empedu dapat menyebabkan gejala empedu yang khas dan dapat
dideteksi pada ultrasonografi. Cholesterolosis disebabkan oleh akumulasi
kolesterol dalam makrofag di mukosa kandung empedu, baik secara lokal atau
polip. Ini menghasilkan penampilan makroskopik klasik dari "strawberry
kandung empedu." Adenomyomatosis atau kolesistitis glandularis proliferans
adalah dikarakterisasikan pada mikroskop oleh hipertrofi bundel otot polos dan
dengan ingrowths dari kelenjar mukosa ke dalam lapisan otot (pembentukan
sinus epitel). Polip granulomatosa berkembang di lumen di fundus, dan dinding
kandung empedu menebal dan septae atau striktur dapat dilihat di kantong
empedu. Pada pasien simptomatik, kolesistektomi adalah pengobatan pilihan
untuk pasien dengan kondisi ini.
3.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak
menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi
peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi,
akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus
koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan
oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan
mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap
kali terjadi serangan akut.
Pemeriksaan Radiologis
22
b.
d. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik
karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu
radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi
oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum
diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan
tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral
lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.
3.8 Komplikasi
23
Menurut (Baloyi et al., 2020) , Komplikasi yang dapat terjadi pada
pasien cholelithiasis antara lain:
a. Kolangitis
b. Hidrops
c. Emfiema
d. Kolesistitis
3.9 Penatalaksanaan
Penggobatan paling rasional untuk kolestasis adalah perbaikan aliran
empedu ke dalam usus. Pada prinsipnya ada beberapa hal pokok yang
menjadi pedoman dalam penatalaksanaannya, yaitu:
2. Tindakan bedah
3.10 Prognosis
Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial USG
diperlukan untuk mengetahui perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa
menghilang secara spontan. Untuk batu besar masih merupakan masalah, karena
resiko terbentuknya karsinoma kandung empedu (ukuran batu > 2cm). Karena
resiko tersebut, dianjurkan untuk mengambil batu tersebut.
25
BAB III
KESIMPULAN
26
DAFTAR PUSTAKA
27