Anda di halaman 1dari 16

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................................
DAFTAR TABEL..............................................................................................................
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................
I. Pendahuluan.................................................................................................................
II. Laporan Kasus...............................................................................................................
III. Diskusi..........................................................................................................................
IV. Kesimpulan................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................

i
DAFTAR TABEL

Table 1. Hasil laboratorium RS.Wahidin Sudirohusodo (2/8/2019)........................4

Tabel 2. Target terapi pada pasien CKD-MBD sesuai rekomendasi

KDIGO/KDOQI 20176.............................................................................................8

ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Penampakan klinis dari pasien menunjukkan adanya khyphoscoliosis
yang menyebabkan penurunan tinggi badan dari pasien.........................................4
Gambar 2. X-ray thorakolumbal AP/Lateral, menunjukkan destruksi dan
pemipihan Collumna Vertebra T2-T9, serta Collumna Vertebra L3-L4. Disertai
densitas tulang yang berkurang................................................................................5
Gambar 3. Echokardiografi, menunjukkan fungsi sistolik dan diastolik yang masih
baik...........................................................................................................................6
Gambar 4. Patofisiologi CKD-MBD.....................................................................10

iii
SEORANG LAKI-LAKI 42 TAHUN DENGAN PENYAKIT GINJAL

KRONIS STADIUM 5 ON DIALISA DAN KECURIGAAN CHRONIC

KIDNEY DISEASE RELATED MINERAL BONE DISEASE (CKD-MBD)

Eko Irawan Sudarmaji, Haerani Rasyid*


*Divisi Ginjal Hipertensi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

I. Pendahuluan

Penyakit ginjal kronik (PGK) didefinisikan sebagai kelainan struktur atau

fungsi ginjal, terjadi lebih dari 3 bulan. Penyakit ginjal kronik menyebabkan

gangguan metabolisme kalsium, fosfat, hormon paratiroid (PTH) dan vitamin D,

yang berhubungan dengan terjadinya kelainan pada tulang. Sebelumnya, keadaan

patologis ini disebut dengan osteodistrofi ginjal.1–3 Gangguan metabolisme mineral

dan hormon juga menyebabkan terjadinya komplikasi diluar tulang yang

berhubungan dengan kejadian kardiovaskular dan kematian. 4,5

Tingginya angka kematian penderita PGK yang mengalami peningkatan

kadar fosfat dan kalsium disebabkan oleh terjadinya kejadian kardiovaskular

seperti infark miokard akibat kalsifikasi arteri koroner.4,5 Selain itu, gangguan

metabolisme vitamin D juga mempengaruhi mortalitas dan morbiditas penderita

PGK yang dihubungkan dengan hiperparatiroid sekunder, penyakit

kardiovaskular, dan kelainan tulang.5 Komplikasi sistemik akibat terganggunya

metabolisme mineral dan hormon pada penderita PGK, memunculkan paradigma

baru diagnosis osteodistrofi ginjal yang disebut CKD-Mineral and Bone Disorder

(CKD-MBD).3,5

1
Menurut KDIGO tahun 2005 CKD-MBD adalah suatu gangguan sistemik

metabolisme mineral dan tulang pada PGK yang terdiri dari satu atau kombinasi :6

1. Abnormalitas metabolisme kalsium, fosfor inorganik, hormon paratiroid atau

vitamin D;

2. Abnormalitas bone turnover, mineralisasi, volume, pertumbuhan linear atau

kekuatan tulang;

3. Kalsifikasi vaskular atau jaringan lainnya.

Kami melaporkan satu kasus, laki-laki 41 tahun RM 673023 dengan PGK

G5 dialisa dengan terapi pengganti ginjal Continous Ambulatory Peritoneal

Dialysis (CAPD) selama 4 tahun terakhir mengelami, fraktur pada vertebra

disertai perubahan bentuk tubuh. Kami mencurigai pasien ini menderita

komplikasi CKD-MBD, berdasarkan keluhan, pemeriksaan fisis serta pemeriksaan

pendukung lainnya.

II. Laporan Kasus

Seorang laki-laki, 41 tahun mengeluhkan nyeri kronis pada seluruh

punggung dengan kelainan bentuk dada dan punggung. Pasien juga mengeluhkan

terjadinya penurunan tinggi badan secara bertahap sekitar kurang lebih 10-20

sentimeter dalam 5 tahun terakhir. Pasien didiagnosis dengan PGK stadium 5

sejak tahun 2013 dan dalam menjalani hemodialisa regular selama 12 kali hingga

tahun 2014, kemudian dilanjutkan dengan CAPD. Riwayat pasien fraktur pada

tulang lengan pada tahun 2016 akibat trauma. Saat ini pasien rutin menjalani

terapi dialisa melalui CAPD, serta konsumsi suplementasi kalsium dan

2
kolekalsiferol serta kalsitriol yang diberikan oleh Dokter spesialis Ortopedi sejak

tahun 2016 namun tidak rutin dikonsumsi oleh pasien akibat keterbatasan biaya.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,

gizi cukup, sadar. Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 70 kali/menit, reguler dan

kuat angkat, frekuensi napas 18 kali/ menit, suhu aksiler 36.50C, berat badan 50

kg dan tinggi badan 154 cm dengan indeks massa tubuh 21.0 kg/m2.

Pada pemeriksaan kepala didapatkan konjungtiva tidak pucat, sklera tidak

ikterik, dan bibir tidak sianosis. Pada pemeriksaan leher tidak ada pembesaran

kelenjar limfe dan tiroid, tidak ada deviasi trakea dan desakan vena sentral R-1

cmH2O.

Pada pemeriksaan toraks tampak pigeon chest, vokal fremitus kanan dan

kiri sama, perkusi sonor kanan dan kiri, bunyi pernapasan vesikuler, tidak

didapatkan ronki dan wheezing pada kedua paru. Pada pemeriksaan jantung iktus

kordis tidak tampak dan tidak teraba, batas jantung kesan normal. Bunyi jantung

I/II murni regular, tidak didapatkan bunyi tambahan.

Pada pemeriksaan abdomen, perut tampak cembung, ikut gerak napas,

tidak ada venektasi. Peristaltik kesan normal, hepar tidak teraba, lien tidak teraba,

tidak ada nyeri tekan. Pada pemeriksaan ekstremitas tidak ada edema.

Pada pemeriksaan tulang belakang didapatkan khyphoscoliosis vertebra

thoracalis tanpa adanya riwayat trauma pada tulang belakang sebelumnya.

3
Gambar 1. Penampakan klinis dari pasien menunjukkan adanya khyphoscoliosis
yang menyebabkan penurunan tinggi badan dari pasien

Table 1. Hasil laboratorium RS.Wahidin Sudirohusodo (2/8/2019).

Lab Hasil Nilai Rujukan


WBC 7.9 x 103 (4.0-10.0 x 103/ul)
HGB 15.1 (11.5-16 gr/dl)
Trombosit 157 x 103 (150-400 x 103/dl)
Neut 53.4 (52.0-75.0 %)
Lymph 26.9 (20.0-40.0 %)
Mono 12.3 (2.0-8.0 x 103/ul)
Eo 6.3 (1.0-3.0 x 103/ul)
Baso 1.3 (0.0-0.1 x 103/ul)
GDS 98 (<140 mg/dl)
Ureum 55 (10-50 mg/dl)
Kreatinin 9.60 (<1,3 mg/dl)
GOT/GPT 38/13 (<38 U/L) / (<41 U/L)
Kalsium 9.5 6.8-102
Asam urat 6.9 3.4-70
Albumin 2.8 3.5-5.0
Protein total 7.4 6.6-8.7
Kolesterol total 183 200
Kolesterol HDL 44 >55
Kolesterol LDL 119 < 130
trigliserida 153 200

4
Pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan kadar PTH

yang nyata ( 4081 pg/ml, normal : 15 – 65 pg/ml, 62 kali batas atas nilai normal ),

Fosfor anorganik serum meningkat 4.9 mg/dl (2.7-4.5 mg/dl ), dan kalsium serum

normal 9.5 mg/dl (6,8-10,2 mg/dl).

Pada pemeriksaan X-ray thoracolumbal didapatkan destruksi dan

pemipihan disertai angulasi dari columna vertebra thorakal 2-9, pemipihan pada

columna vertembra lumbal 3-4, yang menggambarkan levoskoliosis toraco-

lumbar dengan penurunan ketinggian vertebra serta penurunan mineralisasi tulang

yang menandakan osteopenia hingga osteoporosis. Sedangkan, dari hasil

pemeriksaan Echokardiografi menunjukkan fungsi jantung yang masih baik.

Gambar 2. X-ray thorakolumbal AP/Lateral, menunjukkan destruksi dan


pemipihan Collumna Vertebra T2-T9, serta Collumna Vertebra L3-L4. Disertai
densitas tulang yang berkurang.

5
Pada pemeriksaan echocardigraphy (22/7/2019) didapatkan kesan fungsi

sistolik ventrikel kiri dan kanan baik, ejeksi fraksi 62%, dsifungsi diastolik derajat

ringan.

Gambar 3. Echokardiografi, menunjukkan fungsi sistolik dan diastolik yang masih


baik.

Dari pemeriksaan fisis dan penunjang, pasien kami diagnosis dengan PGK

G5D dengan komplikasi CKD-MBD. Selain diet rendah fosfat yang telah

dilakukan sejak pasien didiagnosis PGK pasien juga mulai pemberian pengikat

fosfat, lanthanum carbonate, pengikat fosfat non-kalsium. Selain itu, pemberian

terapi suplementasi kalsium dan kolekalsiferol serta kalsitriol yang diberikan oleh

Dokter spesialis Ortopedi sejak tahun 2016 dilanjutkan.

III. Diskusi

Chronic Kidney Disease related Mineral Bone Disease (CKD-MBD)

merupakan salah satu komplikasi yang terjadi pada pasien PGK tahap akhir,

terdapat 3 proses yang mendasari terjadinya CKD-MBD yaitu metabolisme

mineral yang abnormal, kerusakan tulang, serta kalsifikasi ekstraskeletal. 7–9 Pada

6
pasien yang kami laporkan dengan PGK saat ini sedang menjalani terapi CAPD

dan multiple fraktur pada collumna vertebra, serta riwayat fraktur pada tulang

lengan.

Biopsi tulang merupakan pemeriksaan baku emas untuk mendiagnosis

terjadinya CKD-MBD pada pasien PGK. Biopsi tulang juga bertujuan untuk

menentukan terjadinya low turnover atau high turnover pada tulang, yang akan

menentukan manajemen terapi. Namun, karena pada pasien yang kami laporkan

ini tidak menyetujui dilakukannya tindakan biopsi tulang sehingga untuk

mendiagnosis terjadinya CKD-MBD pada pasien ini kami menggunakan riwayat

multiple fraktur yang terjadi pada pasien ini, data hasil X-ray lumbosakral yang

menunjukkan adanya fraktur pada collumna vertebra serta penurunan densitas

tulang ditambah data hasil PTH yang sangat meningkat, serta peningkatan serum

fosfat anorganik menjadi dasar diagnosis CKD-MBD pada pasien ini. 10–13

Patomekanisme yang mendasari terjadinya fraktur pada pasien CKD-MBD

ialah hiperfosfatemia yang merangsang pengeluaran PTH sehingga terjadi

Secondary Hyperparathyroidoism (SHPT) yang diinduksi oleh hipokalsemia,

penurunan pembentukan calcitriol oleh ginjal dan penurunan fungsinya,

penurunan produksi Fibroblast Growth Factor 23 (FGF-23) serta peningkatan

ekspresi gen PTH.6,12 Pada pasien ini terjadi peningkatan kadar fosfat serta

peningkatan kadar PTH hingga 62 kali lipat dari nilai normal, namun kadar

kalsium serum normal karena pasien telah rutin sebelumnya konsumsi suplemen

kalsium, kolekalsiferol serta kalsitriol.

Hiperfosfatemia merupakan komplikasi umum terjadi pada pasien PGK.

Mekanisme terjadinya hiperfosfatemia ialah (1) asupan makanan yang

7
meningkatkan input fosfat namun kompensasi dengan peningkatan FGF 23 dan

sekresi PTH yang dapat meningkatkan ekskresi fraksional fosfat per nefron, lama

kelamaan tidak dapat mengatasinya. (2) metabolisme tulang yang menyebabkan

peningkatan kadar fosfat, baik itu dalam keadaan High Grade Bone Turnover,

maupun Low Grade Bone Turnover. (3) Jalur intraseluler Nicotinamide

phosphoribosyl transferase (Nampt) / (NADþ) memainkan peran mendasar dalam

aktivitas transporter fosfat ginjal dan usus, dan (4) Keadaan klinis seperti Asidosis

Laktat dan Ketoasidosis Metabolik. Pengelolaan hiperfosfatemia didasarkan pada

4 strategi utama: (i) Diet rendah fosfat; (ii) pengurangan penyerapan fosfat di

usus; (iii) pengurangan fosfat dengan dialisis; dan (iv) pengobatan dan

pencegahan osteodistrofi ginjal. Target kadar fosfat yang ingin dicapai ialah 4.4

mg/dl berdasarkan pedoman KDIGO 2017.6,9,14,15 Pada pasien diatas telah

dilakukan diet rendah fosfat semenjak pasien didiagnosis PGK, adekuasi dosis

Hemodialisa serta pemeberian pengikat fosfat, sehingga kadar fosfat serum pada

pasien cenderung tidak terlalu tinggi sekitar 4.9 mg/dl.

Tabel 2. Target terapi pada pasien CKD-MBD sesuai rekomendasi


KDIGO/KDOQI 20176

Target terapi pada pasien CKD-MBD G5 dialisa

Parameter Target level serum Nilai Normal

PTH Sekitar 2-9 kali batas atas nilai 12.00-65.00 pg/mL

normal

Fosfat 4.4 mg/dl 3.5-5.5 mg/dl

Kalsium 8.5-10.1 mg/dl 8.5-10.1 mg/dl

8
Pembatasan asupan fosfat adalah strategi awal yang diterima secara luas

untuk membantu mengendalikan hiperfosfatemia dan merupakan rekomendasi

yang dikeluarkan oleh pedoman KDIGO dan KDOQI, dengan asupan fosfat

harian 800 hingga 1000 mg / hari, dan asupan protein harian (sebagai sumber

utama fosfat makanan) sebesar 1,2 g / kg berat badan. Pembatasan ini sebaiknya

mulai dilakukan mulai dari stadium 3a, namun hal ini sering dilupakan oleh baik

oleh dokter maupun pasien itu sendiri. Pada pasien ini pembatasan asupan fosfat

terlambat dilakukan karena pasien telah mengalami PGK tahap akhir saat

pertamakali datang berobat. Selain itu, pemberian pengikat fosfat bekerja dengan

menurunkan kadar asupan fosfat di traktus gastrointestinal, mekanismenya ialah

pertukaran antara anion fosfat dengan kation aktif (seperti karbonat, asetat,

oksihidroksida, dan sitrat) untuk membentuk campuran yang tidak dapat diserap

yang akan disekresikan ke feses.6,9,14,15 Pada pasien ini kami memberikan pengikat

fosfat berupa Lanthanum Carbonate (Fosrenol) dengan dosis 1500 mg perhari.

Namun, pemberian pengikat fosfat ini terlambat dilakukan oleh karena

keterbatasan pasien.

Selanjutnya hiperfosfatemia menyebabkan peningkatan PTH yang

berangsur-angsur akan menyebabkan terjadinya SHPT. Secondary

hyperparathyroidoism (SHPT) terjadi lebih awal pada penderita PGK, ketika GFR

menurun hingga di bawah 60 mL/min/1.73m. Untuk itu skrining SHPT

direkomendasikan pada PGK stadium 3. Sebuah penelitian di Amerika Serikat

pada 122 pasien yang rutin menjalani terapi hemodialisa paling tidak selama 12

bulan menunjukkan 78% mengalami SHPT, dengan rata-rata kadar PTH 481

9
pg/ml. Terapi inisial untuk menejemen dan pencegahan SHPT pada pasien dialisa

ialah pencegahan dan penanganan hiperfosfatemia. Diet rendah fosfat dan

kombinasi dengan pemberian pengikat fosfat, Vitamin D atau analognya, dan

calcimimetic untuk mencapai targetnya.9,14,15

Gambar 4. Patofisiologi CKD-MBD9

Pada pasien ini telah mendapatkan suplemen kalsium, kolekalsiferol serta

kalsitriol, namun tetap terjadi peningkatan PTH. Secondary hyperparathyroidoism

refrakter dapat disebabkan oleh terapi inadekuat, hiperfosfatemia persisten,

defisiensi calcitriol serta hipokalsemia sehingga terjadi hyperplasia kelenjar

paratiroid. Berdasarkan rekomendasi KDIGO 2017 untuk Hiperparatiroid berat

yang sangat tinggi (>800 pg/ml) dan tidak berespon terhadap terapi maka pilihan

selanjutnya ialah tidakan pembedahan paratiroidektomi.6,9 Namun, karena pasien

10
tidak setuju untuk dilakukan tindakan tersebut sehingga tindakan farmakoterapi

merupakan pilihan utama kami, disertai adekuasi hemodialisa pada pasien ini.

IV. Kesimpulan

Pada laporan kasus ini telah kami laporkan laki-laki usia 41 tahun dengan

CKD-MBD dan PGK-G5 on CAPD. Inadekuat serta terlambatnya dilakukan terapi

pada pasien ini menyebabkan terjadinya komplikasi CKD-MBD.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Suwitra K. 283 Gagal ginjal kronik.pdf. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi VI. Jakarta: PAPDI; 2014. p. 2159–65.

2. Fukagawa M, Yokoyama K, Koiwa F, Taniguchi M, Shoji T, Kazama JJ, et


al. Clinical Practice Guideline for the Management of Chronic Kidney
Disease-Mineral and Bone Disorder: JSDT Clinical Guideline on CKD-
MBD. Ther Apher Dial. 2013 Jun;17(3):247–88.

3. Ciara NM, Barry M. Mineral Bone Disease in Chronic Kidney Disease. In:
Brenner, Michael RC, Ciara NM, Barry M, editors. Pocket Companion to
Brenner and Rector's The Kidney Philadelphia: W.B. Saunders; 2011. p.
616-34

4. Gal-Moscovici A, Sprague SM. Bone Health in Chronic Kidney Disease–


Mineral and Bone Disease. Adv Chronic Kidney Dis. 2007 Jan;14(1):27–36.

5. Moe SM, Drüeke T, Lameire N, Eknoyan G. Chronic Kidney Disease–


Mineral-Bone Disorder: A New Paradigm. Adv Chronic Kidney Dis. 2007
Jan;14(1):3–12.

6. 2017 K. KDIGO 2017 Clinical Practice Guideline Update for the Diagnosis ,
Evaluation , Prevention , and Treatment of Chronic Kidney Disease –
Mineral and Bone Disorder ( CKD-MBD ) TREATMENT OF CHRONIC
KIDNEY DISEASE – MINERAL AND. 2017;7(1).

7. Pimentel A, Ureña-Torres P, Zillikens MC, Bover J, Cohen-Solal M.


Fractures in patients with CKD—diagnosis, treatment, and prevention: a
review by members of the European Calcified Tissue Society and the
European Renal Association of Nephrology Dialysis and Transplantation.
Kidney Int. 2017 Dec;92(6):1343–55.

8. Prevalence CKD, Stage CKD. Evaluation and Treatment of Chronic Kidney


Disease-Mineral Summary of KDIGO Recommendations 2 on Evaluation.
25.

12
9. Proteinuria A. VITAMIN D and VITAMIN D in Cardiovascular and Kidney
Health CKD Emerging Science on VDR Activation MBD.

10. Babayev R, Nickolas TL. Can one evaluate bone disease in chronic kidney
disease without a biopsy?: Curr Opin Nephrol Hypertens. 2014
Jul;23(4):431–7.

11. Okoye J, Arodiwe E, Ulasi I, Ijoma C, Onodugo O. Prevalence of CKD-


MBD in pre-dialysis patients using biochemical markers in Enugu, South-
East Nigeria. Afr Health Sci. 2015 Sep 10;15(3):941.

12. West SL, Patel P, Jamal SA. How to predict and treat increased fracture risk
in chronic kidney disease. J Intern Med. 2015 Jul;278(1):19–28.

13. Section of Endocrinology and Metabolism, St. Luke’s Medical Center,


Quezon City, Philippines, Evora TA, Mirasol R. Parathyroidectomy for
Refractory Secondary Hyperparathyroidism with Severe Bone Disease. J
ASEAN Fed Endocr Soc. 2012 May 31;27(1):105–8.

14. Barreto FC, Barreto DV, Massy ZA, Drüeke TB. Strategies for Phosphate
Control in Patients With CKD. Kidney Int Rep. 2019 Aug;4(8):1043–56.

15. Zhan Z, Smyth B, Toussaint ND, Gray NA, Zuo L, de Zoysa JR, et al. Effect
of extended hours dialysis on markers of chronic kidney disease-mineral and
bone disorder in the ACTIVE Dialysis study. BMC Nephrol. 2019
Dec;20(1):258.

13

Anda mungkin juga menyukai