Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

NOVEMBER 2020

SEORANG LAKI-LAKI 42 TAHUN DENGAN PENYAKIT GINJAL

KRONIK STADIUM 5 ON CONTINOUS AMBULATORY PERITONEAL

DIALYSIS DAN KECURIGAAN CHRONIC KIDNEY DISEASE RELATED

MINERAL BONE DISORDER

Eko Irawan
Haerani Rasyid
Syakib Bakri

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................................

DAFTAR TABEL..............................................................................................................

DAFTAR GAMBAR........................................................................................................

I. Pendahuluan.................................................................................................................

II. Laporan Kasus..............................................................................................................

III. Diskusi..........................................................................................................................

IV. Ringkasan...................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil laboratorium RS.Wahidin Sudirohusodo..........................................4

Tabel 2. Target terapi pada pasien CKD-MBD sesuai rekomendasi KDIGO 2017 6

..................................................................................................................................9
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Penampakan klinis dari pasien menunjukkan adanya khyphoscoliosis

yang menyebabkan penurunan tinggi badan dari pasien.........................................3

Gambar 2. X-ray thorakolumbal AP/Lateral, menunjukkan destruksi dan

pemipihan kolumna vertebra T2-T9, serta kolumna vertebra L3-L4. Disertai

densitas tulang yang berkurang................................................................................5

Gambar 3. Echokardiografi, menunjukkan fungsi sistolik dan diastolik yang masih

baik...........................................................................................................................5
SEORANG LAKI-LAKI 42 TAHUN DENGAN PENYAKIT GINJAL
KRONIK STADIUM 5 ON CONTINOUS AMBULATORY PERITONEAL
DIALYSIS DAN KECURIGAAN CHRONIC KIDNEY DISEASE-MINERAL
BONE DISORDER
Eko Irawan Sudarmaji, Haerani Rasyid, Syakib Bakri*
*Divisi Ginjal Hipertensi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

I. Pendahuluan

Penyakit ginjal kronik (PGK) didefinisikan sebagai suatu kelainan struktur

atau fungsi ginjal lebih dari 3 bulan dan terjadi penurunan estimasi laju filtrasi

glomerulus (eLFG) <60 ml/menit/1,73m2. Penyakit ginjal kronik, utamanya gagal

ginjal dialisis menyebabkan gangguan metabolisme kalsium, fosfat, parathyroid

hormone (PTH) dan vitamin D, yang dikenal sebagai chronic kidney disease-

mineral bone disorder (CKD-MBD).(1,2)

Menurut Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO) tahun

2017, CKD-MBD ini terdiri dari 3 komponen yaitu : (1) abnormalitas metabolisme

kalsium, fosfat, PTH dan vitamin D; (2) abnormalitas bone turnover, mineralisasi,

volume, pertumbuhan linear atau kekuatan tulang; (3) kalsifikasi vaskular atau

jaringan lainnya.(3) Kalsifikasi vaskular ini merupakan salah satu penyebab

tingginya angka penyakit kardiovaskular pada gagal ginjal dialisis.(4)

Berikut ini akan dilaporkan satu kasus, laki-laki 41 tahun RM 673023

dengan PGK G5 yang diterapi dengan Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis

(CAPD) dengan dugaan penyulit CKD-MBD mengalami fraktur pada vertebra

disertai perubahan bentuk tubuh.


II. Laporan Kasus

Laki-laki, 41 tahun mengeluhkan nyeri kronik pada seluruh punggung

dengan kelainan bentuk dada dan punggung. Pasien juga mengeluhkan terjadinya

penurunan tinggi badan secara bertahap sekitar kurang lebih 10-20 sentimeter

dalam 5 tahun terakhir. Pasien didiagnosis dengan PGK stadium 5 sejak tahun

2013 dan dalam menjalani HD regular selama 12 kali hingga tahun 2014,

kemudian dilanjutkan dengan CAPD. Riwayat fraktur pada tulang lengan tahun

2016 akibat trauma.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,

gizi cukup, sadar. Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 70 kali/menit, reguler dan

kuat angkat, frekuensi napas 18 kali/ menit, suhu aksiler 36.50C, berat badan 50

kg dan tinggi badan 154 cm (dari ± 162 cm)dengan indeks massa tubuh 21.0

kg/m2.

Pada pemeriksaan kepala didapatkan konjungtiva tidak pucat, sklera tidak

ikterik, dan bibir tidak sianosis. Pada pemeriksaan leher tidak ada pembesaran

kelenjar limfe dan tiroid, tidak ada deviasi trakea dan desakan vena sentral R-1

cmH2O.

Pada pemeriksaan toraks tampak pigeon chest, vokal fremitus kanan dan

kiri sama, perkusi sonor kanan dan kiri, bunyi pernapasan vesikuler, tidak

didapatkan ronki dan wheezing pada kedua paru. Pada pemeriksaan jantung iktus

kordis tidak tampak dan tidak teraba, batas jantung kesan normal. Bunyi jantung

I/II murni regular, tidak didapatkan bunyi tambahan.


Pada pemeriksaan abdomen, perut tampak cembung, ikut gerak napas,

tidak ada venektasi. Peristaltik kesan normal, hepar tidak teraba, lien tidak teraba,

tidak ada nyeri tekan. Pada pemeriksaan ekstremitas tidak ada edema.

Pada pemeriksaan tulang belakang didapatkan khyphoscoliosis vertebra

thoracalis tanpa adanya riwayat trauma pada tulang belakang sebelumnya.

Gambar 1. Penampakan klinis dari pasien menunjukkan adanya khyphoscoliosis


yang menyebabkan penurunan tinggi badan dari pasien
Tabel 1. Hasil laboratorium RS.Wahidin Sudirohusodo

Lab Hasil (2/8/2019) Hasil Nilai Rujukan


(5/8/2020)
WBC 7.9 x 103 8,7 x 103 (4.0-10.0 x 103/ul)
HGB 15.1 12,9 (11.5-16 gr/dl)
Trombosit 157 x 103 189 x 103 (150-400 x 103/dl)
Neutrofil 53.4 50.4 (52.0-75.0 %)
Lymphosit 26.9 31,5 (20.0-40.0 %)
Monosit 12.3 11,4 (2.0-8.0 x 103/ul)
Eosinofil 6.3 5,7 (1.0-3.0 x 103/ul)
Basofil 1.3 1.0 (0.0-0.1 x 103/ul)
GDS 98 134 (<140 mg/dl)
Ureum 55 74 (10-50 mg/dl)
Kreatinin 9.60 10,6 (<1,3 mg/dl)
GOT/GPT 38/13 51/25 (<38 U/L) / (<41
U/L)
Kalsium 9.5 9,2 6.8-102
Asam urat 6.9 7,4 3.4-70
Albumin 2.8 2,8 3.5-5.0
Protein total 7.4 7,3 6.6-8.7
Kolesterol total 183 164 <200
Kolesterol HDL 44 >55
Kolesterol LDL 119 < 130
trigliserida 153 <200
Natrium 140 136-145 mmol/L
Kalium 3,1 3,5-5,1 mmol/L
Klorida 109 97-111 mmol/L

Pada pemeriksaan laboratorium tahun 2019 menunjukkan peningkatan

kadar PTH 4081 pg/ml (normal : 15–65 pg/ml) dan fosfat serum 4.9 mg/dl (2.7-

4.5 mg/dl ) serta kadar kalsium serum 9.5 mg/dl (6,8-10,2 mg/dl).

Pada pemeriksaan X-ray thorakolumbal didapatkan destruksi dan

pemipihan disertai angulasi dari kolumna vertebra thorakal 2-9, pemipihan pada
kolumna vertebra lumbal 3-4, yang menggambarkan levoskoliosis torako-lumbar

dengan penurunan ketinggian vertebra serta penurunan mineralisasi tulang yang

menandakan osteopenia hingga osteoporosis.

Gambar 2. X-ray thorakolumbal AP/Lateral, menunjukkan destruksi dan


pemipihan kolumna vertebra T2-T9, serta kolumna vertebra L3-L4. Disertai
densitas tulang yang berkurang.

Pada pemeriksaan ekokardiografi (22/7/2019) didapatkan kesan fungsi

sistolik ventrikel kiri dan kanan baik, ejeksi fraksi 62%, disfungsi diastolik derajat

ringan.
Gambar 3. Ekokardiografi, menunjukkan fungsi sistolik dan diastolik yang masih
baik.
Dari pemeriksaan fisis dan penunjang, pasien di diagnosis PGK G5 on

CAPD dengan dugaan komplikasi CKD-MBD. Selain diet rendah fosfat yang telah

dilakukan sejak didiagnosis PGK, pasien diberikan pengikat fosfat lanthanum

carbonate, serta suplementasi kalsium berupa kalsitriol.

III. Diskusi

Pasien ini adalah pasien gagal ginjal dialisis (hemodialisis tahun 2013-

2015, CAPD tahun 2015-sekarang) disertai komplikasi multiple fraktur pada

vertebra, riwayat fraktur pada tulang lengan, nyeri kronik, kelainan bentuk dada

dan punggung dan terjadinya penurunan tinggi badan secara bertahap sekitar

kurang lebih 10-20 sentimeter dalam 5 tahun terakhir, dimana hal ini kami curigai

suatu kondisi CKD-MBD.

Chronic Kidney Disease - Mineral Bone Disorder ditentukan berdasarkan

adanya salah satu atau kombinasi dari abnormalitas biokimia (metabolisme

mineral, hormon dan vitamin D), abnormalitas tulang dan kalsifikasi vaskular atau

extra skeletal. Abnormalitas biokimia seperti adanya peningkatan kadar fosfat

serum dan PTH serta penurunan kadar kalsium dan vitamin D. Riwayat fraktur

berulang (termasuk fraktur asimptomatik pada rontgen vertebra), nyeri tulang,

penurunan kepadatan tulang, adanya deformitas dan penurunan tinggi badan

merupakan tanda dari abnormalitas tulang. Deteksi adanya kalsifikasi vaskular,

katup dan otot jantung serta extra skeletal (sendi) merupakan penanda diagnosis

dari CKD-MBD. (3,5) Pada pasien ini didapatkan peningkatan kadar PTH 4081pg/ml

(15-65pg/ml) dan fosfat 4,9 mg/dl (2,7-4,5 mg/dl) serta adanya abnormalitas
tulang berupa nyeri, kelainan bentuk dada, punggung, penurunan tinggi badan

serta adanya multiple fraktur dan penurunan kepadatan tulang pada rontgen

vertebra. Diagnosis CKD-MBD pasien ini ditegakkan berdasarkan adanya

kombinasi 2 abnormalitas biokimia dan tulang. Pemeriksaan baku emas untuk

diagnosis CKD-MBD adalah biopsi tulang. Berdasarkan analisa histopatologi dari

biopsy tulang didapatkan 3 tipe dari CKD-MBD : (a) high turnover termasuk

osteitis fibrosa cystica; (b) low turn over termasuk osteomalasia, dan (c) high

turnover dengan adanya defek mineralisasi tulang yang merupakan karakter mix

uremic osteodistrofi. Dimana hal ini akan menentukan manajemen terapi

selanjutnya dari CKD-MBD.(6–8) Pasien yang kami laporkan tidak menyetujui

dilakukannya tindakan biopsi tulang.

Patomekanisme dari CKD-MBD dimulai dari adanya hiperfosfatemia

dimana kondisi ini memegang peranan penting terhadap CKD-MBD axis.

Hiperfosfatemia diginjal akan menekan aktifitas 1-alpha-hydroxylase

mengakibatkan penurunan kadar 1,25 dihidroksikalsiferol (kalsitriol). Penurunan

kadar kalsitriol yang terus menerus ini akan menghambat absorbi kalsium diusus

sehingga menimbulkan kondisi hipokalsemia. Kondisi hiperfosfatemia ini akan

memicu kelenjar paratiroid untuk menstimulasi sel paratiroid yang independent

terhadap kadar kalsium dan kalsitriol sehingga menghasilkan hyperplasia noduler

dan peningkatan PTH atau biasa disebut secondary hyperparathyroidisme

(SHPT). Kondisi hipokalsemia menyebabkan peningkatan produksi PTH dan

memicu aktifitas oskteoklast tulang sehingga terjadi pelepasan kalsium tulang ke

sistemik yang secara terus menerus akan mengurangi kepadatan tulang dan

meningkatkan resiko fraktur pada pasien PGK. Hiperfosfatemia pada tulang juga
akan memicu sekresi Fibroblast growth factor 23 (FGF 23) yang akan

mempengaruhi sekresi dari PTH.(9–11)

Mekanisme terjadinya hiperfosfatemia pada PGK ialah : (1) asupan

makanan yang meningkatkan input fosfat (high protein diet) ; (2) metabolisme

tulang yang menyebabkan peningkatan kadar fosfat, baik itu dalam keadaan High

Grade Bone Turnover, maupun Low Grade Bone Turnover; (3) jalur intraseluler

Nicotinamide phosphoribosyl transferase (Nampt) memainkan peran mendasar

dalam aktivitas transporter fosfat ginjal dan usus, dan (4) kerusakan tubulus ginjal

sehingga menghambat ekskresi fosfat serta keadaan klinis seperti asidosis laktat.

Pengelolaan hiperfosfatemia pada pasien PGK didasarkan pada 4 strategi utama :

(i) Diet rendah fosfat; (ii) pengurangan penyerapan fosfat di usus; (iii)

pengurangan fosfat dengan dialisis; dan (iv) pengobatan dan pencegahan CKD-

MBD. (12–14)

Pada pasien ini telah dilakukan diet rendah fosfat dengan asupan fosfat

harian 800-1000 mg / hari, dan asupan protein harian (sebagai sumber utama

fosfat) sebesar 1,2 g / kg berat badan, adekuasi dosis CAPD 1,5mEq/L/6jam serta

pemberian pengikat fosfat Lanthanum Carbonate (Fosrenol) dengan dosis 1500

mg perhari, sehingga kadar fosfat serum pada pasien cenderung tidak terlalu

tinggi yaitu sekitar 4.9 mg/dl. Pemberian pengikat fosfat bekerja dengan

menurunkan kadar asupan fosfat di traktus gastrointestinal melalui mekanisme

pertukaran antara anion fosfat dengan kation aktif (sitrat,karbonat,asetat) untuk

membentuk campuran yang tidak diserap oleh usus dan diekresikan melalui feses.

Berdasarkan pedoman KDIGO 2017, target kadar fosfat pasien CKD-MBD ialah

4.4 mg/dl.(3)
Tabel 2. Target terapi pada pasien CKD-MBD sesuai rekomendasi KDIGO 2017(3)

Target terapi pada pasien CKD-MBD

Parameter Target level serum Nilai Normal

PTH Sekitar 2-9 kali batas atas nilai 12.00-65.00 pg/mL

normal

Fosfat 4.4 mg/dl 3.5-5.5 mg/dl

Kalsium 8.5-10.1 mg/dl 8.5-10.1 mg/dl

Manajemen dari CKD-MBD yaitu berfokus untuk mencegah komplikasi

lanjut dari SHPT. Terapi inisial untuk manajemen dan pencegahan SHPT pada

pasien dialisis ialah selain penanganan hiperfosfatemia, perlu juga pemberian

vitamin D atau analognya, dan kalsimimetik.(5) Pada pasien ini sudah diberikan

suplemen kalsitriol 0,5 mcg/24jam oral sehingga kadar kalsium cenderung normal

9,2 mg/dl (6,8-102 mg/dl).

Secondary hyperparathyroidism refrakter dapat disebabkan oleh terapi

inadekuat, hiperfosfatemia persisten, defisiensi kalsitriol serta hipokalsemia

sehingga terjadi kondisi hiperplasia kelenjar paratiroid. Berdasarkan rekomendasi

KDIGO 2017 untuk hiperparatiroid berat yang sangat tinggi (>800 pg/ml) dan

tidak berespon terhadap terapi maka pilihan selanjutnya ialah tindakan

pembedahan paratiroidektomi.(3,15) Pada pasien ini telah mendapatkan suplemen

oral kalsitriol dan pengikat fosfat, namun tetap terjadi peningkatan PTH sehingga

dipikirkan terjadi kondisi SHPT refrakter akibat terapi oral yang inadekuat seperti

pemberian pengikat fosfat dan suplemen kalsitriol yang tidak maksimal karena

terkendala masalah biaya sehingga tindakan paratiroidektomi dianjurkan untuk


mengatasi kondisi SHPT. Namun pasien belum setuju untuk dilakukan tindakan

tersebut sehingga tindakan farmakoterapi merupakan pilihan utama kami, disertai

adekuasi dialisis pada pasien ini.

IV. Ringkasan

Dilaporkan satu kasus laki-laki usia 41 tahun PGK G5 on CAPD dengan

CKD-MBD yang telah menimbulkan gangguan tulang. Dilakukan pengobatan

berupa CAPD, suplementasi kalsitriol 0,5mcg/24jam oral, lanthanum carbonate

500mg/8jam oral.
DAFTAR PUSTAKA

1. Suwitra K. 283 Gagal ginjal kronik.pdf. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Edisi VI. Jakarta: PAPDI; 2014. 2159–65

2. Fukagawa M, Yokoyama K, Koiwa F, Taniguchi M, Shoji T, Kazama JJ, et al.

Clinical Practice Guideline for the Management of Chronic Kidney Disease-

Mineral and Bone Disorder: JSDT Clinical Guideline on CKD-MBD. Ther Apher

Dial. 2013;17(3):247–88.

3. KDIGO 2017 Clinical Practice Guideline Update for the Diagnosis, Evaluation,

Prevention, and Treatment of Chronic Kidney Disease – Mineral and Bone

Disorder. 2017;7(1).

4. Himmelsbach A, Ciliox C, Goettsch C. Cardiovascular Calcification in Chronic

Kidney Disease—Therapeutic Opportunities. Toxins. 2020 ;12(3):181.

5. Waziri B, Duarte R, Naicker S. Chronic Kidney Disease–Mineral and Bone

Disorder (CKD-MBD): Current Perspectives. Int J Nephrol Renov Dis.

2019 ;Volume 12:263–76.

6. Babayev R, Nickolas TL. Can one evaluate bone disease in chronic kidney

disease without a biopsy?: Curr Opin Nephrol Hypertens. 2014 ; 23(4):431–7.

7. West SL, Patel P, Jamal SA. How to predict and treat increased fracture risk in

chronic kidney disease. J Intern Med. 2015 ; 278(1):19–28.


8. Dousdampanis P, Trigka K. The importance of bone biopsy in chronic kidney

disease–Mineral bone disorders. Saudi J Kidney Dis Transplant. 2017;28(5):992.

9. Hruska KA, Sugatani T, Agapova O, Fang Y. The chronic kidney disease —

Mineral bone disorder (CKD-MBD): Advances in pathophysiology. Bone.

2017;100:80–6.

10. Gal-Moscovici A, Sprague SM. Bone Health in Chronic Kidney Disease–

Mineral and Bone Disease. Adv Chronic Kidney Dis. 2007;14(1):27–36.

11. Moe SM, Drüeke T, Lameire N, Eknoyan G. Chronic Kidney Disease–

Mineral-Bone Disorder: A New Paradigm. Adv Chronic Kidney Dis.

2007;14(1):3–12.

12. Barreto FC, Barreto DV, Massy ZA, Drüeke TB. Strategies for Phosphate

Control in Patients With CKD. Kidney Int Rep. 2019;4(8):1043–56.

13. Section of Endocrinology and Metabolism, St. Luke’s Medical Center,

Quezon City, Philippines, Evora TA, Mirasol R. Parathyroidectomy for

Refractory Secondary Hyperparathyroidism with Severe Bone Disease. J ASEAN

Fed Endocr Soc. 2012;27(1):105–8.

14. Ciara NM, Barry M. Mineral Bone Disease in Chronic Kidney Disease. In:

Brenner, Michael RC, Ciara NM, Barry M, editors. Pocket Companion to Brenner

and Rector's The Kidney Philadelphia: W.B. Saunders; 2011. 616-34

15. Zhan Z, Smyth B, Toussaint ND, Gray NA, Zuo L, de Zoysa JR, et al. Effect

of extended hours dialysis on markers of chronic kidney disease-mineral and bone

disorder in the ACTIVE Dialysis study. BMC Nephrol. 2019; 20(1):258.

Anda mungkin juga menyukai