Anda di halaman 1dari 4

KASUS 1

Pada bulan Oktober, sebuah perusahaan Perancis (penjual) dan perusahaan Shanghai
(pembeli) telah menetapkan suatu kontrak penjualan 200 set komputer elektronik (1000 USD
masing-masing), dan pembayaran akan dilakukan berdasarkan surat irrecoverable kredit. Dan
pengiriman harus dilakukan pada Desember di Port de Marseille. Pada tanggal 15 November,
Bank of China Cabang Shanghai (bank penerbit) membuat surat tidak dapat dibatalkan $ 200,000
kredit sesuai dengan instruksi pembeli dan menugaskan sebuah bank Perancis di Marseille untuk
memberitahu dan bernegosiasi surat kredit. Pada tanggal 20 Desember penjual memuat 200
komputer di papan dan mendapatkan bill of lading, polis asuransi, faktur dan dokumen lain
seperti yang dipersyaratkan oleh letter of credit. Dan kemudian ia pergi ke bank Marseille untuk
negosiasi. Setelah meninjau, dokumen konsisten, sehingga bank telah membayar $ 200.000
langsung ke penjual. Pada saat yang sama, 10 hari kapal kargo meninggalkan pelabuhan
Marseilles, kargo, bersama dengan semua barang, tenggelam ke laut dalam badai berat. Pada saat
itu bank penerbit telah menerima seluruh rangkaian dokumen dan pembeli sudah tahu total
kerugian dari barang. Bank of China Cabang Shanghai berniat untuk mengganti bank negosiasi
untuk membayar harga pembelian sebesar $ 200.000 dengan alasan bahwa pelanggan tidak bisa
mengharapkan barang.

SOLUSI

a. Risiko akan dialihkan dari penjual kepada pembeli sejak barang dimuat di atas kapal di
pelabuhan pengiriman.
b. Bank penerbit tidak memiliki hak untuk menolak pembayaran. Menurut International
Chamber of Commerce Seragam Bea dan Praktek Kredit Dokumenter, surat dari transaksi
kredit yang independen dari kontrak penjualan. Dan Bank hanya bertanggung jawab untuk

pemeriksaan dokumen. Selama dokumen tersebut sejalan dengan ketentuan kredit, Bank
diwajibkan untuk mengasumsikan kewajiban pembayarannya.
c. Pembeli dapat mengklaim kompensasi dari perusahaan asuransi Penjual dengan dokumen
asuransi lain yang relevan dan bukti sinkage kapal kargo.

KASUS 2

Asal mula kasus ini bermula dari diterimanya L/C bernilai Rp 1,7 triliun oleh Bank BNI Cabang
Kebayoran Baru. L/C tersebut dibuka oleh bank bank yang selain bukan merupakan
koresponden Bank BNI, juga bank-bank yang berasal dari negara-negara dalam kategori berisiko
tinggi (high risk countries). Bank bank tersebut adalah Dubai Bank Kenya Limited; Rosbank
Switzerland SA; Middle East Bank Kenya Ltd; dan The Wall Street Banking Corp, Cook Islands
Beneficiary (eksportir). Sementara yang menerima L/C adalah perusahaan-perusahaan dalam
Gramarindo Group dan Petindo Group. Komoditas yang diekspor adalah pasir kuarsa dan residu
minyak dengan negara tujuan Kenya dan beberapa negara di Afrika. Kasus BNI ini terjadi pada
BNI cabang Kabayoran Baru yang terjadi pada bulan juli tahun 2002 sampai dengan bulan
agustus tahun 2003.

Penjelasan mengenai L/C fiktif BNI tersebut adalah sebagai berikut :


Waktu kejadian
Opening Bank

: Juli 2002 s/d Agustus 2003


: Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street
Banking Corp,

Total Nilai L/C

dan Middle East Bank Kenya Ltd.

: USD.166,79 juta & EUR 56,77 juta atau sekitar Rp. 1,7 trilyun

Beneficiary/Penerima L/C : 11 perusahaan dibawah Gramarindo Group dan perusahaan


dibawah Petindo Group
Barang Ekspor

: Pasir Kuarsa dan Minyak Residu

Tujuan Ekspor

: Congo dan Kenya

Skim

: Usance L/C

Kronologi :
Bank BNI Cabang Kebayoran Baru menerima 156 buah L/C dengan Issuing Bank : Rosbank
Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan Middle East Bank
Kenya Ltd. Oleh karena BNI belum mempunyai hubungan koresponden langsung dengan
sebagian bank tersebut di atas, mereka memakai bank mediator yaitu American Express Bank
dan Standard Chartered Bank.
Beneficiary mengajukan permohonan diskonto wesel ekspor berjangka (kredit ekspor) atas
L/C-L/C tersebut di atas kepada BNI dan disetujui oleh pihak BNI. Gramarindo Group
menerima Rp 1,6 trilyun dan Petindo Group menerima Rp 105 milyar.
Setelah beberapa tagihan tersebut jatuh tempo, Opening Bank tidak bisa membayar kepada BNI
dan nasabahpun tidak bisa mengembalikan hasil ekspor yang sudah dicairkan sebelumnya.
Setelah diusut pihak kepolisian, ternyata kegiatan ekspor tersebut tidak pernah terjadi.
Gramarindo Group telah mengembalikan sebesar Rp 542 milyar, sisanya (Rp 1.2 trilyun)
merupakan potensi kerugian BNI.
Dalam menanggapi kasus ini manajemen Bank BNI mengatakan bahwa tidak ada ekspor fiktif
dan belum ada kerugian, tetapi yang ada hanya potensi kerugian (potential losses).
Pertanyaannya adalah apakah mungkin kerugian sebesar itu terjadi tanpa ekspor fiktif ?
Minimnya informasi mengenai sistem pembayaran perdagangan internasional melalui letter of
credit (L/C) menimbulkan semakin banyaknya pertanyaan mengenai kasus pembobolan Bank
BNI.
SOLUSI
a. Pembaruan dan penyempurnaan Sistem Keamanan dalam Bank BNI.
b. Bank sebagai penerbit L/C harus lebih selektif dalam memilih partner atau rekan usahanya
dan memastikan semua kegiatannya berjalan sesuai dengan prosedur yang telah disepakati
oleh pihak-pihak terkait.

TAMBAHAN KRONOLOGI KASUS BANK BNI

Anda mungkin juga menyukai