Anda di halaman 1dari 8

1. Jelaskan cara-cara pembayaran dalam transaksi jual beli internasional!

Berikan
contoh-contohnya!
Menurut Pasal 3 PP No. 1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor, dan Lalu
Lintas Devisa, pembayaran ekspor dan impor dapat dilakukan dengan tunai ataupun dengan
kredit. Pasal tersebut menjelaskan bahwasannya cara pembayaran ekspor impor dpt dilakukan
dengan:1
a.

Pembayaran di muka (advance payment);


Adalah metode pembayaran dimana pembeli (importir) membayar terlebih dahulu

kepada penjual (eksportir) sebelum barang-barang dikirim oleh penjual (eksportir) sesuai
dengan kesepakatan para pihak. Setelah menerima pembayaran harga, penjual melakukan
kewajibannya mengirimkan barang melalui port of loading. Barang yang dikirimkan
tersebut sudah tercatat atas nama pembeli (importir).2 Pembayaran dengan metode ini
dilakukan pada umumnya bila sudah ada hubungan bisnis yang sudah berjalan baik,
karena mengandung resiko yang tidak sedikit terutama bagi pembeli. Keuntungannya
adalah mengurangi biaya perbankan bila dibandingkan dengan penggunaan L/C.
b.

Collection;
Adalah pengiriman dan penagihan dokumen ekspor oleh eksportir kepada importir
menggunakan jasa bank untuk pelaksanaannya. Collection terdiri atas documentary
collection, yaitu pengiriman dokumen komersial dan wesel untuk ditagihkan kepada
importir; dan clean (cill) collection, yaitu pengiriman wesel untuk ditagihkan kepada
importir. Dalam hal documentary collection, eksportir dapat meminta kepada bank agar
dokumen diserahkan kepada importir atas dasar document against payment (D/P), yaitu
penyerahan dokumen komersial kepada importir setelah adanya penyerahan atau
document against acceptance (D/A), yaitu penyerahan dokumen komersial kepada
importir setelah wesel berjangka diaksep importir.3

c.

Perhitungan kemudian (Open Account);


Pada metode ini, penjual terlebih dahulu mengirimkan barangnya, kemudian pembeli

membayarkan harganya melalui perintah transfer bank ke rekening penjual. Pemnyran


1 Adrian Sutedi, Hukum Ekspor-Impor, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014), hlm. 16.
2 Ibid., hlm. 44-45.
3 Ramlan Ginting, Transksi Bsinis dan Perdagangan Internasional, (Jakarta: Salemba Empat, 2007),
hlm. 14.

dengn metode ini barang yang telah dikirimkan kepda importir tanpa disertai dengan surat
perintah membayar serta dokumen-dokumen. Pembayaran dilakukan setelah beberapa
waktu atau terserah kebijakan importir. Dokumen dapat dikirimkan kepada importir
melalui bank sebatas sebagai kurir. Nama pemilik barang yang tercantum dalam dokumen
ekspor sudah atas nama pembeli (importir).4
d.

Konsinyasi (Consignment);
Adalah pengiriman barang kepada perantara (importir) yang akan menjual barang
tersebut kepada final buyer, kepemilikan barang tetap milik eksportir sampai barang
tersebut terjual.5 Atau dengan kata lain konsinyasi adalah penitipan barang oleh eksportir
kepad importir di luar negeri untuk dijual kepada pihak lain dan pembayraan harganya
akan dilakukan setelah barang terjual.6

e.

Letter fo Credits (L/C);


L/C adalah janji membyar dri bank penerbit (issuing bank) kepada eksportir

(benefixiary) senilai dengan L/C sepanjang eksportir memenuhi persyaratan L/C.


Persyaratan L.C adalah pemenuhan dokumen-dokumen yang dinyatakan dalam L/C baik
secara fisik maupun isi dokumen.7 Pengertian lain pembayaran dengan metode L/C
adalah jaminan yang diterbitkan oleh issuing bank atas perintah applicant (Buyer) kepada
eksportir agar Importir melakukan pembayaran sejumlah tertentu.8
Yang manakah cara pembayaran yg paling aman? Mengapa?
Pembayaran yang paling aman adalah dengan menggunakan L/C, karena di antara kedua
pihak tersebut ada pihak penjamin yaitu issuing bank dan negotiating bank.9 Dengn demikian
4 Loc.Cit., 49-50.
5 Directorate General for National Export Development, Metode Pembayaran,
http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/contents/97-metode-pembayaran, diakses pada 15 Mei
2016 Jam 16.33 WIB.
6 Loc.Cit., hlm. 15.
7 Ibid., hlm. 12.
8 Directorate General for National Export Development, Loc.Cit..
9 River Pantro Sukma, Analisis Discrepancy L/C dan Cara Penanganannya untuk Meningkatkan
Pemakaian L/C pada Perdagangan Internasional, Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara Edisi IX, (Juli-

pihak eksportir mendapatkan jaminan pembayaran dari bank selama dokumen yang
dikirimkan sesuai dengan L/C dan pihak importir mendapatkan jaminan memperoleh barang
sesuai dengan yang disepakati.10
2. Jelaskan hubungan hukum dalam transaksi L/C!
Dalam L/C ada beberapa hubungan hukum di dalamnya, yaitu:
a. Hubungan hukum antara importir dengan eksportir
Sebagaimana halnya transaksi jual beli pada umumnya, dalam transaksi
perdagangan Internasional, antara pembeli dan penjual terjadi hubungan hukum,
yaitu pembeli berkewajiban untuk membayar harga barang dan penjual
berkewajiban menyerahkan barang yang dijual. Paralel dengan kewajiban tersebut
kedua belah pihak juga memiliki hak, pembeli berhak menerima barang yang
dibelinya dan penjual berhak memperoleh pembayaran. Hal ini sesuai dengan
definisi jual beli menurut Pasal 1457 KUH Perdata.11
Dalam transaksi perdagangan Internasional yang menggunakan Letter of
Credit, hubungan hukum yang terjadi antara pembeli (dalam Letter of Credit
menjadi pemohon/applicant) dan penjual (dalam Letter of Credit menjadi
penerima/beneficiary) timbul berdasarkan kontrak penjualan (sales contract).
Dalam kontrak penjualan para pihak sepakat untuk menggunakan cara
pembayaran dengan Letter of Credit yang akan menimbulkan kewajiban bagi
pembeli untuk mengajukan penerbitan Letter of Credit kepada bank. Selanjutnya
akan menimbulkan kewajiban bagi penjual untuk menggunakan Letter of Credit
sebagai cara pembayaran transaksi dari pembeli melalui bank. Dengan demikian
tidak terdapat pembayaran langsung oleh pembeli kepada penjual.
b. Hubungan hukum antara importir dengan bank pembuka
Hubungan hukum antara pemohon (pembeli) dengan bank penerbit didasarkan
pada kontrak yang dinamakan permintaan penerbitan Letter of Credit. Permintaan
penerbitan Letter of Credit diperlukan dalam rangka merealisasi cara pembayaran
sebagaimana diatur dalam kontrak penjualan.12 Hubungan hukum antara pembeli
dengan Issuing Bank ini dapat dipandang sebagai pemberian kuasa (lastgeving)
Desember 2010), hlm. 24.
10 Ibid.
11 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Transaksi Bisnis Internasional : Ekspor-Imprt dan Imbal
Beli, Edisi Pertama, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006), hal. 19-20

dengan pemberian upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1792 KUHPerdata.


Namun ada sebagian ahli hukum yang menganggap hubungan hukum itu lebih
tepat dipandang timbul dari suatu perjanjian yang memiliki unsur-unsur campuran
antara perjanjian pemberian kuasa (lastgeving) dan perjanjian untuk melakukan
beberapa pekerjaan.13
Kewajiban bank penerbit sesuai dengan kontrak adalah menerbitkan Letter of
Credit sesuai dengan persyaratan dan kondisi yang ditetapkan pembeli dan
membayar apabila penjual mengajukan dokumen yang sesuai dengan persyaratan
dan kondisi dalam Letter of Credit. Kewajiban pembeli adalah me-reimburse
(membayar kembali) bank penerbit Letter of Credit yang telah meleksanakan
instruksi pembeli untuk melakukan pembayaran kepada penjual.14
c. Hubungan hukum antara bank pembuka dan eskportir
Hubungan hukum antara bank penerbit dengan penjual lahir atas dasar Letter
of Credit yang diterbitkan oleh bank penerbit yang disetujui oleh penerima.
Persetujuan pengajuan terhadap Letter of Credit diwujudkan melalui pengajuan
dokumen-dokumen yang dipersyaratkan Letter of Credit kepada bank penerbit.
Bank penerbit menandatangani Letter of Credit untuk kepentingan penjual.
Hubungan hukum antara bank penerbit dengan penerima (penjual) terjadi karena
bank penerbit mengambil alih kredibilitas pembeli dalam melakukan pembayaran
kepada penjual dan menjamin pembayaran dari pembeli. Kewajiban bank penerbit
Letter of Credit menjamin pembayaran kepada penjual timbul sejak penjual
menerima Letter of Credit.
d. Hubungan hukum antara bank pembuka dan bank penerus
Hubungan hukum antara bank penerbit dan bank penerus seperti halnya antara
seorang prinsipal dan agen. Dalam hal ini bank penerus bertindak atas nama dan
untuk bank penerbit. Jika bank penerus telah membayar sejumlah uang kepada
penerima sesuai dengan mandatnya, atau telah menerima suatu bill of exchange

12 Dewi Sartika Utami, Aspek Hukum Letter of Credits (L/C) sebagai Alat Pembayaran dalam
Transaksi Dagang Internasional, http://fh.unram.ac.id/wp-content/uploads/2014/05/ASPEKHUKUM-LETTER-OF-CREDIT-LC-SEBAGAI-ALAT-PEMBAYARAN-DALAM-TRANSAKSIDAGANG-INTERNASIONAL.pdf, diakses pada 15 Mei 2016 Jam 17.16 WIB
13 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, op.cit., hlm. 20.
14 Adrian Sutedi, Tinjauan Yuridis Letter of Credit dan Kredit Sindikasi, (Bandung: Alfabeta, 2012).
hlm. 142.

(wesel) yang ditarik oleh penerima, maka ia berhak atas pembayaran dari bank
penerbit.15
3. Bagaimana kedudukan hukum UCP 600 dalam peraturan perundangan
Indonesia?
Pemberlakuan UCP 600 secara universal menunjukkan status UCP 600 sebagai lex
mercatoria. Perbankan dan dunia bisis Indonesia dengan sendirinya menggunakan UCP 600
sebagai law merchant yang diciptakan dan dibutuhkan dalam perdagangan internasional.
Pemberlakuan UCP 600 ini didasarkan atas asas kebebasan berkontrak. Pemerintah dan BI
tidak pernah melarang bahkan menerima penggunaan UCP 600 ini, bahkan pengadilan dalam
memeriksa kasus-kasus L.C menerima keberadaan UCP 600 sebagai ketentuan atas L/C.
Dengan kata lain, UCP 600 sebagai hukum swasta telah diterima keberadaannya di negeri ini.
Namun khusus L/C lokal, Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri, UCP 600 tidak boleh
diberlakukan.16
Jelaskan aturan-aturan yang berlaku di Indonesia terkait L/C dan SKBDN
Aturan yang berlaku bagi L/C adalah :
a. UCP 600
b. PERMENDAGRI No.26/M-DAG/PER/3/2015. Permendag ini pada dasarnya
mengatur dua hal, yaitu penangguhan penggunaan cara pembayaran Letter of
Credit (L/C) bagi para eksportir dan pemberian kesempatan kepada Lembaga
Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk dapat berpartisipasi dalam proses
pembayaran dengan cara L/C17
c. PBI No. 5/11 /PBI/2003 tentang Pembayaran Transaksi Impor
d. PP No. 1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor, dan Lalu Lintas Devisa
e. Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993
Aturan yang berlaku bagi SKBDN adalah :
a. PBI No. 5/6/PBI/2003 tentang Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri
b. PBI No. 10/5/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI No. 5/6/PBI/2003 tentang
Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri

15 Dewi Sartika Utami, Loc.Cit.


16 Ramlan Ginting, Op.Cit., hlm. 5-6.
17 Mendagri terbitkan Aturan Ketentuan Penggunaan L/C untuk Ekspor Tertentu,
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt551cf0e82975a/mendag-terbitkan-aturan-ketentuanpenggunaan-l-c-ekspor-barang-tertentu, dikses pada 15 Mei 2016 Jam 17.53 WIB

4. Jelaskan kasus 2 L/C yang ada di Indonesia!


Kasus L/C yang paling diingat di Indonesia ada 2 kasus yaitu:18
1)

Kasus BNI pada Tahun 2003


Kasus ini menjadi fenomenal karena selain merugikan keuangan Bank BNI tetapi juga

berimbas pada keuangan negara secara makro. Awal terbongkarnya kasus ini ketika BNI
melakukan audit internal pada bulan Agustus 2003. Dari audit itu diketahui bahwa ada posisi
euro yang gila-gilaan besarnya, senilai 52 juta euro. Pergerakan posisi euro dalam jumlah
besar mencurigakan karena peredaran euro di Indonesia terbatas dan kinerja euro yang
sedang baik pada saat itu. Dari audit akhirnya diketahui ada pembukaan L/C yang amat besar
dan negara dirugikan lebih satu triliun rupiah.
Pada bulan Juli 2002 s/d Agustus 2003 terjadi transaksi LC antara issuing Bank
(disebutkan di atas) dengan 11 perusahaan dibawah Gramarindo Group dan 2 perusahaan di
bawah Petindo Group yang bernilai USD.166,79 juta & EUR 56,77 juta atau sekitar Rp. 1,7
trilyun dengan produk ekspor pasir Kuarsa dan Minyak residu. Tujuan ekspor adalah Congo
& Kenya. Jenis LC adalah Usance (artinya, wesel ekspor yang harus dibuat eksportir adalah
wesel ekspor berjangka yang harus dibayar importir dalam jangka waktu tertentu).
Beneficiary mengajukan permohonan diskonto wesel ekspor berjangka (kredit ekspor) atas
L/C-L/C tersebut di atas kepada BNI dan disetujui oleh pihak BNI. Gramarindo Group
menerima Rp 1,6 trilyun dan Petindo Group menerima Rp 105 milyar. Setelah beberapa
tagihan tersebut jatuh tempo, Issuing Bank tidak bisa membayar kepada BNI dan buyer pun
tidak bisa mengembalikan hasil ekspor yang sudah dicairkan sebelumnya. Setelah diusut
pihak kepolisian, ternyata kegiatan ekspor tersebut tidak pernah terjadi. Selanjutnya,
Gramarindo Group telah mengembalikan sebesar Rp 542 milyar, sisanya (Rp 1.2 trilyun)
merupakan potensi kerugian BNI. Dan tentunya juga terkait dengan kerugian negara.
2)

Kasus Bank Century pada Tahun 2009


Kasus L/C di bank Century yang teridentifikasi fiktif ada 10 perusahaan, namun yang

di blow up hanyalah kasus L/C Selalang PT Prima International (SPI) milik Misbakhun:
Kejanggalan L/C sangat banyak ditemukan, seperti deposit importir, dari nilai transaksi US $
22.5 juta; deposit yang menjadi jaminan di bank Century hanya US $ 4,5 juta. (dan nama
pemilik di deposit di PT CSA dan PT SPI adalah orang yang sama). Seharusnya langkahlangkah pengamanan dilakukan dalam hubungannya dengan persetujuan penarikan L / C . PT
SPI mengimpor Bintulu Kondensat dari Grain and Industrial Products Trading, Singapura.
18 River Pantro Sukma, Op.Cit., hlm. 30-33.

Pengajuan L/C Misbakhun disetujui oleh manajemen Bank Century LC pada 19 November
2007. Namun, pencairan L / C penuh penyimpangan. Syarat L/C yang diajukan SPI tidak
umum dan sangat beresiko. Sumber AFP menjelaskan bahwa tidak ada dokumen asli yang
diarsipkan PT SPI & CSA, barang dikirim pun tidak sesuai dengan permintaan , pelabuhan
tujuan tidak disebutkan pada dokumen (hanya disebutkan pelabuhan di negara Indonesia),
Keanehan lain adalah bentuk fasilitas L / C PT SPI telah dicairkan sebelum analisis yang
dilakukan asilitas dilaporkan L / C telah dicairkan tanpa didahului oleh analisis dan tanpa
setiap survei. Bahkan informasi terakhir justru menyebutkan bahwa barang berupa kondensat
diragukan keberadaannya.
Pada kasus Bank Century terlihat jelas bahwa hampir semua proses L/C dilakukan
menyimpang dari semua aturan yang berlaku (Baik UCP 600, etika bisnis,hukum nasional).
Disinyalir proses pembuatan L/C dilakukan sebagai kasus pencucian uang bailout Century
Rp 6,7 triliun (Bank Century sempat menerima suntikan dana dari BI untuk
menjaga/memenuhi standar minimum Capital Adequacy Ratio/CAR perbankan). Jadi
seharusnya untuk kasus L/C bank Century deteksi dini sudah dapat dilakukan, karena semua
proses pendokumentasian dan transaksi tidak sesuai dengan peraturan yang ada.
5. Jelaskan perbedaan L/C dan SKBDN !
a. Lokasi penjual dan pembeli. L/C digunakan untuk transaksi perdagangan yang
melibatkan penjual dan pembeli yang berada di negara yang berbeda. sedangkan
SKBDN digunaka untuk perdagangan yang melibatkan penjual dan pembeli yang
b.

berada di wilayah domestic Indonesia


Lalu lintas komoditas yang diperdagangkan. Jika barang yang diperdagangkan
melewati batas kepabean negara lain, maka menggunakan L/C. SKBDN digunakan
jika barangnya asli sudah dari Indonesia atau dari luar negeri namun sudah masuk

c.

kepabeanan Indonesia
Aturan yang berlaku. Pelaksanaan L/C pada umumnya mengacu pada kebiasaan
praktik perdgngan yang telah dibakukn oleh Internasional Chamber of Commerce
(ICC) yaitu Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCPDC).
Sedangkan SKBDN mengacu pada Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 5/6/PBI/2003
tentang Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN). L/C berlaku secara
internasional, sedangkan SKBDN hanya berlaku di Indonesia. Pengaturan dokumen

d.

pada L/C diatur secara lengkap sedangkan pada SKBDN tidak.


L/C berlaku bagi barang ataupun jasa sedangkan pada SKBDN hanya untuk barang.
Selain itu, transfer pada L/C dapat dilakukan lebih dari satu kali, sedangkan pada

SKBDN hanya dapat dilakukan sekali transfer. Dan pada L/C ada deffered payment,
sedangkan pada SKBDN tidak ada.

Anda mungkin juga menyukai