Anda di halaman 1dari 29

15

BAB 2
TINJAUAN UMUM KEGIATAN PENYELENGGARAAN SATELIT DI
INDONESIA

A. Sejarah Kegiatan Penyelenggaraan Satelit di Indonesia


Rencana Indonesia untuk memanfaatkan teknologi satelit untuk
kepentingan telekomunikasi pada dasarnya sudah ada sepuluh tahun sebelum
peluncuran satelit pertama Indonesia. Dengan pemanfaatan teknologi satelit
sebagai dalam telekomunikasi diharapkan dapat membantu pemerintah
mengoptimalkan dan meratakan pembangunan nasional di Indonesia. Hal tersebut
tertuang dalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1965 tentang
Pedoman Pokok Mengenai Kebijaksanaan dalam Bidang Telekomunikasi, yang
berbunyi:

Untuk menjunjung tinggi panji-panji Revolusi Indonesia, seluruh daya dan


tenaga perlu pula dikerahkan guna mengikuti sepagi mungkin kemajuan-
kemajuan teknik dan ilmu pengetahuan dalam bidang telekomunikasi
seperti penggunaan satelit dan lain sebagainya.
Dengan berdasarkan pada peraturan tersebut, Indonesia kemudian
memulai kegiatannya dalam penyelenggaraan teknologi satelit dengan
memanfaatkan jasa satelit komunikasi Internasional (Intelsat) sejak tahun 1967.
Hal tersebut kemudian dilanjutkan dengan usaha Indonesia untuk memiliki sendiri
satelit telekomunikasi dengan membeli sebuah satelit dengan tipe HS-333 Hughes
dari Hughes Aircraft Company. Satelit yang dinamakan dengan Palapa A1 tersebut
diluncurkan pada 8 Juli 1976 dari dari Kenedy Space Center, Tanjung Canaveral,
Amerika Serikat. Dengan kepemilikan Satelit Palapa A1 ini, Indonesia menjadi
negara ketiga di dunia setelah Kanada dan Amerika Serikat yang mengoperasikan
sistem komunikasi satelit domestik, dimana program tersebut disahkan oleh
Presiden Republik Indonesia pada 16 Agustus 1976 dengan nama Sistem
Komunikasi Satelit Domestik (S.K.S.D) Palapa.
Pada awalnya pemanfaatan dan penyelenggaraan satelit di Indonesia
diselenggarakan sendiri oleh Pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara yaitu
Perusahaan Umum Telekomunikasi (Perumtel). Sejak tahun 1976 sampai dengan

Universitas Indonesia
16

tahun 1990 Perumtel telah berhasil meluncurkan 5 (lima) satelit 1 dan 1 (satu)
satelit pada tahun 1992 setelah adanya perubahan bentuk Perumtel menjadi PT
Telekomunikasi Indonesia (PT Telkom).2 Akan tetapi, karena alasan biaya
pengadaan dan pengoperasian yang cukup besar, Pemerintah kemudian
menyerahkan kegiatan pemanfaatan dan penyelenggaraan satelit ke pihak swasta
yang dimulai dengan penyelenggaraan satelit oleh PT Satelit Palapa Indonesia
(Satelindo) Tbk.3 bersama dengan Pasifik Satelit Nusantara (PSN) pada tahun
1996.
Hingga saat ini, satelit yang diluncurkan oleh badan-badan Indonesia
berjumlah 21 satelit dan delapan diantaranya masih beroperasi hingga saat ini,
terdiri dari lima satelit komunikasi (komersil)4 dan tiga satelit non-komunikasi
(NGSO). Satelit paling baru milik Indonesia adalah Satelit BRIsat dan LAPAN-
A3 yang baru meluncur pada tahun ini. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.

Tabel 1: Daftar Satelit Indonesia5


1 Satelit yang telah berhasil diluncurkan dan diorbitkan oleh Perumtel adalah Satelit
Palapa A1, Satelit Palapa A2, Satelit Palapa B1, Satelit Palapa B2P, dan Satelit Palapa
B2R. Satelit Palapa B2R merupakan Satelit Palapa B2 yang gagal mengorbit dan
dijemput oleh roket STS-51A kemudian diperbaiki oleh Sattle Technologies dan kembali
diluncurkan pada tahun 1990 dengan nama Satelit Palapa B2R.

2 Perusahaan Umum Telekomunikasi (Perumtel) berubah bentuk menjadi PT


Telekomunikasi Indonesia pada tahun 1991 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25
Tahun 1991 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Teleomunikasi
Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).

3 PT Satelindo Tbk. merupakan usaha patungan dari PT Bimagraha Telekomindo (60%),


PT Telkom (30%), dan PT Indosat (10%). Perusahaan yang dibentuk pada tanggal 29
Januari 1993 didasarkan pada Undang-Undang No. 3 Tahun 1989 tentang
Telekomunikasi.

4 Widyanita, BRIsat Tambah Daftar Satelit Milik Indonesia,


http://katadata.co.id/infografik/2016/06/15/brisat-tambah-daftar-satelit-milik-indonesia,
diakses pada 5 Oktober 2016 Jam 5.38 WIB.

5 Data diolah dari Jurnal Studi Perkembagan dan Kondisi Satelit Indonesia, Buku
Sistem Komunikasi Satelit, dan http://finance.detik.com/moneter/d-3236717/satelit-

Universitas Indonesia
17

Akhir
Tanggal
No. Nama Orbit (BT) Masa
Peluncuran
Operasi
1. Satelit Palapa A1 9 Juli1976 77 1983
2. Satelit Palapa A2 11 Maret 1977 83 1987
3. Satelit Palapa B1 19 Juni 1983 108 1990
4. Satelit Palapa B2 26 Februari 1984 Failed -
5. Satelit Palapa B2P 21 Maret 1987 113 1996
6. Satelit Palapa B2R 14 April 1990 108 1999
7. Satelit Palapa B4 15 Mei 1992 118 2004
8. Satelit Palapa C1 31 Januari 1996 150.5 1998
9. Satelit Palapa C2 15 Mei 1996 113 2010
Masih
10. Satelit Palapa D 31 Agustus 2009 113 beroperas
i
Masih
11. Satelit Telkom 1 12 Agustus 1999 108 beroperas
i
Masih
16 November
12. Satelit Telkom 2 118 beroperas
2005
i
Satelit Indostar-1 12 November
13. 107.7 2014
(Cakrawarta-1) 1997
14. Satelit Garuda-1 12 Februari 2000 123 2015
Sudah
Dirancang pada Tidak tidak
15. Satelit Inasat-1
2003 Mengorbit beroperas
i
Masih
Satelit LAPAN A1-
16. 10 Januari 2007 NGSO beroperas
Tubsat
i
Masih
Satelit Indostar-2
17. 16 Mei 2009 108.2 beroperas
(Cakrawarta-2)
i
18. Satelit Telkom 3 6 Agustus 2012 Failed -
19. Satelit PSN-V 18 Juli 1998 146 20136
brisat-meluncur.

6 Pada awalnya Satelit ini merupakan milik Tiongkok dengan nama Sinosat 1, kemudian
pada 2010 diambil alih oleh China Satcom dan diganti nama menjadi ZX 5B. Diakuisisi
oleh Pasifik Satelit Nusantara (Indonesia) pada Tahun 2012 yang kemudian Tahun 2013,
Satelit PSN-V dibeli oleh negara lain.

Universitas Indonesia
18

Masih
28 September
20. Satelit LAPAN A2 NGSO beroperas
2015
i
Masih
21. Satelit LAPAN A3 22 Juni 2016 NGSO beroperas
i
Masih
22. Satelit BRIsat 18 Juni 2016 150.5 beroperas
i

B. Jenis-jenis Satelit
Terdapat berbagai macam pembagian jenis satelit, tergantung pada faktor
yang dijadikan pembeda dalam menentukan jenis-jenis satelit. Apabila melihat
jenis-jenis satelit menurut Imam MPB dalam bukunya yang berjudul Sistem
Komunikasi Satelit maka faktor pembeda dalam menggolongkan jenis satelit ada
dua faktor, yaitu dari tempat beredar/orbitnya dan jenis layanannya, dan apabila
disimpulkan dari Undang-Undang No. 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan
(selanjutnya akan disebut UU Keantariksaan) maka penggolongan jenis satelit
dibedakan menurut misinya.

1. Jenis Satelit Menurut Orbitnya


Satelit dapat dibedakan menurut tempat beredarnya (orbitnya) yang
mengelilingi bumi, sedangkan orbit satelit dapat dibagi menjadi 3 (tiga)
jenis, yaitu;7
a. Orbit Stationer
Merupakan sebuah orbit yang menempatkan satelit untuk terus
tetap berada pada posisinya mengacu pada sebuah titik atau lokasi
tertentu. Orbit ini menurut ketinggiannya dapat dibedakan menjadi
tiga jenis, yaitu:
1) LEO (Low Earth Orbit)
LEO adalah orbit satelit yang mempunyai ketinggian 320-
800 km di atas permukaan bumi. Orbit ini biasa ditempati oleh
satelit untuk kepentingan peramalan cuaca, remote sensing, dan
juga komunikasi selular.

7 Imam MPB, Sistem Komunikasi Satelit Teori dan Praktik, (Jakarta: ANDI, 2014), hlm.
18-23.

Universitas Indonesia
19

2) MEO (Medium Earth Orbit)


MEO adalah orbit satelit dengan ketinggian di atas 10.000
km. Aplikasi dan jenis satelit yang diletakkan di orbit ini
memiliki kesamaan dengan jenis satelit LEO, namun dengan
jarak yang lebih jauh maka satelit pada orbit ini jauh lebih
sedikit daripada satelit LEO.
3) GEO (Geostationery Earth Orbit)
GEO merupakan orbit satelit yang posisinya tetap dengan
posisi suatu titik di bumi dengan jarak sekitar 35.786 km dari
daerah khatulistiwa. Jenis satelit ini yang paling banyak
digunakan untuk kepentingan komunikasi karena jangkauan
wilayah lebih luas dari satelit lain dan satelit ini berdiam pada
posisi yang sama sehingga memudahkan stasiun (penerima)
bumi untuk berkomunikasi dengannya.
b. Orbit Polar
Satelit yang mengorbit pada orbit ini merupakan satelit dengan
inklinasi (penyimpangan) sebesar 90 dari orbit geostasioner.
c. Orbit Elliptical
Satelit ini merupakan satelit yang mengorbit dengan bentuk
orbit yang elips terhadap bumi sehingga menyebabkan jarak yang
tidak sama pada setiap posisi dengan permukaan bumi.

2. Jenis Satelit Menurut Layanannya


Dengan didasarkan pada desain aplikasi atau layanannya, satelit
dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu:8
a. Fixed Service Satellite (FSS)
Adalah satelit yang didesain untuk layanan panggilan telepon,
transmisi data (internet) ataupun TV broadcasting. Daya yang
diperlukan pada satelit ini relatif rendah berkisaar 10-20 watts per
transmit carrier. Salah satu satelit Indonesia jenis ini adalah Satelit
Telkom-1.
b. Direct Broadcast Satellite (DBS)
Adalah sebuah satelit yang didesain khusus untuk layanan
aplikasi broadcasting TV dan radio sehingga diperlukan daya yang

8 Ibid., hlm. 24-25.

Universitas Indonesia
20

cukup besar berkisar sampai sepuluh kali daya dari satelit FSS.
Contoh satelit ini adalah Satelit Indostar-2.
c. Mobile Satellite Service (MSS)
Satelit jenis ini didesain khusus untuk layanan telepon nirkabel,
hampir sama dengan layanan telepon seluler hanya saja daerah
cakupannya tidak terbatas. Contoh jenis satelit ini adalah Satelit
Garuda-1.
d. Medium Power Satellite (MPS)
Merupakan satelit yang mempunyai daya diantara FFS dan
DBS dan didesain khusus untuk aplikasi umum dan juga
kepentingan militer.

3. Jenis Satelit Menurut Misinya


Undang-Undang No. 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan
memang tidak secara eksplisit membagi jenis-jenis satelit, namun bila
disimpulkan dari Pasal 30 ayat (2) maka pembagian jenis satelit menurut
misinya adalah sebagai berikut:
a. Satelit telekomunikasi;
b. Satelit pengamatan bumi;
c. Satelit pengamatan atmosfer dan antariksa;
d. Satelit navigasi; dan
e. Satelit untuk tujuan lain yang memiliki manfaat bagi
kemaslahatan dan kesejahteraan nasional.
Sedangkan menurut Sofyan dan Johanes Indri Primatmodjo, jenis
satelit menurut misinya dibagi menjadi lima, yaitu:
a. satelit penginderaan (remote sensing satellite), yaitu satelit
yang dirancang khusus untuk mengamati bumi dari orbit, mirip
dengan satelit mata-mata tetapi ditujukan untuk penggunaan
non-militer, seperti meterologi dan pengawasan lingkungan;
b. satelit cuaca (weather satellite), yaitu satelit buatan yang
terutama digunakan untuk memonitoring kondisi cuaca dan
iklim bumi;
c. satelit komunikasi (communication satellite), yaitu satelit yang
menyiarsambungkan atua menghubungkan dan menguatkan
sinyal telekomunikasi radio melalui transponder;

Universitas Indonesia
21

d. satelit navigasi (navigation satellite), yaitu sistem satelit yang


menyediakan posisi geospasial secara mandiri (autonomous)
dengan jangkauan global; dan
e. satelit militer (military satellite), yaitu jenis satelit buatan yang
digunakan untuk kepentingan militer, misalnya komunikasi
militer atau intelligence gathering.9

C. Proses Pengadaan Satelit


Penyelenggaraan suatu satelit bukanlah sebuah proses yang mudah.
Apalagi Indonesia belum mampu untuk memproduksi sendiri selain satelit non-
geostationer (NGSO)10 yang digunakan untuk kepentingan non-telekomunikasi.
Sedangkan untuk satelit telekomunikasi, Indonesia sampai saat ini belum mampu
untuk memproduksinya sendiri, melainkan memesan dari produsen-produsen
satelit di luar negeri. Beberapa satelit buatan Indonesia adalah Satelit INASAT-1
(namun belum berhasil diorbitkan), Satelit LAPAN A1/Tubsat, Satelit LAPAN
A2/Orari, dan Satelit LAPAN A3/IPB.
1. Tahap Pembuatan Satelit
Proses awal penyelenggaraan satelit, khususnya satelit komunikasi,
di Indonesia dimulai dengan proses pemesanan satelit ke produsen.
Namun, sebelum proses pemesanan dilakukan, penyelenggara harus
terlebih dahulu melakukan pendaftaran rencana penyelenggaraan
satelitnya kepada lembaga terkait. Hal tersebut diatur dalam Pasal 71 ayat
(1) Undang-Undang Keantariksaan, yang berbunyi:

Setiap Benda Antariksa yang diluncurkan dari wilayah kedaulatan


dan wilayah yurisdiksi Negara Kesatuan Republik Indonesia atau
diluncurkan di wilayah negara lain oleh Instansi Pemerintah, badan
hukum, atau warga negara Indonesia wajib didaftarkan kepada
Lembaga.

9 Tim Penulis ASSI, Satelit untuk Anak Bangsa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset, 2016), hlm. 3.

10 Satelit Non-Geostationer atau biasa disingkat dengan Satelit NGSO adalah satelit
yang ditempatkan pada orbit LEO atau MEO.

Universitas Indonesia
22

Yang dimaksud dengan lembaga dalam pasal tersebut, menurut


Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Keantariksaan, adalah instansi
pemerintah yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang penelitian
dan pengembangan kedirgantaraan dan pemanfaatannya serta
penyelenggaraan keantariksaan, dalam hal ini adalah kepada Direktorat
Jenderal Pos dan Telekomunikasi, dibawah Kementerian Komunikasi dan
Informatika.
Proses pendaftaran ini dilakukan agar satelit yang akan diproduksi
tersebut mendapatkan slot orbit di angkasa dan menjaga slot orbit dari
adanya pendaftaran filing baru dari negara lain apabila Menteri
Komunikasi dan Informasi tidak mendaftarkan (kembali) slot orbit
tersebut ke International Telecommunication Union (ITU). Pendaftaran
satelit ke ITU merupakan pelaksanaan dari Convention on Registration of
Object Launched Into Outer Space yang disahkan pada 26 November 1974
dan merupakan implementasi daru Outer Space Treaty 1967 dan Liability
Convention of 1972.
Setelah proses pendaftaran selesai dan penyelenggara mendapatkan
slot orbit dari lembaga terkait, maka penyelenggara sudah dapat
melakukan pemesanan kepada produsen satelit. Penyelenggara kemudian
melakukan negosiasi harga dan juga spesifikasi satelit terlebih dahulu
dengan pihak produsen. Kemudian setelah penandatanganan kontrak
pemesanan satelit (Effective Date of Contract/EDC), proses pembuatan
satelit oleh produsen akan mulai dikerjakan. Jangka waktu pembuatan
satelit ini sangat bervariatif mulai dari 22 bulan sampai dengan 30 bulan. 11
Contohnya jangka waktu pembuatan Satelit Telkom yang menghabiskan
waktu 2,5 tahun sedangkan Satelit BRIsat hanya menghabiskan waktu
kurang dari dua tahun.
Beberapa produsen satelit Indonesia dapat dilihat pada tabel
dibawah ini (Tabel 2).
Tabel 2 : Daftar Produsen Satelit Indonesia12

11 Tim Penulis ASSI, Satelit untuk Anak Bangsa, hlm. 76.

Universitas Indonesia
23

No. Nama Produsen Penyelenggara

12 Data diolah dari Jurnal Studi Perkembagan dan Kondisi Satelit Indonesia,
https://m.tempo.co/read/news/2016/06/18/090780973/mengenal-brisat-satelit-pertama-di-
dunia-milik-bank, dan http://jakartagreater.com/dua-satelit-100-made-indonesia-
diluncurkan-tahun-2015/.

Universitas Indonesia
24

1. Satelit Palapa A1 Hughes Aircraft Co. Perumtel


2. Satelit Palapa A2 Hughes Aircraft Co. Perumtel
3. Satelit Palapa B1 Hughes Aircraft Co. Perumtel
4. Satelit Palapa B2 Hughes Aircraft Co. Perumtel
Perumtel-
5. Satelit Palapa B2P Hughes Aircraft Co.
Satelindo13
6. Satelit Palapa B2R Hughes Aircraft Co. Perumtel
7. Satelit Palapa B4 Hughes Aircraft Co. Telkom
8. Satelit Palapa C1 Hughes Aircraft Co. Satelindo & PSN
Satelindo
9. Satelit Palapa C2 Hughes Aircraft Co.
(Indosat) & PSN
10. Satelit Palapa D Thales Alenia Space Indosat
11. Satelit Telkom 1 Lockheed Martin Telkom
Orbital Science
12. Satelit Telkom 2 Telkom
Corporation (OSC)
Satelit Indostar-1 Orbital Science Media Citra
13.
(Cakrawarta-1) Corporation (OSC) Indostar (MCI)
Asia Cellular
14. Satelit Garuda-1 Lockheed Martin
Satellite (ACeS)
15. Satelit Inasat-1 LAPAN-Institusi Lain LAPAN
Satelit LAPAN-
16. LAPAN-TU Berlin LAPAN
Tubsat
Satelit Indostar-2 Boeing Satellite Systems
17. Protostar SES
(Cakrawarta-2) (BSS)
ISS Reshetnev (bus)
18. Satelit Telkom 3 Telkom
Alcatel (payload)
19. Satelit PSN-V Thales Alenia Space PSN
20. Satelit LAPAN A2 LAPAN, BPPT, & BIG LAPAN
21. Satelit LAPAN A3 LAPAN, BPPT, & BIG LAPAN
22. Satelit BRISat Space System/Loral BRI

Pembuatan satelit secara garis besar akan melewati proses-proses


sebagai berikut:14
a. Kick off atau tinjauan persyaratan sistem
Rapat kick off adalah rapat yang menjadi pertanda resmi
dimulainya program pembuatan satelit. Pada rapat ini, perusahaan
produsen yang diwakili oleh Program Management Office (PMO)
akan menyampaikan kepada pihak pemesan satelit beberapa hal,

13 Satelit ini beralih kepemilikan ke PT Satelindo pada 1993.

14 Tim Penulis ASSI, Satelit untuk Anak Bangsa, hlm. 76-90.

Universitas Indonesia
25

yaitu ikhtisar program, jadwal program dan jalur kritis, organisasi


pelaksana program serta tanggungjawabnya, rencana manajemen
program, manajemen risiko, pengaliran spesifikasi dan persyaratan,
rencana uji coba, dan ikhtisar jaminan produk.
Dalam rapat tinjauan persyaratan sistem, yang biasanya
digabung dengan rapat kick off, PMO akan menyampaikan misi
satelit yang dirancang, arsitektur sistem, analisis anggaran sistem,
penjelasan tentang repeater payload dan kinerja, penjelasan tentang
satellite platform, dan rencana dokumentasi.
b. Tinjauan status kualifikasi perangkat
Dalam tahap ini semua perangkat yang akan dipasang di satelit
akan menjalani pengujian yang ketat secara bertahap. Pengujian
tersebut memiliki margin kinerja terhadap persyaratan lingkungan,
seperti temperatur, mekanikal, radiasi, dan elektrikal. Pengujian ini
dimaksudkan untuk membuktikan bahwa semua perangkat dapat
bertahan dalam keadaan paling buruk oleh satelit sesuai dengan
misinya.
c. Tinjauan desain awal
Dalam tahap ini akan ada pembahasan terkait status program
secara keseluruhan, ikhtisar sistem, arsitektur satelit, optimalisasi
dan hambatan desain, desain payload dan arsitektur mekanika,
analisis misi, antarmuka dengan wahana peluncur, jaminan produk,
dan analisis jadwal.
d. Tinjauan desain kritis
Pada tahap ini, sebagian perangkat sudah dibuat dan menunggu
diintegrasikan. Hasil pengujian unit-unit secara individu dilaporkan
kepada pemesan untuk mendapatkan persetujuan. Apabila ada
ketidaksesuaian maka produsen harus mendapatkan persetujuan
dari pemesan untuk melanjutkan program pembuatan satelitnya ke
tahap integrasi dan pengujian.
e. Perakitan, integrasi, dan uji coba
Setelah perakitan unit-unit atau komponen-komponen satelit
selesai dirakit dan produsen telah mendapatkan persetujuan untuk
melanjutkan program, produsen akan mengintegrasikan unit-unit
tersebut menjadi suatu kesatuan. Selanjutnya satelit akan menjalani

Universitas Indonesia
26

berbagai uji coba yaitu uji kinerja awal, uji hampa udara termal, uji
tahap dinamis, uji kinerja tahap akhir, dan uji operasi akhir.
Uji kinerja awal adalah uji coba pada kondisi di bumi dan
tekanan suhu normal. Uji hampa udara termal adalah pengujian
kinerja pada kondisi transisi dan kondisi ruang angkasa yang
bertujuan mengecek adanya kegagalan dalam proses pembuatan
satelit. Uji ini terdiri dari uji transisi dan hampa ruang. Uji tahap
dinamis adalah tahap simulasi kinerja satelit pada kondisi
mekanikal dan akuistik peluncuran dan untuk memastikan bahwa
satelit dapat bertahan dan memiliki kinerja yang tetap pada saat
peluncuran. Uji ini terdiri dari uji akustik, uji getaran, dan uji
sentakan. Uji kerja tahap akhir adalah tahap uji kinerja, uji
interferensi dan kompatibilitas elektromagnetik, dan uji coba
medan dekat yang mengukur dan memvalidasi pola cakupan
antena. Terakhir adalah uji operasi akhir yang terdiri dari dua uji
coba yaitu alignment dan mass property. Alignment merupakan
tindakan menyesuaikan ke arah yang seharusnya dengan titik acuan
tertentu agar memiliki kinerja yang optimum. Tindakan tersebut
dilakukkan pada unit antena dan jaringan pengumpan, thuurter, dan
sensor-sensor. Sedangkan mass property adalah tindakan
pengukuran masa akurat pusat massa satelit, momoen inersia, dan
parameter product of inersia yang akan digunakan untuk kendali
posisi satelit pada insersi orbit.
Dari serangkaian uji coba tersebut yang paling penting adalah
Shake and Bake Test. Dalam uji coba tersebut satelit dimasukkan
dalam sebuah oven dan dipanaskan, juga akan dilakukan uji coba
ketahanan akan guncangan. Uji coba tersebut dilakukan agar satelit
dapat bertahan terhadap temperatur yang sangat tinggi ataupun
sangat rendah di angkasa nanti yang sangat berbeda dengan kondisi
temperatur di bumi.15

15 National Aeronautics and Space Administration (NASA), Steps to Countdown,


http://www.nasa.gov/audience/forstudents/k-4/stories/steps-to-countdown-text.html,
diakses pada 8 Oktober 2016 Pukul 10.19 WIB.

Universitas Indonesia
27

f. Tinjuan pra-pengiriman
Rapat ini dihadiri oleh otoritas tertinggi dari masing-masing
pihak, mengingat pentingnya keputusan yag akan diambil yaitu
bahwa kegiatan pembuatan satelit di pabrik sudah selesai dilakukan
dan satelit telah siap dikirim ke situs peluncuran. Bahan diskusi
dalam rapat ini adalah tinjauan kemajuan program, kegiatan untuk
mempersiapkan peluncuran, validasi analisis terhadap semua hasil
uji, kesepakatan dan persetujuan bahwa semua penyimpangan telah
diterima, dan verifikasi semua kegiatan ke tahap berikutnya telah
dipersiapkan dengan baik.
Proses pengiriman ke tempat peluncuran dilakukan oleh
perusahaan produsen satelit. Biasanya program peluncur sudah
dipesan bersamaan dengan pemesanan satelit, seperti dalam
pengadaan BRIsat, dimana pada 28 April 2014 pihak PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (selanjutnya disingkat PT BRI)
telah menandatangi kesepakatan pembelian satelit seharga USD
240 juta dari Space System/Loral dan penandatanganan perjanjian
dengan Arianspace sebagai perusahaan peluncurnya.16
Tanggung jawab dari pihak produsen belum selesai walaupun
satelit telah berpindah tangan ke perusahaan peluncur. Penyerahan
satelit resmi terjadi setelah satelit diluncurkan atau setelah
perusahaan pemesan telah menerima hasil uji di orbit (in orbit test
review) dari produsen satelit. Terkait dengan kapan serah terima
resmi dilakukan berbeda tergantung pada perjanjian antara pihak
produsen dan pemesan. Setelah perusahaan pemesan telah
menerima hasil uji satelit di orbit (in orbit test review) maka satelit
sudah dapat dioperasikan.17

2. Tahap Pemasaran Transponder


16 Yayat, Belasan Transponder BRIsat akan Nganggur,
http://www.goldbank.co.id/channel/laput/perbankan/belasan-transponder-brisat-bakal-
nganggur.html, diakses pada 6 Oktober 2016 Pukul 16.27 WIB.

17 Tim Penulis ASSI, Satelit untuk Anak Bangsa, hlm. 81.

Universitas Indonesia
28

Proses ini sebenarnya dapat dilakukan sebelum suatu satelit


dipesan untuk menentukan kebutuhan serta biaya pembuatan satelit itu
sendiri. Pembuatan satelit menyesuaikan dengan jenis layanan yang ingin
dipasarkan. Maksudnya adalah pembuatan jenis dan jumlah transponder18
pada satelit tersebut, yang dapat berupa transponder untuk frekuensi pada
C-band, Ku-band, atau kombinasinya, disesuaikan dengan permintaan dari
pasar selain dengan disesuaikan dengan kebutuhan sendiri.
Pemasaran transponder ini bisa dilakukan kepada perusahaan-
perusahaan dalam negeri ataupun luar negeri, namun mengingat hanya
sedikit perusahaan Indonesia yang mempunyai satelit sendiri dibanding
dengan perusahaan-perushaan yang membutuhkan jasa satelit, alangkah
lebih baiknya jika pemasaran dilakukan dengan mengutamakan
perusahaan dalam negeri. Hal tersebut dikarenakan saat ini sekitar 30%
dari kebutuhan infrastruktur satelit di Indonesia, khususnya dalam hal ini
satelit komunikasi, masih dipenuhi oleh penyelenggara jasa satelit asing.19
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Sumber Daya dan
Perangkat Pos dan informatika (Ditjen SDPPI) pada Tahun 2015, terdapat
31 perusahaan di Indonesia yang menggunakan jasa satelit asing untuk
kepentingannya.20 Hal tersebut jelas menunjukkan bahwa masih terdapat
ketimpangan antara kebutuhan dan ketersediaan jasa satelit di Indonesia.

3. Tahap Peluncuran Satelit

18 Transponder adalah sub sistem komunikasi satelit berupa transparent repeater yang
berfungsi memperkuat sinyal yang diterima dari up link dan mengirimkan kembali ke
bumi pada downlink. Dalam perkembangannya transponder tidak hanya mempunyai
fungsi pengulangan, melainkan juga berfungsi regerasi sinyal di satelit.

19 Direktoral Jenderal Pos dan Telekomunikasi, Konsep Peta-Jalan (Roadmap)


Infrastruktur Satelit Indonesia, (Direktoral Jenderal Pos dan Telekomunikasi
Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, 2008), hlm. 11.

20 Direktoral Jenderal Sumber Data dan Perangkat Pos dan Informatika, Data Statistik
Semester 2, 2015, http://www.postel.go.id/publikasi-data-statistik-44, diakses pada 2
Oktober 2016 pukul 22.31 WIB

Universitas Indonesia
29

Setelah satelit sampai di tempat peluncuran, satelit akan di simpan


di ruang perakitan untuk kemudian dimasukkan ke ruang pengangkut pada
badan wahana peluncur. Setelah selesai dengan perakitan tersebut, wahana
peluncur yang memuat satelit akan dipindahkan dari ruang ke area uji coba
untuk dilakukan uji coba situs peluncuran (Launch Site Phase).
Uji coba situs peluncuran terdiri dari tiga uji coba yaitu uji coba
peluncuran, uji fungsi, dan operasi kombinasi. Uji coba peluncuran
dilakukan untuk memastikan bahwa semua kegiatan perakitan,
penggabungan antara satelit dan wahana peluncur di situs peluncuran telah
dikerjkaan dengan baik. Uji coba fungsi dilakukan dengan pengujian ON-
OFF untuk memastikan bahwa semua perangkat dalam keadaan baik.
Sedangkan operasi kombinasi merupakan operasi pemindahan satelit di
dalam fairing ke pad peluncuran, integrasi satelit di dalam fairing dengan
kendaraan peluncur, pemeriksaan satelit dan kendaraan peluncur berikut
antar muka, dan pengujian fungsi subs sistem wahana peluncur sebelum
pengisian bahan bakar wahana peluncur. Tahapan uji coba ini akan ada
perbedaan di setiap proses peluncuran satelit tergantung pada jenis satelit
dan wahana peluncurnya.
Setalah satelit sudah berada di pad peluncuran dan sudah dirasakan
tidak ada masalah setalah dilakukan serangkaian uji coba sebelumnya serta
kondisi cuaca dianggap tidak akan mengganggu, maka proses peluncuran
satelit akan dilakukan. Dalam hal ini perlu diketahui bahwa tidak banyak
negara di dunia yang dapat meluncurkan satelit. Banyak negara yang bisa
mendesain ataupun membuat satelit, namun tidak mampu meluncurkannya
sehingga perlu menggunakan peluncur asing, misalnya saja Indonesia.
Indonesia sudah mampu membuat sendiri satelit, seperti Satelit LAPAN
A2 atau LAPAN A3, namun peluncuran kedua satelit tersebut tidak
dilakukan sendiri di Indonesia melainkan diluncurkan dari Bandar

Universitas Indonesia
30

Antariksa Sriharikota, India dengan menggunakan roket peluncur PLSV


milik ISRO-India.21

4. Tahap Pengoperasian
Pengoperasian satelit oleh Master Control Station di Stasiun Bumi
mulai dapat dilakukan setelah satelit dilepaskan dari wahana peluncurnya
dan telah masuk pada orbit sesuai yang didaftarkan di ITU. Namun
sebelumnya satelit harus melewati proses uji coba di orbit (orbit test) yang
akan memakan waktu cukup lama. Tujuan dari uji coba ini adalah
memverifikasi kinerja satelit yang normal dan keutuhannya dari kerusakan
dan/atau penurunan kinerja yang mungkin timbul pada saat peluncuran
dan transfer orbit.22
Pengoperasian satelit dari stasiun bumi dilakukan selama 24x7
termasuk mengendalikan, mengarahkan, dan mengawasi kegiatan satelit,
dukungan resolusi anomali satelit, menentukan akar masalah, memberikan
tanggapan dan tindakan perbaikan terhadap gangguan yang terjadi,
trending telematri jangka panjang, dan pelaporan kinerja sistem. Kegiatan
utama dari pengendalian satelit adalah komunikasi antara satelit dan
stasiun bumi meliputi telematri, command, dan ranging.
Telematri adalah sinyal yang dikirim oleh satelit melalui sinyal
down link yang berisi pengukuran status satelit. Data ini akan diolah oleh
Satellite Control Center (SCC) untuk memberikan gambaran terkini
tentang kesehatan dan konfigurasi satelit. Command dibuat oleh komputer
atau pengendali dan dikirim ke satelit lewat sinyal up link untuk
mengaktifkan aspek-aspek operasi satelit sesuai yang diminta oleh
command tadi. Sedangkan ranging adalah suatu kegiatan untuk mengukur
secara akurat posisi satelit di orbitnya. Dari data ini tindakan selanjutnya
akan ditentukan melalui perencanaan maneuver.

21 Gugusan Rachmat Gumilar, Nonton Bareng Peluncuran Satelit dari Bogor,


http://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/2016/06/22/nonton-bareng-peluncuran-satelit-
dari-bogor-372656, diakses pada 6 Oktober 2016 pukul 21.58 WIB.

22 Tim Penulis ASSI, Satelit untuk Anak Bangsa, hlm. 89-90.

Universitas Indonesia
31

D. Kegiatan Penyelenggaraan Satelit Indonesia


Sebelum menjelaskan apa yang dimaksud dari penyelenggaraan satelit
terlebih dahulu harus dipahami bahwa satelit merupakan salah satu benda
antariksa yang dibuat oleh manusia dan diorbitkan di angkasa. Jadi walaupun
dalam UU Keantariksaan tidak ditemukan arti dari penyelenggaraan satelit,
namun pengertiannya dapat disimpulkan dari bunyi Pasal 1 angka (4), Pasal 1
angka (7), dan Pasal 11 ayat (3) huruf a.
Pasal 1 angka (4) UU Keantariksaan menjelaskan yang dimaksud dengan
penyelenggaraan keantariksaan adalah setiap kegiatan eksplorasi dan
pemanfaatan antariksa yang dilakukan, baik di dan dari bumi ruang udara,
maupun antariksa. Pasal 1 angka 7 UU Keantariksaan menjelaskan bahwa benda
angkasa adalah setiap benda, baik buatan manusia maupun benda alamiah yang
terkait dengan keantariksaan. Sedangkan Pasal 11 ayat (3) huruf a UU
Keantariksaan menjelaskan bahwa penelitian antariksa dapat dilakukan dengan
menggunakan sarana satelit. Jadi dari pasal-pasal tersebut dapat disimpulkan
bahwa penyelenggaraan satelit adalah kegiatan eksplorasi dan pemanfaatan
antariksa yang dilakukan dengan menggunakan teknologi satelit.

1. Para Pihak dalam Penyelenggaraan Satelit Indonesia

Teknologi satelit merupakan teknologi yang mempunyai


kompleksitas yang tinggi, karena selain dalam proses pembuatan dan
peluncurannya memerlukan teknologi dan peralatan canggih dan mahal,
dalam penyelenggaraannya juga melibatkan banyak pihak. Para pihak
yang terlibat dalam penyelenggaraan satelit tidak hanya terdiri dari
pemilik, perusahaan pembuat, dan perusahaan peluncur, melainkan lebih
dari itu. Karena satelit merupakan teknologi yang memanfaatkan sebuah
sumber daya alam yang terbatas, maka dalam penyelenggaraannya juga
melibatkan negara dan organisasi internasional.
Para pihak dalam penyelenggaraan satelit adalah pemilik satelit,
negara pendaftar, perusahaan pembuat, perusahaan dan negara peluncur,
perusahaan asuransi, pengguna jasa satelit, dan operator satelit. Pemilik
satelit adalah subjek yang secara hukum menguasai satelit tersebut serta

Universitas Indonesia
32

telah melakukan pendaftaran sesuai ketentuan peraturan perundang-


undangan nasional dari subjek hukum tersebut. Selanjutnya, sesuai dengan
ketentuan dalam Convention on Registration of Object Launched into
Outer Space 1974, negara akan mendaftarkan satelit tersebut ke ITU.
Negara tersebut kemudian dikenal sebagai negara pendaftar. Menurut
konvensi tersebut, terhadap suatu satelit hanya dapat didaftarkan oleh satu
negara saja. Jadi apabila satu satelit dimiliki oleh lebih dari satu subjek
hukum yang berbeda kenegaraan, maka harus ditentukan di negara mana
satelit tersebut akan didaftarkan sehingga negara tersebut yang akan
mendaftarkan ke ITU. Kepentingan dari pendaftaran oleh negara selain
untuk menentukan slot orbit, juga adalah untuk menentukan kepada negara
mana yuridiksi serta tanggung jawab internasional atas satelit tersebut
harus dibebankan karena dalam dunia internasional yang bertanggung
jawab atas penyelenggaraan satelit adalah negara walaupun pemilik dari
satelit tersebut adalah perseorangan atau perusahaan (swasta).
Perusahaan peluncur adalah perusahaan yang menyediakan wahana
peluncur satelit, dapat berupa roket ataupun space shuttle, ke ruang
angkasa. Sedangkan yang dinamakan dengan negara peluncur menurut
Pasal 1 Liability Convention of 197223 adalah negara yang meluncurkan
atau ikut berperan serta dalam pelaksanaan peluncuran benda antariksa,
atau negara yang wilayahnya atau fasilitasnya digunakan untuk peluncuran
benda antariksa. Dalam Pasal 2 konvensi tersebut diatur bahwa apabila
terdapat kerugian yang disebabkan oleh benda antariksa yang
diluncurkannya, maka negara tersebut harus bertanggung jawab atas segala
kerugiannya. Dan apabila terdapat lebih dari satu negara maka semuanya
bersama-sama atau secara sendiri-sendiri bertanggung jawab sesuai nilai
kerugian yang disebabkan olehnya.
Perusahaan pembuat (produsen) adalah perusahaan yang
memproduksi satelit yang jenis dan fungsinya disesuaikan dengan

23 Telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Keputusan Presiden No. 20 Tahun 1996
tentang Pengesahan Convention on International Liability for Demages by Space Object
1972.

Universitas Indonesia
33

pesanan. Indonesia paling sering melakukan pemesanan satelit ke Hughes


Aircraft Company (Satelit Palapa Generasi Pertama dan Satellit Palapa
Generasi Kedua).24 Di Indonesia, LAPAN menjadi produsen untuk satelit
NGSO non-telekomunikasi, namun saat ini masih diporduksi sebatas
untuk memenuhi kebutuhan Indonesia saja. Beberapa produsen satelit
dunia yang aktif memperdagangkan satelit adalah adalah Thales Alenia
Space, AeroAstro L.LC., Aitech, Amptek, Anaren dan Angel Technologies
Corporation.25
Perusahaan asuransi menjadi pihak yang terlibat dalam kegiatan
penyelenggaraan satelit sebagai akibat dari pengaturan dalam Pasal 84 ayat
(1) UU Keantariksaan. Dalam pasal tersebut diatur bahwa setiap
penyelenggaran keantariksaan wajib mengasuransikan tanggung jawab
kerugian terhadap pihak ketiga yang timbul sebagai akibat dari kegiatan
keantariksaan yang dilakukannya. Walaupun dalam pasal tersebut yang
diwajibkan hanyalah risiko terhadap pihak ketiga, namun pada
kenyataannya para penyelenggara satelit selama ini mengasuransikan
risiko-risiko lain yang mungkin terjadi bagi satelit yang mereka miliki.
Pada dasarnya alasan pemerintah mewajibkan asuransi tersebut
adalah adanya kewajiban dari dunia internasional bahwa negara wajib
mempertanggungjawabkan kerugian terhadap pihak ketiga yang
disebabkan oleh kegiatan keantariksaannya walaupun kegiatan tersebut
dilakukan oleh perusahaan swasta atau perorangan. Namun, sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 84 ayat (3) UU Kentariksaan, dengan adanya
kewajiban penyelenggara mengasuransikan risiko tersebut tidak lantas
menghapus kewajiban negara untuk bertanggung jawab atas kerugian
terhadap pihak ketiga karena sudah menjadi kewajiban negara untuk
melindungi rakyatnya.
Operator satelit adalah perusahaan yang bertanggung jawab
mengelola dan mengoperasikan satelit agar tetap berada di orbitnya dan
24 Lihat Tabel 2

25 Space Careers, Satellite Manufacture and Subcontractors, https://www.space-


careers.com/manufacturers.html, diakses pada 7 Oktober 2016 Pukul 14.05 WIB.

Universitas Indonesia
34

dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Pengoperasian satelit ini


dilakukan dari ground station atau stasiun bumi. Pihak yang dapat menjadi
operator satelit ini bisa dari perusahaan pemilik satelit itu sendiri atau
apabila sang pemilik merasa tidak dapat mengoperasikan satelit dapat
melimpahkan tugas pengoperasian tersebut ke perusahaan lain yang
memang bergerak di bidang ini. Beberapa contoh perusahaan operator di
dunia adalah Intelsat, SES, Eutelsat, Telesat, dan Sky Perfect JSat.
Perusahaan Indonesia (PT Telkom), salah satu operator satelit di
Indonesia, pada tahun 2014 termasuk ke dalam 25 operator satelit dengan
pendapatan paling tinggi di dunia. 26
Pengguna jasa satelit adalah para pihak yang memanfaatkan jasa
satelit tanpa memiliki sendiri satelitnya. Di Indonesia, sangat banyak pihak
pengguna jasa satelit, jadi mereka menyewa atau membeli transponder
yang dimiliki oleh perusahaan lain. Penyewaan atau pembelian
transponder dilakukan baik kepada pemilik satelit dalam negeri maupun
pemilik satelit asing. Dikarenakan saat ini satelit Indonesia masih sangat
terbatas sehingga penyewaan dan pembelian transponder ke perusahaan
luar negeri semakin marak.

2. Perizinan Penyelenggaraan Satelit di Indonesia


Bisnis penyelenggaraan satelit diI Indonesia dapat dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu penyelenggaraan satelit nasional dan satelit asing.
Penyelenggaraan satelit nasional adalah penyelenggaraan satelit oleh
perusahaan yang mendapatkan hak penggunaan filing satelit Indonesia,
sedangkan Penyelenggaraan satelit asing adalah penyelenggaraan satelit
yang terdaftar pada administrasi negara lain yang menggunakan satelit dan
filing satelit asing. Kedua kelompok ini apabila kita melihat pada uraian
sebelumnya terkait dengan para pihak penyelenggara satelit, dapat
disimpulkan bahwa pada penyelenggaraan satelit nasional kedudukan
Indonesia adalah sebagai pihak pemilik satelit dan juga pengguna jasa

26 Peter B. de Selding, The List 2014 Top Fixed Satellite Servie Operators,
http://spacenews.com/the-list-2014-top-fixed-satellite-service-operators/, diakses pada 7
Oktober 2016 Pukul 13.25 WIB.

Universitas Indonesia
35

satelit sementara pada penyelenggaraan satelit asing, kedudukan Indonesia


hanyalah sebagai pengguna jasa satelit saja karena satelit yang digunakan
adalah satelit yang didaftarkan ke ITU bukan atas nama negera Indonesia.
Penyelenggara satelit nasional harus mengajukan beberapa izin
sebelum melakukan kegiatannya. Misalnya saja pengajuan izin untuk
mendapatkan slot orbit seperti yang diuraikan sebelumnya. Permohonan
izin untuk mendapatkan slot orbit merupakan proses yang panjang.
Pertama, calon penyelenggara satelit Indonesia harus mengajukan
permohonan tertulis ke ITU melalui Menteri Komunikasi dan Informasi
Republik Indonesia. calon penyelenggara harus dapat membuktikan bahwa
ia mampu melakukan koordinasi, menanggung biaya pendaftaran yang
dibebankan oleh ITU (cost recovery), serta persyaratan lain yang
ditetapkan oleh ITU. Pendaftaran ke ITU selambat-lambtanya adalah
sebelum tujuh tahun sebelum realisasi jaringan satelit (Bringin Into Use /
BIU) dan tidak boleh lebih dari dua tahun sebelum BIU. 27 Sistem
pendaftaran di ITU adalah first come first served sehingga pendaftaran
harus cepat dilakukan oleh calon penyelenggaran satelit agar tidak
didahului filing satelit negara lain.
Selain itu, penyelenggara satelit untuk kepentingan telekomunikasi
dan penyiaran (baik nasional ataupun asing) juga harus mendapatkan Izin
Stasiun Radio (ISR) dari Dirjen SDPPI. Hal ini diatur dalam Pasal 4
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi No. 21 Tahun 2014 tentang
Penggunaan Spektrum Frekuensi Radion untuk Dinas Satelit dan Orbit
Satelit. ISR tersebut terdiri dari dua izin yaitu ISR Stasiun Angkasa atau
ISR Stasiun Bumi. ISR Stasiun Angkasa adalah izin penggunaan spektrum
frekuensi radio di wilayah Indonesia oleh suatu stasiun angkasa. ISR ini
juga berlaku sebagai ISR untuk setiap stasiun bumi yang melakukan
pemancaran dan / atau penerimaan ke / dari suatu stasiun angkasa yang
telah memiliki Stasiun Angkasa. Sedangkan ISR Stasiun Bumi adalah izin
yang wajib dipenuhi oleh penyelenggara satelit telekomunikasi yang tidak

27 International TelecommunicationUnion, International TelecommunicationUnion


Radio Regulation 2013, Article 9 (a).

Universitas Indonesia
36

memiliki ISR Stasiun Angkasa. Permohonan pengajuan ISR Stasiun


Angkasa diajukan kepada Dirjen SDPPI dengan melampirkan beberapa
dokumen28, yaitu:
a. formulir permohonan ISR Stasiun Angkasa yang telah diisi
lengkap;
b. salinan Hak Labuh (Landing Right) Satelit, jika menggunakan
satelit asing;
c. surat pernyataan kesanggupan membayar BHP Spektrum Frekuensi
Radio;
d. konfigurasi jaringan;
e. peta lokasi pemancar;
f. salinan akta pendirian perusahaan;
g. salinan perjanjian kerja sama sewa transponder; dan
h. salinan:
1) izin prinsip penyelenggaraan telekomunikasi;
2) izin penyelenggaraan telekomunikasi; izin prinsip
penyelenggaraan penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan
melalui satelit; atau
3) izin penyelenggaraan penyiaran Lembaga Penyiaran
Berlangganan melalui satelit.
Kedua izin tersebut berlaku selama lima tahun dan dapat
diperpanjang satu kali selama lima tahun. Pendaftaran ISR dapat dilakukan
sendiri-sendiri atau oleh operator satelit nasional.
Kewajiban lain bagi penyelenggara satelit nasional pembayaran
Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio, selanjutnya disebut
BHP Spektrum Frekuensi Radio. Kewajiban pembayaran ini dilakukan
sebagai akibat dari peggunaan filing satelit Indonesia pada slot orbit yang
telah dijatahkan oleh ITU atas nama Indonesia. Pembayaran BHP ini
dilakukan setiap awal tahun dengan besaran yang ditentukan oleh
peraturan perundang-undangan. Besaran BHP berbeda-beda menurut jenis
pita frekuensinya, misalnya pita frekuensi radio 350-438 MHz, pita
frekuensi radio 1800 MHz, pita frekuensi 2,4 GHz dan pita frekuensi 5,8

28 Kementerian Komunikasi dan Informasi, Peraturan Menteri Penggunaan Spektrum


Frekuensi Radion untuk Dinas Satelit dan Orbit Satelit, PERMEN Kominfo No. 21
Tahun 2014, Berita Negara RI No. 1013 Tahun 2014, Pasal 8.

Universitas Indonesia
37

GHz. Seluruh penerimaan dari BHP ini akan dimasukkan dalam kas
negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Pada penyelenggaraan satelit asing ISR baru dapat diberikan
apabila sudah memiliki hak labuh (landing right). Hak labuh adalah hak
untuk menggunakan satelit asing yang diberikan Menteri Komunikasi dan
Informasi kepada Penyelenggara Telekomunikasi atau Lembaga
Penyiaran.29 Penyelenggaraan satelit asing di Indonesia dapat dilakukan
apabila memenuhi beberapa syarat, yaitu:
a. Filing satelit yang digunakan oleh satelit asing telah selesai
kordinasi Satelit (complete coordination) dengan Filing Satelit
Indonesia;
b. Satelit asing tersebut tidak menimbulkan interfensi frekuensi
radio yang merugikan (harmful interference) terhadap jaringan
satelit Indonesia dan / atau terhadap stasiun radio terestial
Indonesia yang telah berizin baik existing maupun planning; dan
c. Terbukanya kesempatan yang sama bagi penyelenggara satelit
Indonesia untuk beroperasi di negara asal dimana filiing Satelit
asing tersebut terdaftar.

3. Risiko dalam Penyelenggaraan Satelit Indonesia30


a. Risiko Finansial
Pendanaan merupakan aspek yang sangat penting dalam
penyelenggaraan satelit mengingat biaya pengadaan satelit sangat
mahal. Ketidaktersediaan dana dapat menghambat bisnis ini.
Penempatan modal sendiri merupakan cara yang paling lazim
digunakan dikarenakan risiko yang terlalu besar membuat sejumlah
penanam modal sangat berhati-hati dalam menanamkan modalnya
dalam bisnis ini. Penanam modal akan lebih percaya kepada
penyelenggara satelit yang sudah berpengalaman dalam kegiatan
ini dibanding dengan yang baru memulai bisnisnya. Hal lain yang
29 Ibid., Pasal 1 angka 23.

30 Rizal Munadi, Strategi Manajemen dan Analisa Risiko dalam Bisnis Satelit di
Indonesia, (Tesis Magister Teknik Universitas Indonesia, 2000), hlm. 54-56.

Universitas Indonesia
38

dapat membantu meningkatkan pendanaan adalah dengan


melakukan penyewaan transponder kepada pihak lain. Pemasaran
sewa transponder biasa dilakukan sebelum sebuah satelit dibuat
karena selain untuk mendapatkan dana tambahan untuk
pembuatannya, hal tersebut juga dilakukan untuk menentukan
pembuatan jumlah transponder satelit.
b. Risiko Sumber Daya Manusia dan Pesaing
Risiko lain dalam bisnis ini adalah terkait dengan sumber daya
manusia. Di Indonesia, ketersediaan sumber daya manusia yang
mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang baik dalam
kegiatan penyelenggaraan satelit belum banyak. Akan menjadi
suatu bencana bagi penyelenggara satelit apabila terjadi
pembajakan karyawan yang telah terdidik oleh penyelenggara lain.
Selain akan mengurangi kinerja perusahaan karena kehilangan
karyawan yang diandalkan, penyelenggara juga akan mendapatkan
pesaing baru. Oleh karena itu, perhatian terhadap karyawan dalam
perusahaan yang bergerak di bisnis penyelenggaraan satelit
merupakan hal yang penting. Penggajian, pemberian tunjangan dan
insentif yang tinggi serta kesempatan meningkatkan kualitas dapat
menjadi salah satu solusi untuk mempertahankan sumber daya
manusia yang dimiliki.
Persaingan penyelenggaraan satelit di Indonesia terbilang
tinggi karena negara-negara tetangga telah mengembangkan
teknologi satelit dan memasarkannya di Indonesia. Berbeda dengan
kondisi pada 1970-an dimana Indonesia masih menjadi satu-
satunya negara di ASEAN yang mampu menyelenggarakan sistem
komunikasi satelit domestik. Oleh karena itu, pengembangan bisnis
satelit Indonesia harus terus ditingkatkan, bukan hanya dengan
meningkatkan teknologinya namun juga dari segi pemasarannya.
c. Risiko Teknis
Risiko teknis dalam penyelenggaraan satelit merupakan yang
paling dominan dan kerap terjadi. Guna menghindari risiko ini

Universitas Indonesia
39

sangat penting untuk memilih produsen satelit serta wahana


peluncur yang baik. Hal ini berkaitan dengan masa pembuatan,
kapasitas, serta ketahanan dari satelitnya. Risiko teknis akan sangat
berpengaruh terhada risiko-risiko lain. Apabila sebuah operator
satelit tidak pernah mengalami risiko teknis, seperti kegagalan
peluncuran satelit, akan membantunya mendapatkan kepercayaan
baik dari penanam modal agar mau menanamkan modal di
perusahaannya atau dari perusahaan yang ingin menyewa
transponder satelitnya.

4. Peluang dan Tantangan Penyelenggaraan Satelit Indonesia


Kebutuhan Indonesia akan teknologi satelit termasuk yang tinggi di
dunia, terutama untuk satelit telekomunikasi. Hal ini dikarenakan
Indonesia merupakan negara kepulauan dimana satelit merupakan salah
satu teknologi yang paling efektif untuk telekomunikasi. Beberapa
kelebihan satelit untuk telekomunikasi dibanding dengan teknologi lain
adalah:31
a. Pembiayaan sistem komunikasi satelit tidak tergantung dari
jauh dekat taut komunikasi yang akan dibangun atau dengan
kata lain harga sambungan telekomunikasi jarak pendek akan
sama dengan harga sambungan telekomunikasi jarak jauh.
Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan dengan kawasan
geografis yang sangat luas akan lebih efektif dan ekonomis
apabila sistem telekomunikasinya menggunakan teknologi
satelit;
b. Sistem komunikasi satelit dapat melayani hampir setiap titik di
muka bumi baik sebagai bagian dari core plane maupun access
plane. Berbeda dengan teknologi terestial yang terkadang tidak
dapat menjangkau daerag-daerah terpencil, teknologi satelit
tidak akan mengalami halangan tersebut. Hal tersebut dapat
mendukung pembangunan nasional dengan penyebaran
informasi yang merata dan cepat ke seluruh wilayah Indonesia;
31 Direktoral Jenderal Pos dan Telekomunikasi, Konsep Peta-Jalan, hlm. 16-18.

Universitas Indonesia
40

c. Jaringan telekomunikasi satelit lebih aman dibanding dengan


jaringan telekomunikasi lain. Kemungkinan gangguan akibat
bencana alam atau perusakan dalam jaringan telekomunikasi
satelit memang masih ada, namun relatif kecil dibanding dalam
telekomunikasi terestial.
Selain untuk kepentingan telekomunikasi, Indonesia juga
memerlukan satelit untuk kepentingan lain, seperti untuk pemantauan
penangkapan ikan dan penebangan kayu ilegal, peringatan dini (early
warning system) dalam menghadapi bencana alam, penginderaan maritime
dan pantai (maritime and constal surveillance), pengamatan terhadap
daerah perbatasan, dan pengamatan serta pengelolaan sumber daya alam. 32
Keberadaan satelit dengan kegunaan ini tentu akan sangat membantu
pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugasnya, apalagi seperti seperti
yang kita ketahui penangkapan ikan dan penebangan kayu ilegal di
Indonesia kerap terjadi. Dengan adanya satelit ini diharapkan pemerintah
dapat memantau sumber daya alam yang ada dengan lebih baik. Satelit
selain untuk kepentingan telekomunikasi yang dimiliki oleh Indonesia saat
ini adalah Satelit LAPAN A2 dan LAPAN A3.
Dilihat dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kebutuhan
satelit di Indonesia sangat tinggi. Hal itu merupakan suatu peluang bagi
penyelenggara satelit nasional. Namun, sangat disayangkan pada
kenyataannya kebutuhan tersebut belum dapat dipenuhi oleh
penyelenggara satelit nasional. Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa
30 % kebutuhan satelit di Indonesia masih dipenuhi oleh penyelenggara
satelit asing. Disini terlihat jelas bahwa terdapat ketimpangan kebutuhan
satelit dengan ketersediaan infrastruktur satelit di Indonesia. Oleh karena
itu, besarnya kebutuhan satelit nasional ini dapat menjadi peluang
sekaligus tantangan bagi penyelenggara satelit di Indonesia untuk terus
mengembangkan bisnisnya.
Peluang penyelenggara satelit nasional lainnya adalah
penyelenggara satelit sudah memiliki pengalaman yang cukup banyak

32Ibid., hlm. 20.

Universitas Indonesia
41

dalam kegiatan ini. Operator satelit Indonesia sudah memiliki pengalaman


dalam mengoperasikan satelit yang berbeda-beda jenis layanannya, seperti
satelit FFS, MSS, dan BSS. Sejak 1976 sampai saat ini, Indoenesia sudah
pernah mengoperasikan ketiga satelit tersebut.
Sedangkan tantangan bagi penyelenggara satelit nasional selain
kebutuhan satelit yang tinggi adalah penambahan jumlah transponder,
pengembangan produksi satelit dalam negeri khususnya satelit GSO, dan
pengembangan wahana peluncur satelit. Indonesia memang sudah mampu
membuat sendiri satelit NGSO seperti Satelit LAPAN-Tubsat, LAPAN A2
dan LAPAN A3, namun untuk peluncurannya Indonesia belum mampu
melaksanakannya. Hal ini menjadi tantangan bagi Indonesia untuk terus
melakukan pengembangan dalam kegiatan penyelenggaraan satelit.

5. Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI)


a. Pendirian ASSI
Asosiasi Satelit Indonesia, atau biasa disingkat ASSI, adalah
organisasi yang didirikan untuk melindungi kepentingan bisnis
satelit Indonesia, terutama melalui regulasi yang memihak industri
dalam negeri, mengawalnya, mendorong perkembangan bisnis
satelit di Indonesia, memberikan edukasi teknologi dan bisnis
kepada masyarakat serta mendorong terciptanya potensi-potensi
nasional di bidang teknologi satelit dan antariksa.33
Pembentukan asosiasi ini diprakarsai oleh lima perusahaan
yang mengoperasikan satelit yaitu PT Telekomunikasi Indonesia
(Persero) Tbk., PT Indosat Tbk., PT Satelit Indonesia, PT Pasifik
Satelit Nusantara, dan PT Media Citra Indostar. Pendirian ASSI
kemudian disahkan oleh Kementerian Perhubungan pada 28
September 1998 melalui Surat Keputusan Menteri Perhubugan No.
KM 63 Tahun 1998.
b. Tujuan Pendirian ASSI

33 Asosiasi Satelit Indonesia, Asosiasi Satelit Indonesia, http://assi.or.id/, diakses


pada 28 September 2016 Pukul 18.53 WIB.

Universitas Indonesia
42

Maksud dan tujuan kelima perusahaan di atas mendirikan


asosiasi ini adalah:
1) Menjadi suatu wadah yang dapat merangkum dan
merumuskan kemajuan dan pemanfaatan tekonologi satelit
dan kentariksaan di Indonesia dan negara-negara lain yang
membutuhkan;
2) Membina dan mengembangkan kegiatan yang bertujuan
untuk dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi satelit dan keantariksaan bagi
kemajuan masyarakat;
3) Mendorong dan membimbing terciptanya potensi-potensi
industri di bidang teknologi satelit dan keantariksaan; dan
4) Mendorong pemanfaatan potensi sumber daya dan industri
nasional sehingga dapat menumbuhkan kembangkan
bidang persatelitan dan keantariksaan secara optimal.
c. Keanggotaan ASSI
Keanggotaan dalam ASSI dibedakan menjadi beberapa
golongan, yaitu anggota tetap, anggota korporasi, anggota afiliasi,
dan anggota profesional. Yang termasuk dalam anggota tetap
adalah perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam pendiri ASSI.
Sementara anggota korporasi ada sembilan perusahaan yaitu PT
Asia Cellular Satellite (ACeS), PT Inmarsat Indonesia, PT AJN
Solusindo, PT Primacom Interbuana, PT Patra Telekomunikasi
Indonesia, PT Aditech Matra, PT Lintasarta, PT Multimedia
Nusantara, dan PT Dini Nusa Kusuma. Dan untuk anggota afiliasi
dari ASSI adalah Asia Pacific Satellite Communication Council
(APSCC), Global VSAT Forum (GVF), Satellite Users Interference
Reduction Group, Inc. (SUIRG), dan Kamar Dagang Indonesia
(KADIN). Dalam hal ini, tidak ada persyaratan harus merupakan
perusahaan yang bergerak di bidang penyelenggaraan satelit untuk
dapat bergabung menjadi anggota ASSI. Siapa yang ingin
mendaftar menjadi anggota ASSI dapat mengajukan permohonan
dengan melakukan pendaftaran melalui website resmi ASSI.

Universitas Indonesia
43

d. Aktivitas ASSI
Aktivitas ASSI tidak hanya mengikutsertakan para anggotanya
melainkan pihak-pihak luar juga. Beberapa aktivitas ASSI adalah
General Training & In House Trainig, Seminar, Pameran,
Sertifikasi Badan Usaha dan Teknisi Satelit, Stadium General,
Workshop Bidang Regulasi dan Bisnis Review. Aktivitas paling
baru yang diadakan oleh ASSI bekerjasama dengan ITU adalah
ITU International Satellite Symposium 2016 yang. Simposium
tersebut diadakan pada 6 September 2016 di Denpasar, Bali.

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai