Anestesi inhalasi merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan
dengan cara memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau
cair yang mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi langsung ke udara
inspirasi. Agent inhalasi tersebut antara lain ether (sekarang sudah tidak digunakan),
metoksifluran, halotan, enfluran, desfluran, sevofluran dan isofluran (Stoelting, 2006).
a. Siklopropan
Siklopropan merupakan Anestesi inhalasi yang kuat, berbentuk gas,
berbau spesifik, tidak berwarna, dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan
tinggi. Gas ini mudah terbakar dan meledak, oleh karena itu hanya digunakan
dengan close drop method. Siklopropan relatif tidak larut dalam darah sehingga
dapat menginduksi dalam waktu 2-3 menit. Stadium III tingkat 1 dapat dicapai
dengan kadar 7-10% volume, tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume,
tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar 20-35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan
kadar 35-50% volume. Sedangkan pemberian dengan kadar 1% volume dapat
menimbulkan analgesia tanpa hilangnya kesadaran (Zunilda & Elysabeth, 2011).
Siklopropan menimbulkan relaksasi otot cukup baik dan sedikit sekali
mengiritasi saluran napas. Namun, depresi pernapasan ringan dapat terjadi pada
Anestesi dengan siklopropan. Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot
jantung, curah jantung dan tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga
siklopropan dapat menimbulkan fibrilasi atrium, bradikardia sinus, ekstrasistol
atrium, aritmia atrioventrikular, ekstrasistol ventrikel, dan ritme bigemini.
Pemberian atropin IV dapat menimbulkan ektrasistol ventrikel karena efek
katekolamin menjadi lebih dominan. Siklopropan diekskresi melalui paru, hanya
0,5% yang dimetabolisme dalam tubuh dan diekskresi dalam bentuk CO2 dan air
(Zunilda & Elysabeth, 2011).
flourine, dengan asumsi 50% dari sisa metabolit ini diekskresi melalui urine,
maka dapat disimpulkan bahwa metabolisme isofluran sangat rendah (Swadia
& Vasava, 2002).
4) Farmakodinamik
Isofluran adalah anestesi inhalasi yang mempunyai daya analgesik dan
relaksasi otot yang cukup baik. Isofluran memiliki efek inotropik negatif
yang dapat menekan kontraktibilitas otot jantung, menekan pernapasan,
menimbulkan relaksasi otot polos dan turunnya tekanan darah. Efek inotropik
negatif ini masih diperburuk dengan adanya hipokalsemia. Hipokalsemia
disebabkan oleh adanya hambatan kanal kalsium (Stoelting & Miller, 2001).
5) Efek samping
Keluhan yang sering ditimbulkan pada pemakaian isofluran adalah
hipotensi, depresi pernapasan, aritmia, peningkatan sel darah putih,
menggigil, nausea dan vomitus (Stoelting & Miller, 2001).
e. Enfluran
Enfluran ialah Anestesi eter berhalogen yang tidak mudah terbakar dan
cepat melewati stadium induksi tanpa atau sedikit menyebabkan eksitasi. Kadar
yang tinggi menyebabkan depresi kardiovaskular dan perangsangan susunan saraf
pusat. Untuk menghindari hal ini, enfluran diberikan dengan kadar rendah
bersama N2O. Untuk induksi, enfluran 2-4,5 % dikombinasikan dengan O2 atau
campuran N2 O-O2, sedangkan untuk mempertahankan anestesi diperlukan 0,5-3
% volume (Zunilda & Elysabeth, 2011).
Enfluran memiliki keuntungan, yaitu relaksasi otot cukup baik, tidak
iritasi dan sekresi, kardiovaskular relatif terjaga stabil, dan tidak mual/muntah,
sedangkan kerugian-kerugiannya yaitu depresi miokardium, hipotensi, berbahaya
pada penderita gangguan fungsi ginjal, dan iritasi susunan saraf pusat terutama
bila hipokapnia (Hidayat, 2006).
Enfluran memiliki kontra indikasi absolut pada renal dysfunction,
epilepsi, dan tekanan intrakranial meninggi, dan kontra indikasi relatif pada beta
blocker therapy dan kardiovaskular tidak stabil. Efluran juga tidak digunakan
pada anak dengan demam berumur kurang dari 3 tahun (Hidayat, 2006).
Enfluran bisa menyebabkan efek samping pasca pemulihan berupa
menggigil karena hipotermia, gelisah, delirium, mual, atau muntah. Enfluran
dapat menyebabkan depresi napas dengan kecepatan ventilasi tetap atau
meningkat, tidal volume dan minute volume menurun. Enfluran bisa
menyebabkan kelainan ringan fungsi hati yang bersifat reversibel. Anestesi yang
dalam dengan enfluran dapat menyebabkan depresi napas dan depresi sirkulasi.
Kadar enfluran yang tinggi dapat menimbulkan hipokarbia, sehingga muncul pola
EEG frekuensi tinggi dan dapat terjadi kejang (Zunilda & Elysabeth, 2011).
f. Sevofluran
Sevofluran pertama ditemukan oleh Wallin dan Napoli tahun 1971,
merupakan
fluorinasi
methyl
isoprophyl
ether. Tekanan
penguapannya
atau secara tidak langsung melalui reduksi lalu lintas saraf aferen atau depresi
secara sentral (Stoelting, 2006).
g. Eter (Dietil eter)
Eter merupakan cairan tidak berwarna yang mudah menguap, berbau tidak
enak, mengiritasi saluran napas, mudah terbakar, dan mudah meledak. Di udara
terbuka eter teroksidasi menjadi peroksida dan bereaksi dengan alkohol
membentuk asetaldehid, maka eter yang sudah terbuka beberapa hari sebaiknya
tidak digunakan lagi (Zunilda & Elysabeth, 2011).
Eter merupakan anestesi yang sangat kuat sehingga penderita dapat
memasuki setiap tingkat anestesia. Sifat analgesiknya kuat sekali dengan kadar
dalam darah arteri 10-15 mg% sudah terjadi analgesia tetapi pasien masih sadar.
Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot dan hambatan
neuromuskular yang tidak dapat dilawan oleh neostigmin (Zunilda & Elysabeth,
2011).
Eter menyebabkan iritasi saluran napas dan merangsang sekresi kelenjar
bronkus. Pada induksi dan waktu pemulihan, eter menimbulkan salivasi, tetapi
pada stadium yang lebih dalam, salivasi akan dihambat dan terjadi depresi napas
(Zunilda & Elysabeth, 2011).
Eter menekan kontraktilitas otot jantung, tetapi in vivo efek ini dilawan
oleh meningkatnya aktivitas simpatis sehingga curah jantung tidak berubah atau
meninggi sedikit. Eter menyebabkan mual dan muntah terutama pada waktu
pemulihan, tetapi ini dapat pula terjadi pada waktu induksi (Zunilda & Elysabeth,
2011).
Eter akan diekskresikan melalui paru, sebagian kecil diekskresikan
melalui urin, air susu, dan keringat serta melalui difusi kulit utuh. Penggunaan
eter pada sistem semi tertutup dalam kombinasi dengan oksigen atau N2O tidak
dianjurkan pada pembedahan dengan tindakan kauterisasi sebab ada bahaya
timbulnya ledakan, dan bila api mencapai paru pasien akan mati akibat jaringan
yang terbakar atau paru-parunya pecah (Zunilda & Elysabeth, 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, R. 2006. Perbedaan Efek Kardiovaskular pada Anestesi Inhalasi Enfluran Antara
Teknik Medium-Flow dan High-Flow Semiclosed System. Semarang: UNDIP
Katzung, Bertram G. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 10. Jakarta: EGC
M.C, Lewis. 2007. Uncomplicated general anesthesia in the elderly results in cognitive
decline. Medical Hypothesis. pp : 484-492
Morgan, G.E., Mikhail M. S, Murray M. J., Larson C. P. 2002. Inhalational Anesthetiic In
Clinical Aneshesiology. 3rd Ed. New York: Lange Medical Book/McGraw-Hill
Medicall Publishing Edition.
Stoelting RK. 2006. Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice. 4thed.
Philadelphia:LippincottRaven.
Stoelting, RK & Miller RD. 2001. Basic of Anesthetic Practice. 3rd ed. New York: Churchill
Livingstone.
Swadia, F.N & Vasava J.V. 2002. Isoflurane in Day Care Surgery. Indian Journal of
Anesthesia. 46(2) : 134-137
Zulnida, D, S., Elysabeth. 2011. Farmokologi Dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: FKUI