(Pometia pinnata)
7:04 PM elsa sulastri No comments
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Krisis energi masih menjadi pembicaraan hangat oleh masyarakat dunia
karena kekhawatiran akan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang semakin
bertambah seiring dengan berkembangnya industri dan populasi penduduk,
kebutuhan BBM di tanah air sendiri setiap tahun meningkat. Apalagi ditambah
kenyataan perubahan iklim yang nampak permanen yang menurut kenyataan badai
dingin/ salju, banyak menimpa negara Amerika dan Eropa. Negara-negara tersebut
merupakan non produsen BBM sebaliknya merupakan konsumen terbesar di dunia.
Dengan musim dingin tersebut, maka negara tersebut membutuhkan BBM yang
lebih banyak, oleh karena itu tidak tertutup kemungkinan dunia dibeberapa tahun
akan datang krisis BBM masih mengancam dunia.
Sejak puluhan tahun silam beberapa negara telah memproduksi dan
menggunakan bahan bakar dari sumber selain BBM, seperti biodiesel dan bioetanol.
Namun di tanah air baru diprogramkan beberapa tahun lalu, dan sekarang sebagian
institusi telah menyediakan tansportasi dengan bahan bakar biodiesel maupun
bioetanol.
Biodiesel yang banyak diproduksi berasal dari tanaman jarak dan kapuk,
beberapa sumber lainnya masih kurang dikenal oleh masyarakat umum di tanah air.
Setidaknya ada 60 macam tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan baku biodiesel
di antaranya adalah jarak, kelapa sawit, randu, nyamplung, kelapa, jagung,
singkong, nimba, kakao, kayu manis, kelor, kemiri, padi, pepaya, rambutan, sirsak,
srikaya, wijen, kecipir, karet, kosambi. Yang sudah diteliti dan diterapkan sebagai
bahan bakar adalah pohon jarak dan kelapa sawit (Anonim. 2008).
Indonesia sebagai negara megabiodiversity, kaya akan keanekaragaman
hayati. Keanekaragaman hayati ini memiliki potensi yang cukup besar namun tidak
terlalu termanfaatkan secara optimal, salah satunya adalah limbah (kalong) dari biji
buah matoa. Buah matoa tidak dapat dinikmati oleh masyarakat secara optimal
karena dimangsa oleh kalong. "Tanaman buah matoa ini layak dikembangkan
apalagi tidak memerlukan perawatan khusus. Cuma perlu diberonjong buahnya,
sebab buah ini sangat disenangi kalong. Jadi kalau tidak dipasang beronjong
buahnya pasti dihabisi kalong." kata Indra (Jaya, Djoni Hartawan. 2009)
Buah matoa sering di serang hama kalong sebagaimana pula di Kabupaten
Soppeng, kalong memakan daging buah dan menyisahkan bijinya, limbah kalong
tersebut berserakan dan tidak dimanfaatkan lagi oleh masyarakat. Limbah dari biji
buah matoa yang dijatuhkan oleh kalong tersebut bisa diolah menjadi biodiesel
bahan bakar alternatif bagi masyarakarat di pedesaan. Hal ini ditunjukkan dalam
pengamatan bahwa biji matoa yang kering bila dipres akan mengeluarkan minyak
(nabati).
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka tidaklah berlebihan apabila timbul
inspirasi dan niat positif bagi peneliti untuk melakukan analisis kandungan biodiesel
dari limbah (kalong) biji buah matoa yang sangat melimpah di Kabupaten Soppeng
khususnya. Penelitian ini akhirnya diberi judul Analisis Rendamen Biodiesel Limbah
(kalong) dari Biji Buah Matoa (Pometia pinnata)
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, rumusan masalah
penelitian ini yaitu, apakah rendemen (kadar kandungan) minyak nabati di dalam
limbah (Kalong) dari biji buah matoa (Pometia pinnata) cukup tinggi (signifikan)
untuk dijadikan biodiesel?
C.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu, untuk apakah rendemen (kadar kandungan)
minyak nabati di dalam limbah (Kalong) dari biji buah matoa (Pometia pinnata)
cukup tinggi (signifikan) untuk dijadikan biodiesel.
D.
Manfaat Penelitian
1.
Bagi peneliti
Sebagai media untuk memperkaya ilmu pengetahuan. Dengan karya ini,
penulis dapat menjadikan sarana untuk melatih diri mengembangkan bakat menulis
dan meneliti.
2.
a.
Bagi Masyarakat
Memberikan informasi bagi masyarakat bahwa limbah (kalong) biji buah matoa
(Pometia pinnata) dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar berupa biodiesel.
b.
c.
merawat
tanaman
dengan
senantiasa
memngumpulkan
limbah
dalam
pemerintah
dapat
Bagi Pemerintah
Penulisan
karya
ini
dimaksudkan
agar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom :
Super Divisi :
Divisi
Kelas
Sub Kelas
Rosidae
Ordo
Sapindales
Famili
Sapindaceae
Genus
Pometia
Spesies
Nama Lokal
Biodiesel
Energi alternatif adalah energi pengganti daripada energi yang sering kita
gunakan. Energi ini merupakan energi yang bisa terbarukan atau bisa dipakai terus
menerus, mudah didapatkan dan ramah lingkungan.
Pemerintah diketahui telah memprogramkan pemanfaatan Jarak Pagar
sebagai subtitusi solar dan singkong sebagai subtitusi premium. Kedua komoditas
ini diharapakan mengganti pemakaian solar. Menurut penelitian minyak jarak
mengandung banyak oksigen sehingga akan terjadi pembakaran sempurna, emisi
karbon menjadi berkurang (buangan tidak berbahaya, bersih, dan ramah
lingkungan) (Prihandana,Rama. 2005).
Adapun
proses
pembuatan
biodiesel
cukup
sederhana
yaitu
dengan
mencampur minyak nabati yang didapat dari tumbuhan dengan metanol atau
etanol sehingga didapatkan ester metil atau ester etil dan gliserin. Ester metil
ataupun ester etil adalah wujud dari biodiesel itu sendiri.
Industri Biodiesel
Ada
beberapa
negara
produsen
dan
konsumen
terbesar
biodiesel
sebagaimana diuraikan oleh Fediol dan EBB dalam Rama Prihandhana (2005) yakni
untuk peringkat 3 besar adalah masing-masing Jerman, Perancis, dan Italia dengan
produksi pada tahun 2004 masing-masing 1.035, 348, dan 320 ton. Adapun
komponen mesin industri biodiesel yang digunakan di negara maju sebagaimana
berikut:
a. Expeller (digunakan untuk memerah biji-bijian)
b. Tangki Degumming (untuk menghilangkan getah hasil perahan dari expeller)
c. Filter press (penyaringan)
Di Indonesia mesin biodiesel berupa pilot plant yang dibangun oleh BPPT
tahun 2003 dengan kapasitas 1,5 ton/hari, PT Energi Alternatif INDONESIA tahun
2005 di Jakarta Utara berkapasitas 1 ton perhari. Sedangkan skala penelitian
laboratorium sebagaimana yang dilakukan di SMAN 1 Liliriaja Kabupaten Soppeng
Sulawesi Selatan, hanya menggunakan alat laboratorium sederhana dengan
metode ekstraksi dengan zat pelarut (maserasi dan soxhlet), dibantu dengan alat
pres ulir, dan penguapan zat pelarut dengan menggunakan alat destilasi.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
A.
dilakukan di
Prosedur Penelitian
1.
Uji Pendahluan
a.
Ampas dari pengambilan bioetanol (56 biji) di campurkan dengan pelarut organik
(aseton)
b.
2.
Percobaan I (Pertama)
a.
b.
Maserasi dengan aseton selama 24 jam, kemudian pemisahan zat pelarut dengan
pengepresan alat pres ulir
c.
Distilasi untuk memisahkan pelarut aseton dari bahan biodiesel sekitar 3 jam, dan
hentikan ketika hasil distilat tidak menetes lagi dan residu tidak mendidih atau
hanya menunjukkan letupan
d.
Biodiesel atau residu dalam botol distilasi dipindahkan dalam gelas ukur kapasitas
50 ml dan dibiarkan mengendap 6 jam
e.
3.
Percobaan II (Kedua)
a.
b.
c.
d.
Distilasi untuk memisahkan pelarut aseton dari bahan biodiesel sekitar 3 jam dan
hentikan ketika hasil distilasi tidak menetes lagi dan residu tidak mendidih atau
hanya menunjukkan letupan
e.
Biodiesel atau residu dalam botol distilasi dipindahkan dalam gelas ukur kapasitas
50 ml dan dibiarkan mengendap 6 jam
f.
g.
4.
Perhitungan rendemen
Perhitungan rendemen dengan rumus matematika sederhana sebagaimana
ditunjukkan berikut ini:
Volume hasil (Ml) . 100%
Berat bahan (Gr)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian
1.
Uji Pendahuluan
Tabel 4.1
Hasil Uji Pendahuluan
Bahan
Proses
Hasil
Dirasakan
56 biji buah
matoa(ampas dari
pengambilan bioetanol)
Dicampurkan dengan
berminyak di
permukaan
kulit
2.
Analisis Rendemen
Tabel 4.2
Jumlah Bahan, Metode, Hasil dan Rendemen Biodiesel Biji Matoa Kering
Percoba
Bahan
an
(gr)
Residu
Metode
(ml)
Minyak/Lem
Rendemen
ak
Biodiesel
(ml)
% (vol/gr)
37,0
7,4
Maserasi,
I
500
Dipres, dan
48,0
Distilasi
Metanol
Tabel 4.3
Jumlah Bahan, Metode, Hasil dan Rendemen Biodiesel Biji Matoa Kering
Lemak
Percobaan
Bahan
(gr)
Metode
Biodis
(gliserin)
el (ml)
(ml)
Rendemen
(%)
Ekstraksi
II
75
Soxhlet dan
11,0
9,5
14,6
Distilasi
Sumber: Hasil penelitian, perhitungan
B. Pembahasan
Hasil uji pendahuluan (Tabel 4.1) dengan 56 buah biji segar matoa yang telah
difermentasi untuk bioetanolnya ditambahkan aseton dan terlihat larutannya
menjadi keruh, hal ini menunjukkan bahwa biji buah matoa juga mengandung
minyak yang banyak. Sebagai tambahan, bahwa dari pengamatan atas biji matoa
yang kering yang dipres menggunakan alat pres ulir, minyak yang keluar dapat
langsung terbakar dengan residu warna hitam.
Untuk ekstraksi minyak nabati ataupun biodiesel digunakan bahan dari biji
matoa yang sudah dikeringkan, dalam percobaan I (pertama) residu dari distilasi
untuk penguapan aseton didapatkan hasil 48 ml (Tabel 4.2). Hasil ini dibiarkan
mengendap 12 jam, ternyata membeku dalam suhu ruangan, hanya sebagian kecil
yang tidak membeku.
Oleh karena tidak bisa dilakukan uji daya bakar, maka diputuskan untuk
melarutkan dengan mencapurkan 60 ml metanol. Campuran ini kemudian dikocok
beberapa saat dan kemudian dipanaskan dalam wadah dengan air mendidih sambil
dikocok untuk menguapkan sisa metanol yang tidak mengurai dengan minyak atau
lemak. Perlakuan ini dimaksudkan untuk mengkonversi residu yang membeku di
atas menjadi biodiesel walaupun tanpa menggunakan zat katalis berupa KOH
sebagaimana yang diungkap dalam literatur.
Hasil dari perlakuan di atas kemudian diukur dalam gelas ukur dan memberi
hasil 37 ml, kemudian dilanjutkan dengan uji daya bakar, hasil pembakaran
menunjukkan warna api merah dan sebahagian kecil warna biru, pembakarannya
tidak sempurna ditunjukkan oleh dengan residu yang berwarna hitam.
Dalam percobaan II (kedua) untuk bahan biji matoa yang telah dikeringkan
sebanyak 75 gram, digunakan metode ekstraksi dengan menggunakan soxhlet
dengan zat pelarut aseton. Setelah didistilasi, residu yang dihasilkan sebanyal 20,5
ml, kemudian setelah dingin terbagi menjadi dua layer. Layer (lapisan) yang
dibagian bawah berupa larutan minyak sebanyak 11,0 ml, sedangkan yang di atas
membeku (kental) seperti mentega (gliserin) sebanyak 9,5 ml (Tabel 4.3). Uji daya
bakar dilakukan terhadap larutan yang berada di bawah, dan hasilnya menunjukkan
pembakaran sempurna, tan residu dengan api berwarna biru.
Terdapat perbedaan hasil dari dua metode yang dilakukan, metode ekstraksi
dengan soxhlet menujukkan hasil yang labih akurat dan hasil uji daya bakarnya juga
baik. Dengan persentase 14,6% biodiesel, maka biji kering buah matoa termasuk
salah satu sumber biodiesel yang menguntungkan.
Oleh karena bahan penelitian ini berupa limbah dari kalong, tidak diupayakan
memanen buah dan mengumpulkan dari pohon matoa, maka untuk dapat
mengetahui lebih jauh tingkat ekonomisnya, diperlukan penelitian lebih lanjut yang
mencakup penelitian tentang jumlah produksi biji buah matoa perpohon yang
produktif atau per luas lahan budidaya, dan membandingkan dengan sumber
penghasil biodiesel lainnya seperti jarak dan kapuk.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Limbah buah matoa yang selama ini banyak dibiarkan oleh masyarakat
ternyata
adalah
sumber
penghasil
biodiesel
yang
menguntungkan
karena
rendemennya hingga mencapai 14,6%. Hasil dari dua percobaan dengan dua
metode
yang
digunakan
menunjukkan
bahwa
biji
matoa
dapat
dipastikan
2.
3.
DAFTAR PUSTAKA
Silaen, Sofar. 2004. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Remaja. Jakarta: CV Jasa Usaha Mulia.
Anonimus. http://iptek.net.id/ind/teknologi_pangan/index.php?mnu=2&id=102 diakses
tanggal 13 September 2010
________. 2008. Para Kandidat Biodiesel. http://imultiply.com diakses tanggal 15 September
2010
De Graaf. NR & JW Hildebrand, PB Laming, JM Fundter. 2009. Detil data Pometia pinnata
J.R. & G. Forster http://www.proseanet.org/ browser.php
diakses tanggal 23
September 2010
Jaya, Djoni Hartawan. 2008. Agrobisnis Matoa Rambutan Papua yang Makin Dicari
http://www.lampungpost.com/ kelelawar.htm diakses tanggal 23 September 2010
Prihandana, Rama. 2005. Bukusaku Jarak Pagar. Jakarta
Vitiawan, Santo. 2008. Matoa Papua Memiliki Ekonomis Tinggi. http://multiply.com/26.htm
diakses tanggal 3 Oktober 2010
Suprayogi.
2008.
Agrobisnis
Sumber
Penghasilan
Tambahan.