Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Tumbuhan paku adalah sekelompok tumbuhan yang sudah memiliki sistem
pembuluh sejati (kormus) tetapi tidak menghasilkan biji untuk reproduksinya.
Pteridophyta masih menggunakan spora sebagai alat perbanyakan generatifnya. Sama
seperti lumut dan fungi. Pteridophyta merupakan suatu golongan tumbuhan yang
mempunyai daur perkembangan dengan pergiliran keturunan yang beraturan. Tumbuhan
ini juga banyak ditemukan di darat, biasanya juga menempel pada substrat.
Tumbuhan paku dapat hidup di atas tanah atau batu, menempel di kulit pohon (epifit
ditepi sungai di tempat-tempat yang lembap (hidrofit), atau di atas sampah atau sisa
tumbuhan atau hewan (saprofit). Sebagian besar tumbuhan paku mempunyai batang yang
tumbuh di dalam tanah yang disebut rhizoma. Akar pada tumbuhan paku bersifat seperti
serabut yang ujungnya dilindungi oleh kaliptra (tudung akar). Batang pada sebagian besar
paku tidak terlihat karena berada di dalam tanah dalam bentuk rimpang. Akan tetapi, ada
pula tumbuhan paku yang memiliki batang di permukaan tanah yang bercabang, seperti
pada Cyathea. Tumbuhan paku tersebar di seliruh dunia, kecuali daerah bersalju abadi dan
daerah kering (Iqbal,2008).
Untuk mengetahui ciri morfologi, struktur dan habitat dari berbagai jenis tumbuhan
paku, maka dilaksanakanlah KKL (Kuliah Kerja Lapangan) Botani Tumbuhan
Berpembuluh untuk mengidentifikasi keanekaragaman tumbuhan paku di daerah Coban
Pelangi.
1.2 Tujuan
Tujuan dari kuliah kerja lapangan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk

mengetahui spesies-spesies dari tumbuhan paku (Pteridophyta) beserta

morfologinya yang berhabitat di Taman Wisata Coban Pelangi, Kecamatan Poncokusumo,


Kabupaten Malang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Coban Pelangi
Wisata Air Terjun Coban Pelangi terletak di desa Gubuk klakah, Kecamatan
Poncokusumo, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dari kota malang jaraknya sekitar 30 km ke
arah timur, dengan kendaraan dapat ditempuh selama 1 jam. Untuk menuju kesana banyak
petunjuk arah di sepanjang jalan atau bisa berpatokan dengan jalur menuju Gunung
Bromo dan Gunung Semeru. Lokasinya 2 km setelah desa Gubuk klakah, ditandai dengan
papan nama Wisata Air Terjun Coban Pelangi di sebelah kanan jalan.
2.2 Tumbuhan Paku (Pteridophyta)
Dunia tumbuhan secara umum dibagi mejadi 5 kelompok besar dalam divisio. Kelima
divisio tersebut dari yang paling sederhana ke yang paling komplek yaitu Divisio
Schyzophyta yaitu tumbuhan belah; yang menjadi anggota Schizophyta adalah semua
tumbuhan yang cara reproduksinya dengan membelah diri, inti sel belum berdinding dan
secara umum bersifat uniseluler. Contoh dari Diviso Schizophyta adalah bakteri dan alga biru.
Divisio berikutnya adalah Divisio Thallophyta, yaitu kelompok tumbuhan yang dapat
multiseluler ataupun uniseluler namun sudah memiliki inti yang sesungguhnya. Contoh dari
Divisio Thallophyta adalah alga dan jamur. Meningkat pada kelompok tumbuhan lain yang
struktur akar dan batangnya belum ada, namun sel telah mengalami diferensiasi dan
spesialisasi adalah kelompok Bryophyta. Pteridophyta adalah divisio yang semua anggotanya
telah memiliki akar, batang dan daun yang sudah jelas. Perkembangbiakan secara generatif
dilakukan dengan menggunakan spora (Tjitrosoepomo,1988).
Divisio tertinggi dalam dunia tumbuhan, adalah Divisio Spermatophyta; divisio ini
telah memiliki biji untuk perkembangan biakan generatifnya. Divisio ada juga yang
membaginya menjadi 4 saja dikarenakan Divisio Schizophyta yaitu tumbuhan belah; karena
memiliki ciri inti sel belum berdinding maka dikelompokkan pada kelompok tersendiri di luar
kelompok tumbuhan yaitu Kingdom Monera (Hackle,1999).
Pada beberapa jenis paku yang hidup di tanah, batang tumbuhan pakusejajar dengan
tanah. Karena tumbuhnya menyerupai akar maka batang tersebut dinamakan rizoma. Batang
ini sering tertutup oleh rambut atau sisik berfungsi sebagai pelindungnya. Dari rizoma ini pula
tumbuh akar akar yang lembut. Daun paku ada yang berbentuk tunggal, majemuk ataupun
menyirip ganda. Helaian daun secara menyeluruh disebut ental, terkadang tumbuh dua macam
2

ental, yaitu yang subur dan mandul. Pada ental yang subur tumbuh sporangia pada permukaan
daun bagian bawah. Kumpulan dari sporangia disebut sorus sedangkan sekumpulan sorus itu
sendiri disebut dengan sori. Spora terletak pada kotak spora (sporangium) dan tidak jarang
sorus tersebut dilindungi oleh suatu lapisan penutup yang disebut indusium yang umumnya
berbentuk ginjal (Sastrapradja,1979).
2.3 Ciri-ciri Tumbuhan Paku (Pteridophyta)
Ciri tumbuhan paku meliputi ukuran, bentuk, struktur, dan fungsi tubuhyang memiliki
ukuran bervariasi dari yang tingginya sekitar 2 cm, misalnya pada tumbuhan paku yang hidup
mengapung di air, sampai tumbuhan paku yang hidup di darat yang tingginya mencapai 5 m,
misalnya paku tiang (Sphaeropteris). Tumbuhan paku purba yang telah menjadi fosil
diperkirakan ada yang mencapai tinggi 15 m. Bentuk tumbuhan paku yang hidup saat ini
bervariasi, ada yang berbentuk lembaran, perdu atau pohon, dan ada yangseperti tanduk rusa
(Hackle,1999).
Tumbuhan paku terdiri dari dua generasi, yaitu generasi sporofit dan generasi
gametofit. Generasi sporofit dan generasi gametofit ini tumbuh bergantian dalam siklus
tumbuhan paku. Generasi sporofit adalah tumbuhan yang menghasilkan spora sedangkan
generasi gametofit adalah tumbuhan yang menghasilkan sel gamet (sel kelamin). Pada
tumbuhan paku, sporofit berukuran lebih besar dan generasi hidupnya lebih lama
dibandingkan generasi gametofit. Oleh karena itu, generasi sporofit tumbuhan paku disebut
generasi dominan. Generasi sporofit inilah yang umumnya kita lihat sebagaitumbuhan paku.
Struktur dan fungsi tubuh tumbuhan paku generasi sporofit. Tumbuhan paku sporofit pada
umumnya memiliki akar, batang, dan daun sejati. Namun, ada beberapa jenis yang tidak
memiliki akar dan daun sejati. Batang tumbuhan paku ada yang tumbuh di bawah tanah
disebut rizom dan ada yang tumbuh di atas permukaan tanah. Batang yang yang tumbuh di
atas tanah ada yang bercabang menggarpu dan ada yang lurus tidak bercabang. Tumbuhan
paku yang tidak memiliki akar sejati memiliki akar berupa rizoid yang terdapat pada rizom
atau pangkal batang. Tumbuhan paku ada yang berdaun kecil (mikrofil) dan ada yang berdaun
besar (makrofil). Tumbuhan paku yang berdaun kecil, daunnya berupa sisik. Daun tumbuhan
paku memiliki klorofil untuk fotosintesis. Klorofil tumbuhan paku yang tak berdaun atau
berdaun kecil terdapat pada batang. Tumbuhan paku sporofit memiliki sporangium yang
menghasilkan spora (Hackle,1999).
Pada jenis tumbuhan paku sporofit yang tidak berdaun, sporangiumnyaterletak di
sepanjang batang. Pada tumbuhan paku yang berdaun, sporangiumnya terletak pada daun
yang fertil (sporofil). Daun yang tidak mengandung sporangium disebut daun steril (tropofil).
3

Sporofil ada yang berupa helaian dan ada yang berbentuk strobilus. Strobilus adalah gabungan
beberapa sporofil yang membentuk struktur seperti kerucut pada ujung cabang. Pada sporofil
yang berbentuk helaian, sporangium berkelompok membentuk sorus. Sorus dilindungi oleh
suatu selaput yang disebut indusium. Sebagian besar tumbuhan paku memiliki pembuluh
pengangkut berupa floem dan xilem. Floem adalah pembuluh pengangkut nutrien organik
hasil fotosintesis. Xilem adalah pembuluh pengangkut senyawa anorganik berupa air dan
mineral dari akar ke seluruh bagian tumbuhan. Spora yang menghasilkan sporofit akan
tumbuh membentuk struktur gametofit berbentuk hati yang disebut protalus atau protalium
(Hackle,1999).
Gametofit tumbuhan paku hanya berukuran beberapa milimeter dan dari sebagian
besar tumbuhan paku memiliki gametofit berbentuk hati yang disebut protalus. Protalus
berupa lembaran, memiliki rizoid pada bagian bawahnya, serta memiliki klorofil untuk
fotosintesis. Protalus hidup bebas tanpa bergantung pada sporofit untuk kebutuhan nutrisinya.
Gametofit jenis tumbuhan paku tertentu tidak memiliki klorofil sehingga tidak dapat
berfotosintesis. Makanan tumbuhan paku tanpa klorofil diperoleh dengan cara bersimbiosis
dengan jamur (Soeratman,1999).
Gametofit memiliki alat reproduksi seksual yaitu jantan adalah anteridium yang
menghasilkan spermatozoid berflagelum sedangkan alat reproduksi betina adalah arkegonium
yang menghasilkan ovum. Gametofit tumbuhan paku jenis tertentu memiliki dua jenis alat
reproduksi pada satu individu. Gametofit dengan dua jenis alat reproduksi disebut gametofit
biseksual. Gametofit yang hanya memiliki anteridium saja atau arkegonium saja disebut
disebut gametofit uniseksual. Gametofit biseksual dihasilkan oleh paku heterospora (paku
yang menghasilkan dua jenis spora yang berbeda (Soeratman,1999).
2.4 Reproduksi Tumbuhan Paku (Pteridophyta)
Tumbuhan paku berkembang biak secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual
dan seksual pada tumbuhan paku terjadi seperti pada lumut. Reproduksi tumbuhan paku
menunjukkan adanya pergiliran antara generasi gametofit dan generasi sporofit (metagenesis).
Pada tumbuhan paku, generasi sporofit merupakan generasi yang dominan dalam daur
hidupnya. Generasi gametofit dihasilkan oleh reproduksi aseksual dengan spora. Spora
dihasilkan oleh pembelahan sel induk spora yang terjadi di dalam sporangium. Sporangium
terdapat pada sporofit (sporogonium) yang terletak di daun atau di batang. Spora haploid (n)
yaitu protalium, sedangkan sporofitnya adalah generasi diploid yaitu tumbuhan paku. Proses
pergiliran keturunan tumbuhan paku adalah sebagai berikut (Soeratman,1999):

Bila spora jatuh di tempat yang sesuai maka akan menghasilkan alatkelamin jantan
(anteridium) dan alat kelamin betina (arkegonium). Masing-masing alat kelamin akan
menghasilkan spermatozoid dan ovum. Bila terjadipembuahan ovum oleh spermatozoid maka
akan dihasilkan zigot. Selanjutnya zigot akan tumbuh menjadi embrio dan akhirnya menjadi
tanaman paku. Setelah dewasa, sporofil dari sporofit akan menghasilkan spora yang terdapat
di dalam kotak spora. Kotak spora ini akan berkumpul di dalam sorus. Daur hidup tumbuhan
paku homospora disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Daur Hidup Tumbuhan Paku


Sumber : Prawirohartono,S. 2004:171

2.5 Klasifikasi Tumbuhan Paku (Pteridophyta)


Berdasarkan jenis spora yang dihasilkan, tumbuhan paku dibedakanmenjadi tiga, yaitu
(Soeratman,1999) :
a. Paku Homospora
Paku Homospora yaitu jenis tumbuhan paku yang menghasilkansatu jenis spora yang
sama besar. Contohnya adalah paku kawat (Lycopodium).
b. Paku Heterospora
Paku heterospora merupakan jenis tumbuhan paku yangmenghasilkan dua jenis spora
yang berbeda ukuran. Spora yang besar disebut makrospora (gamet betina) sedangkan spora
yang kecil disebut mikrospora (gamet jantan). Contohnya adalah paku rane (Selaginella) dan
Semanggi (Marsilea).

c. Paku Peralihan
5

Paku peralihan merupakan jenis tumbuhan paku yang menghasilkanspora dengan


bentuk dan ukuran yang sama, serta diketahui gamet jantan dan betinanya. Contoh tumbuhan
paku peralihan adalah paku ekor kuda (Equisetum).
Berdasarkan struktur morfologinya, tumbuhan paku diklasifikasikan menjadi empat
subdivisi, yaitu (Soeratman,1999) :
1). Paku Purba (Psilopsida)
Tumbuhan paku purba yang masih hidup saat ini diperkirakanhanya tinggal 10 spesies
sampai 13 spesies dari dua genus. Paku purba hidup di daerah tropis dan subtropis. Sporofit
paku purba ada yang tidak memiliki akar sejati dan tidak memiliki daun sejati. Paku purba
yang memiliki daun pada umumnya berukuran kecil (mikrofil) dan berbentuksisik. Batang
paku purba bercabang dikotomi dengan tinggi mencapai 30 cm hingga 1 m. Paku purba juga
tidak memiliki pembuluh pengangkut. Batang paku purba mengandung klorofil sehingga
dapat melakukan fotosintesis. Cabang batang mengandung mikrofil dan sekumpulan
sporangium yang terdapat di sepanjang cabang batang. Sporofil paku purba menghasilkan
satu jenis spora (homospora). Gametofitnya tidak memiliki klorofil dan mengandung
anteridium dan arkegonium. Gametofit paku purba bersimbiosis dengan jamur untuk
memperoleh nutrisi. Contoh tumbuhan paku purba yaitu paku purba tidak berdaun (Rhynia)
dan paku purba berdaun kecil (Psilotum).
2). Paku Kawat (Lycopsida)
Paku kawat mencakup 1.000 spesies tumbuhan paku, terutamadari genus Lycopodium
dan Selaginella. Paku kawat banyak tumbuh di hutan-hutan daerah tropis dan subtropis. Paku
kawat menempel di pohon atau hidup bebas di tanah. Anggota paku kawat memiliki akar,
batang, dan daun sejati. Daun tumbuhan paku kawat berukuran kecil dan tersusun rapat.
Sporangium terdapat pada sporofil yang tersusun membentuk strobilus pada ujung batang.
Strobilus berbentuk kerucut seperti konus pada pinus. Oleh karena itu paku kawat disebut
juga pinus tanah. Pada paku rane (Selaginella) sporangium terdiri dari dua jenis, yaitu
mikrosporangium dan megasporangium. Mikrosporangium terdapat pada mikrosporofil (daun
yang mengandung mikrosporangium). Mikrosporangium menghasilkan mikrospora yang akan
tumbuh menjadi gametofit jantan. Megasporangium terdapat pada megasporofil (daun yang
mengandung megasporangium). Megasporangium menghasilkan megaspora yang akan
tumbuh menjadi gametofit betina.
Gametofit paku kawat berukuran kecil dan tidak berklorofil. Gametofit memperoleh
makanan dari jamur yang bersimbiosis dengannya. Gemetofit paku kawat ada yang
uniseksual, yaitu mengandung anteridium saja atau arkegonium saja. Gametofit paku kawat
6

juga ada yang biseksual, yaitu mengandung anteridium dan arkegonium. Gametofit uniseksual
terdapat pada Selaginella. Selaginella merupakan tumbuhan paku heterospora sedangkan
gametofit biseksual terdapat pada Lycopodium.
3). Paku Ekor Kuda (Sphenopsida)
Paku ekor kuda saat ini hanya tinggal sekitar 25 spesies dari satugenus, yaitu
Equisetum. Habitat utama tumbuhan ini hidup pada habitat lembab di daerah subtropis.
Equisetum yang tertinggi hanya mencapai 4,5 m sedangkan rata-rata tinggi Equisetum kurang
dari 1 m. Equisetummemiliki akar, batang, dan daun sejati. Batangnya beruas dan pada setiap
ruasnya dikelilingi daun kecil seperti sisik. Equisetum disebut paku ekor kuda karena bentuk
batangnya seperti ekor kuda. Batangnya yang keras disebabkan dinding selnya mengandung
silika. Sporangium terdapat pada strobilus. Sporangium menghasilkan satu jenis
spora,sehingga Equisetum digolongkan pada tumbuhan paku peralihan. Gametofit Equisetum
hanya berukuran beberapa milimeter tetapi dapat melakukan fotosintesis. Gametofitnya
mengandung anteridium dan arkegonium sehingga merupakan gametofit biseksual.
4). Paku Sejati (Pteropsida)
Paku sejati mencakup jenis tumbuhan paku yang paling sering kitalihat. Tempat
tumbuh paku sejati sebagian besar di darat pada daerah tropis dan subtropis. Paku sejati
diperkirakan berjumlah 12.000 jenisdari kelas Filicinae. Filicinae memiliki akar, batang, dan
daun sejati.Batang dapat berupa batang dalam (rizom) atau batang di atas permukaan tanah.
Daun Filicinae umumnya berukuran besar dan memiliki tulang daun bercabang. Daun
mudanya memiliki ciri khas yaitu tumbuh menggulung (circinnatus). Jenis paku yang
termasuk paku sejati yaitu Semanggi (Marsilea crenata), Paku tanduk rusa (Platycerium
bifurcatum), paku sarang burung (Asplenium nidus), suplir (Adiantum cuneatum), Paku sawah
(Azolla pinnata), dan Dicksoniaantarctica.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Studi lapangan ini dilaksanakan pada hari Sabtu 14 Maret 2015 yang bertempat di
daerah kawasan Taman Wisata Coban Pelangi, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten
Malang.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam studi lapangan ini yaitu sebagai berikut :
1. Penggaris.
1 buah
2. Alat dokumentasi (kamera digital) 1 buah
3.2.2 Bahan
Bahan yang dibutuhkan dalam studi lapangan ini yaitu sebagai berikut :
1. Asplenium adiantum-nigrum
2. Dryopteris sp.
3. Dryopteris filix-mas

1 buah
1 buah
1 buah

3.3 Cara Kerja


Langkah-langlah kerja pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dicari tumbuhan paku (Pteridophyta) dengan menelusuri jalan di kawasan Taman
Wisata Coban Pelangi, Kecamatan Puncokusumo kabupaten Malang.
2. Diambil gambar dengan kamera digital pada setiap spesies tumbuhan paku
(Pteridophyta) yang ditemukan.
3. Dilakukan pengamatan dan dicatat ciri-ciri morfologinya secara kelompok.
4. Diklasifikasi kemudian dideskripsikan.
5. Dibagi setiap kelompok untuk dibahas di dalam laporan hasil studi lapangan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Asplenium adiantum-nigrum
4.1.1 Hasil Pengamatan
Gambar pengamatan

Gambar literature

strobil
us

(Cakmus, 2012)

4.1.2 pembahasan
A. sistematika takson
Sistem takson tumbuhan paku ini adalah (LIPI,1980):
Kingdom

: Plantae

Devisi

: Pteridophyta
Kelas

: Filicopsida
Ordo

: Polypodiales
Family

: Aspleniaceae
Genus

: Asplenium
Spesies

: Asplenium adiantum-ningrum

B. Lokasi Pengamatan
Pengamatan tumbuhan paku ini dilaksanakan di Taman Wisata Coban Pelangi yang
terletak di kecamatan Puncokusumo kabupaten Malang. Saat pengamatan tanaman
paku, Asplenium adiantum-ningrum ini ditemukan menempel atau epift pada batu yang
terletak di sekitar sungai dekat dengan jembatan menuju ke air terjun Coban Pelangi.

C. Deskripsi
9

C.1 Habitus
Tanaman paku yang ditemukan ini merupakan tanaman dengan perawakan herba.
Pengamatan ini mendapat Asplenium Adiantum-ningrum yang menempel atau epifit ke batubatuan.
C.2 Rhizoma
Pengamatan pada Asplenium adiantum-nigrum ini, didapatkan bahwa ada rhizoma
atau batang bawah tanah yang berupa akar serabut yang terbenam dalam tanah atau sebagai
pelekat di batuan jika menempel atau epifit di batu. Menurut Steenis (2006), tumbuhan ini
memiliki akar rimpang yang pendek dan bersisik.
C.2 Stipe
Umumnya Asplenium memiliki stipe yang pendek bahkan tidak terlihat. Menurut
Steenis (2006), daun duduk dan bertangkai sangat pendek. Tetapi tangkai daun memiliki ciri
berwarna hijau kemerahan dan malai yang mengkilap dan sedikit berbulu.
C.3 Daun
Daun pada tanaman ini majemuk menyirip. Letak daunnya berhadapan dengan tata
letak daun pada batangnya yaitu berhadapan bersilang dan termasuk daun lengkap. Tepi
bergerigi, pangkal tumpul, ujung runcing, permukaan kasar, pertulangan menyirip dengan
pertulangan daunnya yang tidak terlihat dan bertekstur menyelaput kering. Sedangkan
menurut Steenis (2006), Asplenium ini memiliki daun tunggal, bertulang menyirip. Helaian
daun menurut Tjitrosoepomo (2009), tidak dapat lepas dari rimpang, menyirip, atau menyirip
ganda, urat-urat daun bebas atau bersambungan dengan tulang tepi.
Sisi bawah daun setiap segmen memiliki satu atau lebih sorus diatur dalam rantai,
sedang menurut Tjitrosoeomo (2009), sorus pada Asplenium terletak di samping pada tajutaju daun serta memanjang dan memilkiki indusium. Sorus bangun garis atau sempit
memanjang, terletak di samping tulang cabang, serong atau hamper tegak dengan ibu
cabang.Indusium sesuai dengan sorusnya. Sporangiumnya terletak di permukaan bawah daun
yang menbentuk sorus. Spora nya berkelompok dengan ukuran kecil-kecil.
C.7 Manfaat

10

Pada tanaman ini sering digunakan sebagai hiasan yang dapat ditempatkan di atas
pohon, di pot atau dapat ditempel ke batuan.
4.2 Dryopteris sp.
4.2.1 Hasil Pengamatan
Gambar pengamatan

Gambar literatur

(Cakmus, 2012)
rhizo
ma

4.2.2 Pembahasan
A. Sistematika Takson
Klasifikasi Dryopteris sp. adalah (LIPI, 1980):
Kingdom : Plantae
Divisio : Pteridophyta
Class : Filicopsida
Ordo : Polypodiales
Familia : Dryopteridaceae
Genus : Dryopteris
Spesies : Dryopteris sp.
B. Deskripsi
Dryopteris merupakan salah satu marga dari anak kelas aspidieae kelas polypodiaceae.
Sorus bulat atau lonjong, kebanyakan terletak pada di tengah tengah urat bagian bawah
daun. Sorus muda mempunyai indisium bentuk ginjal, lekas gugur, tidak sempurna atau sama
sekali tidak ada. Daun tidak dapat terlepas dari rimpang, menyirip tunggal atau menyirip
ganda sampai beberapa kali. Urat uarat daun bebas atau tidak. Paku tanah dengan rimpang

11

merayap, bangkit atau tegak (Tjitrosoepomo, 2005). Hal ini sesuai dengan yang di temukan
pada KKL kali ini. Deskripsi dari morfologi Dryopterisa dalah sebagai berikut:
1) Akar

: Berbentuk serabut bercabang cabang dikotom berwarna coklat.

2) Batang : Berupa rimpang yang tegak panjang dan ramping, batangnya terna yang
tumbuh diatas tanah dengan arah tumbuhnya ke atas. Bentuk batangnya silinder
dengan percabangan tunggal. Permukaannya halus dan berwarna coklat, batangnya
tidak bercabang.
3) Daun : Bentuk/bangun daun dari Dryopteris adalah bentuk delta dengan tepi bersiripsirip (pinna) berbagi, daunnya sporofil yakni terdapat spora di bagian ventral.
Ujungnya meruncing, tepi bercangap, ukuran daun terdiridari 2 ukuran yaitu satu
lebih besar dan yang satu lebih kecil (anisofil). Warna daun Hijau kecoklatan, tekstur
daun berbentuk helaian, permukaan ventral daun ditutupi spora, bagian dorsalnya
halus. Termasuk daun majemuk menyirip, daun dimorfisme yakni dalam 1 tangkai ada
daun tropofil dan sporofil, di bagian ventral sporofil dan dorsal tropofil.
4) Sporofil : Susunan sporofil pada Dryopteris ini rapat, berkelompok, dan berwarna
coklat kemerah-merahan. Kumpulan sorus (sori) berkelompok. Sporangium berbentuk
ginjal, bertangkai dengan anulus vertikal, tidak sempurna; jika masak, pecah dengan
celah melintang, terdapat sel yang seperti ginjal terdiri dari sel-sel yang menonjol
keluar dengan penebalan dinding radial dan dinding dalam. Bagian sisi perut yang selselnya tidak menebal itu dinamakan stomium. Annulus bekerja sebagai suatu
mekanisme kohesi dan menyebabkan terbukanya sporangium ginjal.
5) Spora : Dalam sporangium yang berkumpul membentuk sorus (sori). Sorus dibungkus
indusium, terletak marginal atau dorsal dari sporofil. Sporangium berdinding tipis,
bertangkai dan mempunyai anulus yang letaknya vertical.
6) Sporangium : Sporangium terletak berkelompok, dan berwarna coklat kemerahmerahan. Sporangium berbentukcincin (annulus), bertangkai dengan annulus vertikal,
tidak sempurna; jika masak, pecah dengan celah melintang, terdapat sel yang seperti
cincin terdiri dari sel-sel yang menonjol keluar dengan penebalan dinding radial dan
dinding dalam. Bagian sisi perut yang sel-selnya tidak menebal itu dinamakan
stomium. Annulus bekerja sebagai suatu mekanisme kohesi dan menyebabkan
terbukanya sporangium cincin (Tjitrosoepomo, 2005).
7) Gamet : Generasi gametofit merupakan protalium berupa talus hijau berbentuk jatung,
tipis dengan gametangia pada sisi bawah, hidup pada permukaan tanah. Terbagi atas

12

anteridium (gamet jantan) dan arkegonium (gamet betina). Paku ini termasuk
homospora (Sulisetijono, 2010).
8) Siklus hidup : Perkembang biakan Dryopteri sama dengan tumbuhan paku lainnya
yaitu dengan menggunakan spora. Spora yang dihasilkan oleh sporangium merupakan
hasil meosis, meiospora. Jika spora tersebut jatuh ditempat yang sesuai spora akan
berkembang menjadi protalus (protaliua) eksosporik, spora berkecambah, membentuk
gametofit homotalus (berumah satu) di luar batas dinding spora.

9) Habitat

banyak terdapat di

Tumbuhan

paku

ini

tempat-tempat lembab,

pegunungan, sawah, tembok, sumur, batu-batuan dan biasanya banyak terdapat pada
tumpukan batu bata yang lembab, dan mudah di temukan dimana saja baik di dataran
rendah maupun dataran tinggi. Kami menemukan tanaman ini di daerah Coban
Pelangi yang termasuk daerah pegunungan didaerah Malang, Jawa timur.
10) Habitus : Pakuan ini berhabitus herba agak berkayu, serta sudah memiliki system
pembuluh (xylem/phloem) disebut tracheophyta, sudah terbentuk embrio dan berspora
untuk alat perkembangbiakannya.
11) Manfaat : Sebagai tanaman hias karena berumur panjang dan bisa juga dibuat obatobatan untuk penyakit tertentu pada hewan dan manusia.

4.3 Dryopteris filix-mas


13

4.3.1 Hasil pengamatan


Gambar Pengamatan

Gambar literatur

(Cakmus, 2012)
4.3.2 Pembahasan
A. Sistematika Takson
Klasifikasi Dryopteris filix-max. adalah (LIPI, 1980):
Kingdom: Plantae
Division: Pteridophyta
Class: Pteridopsida
Order: Polypodiales
Family: Dryopteridaceae
Genus: Dryopteris
Species: Dryopteris filix-mas.
B. Deskripsi
Dryopterisfilix-mas adalah salah satu pakisyang paling umum daribelahan bumi
utarasedang,terdapat di sebagian besar Eropa, Asia, dan Amerika Utara. Tanaman ini memiliki
kebiasaan tegak dan mencapai panjang maksimum 1,5 m, dengan mahkota tunggal pada
batang bawah masing-masing. Daun bipinnate terdiri dari 20-35 pinnae pada setiap sisi dari
malai. Daun lancip pada kedua ujungnya, dengan pinnae basal sekitar setengah panjang
pinnae tengah. Para pinules agak tumpul dan sama-sama lobed di sekitar. Batang ditutupi
14

dengan oranye-coklat skala. Di permukaan abaxial dari pisau matang 5 sampai 6 sori
berkembang dalam dua baris. Ketika spora matang pada bulan Agustus hingga November,
indusium mulai mengerut, menyebabkan pelepasan spora.Jenis ini hybridises mudah dengan
Dryopteris affinis dan Dryopteris oreades. Tanaman ini biasa hidup di tempat yang lembab
dan mudah di temukan dimana saja baik di dataran rendah maupun dataran tinggi (Steenis,
2006). Kami menemukan tanaman ini di daerah Coban Pelangi yang termasuk daerah
pegunungan didaerah Malang, Jawa timur. Pada saat kegiatan KKL. Deskripsi dari Dryopteris
filix-mas adalah sebagai berikut :
1) Habitat : Dryopteris filix-mas tumbuh di tempat lembab, berlempung atau berpasir
sub-tanah di kanopi dari campuran, pohon gugur. Kebanyakan situs berada di sisi
sungai kecil-lembah di ketinggian antara 120 dan 165 juta dan di hutan lebih dari 150
tahun.
2) Batang, Akar, Daun: Rimpang: tegak, kokoh, bercabang, ditutupi dengan basis Stipe
tua.
Frond: 120 cm tinggi 25 cm dengan lebar daun, monomorfik, tegak untuk agak
melengkung rasio, stipe beralur, jerami-coklat, sisik pucat coklat, bundel vaskuler: 5
atau 7 dalam pola berbentuk c.Blade: menyirip-pinnatifid, hampir 2-menyirip, jarang
lebih, bulat telur-lanset, terluas di herba, menengah agak kasar, pertengahan, sisik
hijau tipis di sepanjang malai hijau.Pinnae: 16 sampai 24 pasangan, lanset, lurus ke
atas sedikit melengkung; basal pinnae bulat telur-lanset, banyak dikurangi; pinnules
pinnules basal panjang yang sama dengan pinnules berdekatan, pinnule rendah
basal dan pinnule atas dasar sama, melekat pada costa sepanjang dasar ; costae beralur
di atas, terus menerus dari malai untuk costae; margin bergerigi; urat bebas,
bercabang.
3) Sori (sorus): Bulat, dalam 1 baris antara pelepah dan garis tepi, indusium: reniform,
hijau pucat pada awalnya, kemudian keputihan, lalu kelam abu-abu, coklat kemudian
berkarat, kemudian mengerut, pada sinus, sporangia: hitam atau coklat gelap.
4) Tangkai daun : Bersisik coklat, dan tersebar dari dua jenis satu yang luas, satu
filamen. Rimpang pakis pria memiliki tindakan beracun kuat pada cacing pita, yang
membunuh dan mengusir. Dalam dosis besar itu adalah racun iritan.
5) Helaian: Menyirip-pinnatifid, hampir 2-menyirip, lebih jarang, bulat telur-lanset,
terluas di herba, menengah agak kasar, sisik hijau tipis di scarepanjang malai hijau.
6) Pinnae: 16 sampai 24 pasangan, lanset, lurus ke atas sedikit melengkung; basal pinnae
bulat telur-lanset, banyak dikurangi, pinnules basal panjang yang sama dengan
pinnules berdekatan, pinnule rendah basal dan pinnule atas dasar sama, melekat pada
15

costa sepanjang dasar, costae beralur di atas, terus menerus dari malai untuk costae,
garis tepi bergerigi, urat bebas, bercabang.
7) Manfaat : Akar digunakan, sampai beberapa kali, sebagai obat cacing untuk mengusir
cacing pita, tetapi telah diganti dengan obat yang kurang beracun dan lebih efektif.
Aktivitas anthelmintik telah diklaim akibat asam flavaspidic, turunan phloroglucinol.
Tanaman ini kadang-kadang disebut dalam sastra kuno sebagai Worm Fern. Tanaman
ini juga ditanam sebagai pakis hias di kebun.

16

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan yaitu :
1. Pada pengamatan tumbuhan paku yang dilakukan di Taman Wisata Coban Pelangi,
Malang ini mendapatkan hasil 3 spesies. Secara umum, 3 spesies ini biasa ditemukan
di hutan atau di jalanan sebagai penghias jalan. Dari sistematika dan morfologi, 3
spesies ini bervariasi, berasal dari bermacam-macam Kelas dan berbagai bentuk.
Setelah dilakukan pengamatan ini, terlihat tidak banyak spesies yang ada di lokasi,
namun masing-masing spesies mempunyai distribusi yang cukup besar. Pengamat juga
melihat banyak tumbuhan paku yang epifit di tebing-tebing dan jurang sehingga
menjadi pertimbangan untuk mengambil spesies spesies tersebut. 3 spesies tersebut
yaitu Asplenium adiantum-nigrum, Dryopteris sp. dan Dryopteris filix-mas.
5.2

Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian-penelitian terkait identifikasi tumbuhan paku

di daerah Malang. Hal ini bermanfaat untuk mencegah semakin punahnya tumbuhantumbuhan yang mempunyai fungsi yang sangat penting untuk manusia. Untuk
pelaksanaan selanjutnya manfaatkan waktu sebaik mungkin, agar pengamatan
morfologi yang dihasilkan lebih lengkap.

17

Anda mungkin juga menyukai