Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen
yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan
masyarakat

sekitar

dari

bahaya

akibat

kecelakaan

kerja.

Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi


oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan
menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan
konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan
banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap
sebagai

bentuk

investasi

jangka

panjang

yang

memberi

keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.


K3 memiliki peran penting dalam tingkat keberhasilan suatu
perusahaan. Dengan adanya pengaturan K3 yang benar dan
tertata rapi, maka kesejahteraan perusahaan dan pekerja akan
lebih terjamin karena terlepas dari resiko kecelakaan kerja yang
akan berdampak negatif terhadap kedua belah pihak baik untuk
tenaga kerja atau perusahaan itu sendiri.
Peran yang penting sebenanrnya hal yang sederhana dan
mudah dilakukan namun tidak bisa diremehkan karena jika
terjadi

kesalahan,

maka

akan

berdampak

besar

seperti

beberapa kasus yang telah terjadi di beberapa perusahaan,


PLTN di Jepang misalnya, hanya karena salah pengertian dalam
menghadapi suatu masalah mampu menyebabkan kecelakaan
yang berdampak besar.
Oleh karena itu, penerapan K3 dalam perusahaan sangat
penting untuk dilakukan. Melakukan analisis, identifikasi dan

strategi terhadap resiko kecelakaan kerja yang dapat terjadi


merupakan langkah utama dalam penerapan K3 dalam suatu
perusahaan
B. Rumusan Masalah
Perlunya penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
dalam

sebuah

perusahaan

yang

mudah

dicerna

dan

dilaksanakan oleh setiap bagian dalam perusahaan serta


perlunya

meningkatkan

kesadaran

tenaga

kerja

akan

pentingnya K3.
C. Manfaat dan Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah:
1. Mengetahui peran penting K3 dalam keberlangsungan
perusahaan
2. Mampu meningkatkan kesadaran dalam penerapan K3 dalam
setiap bagian perusahaan
3. Mengetahui cara penerapan K3 yang baik dalam perusahaan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Arti Penting K3

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen


yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan
masyarakat

sekitar

dari

bahaya

akibat

kecelakaan

kerja.

Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi


oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan
menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan
konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan
banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap
sebagai

bentuk

investasi

jangka

panjang

yang

memberi

keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.


B. Studi Kasus Kecelakaan Kerja di PLTN Fukushima Jepang
Tanpa
daya
listrik,
sistem
pendinginan
pasca shutdown tidak dapat difungsikan. Akibatnya pertama,
pompa air pendingin untuk kondenser pada kolam supresi
(containment suppresion chamber) tidak dapat difungsikan
sehingga

uap

yang

dilepas

ke

bejana

pengungkung

(containment/ drywell) tidak dapat diembunkan. Pelepasan uap


akibat kalor dari batang bahan bakar nuklir terus berlangsung
sehingga tekanan dalam bejana menjadi naik.
Kedua, tidak ada pengembalian air ke bejana reaktor.
Penguapan

air

yang

terus

permukaan

air

dalam

bejana

berlangsung
semakin

akan

menurun.

membuat
Dengan

demikian, bagian atas teras reaktor mulai tidak terendam air.


Waktu itu permukaan air setinggi 4,4 meter di atas batang
bahan bakar langsung turun drastis.
Bejana pengungkung tidak dirancang untuk tekanan
sangat tinggi, maka untuk menghindari kerusakan bejana
pengungkung, sebagian uap terpaksa dilepaskan (venting) dari

penutup bejana (reaktor vessel). Seharusnya venting ini menuju


ke saluran cerobong reaktor (lebih dikenal dengan lubang
hidung babi), akan tetapi karena suhu gas yang tinggi,
diputuskan untuk melakukan venting ke gedung reaktor.
Selama tidak terjadi kerusakan pada bahan bakar, maka
radiasi yang terbawa bersama uap air hanya partikel akibat
aktivasi neutron terhadap material-material yang terbawa air
pendingin. Aktivitasi radiasi semacam ini dampaknya kecil.
Waktu itu bantuan berupa generator diesel portabel pun
tiba di bangunan reaktor nuklir nomor 1. Tapi untuk menghemat
tenaga, maka listrik hanya dialirkan ke mesin dan pompa sistem
pendingin. Sementara panel-panel dan lampu indikator tetap
dibiarkan padam. Barulah diketahui kemudian, bahwa tombol
sistem

pendingin

darurat

tetap

dalam

keadaan

non-aktif

meskipun listrik sudah pulih.


Para petugas yang berpikir sistem telah kembali berjalan
normal mulai melakukan aktivitas lainnya. Mereka mengecek
kerusakan sistem dan lantai basement bangunan PLTN. Sama
sekali tidak terpikir bahwa sistem pendinginan belum pulih.
Selama beberapa jam tanpa sistem pendinginan, bahan
bakar

nuklir

mengalami

kenaikan

suhu

karena

tidak

mendapatkan pendinginan memadai. Di samping itu, sebagai


konsekuensi dari venting, maka permukaan air dalam teras
menurun sehingga bagian atas bahan bakar tidak terendam air.
Kondisi ini akan mempercepat kenaikan suhu bahan bakar.
Pada suhu 700C, kelongsong zirkon alloy yang
membungkus bahan bakar nuklir mulai berubah fase sehingga
menjadi rapuh dan mudah retak. Saat suhu mencapai 1100C,
mulai terjadi reaksi antara zirkon dengan uap air yang
menghasilkan gas hidrogen. Akumulasi gas hidrogen akan

menambah kecepatan peningkatan tekanan. Untuk mencegah


kerusakan lebih parah, maka gas hidrogen juga terlepas
(venting). Venting gas hidrogen diarahkan ke gedung reaktor.
Celakanya, karena gas hidrogen bersuhu cukup tinggi,
maka pada saat hidrogen bertemu dengan oksigen di udara
akan tersulut sehingga menimbulkan ledakan. Ledakan ini
merupakan reaksi kimia antara hidrogen dan oksigen, bukan
ledakan nuklir. Ledakan kimia ini yang kemudian bisa disaksikan
dari luar bangunan PLTN Fukushima Reaktor 1. Pada PLTN
Fukushima Reaktor 1 hanya melemparkan atap dan dinding
gedung sementara kerangka baja gedung masih utuh.
Seiring dengan kerusakan parsial pada bahan bakar (akibat
tidak terendam air), maka material radioaktif terlepas ke air
pendingin dan ikut keluar pada saat venting tidaklah banyak.
Perlu

dicatat

bahwa

emisi

radioaktif

tidak

sebesar

pada

kecelakaan reaktor nuklir Chernobyl karena kerusakan teras


pada reaktor Fukushima adalah kerusakan parsial (sebagian
besar teras dalam kondisi utuh), sementara itu kerusakan teras
pada reaktor Chernobyl adalah kerusakan total.
Sementara itu karena tingginya tekanan udara dalam
bangunan reaktor, maka sistem kontrol dan pencatat keadaan
juga

tidak

berjalan

semestinya.

Menurut

laporan

yang

didapatkan NHK, waktu itu uap air dari lubang hidung babi PLTN
Fukushima Reaktor 1 berhasil diobservasi. Ini membuat para
petugas di pusat kontrol berpikir sistem pendinginan darurat
berjalan normal. Lalu, alat pencatat ketinggian air di bejana
reaktor pun tidak berfungsi sebagai mana mestinya. Alat
pencatat menunjukkan tinggi air 2 meter di atas batang bahan

bakar

nuklir

(setengah

dari

ketinggian

normal),

padahal

kenyataannya air pendingin dalam bejana sudah habis menguap


Semua kegagalan operasi dan salah pengertian dari
petugas inilah yang menyebabkan bahan bakar di bejana
reaktor terus memanas dan akhirnya meleleh ke bagian dasar
reaktor (meltdown), tanpa disadari oleh staf petugas TEPCO di
PLTN

Fukushima

Reaktor

1.

Waktu

itu

kecelakaan

PLTN

Fukushima sesungguhnya telah terjadi.


Sumber:http://www.danielnugroho.com/science/kecelakaan-pltnfukushima-di-jepang/
C. Teori Tentang Penyebab Terjadinya Kecelakaan Kerja
1. Teori kebetulan Murni (pure chance theory) mengatakan
bahwa kecelakaan terjadi atas kehendak Tuhan, secara alami
dan kebetulan saja kejadiannya, sehingga tidak ada pola
yang jelas dalam rangkaian peristiwanya.
2. Teori Kecenderungan (Accident Prone Theory), teori ini
mengatakan

pekerja

tertentu

lebih

sering

tertimpa

kecelakaan, karena sifat-sifat pribadinya yang memang


cenderung untuk mengalami kecelakaan.
3. Teori tiga faktor Utama (Three Main

Factor

Theory),

mengatakan bahwa penyebab kecelakaan adalah peralatan,


lingkungan kerja, dan pekerja itu sendiri.
4. Teori Dua Factor (Two Factor Theory), mengatakan bahwa
kecelakaan kerja disebabkan oleh kondisi berbahaya (unsafe
condition) dan perbuatan berbahaya (unsafe action). Unsafe
actions

adalah

suatu

tindakan

berbahaya

pada

waktu

melakukan suatu pekerjaan dimana situasi atau lingkungan


kerja rawan kecelakan jika seorang operator suatu mesin
melakukan kecerobohan. Unsafe conditions adalah suatu
keadaan pada lingkungan kerja yang berbahaya seperti

rawan terjadinya tanah longsor, kejatuhan batu-batuan,


tempat pengecoran logam dan lain-lain.
5. Teori Faktor manusia (human fctor theory), menekankan
bahwa pada akhirnya semua kecelakaan kerja, langsung dan
tidak langsung disebabkan kesalahan manusia. Menurut hasil
penelitian yang ada, 85% dari kecelakaan yang terjadi
disebabkan faktor manusia ini. Hal itu dikarenakan pekerja
(manusia) yang tidak memenuhi keselamatan, misalnya
karena kelengahan, kecerobohan, ngantuk, kelelahan, dan
sebagainya.
Lebih lanjut, teori mengenai terjadinya kecelakaan kerja dapat
diupayakan

pencegahannya

dengan

mekanisme

terjadinya

kecelakaan kerja di uraikan domino seguence berupa berikut


ini.
1. Ancestry and social enviroment, yakni pada orang yang
keras kepala mempunyai sifat tidak baik yang di peroleh
karena

faktor

keturunan,

pengaruh

lingkungan

dan

pendidikan, mengakibatkan seseorang bekerja kurang hatihati dan banyak membuat kesalahan.
2. Fault of person, merupakan rangkaian dari faktor keturunan
dan lingkungannya, yang menjurus pada tindakan yang
salah dalam melakukan pekerjaan.
3. Unsafe Actions and or mechanical or Physical hazard,
tindakan berbahaya disertai bahaya mekanik dan fisik lain,
memudahkan terjadinya rangkaian berikutnya.
4. Accident, peristiwa kecelakaan yang menimpa pekerja dan
umumnya disertai oleh berbagai kerugian.
5. Injury, kecelakaan mengakibatkan cedera atau luka ringan
maupun berat menuju kecacatan dan bahkan kematian.
D. Strategi Penerapan K3

Strategi pelaksanaan K3 dalam perusahaan yang bisa dilakukan


adalah:
1. Identifikasi resiko
Penyusunan system

manajemen

yang

baik

harus

bisa

mengidentifikasi resiko yang bisa terjadi dalam suatu proyek


pembangunan baik itu dari lingkungan kerja, tenaga kerja,
mesin dan peralatan serta berbagai aspek lain yang bisa
menyebabkan kecelakaan
2. Analisa Resiko
Resiko kecelakaan yang

sudah

diidentifikasi

kemudian

dianalisa penyebab terjadinya kecelakaan tersebut


3. Pengendalian Resiko
Hasil dari identifikasi dan analisa resiko akan
menciptakan

pengendalian

resiko

serta

bisa

langkah-langkah

pencegahannya.
E. Program Pengendalian Resiko dalam Perusahaan
1. Kontrol Mesin dan Peralatan (engineering control)
- Mengontrol alat-alat pembangunan dalam keadaan baik
- Penempatan mesin dan alat-alat yang sesuai
- Pemasangan alat pelindung mesin agar mesin terjaga dan
tidak berbahaya
2. Administratif Control
- Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja sebelum bekerja
- Pemberian jaminan asuransi kepada pekerja bangunan
- Konsumsi para tenaga kerja
3. Safety Promotion
- Pemberian penyuluhan K3 kepada para tenaga kerja
- Diskusi K3 dengan para tenaga kerja
- Memakai Alat Pelindung Diri sesuai dengan bagian dan
posisi
F. Sasaran Kinerja K3 dalam Perusahaan
1. Menekan angka kecelakaan kerja bahkan nihil
2. Tidak terjadi kasus penyakit akibat kerja
3. Kesejahteraan tenaga kerja terpenuhi
4. Menguntungkan kedua belah pihak
G. Pengukuran dan evaluasi Performance
1. Mengetahui keberhasilan penerapan K3

2. Evaluasi kerja 2 hari sekali dengan mandor dan petugas


safety
3. Melakukan identifikasi tindakan perbaikan dan pencegahan
4. Evaluasi efektifitas penerapan K3
5. Rapat umum satu minggu sekali guna mengukur kinerja kerja
yang telah berjalan
6. Rapat umum akhir bulan dalam pembangunan skala besar

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu
pemikiran

dan

upaya

untuk

menjamin

keutuhan

dan

kesempurnaan, baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja


pada khususnya dan masusia pada umumnya, hasil karya dan
budayanya menuju masyarakat adil dan makmur.
Kecelakaan Kerja yang terjadi di PLTN Fukushima Jepang
disebabkan oleh kegagalan sistem operasi dan human eror
karena salah pengertian dalam menghadapi situasi yang ada
sehingga

kecelakaan

tidak

dapat

terhindarkan

dan

menyebabkan kerugian baik materill ataupun lingkungan.


Penerapan K3 harus dilakukan secara sistematis dimulai
dari

ancaman

penyebab

resiko

kecelakaan,

strategi

K3,

pengendalian resiko, sasaran serta evaluasi pelaksanaan dan


penerapan K3. Dengan penerapan yang sistematis tersebut
dapat mengurangi bahkan menihilkan kecelakaan kerja dalam

suatu perusahaan serta meningkatkan kesejahteranaan tenaga


kerja dan perusahaan itu sendiri.
B. Saran
Peran penting K3 tidak akan berhasil tanpa kerjasama dari
semua pihak, baik dari pihak perusahaan ataupun dari tenaga
kerja.

Dalam

penerapannya

perusahaan

perlu

melakukan

penyuluhan dan sosialisasi K3 terhadap tenaga kerja agar


semua dapat mengerti akan pentingnya K3 dalam suatu sistem
usaha, hal ini juga dapat dilakukan untuk meningkatkan
kesadaran tenaga kerja terhadap resiko kecelakaan kerja
sehingga dengan sendirinya akan mematuhi peraturan dan
sistem K3 yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Bambang, S (1994), Pengelolaan K3 Diperusahaan, Diklat Pengendalian


Industri, Semarang.

Limbah

Sumakmur, (1980), Hygene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, cetakan ke-2 Jakarta.
Wentz, Charles, A (1989), Hazardous Waste Management, Mc Graw Hill, Pub,
England.

10

Anda mungkin juga menyukai