Anda di halaman 1dari 4

UJI DISOLUSI

A. Tujuan
1. Mengetahui cara uji disolusi obat
2. Mengetahui parameter farmakokinetik obat berdasarkan uji disolusi
B. Dasar Teori
1. Disolusi
Disolusi adalah suatu proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat ke
dalam larutan pada suatu medium.Dalam penentuan kecepatan disolusi dari bentuk
sediaan padat terlibat berbagai macam proses disolusi yang melibatkan zat murni.
Karakteristik fisik sediaan, proses pembasahan sediaan, kemampuan penetrasi media
disolusi ke dalam sediaan, proses pengembangan, proses disintegrasi dan degradasi
sediaan, merupakan sebagian dari faktor yang mempengaruhi karakteristik disolusi
obat dari sediaan (Depkes RI, 1995).
Uji disolusi dan penetapan kadar zat khasiat merupakan faktor penting dalam
pengendalian mutu obat. Pengujian ini dipersyaratkan pada produk farmasi yang
berbentuk tablet . Uji disolusi ini pada industri farmasi merupakan informasi berharga
untuk keseragaman kadar zat khasiat dalam suatu produksi obat (batch), perkiraan
bioavailabilitas dari zat khasiat obat dalam suatu formulasi, variabel kontrol proses,
dan untuk melihat pengaruh perubahan formulasi.
2. Kecepatan Disolusi
Dalam Bidang farmasi, pengetahuan mengenai kecepatan disolusi atau kelarutan
sangat diperlukan untuk membantunya memilih medium pelarut yang paling baik
untuk obat atau kombinasi obat, membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu
yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetis (di bidang farmasi), dan lebih
jauh lagi, dapat bertindak sebagai standar atau uji kemurnian (Sulaiman, 2007).
Kelarutan obat dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Menurut U.S.
Pharmacopeia dan National Formulary, definisi kelarutan obat adalah jumlah mL
pelarut dimana akan larut 1 gram zat terlarut (Martin, 2008).
Sediaan obat yang diberikan secara oral di dalam saluran cerna harus mengalami
proses pelepasan dari sediaannya kemudian zat aktif akan melarut dan selanjutnya
diabsorpsi. Proses pelepasan zat aktif dari sediaannya dan proses pelarutannya sangat
dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasi sediaannya.
Salah satu sifat zat aktif yang penting untuk diperhatikan adalah kelarutan karena
pada umumnya zat baru diabsorpsi setelah terlarut dalam cairan saluran cerna. Oleh

karena itu salah satu usaha untuk meningkatkan ketersediaan hayati suatu sediaan
adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya (Sulaiman, 2007).
3.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disolusi


Menurut Lachman (1994), kecepatan disolusi suatu zat dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, antara lain:


a. Suhu
Semakin tinggi suhu maka akan memperbesar kelarutan suatu zat yang bersifat
endotermik serta akan memperbesar harga koefisien zat tersebut.
b. Viskositas
Turunnya harga viskositas suatu pelarut juga akan memperbesar nilai kelarutan
suatu zat.
c. PH
pH sangat mempengaruhi kelarutan zat-zat yang bersifat asam maupun basa
lemah. Zat yang bersifat basa lemah akan lebih mudah larut jika berada pada suasana
asam sedangkan asam lemah akan lebih mudah larut jika berada pada suasana basa.
d. Ukuran Partikel
Semakin kecil ukuran partikel, maka luas permukaan zat tersebut akan semakin
meningkat sehingga akan mempercepat kelarutan suatu zat.
e. Polimorfisme dan Sifat Permukaan Zat
Polimorfisme dan sifat permukaan zat akan sangat mempengaruhi kelarutan
suatu zat, adanya polimorfisme seperti struktur internal zat yang berlainan, akan
mempengaruhi kelarutan zat tersebut dimana kristal metastabil akan lebih mudah
larut daripada bentuk stabilnya. Dengan adanya surfaktan dan sifat permukaan zat
yang hidrofob, akan menyebabkan tegangan permukaan antar partikel menurun
sehingga zat mudah terbasahi dan lebih mudah larut.

4.

Alat untuk Uji Disolusi


Menurut Depkes RI (1995), uji disolusi dapat dilakukan dengan menggunakan

dua tipe alat, yaitu :


a. Alat 1 (Tipe keranjang)
Alat ini terdiri dari wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan
lain yang inert, dilengkapi dengan suatu motor atau alat penggerak. Wadah tercelup
sebagian dalam penangas sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah 37o
5oC selama pengujian berlangsung dan juga menjaga agar gerakan air dalam
penangas air halus dan tetap. Bagian dari alat, termasuk lingkaran tempat alat
diletakkan tidak dapat memberikan gerakan, goncangan atau gerakan signifikan yang

melebihi gerakan akibat perputaran alat pengaduk. Lebih dianjurkan wadah disolusi
berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160 mm hingga 175 mm,
diameter dalam 98 mm hingga 116 mm dan kapasitas minimal 1000 mL. Pada bagian
atas wadah ujungnya melebar, untuk mencegah penguapan dapat digunakan satu
penutup yang pas. Batang logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya
tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik dari sumbu vertikal wadah, berputar dengan
halus dan tanpa goyangan yang berarti. Satu alat pengatur kecepatan sehingga
memungkinkan untuk memilih kecepatan seperti yang tertera dalam masing-masing
monografi.
b. Alat 2 (Tipe dayung)
Alat ini sama dengan alat tipe 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang
terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian
rupa sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal
wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Daun melewati
diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Jarak 25 mm 2 mm antara
daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung.
Daun dan batang logam yang merupakan suatu kesatuan dapat disalut dengan suatu
penyalut yang inert dan sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum
dayung mulai berputar. Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi seperti gulungan
kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Lachman, L. dkk. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi II. UI Press.
Jakarta.
Martin, Alfred. 2008. Farmasi Fisik: Dasar-Dasar Kimia Fisik dalam Ilmu
Farmasetik 1 (Edisi 3). UI Press. Jakarta.

Raini, M., D. Mutiatikum, dan P. Lastari. 2010. Uji Disolusi dan Penetapan Kadar
Tablet Loratadin Inovator dan Generik Bermerek. Media Litbang Kesehatan
Volume XX Nomor 2.
Sulaiman. 2007. Perbandingan Availabilitas In Vitro Tablet Metronidazol Produk
Generik dan Produk Dagang. Jurnal Farmasi Indonesia Volume 2 Nomor 2.

Anda mungkin juga menyukai