Anda di halaman 1dari 41

SKENARIO

Nasib Si Pembalap

Virgo (21 th) Mahasiswa Kedokteran Universitas Kota Baru, mengalami kecelakaan
bersama temannya yang terjatuh dari sepeda motor karena menabrak tembok. Mereka langsung
dibawa ke UGD RS kota Kita, dan langsung ditangani drg.spesialis bedah mulut.
Pada pemeriksaan intra oral, Virgo mengalami fraktur dan mobility pada gigi 21 serta avulsi 11.
Pada gigi 12 dan 13 dibagian labial 1/3 permukaan gingival terjadi vulnus puntum sehingga
gingivanya mengalami luka robek.
Sedan kondisi temannya saat kecelakaan hanya luka lecet saja, tapi sang teman saat diperiksa
rongga mulutnya terdapat abses periodontal kronis region posterior rahang bawah gigi 36.
Tindakan pada Virgo dilakukan hecting dengan teknik suturing flap mukoperiosteal
daerah yang robek. Sedangkan untuk mengatasi kondisi mobility gigi 11 dan avulsi gigi 21
dilakukan dengan tindakan splinting dan fiksasi pada gigi tersebut. Sebelum tindakan operasi,
Vinrgo di anastesi terlebih dahulu dengan anastesi blok dan infiltrasi oleh drg.Sp.BM.
Pada rekan Virgo, dilakukan incise abses di daerah bukal gigi 36 nya. Setelah tindakan bedah
minor tersebut selesai, drg. Memberikan obat antibiotika dan analgetika antiinflamasi serta
roburantia kepada keduanya.
Bagaimana saudara menjelaskan kasus yang terjadi pada Virgo tersebut ?

A. TERMINOLOGI
1. Vulnus Punctum : Luka tusuk yang disebabkan oleh sesuatu benda yang runcing dan
tajam yang menembus kulit.
2. Hecting : Penyatuan jaringan yang terputus serta meningkatkan penyembuhan jaringan,
atau penjahitan luka sampai sembuh.
3. Suturing Flap Mukoperiosteal : Suturing pada flap mukoperiosteal dengan tujuan
4.
5.
6.
7.
8.

mereposisi jaringan lunak ke tempat semula sebelum dilakukan operasi.


Splinting : Menyatukan beberapa gigi yang goyang dengan gigi penyangga yang kuat.
Fiksasi : Tindakan merekatkan/ mencekatkan setelah dilakukan reposisi dan splinting.
Roburantia : Jenis obat untuk meningkatkan daya tahan tubuh, e.g : vitamin C
Infiltrasi : Anastesi untuk menimbulkan hilang rasa pada ujung saraf.
Anastesi blok : penyuntikan anastesi lokal pada saraf utamanya
- An : tidak
- Astetois : kemampuan merasa

B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apa saja prinsip dasar dalam bedah mulut ?
2. Apa saja jenis perawatan pada bedah mulut ?
3. Bagaimana prosedur fiksasi ?
4. Kondisi bagaimana yang di anjurkan untuk melakukan fiksasi ?
5. Apa saja antibiotic dan analgetik dalam bedah?
6. Apa saja jenis jenis anastesi ?
7. Bagaimana prosedur anastesi ?
8. Apakah ada teknik suturing lain? Kalau ada,apa saja teknik suturing ?
9. Apa indikasi dari suturing flap mukoperiosteal ?
10. Apa saja jenis jenis teknik insisi dan eksisi ?
11. Apa indikasi dan kontra indikasi dari splinting ?

C. ANALISA MASALAH
1. Prinsip dasar bedah mulut :
- Diagnose yang tepat
- Rencana perawatan
- Pembedahan
- Memenuhi tata kerja yang teratur
Harus memperhatikan prinsip asepsis :

- Persiapan operator
- Persiapan instrument
- Persiapan ruang bedah
a. Asepsis
b. Trauma seminimal mungkin
c. Prosedur kerja sistematis
2. Jenis perawatan dalam bedah mulut :
- Eksodonsia
- Bedah Minor contohnya insisi dan eksisi
- Bedah Mayor
3. Prosedur fiksasi dalam bedah mulut : LO
4. Kondisi yang dianjurkan fiksasi : LO
5. Antibiotik dalam bedah mulut :
- Ampisilin
- Amoxicillin
- Eritromisin
- Metronidazole
- Tetrasiklin
6. Jenis jenis anastesi :
a. Anastesi umum
b. Anstesi local ;
-topikal
-infiltrasi
-blok
Faktor yang mempengaruhi pemberian anastesi :
-

Usia pasien
Keadaan umum pasien
Jenis pembedahan
Permintaan pasien

7. Prosedur anastesi
a. Blok
- Identifikasi lokasi operasi
- Identifikasi jalannya persyarafan
- Suntikkan beberapa cc obat anastesi di sekitarnya
- Cek hasilnya
b. Infiltrasi
- Masukkan jarum ke salah satu sudut area operasi arahkan ke area kanan lalu aspirasi
- Jarum dibelokkan ke arah kiri masukkan ke arah seberangnya lagi.
- Masukkan dari kanan ke kiri seperti sebelumnya

Lakukan penyuntikan ke 3 tepat di garis insisi


Cek dengan menjepit dengan pinset

8. Tipe tipe suturing


1. Interrupted suturing : Paling sederhana dan paling sering dilakukan.
Cara : memasukkan 2-3 mm jarum dari tepi flap lalu dikeluarkan dengan jarak yang
sama dari tepi lainnya
2. Continuos suturing
a. Continuos simple suturing
b. Continuos lock suturing
3. Matress suturing : Horizontal dan Vertikal
9. Indikasi suturing flam Mukoperiosteal : LO
10. Insisi : pengirisan
Teknik insisi :
- Teknik insisi linear
- Bulat atau elips
- S/Z
- Berbentuk trapesium
- trapesium
- Insisi pedicle
Contoh lain :
-insisi abses
-insisi mucoperiapical flap
-insisi pada operasi enukleasi kista
-insisi pada operasi marsupialisasi kista
Eksisi : Pemotongan
11. Indikasi splinting
- Berkurangnya tulang alveolar
- Trauma karena oklusi
- Jaringan pendukungnya 1/3 apeks masih sehat
Kontra indikasi
-

Inflamasi belum dilakukan perawatan


Kegoyangan tidak mengganggu pengunyahan

D. SKEMA

KPIJAFBIS
RONEKNU
ONDATSIDT
STIANI
ERKSTBHKU
DAEIPAR
USOAEPMSI
RITNUIN
NISADLG
DKLWAU
INAST
KDTWA
ANR
SNGT
IA
N

I
I

E. LEARNING OBJECTIVE
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prinsip dasar BM
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan jenis perawatan dalam BM
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan fiksasi dan splinting
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan antibiotic dan analgetik dalam BM
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan anastesi
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan suturing
F. SINTESA DAN UJI INFORMASI YANG DIPEROLEH
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prinsip dasar BM
PRINSIP PRINSIP DALAM ILMU BEDAH MULUT
Sebagaimana telah diketahui seorang ahli bedah mulut mempunyai pengetahuan dasar,
terutama mengenai Anatomi, Fisiologi, Farmakologi dan sebagainya.
Prinsip untuk dapat melakukan pekerjaan dengan sebaik baiknya yang penting adalah
membuat :
I.

Diagnosa Yang Tepat


Tanpa mengetahui diagnosa yang tepat, kita tidak dapat mengadakan terapi yang baik. Dalam

Ilmu Bedah Mulut kita harus dapat memandang orang sakit dalam keseluruhannya, walaupun
harus memusatkan perhatian kedaerah yang menjadi keluhan. Kita harus membedakan struktur
yang normal dengan yang sakit ( abnormal ) dan melatih diri untuk dapat meraba dan
mengenal

bagian bagian yang abnormal, kemudian

menginterprestasikannya

keperubahan perubahan patologis. Untuk dapat membantu

mendapatkan diagnosa yang tepat diperlukan suatu riwayat kasus.


Riwayat Kasus
Untuk melengkapi riwayat kasus dibutuhkan pemeriksaan yang seksama yaitu
terhadap :
A. Keluhan utama ( Chief complain )
B. Penyakit sekarang ( Present illness )
C. Penyakit sebelumnya ( Past history )
D.

Riwayat penyakit keluarga ( Family history )

E.

Kebiasaan kebiasaan

F.

Dan lain lain


Ad. A Yaitu keluhan menurut orang sakit sendiri

Ad. B Yaitu penyakit penyakit atau rasa sakit yang diderita orang sakit sekarang, penyebaran rasa
sakit, lamanya rasa sakit berlangsung, juga penyakit lain yang dirasakannya.
Ad. C Yaitu penyakit penyakit yang diderita sebelum ini, perawatan perawatan yang pernah
didapatkan, tempat- tempat perawatan dan lain lain.
Penyakit penyakit spesifik yang pernah diderita misalnya :
- Rematik
- TBC
- Penyakit penyakit kelamin
- Bleeding tendencies
Ad. D Yaitu perbedaan sosial dan pekerjaan orang sakit.
Ini penting untuk mengetahui lingkungan orang sakit sehubungan dengan penyakitnya, seperti
emosi, keadaan sosial ekonomi dan lain sebagainya. Juga pekerjaan penting yaitu exposure
terhadap bahan bahan toxis, radiasi dan lain lain. Yaitu untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyakit keturunan.
Ad. E Kebiasaan, harus dicatat kebiasaan penderita seperti tidur, diet, dan cara makan dan sebagainya.
Ad. F Misalnya alergi terhadap obat obatan dan lain lain.
Disamping riwayat kasus ini, tentu dibutuhkan pula pemeriksaan penanggulangannya seperti
pemeriksaan laboratorium dan rontgen untuk membantu menentukan diagnosa.

II. Rencana Perawatan


Setiap rencana perawatan disusun sedemikian rupa sehingga meliputi keadaan lokal,
kesehatan umum dan sosial ekonomi daripada pasien.
Seorang dokter gigi dan ahli bedah mulut tidak boleh melupakan bahwa dia merawat seorang
manusia dan bukan hanya sesuatu gigi atau gusi atau mulut saja. Untuk dapat melakkukan ini
tentunya dibutuhkan pengetahuan yang luas, tidak saja mengenai keadaaan dalam mulut pasien
yang dihadapi, tetapi juga mengenai keadaan umum daripada penderita tersebut.
Rencana perawatan tidak lepas daripada perawatan sebelum pembedahan dan tidak kurang
penting dari perawatan pasca bedah.
Dari rencana perawatan ini akan keluar 4 ( empat ) macam hasil yang akan dapat dilakukan yaitu
:
a. Observasi ( diamati selanjutnya )
b. Perawatan konservatif ( dirawat secara konservatif dengan pengobatan saja )
c. Pembedahaan ( diambil tindakan operasi )
d. Konsultasi ( dikirim kesejawat yang lebih ahli untuk dimintakan advis )
III. Perawatan Secara Pembedahan ( Tidakan Operasi )
Pada tindakan operasi harus diikuti syarat syarat sebagai berukut :
-

Asepsis
Prinsip asepsis telah diakui dalam ilmu bedah mulut. Dengan bantuan antibiotika, Anestetikum
yang tepat, dan keseimbangan cairan yang baik, maka prosedur prosedur bedah mulut telah
banyak mengalami kemajuan, kasus yang fatal sekarang telah dapat dikerjakan dengan baik.
Tetapi ini saja belum cukup, harus disertai dengan tindakan asepsis dalam hal ini dibutuhkan
kebersihan. Walaupun rongga mulut tidak dapat disebut suci hama menurut pekerjaan
pembedahan tetpi sebelum tindakan - tindakan operasi daerah rongga mulut sebaiknya
dibersihkan dahulu dengan sesuatu larutan desinfektan, misalnya tingtura yodii 3 % begitu juga
dengan alat alat yang dipergunakan dan operator. Untuk menciptakan keadaan asepsis ini,
diperlukan sterilisasi yaitu suci hama.

Atraumatic Surgery

Syarat sayrat yang tidak kurang pentingnya yaitu membuat trauma sekecil mungkin. Bekerja
hati hati tidak boleh kasar dan ceroboh dan dengan gerakan yang pasti. Tindakan yang kasar
menyebabkan terjadinya laserasi mukosa atau jaringan atau memudahkan terjadinya infeksi dan
memperlambat penyembuhan. Alat- alat seperti skalpel, jarum suntik, jarum jahit haruslah tajam,
karena jarum tumpul skalpel yang tidak tajam akan memperbesar trauma.
Setiap gigi yang akan diambil melalui eksodosia tidak terlalu sama keadaannya. Kenyataannya
ada gigi yang mudah diambil, ada yang perlu membutuhkan pembukaan lapisan jaringan lunak
( flap ) dan atau jaringan keras baik secara odontektomi dan atau seksioning. Pada bedah yng
membutuhkan pembukaan lapisan jaringan lunak ada beberapa persyaratan yang harus
diperhatikan yaitu :
(1) Lapisan jaringan lunak harus direncana sedemikian sehingga persediaan darah akan tetap
dipertahankan.
(2) Pola lapisan jaringan lunak harus memberikan kemudahan dalam refleksinya agar jauh dari
tempat daerah operasi pembukaan tulang, lapisan jaringan lunak itu harus dapat menutup daerah
operasi secara sempurna saat dikembalikan pada posisi semula dan dapat ditahan jahitan tanpa
adanya ketegangan jaringan.
-

Memenuhi Tatakerja Yang Teratur


Bekerja menurut tatacara kerja yang berurutan dan teratur yaitu cara kerja yang sistematis, agar
dapat mencapai hasil yang semaksimal mungkin dengan mengeluarkan tenaga sekecil mungkin.
Cara kerja ini berbeda untuk setiap operasi atau tindakan bedah mulut dan akan dibicarakan nanti
lebih lanjut.
Penulis lain ada yang menyatakan bahwa prinsip yang berlaku dalam eksodonsia sama
seperti yang berlaku dalam ilmu bedah yaitu bahwa eksodonsia harus dilakukan secara : Asepsis,
Atraumatik dan dibawah anastesi yang baik serta mempertimbangkan kesimbangan cairan tubuh.
INFEKSI
Pada umumnya suatu infeksi ditentukan oleh (a) viruslensi organisme yang ada, (b) jumlah
organisme, (c) resistensi vital dari penderita.
Suatu operasi didaerah infeksi bernanah dianjurkan untuk menggunakan drin ( drain ) saat luka
ditutup.
Macam drin yang digunakan :

(a) Penrose drain yang dibuat dari kain kasa pipih terbungkus pipa karet tipis dalam berbagai
ukuran.
(b) Rubber tissue / rubber dam yang lebar dan panjangnya tertentu.
(c) Rubber tube, pipa karet yang ujungnya yang akan dimasukkan kedalam jaringan dan pada sisi
sisi pipa dilubangi pada beberapa tempat.
(d) kain kasa yodoform 5 % dengan lebar berbagai ukuran.
Kerja drin. Drin dimasukan kedalam luka insisi / rongga suatu abses dan dimasukan untuk
memberi kemudahan jalan bahan produksi infeksi keluar kepermukaan luar luka. Saat memasang
drin, sisakan beberapa centimeter panjang drin dipermukaaan luar dengan maksud agar drin tidak
menghilang kedalam luka serta akan mempermudah sat pengambilannya.
Drin yang terbuat dari pipa karet difiksasi pada permukaan luar untuk mencegahnya masuk
kedalan luka. Setiap hari drin harus diganti dan akan dihentikan bila cairan produk infeksi sudah
mengering, drin dihentikan dengan melepasnya dari luka dan membiarkan luka menutup sendiri
dalam proses penyembuhannya. Drin intra oral sebaiknya dihentikan paling lama 3 ( tiga ) hari.
Kadang kadang dihadapi luka yang besar yang disamping membutuhkan drin juga
membutuhkan pembalut ( dressing ) kain kasa. Pembalut kasa ini bekerja lebih banyak sebagai
suatu pek ( pack ) dari pada suatu drin ( misalnya pada kasus osteomielitis, kavitas kista tulang
rahang, sinus maksilaris yang terbuka lebar ).
Dalam hal ini suatu pek diartikan sebagai suatu kain kasa pembalut yang ditempatkan dalam
suatu rongga luka dengan suatu tekanan dan berguna sebagai penghenti pendarahan, penahan
kavitas agar tetap tebuka smpai jaringan baru yang sehat memperkecil kavitas itu. Bahan pek
biasanya dari kain kasa yodoform 5 %. Suatu drin memberi kemudahan jalan keluar bagi cairan
hasil infeksi dari suatu kedalaman luka kepermukaan.
BENANG JAHIT
Insisi jaringan pada suatu operasi mukosa, mukoperiosteum, kulit didaerah rongga mulut
harus dijahit kembali pada posisi semula. Berbagai ragam benang bedah dapat digunakan untuk
maksud itu.
Untuk menjahit luka insisi intra oral biasa digunakan dengan anyaman sutera hitam ( braided
black silk ) dari bebagai ukuran. Bahan bengan sutera ini tidak mengiritasi lidah, kuat, warnanya
mudah terlihat, murah.

Ada beberapa macam cara jahitan :


Untuk penutupan intra oral dilakukan dengan cara jahitan terputus ( interupted ), tetapi dapat
pula secara kontinyu ( continous ), untuk menjahit luka intra oral lebih disarankan dengan cara
terputus dari pada cara kontinyu karena bila ada salah satu jahitan yang harus dilepas tidak perlu
mengagngu seluruh deretan jahitan yang ada dan bila disalah satu jahitan ada yang infeksi maka
infeksi tidak dijalarkan kejahitan pada deretan lainnya. Untuk menjahit luka insisi ekstra oral
pada daerah fasial biasanya digunakan bengan nilon monofilamen no. 5-0 yang terkait pada
jarum tak bermata ( eyeless needles).
Cara jahitan pada kulit daerah fasial adalah trhough and trhough interupted sutures. Jahitan
subkuntan diperlukan agar pada pentutupan lukas insisi kulit tidak menimbulkan parut luka dan
cara ini akan memberi keuntungan kosmetis. Sebaliknya bila yang dihadapi adalah luka insisi
untuk mengeluarkan eksudat maka jahitan sibkuntan tidak diperlukan.
Macam macam jahitan :
a.

Continous suture ( Jahitan bersambung )

b. Interupted matress ( Jahitan tilam terputus putus )


- datar
- vertikal
Dipergunakan untuk menjahit dimana ada tarikan atau tensi otot, karena jahitan ini tidak
menyobek jaringan.
c.

Halsted suture

d. Continous : lock suturwe


Baik untuk menutup tepi gusi sesudah alveolektomi atau untuk menutup insisi yang panjang.
STERILISASI
Untuk menghindarkan atau memperkecil bahaya infeksi, seharusnya bekerja
secara asepsis, artinya melakukan pekerjaan dengan menjauhkan segala kemungkinan
kontaminasi dari pada kuman. Tindakan mensucihamakan atau desinfeksi, tidak hanya dilakukan
terhadap alat- alat yang dipergunakan saja, tetapi terhadap semua yang berhubungan langsung
atau tidak langsung dengan luka.
1. Operator dan tim
2. Alat alat yang dipergunakan

3. Pasien terutama pada daerah pembedahan


4. Kamar operasi
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan jenis perawatan dalam BM
JENIS PERAWATAN BEDAH MULUT
Ilmu Bedah Mulut dapat didefinisikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari segala
sesuatu yang berhubungan dengan pembedahan di mulut. Dapat dibagi dalam 3
kelompok:
a. Eksodonsi (pencabutan gigi) :
- Alat- alat yang digunakan
- Teknik dan manipulasi
- Anastesi
- Perawatan pasca bedah
- Komplikasi yang mungkin timbul
b. Bedah minor:
- Ilmu bedah mulut untuk perawatan endodontik
- Pengambilan kista kecil
- Prostetik
- Fraktur akar
- Pengambilan gigi terbenam
c. Bedah Mayor:
- Reseksi rahang
- Kista besar
- Tumor
- Fraktur rahang
- Pembedahan ortodontik
- Rekonstruksi cacat bawaan
Insisi
Insisi dilakukan sebagai akses awal menuju daerah tujuan operasi. Insisi dilakukan setelah
mengkaji kembali diagnosa dan tujuan terapi bedah. Perencanaan insisi harus disertai dengan
perencanaan penutupan defek yang ditimbulkannya. Pengambilam masa di subkutis yang tidak
membuang kulit mungkin tidak akan menimbulkan masalah saat penutupan defek, tetapi jika
kulit ikut diambil maka ada kemungkinan timbul masalah saat penutupan luka apalagi jika
jariongsan kulit yang diambil luas. Menurut bentuknya insisi dikelompokan menjadi
1. Insisi Linier

Insisi dalam satu lintasan atau garis lurus, atau melengkung. Insisi ini digunakan jika
daerah operasi atau masa yang diambil tidak melekat/ berhubungan dengan kulit.
Misalnya mengambil masa lipoma yang letaknya di subkutis maka insisi linier digunakan
sebagai akses masuk dan diseksi sebagai lanjutan untuk evakuasi masa.

Pastikan masa yang akan diambil tidak berhubungan dengan kulit.


2. Insisi elips atau bulat
Digunakan sebagai akses jika target operasi masa yang akan diambil berhubungan atau
berada di kulit. Misalnya skin tag, granuloma, atau keloid. Dilakukan juga untuk massa
dilokasi lebih dalam dari kulit tetapi berhubungan dengan kulit misalnya kista aterom,
atau masa di subkutis lainnya yang terinfeksi sampai kulit sehingga kulit diatasnya harus
dibuang.
Pada pembuatannya tentukan lebih dulu lebar dan incisi sesuai dengan lesi, kemudian
panjang insisi harus 3x lebar

Perhatikan ujung lancip tiapsisi


Jahitan tidak boleh sekaligus tetapi harus dua kali karena arah jarum harus tegak lurus
dengan tepi insisi
Untuk menghindari regangan dapat dikerjakan teknik undermining
3. Insisi S atau Z
Insisi dalam satu lintasan berbentuk huruf S atau Z (tidak berbetuk lurus). Insisi ini
digunakan jika daerah operasi atau masa yang diambil biasanya tidak berhubungan
dengan kulit tetapi letaknya di persendian. Misalnya mengambil masa Becker cyst di fosa
poplitea. Insisi ini digunakan sebagai akses masuk dan diseksi sebagai lanjutan jika masa
sudah ditemukan. Tujuan dari bentuk yang tidak lurus adalah untuk mencegah terjadinya
kontraktur seteleh luka sembuh.

Perhatikan jahitan ditiap sudut.

Insisi dilakukan jika lokasi didaerah persendian dan masa


tidak berhubungan dengan kulit.
4. Insisi tangensial/transversal

Insisi secara mendatar, sejajar dengan masa. Dilakukan pada masa solid yang letaknya di
kulit.Untuk bedah minor, insisi ini dilakukan pada insisi klavus dimana klavus
ditipiskan dahulu sampai inti yang masuk ditemukan yang dilanjutkan dengan insisi
ellips.
5. Insisi Poligonal
Digunakan sebagai akses sekaligus diseksi tajam jika target operasi masa yang akan
diambil berhubungan atau berada di kulit. Dibuat banyak sisi tajam atau poligonal
bertujuan untuk menghabiskan akar-akanr dari masa yang dibuang. Misalnya tumor
ganas kulit. Poligonal juga berfungsi untuk mengecek tiap sisi apakah bebas dari masa
tumor atau tidak.
Penutupan Defek
Pengambilan masa bersamaan dengan kulit diatasnya menimbulkan deffek yang dapat
ditutup dengan mendekatkan tepi luka. Mungkin juga jika defek terlalu lebar maka kedua
tepi luka tidak dapat didekatkan. Untuk itulah diperlukan teknik khusus untuk menutup
defek.
Sekali lagi, petutupan defek ini harus difikirkan saat merencanakan insisi, bagaimana
kemungkinan defek yang terjadi dan cara untuk menutupnya. Dengan demikian, pada
saat insisi telah tergambar rencana teknik penutupan defeknya.
Adapun teknik yang dapat dipakai adalah, advancement, flaps, STSG (split thickness skin
graff ), FTSG (full thickness) dan lain-lain
Menutup defek dengan cara mendekatkan 2 sisi insisi. Dilakukan jika masing-masing tepi
longgar. Jika tidak maka dilakukan pembebasan jaringan subkutis dari masing-masing
tepi agar menjadi longgar sehingga masing-masi tepi bisa bertemu sehingga jahitan tidak
terlalu tegang /tension.

Gambar penutupan defek dengan flap

Gambar advancement flaps dengan single pedicle

Gambar advancment flaps dengan 2 buah flaps

Koreksi Dog Ear


Adakalanya diujung luka kulit lebih menonjol dan seakan seperti masa kulit. Kelebihan
kulit ini menyerupai telinga anjing sehingga sering disebut dog ear. Antisipasi
terbentuknya dog ear ini dilakukan saat insisi, yaitu ujung insisi pada insisi elips
diusahakan lebih lancip, tidak lengkung.

Badingkan kedua ujung insisi yang lancip dengan lengkung. Dog ear terbetntuk dari
insisi yang lebih lengkung.
Untuk memperbaikinya, luka operasi terlebih dahulu dijahit seperti biasa untuk menilai
sebesar apa ear dog yang terbentuk. Kemudiaan baru dikoreksi dengan membuat insisi
berikutnya seperti pada gambar dibawah ini

Gambar diatas mengoreksi dog ear dengan membuat insisi elips pada tepi sayatan
sebelumnya, sedangkan gambar bawah membuat insisi dua segitiga.

Dog ear pada ujung luka


3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan fiksasi dan splinting
FIKSASI
Fraktur pada mandibula lebih sering terjadi daripada fraktur-fraktur tulang wajah yang lain.
Fraktur ini merupakan trauma tulang penting yang mungkin dihadapi oleh dokter gigi, dan
terkadang pula dihadapi pada ruang bedah. Fraktur pada mandibula juga merupakan fraktur
wajah yang secara tidak sengaja sering dihadapi dokter gigi sebagai komplikasi dari pencabutan
gigi. Fraktur mandibula dapat dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu:
1. Fraktur tanpa terbukanya tulang dan tanpa kerusakan dari jaringan keras atau lunak gigi
2. Fraktur dengan terbukanya tulang dan kerusakan yang hebat dari jaringan keras dan lunak
gigi.

Sebagian besar fraktur terdapat pada kelompok pertama. Fraktur dari kelompok kedua dapat
berasal dari luka peluru, trauma industri (kecelakaan kerja atau lalu lintas), dimana terjadi trauma
langsung dari benda yang tajam dan bergerak dengan kecepatan tinggi. Pembagian jenis fraktur
di atas bermanfaat karena cara perawatan umum dari masing-masing fraktur berbeda, baik pada
tahap perawatan primer hingga rekontruksi (Banks, 1990).
Fiksasi
Fiksasi maksilomandibular dilakukan dengan menggunakan elastik atau kawat untuk
menghubungkan loop (lug) arch bar atau kawat maksilar dan mandibular lain. Apabila suatu
segmen mengalami pergeseran cukup banyak, maka dianjurkan untuk melakukan imobilisasi
segmen yang pergeserannya sedikit terlebih dahulu, kemudian melakukan reduksi dan
imobilisasi segmen yang lain secara digital ataupun secara manual. Semua pasien dengan
pengawatan maksilomandibular harus dibekali dengan alat pemotong kawat yang dapat
dipergunakan setia saat (Pedersen, 1996).
Tabel 1. Ukuran Kawat Untuk Fiksasi

Ukuran gauge
22
23
24
25
26
27
28

Diameter
(inch)
0,028
0,024
0,022
0,020
0,018
0,016
0,014

Jenis fiksasi yang dipasang pada gigi-gigi yaitu:


1. Wiring gigi, dapat; (a) langsung atau (b) eyelet.
2. 2. Arch bar
3. Cap splint (Banks, 1990).

(mm)
0,70
0,60
0,55
0,50
0,45
0,40
0,35

Prosedur dan Hasil Perlakuan Metode Ivy


Metode fiksasi Ivy sering disebut juga dengan :
1. Eyelet method
2. Ivy loop wiring
Prosedur
Pada system ini, kawat dipilinkan satu sama lain untuk membentuk loop. Kedua ujung kawat
dilewatkan ruang interproksimal, dengan loop tetap di sebelah bukal. Satu ujung dari kawat
dilewatkan di sebelah distal dari gigi distal dan kembalinya di bawah atau melalui loop,
sedangkan ujung yang lain ditelusupkan pada celah interproksimal mesial dari gigi mesial.
Kedua ujung kawat dipilinkan satu sama lain, dipotong dan dilipat pada aspek gigi mesial gigi
mesial. Akhirnya loop-nya dikencangkan dengan jalan memilinnya. Beberapa eyelet bisa
ditempatkan pada gigi posterior untuk mendapatkan tempat perlekatan kawat atau elastik yang
digunakan untuk fiksasi maksilomandibular. Metode Ivy (eyelet) ini tidak rumit dan mudah
dilakukan serta ideal untuk penanganan kasus dengan cepat apabila diperlukan stabilisasi
sementara, atau apabila durasi anestesi umum harus dikurangi. Empat eyelet dengan fiksasi
maksilomandibular yang baik, sering memberikan hasil imobilisasi mandibular yang memuaskan
untuk merawat fraktur subkondilar unilateral dengan pergeseran yang hanya sendiri (Pedersen,
1996).
Eyelet harus dipasang sedemikian rupa pada rahang atas dan bawah sehingga bila kawat
dipasang di antara eyelet, akan dihasilkan efek tarikan melintang. Apabila eyelet dipasang tepat
di atas gigi yang satu dengan yang lain, maka pergerakan rahang bawah tetap dapat berlangsung.
Harus diingat pada saat memasang kawat, bahwa kawat sangat tajam dan sangat mudah terlontar
serta dapat mengenai bola mata pasien, bila tidak dipegang dengan benar. Sebaikknya mata
pasien dilindungi dan untuk ini, setiap ujung kawat tersebut tidak sedang dipergunakan. Pada
saat bekerja dengan anestesi umum, mata pasien harus ditutup dan diberi pelindung.

Setelah eyelet terpasang dengan erat, kawat penghubung harus dilewatkan melalui eyelet hingga
menghubungkan eyelet atas dan bawah, tetapi kawat penghubung belum dipilin pada tahap ini.
Gigi-gigi yang perlu diekstraksi dapat diekstraksi pada saat itu juga dan sebelum fiksasi
intermaksilaris selesai dipasang, pak pada kerongkongan dapat dilepas, kemudian fraktur
direduksi dan fiksasi kawat dikencangkan. Penting bahwa oklusi normal pasien diketahui oleh
operator, karena banyak pasien yang memiliki keabnormalan oklusi dan berusaha untuk
mendapatkan oklusi yang baik secara teoritis, pada keadaan tersebut dapat menimbulkan susunan
fragmen tulang yang salah (Banks, 1990).
Kawat penghubung harus dikencangkan pada daerah geraham besar, mula-mula pada salah satu
sisi dan kemudian pada sisi yang lain, sehingga dapat berjalan sampai ke daerah gigi seri. Harus
diingat bahwa bila kawat dikencangkan pada salah satu sisi terlebih dahulu, akan terbentuk
crossbite dan bila kawat anterior dikencangkan sebelum kawat pada daerah geraham, dapat
terjadi gigitan gigi belakang yang terbuka. Kawat dapat dipilin dengan kuat pada gigi berakar
jamak, tetapi dokter gigi harus berhati-hati pada gigi berakar tunggal karena gigi mungkin harus
diekstraksi sebagai akibat dari tekanan pemilinan kawat penghubung yang terlalu kuat.
Sebaiknya, kawat dipilin longgar terlebih dahulu dan pemilinan akhir yang kencang dilakukan
setelah oklusi diperikasi. Dokter gigi harus berhati-hati untuk memastikan bahwa lidah tidak
terjebak di antara cusp gigi-gigi. Setelah wiring eyelet interdental dilakukan, jari operator harus
digerakkan di sekitar mulut pasien untuk memastikan bahwa tidak ada ujung kawat yang
dibiarkan menonjol yang dapat melukai jaringan lunak (Banks, 1990).
A.fiksasi yang diterapkan pada gigi-gigi
1.pengawatan gigi (dental wiring) kemugkinan dapat: a.langsung dan b. Eyelet
2.berlengkung
3.splin kap
B. fiksasi langsung pada tulang
Metode fiksasi yang di terapkan pada gigi geligi

1.pengawatan gigi-geligi
Pengawatan gigi geligi digunakan bila pasien memiliki seperangkat gigi yang mempunyai bentuk
sesuai, baik sempurna maupun hampir sempurna. Banyak perbedaan pendapat mengenai jenis
kekuatan (gauge) kawat yang dipakai, tetapi kawat lunak anti karat berdiameter 0,45 mm efektif.
Kawat ini memerlukan tarikan sebelum dipakai atau sebaiknya di renggangkan kira-kira 10%.
Kalau hal ini tidak dilakukan maka kawat akan menjadi kendor sesudah dipasang beberapa hari.
Harus berhati-hati agar jangan sampai regangan berlebih karena kawat menjadi keras dikerjakan
dan mudah rusak
Pengawatan langsung yang paling sering digunakan adalah sistem eyelet, pada sistem ini kawat
dipilinkan satu sama lain untuk membentuk loop, kedua ujung kawat di lewatkan ruang
interproksimal, dengan loop tetap disebelah bukal. Salah satu ujung kawat dilewatkan di sebelah
distal dari gigi distal dan kembalinya di bawah atau melalui loop, sedangkan ujung lainnya
ditelusupkan pada celah interproksimal mesial dari gigi distal. Kedua ujung kawat dipilinkan
satu sama lain, dipotong dan dilipat pada aspek mesial gigi mesial. Akhirnya loop
dikencangkandengan cara memilinnya.
Beberapa eyelet bisa di tempatkan pada gigi posterior untuk mendapatkan tempat perlekatan
kawat atau elastik yang digunakan untuk fiksasi maksilo-mandibular. Sistem eyelet tidak rumit
dan mudah dilakukan ini ideal untuk penangan kasus dengan cepat yang membutuhkan stabilitas
sementara, atau apabila durasi anastesi harus dikurangi. Empat eyelet, dengan fiksasi
maksilomandibular yang baik sering mendapatkan hasil immobilisasi mandibular yang
memuaskan untuk merawat fraktur subkondilar unilateral dengan pergeseran hanya sedikit.
(pedersen, 1996)
splinting
Splin periodontal dibedakan dalam beberapa macam tergantung dari waktu dan bentuk
pemakaiannya. Berdasarkan wakatu pemakaian, splin periodontal dapat bersifat temporer
(sementra), semi permanen dan permanen (tetapa). Bentuk splin dapat berupa splin cekat dan
lepasan, dalapat diletakkan ekstraoral maupun intrakoronal (Soeroso, 1996). Perawatan
menggunakan metode splinting dapat diaplikasikan dengan pemakaian bonded eksternal,

intrakoronal, atau secara tidak langsung dengan menggunakan restorasi logam yang
menghubungkan gigi secara bersama-sama untuk mencapai kestabilan gigi (Newman et al.,
2002).
Splin Periodontal Permanen
Pemakaian splin permanen merupakan bagaian dari fase restorasi atau fase rekonstruksi dari
perawatan periodontal. Splin permanen sangat terbatas penggunaannya. Hanya digunakan bila
benar-benar dipergunakan untuk menambah stabilitas tekanan oklusal dan menggantikan gigigigi yang hilang. Selain menstabilkan gigi yang goyang, splin ini juga harus mendistribusikan
kekuatan oklusi, mengurangi serta mencegah trauma oklusi, membantu penyembuhan jaringan
periodontal dan memperbaiki estetika (Soeroso, 1996).
Penggunan splin permanen pada umumnya dikaitkan dengan protesa periodontal. Splin ini hanya
dapat dibuat beberapa bulan setelah terapi periodontal dan kesembuhannya sudah sempurna serta
harus memperhatikan intonasi pasien. Tujuan utamanya adalah memperoleh fungsi kunyah yang
lebih efektif, dalam hal ini tidak harus mengganti seluruh gigi geligi (Prayitno, 1997).
Splin permanen dapat berupa splin lepasan eksternal atau splin cekat internal. Splin permanen
lepasan eksternal ini desainnya merupakan bagian dari gigi tiruan kerangka logam. Splin lepasan
tidak boleh digunakan pada gigi-gigi goyang yang mempunyai tendensi untuk bermigrasi,
apalagi splin tersebut hanya digunakan pada malam hari. Pemakaian splin permanen lepasan
pada keadaan tidak bergigi dapat dikombinasikan dengan gigi tiruan (Soerosso, 1996).
Splin permenen cekat internal merupakan splin yang paling efektif dan tahan lama. Splin ini
merupakan penggambungan dari restorasi yang membentuk satu kesatuan rigid dan direkatkan
dengan penyemanan, jumlah gigi yang diperlukan untuk menstabilkan gigi goyang tergantung
pada derajat kegoyangan dan arah kegoyangan. Jumlah gigi tidak goyang yang diikutsertkana
dalam splinting, tergantung pada masing-masing konsisi penderita. Bila terdapat kegoyangan
lebih dari satu gigig dapat digunakan beberapa gigi untuk stabilisasi (Soeroso, 1996).
Splin Periodontal Semi Permanen

Indikasi splin semi permanen adalah untuk kegoyangan gigi yang sanngat berat yang
mengganggu pengunyahan dan dipergunakan sebelum dan selama terapi periodontal. Kadangkadang alat retensi ortodonsi juga dapat dianggap sebagai splin semi permanen. Untuk gigi-gigi
anterior, bahan yang sering digunakan pada splin semi permanen cekat adalah kompist resisn
(light cure). Pada gigi gigi posterior, splin semi permanen ditujukan untuk gigi-gigi goyang
berat yang harus menerima beban kunyah. Splin ini digunakan sebelum, selama dan sesudah
terapi periodontal karena prognosisnya belum pasti (Prayitno, 1997).
Splin Periodontal Sementara
Peran splin sementara adalah untuk mengurangi trauma pada waktu perawatan. Splin periodontal
digunakan untuk: (1) menentukan seberapa besar peningkatan kegoyangan gigi terhadap respon
perawatan, (2) menstabilisasi gigi selama skaling dan root planning, oklusal adjustment, dan
bedah periodontal, (3) menjadi penyangga pada kasus pergerakan gigi minor, (4) memberikan
stabilisasi pada jangka waktu lama untuk yang hilang di saat kegoyangan gigi meningkat atau
goyang pada saat melakukan pengunyahan dan (5) digunakan pada gigi yang goyang karena
trauma (Schwartz et al., 1995).
Adanya faktor estetik, serat kawat (wire ligature) sebagai splin sementara cekat sudah jarang
digunakan. Sebagai gantinya bahan komposit dengan etching. Akrilik bening juga dapat
digunakan untuk splinting sementara lepasan (Prayitno, 1997).
Penggunaan splin periodontal sementara juga dapat digunakan pada kondisi-kondisi tertentu
pada kasus splin permanen tidak bisa digunakan karena status ekonomi dan status kesehatan
pasien yang buruk, kasus gigi dengan prognosis yang meragukan dan prosedur splin cekat yang
rumit tidak bisa dilakukan, serta karena alasan waktu yang tidak cukup untuk pemasangan splin
permanen (Schwartz et al., 1995)
4 . Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan antibiotic dan analgetik

dalam BM

Golongan Obat Antibiotika


1.

Penisilin

Penisilin diperoleh dari jamur Penicilium chrysogeneum dari bermacam-macam jemis


yang dihasilkan (hanya berbeda mengenai gugusan samping R ) benzilpenisilin ternyata paling
aktif. Sefalosforin diperoleh dari jamur cephalorium acremonium, berasl dari sicilia (1943)
penisilin bersifat bakterisid dan bekerja dengan cara menghambat sintesi dinding sel.
Pensilin terdiri dari :
a.

Benzil Penisilin Dan Fenoksimetil Penisilin

1)

Benzil Penisilin
Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive,
gonore.
Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia,
trombositopenia, diare pada pemberian per oral.

2)

Fenoksimetilpenisilin
Indikasi : tonsillitis, otitis media, erysipelas, demam rematik, prpopiliaksisinfeksi pneumokokus.

b.

Pensilin Tahan Penisilinase

1)

Kloksasilin
Indikasi : infeksi karena stapilokokus yang memproduksi pensilinase.
Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever,
leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke
dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.
Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia,
trombositopenia, diare pada pemberian per oral.

2)

Flukoksasilin
Indikasi : infeksi karena stapilokokus yang memproduksi pensilinase.
Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever,
leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke
dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.
Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.

Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia,
trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
c.

Pensilin Spectrum Luas

1)

Ampisilin
Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive,
gonore.
Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever,
leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke
dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.
Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia,
trombositopenia, diare pada pemberian per oral.

2)

Amoksisilin
Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive,
gonore.
Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever,
leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke
dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.
Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia,
trombositopenia, diare pada pemberian per oral.

d.

Penisilin Anti Pseudomona

1)

Tikarsilin
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas dan proteus.

2)

Piperasilin
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas aerugenosa.

3)

Sulbenisilin
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas aerugenosa.

2.

Sefalosforin
Sefalosforin merupakan antibiotic betalaktam yang bekerja dengan cara menghambat
sintesis dinding mikroba. Farmakologi sefalosforin mirip dengan penisilin, ekseresi terutama
melalui ginjal dan dapat di hambat probenisid.
Sefalosforin terbagi atas :

a.

Sefadroksil
Indikasi : infeksi baktri gram (+) dan (-)
Interaksi : sefalosforin aktif terhadap kuman garm (+) dan (-) tetapi spectrum anti mikroba
masing-masng derrivat bervariasi.
efek samping : diare dan colitis yang disebabkan oleh antibiotic ( penggunaan dosis tinggi) mual
dan mumtah rasa tidak enak pada saluran cerna sakit kepala, Dll
Kontra indikasi : hipersensitivitas terahadap sefalosforin, porfiria

b.

Sefrozil
Indikasi : ISPA, eksaserbasi akut dari bronchitis kronik dan otitis media.

c.

Sefotakzim
Indikasi : profilaksis pada pembedahan, epiglotitis karena hemofilus, meningitis.

d.

Sefuroksim
Indikasi : profilaksis tindakan bedah,lebih aktif terhadap H. influenzae dan N gonorrhoeae.

e.

Sefamandol
Indikasi: profilaksis pada Tindakan 1 pembedahan.

f.

Sefpodoksim
Indikasi: infeksi saluran napas tetapi. Penggunaan ada faringitis dan tonsillitis, hanya yang
kambuhan, infeksi kronis atau resisten terhadap antbiotika lain.

3.

Tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan antibiotik dengan spectrum luas. Penggunaannya semakin lama
semakin berkurang karena masalah resistansi.
Tetrasiklin terbagi atas :

a.

Tetrasiklin.
Indikasi: eksaserbasi bronkitri kronis, bruselosis (lihat juga keterangan diatas) klamidia,
mikoplasma, dan riketsia, efusi pleura karena keganasan atau sirosis, akne vulganis.

Peringatan: gangguan fungsi hati (hindari pemberian secara i.v), gangguan fungsi ginjal (lihat
Lampiran 3), kadang-kadang menimbulkan fotosintesis.
Efek samping: mual, muntah, diare, eritema.
b.

Demeklosiklin Hidroklorida
Indikasi: tetrasiklin. Lihat jugas gangguan sekresi hormone antidiuretik
Perhatinak : kontaindikasi; efek samping lihat tetrasiklin. Fotositivtas lebih sering terjadi pernah
dilaporkan terjadinya diabeters indipidus nefrogenik.

c.

Doksisiklin
Indikasi: tetrasiklin.bruselosis (kombniasi dengan tetrasiklin), sinusitis kronis , pretatitis kronis,
penyakit radang perlvis (bersama metronidazo)

d.

Oksitetrasiklin
Indikasi ; peringatan; kontaindikasi; efek samping; lihat tetrasilin; hindari pada porfiria.
Dosis: 250-500 mg tiap 6 jam
Oxytetracycline ( generic ) cairan Inj. 50 mg/ vial (K)
Teramycin (Pfizer Indonesia) cairan inj. 50 mg/ vial. Kapsul 250 mg (K).

4.

Aminoglikosida
Aminoglokosida bersifat bakterisidal dan aktif terhadap bakteri gram posistif dan gram negative.
Aminasin, gentamisin dan tobramisin d juga aktif terhadap pseudomonas aeruginosa.
Streptomisin aktif teradap mycobacterium tuberculosis dan penggunaannya sekarang hamper
terbatas untuk tuberkalosa.

a.

Amikasin
Indikasi : infeksi generatif yang resisten terhadap gentamisin.

b.

Gentamisin
Indikasi : septicemia dan sepsis pada neonatus, meningitis dan infeksi SSP lainnya. Infeksi bilier,
pielonefritis dan prostates akut, endokarditis karena Str viridans. Atau str farcalis (bersama
penisilin, pneumonia nosokomial, terapi tambahan pad meningitis karena listeria.
Peringatan : gangguan funsi ginjal, bayi dan usia lanjut ( (sesuaikan dosso, awasi fungsi ginjal,
pendengaran dan vestibuler dan periksa kadar plasma), hindari penggunaan jangka panjang.
Kontraindikasi: kehamilan, miastenia gravis.
Efek samping : gangguna vestibuler dan pendengaran, netrotoksista, hipomagnesemia pada
pemberian jangka panjang colitis karena antibiotic.

Dosis : injeksi intramuskuler, intravena lambat atau infuse, 2-5 mg/ kg/ hari ( dalam dosis
terbagai tiap 8 jam) lihat juga keterangan diatas sesuaikan dosis terbagi tiap 8 jam ) lihat juga
keterangan fungsi ginjal dan ukur kadar dalam plasma.
c.

Neomisin Sulfat
Indikasi: Sterilisasi usus sebelum operasi

d.

Netilmisin
Indikasi: infeksi berat kuman gram negative yang resisten terhadap gentainisin.

5.

Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan antibiotic dengan spectrum luas, namun bersifat toksik. Obat ini
seyogyanya dicadangkan untuk infeksi berat akibat haemophilus influenzae, deman tifoid,
meningitis dan abses otak, bakteremia dan infeksi berat lainnya. Karena toksisitasnya, obat ini
tidak cocok untuk penggunaan sistemik.
Kontraindikasi: wanita hamil, penyusui dan pasien porfiria
Efeks samping : kelainan darah yang reversible dan irevesibel seperti anemia anemia aplastik
( dapat berlanjut mejadi leukemia), neuritis perifer, neuritis optic, eritem multiforme, mual,
muntah, diare, stomatitis, glositits, hemoglobinuria nocturnal.

Golongan Analgetik
A. ANALGETIK
Analgesik di bagi menjadi 2 yaitu:
1. Analgesik Opioid/analgesik narkotika
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memilikisifat-sifat seperti opium atau morfin.
Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri seperti pada
fractura dan kanker.
Macam-macam obat Analgesik Opioid:
a. Metadon.
Mekanisme kerja : Kerja mirip morfin lengkap, sedatif lebih lemah.
Indikasi : Detoksifikas ketergantungan morfin, Nyeri hebat pada pasien yang di rumah sakit.

Efek tak diinginkan:


* Depresi pernapasan
* Konstipasi
* Gangguan SSP
* Hipotensi ortostatik
* Mual dam muntah pada dosis awal
b. Fentanil.
Mekanisme kerja : Lebih poten dari pada morfin. Depresi pernapasan lebih kecil
kemungkinannya.
Indikasi : Medikasi praoperasi yang digunakan dalan anastesi.
Efek tak diinginkan : Depresi pernapasan lebih kecil kemungkinannya. Rigiditas otot, bradikardi
ringan.
c. Kodein
Mekanisme kerja : Sebuah prodrug 10% dosis diubah menjadi morfin.
Kerjanya disebabkan oleh morfin. Juga merupakan antitusif (menekan batuk)
Indikasi : Penghilang rasa nyeri minor
Efek tak diinginkan : Serupa dengan morfin, tetapi kurang hebat pada dosis yang menghilangkan
nyeri sedang. Pada dosis tinggi, toksisitas seberat morfin.
2. Obat Analgetik Non-narkotik
Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah
Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obatobat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral.
Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu
menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat
atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran.
Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek
ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan Obat Analgetika jenis
Analgetik Narkotik).

Efek samping obat-pbat analgesik perifer: kerusakan lambung, kerusakan darah, kerusakan hati
dan ginjal, kerusakan kulit.
Macam-macam obat Analgesik Non-Narkotik:
a. Ibupropen
Ibupropen merupakan devirat asam propionat yang diperkenalkan banyak negara. Obat ini
bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama
dengan aspirin.
Ibu hamil dan menyusui tidak di anjurkan meminim obat ini.

b. Paracetamol/acetaminophen
Merupakan devirat para amino fenol. Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik
dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik, parasetamol
sebaiknya tidak digunakan terlalu lama karena dapat menimbulkan nefropati analgesik.
Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Dalam
sediaannya sering dikombinasikan dengan cofein yang berfungsi meningkatkan efektinitasnya
tanpa perlu meningkatkan dosisnya.
c. Asam Mefenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam mefenamat sangat kuat terikat pada protein
plasma, sehingga interaksi dengan obat antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping terhadap
saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung.

5 . Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan anastesi


1. Anestesi
Dalam ilmu kedokteran gigi kita mengenal dua macam anastesi yaitu:
1. Anestesi umum
Biasanya dipergunakan pada:
- Penderita yang terlalu gelisah dan takut
- Penderita yang tidak terkendali
- Penderita anak-anak yang tidak kooperatif
- Pencabutan gigi yang banyak sekaligus
- Gigi dengan infeksi kronis

2. Anestesi lokal
Mekanisme kerja anestesi lokal:
1. AL mencegah timbulnya konduksi impuls saraf
2. Meningkatkan ambang membran, eksibilitas berkurang, dan kelancaran hantaran
terhambat
3. AL juga mengurangi permeabilitas membran bagi ion Na dan K dalam kedaan istirahat
4. Meningkatkan tegangan permukaan selaput lipid molekuler
Macam-macam anestesi lokal:
1. Topikal anestesi
2. Infiltrasi anestesi
- Soft tissue
a. Submukus infiltrasi anestesi
b. Deep infiltrasi anestesi
- Bony Tissue
3. Blok anestesi
-

a. Nerve block anestesi:


Mandibular anestesi

Infraorbital anestesi

Tuber anestesi
N. Naso palatinus anestesi
N. Palatinus anestesi
b. Field block anestesi
Indikasi anestesi lokal:
1. Penderita dalam keadaan sadar serta kooporatif
2. Pada daerah yang diinjeksi tidak terdapat pembengkakkan
Kontraindikasi anestesi lokal:
1. Operator merasa kesulitan bekerja sama dengan penderita
2. Terdapat suatu infeksi atau peradangan
3. Usia penderita terlalu tua atau di bawah umur
4. Alergi terhadap semua anestesi
5. Anomali rahang
6. Letak jaringan anestesi terlalu dalam

Kefektifan anestesi lokal tergantung pada :

Potensi analgesik dari agen anestesi yang digunakanKefektifan anestesi lokal tergantung
pada :

Potensi analgesik dari agen anestesi yang digunakanKefektifan anestesi lokal tergantung
pada :

Potensi analgesik dari agen anestesi yang digunakan

Konsentrasi agen anestesi lokal

Kelarutan agen anestesi lokal dalam : air ( misalnya : cairan ekstraseluler ) dan lipoid
( misalnya : selubung mielin lipoid )

Persistensi agen pada daerah suntikan tergantung baik pada konsentrasi agen anestesi
lokal maupun keefektifan vasokonstriktor yang ditambahkan.

Kecepatan metabolisme agen pada daerah suntikan.

Ketetapan terdepositnya larutan dan dekat saraf yang akan dibuat baal

Sifat anestesi yang ideal:


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Tidak mengiritasi atau merusak jaringan saraf secara permanen


Batas keamanan harus lebar
Mula kerja harus sesingkat mungkin
Durasi kerja harus cukup lama
Larut dalam air
Stabil dalam larutan
Dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan

Anestesi infiltrasi
Larutan anestesi didepositkan di dekat serabut terminal dari saraf dan akan terinfiltrasi di
sepanjangg jaringan untuk mencapai serabut saraf dan menimbulkan efek anestesi dari daerah
terlokalisir yang disuplai oleh saraf tersebut. Teknik infiltrasi terbagi:
1.
2.
3.
4.
5.

Suntikan submukosa
Suntikan supraperiosteal
Suntikan intraoseus
Suntikan intrassepta
Suntikan intraligamen atau ligamen periodontal

Indikasi Anastesi Infiltrasi


Ada beberapa indikasi yang ditujukan untuk pemakaian anestesi infiltrasi, antara lain:
1. Natal tooth/neonatal tooth
Natal tooth : gigi erupsi sebelum lahir

Neonatal tooth : gigi erupsi setelah 1 bulan lahir dan biasanya gigi:

Mobiliti

Dapat mengiritasi : menyebabkan ulserasi pada lidah

Mengganggu untuk menyusui


2. Gigi dengan karies luas, karies mencapai bifurkasi dan tidak dapat direstorasi sebaiknya
dilakukan pencabutan. Kemudian dibuatkan space maintainer.
3. Infeksi di periapikal atau di interradikular dan tidak dapat disembuhkan kecuali dengan
pencabutan.
4. Gigi yang sudah waktunya tanggal dengan catatan bahwa penggantinya sudah mau
erupsi.
5. Gigi sulung yang persistensi
6. Gigi sulung yang mengalami impacted, karena dapat menghalangi pertumbuhan gigi
tetap.
7. Gigi yang mengalami ulkus dekubitus
8. Untuk perawatan ortodonsi
9. Supernumerary tooth.
Kontra Indikasi Anastesi Infiltrasi
Ada beberapa kasus dimanana penggunaan anestesi infiltrasi tidak di perbolehkan, kasuskasus ini perlu diketahui sehingga gejala-gejala yang tidak menyenangkan dan akibat yan tidak
diinginkan bisa dihindari. Kontra indikasi antara lain :

1.

Anak yang sedang menderita infeksi akut di mulutnya. Misalnya akut infektions
stomatitis, herpetik stomatitis. Infeksi ini disembuhkan dahulu baru dilakukan pencabutan.

2.

Blood dyscrasia atau kelainan darah, kondisi ini mengakibatkan terjadinya perdarahan
dan infeksi setelah pencabutan.

3. Pada penderita penyakit jantung.Misalnya : Congenital heart disease, rheumatic heart disease
yang akut.kronis, penyakit ginjal/kidney disease

4. Pada penyakit sistemik yang akut pada saat tersebut resistensi tubuh lebih rendah dan dapat
menyebabkan infeksi sekunder.
5.

Adanya tumor yang ganas, karena dengan pencabutan tersebut dapat menyebabkan
metastase.

6.

Pada penderita Diabetes Mellitus (DM), tidaklah mutlak kontra indikasi.

7.

Kurangnya kerjasama atau tidak adanya persetujuan dari pihak penderita.

Alat dan Bahan Anastesi Infiltrasi


Alat dan bahan yang digunakan untuk anestesi infiltrasi pada gigi sulung saat pencabutan
antara lain :
1. Syringe
Adalah peralatan anestesi lokal yang paling sering digunakan pada praktek gigi. Terdiri
dari kotak logam dan plugger yang disatukan melalui mekanisme hinge spring.

2.

Cartridge

Biasanya terbuat dari kaca bebas alkali dan pirogen untuk mengindari pecah dan
kontaminasi dari larutan. Sebagaian besar cartridge mengandung 2,2 ml atau 1,8 ml larutan
anestesi lokal. Cartridge dengan kedua ukuran tersebut dapat dipasang pada syringe standart
namun umumnya larutan anestesi sebesar 1,8 ml sudah cukup untuk prosedur perawatan gigi
rutin.
3.

Jarum

Pemilihan jarum harus disesuaikan dengan kedalaman anastesi yang akan dilakukan. Jarum
suntik pada kedokteran gigi tersedia dalam 3 ukuran (sesuai standar American Dental
Association = ADA) ; panjang (32 mm), pendek (20 mm, dan superpendek (10 mm).
Jarum suntik yang pendek yang digunakan untuk anestesi infiltrasi biasanya mempunyai panjang
2 atau 2,5 cm. Jarum yang digunakan harus dapat melakukan penetrasi dengan kedalaman yang
diperlukan sebelum seluruh jarum dimasukan ke dalam jaringan. Tindakan pengamanan ini akan
membuat jarum tidak masuk ke jaringan, sehingga bila terjadi fraktur pada hub, potongan jarum
dapat ditarik keluar dengan tang atau sonde.
Petunjuk:
1.

Dalam pelaksanaan anastesi lokal pada gigi, dokter gigi harus menggunakan syringe
sesuai standar ADA.

2.

Jarum pendek dapat digunakan untuk beberapa injeksi pada jaringan lunak yang tipis,
jarum panjang digunakan untuk injeksi yang lebih dalam.

3.

Jarum cenderung tidak dipenetrasikan lebih dalam untuk mencegah patahnya jarum.

4.

Jarum yang digunakan harus tajam dan lurus dengan bevel yang relatif pendek,
dipasangkan pada syringe. Gunakan jarum sekali pakai (disposable) untuk menjamin ketajaman
dan sterilisasinya. Penggunaan jarum berulang dapat sebagai transfer penyakit.
Bahan bahan anestesi
1. Lidocain
Sejak diperkenalkan pada tahun 1949 derivat amida dari xylidide ini sudah menjadi agen
anestesi lokal yang paling sering digunakan dalam kedokteran gigi bahkan menggantikan
prokain sebagai prototipe anestesi lokal yang umumnya digunakan sebagai pedoman bagi semua

agen anestesi lainnya. Lidokain dapat menimbulkan anestesi lebih cepat dari pada procain dan
dapat tersebar dengan cepat diseluruh jaringan, menghasilkan anestesi yang lebih dalam dengan
durasi yang cukup lama. Obat ini biasanya digunakan dalam kombinasi dengan adrenalin
(1:80.000 atau 1: 100.000). Pengunaan lidocain kontraindikasi pada penderita penyakit hati yang
parah.
2.

Mepivacain

Derivat amida dari xilidide ini cukup populer yang diperkenalkan untuk tujuan klinis pada akhir
tahun 1990an. Kecepatan timbulnya efek,durasi aksi, potensi dan toksisitasnya mirip dengan
lidocain. Mepivacain tidak mempunyai sifat alergenik terhadap anestesi lokal tipe ester. Agen ini
dipasarkan sebagai garam hidroklorida dan dapat digunakan anestesi infiltrasi / regional. Bila
mepivacain dalam darah sudah mencapai tingkatan tertentu , akan terjadi eksitasi sistem saraf
sentral bukan depresi, dan eksitasi ini dapat berakhir berupa konvulsi dan depresi respirasi.
3.

Prilocain

Merupakan derivat toluidin dengan tipe amida pada dasarnya mempunyai formula kimiawi dan
farmakologi yang mirip dengan lidocain dan mepivacaine. Prolocain biasanya menimbulkan aksi
yang lebih cepat daripada lidocain namun anestesi yang ditimbulkan tidak terlalu dalam.
Prolocain juga kurang mempunyai efek vasodilator bila dibandingkan dengan lidocain dan
bisanya termetabolisme lebih cepat. Obat ini kurang toksis dibanding dengan lidocaine tapi dosis
total yang dipergunakan sebaiknya tidak lebih dari 400mg.
4.

Vasokonstriktor

Penambahan sejumlah kecil agen vasokonstriktor pada larutan anestesi lokal dapat memberi
keuntungan berikut ini:
1.

mengurangi efek toksik melalui efek menghambat absorpsi konstituen.

2.

Membatasi agen anestesi hanya pada daerah yang terlokalisir sehingga dapat
meningkatkan kedalaman dan durasi anastesi.

3.

Menimbulkan daerah kerja yang kering (bebas bercak darah) untuk prosedur operasi.
Vasokonstriktor yang biasa digunakan adalah:

1.

Adrenalin (epinephrine), suatu alkaloid sintetik yang hampir mirip dengan sekresi medula
adrenalin alami.

2.

Felypressin (octapressin), suatu polipeptida sintetik yang mirip dengan sekresi glandula
pituutari posterior manusia. Mempunyai sifat vasokonstriktor yang dapat diperkuat dengan
penambahan prilokain.

Prosedur Anastesi Infiltrasi


1.

Daerah bukal/labial/RA/RB

Masuknya jarum ke dalam mukosa 2 3 mm, ujung jarum berada pada apeks dari gigi
yang dicabut. Sebelum mendeponir anastetikum, lakukan aspirasi untuk melihat apakah
pembuluh darah tertusuk. Bila sewaktu dilakukan aspirasi dan terlihat darah masuk ke dalam
karpul, tarik karpul. Buang darah yang berada di karpul dan lakukan penyuntikan pada lokasi
lain yang berdekatan. Masukkan obat dengan perlahan dan tidak boleh mendadak sebanyak
0,60 ml (1/3 karpul).
2.

Daerah palatal/lingual.

Masukkan jarum sampai menyentuh tulang. Masukkan obat perlahan dan tidak boleh
mendadak sebanyak 0,2 0,3 cc. Akan terlihat mukosa daerah tersebut putih/pucat.

3.

Daerah Interdental Papil

Masukkan jarum pada daerah papila interdental, masukkan obatnya sebanyak 0,2 0,3 cc.
Akan terlihat mukosa daerah tersebut memucat.
4.

Anastesi Intraligamen

Suntikan intraligamen dilakukan ke dalam periodontal ligamen. Suntikan ini menjadi populer
belakangan ini setelah adanya syringe khusus untuk tujuan tersebut. Suntikan intraligamen dapat
dilakukan dengan jarum dan syringe konvensional tetapi lebih baik dengan syringe khusus

karena lebih mudah memberikan tekanan yang diperlukan untuk menyuntikan ke dalam
periodontal ligamen.
Teknik Anastesi Infiltrasi

Hilangkan semua kalkulus dari tempat penyuntikan, bersihkan sulkus gingiva dengan
rubber cup dan pasta profilaksis dan berikan desinfektan dengan menggunakan cotton pellet
kecil.

Masukkan jarum ke dalam sulkus gingiva pada bagian mesial distal gigi dengan bevel
jarum menjauhi gigi.

Tekan beberapa tetes larutan ke dalam sulkus gingiva untuk anastesi jaringan di depan
jarum Injeksi intra ligamen pada anak.

Gerakkan jarum ke apikal sampai tersendat diantara gigi dan crest alveolar biasanya kirakira 2 mm.

Tekan perlahan-lahan. Jika jarum ditempatkan dengan benar harus ada hambatan pada
penyuntikan dan jaringan di sekitar jarum memutih. Jika tahanan tidak dirasakan, jarum mungkin
tidak benar posisinya dan larutan yang disuntikkan akan mengalir ke dalam mulut.

Suntikan perlahan-lahan, banyaknya 0,2 ml.

Untuk gigi posterior, berikan suntikan di sekitar tiap akar.

Dapat pula diberikan penyuntikan di bagian mesial dan distal akar tetapi dianjurkan
bahwa tidak lebih dari 0,4 ml larutan disuntikan ke tiap akar.

Cartridge harus dibuang dan tidak boleh digunakan untuk pasien yang lain, walaupun
sedikit sekali larutan yang digunakan.
6 . Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan suturing

Flap
Flap dibuat untuk mendapatkan jalan masuk ke struktur tulang atau gigi (Pedersen, 1996).
Tipe flap menurut Fragiskos (2007) antara lain :
a. Trapezoid
-Dibentuk dengan membuat insisi horizontal sepanjang gingival dan dua insisi melintang
pada mukosa bukal
-Dasar flap yang lebih lebar sangat dibutuhkan untuk suplai darah yang baik dan adekuat

-Flap tipe ini dibutuhkan untuk prosedur operatif yang luas


b.Triangular
-dibentuk dengan membuat insisi bentuk L dan insisi horizontal sepanjang gingival
-diindikasikan untuk pengambilan ujung akar, kista kecil dan apikoektomi
c. Envelope
- Flap tipe ini adalah hasil perluasan insisi horizontal sepanjang garis servikal gigi
-Biasa digunakan untuk pembedahan gigi insisivus, premolar dan molar
d.Semilunar
-Insisi flap berbentuk kurva
-Memberikan fasilitas jalan masuk ke apical
-Melindungi terkoyaknya tepi gingival
e.Pedikel
-Flap pedikel dibuat baik dibukal, lingual atau palatal
-Digunakan untuk migrasi atau transposisi untuk memperbaiki suatu cacat (contoh :
fistula oroantral atau nasoalveolar).
f.Flap insisi Y dan X
- Dibuat pada midline palatum
C. Suturing
Suturing adalah memasukkan benang ke dalam flap mukoperiosteal dengan tujuan
mereposisi jaringan lunak ke tempat semula sebelum dilakukan operasi (Wray dkk.,
2003). Tipe suturing utama yang digunakan dalam bedah mulut antara lain : 1)
interrupted, 2) continuous dan 3) mattress sutures (Fragiskos, 2007).
1)Interrupted suture
-Merupakan tipe yang paling sederhana dan paling sering digunakan.
- Jarum masuk sejauh 2-3 mm dari tepi flap dan keluar dengan jarak yang sama dari tepi
yang berlawanan.
2)Continuous suture
-Biasanya ditujukan untuk luka permukaan yang panjang (contoh : untukreconturing
alveolar ridge RA dan RB.
- Continuous suture terdiri dari dua macam, yaitu :

Continuous simple suture

Continuous locking suture


3)Mattress sutures suture
Terdiri dari dua tipe :
Horizontal mattres suture, yang terbagi menjadi dua lagi antara lain :
-Horizontal interrupted suture
- Horizontal continuous mattres suture
Vertical mattres suture
- Digunakan untuk insisi yang dalam.

Anda mungkin juga menyukai