Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelenjar saliva secara anatomi terdiri dari dua kelompok yaitu kelenjar
mayor yang berpasang- pasangan dan kelenjar minor. Kelenjar mayor terletak
di luar rongga mulut dan berhubungan melalui suatu sistem saluran yang
rumit. Bentuk kelenjar mayor adalah tipe tubuloasinar. Kelenjar saliva minor
terdiri dari sekumpulan kecil jaringan kelenjar yang terletak teruatama di
bawah mukosa mulut, sekresinya dialirkan kedalam rongga mulut melalui
saluran saluran yang rudimenter. Fungsi utama kelenjar saliva adalah
memelihara higiene mulut dan gigi, menyiapkan makanan pada waktu
menguyah, mengecap dan menelan, permulaan dari fase awal pencernaan
karbohidrat dan pengaturan tak langsung hidrasi tubuh.
Banyak keluhan yang dapat timbul di rongga mulut. Salah satu keluhan
tersebut adalah keluhan mulut kering dan bau mulut. Keadaan ini umumnya
berhubungan dengan berkurangnya aliran saliva, namun adakalanya jumlah
atau aliran saliva normal tetapi seseorang tetap mengeluh mulutnya kering dan
bau. Hal ini sangat erat kaitannya dengan kelenjar saliva. Produksi saliva yang
berkurang selalu disertai dengan perubahan dalam komposisi saliva yang
mengakibatkan sebagian besar fungsi saliva tidak dapat berjalan dengan
lancar. Hal ini mengakibatkan timbulnya beberapa keluhan seperti mulut
kering, kesukaran dalam mengunyah dan menelan makanan, kesukaran dalam
berbicara, kepekaan terhadap rasa berkurang, dan sebagainya.
Oleh karena pentingnya peranan produksi saliva yang dihasilkan oleh
kelenjar saliva maka sebaiknya kita mengetahui berbagai macam penyakit
yang di dapatkan pada kelenjar saliva, sehingga kita dapat mengetahui cara
untuk mencegah dan mengatasi masalah yang muncul akibat saliva.

1.2 Perumusan Masalah

1.3 Tujuan penulisan


Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan
secara detail tentang berbagai macam jenis penyakit yang terdapat pada
glandula saliva mayor dan minor.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR SALIVA


Kelenjar saliva secara anatomi terdiri dari dua kelompok yaitu kelenjar
mayor yang berpasang- pasangan (parotis, submandibula dan sublingual) dan
kelenjar minor (kelenjar palatina, bucal, lingualis, labialis dan kelenjar molares).
Kelenjar mayor terletak di luar rongga mulut dan berhubungan melalui suatu
sistem saluran yang rumit. Bentuk kelenjar mayor adalah tipe tubuloasinar.
Kelenjar saliva minor terdiri dari sekumpulan kecil jaringan kelenjar yang terletak
teruatama di bawah mukosa mulut, sekresinya dialirkan kedalam rongga mulut
melalui saluran saluran yang rudimenter.
Kelenjar parotis merupakan kelenjar liur utama yang tersebar dan
menempati ruangan didepan prosesus mastoid dan liang telinga luar. Di sebelah
depan, kelenjar ini terletak di lateral dari ramus asenden mandibula dan otot
maseter.

Di

bagian

bawah,

kelenjar

ini

berbatasan

dengan

otot

sternokleidomastoideus dan menutupi bagian psoteriror abdomen otot digastrikus.


Kelenjar

ini

dipisahkan

dari

kelenjar

submandibula

oleh

ligamnetum

stilomandibularis. Bagian dalam dari kelenjar parotis meluas ke posterior dan


medial

dari

ramus

asenden

mandibula

dan

dikenal

sebagai

daerah

(submaksilaris)

terletak

dibawah

ramus

retromandibular.
Kelenjar

subamandibula

mandibula horisontal dan dibungkus oleh lapisan jaringan penyambung yang tipis.
Kelenjar ini seluruhnya terletak di dalam trigonum digastrikus yang dibentuk oleh
bagian abdomen dari otot digastrikus anterior dan posterior. Pasangan kelenjar
sublingualis terletak tepat di bawah dasar mulut bagian depan dan merupakan
kelenjar liur minor yang cukup besar. Saliva disekresi masuk kedasar mulut
melalui beberapa duktus yang pendek.
Fungsi utama kelenjar saliva adalah memelihara hegiene mulut dan gigi,
menyiapkan makanan pada waktu mengunyah, mengecap dan menelan,
permulaan dari fase awal pencernaan karbohidrat dan pengaturan tak langusng

hidrasi tubuh. Dengan membasahi dan melumasi makanan, akan mempermudah


makan melewati saluran orofaring. Bahan yang dapat larut agaknya berperan
secara kimia pada reseptor pengecap. Perasaan kering dalam bau mulut dapat
merupakan indikasi tak langsung akan kebutuhan cairan cairan dan dapat
merupakan pemantauan sebagian hidrasi tubuh. Banyak bahan diekskresikan ke
dalam air liur kemudian akan ditelan, seperti merkuri, antibiotik, timah dan
morfin. SO2 larut dalam air dan ketika bernapas dengan mulut akan masuk ke
dalam air liur. Virus rabies dan poliomielitis dapat muncul dalam air liur.

Gambar 2.1.1 Kelenjar Saliva

2.2 PENYAKIT-PENYAKIT RADANG KELENJAR LIUR


2.2.1

Gondongan (Mumps)
Penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang ditandai dengan

pembesaran akut nonsupuratif pada satu atau kedua kelenjar parotis,


walaupun organ yang lain dapat pula terkena. Gejala prodormal yang biasa
terjadi adalah demam ringan, tidak nafsu makan, lesu dan sakit kepala.
Setelah itu cepat di ikuti dengan nyeri dan pembengkakan kelenjar parotis.
Trismus, kesulitan menelan dapat terjadi. Masa inkubasi gondongan ratarata sekitar 17 hari dengan jarak 2 sampai 4 minggu. Rasa nyeri,
pembengkakan dan nyeri tekan kelenjar parotis pada sebgian besar kasus,
berlangsung kurang dari 2 minggu. Diagnosis gondongan dapat dibuktikan
dengan tes fiksasi komplemen atau dengan tes inhibisi hemaglutinasi,
tetapi tes-tes ini hanya dikerjakan untuk kasus-kasus yang tidak khas atau
kasus sulit.
Gondongan biasanya merupakan penyakit ringan, namun kadangkadang dapat menjadi berat dan menimbulkan komplikasi serius.
Komplikasi yang kadang terjadi diantaranya adalah orkitis, ketulian
sementara pada nada tinggi, meningitis. Dan komplikasi yang paling serius
adalah ensefalitis. Karena alasan komplikasi yang akan timbul maka
dianjurkan untuk melakukan imunisasi pada anak yang berusia 12 bulan
atau lebih dengan vaksin virus hidup parotitis epidemika. Virus lain dapat
juga menyebabkan parotitis, antara lain Coxsackie A, virus ECHO, virus
parainfluenza tipe A.
2.2.2 Parotitis supuratif akut

Merupakan infeksi non virus yang sering itmbul pada orang


dewasa dengan keadaan lemah dan dehidrasi yang berat, seperti yang
ditemukan pada keadaan pasca bedah. Pada anak paling sering terjadi pada
kelahiran prematur. Gejalanya khas yaitu mendadak timbul rasa nyeri dan
nyeri tekan pada kelenjar dengan eritema pada kulit diatasnya. Kelenjar
terab keras, dan pada pemijatan akan mengeluarkan cairan purulen dari
duktus stensen. Organisme penyebab yang sering ditemukan ialah
stafilokokus

aureus,

streptokokus

pneumoniae,

streptokokus

beta

hemolitik, dan yang lebih jarang adalah organisme negatif. Terapi harus
dengan hidrasi dan antibiotik yang cocok untuk stafilokokus yang
menghasilkan penisilinase, misalnya Nafcilin.
2.2.3 Abses kelenjar parotis
Suatu abses dapat terjadi sebagai lanjutan parotitis supuratif akut.
Edem progresif, indurasi dan sepsis merupakan indikasi untuk insisi dan
drainase. Biasanya terdapat banyak kantong-kantong pus. Fluktuasi abses
tidak tampak dengan jelas, karena fasia tebal di atas kelenjar parotis
mempunyai sekat,yang memisahkan permukaan kelenjar parotis menjadi
beberapa bagian terpisah. Drainase abses parotis dapat dilakukan dengan
membuat insis yang dimulai dari kerut preaurikular dengan perluasan ke
bawah dalam garis lengkung di belakang angulus mandibula. Lipatan kulit
dapat diangkat secukupnya keatas kelenjar parotis. Klem arteri bengkok
dimasukan ke dalam kelenjar dan dilebarkn sejajar dengan jalanya cabang
n.fasialis. drainase dapat dipertahankan untuk sementara waktu dengan
tampon kasa yang doform. Luka yang sembuh dengan baik biasanya
meninggalkan deformitas kosmetik minimal.
2.2.4 Sialadenitis kronik
Penyakit ini ditandai dengan pembesaran kelenjar liur berulang,
disertai rasa nyeri, nyeri tekan dan sering terdapat pus pada duktus.

Kadang-kadang mungkin terdapat pembengkakan terbatas yang tumbuh


lambat dalam periode berbulan-bulan atau bertahun yang dapat
menyerupai tumor. Baik faktor obstruktif maupun non obstruktif dapat
menyebabkannya, tetapi biasanya terdapat bersama sialektasis, sialitiasis
atau striktur duktus kelenjar liur. Sialografi pada kasus ini menunjukkan
sistem duktus normal dengan waktu pengosongan normal. Sialografi pada
kasus-kasus lanjut tampak pelebaran duktus intralobular dan menunjukkan
perlambatan waktu pengosongan.
Kebanyakan pasien ditolong secara konservatif, termasuk hidrasi
yang baik, penggunaan sialogog, pemijatan kelenjar kearah muara duktus,
mengatasi sepsis intraoral dan pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Sialografi walaupun umumnya dipakai sebagai sarana diagnosis, tetapi
pada beberapa kasus berhasil untuk terapi.
2.2.5 Sialolitiasis Kronis
Kurang lebih 90% batu kelenjar liut ditemukan dalam duktus
submandibula dan kira-kira 10% dalam kelenjar parotis. Kebanyakan batu
kelenjar liur bersifat radio opak dan dapat terlihat pada foto polos.
Umumnya batu terbentuk dalam hilus kelenjar tetapi biasanya tampak
sebagai sumbatan dalam saluran utama kelenjar liur. Batu-batu ini
umumnya merupakan ikatan kalsium dan fosfat anorganis, terbentuknya
buka karena hiperkalsemia, tetapi agaknya akibat pembentukan kalkulus
pada debris organis akibat infeksi atau sumbatan. Gejala batu kelenjar liur
ialah pembengkakan kelenjar yang tidak terus menerus dan rasa tidak
nyaman yang hilang timbul, terutama waktu makan. Jika batu terletak di
duktus uatama dekat rongga mulut, tampak pembengkakan dan nyeri tekan
di atas batu itu sendiri.
Diagnosis batu didapatkan dengan palpasi dua tangan padea
duktus, pemeriksaan duktus menggunakan sonbde metal kecil atau dengan

foto rontgen. Jika batu dekat dengan permukaan mukosa pengangkatan


dapat dilakukan dengan anastesi lokal, dengan memotong duktus kjelenjar
liur yang mengandung batu dan mengangkat batu dengan cunam. Cara ini
tidak praktis untuk duktus submandibula bila lebih dari 2 cm dari
orificium, karena arteri dan nervus lingualis berdekatan dengan duktus
mulai dari titik ini. Pengangkatan intraoral batu duktus parotis tidak dapat
dilakukan dengan mudah jika batu terletak posterior dari tepi anterior m.
Maseter, sehingga harus dilakukan dari luar. Pada batu yang dekat atau
pada hilum kelenjar submandibula dilakukan eksisi kelenjar dari duktus.
Ligasi dan membelah duktus submandibula harus di usahakan sedekat
mungkin dengan orificium oral, untuk mencegah menetapnya penyakit
dalam sisa duktus.
2.2.6 Sialadenitis tuberkulosis
Parotitis tuberkulosis atau tuberkulosis kelenjar submandibula
biasanya disebabkan oleh penyakit yang berasal dari rongga mulut.
Umumnya kelenjar parotis yang terkena. Sialadenitis tuberkulosis akut
biasanya terdapat sebagai pembengkakan kelenjar difus. Diagnosis
ditegakan dengan pemeriksaan mikroskopis dan kultur bahan yang
diaspirasi dari duktus kelenjar. Terapi utama ialah medikamentosa dan
biasanya tidak perlu tindakan bedah. Sialadenitis tuberkulosis kronis dapat
timbul sebagai lesi asimtomatik yang telah ada bertahun tahun.
Penyembuhan biasanya dengan terapi tuberkulosis, tetapi tindakan eksisi
masa mungkin perlu bila diagnosisnya diragukan.
2.2.7 Penyakit cakaran kucing (Cat Scratch)
Penyakit cakaran kucing merupakan penyakit limfadenitis regional
yang sering pada daerah kapala dan leher. Etiologinya yaitu suatu bakteri
yang baru ditemukan dan dalam prosentase tinggi berhubungan dengan
jilatan, cakaran atau gigitan kucing. Kadang-kadang ditemukan lesi

primer, yang terdiri dari ulkus atau vesikelkecil pada kulit yang sebagian
menyembuh. Penyakit cakaran kucing dapat menyebabkan pembesaran
kelenjar di dalam kelenjar liur dan seolah-olah seperti penyakit kelenjar
liur. Pada parotis terdapat pembengkakan dan nyeri tekan dengan
kemerahan pada duktus stensen dan kadang-kadang terdapat perluasan
granuloma nekrotikans ke dalam parenkim.
Diagnosis penyakit ini dapat ditegakan jika terdapat riwayat kontak
dengan kucing atau adanya luka tusuk yang kecil, tidak ditemukannya
penyakit lain dan pada biopsi sesuai penyakit ini.
2.3 KELAINAN KONGENITAL KELENJAR LIUR
2.3.1 kista kongenital kelenjar liur
Kista ini timbul sebagian besar di kelenjar parotis dan sulit di
diagnosis. Mucul selama masa bayi atau dewasa, diagnosis pasti biasanya
harus menunggu tindakan pembedahan dan pemeriksaan jaringan. Dilatasi
kista kongenital dari sistem duktus dapat terjadi, dengan pembentukkan
rongga kista tunggal atau multiple.

2.3.2 Lesi celah brankial pertama, tipe I dan II


Dua jenis kista celah brankial dapat muncul pada daerah kelenjar
parotis dan timbul sebagai traktus sinus atau pembengkakan di daerah
preaurikular. Tidak berhubungan dengan kista pratragus atau sinus-sinus.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pengamatanatas pembengkakan dan
gejala klinik. Kista celah brankial tipe I (ektoderm) lebih sering dan
dimulai sejajar dengan liang telinga luar dan cenderung berjalan menuju
ke kerut postaurikular.
2.3.3 Kista dermoid

Kista dermoid dapat terjadi seagai massa terpisah yang berisi epitel
squamosa berkeratinisasi, dan yang berhubungan dengan struktur kulit lain
seperti folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea.

DAFTAR PUSTAKA
1. Adams, G. L, Boies, L. R, Higler, P. A. Gangguan-gangguan kelenjar
liur: BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta. EGC;
2008;8:305-319.
2. Snell, R. S. Kepala dan Leher: Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa
Kedokteran. Edisi 6. Jakarta. EGC; 2006; 11:722.
3. Soepardi, E. A, Iskandar, N, Bashiruddin, J, dkk. Gangguan
Keseimbangan dan Kelumpuhan Nervus Fasialis: Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ketujuh.


Jakarta. Badan Penerbit FKUI;2012;III:27,92-95.
4. John Jacob, B. Kelenjar Liur: Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala, dan Leher. Jilid 1. Staff Ahli Bagian THT RSCM.FKUI. Jakarta.
5. Guyton,Arthrur, C. Sekresi Saliva : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi 11. Jakarta. EGC; 2006; 832-834.

Anda mungkin juga menyukai