Tutor :
dr. Zairullah Mighfaza
Kelompok 12
Aulia Nurul Izzati
G1A013126
Diany Larasati
G1A013127
G1A013128
G1A013129
Hasan Mursidi
G1A013130
G1A013131
G1A013132
G1A013133
Nastiti Maharani
G1A013134
G1A013135
G1A013136
Dias Kurniawan
G1A012114
BAB I
PENDAHULUAN
A. SKENARIO
Seorang wanita berusia 35 tahun datang dengan keluhan 1 tahun yang lalu timbul gatalgatal di punggung kaki. Seminggu yang lalu gatal-gatal dirasakan semakin hebat disertai merah,
bengkak dan lecet,terutama bila basah dan berkeringat, kulit juga dirasa menebal dan bersisik.
Informasi 1
.
Informasi 2
.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Identifikasi Masalah
a. Identitas
: Wanita, 35 tahun
b. Keluhan utama
c. Keluhan penyerta
d. Onset
e. Kronologis
sentral
sehingga
meningkatkansensitivitas
terhadap
rasa
adalah
aloknesisyang
analog
dengan
alodinia
terhadap
B. Merah (Eritema)
Eritema merupakan lesi kulit primer yang paling sering ditemukan pada penyakit
kulit, disebabkan dilatasi pembuluh darah dermis.Istilah annular berasal dari bahasa
Latin, yaitu annulus yang berarti dilingkari. Lesi berupa makula atau plak berbentuk
lingkaran atau oval dengan tepi eritematosa dan tengah central clearing.
C. Bengkak (Edema)
Edema adalah pembengkakan jaringan subkutan ,yang bila ditekan akan
meninggalkancekungan (seperti sumur) .Kulit tampak mengkilat dan pucat.Hal ini
disebabkan penumpukancairan yang abnormal diantara sel di luar pembuluh darah.
Biasanya diantara sel selalu terdapat cairan ,hanya pada edema cairan ini berlebihan.
Ruang antara sel ini disebut ruang interstisial.
Edema dapat terjadi karena disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya yaitu
terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik intra vaskula menimbulkan perembesan cairan
plasma darah keluar dan masuk ke dalam ruang interstisium. Edema merupakan resiko
pasca terjadinya kongesti yang diakibatkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik. Secara
umum terdapat empat mekanisme terjadinya edema diantaranya yaitu:
1.
1. TINEA PEDIS
A. Definisi
Tinea pedis adalah infeksi jamur dermatofita yang menyerang pada telapak kaki
dan ruang interdigitalis, dapat meluas ke lateral maupun punggung kaki dan dapat terjadi
infeksi kronis Sekalipun bagi kebanyakan orang tidak menyakitkan, gangguan kulit yang
satu ini boleh dikatakan sangat menjengkelkan. Di daerah tropis, seperti di Indonesia,
hampir seluruh jenis tanaman tumbuh subur, termasuk berbagai jenis jamur yang
berkembang biak di kulit. Penyakit ini sering menyerang pada orang dewasa yang bekerja
di tempat basah seperti tukang cuci, petani atau orang yang setiap hari harus memakai
sepatu tertutup seperti anggota tentara. Keluhan subyektif bervariasi mulai dari tanpa
keluhan sampai dengan rasa gatal yang hebat dan nyeri bila ada infeksi sekunder.Masalah
infeksi jamur menempati posisi ke dua dari seluruh penyakit kulit yang ditemui di dunia.
Hal ini dikarenakan penyakit tersebut tidak hanya menyerang suatu golongan, namun
dapat menyerang siapa saja bisa laki-laki atau perempuan, anak-anak atau dewasa,
dimana dan kapan saja, di rumah, di kantor, di sekolah bahkan di tempat paling bersih
sekalipun.
Tinea pedis atau sering disebut athelete foot adalah dermatofitosis pada kaki,
terutama pada sela-sela jari dan telapak kaki. Tinea pedis adalah dermatofitosis yang
biasa terjadi. Penggunaan istilah athlete foot digunakan untuk menunjukan bentuk jari
kaki yang seperti terbelah. Prevalensi dari tinea pedis sekitar 10%, terutama disebabkan
oleh penggunaan alas kaki modern, meskipun perjalanan keliling dunia juga merupakan
faktor. Kejadiaan tinea pedis lebih tinggi diantara komuniti yang menggunakan tempattempat umum seperti kamar mandi, shower atau kolam renang. . Kejadian infeksi ini
sering terjadi pada iklim hangat lembab dimana dapat meningkatkan pertumbuhan jamur,
tetapi jarang ditemukan di daerah yang tidak menggunakan alas kaki.
4. Bentuk yang terakhir adalah bentu kaku tul seratif pada telapak dengan maserasi, madidans, dan bau. Diagnosis Tinea pedis lebih sulit karena pemeriksaan kerokan kulit
dan kultur sering tidak ditemukan jamur. (Zhan, 2009)
Gambar 4. Tineapedis Type Ulseratif
melitus itu sendiri dikategorikan sebagai penyebab infeksi, pasien dengan penyakit ini
50% akan terkena infeksi jamur. Secara histologi, hiperkeratotis tinea pedis memiliki
karakteristi berupa akantosis, hiperkeratosis, dan infiltrasi perivaskular yag dangkal,
kronik dan dapat menyebar pada dermis. Bentuk vesicle-bula menampilkan spongiosis,
parakeratosis, dan subkornea atau spongiosis intraepitel vesiculasi dengan kedua tipe,
foci dari neutrofil biasanya dapat dilihat pada daerah stratum kornea. PAS atau
pewarnaan silver methenamine menampilkan organisme jamur.
D. Diagnosis
a. Anamnesis
1) Keluhan utama
Gatal di punggung kaki
2) Keluhan tambahan
Bengkak, lecet dan kulit bersisik
3) Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh timbul gatal-gatal di punggung kaki selama 1 tahun yang lalu.
Seminggu yang lalu gatal dirasakan semakin hebat di sertai merah, bengkak dan
lecet, terutama bila basah dan berkeringat, kulit juga dirassa menebal dan bersisik.
4) Riwayat penyakit dahulu
agar), pH asam dari 5,6 untuk media ini menghambat banyak spesies bakteri dan
dapat dibuat lebih selektif dengan penambahan suplemen kloramfenikol. Ini dapat
selesai 2-4 minggu. Dermatophyte test medium(DTM) digunakan untuk isolasi
selektif dan mengenali jamur dermatofitosis adalah pilihan lain diagnostik, yang
bergantung pada indikasi perubahan warna dari oranye ke merah untuk
menandakan kehadiran dermatofit.
3. Tes PAS
dengan menghambat
pertumbuhan bentuk yeast jamur. Obat dioleskan dua kali sehari dan diberikan
sampai waktu 2-4 minggu. Efek samping obat ini dapat terjadi rasa terbakar, eritema,
edema dan gatal.
1.2 Ketokonazole 2 % krim merupakan antifungal berspektrum luas golongan Imidazol;
menghambat sintesis ergosterol, menyebabkan komponen sel yang mengecil hingga
menyebabkan kematian sel jamur. Obat diberikan selama 2-4 minggu.
1.3 Mikonazol krim, bekerja merusak membran sel jamur dengan menghambat
biosintesis ergosterol sehingga permeabilitas sel meningkat yang menyebabkan
keluarnya zat nutrisi jamur hingga berakibat pada kematian sel jamur. Lotion 2 %
bekerja pada daerah-daerah intertriginosa. Pengobatan umumnya dalam jangka waktu
2-6 minggu.
1.4 Tolnaftat 1% merupakan suatu tiokarbamat yang efektif untuk sebagian besar
dermatofitosis tapi tidak efektif terhadap kandida. Digunakan secara lokal 2-3 kali
sehari. Rasa gatal akan hilang dalam 24-72 jam. Lesi interdigital oleh jamur yang
rentan dapat sembuh antara 7-21 hari. Pada lesi dengan hiperkeratosis, tolnaftat
sebaiknya diberikan bergantian dengan salep asam salisilat 10 %.
1.5 Piridones Topikal merupakan antifungal yang bersifat spektrum luas dengan
antidermatofit, antibakteri dan antijamur sehingga dapat digunakan dalam berbagai
jenis jamur.
1.6 Sikolopiroksolamin. Pengunaan kliniknya untuk dermatofitosis, kandidiasis dan tinea
versikolor. Sikolopiroksolamin tersedia dalam bentuk krim 1 % yang dioleskan pada
lesi 2 kali sehari. Reaksi iritatif dapat terjadi walaupun jarang terjadi.
2. ANTIFUNGAL SISTEMIK
Pemberian antifungal oral dilakukan setelah pengobatan topikal gagal dilakukan. Secara
umum, dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi dengan pemberian beberapa obat
antifungal di bawah ini antara lain :
2.1 Griseofulvin merupakan obat yang bersifat fungistatik. Griseofulvin dalam bentuk
partikel utuh dapat diberikan dengan dosis 0,5 1 g untuk orang dewasa dan 0,25 - 0,5 g
untuk anak-anak sehari atau 10-25 mg/kg BB. Lama pengobatan bergantung pada lokasi
penyakit, penyebab penyakit, dan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis dilanjutkan
2 minggu agar tidak residif. Dosis harian yang dianjurkan dibagi menjadi 4 kali sehari.
Di dalam klinik cara pemberian dengan dosis tunggal harian memberi hasil yang cukup
baik pada sebagian besar penderita. Griseofulvin diteruskan selama 2 minggu setelah
penyembuhan klinis. Efek samping dari griseofulvin jarang dijumpai, yang merupakan
keluhan utama ialah sefalgia yang didapati pada 15 % penderita. Efek samping yang lain
dapat berupa gangguan traktus digestivus yaitu nausea, vomitus dan diare. Obat tersebut
juga dapat bersifat fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar.
2.2. Ketokonazole. Obat per oral, yang juga efektif untuk dermatofitosis yaitu ketokonazole
yang bersifat fungistatik. Kasus-kasus yang resisten terhadap griseofulvin dapat
diberikan obat tersebut sebanyak 200 mg per hari selama 10 hari 2 minggu pada pagi
hari setelah makan. Ketokonazole merupakan kontraindikasi untuk penderita kelainan
hepar.
2.3 Itrakonazole. Itrakonazole merupakan suatu antifungal yangdapat digunakan sebagai
pengganti ketokonazole yang bersifat hepatotoksik terutama bila diberikan lebih dari
sepuluh hari. Itrakonazole berfungsi dalam menghambat pertumbuhan jamur dengan
mengahambat sitokorm P-45 yang dibutuhkan dalam sintesis ergosterol yang merupakan
komponen penting dalam sela membran jamur. Pemberian obat tersebut untuk penyakit
kulit dan selaput lendir oleh penyakit jamur biasanya cukup 2 x 100-200 mg sehari dalam
selaput kapsul selama 3 hari. Interaksi dengan obat lain seperti antasida (dapat
memperlambat reabsorpsi di usus), amilodipin, nifedipin (dapat menimbulkan terjadinya
edema),
sulfonilurea
(dapat
meningkatkan
resiko
hipoglikemia).
Itrakonazole
ringan dapat pula terjadi. Gangguan fungsi hepar dilaporkan pada 3,3 % - 7 % kasus. (1)
Terbinafin baik digunakan pada pasien tinea pedis tipe moccasion yang sifatnya kronik.
Pada suatu penelitian ternyata ditemukan bahwa pengobatan tinea pedis dengan
terbinafine lebih efektif dibandingkan dengan pengobatan griseofulvin.
2. PSORIASIS
A. Definisi
Penyakit kulit kronik residif dengan lesi yang khas berupa bercak-bercak eritema
berbatas tegas, ditutupi oleh skuama tebal berlapis-lapis berwarna putih mengkilat
(Siregar,2013).
B. Etiologi
Pada penyakit ini penyebabnya belum jelas, tetapi yang pasti adalah pembentukan
epidermis yang dipercepat (Siregar,2013).
C. Faktor Risiko
Pada penyakit ini faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya psoriasis
diantaranya kulit putih lebih banyak daripada kulit berwarna, lebih banyak pada daerah
dingin dan di musim hujan, biasanya diturunkan secara autosomal dominan, infeksi lokal
dan ganggua metabolik serta faktor stress , emosi dan kehamilan dapat memperberat
penyakit (Siregar,2013).
D. Patogenesis dan Patofisiologi
Pada kulit normal, sel basal di stratum basalis membelah diri, bergerak keatas secara
teratur sampai menjadi stratum korneum sekitar 28 hari, kemudian lapisan keratin
dipermukaan kulit dilepaskan serta digantikan yang baru. Namun pada psoriasis, proses
tersebut hanya berlangsung beberapa hari sehingga terbentuk skuama tebal,berlapis-lapis
serta berwarna keperakan. Penyebab yang pasti psoriasis belum diketahui dengan pasti,
terjadi proliferasi keratinosit disertai proses peradangan (Joshi 2004; Chanet dkk.2006;
Ghoreschidkk.2007; Brezinskidkk.,2013)
E. Diagnosis
Anamnesis : Ditemukannya macula dan papula eritematosa dengan ukuran mencapai
lentikular nummular yang menyebar secara sentrifugal (Siregar,2013).
Pemeriksaan fisik :
a. Lokalisasi : siku,lutut,kulit kepala,telapak kaki dan tangan,punggung,tungkai atas dan
bawah, serta kuku (Siregar,2013).
b. Efloresensi / sifat-sifatnya : Makula eritematosa yang besarnya bervariasi dari miliar
sampai nummular, dengan gambaran yang beraneka ragam, dapat arsinar,sirsinar,
polisiklis atau geografis (Siregar,2013).
Makula ini berbatas tegas ditutupi oleh skuama kasar berwarna putih mengkilat. Jika
skuama digores oleh benda tajam menunjukkan tanda tetesan lilin. Jika penggoresan
diteruskan maka timbul tanda Auspitz dengan bintik-bintik darah. Dapat pula
menunjukkan fenomena Koebner atau reaksi isomorfik, yaitu timbul lesi-lesi psoriasis
pada bekas trauma/garukan (Siregar,2013).
Keluhan utama pasien psoriasis adalah lesi yang terlihat, rendahnya kepercayaan
diri, gatal dan nyeri terutama jika mengenai telapak tangan, telapak kaki dan daerah
intertriginosa. Selain itu psoriasis dapat mengganggu aktivitas sehari-hari bukan hanya
oleh karena keterlibatan kulit, tetapi juga menimbulkan arthritis psoriasis. Gambaran
klinis psoriasis adalah plak eritematosa sirkumskrip dengan skuama putih keperakan
diatasnya dan tanda Auspitz. Warna plak dapat bervariasi dari kemerahan dengan skuama
minimal, plak putih dengan skuama tebal hingga putih keabuan tergantung pada
ketebalan skuama. Pada umumnya lesi psoriasis adalah simetris (Gudjonsson dan Elder,
2012).
Psoriasis juga dapat timbul pada tempat terjadinya trauma, hal ini disebut dengan
fenomena Koebner. Penggoresan skuama utuh dengan mengggunakan pinggir gelas
objek akan menyebabkan terjadinya perubahan warna lebih putih seperti tetesan lilin.
Selain dari presentasi klasik yang disebutkan diatas terdapat beberapa tipe klinis
psoriasis. Psoriasis vulgaris yang merupakan tipe psoriasis yang paling sering terjadi,
berupa plak kemerahan berbentuk oval atau bulat, berbatas tegas, dengan skuama
berwarna keputihan. Lesi biasanya terdistribusi secara simetris pada ekstensor
ekstremitas, terutama di siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral, bokong dan genital.
F. Klasifikasi Psoriasis
Klasifikasi Psoriasis dibagi berdasarkan beberapa jenis yaitu (Gudjonsson JE, 2008) :
1. Psoriasis Vulgaris
Merupakan bentuk yang paling umum dari psoriasis dan sering ditemukan (80%).
Psoriasis ini tampak berupa plak yang berbentuk sirkumskrip. Jumlah lesi pada
psoriasis vulgaris dapat bervariasi dari satu hingga beberapa dengan ukuran mulai 0,5
cm hingga 30 cm atau lebih. Lokasi psoriasis vulgaris yang paling sering dijumpai
adalah ekstensor siku, lutut, sakrum dan scalp. Selain lokasi tersebut diatas, psoriasis
ini dapat juga timbul di lokasi lain.
2. Psoriasis Gutata
Tampak sebagai papul eritematosa multipel yang sering ditemukan terutama pada
badan dan kemudian meluas hingga ekstremitas, wajah dan scalp Lesi psoriasis ini
menetap selama 2-3 bulan dan akhirnya akan mengalami resolusi spontan. Pada
umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja yang seringkali diawali dengan radang
tenggorokan.
3. Psoriasis Pustulosa Generalisata (Von Zumbusch)
Psoriasis jenis ini tampak sebagai erupsi generalisata dengan eritema dan pustul.
Pada umumnya diawali oleh psoriasis tipe lainnya dan dicetuskan oleh penghentian
steroid sistemik, hipokalsemia, infeksi dan iritasi lokal.
4. Psoriasis Pustulosa Lokalisata
yang
bertujuan
menganalisis
penyebab
psoriasis,
seperti
pemeriksaan darah rutin, kimia darah, gula darah kolesterol dan asam urat
(Siregar,2013).
Kerja steroid topikal pada psoriasis diketahui melalui beberapa cara , yaitu:
i. Vasokonstriksi untuk mengurangi eritema.
ii. Sebagai antimitotik sehingga dapat memperlambat proliferasi seluler.
iii. Efek anti inflamasi, diketahui bahwa pada psoriasis terjadi peradangan kronis
akibat aktivasi sel T. Bila terjadi lesi plak yang tebal dipilih kortikosteroid dengan
potensi kuat seperti: Fluorinate, triamcinolone 0,1% dan flucinolone topikal efektif
untuk kebanyakan kasus psoriasis pada anak.
Preparat
hidrokortison
1%-2,5%
c) Ditranol (antralin)
Hampir sama dengan tar memiliki efek antiinflamasi ringan, sebab dapat
mengikat asam nukleat, menghambat sintesis DNA dan menggabungkan uridin ke
dalam RNA nukleus.
d) Vitamin D analog (Calcipotriol)
Calcipotriol ialah sintetik vit D yang bekerja dengan menghambat proliferasi sel
dan diferensiasi keratinosit, meningkatkan diferensiasi terminal keratinosit. Preparatnya
berupa salep atau krim 50 mg/g, efek sampingnya berupa iritasi, seperti rasa terbakar
dan menyengat.
e) Tazaroten
Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat proliferasi
dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi
pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam bentuk gel, dankrim dengan
konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila dikombinasikan dengan steroid topikal potensi
sedang dan kuat akan mempercepat penyembuhan dan mengurangi iritasi. Efek
sampingnya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar, dan eritema pada 30 % kasus, juga
bersifat fotosensitif.
2. Sistemik
a) Kortikosteroid
dengan
dosis
sampingnya. Etretinat
efektif untuk Psoriasis Pustular dan dapat pula digunakan untuk psoriasis eritroderma.
Kerja retinoid yaitu mengatur pertumbuhan dan diferensiasi terminal keratinosit yang
pada akhirnya dapat menetralkan stadium hiperproliferasi.
Efek samping dapat terjadi kulit menipis dan kering, selaput lendir pada mulut,
mata, dan hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis, pruritus, nyeri
tulang
dan
persendian, peninggian lipid darah, gangguan fungsi hepar (peningkatan enzim hati).
d) Siklosporin A
Digunakan bila tidak berespon dengan pengobatan konvensional. Efeknya ialah
imunosupresif. Dosisnya 1-4mg/kgbb/hari. Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik,
gastrointestinal, flu like symptoms, hipertrikosis, hipertrofi gingiva,serta hipertensi. Hasil
pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah obat dihentikan dapat terjadi
kekambuhan. (Gudjonsson and Elder,2012)
e) TNF-antagonis