Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH MIKOLOGI

Tinea pedis dan Tinea ungium


Diajukan kepada dosen pengampu ibu Ni’matul untuk memenuhi tugas kelompok
mata kuliah Mikologi

DISUSUN OLEH:
Santi Noviani (5117005)
Ditya Reissha
Yunus Oktomega Mboi
Titan Cahya A

DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

STIKES RAJAWALI BANDUNG

2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Mikologi tentang Tinea pedis dan Tinea ungium.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah Tinea pedis dan Tinea ungium ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Bandung, 9 Juni 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tinea pedis, dikenal secara awam sebagai kutu air atau kaki
atlet (terjemahan langsung dari bahasa Inggris :athlete's foot), adalah
sebuah infeksi jamur pada kulit, biasanya di antara jari kaki yang disebabkan
oleh jamur parasit.

Kutu air sering menyerang kita di bagian-bagian tertentu. Rasa gatal yang
ditimbulkan membuat kita merasa tidak nyaman dan serasa ingin terus
menggaruk. Kutu air timbul akibat jamur yang salah satunya bernama
Trichophyton rubum. Jamur ini sering menyerang di sela-sela kaki, tangan,
kuku tangan maupun kuku jari, dan kadang juga menyerang pada wajah maupun
kulit kepala. Jamur Trichophyton akan semakin tersebar apabila rasa gatal yang
dirasakan terus di garuk.

Untuk menghindari terjadinya kutu air pada daerah-daerah tertentu,


sebaiknya terlebih dahulu menjaga kebersihan pada diri kita, kemudian
usahakan untuk tidak memakai sandal atau sepatu yang lembab atau basah,
karena biasanya kutu air sering hinggap didaerah-daerah tempat seperti itu.
Usahakan ketika mandi untuk tidak bertukar handuk, karena ini bisa
mengakibatkan timbulnya jamur pada kulit kita dan badan akan terasa gatal-
gatal. Dan masih banyak lagi yang bisa membuat kutu air menyerang kita.

Jika kutu air sudah menyerang kita atau hinggap pada kulit kita, maka sebaiknya
kita harus mengobatinya dengan obat kutu air. Obat kutu air banyak didapat di
apotek baik itu berupa salep maupun berupa tablet. Anda tinggal mengolesnya
pada daerah-daerah yang terasa gatal atau yang terkena kutu air. Adapun yang
berupa tablet minumlah sesuai dengan aturan pakai. Jika rasa gatal-gatal belum
hilang, maka sebaiknya periksakan diri ke dokter spesialis kulit karena bisa saja
gatal-gatal yang dirasakan itu serius atau berbahaya dan perlu pengobatan
khusus.

1.2 Rumusan Masalah


1.3 Manfaat
1.4 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tinea Pedis
2.1.1 Pengertian
Tinea pedis adalah infeksi dermatofita yang menular, terjadi pada telapak
kaki dan area interdigitalis yang tumbuh dengan baik dalam kondisi lembab dan
lebih banyak terjadi pada pria.

Dermatofita merupakan golongan jamur yang membutuhkan keratin untuk


pertumbuhannya, sehingga infeksi yang disebabkan oleh dermatofita akan
menyerang jaringan yang mengandung keratin seperti kulit, rambut dan kuku. [3]
Tinea pedis paling umum disebabkan oleh Tricophyton rubrum, T. interdigitale,
Epidermophyton floccosum.
Tinea pedis sering disebut sebagai Athlete’s foot karena tingginya angka
kejadian pada kaki para atlit, hal ini dihubungkan dengan pemakaian sepatu yang
tertutup pada kaki yang berkeringat sehingga menimbulkan lingkungan yang
lembab dan memudahkan pertumbuhan jamur.
Tinea pedis merupakan infeksi jamur yang mudah menular melalui kontak
langsung pada kulit terinfeksi maupun kontak tidak langsung pada permukaan yang
sudah terkontaminasi dengan jamur penyebab. Diperkirakan sekitar 70% dari
populasi akan mengalami tinea pedis dalam suatu titik dalam hidupnya. Prevalensi
tertinggi dari tinea pedis terdapat pada usia 31-60 tahun dengan tingkat kejadian
lebih tinggi pada pria dibanding wanita.

2.1.2 Gejala Klinik

Untuk mengenali gejala tinea pedis, perlu diketahui juga beberapa klasifikasi yang
dimiliki oleh kondisi ini. Klasifikasi tinea pedis yang berbeda dapat memiliki gejala
yang berbeda juga, seperti:

 Interdigital tinea pedis, umumnya menginfeksi daerah lembut antara jari-


jari kaki. Infeksi ini dapat menimbulkan gejala berupa gatal, kemerahan,
atau peradangan kulit di antara jari-jari kaki yang terlihat selalu tampak
basah.
 Chronic hyperkeratotic tinea pedis, merupakan kondisi telapak kaki
kemerahan dengan kerak yang kronis pada pengidap tinea pedis. Pengidap
infeksi jamur ini dapat merasakan gatal atau tidak merasakan gejala sama
sekali. Kerak terdiri atas tumpukan-tumpukan sel kulit, tampak berwarna
putih.
 Acute ulcerative tinea pedis, adalah kondisi munculnya bintik-bintik berisi
nanah dan lepuhan-lepuhan berisi cairan yang berkembang cepat disertai
dengan adanya luka dan erosi pada kulit. Kondisi ini umumnya terjadi pada
ruang antar jari. Selain itu, dapat terjadi infeksi jaringan lunak dan
pembuluh limfe di sekitar lesi.
 Vesiculobullous athlete’s foot. Gejala yang dapat ditimbulkan oleh penyakit
ini adalah kulit yang melepuh atau adanya kantung berongga (bula) pada
lapisan kulit yang memerah di area telapak kaki.
Jamur yang menyebabkan tinea pedis umumnya mendiami lapisan kulit mati
dan menghancurkan protein berserat bernama keratin, sehingga dalam prosesnya
dapat menimbulkan gejala-gejala seperti di atas.

2.1.3 Penyebab

Tinea pedis biasanya disebabkan oleh jamur dari genus trichophyton, yaitu
jamur Epidermophyton floccosum, T. mentagrophytes, T. rubrum, dan T. tonsurans.
Jamur dapat menginfeksi kaki melalui berbagai cara. Tempat-tempat atau fasilitas
umum yang berada di lokasi yang lembap merupakan tempat jamur-jamur ini
berkembang biak, menjadikan orang-orang yang tinggal di lokasi seperti ini
memiliki risiko terinfeksi jamur.

Kebiasaan bertelanjang kaki juga dapat meningkatkan risiko seseorang


terinfeksi tinea pedis. Lokasi seperti kolam renang, area mandi yang terinfeksi,
kebiasaan menggaruk kaki yang terinfeksi jamur, atau menggunakan handuk
sembarangan dapat meningkatkan risiko terinfeksi tinea pedis. Kebiasaan seperti
ini juga dapat membantu penyebaran jamur ke area tubuh lain, terutama daerah
tubuh yang selalu dalam kondisi hangat atau lembap, seperti jari kaki yang selalu
terbungkus kaos kaki dan sepatu.

Beberapa faktor risiko lainnya adalah pengidap yang sudah pernah


terinfeksi tinea pedis akan lebih mudah terkena infeksi ini kembali. Pengidap
diabetes, orang dengan sistem kerja imun yang rendah, serta pemilik hyperhidrosis
juga memiliki risiko terkena tinea pedis dengan risiko penyembuhan yang lama.

2.1.4 Diagnosis
Diagnosis dari tinea pedis biasanya dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa
dan pemeriksaan fisik, namun diagnosis pasti dari tinea pedis ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan mikroskopik dan kultur kulit.

Anamnesis

Biasanya pasien akan menggambarkan gejala dari tinea pedis berupa rasa
gatal, kaki yang bersisik, dan seringkali terdapat fisura yang nyeri di antara jari
kaki. Beberapa pasien mendeskripsikan lesi ulseratif atau vesikular. Kebanyakan
pasien usia tua mungkin menyebutkan kondisi kaki yang bersisik sebagai kulit
kering

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa tinea


pedis terutama pada kasus manifestasi yang atipikal.
 Preparat KOH (potassium hidroksida): Untuk menunjukkan ada atau tidak adanya
keterlibatan fungi / jamur. Adanya gambaran potongan hifa menandakan
keterlibatan jamur sebagai patogen penyebab lesi
 Kultur jamur: Setelah yakin bahwa jamur adalah patogen penyebab, maka kultur
jamur dapat dilakukan untuk menentukan tipe jamur tersebut. Media yang biasa
digunakan adalah dermatophyte test medium, mycosel, dan mycobiotic agar.
Perhatikan pemilihan media, dikarenakan ada media yang
mengandung cycloheximide yang dapat menghambat pertumbuhan jamur
nondermatofita, padahal beberapa jamur nondermatofita juga dapat menjadi faktor
penyebab tinea pedis
Biopsi kulit dan pemeriksaan histopatologi: Sangat jarang diperlukan untuk
mengkonfirmasi diagnosis dari tinea pedis. Elemen dari jamur di dalam stratum
korneum biasanya dapat diidentifikasi dengan periodic acid-schiff atau
pewarnaan gomori methenamine-silver, namun dapat tidak terlihat pada tinea pedis
tipe inflamasi atau interdigital dengan komplikasi infeksi bakteri sekunder. Netrofil
dapat terdeteksi pada stratum korneum, dimana penemuannya dapat
dipertimbangkan sebagai infeksi dermatofita. Pada tinea pedis vesikuler, terdapat
vesikel intraepidermal spongiotik. Pada tinea pedis kronis tipe moccasin, terlihat
gambaran hiperkeratosis dan akantosis epidermal.
Sumber: L Ajello, PHIL CDC, 1974.
Gambar: Tampak muka (kiri) dan belakang (kanan) dari kultur Tricophyton
rubrum pada agar Saboraud.

2.2 Tinea Ungium


2.2.1 Pengertian
Onikomikosis (tinea unguium) adalah infeksi jamur pada dasar kuku,
matriks atau lempeng. Kuku jari kaki lebih sering terkena daripada kuku jari tangan.
Onikomikosis menyumbang sepertiga dari infeksi jamur integumen dan setengah
dari semua penyakit kuku.1 Tinea unguium terjadi terutama pada orang dewasa,
paling umum setelah usia 60 tahun. Insiden infeksi ini mungkin jauh lebih tinggi
daripada yang dilaporkan 2 hingga 14 persen. Alas kaki oklusif, paparan ruang ganti
dan penyebaran berbagai jenis jamur di seluruh dunia telah berkontribusi pada
peningkatan kejadian onikomikosis.
Dermatofit, ragi, dan jamur nondermatofit dapat menginfeksi kuku. Signifikansi
klinis kapang tidak pasti, karena mereka mungkin merupakan koloni organisme
yang tidak benar-benar patogen.

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena jamur kuku
adalah:

 Mengalami cedera kecil pada kulit atau kuku.


 Mengidap diabetes, gangguan aliran darah, gangguan sistem kekebalan
tubuh, atau sindrom Down.
 Berjalan tanpa alas kaki di tempat umum, seperti kolam renang, pusat
kebugaran, dan kamar mandi umum.
 Mengidap kurap kaki (tinea pedis).
 Mengenakan kaus kaki dan sepatu yang tidak memiliki lubang ventilasi
serta tidak menyerap keringat.
 Berjenis kelamin pria.
 Bekerja dalam lingkungan yang basah dan lembap.
 Banyak berkeringat.
 Usia lanjut. Semakin tua usia seseorang, maka aliran darah semakin
berkurang, pertumbuhan kuku lebih lambat, dan paparan jamur menjadi
lebih lama.

Pada kasus jamur kuku parah, dapat terjadi kerusakan permanen pada kuku serta
menimbulkan rasa sakit. Bagi penderita diabetes, di mana terdapat penurunan
sirkulasi darah dan sensitivitas saraf pada kaki, risiko untuk penyebaran infeksi
sangat tinggi. Oleh karena itu, luka atau infeksi sekecil apapun, termasuk juga
infeksi jamur kuku, harus segera ditangani.

Bentuk paling umum dari tinea unguium adalah onikomikosis subungual distal,
yang juga bisa distal dan lateral. Onikomikosis subungual distal dapat terjadi pada
kuku kaki, kuku tangan atau keduanya. Beberapa tingkat tinea pedis hampir selalu
ada. Infeksi ini biasanya disebabkan oleh Trichophyton rubrum, yang menyerang
dasar kuku dan bagian bawah lempeng kuku, mulai dari hyponychium dan
kemudian bermigrasi secara proksimal melalui matriks kuku yang mendasari.
Kerentanan terhadap onikomikosis superfisialis distal dapat terjadi dalam pola
dominan autosomal dalam keluarga.
2.2.2 Gejala Klinis
Seseorang kemungkinan mengalami jamur kuku jika tanda-tanda di bawah ini
terjadi pada kukunya:

 Kusam dan tidak cerah.


 Menebal.
 Berubah bentuk.
 Berwarna kehitaman (akibat penumpukan kotoran di bawah kuku).
 Rapuh atau retak.

Kuku yang terinfeksi jamur juga dapat terpisah dari alas kuku, sehingga
penderita akan merasakan nyeri pada ujung kuku kaki atau jari. Selain itu, kuku
juga dapat mengeluarkan bau yang tidak sedap.

2.2.3 Penyebab
Infeksi ini disebabkan oleh jamur golongan dermatofit, yaitu suatu
golongan jamur kulit yang terdiri atas tiga jenis, Microsporum, Trichophyton,
dan Epidermophyton.

Dua hal yang menyebabkan jamur kuku lebih sering terjadi pada kuku jari
kaki daripada kuku jari tangan adalah:

 Peredaran darah di jari-jari kaki lebih sedikit daripada di jari-jari tangan,


sehingga sistem kekebalan tubuh yang mengalir bersama darah, lebih
lambat dalam mendeteksi dan menghentikan infeksi di daerah tersebut.
 Kuku kaki lebih sering berada pada lingkungan yang gelap, hangat, dan
lembap, karena memakai kaus kaki atau sepatu.

2.2.4 Diagnosis dan Pengobatan Jamur Kuku


Untuk mendiagnosis pasien yang diduga mengidap jamur kuku, hal yang
umumnya dilakukan dokter pertama kali adalah melakukan pemeriksaan
fisik terhadap kuku-kuku pasien. Jika diagnosa masih belum dapat
dipastikan lewat pemeriksaan fisik, dokter akan mengambil sampel serpihan
kulit di bawah kuku untuk diteliti lebih lanjut di laboratorium.
Untuk jamur kuku, obat-obatan yang umumnya dipakai adalah dalam
bentuk:
 Obat poles kuku. Ciclopirox yang merupakan obat poles kuku antijamur
dapat diberikan oleh dokter dengan dosis satu kali sehari. Jangka waktu
penggunaan obat ini bisa mencapai satu tahun.
 Obat krim kuku. Krim kuku antijamur akan disarankan dokter untuk
dioleskan pada kuku yang terinfeksi setelah direndam.
 Obat antijamur oral. Dokter biasanya juga akan meresepkan obat
antijamur oral, seperti terbinafine dan itraconazole, yang dapat
membantu lapisan kuku baru tumbuh perlahan dan menggantikan kuku
lama yang sudah terinfeksi jamur.

Jika obat-obatan tidak bekerja dengan efektif dalam mengatasi jamur


kuku, maka penanganan lain yang dapat dilakukan oleh dokter, adalah
dengan:

 Pencabutan kuku. Jika infeksi akibat jamur kuku sudah terlampau


parah, dokter akan menyarankan tindakan pencabutan kuku, agar kuku
baru dapat menggantikan kuku yang terinfeksi.
 Terapi laser dan cahaya. Terapi ini mungkin akan menyembuhkan
kondisi kuku pasien, bersamaan dengan pemberian obat ataupun tidak.
Namun terapi jenis ini tidak banyak tersedia dan mahal.

Secara umum, infeksi jamur di kuku jari kaki lebih sulit untuk diobati
daripada di kuku jari tangan, sebab pertumbuhan kuku jari kaki lebih
lambat.

2.2.5 Pencegahan Jamur Kuku


Untuk mencegah perkembangan jamur kuku, terapkanlah kebiasaan-kebiasaan
sehat berikut ini sehari-hari:

 Jagalah kuku tetap pendek dan kering.


 Kenakan sarung tangan karet, untuk melindungi tangan dari paparan air yang
berlebihan.
 Hindari menggunakan sepatu lama.
 Jangan memotong atau mengikis kulit di sekitar kuku.
 Gunakan semprotan atau bedak antijamur, pada kaki dan bagian dalam
sepatu.
 Pilihlah sepatu yang dapat mengurangi kelembapan kaki.
 Hindari bertelanjang kaki di tempat umum.
 Kenakan kaus kaki yang menyerap keringat.
 Cucilah tangan dan kaki secara rutin.
2.2.6 Pemeriksaan Laboratorium
Onikomikosis / tinea unguium adalah infeksi pada kuku kaki yang disebabkan
oleh dermatofita yang ditegakkan diagnosisnya berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis disertai pemeriksaan KOH yang positif dengan
dijumpainya hifa dan / atau artrokonidia dan kultur jamur yang positif dengan
dijumpainya spesies dermatofita. Skala ukur adalah nominal.

Alat, Bahan dan Cara Kerja


Alat dan bahan
1. Alat yang digunakan adalah kapas alkohol 70%, skalpel dengan blade
no 15 steril, gunting kuku, wadah spesimen (amplop), gelas objek, gelas
penutup (cover slip), piring petri steril, lampu spiritus, pipet tetes,
mikroskop cahaya.
2. Bahan yang digunakan adalah kerokan kulit dan kuku, larutan KOH 10-
20%, media SDA, sikloheksamid (0,5 g/l), kloramfenikol (0,05 g/l),
larutan Lactophenol cotton blue (LPCB).
Cara kerja
Pengambilan spesimen kuku dilakukan dengan cara:
a. Spesimen diambil dari kuku yang diduga terinfeksi.
b. Sela-sela jari dan telapak kaki kuku jari kaki dibersihkan dengan
kapas alkohol 70%, jika kuku sangat kotor terlebih dahulu dicuci
dengan sabun dan air.
c. Spesimen diambil dari kuku yang digunting dan kerokan dari nail
bed. Bila perlu dengan mengerok kuku bagian proksimal.
d. Spesimen dikumpulkan dalam 2 wadah spesimen (amplop) dan diberi
label identitas pasien.
e. Spesimen kemudian dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi FK USU
untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis dengan KOH dan kultur
jamur.
meriksaan mikroskopis dengan KOH:
a. Spesimen diambil secukupnya kemudian diletakkan di atas gelas
objek dan ditetesi larutan KOH 20% untuk kerokan kuku dan ditutup
dengan gelas penutup (coverslip).
b. Sediaan dibiarkan selama 30 menit untuk kerokan kuku dan 1-2
jam untuk potongan kuku.
c. Sediaan diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 10x40
untuk melihat ada tidaknya hifa dan artrokonidia.
Bila hasil pemeriksaan mikroskopis langsung dijumpai hifa dan / atau
artrokonidia, pemeriksaan dilanjutkan dengan kultur jamur.
Pemeriksaan kultur jamur:
Spesimen dihapuskan pada permukaan media SDA yang ditambahkan
sikloheksamid (0,5 g/l) dan kloramfenikol (0,05 g/l), kemudian diinkubasi pada
temperatur ruangan (26oc). Pengamatan dilakukan hingga terdapat pertumbuhan
jamur (maksimal ditunggu sampai minggu keempat), kemudian diidentifikasi
secara makroskopis dan mikroskopis. Identifikasi makroskopis dilakukan dengan
mengamati morfologi koloni jamur yang tumbuh yaitu warna permukaan koloni
dan warna dasar koloni, tekstur permukaan koloni (bertepung, granular, berbulu,
seperti kapas, kasar), bentuk koloni (meninggi, berlipat), pinggir koloni. Setelah itu
dilakukan identifikasi secara mikroskopis dengan larutan LPCB yaitu dengan cara
sehelai selotip ditekankan ke permukaan koloni jamur dan ditarik ke atas, hifa dari
koloni akan melekat kuat pada selotip kemudian selotip dilekatkan di atas gelas
objek yang telah ditetesi satu tetes LPCB dan dilihat dengan mikroskop cahaya
pembesaran 10x40, diamati hifa dan konidia (makrokonidia dan mikrokonidia).
Hasil pemeriksaan positif bila dijumpai spesies dermatofita.
Interpretasi hasil dilakukan oleh konsultan mikrobiologi bersama dengan peneliti.
Penelitian ini disupervisi oleh pembimbing.

https://www.aafp.org/afp/2001/0215/p663.html

Anda mungkin juga menyukai