Anda di halaman 1dari 19

A.

Analisa Hidrologi
Analisa hidrologi dilakukan untuk mendapatkan besarnya debit banjir rancangan
dan debit andalan.
Tabel 1 Hujan Maksimum Rerata Tahunan
Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014

Stasiun Hujan
Pacet Pandan
Pugeran
95
128
86
124
88
109
109
163
95
87
115
95
94
104
86
100
160
97
93
91
60
182
97
72
141
162
85
81
162
97

Rerata
103.04
107.04
122.41
99.00
94.67
119.00
81.33
117.00
129.33
113.33

Tabel 2 Hujan Maksimum Rerata Tahunan Terurut

1.

No

Tahun

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

2011
2009
2008
2005
2006
2014
2012
2010
2007
2013

Curah Hujan
(mm)
81.33
94.67
99.00
103.04
107.04
113.33
117.00
119.00
122.41
129.33

Uji Konsistensi Data Hujan


Data hujan yang diperoleh perlu diuji tingkat konsistensinya. Hal ini

dikarenakan informasi yang diperoleh tentang masing-masing unsur tersebut


mengandung ketidaktelitian dan ketidakpastian (Harto, 1993:263).
Dengan alasan tersebut di atas maka perlu dilakukan uji konsistensi data dengan
menggunakan metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums). Metode ini digunakan
untuk menguji data satu stasiun dengan data dari stasiun ini sendiri dengan mendeteksi
nilai rata-rata (mean), untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam persamaan berikut:
Q

= maks |Sk**| untuk 0 < k < n..........................................................................(0)

= maks Sk** - min Sk.......................................................................................(0)

Sk* =

x x ..........................................................................................................(0)

Dy2 =

Sk
.............................................................................................................(0)
n

Dy

D y ...........................................................................................................(0)

Sk *

Sk** = D ............................................................................................................(0)
y
dengan:
Q

= atribut dari besarnya sebuah nilai statistik, didapat dari perhitungan dengan
rumus seperti pada Persamaan (1)

= atribut dari besarnya sebuah nilai statistik, didapat dari perhitungan dengan
rumus seperti pada Persamaan (2)

Sk* = data hujan (X) data hujan rata-rata ( X )


Dy2 = nilai kuadrat dari Sk* dibagi dengan menjadi data
Sk** = nilai Sk* dibagi dengan Dy
n

= jumla data

Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:


1.

Data hujan yang diperoleh diurutkan berdasarkan tahun

2.

Menhitung rata-rata hujan

3.

Menghitung nilai Sk*, yaitu tiap data hujan dikurangi data hujan rata-rata

4.

Menghitung nilai absolut dar Sk*

5.

Menghitung nilai Dy2, yaitu (Sk*)2 dibagi jumlah data

6.

Menghitung jumlah komulatif Dy2

7.

Menghitung Dy, yaitu akar dari Dy2

8.

Menghitung nilai Sk**, yaitu Sk* dibagi Dy

9.

Menghitung nilai absolut dari Sk**

10.

Menentukan nilai Sk** max

11.

Menentukan nilai Sk** min

12.

Menghitung nilai Q/(n0,5)

13.

Menghitung nilai R/(n0,5)


Dengan melihat data statistik di atas maka dapat dicari nilai Q/(n 0,5) dan R/(n0,5).

Hasil yang didapat dibandingkan dengan nilai Q/(n 0,5) dan R/(n0,5) tabel, syarat analisis

diterima (masih dalam batasan konsisten) jika nilai Q/(n 0,5) dan R/(n0,5) hitung lebih
kecil dari nilai Q/(n0,5) dan R/(n0,5) tabel.
Tabel 3 Nilai Q/(n0,5) dan R/(n0,5)
Q/n0,5

R/n0,5

90%

95%

99%

90%

95%

99%

1,05
1,10
1,12
1,14
1,17

1,14
1,22
1,24
1,27
1,29

1,29
1,42
1,48
1,52
1,55

1,21
1,34
1,40
1,44
1,50

1,28
1,43
1,50
1,55
1,62

1,38
1,60
1,70
1,78
1,85

1,22
1,36
(Sumber: Harto, 1993:168)

1,63

1,62

1,72

2,00

10
20
30
40
100

2.

Uji Abnormalitas Data


Data yang telah konsisten kemudian perlu diuji lagi dengan uji abnormalitas. Uji

ini digunakan untuk mengetahui apakah data maksimum dan minimum dari rangkaian
data yang ada layak digunakan atau tidak. Uji yang digunakan adalah uji Inlier-Outlier.
Dimana data yang menyimpang dari dua batas ambang, yaitu ambang bawah (X L) dan
ambang atas (XH) akan dihilangkan. Rumus untuk mencari ambang tersebut adalah
sebagai berikut:
XH

= Exp. (Xrerata + Kn . S)..................................................................................(0)

XL

= Exp. (Xrerata - Kn . S)...................................................................................(0)

dengan:
XH

= nilai ambang atas

XL

= nilai ambang bawah

Xrerata = nilai rata-rata


S

= simpangan baku dari logaritma terhadap data

Kn

= besaran yang tergantung pada jumlah sampel data (Tabel 5)

= jumlah sampel data

Adapun langkah perhitungan sebagai berikut:


1.

Data diurutkan dari besar ke kecil atau sebaliknya

2.

Mencari harga Log X

3.

Mencari harga rerata dari Log X

4.

Mencari nilai standart deviasi darai Log X

5.

Mencari nilai Kn (Tabel 5)

6.

Menghitung nilai ambang atas (XH)

7.

Menghitung nilai ambang bawah (XL)

8.

Menghilangkan data yang tidak layak digunakan

Tabel 4 Nilai Kn untuk uji Inlier-Outlier


Jumlah
Data
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Jumlah
Data
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37

Kn
2,036
2,088
2,134
2,175
2,213
2,247
2,279
2,309
2,335
2,361
2,385
2,408
2,429
2,448

Kn
2,467
2,468
2,502
2,519
2,534
2,549
2,563
2,577
2,591
2,604
2,616
2,628
2,639
2,650

Jumlah
Data
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
55

Kn
2,661
2,671
2,682
2,692
2,700
2,710
2,719
2,727
2,736
2,744
2,753
2,760
2,768
2,804

Jumlah
Data
60
65
70
75
80
85
90
95
100
110
120
130
140

Kn
2,837
2,866
2,893
2,917
2,940
2,961
2,981
3,000
3,017
3,049
3,078
3,104
3,129

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, Panduan Perencanaan Bendungan Urugan Volume II, 1999:8

3.

Analisa Frekuensi
Dalam analisa hidrologi selanjutnya diperlukan besaran curah hujan rancangan

yang terjadi di daerah tersebut. Curah hujan rancangan adalah hujan terbesar tahunan
dengan suatu kemungkinan tertentu atau hujan dengan suatu kemungkinan periode
ulang tertentu.
Dalam studi ini dipakai metode Gumbel dan

Log Person Tipe III dengan

pertimbangan bawa cara ini lebih fleksibel dan dapat dipakai untuk semua data serta
umum digunakan dalam perhitungan maupun analisa curah hujan rancangan.
Tabel 5 Perbandingan Syarat Distribusi Frekuensi
Parameter

Gumbel
Cs 1.139
Ck 5.402

Log Pearson III


Cs 0
Cv 0.3

3.1. Metode Gumbel


Analisis frekuensi diperlukan seri data hujan yang diperoleh dari pos penakar
hujan, baik yang manual maupun yang otomatis. Analisis frekuensi ini didasarkan pada
sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan

yang akan datang. Dengan anggapan bahwa sifat statistik kejadian hujan yang akan
datang masih sama dengan sifat statistik kejadian hujan masa lalu. (Suripin, 2004).
Perencanaan persungaian biasanya diadakan setelah ditentukannya batas-batas
besaran hidrologi yang terjadi karena fenomena alam yang mendadak dan tidak normal.
Karena itu perlu dihitung kemungkinan debit atau curah hujan yang lebih kecil atau
lebih besar dari suatu nilai tertentu, berdasarkan data-data yang diperoleh sebelumnya.
(Sosrodarsono dan Tominaga, 1985).
Dalam analisis frekuensi curah hujan data hidrologi dikumpulkan, dihitung,
disajikan dan ditafsirkan dengan menggunakan prosedur tertentu, yaitu metode statistik.
Pada kenyataannya bahwa tidak semua varian dari suatu variabel hidrologi terletak atau
sama dengan nilai rata-ratanya. Variasi atau dispersi adalah besarnya derajat atau
besaran varian di sekitar nilai rata-ratanya. Cara mengukur besarnya dispersi disebut
pengukuran dispersi (Soewarno, 1995).
Adapun cara pengukuran dispersi antara lain :
1) Deviasi Standar (S)
2) Koefisien Skewness (Cs)
3) Pengukuran Kurtosis (Ck)
4) Koefisien Variasi (Cv)
3.1.1 Deviasi Standar (S)
Umumnya ukuran dispersi yang paling banyak digunakan adalah
deviasi standar (standard deviation) dan varian (variance). Varian
dihitung sebagai nilai kuadrat dari deviasi standar. Apabila penyebaran
data sangat besar terhadap nilai rata-rata maka nilai standar deviasi
akan besar, akan tetapi apabila penyebaran data sangat kecil terhadap
nilai rata-rata maka standar deviasi akan kecil.
Rumus :
n

(xi - x)
i 1

(n 1)

Dimana :
S

= deviasi standar

Xi

= nilai varian

= nilai rata-rata

= jumlah data

3.1.2 Koefisien Skewness (Cs)


Kemencengan (skewness) adalah suatu nilai yang menunjukkan
derajat ketidaksimetrisan (assymetry) dari suatu bentuk distribusi.
Umumnya

ukuran

kemencengan

dinyatakan

dengan

besarnya

koefisien kemencengan (coefficient of skewness).


Rumus :
n

Cs

n ( xi x ) 3
i 1

(n - 1)(n - 2)S 3

Dimana :
CS

= koefisien kemencengan

Xi

= nilai varian

= nilai rata-rata

= jumlah data

= standar deviasi

3.1.3 Pengukuran Kurtosis (Ck)

Pengukuran kurtosis dimaksudkan untuk mengukur keruncingan dari bentuk


kurva distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal.

1 n
( xi x ) 4

n
Ck i 1 4
S
Dimana :
Ck

= koefisien kurtosis

Xi

= nilai varian

= nilai rata-rata

= jumlah data

= standar deviasi

3.1.4 Koefisien Variasi (Cv)

Koefisien variasi (varianion coefficient) adalah nilai perbandingan antara deviasi


standar dengan nilai rata-rata hitung dari suatu distribusi.

Rumus :
Cv

S
x

Keterangan :

Cv

= koefisien variasi

= standar deviasi

= nilai rata-rata

3.2. Metode Log Pearson Tipe III


Parameter-parameter statistik yang diperlukan oleh distribusi Log Person Tipe
III adalah (Soemarto, 1987:243):
-

harga rata-rata,

standart deviasi,

koefisien kepencengan.

Prosedur untuk menentukan kurva distribusi Log Person Tipe III adalah:
1.

Mengubah data debit banjir tahunan sebanyak n buah X 1, X2, X3,....Xn menjadi Log
X1, Log X2, Log X3,.........Log Xn.

2.

Menghitung nilai rata-rata menggunakan persamaan:


Log x

Log x
n

.............................................................................................(2-0)

dengan:
n = jumlah data
3.

Menghitung nilai standar deviasi dari Log x menggunakan persamaan:


S.Log x

4.

(n 1)

......................................................................(2-0)

Menghitung nilai koefisien kepencengan menggunakan persamaan:


Cs

5.

(Log x Log x )

n (Log x (Log x ) 3
(n 1)(n 2)(S) 3

..............................................................................(2-0)

Menghitung logaritma debit dengan waktu balik yang dikehendaki menggunakan


persamaan:
Log x =

Log x

+ K . S.......................................................................................(2-0)

Harga-harga K dapat dilihat dari (Tabel 7), dengan tingkat peluang atau periode
tertentu sesuai dengan nilai Cs nya.

6.

Mencari anti Log x untuk mendapatkan debit banjir dengan waktu balik yang
dikehendaki.

Tabel 6 Nilai K Distribusi Log Pearson Tipe III

Sumber: Soetopo, Diktat Perkuliahan

4.

Uji Kesesuaian Distribusi

Pemeriksaan uji kesesuaian ini dimaksudkan untuk mengetahui suatu kebenaran


hipotesa distribusi frekuensi. Dengan pemeriksaan uji ini akan diketahui:
1.

Kebenaran antara hasil pengamatan dengan model distribusi yang diharapkan atau
yang diperloeh secara otomatis,

2.

Kebenaran hipotesa diterima atau tidak.

4.1. Uji Smirnov-Kolmogorov


Uji kesesuaian Smirnov-Kolmogorov, sering juga disebut uji kecocokan non
parametric (non parametric test), karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi
distribusi tertentu (Soewarno, 1995:198). Prosedurnya adalah sebagai berikut:
1.

Mengurutkan dari data yang ada dari kecil ke besar.

2.

Menghitung besarnya probabilitas untuk lebih kecil dari data yang ada (Pt).
Apabila diketahui Pr (probabilitas terjadi), maka:
Pt = 100% Pr.........................................................................................................(0)

3.

Menghitung besarnya peluang data yang ada dengan menggunakan metode Weibull,
maka digunakan persamaan:
Pw

m
100% ..................................................................................................(0)
n 1

4. Menghitung selisih nilai D yang dinyatakan dengan persamaan:


D max

Pt - Pw
100

.................................................................................................(0)

Apabila besarnya nila D yang diperoleh lebih kecil dari Do (dari tabel) maka
hipotesa yang dilakukan diterima (memenuhi syarat distribusi yang diuji), jika nilai D
yang diperoleh lebih besar dari Do maka hipotesa yang dilakukan tidak diterima (tidak
memenuhi syarat distribusi yang diuji).
Tabel 7 Nilai Kritis D0 untuk Uji Smirnov-Kolmogorov
ukuran
sampel n
1
2
3
4
5
6
7
8
9

20
0,900
0,684
0,565
0,494
0,446
0,410
0,404
0,358
0,339

Derajat Kepercayaan ()
(%)
15
10
5
0,925
0,950
0,975
0,726
0,776
0,842
0,597
0,642
0,708
0,525
0,564
0,624
0,474
0,510
0,563
0,436
0,470
0,521
0,405
0,438
0,486
0,381
0,411
0,457
0,360
0,388
0,432

1
0,995
0,929
0,829
0,734
0,669
0,618
0,577
0,543
0,514

ukuran
sampel n
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
rumus
asimtotik

20
0,322
0,307
0,295
0,284
0,274
0,266
0,258
0,250
0,244
0,237
0,231
1,070
n

Derajat Kepercayaan ()
(%)
15
10
5
0,342
0,368
0,409
0,326
0,352
0,391
0,313
0,338
0,375
0,302
0,325
0,361
0,292
0,314
0,349
0,293
0,304
0,338
0,274
0,295
0,328
0,266
0,286
0,318
0,259
0,278
0,309
0,252
0,272
0,301
0,246
0,264
0,294
1,140
1,220
1,360
n
n
n

1
0,486
0,468
0,450
0,433
0,418
0,404
0,391
0,380
0,370
0,361
0,520
1,630
n

Sumber: Bonnier, 1980, dikutip dari Soewarno, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data
Jilid I, 1995:199

dengan: = derajat kepercayaan


4.2. Uji Chi-Kuadrat
Uji Chi Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi
peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data yang
dianalisis. Adapun langkah-langkah perhitungan dari uji ini adalah sebagai berikut:
x
2

(O j E j ) 2
Ej

..................................................................................................(0)

dengan:
x2 = parameter chi-kuadrat hitung
Ej = frekuensi teoritis kelas j
Oj = frekuensi pengamatan kelas j
Nilai x2 yang terhitung ini harus lebih kecil dari harga x2 tabel, yang didapat dari (Tabel
13)
Derajat kebebasan ini secara umum dapat dihitung dengan:
dk = k (P + 1).........................................................................................................(0)
dengan:
dk = derajat kebebasan
k

= banyaknya kelas

P = banyaknya keterikatan atau sama dengan banyaknya parameter

Tabel 8 Distribusi Chi-Kuadrat


0,200

0,100

0,050

0,010

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

1,642
3,219
4,642
5,989
7,289
8,558
9,803
11,030
12,242
13,442
14,631
15,812
16,985
18,151
19,311
20,465
21,615
22,760
23,900
25,038

2,706
4,605
6,251
7,779
9,236
10,645
12,017
13,362
14,987
15,987
17,275
18,549
19,812
21,064
22,307
23,542
24,769
25,989
27,204
28,412

3,841
5,991
7,815
9,488
11,070
12,592
14,067
15,507
16,919
18,307
19,675
21,026
22,362
23,685
24,996
26,296
27,587
28,869
30,144
31,410

6,635
9,210
11,345
13,277
15,086
16,812
18,475
20,090
21,666
23,209
24,725
26,217
27,688
29,141
30,578
32,000
33,409
34,805
36,191
37,566

5.

Derajat Bebas ()

Koefisien Pengaliran
Koefisien Pengaliran (C) adalah perbandingan antara jumlah air yang mengalir

di suatu daerah akibat turunnya hujan dengan jumlah air hujan yang turun di daerah
tersebut. Besarnya koefisien pengaliran tergantung pada daerah pengaliran dan
karakteristik hujan pada suatu daerah yang meliputi: keadaan hujan, luas dan bentuk
daerah pengaliran, kemiringan daerah pengaliran, daya infiltrasi dan perkolasi tanah,
kebasahan tanah, suhu, udara, angin, evaporasi, tata guna lahan.
Tabel 9 Harga Komponen C oleh Faktor Intensitas Hujan
Intesitas Hujan (mm/jam)
< 25
25 50
50 75
75 >

Cp
0,05
0,15
0,25
0,30

Sumber: Pedoman Kriteria Desain Embung Kecil (1994:4.24)

Tabel 10 Harga Komponen C oleh Faktor Topografi


Keadaan Topografi
Curam dan Tidak Rata
Berbukit-bukit
Landai
Hampir Datar

Kemiringan
(m/km)
200
100 200
50 100
0 50

Sumber: Pedoman Kriteria Desain Embung Kecil (1994:4.24)

Ct
0,10
0,05
0,00
0,00

Tabel 11 Harga Komponen C oleh Tampungan Permukaan


Tampungan Permukaan
Daerah pengaliran yang curam, sedikit depresi
permukaan
Daerah pengaliran yang sempit, dengan system
Teratur
Tampungan dan aliran permukaan yang berarti,
terdapat kolom, berkontur
Sungai berkelok-kelok dengan usaha pelestarian
Lahan

Co
0,10
0,05
0,05
0,00

Sumber: Pedoman Kriteria Desain Embung Kecil (1994:4.24)

Tabel 12 Harga Komponen C oleh Faktor Infiltrasi


Faktor Infiltrasi
Infiltrasi Besar
(Tidak terdapat penutup lahan)
Infiltrasi Lambat (Lembut)
Infiltrasi Sedang (Loam)
Infiltrasi Cepat (Pasir Tebal)

K (cm/dt)

Cs

< 10-5

0,25

10-5 10-6
10-3 10-4
> 10-3

0,20
0,10
0,05

Sumber: Pedoman Kriteria Desain Embung Kecil (1994:4.24)

Tabel 13 Harga Komponen C oleh Penutup Lahan


Penutup Tumbuhan
Pada Daerah Pengaliran
Tidak terdapat tanaman yang efektif
Terdapat padang rumput yang baik
sebesar 10%
Terdapat padang rumput yang baik
sebesar 50%, ditanami atau banyak
pepohonan
Terdapat padang rumput yang baik
sebesar 90%, hutan

Cc
0,25
0,20
0,10
0,05

Sumber: Pedoman Kriteria Desain Embung Kecil (1994:4.25)

6.

Debit Banjir Rancangan Metode Rasional


Metode yang digunakan untuk menghitung debit banjir rencana adalah metode

Rasional, dengan rumus:


Q = (C. I . A)/3,6
I = R/24 . (24/tc)2/3

dengan:
Q

= debit maksimum (m3 /detik),

= koefisien limpasan (run off) air hujan,

= intensitas hujan (mm/jam),

= luas daerah pengaliran (km2),

= hujan maksimum (mm),

tc

= waktu konsentrasi (menit), = 15 menit

B.

Erosi dan Sedimentasi


1. Erosi
Erosi dan sedimentasi merupakan serangkaian proses yang berkaitan dengan
proses pelapukan, pelepasan, pengangkutan dan pengendapan material tanah/kerak
bumi. Erosi dapat disebabkan oleh angin, air atau aliran gletser (es). Dalam hal ini
yang akan dibahas adalah erosi oleh air.
Erosi yang disebabkan oleh air dapat berupa:
Erosi Lempeng (Sheet Erosion)
Erosi lempeng yaitu erosi dimana butir-butir tanah diangkut lewat permukaan
atas tanah oleh selapis tipis limpasan permukaan, yang dihasilkan oleh intensitas
hujan yang mengalir diatas permukaan tanah.
Pembentukan Polongan (Gully)
Gully erosion yaitu erosi lempeng terpusat pada polongan tersebut. Kecepatan
airnya jauh lebih besar dibandingkan dengan kecepatan limpasan pada erosi
lempeng. Polongan akan cenderung akan lebih dalam, yang akan menyebabkan
terjadinya longsoran-longsoran. Longsoran tersebut akan menuju kearah hulu.
Ini dinamakan erosi kearah belakang (backward erosion).

Longsoran Massa Tanah


Longsoran ini terjadi setelah adanya curah hujan yang panjang, yang lapisan
tanahnya menjadi jenuh oleh air tanah.
Erosi Tebing Sungai

Tebing mengalami penggerusan air yang dapat menyebabkan longsornya tebingtebing pada belokan-belokan sungai (CD. Soemarto,1995).
Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi antara lain:
Iklim
Tanah
Topografi
Tanaman/Vegetasi
Macam penggunaan lahan
Kegiatan manusia
Karakteristik hidrolika sungai
Karakteristik penampung sedimen, check dam, dan waduk
Kegiatan gunung berapi
Proses erosi oleh air dimulai pada saat tenaga kinetik air hujan mengenai air
tanah. Tenaga pukulan air hujan ini yang menyebabkan terlepasnya partikel-partikel
tanah dari gumpalan tanah yang lebih besar. Semakin tinggi intensitas hujan akan
semakin tinggi pula tenaga yang dihasilkan dan semakin banyak partikel tanah yang
terlepas dari gumpalan tanah. Tanah yang terlepas ini akan terlempar bersama
dengan percikan air. (Morgan, 1980)
Aliran

permukaan

merupakan

penyebab

utama

terjadinya

proses

pengangkutan partikel-partikel tanah. Kemampuan limpasan permukaan dalam


mengangkut partikel tanah tergantung dari besarnya energi potensial yang dimiliki
oleh aliran permukaan tersebut, semakin besar energi potensial yang dimiliki maka
semakin besar pula kemampuan limpasan tersebut dalam mengangkut partikel tanah.
Hudson (1976), memandang erosi dari dua segi yakni:
-

Faktor penyebab erosi, yang dinyatakan dalam erosivitas hujan, dan

Faktor ketahanan tanah terhadap erosivitas hujan, yang dinyatakan sebagai


erodibilitas tanah.

Erosi merupakan fungsi dari erosivitas dan erodibilitas. Pada dasarnya proses
erosi adalah akibat interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, topografi, vegetasi dan
manusia terhadap tanah. Secara umum, faktor-faktor tersebut dapat dinyatakan
dengan persamaan yang dikenal dengan Persamaan Umum Kehilangan Tanah

(PUKT), yaitu kehilangan tanah (A) dipengaruhi oleh indeks Erosifitas (R), Faktor
Erodibilitas (K), Faktor Panjang Kemiringan (L), Fakor Kemiringan (S), Faktor
Pengelolaan Tanaman (C), Faktor Pengendali Erosi (P) (CD. Soemarto,1995)
Wischmeier dan Smith (1962) mengemukakan rumus pendugaan erosi
(Universal Soil Loss Equation) yang berlaku untuk tanahtanah di Amerika Serikat.
Walaupun demikian rumus ini banyak pula digunakan dinegara lain, di antaranya di
Indonesia.
Rumus tersebut adalah sebagai berikut:
A = R . K . LS . C . P
dengan:
A = Jumlah tanah yang hilang rata-rata setiap tahun (ton/ha/tahun)
R = Indeks daya erosi curah hujan (erosivitas hujan) (KJ/ha)
K = Indeks kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas tanah)
LS = Faktor panjang (L) dan curamnya (S) lereng
C = Faktor tanaman (vegetasi)
P = Faktor usaha usaha pencegahan erosi
1.1. Erosivitas Hujan
Berdasarkan data curah hujan bulanan, faktor erosivitas hujan (R) dapat
dihitung dengan mempergunakan persamaan: (Lenvain, Departemen Kehutanan,
1994)
R = 2,21 Rm1,36
dengan:
R = Erosivitas hujan bulanan (KJ/ha)
Rm = Curah hujan maksimal bulanan (cm)
1.2. Erodibilitas Tanah
Indeks kepekaan tanah terhadap erosi atau erodibilitas tanah (K) merupakan
jumlah tanah yang hilang rata-rata setiap tahun per satuan indeks daya erosi curah
hujan pada sebidang tanah tanpa tanaman (gundul), tanpa usaha pencegahan erosi,
lereng 9% (=5), dan panjang 22 m (petak baku). Untuk petak baku K

A
. Ukuran
R

baku ini dipilih karena sebagian besar percobaan erosi di Amerika dilakukan pada
keadaan tersebut. Kepekaan tanah terhadap erosi dipengaruhi oleh tekstur
tanah(terutama kadar debu + pasir halus), bahan organik, struktur, dan permeabilitas
tanah. Makin tinggi nilai K, tanah makin peka terhadap erosi.

Nilai K (erodibilitas tanah) dapat diperoleh dari tabel dibawah ini:


Tabel 14 Nilai K untuk Beberapa Jenis Tanah di Indonesia
No

Jenis Tanah
Latosol (Inceptisol, Oxic subgroup) Darmaga, bahan induk
1
volkanik
Mediteran Merah Kuning (Alfisol) Cicalengka, bahan induk
2
volkanik
Mediteran (Alfisol) Wonosari, bahan induk breksi dan batuan
3
liat
Podsolik Merah Kuning (Ultisol) Jonggol, bahan induk
4
batuan liat
5 Regosol (Inceptisol) Sentolo, bahan induk batuan liat
6 Grumusol (Vertisol) Blitar, bahan induk serpih (shale)
(Sumber : Arsyad, 1979)

Nilai K
0,02
0,05
0,21
0,15
0,11
0,24

1.3. Kemiringan dan Panjang Lereng


Kemiringan dan panjang lereng dapat ditentukan melalui peta Topografi.
Baik panjang lereng (L) maupun curamnya lereng (S) mempengaruhi banyaknya
tanah yang hilang karena erosi. Faktor LS merupakan rasio antara tanah yang hilang
dari suatu petak dengan panjang dan curam lereng tertentu dengan petak baku.
Tanah dalam petak baku tersebut (tanah gundul, curamnya lereng 9%, panjang 22 m,
tanpa usaha pencegahan erosi) mempunyai nilai LS = 1. Nilai LS dapat dihitung
dengan rumus: (Suripin,1998)
LS

0,136 0,097 S 0,0139 S 2


100

dengan L dalam meter dan S dalam persen.


L

0,5A
Lch

dengan:
L

= panjang lereng (m)

= luas DAS (km2)

Lch = panjang sungai (m)


Faktor LS dapat pula ditentukan dengan menggunakan tabel berikut ini:
Tabel 15 Penilaian Indeks Kemiringan Lereng (LS)
No
1
2
3
4

Kelas
Datar
Landai
Agak Curam
Curam

Besaran
< 8%
8-15%
15-25%
25-40%

Jumlah kontur tiam cm


<2
2-3
3-5
5-8

Penilaian LS
0,4
1,4
3,1
6,8

5 Sangat Curam
Sumber: Hamer, 1980

> 40%

>8

9,5

1.4. Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Tanah (CP)


Dalam menentukan faktor penggunaan lahan dan pengelolaan tanah (CP)
yaitu dengan melihat peta tata guna lahan, kriteria penggunaan lahan dan besarnya
nilai CP dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 16 Nilai Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Tanah (CP)
No
Jenis Pertanaman
Nilai CP
1 Pemukiman
0,60
2 Kebun campuran
0,30
3 Sawah
0,05
4 Tegalan
0,75
5 Perkebunan
0,40
6 Hutan
0,03
Sumber: RLKT (Rehabilitasi Lahan & Konservasi Tanah), Buku II, 1980
1.5. Sediment Delivery Ratio (SDR)
Sediment Delivery Ratio merupakan perkiraan rasio tanah yang diangkut
akibat erosi lahan saat terjadinya limpasan (Wischmeier and Smith, 1978). Nilai
SDR sangat dipengaruhi oleh bentuk muka bumi dan faktor lingkungan. Menurut
Boyce (1975), Sediment Delivery Ratio dapat dirumuskan dengan:
SDR = 0,41 A-0,3
dengan:
SDR = Sediment Delivery Ratio
A

= Luas DAS (km2)


Hubungan antara erosi lahan, angkutan sedimen dan delivery ratio dapat

diformulasikan sebagai berikut:


SY = SDR x Ea (Suripin, 1998)
dengan:
SY

= Angkutan sedimen (ton/ha)

SDR = Sediment Delivery Ratio


Ea

= Erosi lahan (ton/ha)

2. Sedimentasi
Erosi sebagai penyebab timbulnya sedimentasi yang disebabkan oleh air

terutama meliputi proses pelepasan (detachment), penghanyutan (transportation),


dan pengendapan (depotition) dari partikel-partikel tanah yang terjadi akibat
tumbukan air hujan dan aliran air. Foster dan Mayer (1977)
Proses sedimentasi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
a. Proses sedimentasi secara geologis
Sedimentasi secara geologis merupakan proses erosi tanah yang berjalan secara
normal, artinya proses pengendapan yang berlangsung masih dalam batas-batas
yang diperkenankan atau dalam keseimbangan alam dari proses degradasi dan
agradasi pada perataan kulit bumi akibat pelapukan.
b. Proses sedimentasi yang dipercepat
Sedimentasi yang dipercepat merupakan proses terjadinya sedimentasi yang
menyimpang dari proses secara geologi dan berlangsung dalam waktu yang
cepat, bersifat merusak atau merugikan dan dapat mengganggu keseimbangan
alam atau kelestarian lingkungan hidup. Kejadian tersebut biasanya disebabkan
oleh kegiatan manusia dalam mengolah tanah. Cara mengolah tanah yang salah
dapat menyebabkan erosi tanah dan sedimentasi yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai