Anda di halaman 1dari 28

KONSEP KLIMAKTERIUM

A. Definisi
Klimakterium merupakan periode peralihan dari fase reproduksi menuju
fase usia tua (senium) yang terjadi akibat menurunnya fungsi generatif ataupun
endokrinologik dari ovarium. (Baziad, 2003, hal 1)
Klimakterium

yaitu

fase

peralihan

antara

pramenopause

dan

pascamenopause.(Baziad, 2003, hal 1)


Klimakterium adalah masa peralihan yang dilalui seorang wanita dari
periode reproduktif ke periode non reproduktif. (Kasdu, 2002, hal 2 )
Klimakterium adalah masa yang bermula dari akhir masa reproduksi
sampai awal masa senium dan terjadi pada wanita berumur 40 65 tahun.
B. Etiologi
Menurut Kasdu (2002) beberapa faktor yang mempengaruhi menopause
yaitu:
1. Usia saat haid pertama sekali
Semakin muda seorang mengalami haid pertama sekali, semakin tua atau
lama ia memasuki masa menopause artinya wanita yang mendapatkan
menstruasi pada usia 16 atau 17 tahun akan mengalami menopase lebih dini.
2. Faktor Psikis
Wanita yang tidak menikah dan bekerja diduga mempengaruhi
perkembangan psikis seorang wanita. Menurut beberapa penelitian mereka
akan mengalami masa menopause lebih muda, dibandingkan mereka yang
menikah dan bekerja.
3. Jumlah anak
Beberapa penelitian menemukan bahwa makin sering seorang wanita
melahirkan, maka makin tua mereka memasuki menopause. Hal ini
dikarenakan kehamilan dan persalinan akan memperlambat sistem kerja
organ reproduksi wanita dan juga memperlambat penuaan tubuh.
4. Usia melahirkan
Semakin tua seseorang melahirkan anak, semakin tua ia memulai
memasuki usia menopause. Hal ini terjadi karena kehamilan dan persalinan

akan memperlambat sistem kerja organ reproduksi. Bahkan memperlambat


proses penuaan tubuh.
5. Pemakaian kontrasepsi
Pemakaian kontrasepsi, khususnya kontrasepsi hormonal, pada wanita
yang menggunakannya akan lebih lama atau lebih tua memasuki usia
menopause. Hal ini dapat terjadi karena cara kerja kontrasepsi yang menekan
fungsi indung telur sehingga tidak memproduksi sel telur.
6. Merokok
Diduga, wanita perokok akan lebih cepat memasuki masa menopause dini
dibandingkan dengan perempuan yang tidak merokok.
7. Genetik
Menopause dikarenakan adanya Terapi Kanker seperti radiasi dan
kemoterapi
8. Infeksi seperti TB, gondok
9. Menopause akibat Pembedahan seperti pembedahan karena endometriosis,
kanker ovarium, kanker rahim, polip.
C. Tanda dan gejala
1. Perubahan pola haid
a. Siklus menjadi pendek (2-7 hari) :

Siklus memanjang

Haid tak teratur

b. Perubahan bentuk perdarahan

Mula-mula banyak (akibat siklus anovulatoar) kemudian menjadi


sedikit

Spotting

Perdarahan yang banyak, lama atau perdarahan intermenstrual


Gejala yang paling umum pada wanita perimenopause adalah

perubahan dari pola haid. Lebih dari 90% wanita perimenopause akan
mengalami perubahan dalam siklus haid. Siklus yang memendek antara 27 hari sangatlah khas. Sebagai contoh, wanita dengan siklus haid yang
teratur antara 25-35 hari selama usia 20-30 tahun akan mengalami siklus
haid lebih sering terutama disebabkan oleh memendeknya fase folikel.
Siklus haid yang sebelumnya menetap tiap 28 hari akan menjadi siklus 25

atau 26 hari dan pada waktu terjadi perimenopause kejadian oligomenore


meningkat.
Perdarahan yang tidak teratur dapat terjadi karena tidak adekuatnya
fase luteal atau sesudah puncak estradiol yang tidak diikuti ovulasi dan
pembentukan korpus luteum. Pemanjangan siklus mungkin juga terjadi
seperti halnya haid yang tidak teratur.
Banyak juga wanita yang mengalami perubahan dalam banyaknya
perdarahan. Perdarahan biasanya lebih banyak pada awal perimenopause
yang disebabkan oleh siklus anovulasi. Kemudian menjadi lebih sedikit.
Beberapa wanita dilaporkan mengalami spotting 1 atau 2 hari segera
sebelum haid. Kombinasi dari spotting, siklus haid yang pendek dan
perdarahan yang banyak memberikan kesan secara subjektif wanita
tersebut selalu berdarah.
Meskipun perdarahan tidak teratur sangat umum dan dianggap
normal selama perimenopause, berat dan lamanya perdarahan atau
perdarahan diantara siklus haid bukanlah hal yang normal. Adanya
perdarahan mengharuskan klinikus untuk melakukan pemeriksaan lebih
lanjut, sepeti biopsi endometrium untuk menegakkan diagnosis, terutama
untuk penderita dengan faktor risiko yang lain untuk terjadinya karsinoma
endometrium seperti oligoovulatoar, obesitas atau riwayat infertilitas.
Untuk kasus-kasus yang dicurigai, sebelum melakukan biopsi, mungkin
berharga bila ditanyakan pada penderita riwayat perdarahan secara
lengkap untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat mengenai pola
perdarahan.
Tanda awal dari perimenopause adalah perubahan pada pola
perdarahan haid. Keadaan ini diakibatkan defisiensi atau berfluktuasinya
estrogen dan progesteron. Didapatkan sekitar 33% dari seluruh konsultasi
ginekologi berhubungan dengan perdarahan abnormal, dan meningkat
menjadi 69% pada wanita perimenopause dan postmenopause. Penelitian
klinik pada wanita perimenopause menunjukkan bahwa lebih kurang 90%
wanita selama perimenopause mengalami ketidakteraturan haid; hanya 1012% dari wanita premenopause yang mengalami amenore mandadak.

Insiden kelainan organik pada uterus mencapai puncaknya pada


saat perimenopause. Oleh karena siklus haid pada periode ini
kemungkinan anovulatoar, risiko untuk terjadinya hiperplasi endometrium
akibat unopposed estrogen menjadi lebih tinggi.
2. Ketidakstabilan vasomotor

Hot flushes
Flushing adalah suatu episode akut timbulnya eritema dan sensasi rasa
panas pada wajah, telinga, dan leher, kadang dapat timbul pada dada
bagian atas dan daerah epigastrium. Keadaan ini timbul karena adanya
peningkatan aliran darah kulit yang bersifat sementara. Jenis fisiologis
flushing yang paling banyak ditemukan adalah flushing yang timbul pada
wanita menopause, disebut dengan menopausal atau klimakterik flushing
atau lebih dikenal dengan "Hot flash".
Kurang lebih 75% wanita mengalami flushing selama menjelang
menopause (klimakterik) atau setelah dilakukan oophorektomi dan
merupakan keluhan yang dianggap paling mengganggu. Timbul rasa panas
yang mendadak pada wajah, leher, disertai rasa tidak nyaman dan
berkeringat. Keadaan ini umumnya berlangsung selama 3 sampai 5 menit,
walaupun intensitas dan durasinya bisa bervariasi pada tiap wanita. Pada
beberapa orang keluhan ini bisa disertai oleh gejala palpitasi, rasa
berdenyut pada kepala dan leher, nyeri kepala, kadang mual, dan ansietas.
Perubahan fisilologis yang dapat terlihat adalah peningkatan temperatur
tubuh, denyut nadi dan nafas.
Hot flash juga bisa diprovokasi oleh minuman panas, alkohol, stress
emosional dan kegiatan fisik yang berlebihan. Meskipun demikian, dapat
timbul setiap saat tanpa didahului oleh suatu keadaan tertentu dan dapat
juga menimbulkan gangguan tidur.
Pada dasarnya penyebab hot flash masih belum diketahui, tapi data
yang berhubungan dengan fisiologi dan behavior menunjukkan bahwa
keluhan vasomotor dihasilkan karena adanya defek fungsi pada pusat
termoregulasi di hipotalamus. Pada area preoptik medial hipotalamus
terdapat nukleus yang merupakan termoregulator yang mengatur

pengeluaran keringat dan vasodilatasi yang merupakan mekanisme primer


pengeluaran panas tubuh.
Oleh karena keluhan vasomotor muncul setelah terjadinya menopause
alami atau pasca ooforektomi, maka diperkirakan mekanisme yang
mendasarinya adalah bersifat endokrinologi dan berhubungan dengan
berkurangnya jumlah estrogen di ovarium maupun meningkatnya sekresi
gonadrotropin oleh pituitari. Selain itu, besar kemungkinan keluhan ini
timbul karena interaksi antara hormon estrogen dan progesteron yang
fluktuatif pada masa perimenopause. Keluhan vasomotor dapat muncul
pada kondisi kadar estrogen tinggi, rendah, maupun normal dalam darah.
Keluhan vasomotor muncul sebagai akibat reaksi withdrawl estrogen.
Meskipun estrogen memiliki efek yang signifikan terhadap munculnya
hot flushes, namun masih terdapat faktor lain yang diperkirakan terlibat
dalam patofisiologi hot flushes. Perubahan kadar neurotransmiter akan
mempersempit zona termoregulasi di hipotalamus dan menurunkan
pengeluaran keringat, bahkan perubahan suhu tubuh yang sangat kecil pun
dapat memicu mekanisme pelepasan panas.
Norepinefrin

merupakan

neurotransmiter

utama

yang

dapat

mempersempit titik pengaturan (setpoint) termoregulasi dan memicu


mekanisme pengeluaran panas tubuh yang berhubungan dengan hot
flushes. Sebagaimana diketahui, estrogen mengatur reseptor adrenergik
pada banyak jaringan. Pada saat menopause, terjadi penurunan kadar
estrogen dan resptor 2 adrenergik di hipotalamus. Penurunan reseptor 2
adrenergik presinaps akan memicu peningkatan norepinefrin dan yang
selanjutnya akan menyebabkan gejala vasomotor. Selain itu, penurunan 2
adrenergik reseptor presinaps juga akan memicu peningkatan serotonin
yang mengakibatkan mekanisme pengeluaran panas yang dipicu oleh
perubahan suhu tubuh meski sangat kecil.
Pada beberapa wanita berhubungan dengan adanya pelepasan dari
Luteinizing hormon (LH), kemungkinan akibat dari rendahnya kadar
estrogen yang beredar sehingga terjadi kegagalan dari mekanisme
feedback.

Flushing bisa timbul juga setelah dilakukan hipofisektomi. Dugaan


lain adalah karena adanya mekanisme yang berhubungan dengan
penurunan kadar katekolamin hipotalamus dan kegagalan dari pusat
termoregulator yang bekerja melalui neuron yang dipengaruhi oleh LH.

Keringat malam

Gangguan tidur
Beratnya gangguan tidur bervariasi dan sering dikeluhkan oleh wanita
pada masa perimenopause. Gangguan tidur bervariasi secara luas dan
dapat menjadi kronik atau sementara. Beberapa pola umum gangguan tidur
diantaranya :
-

Susah untuk jatuh tidur

Terbangun tengah malam dan sukar untuk kembali tidur

Bangun pagi lebih awal dan tidak mampu untuk tidur kembali.
Kesulitan tidur dapat mempengaruhi kualitas hidup secara serius,

mengakibatkan

kelelahan,

insomnia,

depresi,

iritabilitas

dan

ketidakmampuan untuk berkonsentrasi. Harus dapat dibedakan apakah


gangguan tidur tersebut skunder akibat hot flushes malam hari,
berhubungan dengan depresi atau timbul karena faktor lain, seperti:
-

Gangguan hipotalamus; hampir selalu menyebabkan tidur yang


terlambat.

Kebiasaan sehari-hari seperti tidur sebentar atau jadwal tidur yang


tidak teratur, sehingga menyebabkan gangguan tidur tengah malam.

Stimulan seperti kafein, alkohol, nikotin dan beberapa obat; hal lain
yang dapat mengakibatkan gangguan tidur seperti sakit, ansietas dan
gangguan emosional.
- Gangguan fisik seperti nyeri artritis, mengakibatkan
kesulitan memulai atau mempertahankan tidur.
- Nokturia yang mengakibatkan sering terbangun.
Gangguan tidur yang sangat umum pada perimenopause adalah

memanjangnya keterlambatan tidur (saat mulai berbaring sampai benarbenar jatuh tertidur). Normalnya periode ini tidak lebih dari 10 menit.
3. Gangguan psikologis/kognitive

Depresi

Irritabilitas

Perubahan mood

Kurang konsentrasi, pelupa.


Seperti diketahui bahwa kejadian depresi kira-kira 2 kali lebih
sering pada wanita dibandingkan pria. Risiko depresi mayor adalah 712% untuk pria dan 20-25% untuk wanita. Usia rata-rata terjadinya
depresi adalah 40 tahunan.
Suasana hati, perilaku, fungsi kognitif, fungsi sensorik, dan kerja
susunan saraf pusat dipengaruhi oleh hormon steroid seks. Apabila
timbul perubahan pada hormon ini maka akan timbul keluhan psikis
dan perubahan fungsi kognitif. Berkurangnya sirkulasi darah ke otak
juga mempersulit konsentrasi sehingga mudah lupa. Pada akhirnya,
akibat

berkurangnya

hormon

steroid seks ini, pada wanita

perimenopause dapat terjadi keluhan seperti mudah tersinggung, cepat


marah, perasaan tertekan. Pada dasarnya kejadian depresi pada pria
dan wanita memiliki angka perbandingan yang sama, akan tetapi
dengan terapi pemberian estrogen keluhan depresi dapat ditekan.
Oleh karena itu, estrogen dianggap sebagai salah satu faktor
predisposisi terjadinya depresi. Penyebab depresi diduga akibat
meningkatnya aktivitas serotonin di otak. Estrogen akan menghambat
aktivitas enzim monoamin oksidase (MAO), suatu enzim yang
menonaktifkan serotonin dan noradrenalin. Berkurangnya jumlah
estrogen akan berdampak pada berkurangnya jumlah MAO dalam
plasma. Pemberian serotonin-antagonis dapat mengurangi keluhan
depresi pada wanita pascamenopause.
Masa transisi menopause memiliki permasalahan sosiokultural
yang kompleks sebagaimana perunahan hormonal yang terjadi. Faktor
psikososial dapat mempengruhi gejala perubahan mood dan kognitif.
Data laboratorium menyatakan bahwa hormon ovarium sangat
berkhasiat,

dimana

sinyal

kimiawi

perifer

secara

umum

mempengaruhi aktivitas neuronal. Perubahan level estrogen dan

progesteron menunjukkan sejumlah pengaruh neurotransmiter SSP


seperti dopamin, norepinefrin, asetilkolin dan serotonin yang
kesemuanya diketahui sebagai modulator untuk mood, tidur, tingkah
laku dan kesadaran.
Selama perimenopause, fluktuasi hormon terutama fluktuasi
estrogen dapat mengubah level neurotransmiter di SSP yang dapat
mempengaruhi tidur, daya ingat dan mood.
4. Gangguan seksual

Kejadian gangguan seksual pada wanita perimenopause bervariasi dan


meningkat dengan bertambahnya umur.

Gejala-gejala berupa; berkurangnya lubrikasi vagina, menurunnya


libido, dispareuni dan vaginismus
Selama masa transisi ke menopause, dimana kadar estrogen
menurun, frekuensi gangguan seksual dilaporkan meningkat. Kejadian
gangguan ini cenderung meningkat sesuai dengan bertambahnya
umur.
Gejala-gejala

dari

gangguan

seksual

ini

antara

lain:

berkurangnya lubrikasi vagina, menurunnya libido, dispareuni dan


vaginismus. Perubahan ini harus dijelaskan karena banyak dari para
wanita tidak mengetahui adanya pengaruh hormonal. Mereka harus
diyakinkan

dan

belajar

bahwa

perubahan-perubahan

tersebut

merupakan bagian normal pada masa transisi perimenopause.

a. Kekeringan vagina (vaginal dryness)


Kekeringan vagina terjadi karena leher rahim sedikit sekali
mensekresikan lendir. Penyebabnya adalah kekurangan estrogen
yang menyebabkan liang vagina menjadi lebih tipis, lebih kering
dan kurang elastis. Alat kelamin mulai mengerut, Liang senggama
kering sehingga menimbulkan nyeri pada saat senggama,
keputihan, rasa sakit pada saat kencing. Keadaan ini membuat
hubungan seksual akan terasa sakit. Keadaan ini sering kali

menimbulkan keluhan pada wanita bahwa frekuensi buang air


kecilnya meningkat dan tidak dapat menahan kencing terutama
pada saat batuk, bersin, tertawa atau orgasme.
b. Keinginan seksual yang berubah
Dennerstein dkk melaporkan dalam penelitian di Australia,
meskipun sebagian besar wanita tidak menunjukkan perubahan
dalam

sexual

interest

selama

menopause,

sebanyak

31%

mengalami penurunan seksual dan 7% sexual interest-nya


meningkat. Hanya 6% dari wanita yang mengalami penurunan
seksual tersebut mengatakan menopause sebagai alasan. Penurunan
ini mungkin disebabkan oleh faktor fisiologi yang membuat
hubungan seks menjadi sulit (seperti vaginal dryness, hot flashes,
inkontinensia urine) atau oleh faktor sosial dan lingkungan.
c. Gejala-gejala somatik
Sakit kepala
Pembesaran mammae dan nyeri
Palpitasi
Pusing
d. Gejala Urogenital
Alat genital wanita serta saluran kemih bagian bawah
merupakan organ yang sangat dipengaruhi oleh hormon estrogen.
Reseptor estrogen dan progesteron teridentifikasi di vulva, vagina,
kandung kemih, uretra, otot dasar pelvis serta fasia endopelvis.
Struktur tersebut memilki sebuah persamaan kemampuan untuk
mereaksi

perubahan

hormonal

sebagaimana

pada

kondisi

menopause dan nifas.


Kekurangan estrogen akan mengakibatkan atrofi dan
penipisan pada sel mukosa uretra dan kandung kemih serta
berkuranganya sirkulasi darah ke jaringan. Epitel uretra dan
trigonum vesika mengalami atrofi. Hal ini akan menimbulkan
uretritis, sistitis, atau kolpitis, sering berkemih dan inkontinensia
urin serta adanya infeksi saluran kemih. Terdapat juga gangguan

miksi berupa disuri, polakisuri, nikturi, rasa ingin berkemih hebat,


atau urin yang tertahan, hal ini sangat erat kaitannya dengan atrofi
mukosa uretra.
Pada usia perimenopause ini, serviks mengalami proses
involusi, berkerut, sel epitelnya menipis sehingga mudah cedera.
Kelenjar endoservikal mengalami atrofi sehingga lendir serviks
yang diproduksi berkurang jumlahnya. Tanpa efek lokal estrogen
vagina akan kehilangan kolagen, jaringan lemak dan kemampuan
untuk menahan cairan.dinding vagina menyusut, rugae menjadi
mendatar, dan akan nampak merah muda pucat. Permukaan epitel
vagina menipis hingga beberapa lapis sel sehingga mengurangi
rasio sel permukaan dan sel basal. Pada akhirnya, vagina menjadi
lebih rapuh, kering dan mudah berdarah dengan trauma minimal.
Pembuluh darah di vagina menyempit sehingga seiring berjalannya
waktu vagina akan terus menegang dan kehilangan fleksibilitasnya.
Saat seorang wanita memasuki usia perimenopause, pH
vagina akan meningkat karena menurunnya estrogen, dan akan
terus

meningkat

pada

masa

post

menopause

sehingga

mangakibatkan mudahnya terjadi infeksi oleh bakteri trikomonas,


kandida albikan, stafilo dan streptokokus, serta bakteri coli bahkan
gonokokus. Adanya hormon estrogen akan membuat pH vagina
menjadi asam sehingga memicu sintesis Nitrit oksid (NO) yang
memiliki sifat antibakteri dan hanya dapat diproduksi bilamana pH
vagina kurang dari 4,5. Selain bersifat bakterisid, NO di vagina
juga bersifat radikal bebas bagi sel-sel tumor dan kanker. Akibat
perubahan ini, maka terjadi kekeringan vagina, iritasi, dispareuni,
dan rekurensi infeksi saluran kemih.
D. MEKANISME DAN FISIOLOGI KLIMAKTERIUM
Proses menjadi tua pada dasarnya telah dimulai ketika sorang wanita
memasuki usia 40 tahun. Pada waktu lahir, seorang wanita memiliki jumlah
folikel sebanyak 750.000 buah dan jumlah ini akan terus berkurang seiring

berjalannya usia hingga akhirnya tinggal beberapa ribu buah saja ketika
mengalami menopause. Semakin bertambah usia, khususnya ketika memasuki
masa perimenopause, folikel-folikel itu akan mengalami peningkatan resistensi
terhadap rangsangan gonadotropin. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan folikel,
ovulasi, dan pembentukan korpus luteum dalam siklus ovarium berhenti secara
perlahan lahan. Pada wanita diatas 40 tahun, 25% diantaranya mengalami siklus
haid yang anovulatoar.
Resistensi folikel terhadap gonadotropin ini mengakibatkan penurunan
peroduksi estrogen

dan peningkatan kadar hormon gonadotropin. Tingginya

kadar gonadotropin ini disebabkan rendahnya estrogen sehingga tidak ada umpan
balik negatif dalam poros hipotalamus dan hipofisis. Walaupun secara
endrokinologi terjadi perubahan hormonal, namun tidak ada kriteria khusus
pengukuran kadar hormon untuk menentukan fase awal atau akhir dari masa
transisi menopause.
Masa

klimakterium

memiliki

tiga

tahap,

tahap

pertama

adalah

premenopause yaitu masa sebelum berlangsungnya perimenopause, sejak fungsi


reproduktif mulai menurun, sampai timbulnya keluhan atau tanda-tanda
menopause. Tahap kedua adalah perimenopause yaitu periode dengan keluhan
memuncak, rentangan 1-2 tahun sebelum dan 1-2 tahun sesudah menopause.
Kusumawardhani (2006) mendefinisikan bahwa perimenopause adalah masa
dimana menstruasi tidak lagi terjadi setiap bulan pada mereka yang berada pada
usia-usia menjelang menopause. Tahap ketiga adalah postmenopause yaitu masa
setelah perimenopause sampai senilis. Wanita pada umumnya menyebut fase
klimakterium ini sebagai menopause. Pengetahuan bahwa klimakterium adalah
suatu proses dan bukan suatu peristiwa adalah penting agar secara efektif dapat
menangani permasalahan yang dihadapi wanita dalam masa-masa ini (Gebbie,
2005 ; Kasdu , 2004 ; Llewellyn, 2001 ; Rayburn , 2001).
Pada masa premenopause, hormon estrogen dan progesteron masih tinggi,
tetapi semakin rendah ketika memasuki masa perimenopause dan postmenopause.
Keadaan ini berhubungan dengan fungsi ovarium yang terus menurun. Semakin
meningkat usia seorang wanita, semakin menurun jumlah sel-sel telur pada kedua
ovarium. Hal ini disebabkan adanya ovulasi pada setiap siklus haid, dimana pada

setiap siklus, antara 20 hingga 1.000 sel telur tumbuh dan berkembang, tetapi
hanya satu atau kadang-kadang lebih yang berkembang sampai matang yang
kemudian mengalami ovulasi, sel-sel telur yang tidak berhasil tumbuh menjadi
matang akan mati, juga karena proses atresia, yaitu proses awal pertumbuhan sel
telur yang segera berhenti dalam beberapa hari atau tidak berkembang. Oosit pada
usia menjelang 40 tahun, lebih sulit untuk menjadi matang, yang kemudian
menjadi anovulasi dan haid yang tidak teratur. Proses ini terus menurun selama
kehidupan wanita hingga sekitar 50 tahun karena produksi ovarium menjadi
sangat berkurang dan akhirnya berhenti bekerja (Brooker, 2008 ; Goldfien, 2000 ;
Kasdu, 2004 ; Rayburn , 2001).
Penurunan fungsi ovarium menyebabkan berkurangnya kemampuan
ovarium untuk

menjawab

rangsangan gonadotropin,

keadaan

ini

akan

mengakibatkan terganggunya interaksi antara hipotalamus hipofisis. Pertama


terjadi kegagalan fungsi korpus luteum. Kemudian turunnya produksi steroid
ovarium menyebabkan berkurangnya reaksi umpan balik negatif terhadap
hipotalamus. Keadaan ini meningkatkan produksi Follicle Stimulating Hormone
(FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Sel-sel stroma ovarium berespon terhadap
stimulasi LH yang meningkat dengan memproduksi lebih banyak androstenedion
tetapi hanya sejumlah kecil estrogen. Dari kedua gonadotropin itu yang paling
tinggi peningkatannya adalah FSH. Kadar FSH pada masa menopause adalah 3040 mIu/ml. Rata-rata kecepatan produksi estradiol turun menjadi 12 g/24 jam (44
nmol/24 jam). Laju produksi estron adalah 55 g/24 jam (202 nmol/24 jam). Dan
kadar progesteron kira-kira merupakan 30% konsentrasi yang terlihat pada wanita
muda selama fase folikuler (Goldfien , 2000 ; Llewellyn, 2001 ; Sarwono , 2002 ;
Shimp dan Smith, 2000).
E. PATOFISIOLOGI KLIMAKTERIUM
Usia lanjut
Menurun Fungsi Ovarium
Menurun kemampuan ovarium untuk merespon rangsangan gonadotropin

Terganggunya interaksi antara hipotalamus hipofise


Kegagalan fungsi luteum
Turunnya fungsi steroid ovarium
Berkurangnya reaksi umpan balik negatif terhadap hipotalamus
Peningkatan produksi FSH
Hiperseksi folikel
Menurunnya Jumlah folikel
Sedikitnya sel telur yang dilepaskan
Keluaran estrogen dan progesteron Menurun
Lapisan rahim berhenti menebal
Perdarahan menstruasi berhenti
Rahim & ovarium mengerut
Klimakterium
Stres psikologi
Pola koping tidak efektif

Keluaran estrogen dan


progesteron sedikit

Ketidakberdayaan
Kurang pengetahuan
Cemas dan gelisah

tentang proses penuaan

Produksi cairan vagina


berkurang

Berkeringat banyak
Informasi tetangga

Sakit saat bersenggama

Insomnia
Ansietas

Libido seks terganggu

Gangguan Pola Tidur


Kurang percaya diri

Disfungsi seksual

F. Komplikasi
Kekurangan estrogen yang terus terjadi dapat menyebabkan efek jangka
panjang, yaitu:
1. Atrofi vagina dan mukosa uretra
Menyebabkan penurunan keasaman vagina, yang meningkatkan resiko
infeksi, kekeringan vagina dan dispareunia, serta gejala perkemihan,
seperti desakan untuk berkemih, sering berkemih dan sistitis.
2. Prolaps uterovagina
Menyebabkan atrofi dan perubahan otot dasar panggul dan ligamen
penopangnya.
3. Osteoporosis, penurunan masa tulang menyebabkan wanita lebih rentan
mengalami fraktur.
4. Penyakit kardiovaskular, terdapat peningkatan insidens penyakit jantung
koroner dan stroke secara bermakna pada wanita setelah mengalami
menopause.
5. Perubahan rambut dan kulit, dan atrofi payudara.
6. Defek kognitif, dimensia, dan cedera sistem saraf pusat
Mekanisme yang diajukan meliputi disregulasi berbagai neurotransmiter,
penurunan faktor pertumbuhan neuron, penurunan aliran darah otak,
peningkatan kejadian iskemia serebral secara laten, dan perubahan pola
tidur (misal : tidur yang berhubungan dengan gangguan pernapasan,
insomnia). (Chris Brooker, 2008)
G. Pemeriksaan diagnostik
1.

Indeks maturasi
Penilaian terhadap defisiensi estrogen vagina adalah evaluasi
terhadap indeks pematangan epitel vagina. Prosedur ini dilakukan dengan
cara pengambilan sel pada batas atas dan sepertiga tengah dinding
samping vagina menggunakan sikat. Dibuat slide dan dilakukan
pengecatan dengan tehnik Papanicolaou kemudian persentase dari sel
parabasal, intermediat dan superfisialis dihitung. Meskipun indeks
maturasi berubah secara bermakna setelah terapi pengganti estrogen,

diagnosis

tidak dapat membandingkan

indeks maturasi

dengan

karakteristik siklus haid.


2.

pH vagina
Beberapa peneliti mengatakan bahwa peningkatan pH vagina (6,07,5) dimana tidak ditemukan bakteri patogen menjadi alasan adanya
penurunan kadar estradiol serum. Uji ini dilakukan secara langsung
dengan kertas pH pada dinding lateral vagina. Perubahan pH dapat
diakibatkan oleh berubahnya komposisi dari sekresi vagina yang
menyertai atropi.

3.

Ketebalan kulit
Estrogen menstimulasi pertumbuhan epidermal dan promotes
pembentukan kolagen dan asam hialuronik sehingga turgor dan
vaskularisasi kulit bertambah. Selama klimakterik, berkurangnya kadar
estrogen mengakibatkan epidermis menjadi tipis dan atropi.

4.

Pengukuran FSH
Pengukuran kadar plasma FSH telah dilakukan untuk mencoba
mengidentifikasi wanita perimenopause dan postmenopause. Kadar FSH
yang tinggi menunjukkan telah terjadi menopause yang terjadi pada
ovarium. Ketika ovarium menjadi kurang responsif terhadap stimulasi
FSH dari kelenjar pituitari (produksi estrogen sedikit), kelenjar pituitari
meningkatkan produksi FSH untuk mencoba merangsang ovarium
menghasilkan estrogen lebih banyak. Bagaimanapun, banyak klinikus
dan peneliti meragukan nilai klinik dari pengukuran FSH pada wanita
perimenopause dimana kadar FSH berfluktuasi considerably setiap bulan
yang tergantung pada adanya ovulasi.

5.

Estradiol
Penelitian longitudinal akhir-akhir ini melaporkan bahwa wanita
dengan early perimenopause (perubahan dalam frekuensi siklus) kadar
estradiol premenopause terjaga sedangkan pada perimenopause lanjut
(tidak haid dalam 3-11 bulan sebelumnya) dan wanita postmenopause
terjadi penurunan secara bermakna dari kadar estradiol. Estradiol dapat

diukur dari plasma, urine dan saliva. Seperti halnya FSH, kadar estradiol
mempunyai variasi yang tinggi selama perimenopause.
6.

Inhibin
Inhibin A dan inhibin B disekresikan oleh ovarium dan seperti
estradiol, exert umpan balik negatif terhadap kelenjar pituitari,
menurunkan sekresi FSH dan LH. Kurangnya inhibin menyebabkan
peningkatan FSH yang terjadi pada ovarium senescence. Kadar inhibin B
menurun pada perimenopause sedangkan inhibin A tidak mengalami
perubahan. Inhibin A akan menurun pada saat sekitar haid akan berhenti.
Kadar inhibin biasanya diukur dari plasma. Ovarium menghasilkan
inhibin B lebih sedikit karena hanya sedikit folikel yang menjadi matang
dan sejumlah folikel berkurang karena umur.
Rekomendasi program skrining untuk wanita usia 40 sampai 65 tahun
setiap 1 sampai 3 tahun. (Bobak dkk, 2004)

7.

Pemeriksaan fisik
-

Tinggi dan berat badan


Pemeriksaan payudara
Pemeriksaan pelvis
Pemeriksaan vulva
Pemeriksaan rektum

8.

Periksa tekanan darah

9.

Pemeriksaan laboratorium/uji diagnostik


- Pap smear
- Mamogram
Massa payudara yang terlalu kecil untuk dideteksi oleh SADARI
atau oleh petugas kesehatan bisa dideteksi dengan mamografi, suatu
pemeriksaan sinar-X dengan dosis rendah. Mamografi dilakukan
dengan mengambil dua kali sinar-X pada setiap payudara, satu
penyinaran dengan payudara ditekan dari atas ke bawah dan penyinaran
yang lain adalah payudara ditekan dari satu sisi ke sisi lain untuk
memperoleh gambaran jaringan payudara yang jelas.
Prosesur berlangsung sekitar 15 menit dan menyebabkan sedikit
gangguan rasa nyaman. Perawat harus membahas manfaat mamografi
dengan wanita tersebut (ketenangan pikiran dan deteksi dini),
menjelaskan

prosedur

kepadanya,

dan

menjelaskan

persiapan

pemeriksaan: pada hari pemeriksaan ia harus mengenakan pakain yang


bagian atasnya dapat dibuka dengan mudah, ia harus mandi, tetapi tidak
menggunakan deodoran atau krim, salep atau bedak badan pada area
payudara atau dibawah lengan, dan ia harus menghindari pengobatan
lain atau minuman, seperti kopi, asupan kafein selama seminggu
menjelang pemeriksaan karena kafein memperbesar pembuluh darah
dan dapat mengacaukan hasil.
- Kolesterol darah total tidak puasa
- Urinalisis
- Stool guiac
- Hgb/Hct
Rekomendasi sesuai kebutuhan wanita setengah baya yang beresiko
1. Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan kulit
- Pemeriksaan rongga mulut
2. Pemeriksaan laboratorium/uji diagnostik
- Tes tuberkulin
- VDRL
- Pemeriksaan klamida
- Kultur gonorea
- Pemeriksaan HIV
- Elektrokardiogram
- Biopsi endometrium
- Skrining densitas tulang
- Pemeriksaan prostoskopik
- Glukosa plasma puasa
H. Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan yang bisa diberikan kepada para ibu menopause
diantaranya
1. Masalah : Penurunan Kesuburan
Ini berkaitan dengan kualitas dari sel telur yang dihasilkan oleh tubuh
seorang wanita. Proses ini dimulai sekitar usia 35 sampai 38, sekitar 10
sampai 15 tahun sebelum menopause terjadi.
Pendkes :
Aturlah kehamilan. Semakin tua saat mengandung, semakin besar resiko
melahirkan bayi dengan ketidaknormalan genetik. Tetap gunakan alat
kontrasepsi. Tidak berarti dengan penurunan kesuburan, ibu terlindung dari
kehamilan.
2. Masalah : Perubahan Siklus Haid

Perubahan yang terjadi sangat bervariasi antar individu. Ada yang jarak
antar siklusnya memendek, ada yang memanjang, ada pula pendarahan
yang terjadi menjadi lebih banyak atau hanya sedikit (spotting). Bahkan
sebagian wanita akan mengalami haid yang tiba-tiba berhenti dan tidak
haid lagi untuk selamanya.
Pendkes :
Bersikaplah tenang. Jika menemui perdarahan haid yang lebih banyak atau
lama perdarahan yang lebih lama atau juga pendarahan yang terjadi antara
masa haid, segeralah kunjungi dokter untuk mendapatkan tindak lanjut
agar hal-hal yang berbahaya dapat dihindari.
3. Masalah : Hot Flashes
Gejala dari Hot Flashes adalah sensasi rasa hangat sampai panas sekujur
tubuh yang terjadi secara mendadak terutama pada daerah dada, muka dan
kepala sebagai akibat dari melebarnya pembuluh darah. Gejala-gejala lain
yang mengikutinya seperti berkeringat, peningkatan jumlah nadi serta
peningkatan detak jantung.
Pendkes :
Berusahalah untuk mengenali dan menghindari hal-hal pencetus hot
flashes ini seperti ruangan yang hangat, emosi, minuman panas, makanan
tertentu, kopi, alkohol, rokok. Gunakan baju yang sejuk, gunakan kipas
angin serta tidur di ruangan yang sejuk. Ketika hot flashes muncul,
tariklah nafas yang dalam dan lambat untuk menenangkan diri. Olah raga
rutin dapat mengurangi stress atau dapat juga dengan meditasi, yoga atau
pijat.
4. Masalah : Perubahan Emosional
Banyak hal-hal yang melatarbelakangi hal ini. Hot flashes sering
kejadiannya berlangsung pada malam hari, yang menyebabkan wanita
yang mengalaminya akan mengalami kesulitan tidur. Kurangnya waktu
tidur ini dapat menyebabkan keletihan serta perubahan emosional seperti
mudah marah. Perubahan hormonal juga ikut berpengaruh. Selain itu,
banyak peristiwa kehidupan yang terjadi pada masa ini yang terjadi yang
sedikit banyak juga berpengaruh, contohnya pertentangan dengan kaum
muda, takut menjadi tua, pernikahan anak, persiapan masa pensiun bagi
yang bekerja dan sebagainya.
Pendkes :

Ikutlah aktivitas yang menyenangkan. Perbanyak kawan bicara. Makanlah


secara teratur dan yang bergizi, kurangi lemak, alkohol dan kafein. Olah
raga secara teratur. Cobalah teknik mengurangi stress seperti nafas yang
dalam, meditasi. Lakukan aktivitas bagi diri Anda sendiri seperti pijat,
manicure. Tidurlah yang cukup setiap malam. Tertawalah sebanyakbanyaknya . Carilah pihak-pihak yang berkompeten untuk membantu.
5. Masalah : Perubahan Vagina dan Inkontinensia
Pada masa ini vagina akan memendek serta menyempit. Dinding vagina
menjadi tipis dan kehilangan elastisitasnya. Gejala-gejala yang akan
timbul seperti rasa panas, gatal, pendarahan serta sakit pada saat
bersenggama. Sedangan pada saluran kemih akan timbul apa yang disebut
inkontinensia, yang artinya pengeluaran urin secara tidak sadar atau
ngompol. Hal ini dapat berdampak pada lingkungan sosial serta higienitas
personal.
Pendkes :
Untuk perubahan pada vagina : Gunakan vaginal moisturizer untuk
melembutkan vagina. Gunakan lubrikan vagina yang bersifat larut air atau
water-soluble untuk melembabkan vagina. Lakukan Pap's smear serta
pemeriksaan kebidanan lainnya secara berkala.
Untuk inkontinesia : Atur jumlah minuman yang diminum secukupnya .
Kurangi kafein dan makanan yang asam karena akan mengiritasi kandung
kemih. Jaga kebersihan sehingga terbebas dari infeksi. Lakukan latihan
otot dasar panggul (Kegel Exercise). Kurangi berat badan.
6. Masalah : Perubahan Aktivitas Seksual
Pada usia tua aktivitas seksual akan berubah pada kedua belah pihak
pasangan, baik sang wanita maupun sang pria. Banyak faktor yang
mendasarinya seperti, perubahan usia, hormonal serta kejiwaan masingmasing

pasangan.

Perubahan-perubahan

yang

terjadi

meliputi

berkurangnya respon seksual, aktivitas seksual yang menurun, hasrat


seksual yang berkurang, pasangan seksual yang menjadi disfungsional
(misal difungsi ereksi) dan sebagainya.
Pendkes :
Perpanjang masa foreplay, hal ini akan memperpanjang orgasme. Ubah
kebiasaan seksual, misal dengan melakukan hubungan senggama pada
pagi hari saat tingkat energi lebih tinggi. Lakukan pendekatan dengan

pasangan sehingga hubungan yang lebih baik dapat terbangun. Cobalah


saling membantu dalam mengatasi masalah seksual masing-masing
pasangan.
7. Masalah : Bertambahnya berat badan
Bertambahnya berat badan akan muncul akibat bertambahnya lemak dan
berkurangnya massa otot tubuh. Selain itu detak jantung akan cenderung
lebih cepat. Hal ini dicetuskannya antara lain oleh faktor hot flashes
seperti yang telah dijelaskan di atas serta perubahan emosional. Sakit
kepala pun akan ikut muncul pada wanita yang rentan terhadap perubahan
hormonal. Serta hal-hal yang lain yang mengikuti dengan penurunan usia
wanita tersebut.
Pendkes :
Mengkonsumsi makanan gizi seimbang dengan rendah kalori. Olah raga
secara teratur. Hindari pencetus stress. Lakukan hal-hal yang meredakan
ketegangan. Minumlah air yang cukup. Gunakan sun-block untuk
mencegah kanker kulit. Bila perlu konsumsi makanan tambahan.
8. Lakukan olahraga secara teratur dan terukur.
Aktivitas olahraga ini akan membantu tubuh tetap bugar dan segar karena
melatih tulang tetap kuat, mendorong jantung bekerja optimal, dan
membantu menghilangkan antioksidan yang berkeliaran di dalam tubuh.
Beberapa jenis olahraga yang bisa dilakukan pada saat menopause antara
lain jalan cepat, dan senam. Bagi mereka yang berusia di atas 40 tahun,
dianjurkan untuk melakukan senam aerobik dan senam osteoporosis.
9. Berpikir positif.
Wanita yang baru atau belum lama memasuki masa menopause biasanya
akan dirundung kegalauan dan kegelisahan. Mereka merasa sudah tidak
cantik dan menarik lagi, sehingga takut ditinggalkan suami dan
sebagainya. Ketakutan semacam ini justru akan makin memperburuk
keadaan. Sebab pikiran negatif akan menimbulkan hal yang negatif pula.
I. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Terapi sulih hormon (TSH)
TSH atau HRT (Hormon Replacement Terapy) merupakan pilihan
untuk mengurangi keluhan pada wanita dengan keluhan atau sindroma
menopause dalam masa premenopause dan postmenopause. Selain itu,

TSH juga berguna untuk menjaga berbagai keluhan yang muncul


akibat menopause, seperti keluhan vasomotor, vagina yang kering, dan
gangguan pada saluran kandung kemih. Penggunaan TSH juga dapat
mencegah perkembangan penyakit akibat dari kehilangan hormon
estrogen, seperti osteoporosis dan jantung koroner. Jadi, tujuan
pemberian TSH adalah sebagai suatu usaha untuk mengganti hormon
yang ada pada keadaan normal untuk mempertahankan kesehatan
wanita yang bertambah tua (Kasdu, 2002).
Syarat minimal sebelum pemberian estrogen dimulai :
- Tekanan darah tidak boleh tinggi.
- Pemeriksaan sitologi uji Pap normal.
- Besar uretus normal ( tidak ada mioma uterus ).
- Tidak ada varises di ekstremitas bawah.
- Tidak terlalu gemuk / tidak obesitas.
- Kelenjar tiroid normal.
- Kadar normal : Hb, kolesterol total, HDL, trigliserida, kalsium,
fungsi hati.
- Nyeri dada, hipertensi kronik, hiperlipidemia, diabetes militus perlu
dikonsulkan terlebih dahulu ke spesialis penyakit dalam
Kontraindikasi :
- Troboemboli, penderita penyakit hati, kolelitiasis.
- Sindrom Dubin Johnson / Botor yaitu gangguan sekresi bilirubin
konjugasi.
- Riwayat ikterus dalam kehamilan.
- Kanker

endometrium,

kanker

payudara,

riwayat

gangguan

penglihatan, anemia
berat.
- Varises berat, tromboflebitis
Prinsip dasar pemberian Terapi Sulih Hormon :
- Wanita yang memiliki uterus, maka pemberian estrogen harus
selalu dikombinasikan dengan progesteron. Tujuan penambahan
progesteron adalah untuk mencegah kanker endometrium.

- Wanita tanpa uterus, maka cukup pemberian estrogen saja dan


estrogen diberikan secara kontinue (tanpa istirahat).
- Pada wanita perimenopause yang masih haid dan masih tetap
menginginkan haid, TSH diberikan secara sekuensial. Wanita paska
menopause yang masih ingin haid diberikan secara sekuensia,
kecuali jika tidak terjadi haid diberikan secara kontinyu.
- Jenis estrogen yang diberikan adalah estrogen dan progesteron
alamiah.
- Pemberian selalu dimulai dengan dosis rendah.
- Dapat dikombinasikan dengan androgen atau diberikan dengan
TSH yang memiliki sifat androgenik.
Jenis Pemberian :
Sulih hormon dapat berisi estrogen saja atau kombinasi dengan
progesteron. Pilihan rejimen yang digunakan bergantung pada riwayat
histerektomi. Untuk wanita yang tidak menjalani histerektomi,
umumnya diberikan kombinasi dengan progesteron untuk mengurangi
risiko terjadinya keganasan pada uterus.
a. Rejimen I, yang hanya mengandung estrogen
Rejimen ini bermanfaat bagi wanita yang telah menjalani
histerektomi. Estrogen diberikan setiap hari tanpa terputus.
b. Rejimen II, yang mengandung kombinasi antara estrogen dan
progesteron.
Kombinasi sekuensial: estrogen diberikan kontinyu, dengan
progesteron diberikan secara sekuensial hanya untuk 10-14 hari
(12-14 hari) setiap siklus dengan tujuan mencegah terjadinya
hiperplasia endometrium. Lebih sesuai diberikan pada perempuan
pada usia pra atau perimenopause yang masih menginginkan siklus
haid.
Estrogen dan progesteron diberikan bersamaan secara kontinyu
tanpa terputus. Cara ini akan menimbulkan amenorea. Pada 3-6
bulan pertama dapat saja terjadi perdarahan bercak. Rejimen ini
tepat diberikan pada perempuan pascamenopause.

Cara pemberian TSH :


Oral
Transdermal
Semprot hidung
Implan (susuk)
Pervaginam (krem vagina)
Sublingual
Dosis:
Jenis

Kontinue

Dosis

Estrogen
konjugasi

Oral

0.3-0.4 mg

Oral

1-2 mg

17 estradiol

Transdermal

50-100 mg

Subkutan

25 mg

Estradiol valerate

Oral

Estradiol

Oral

1-2 mg
0,625-1,25 mg

Tabel 1. Dosis Anjuran Sulih Estrogen

Jenis

Sekuensial

Kontinyu

Progesteron

300 mg

100 mg

Medroksiprogesteron
asetat (MPA)

10 mg

2,5-5 mg

Siproteon asetat

1 mg

1 mg

Didrogesteron

10-20 mg

10 mg

Normogestrol asetat

5-10 mg

2,5-5 mg

Tabel 2. Dosis Anjuran Sulih Progesteron

Lama Penggunaan :
Menurut NHMRC lamanya pemberian terapi sulih hormon adalah
sebagai berikut:
a. Untuk penatalaksanaan gejolak panas, pemberian terapi sulih
hormon sistemik selama 1 tahun dan kemudian dihentikan total
secara berangsur-angsur (dalam periode 1-3 bulan) dapat efektif.
b. Untuk perlindungan terhadap tulang dan menghindari atrofi
urogenital, pemakaian jangka lama diindikasikan tetapi lamanya
waktu yang optimal tidak diterangkan dengan jelas.
c. Setelah penghentian terapi masih terdapat manfaat untuk
perlindungan terhadap tulang dan koroner, tetapi menghilang
bertahap setelah beberapa tahun.
Mengacu pada hasil penelitian terbaru dari WHI, lama pemakaian
terapi sulih hormon di Indonesia maksimal 5 tahun. Hal ini
ditentukan berdasarkan aspek keamanan penggunaan terapi sulih
hormon jangka panjang.
Efek Samping :
- Meningkatkan resiko kanker payudara
- Meningkatkan resiko penyakit tromboemboli
- Peningkatan berat badan
- Meningkatkan frekuensi dan derajat sakit kepala pada pasien
migrain
- Perdarahan
b. Pengobatan Alternatif
- Vitamin B6 dalam dosis kurang dari 200 mg dapat meredakan
beberapa gejala yang menegangkan.
- Vitamin E efektif mengurangi rasa panas.
- Androgen digunakan bersama estrogen pada beberapa wanita untuk
meningkatkan libido, mengurangi nyeri payudara, dan mengurangi
migrain.
2. Non Farmakologi
a) Olahraga

Olahraga akan meningkatkan kebugaran dan kesehatan seseorang,


biasanya ini juga membawa dampak positif, seperti :
- Menguatkan tulang
- Meningkatkan kebugaran
- Menstabilkan berat badan
- Mengurangi keluhan menopause
- Mengurangi stres akibat menopause
Olahraga bagi wanita yang mengalami menopause tentu saja berbeda
dengan wanita yang masih dalam usia reproduktif karena biasanya beberapa
organ tubuhnya sudah tidak berfungsi sempurna, selain itu beberapa penyakit
sudah dideritanya.
Tujuan olahraga bagi wanita menopause adalah selain menjaga kebugaran
juga untuk mengurangi atau mengobati penyakit.
Jenis-jenis olahraga yang bisa dilakukan untuk wanita usia menopause
yaitu jalan cepat, senam, dan berenang.
Gerakan yang dilarang:
Melompat
Membungkuk dengan punggung ke depan seperti gerakan mengambil
sesuatu di lantai
Menggerakkan kaki ke samping atau ke depan melawan beban

b. Nutrisi (Diet)
Bertambahnya usia menyebabkan beberapa organ tidak melakukan proses
perbaikan (remodelling) diri lagi, misalnya masa tulang tidak melakukan
pembentukan kembali. Selain itu, semakin tua aktivitas gerak yang dilakukan
juga tidak sekuat dulu sehingga kalori yang dikeluarkan juga berkurang
sehingga kalori yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh juga menurun
dengan demikian, asupan makanan yang dibutuhkan juga berkurang.
Sehingga setiap orang tetap membutuhkan makanan bergizi seimbang yang
berfungsi untuk memenuhi zat zat gizi seperti karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, dan mineral (Kasdu, 2002).

c. Fitoestrogen
Fito artinya tanaman sedangkan estrogen maksudnya memiliki struktur
kimia dan khasiat biologik seperti estrogen. Struktur kimia fitoestrogen
sebagian besar bukan steroid sedangkan estrogen umumnya adalah steroid.
Fitoestrogen terdiri dari :
a. Isoflavon (banyak ditemukan dalam kacang kedelai, kacang hitam,
lentil, red clover, chickpea, terutama kedelai dengan produk olahannya :
susu, tofu, tempe, tauco, kecap)
Khasiat: bisa mengatasi osteoporosis dan hot flush, serta mencegah
kanker payudara dan kandung kemih.
b. Coumestan (terdapat pada daun semanggi, kacang kedelai, kacang
hijau, kecambah kedelai, red clover)
Khasiat: efektif mencegah kanker bila dikombinasikan isoflavon.
c. lignan (Terdapat dalam: gandum, sayuran (buncis), buah-buahan
(pepaya, bengkuang), biji bunga matahari).
Khasiat: menurunkan kadar kolesterol dan kepekaan insulin, serta risiko
kanker payudara.
d. Kalsium
Kebutuhan 1200mg/hari
Dapat diperoleh pada: susu,keju,daun pepaya,bayam, teri, tahu, singkong,
daun melinjo,kedelai, apel, kangkung, kacang ijo dan pepaya,kacang tanah
kupas, ikan segar, beras giling, roti putih, ayam, dan daging sapi.
e. Gaya Hidup
Gaya hidup seseorang menentukan kesehatannya di masa yang akan
mendatang. Perubahan gaya hidup untuk pencegahan jantung koroner pada
wanita, salah satu dgn mengurangi atau kalau mungkin menghentikan
merokok termasuk minum minuman beralkohol.
Hal penting yang juga perlu diperhatikan adalah masalah makanan dan
olahraga, pola makanan yang baik, disesuaikan dengan kebutuhan gizi usia
tersebut serta aktivitas.
f. Pemberian Konseling

Masalah utama yang dialami wanita pada masa klimakterium adalah faktor
psikis, wanita biasanya mempunyai rasa takut, gelisah, tegang, tidak percaya
diri dan khawatir bahwa dirinya tidak semenarik dan seprima dulu lagi.
Alasan bahwa badan lemah dan tidak bergairah hanyalah alasan untuk
menutupi ketakutan dan kekhawatiran tersebut. Banyak wanita yang
mengalami gejala-gejala akibat perubahan tersebut dan biasanya menghilang
perlahan

dan

tidak

mengakibatkan

kematian.

Namun

tak

jarang

mengakibatkan rasa tidak nyaman dan terkadang menyebabkan gangguan


dalam aktivitas sehari-hari.
Konseling yang diberikan pada wanita yang memasuki masa klimakterium
meliputi penjelasan dan pemahaman kesehatan reproduksi wanita yang
mencakup perubahan-perubahan fisik dan psikologis serta berbagai
permasalahan yang terjadi dalam berbagai masa kehidupan wanita. Perubahan
itu dimulai dari masa bayi, masa kanak-kanak, pubertas, masa reproduksi,
masa klimakterium dan masa senium. Masing-masing masa mempunyai
kekhususan yang memerlukan pemahaman dan perawatan keadaan tubuhnya
dalam menghadapi masa tersebut. Perubahan-perubahan tersebut adalah hal
yang wajar dan pasti terjadi dalam siklus kehidupan wanita. Pada masa
sekarang ini tanggung jawab kesehatan reproduksi wanita bukan saja berada
pada istri, namun melibatkan peran suami. Oleh karena itu maslah kesehatan
reproduksi wanita sudah merupakan tanggung jawab bersama antara suami
dan istri.
DAFTAR PUSTAKA
Baziad, Ali.2003. Menopause dan Andropause. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Pramihardjo
Brooker,Chris. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21262/4/Chapter%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai