Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

MONITORING KOROSI

2.1 Monitoring Korosi


Perlu ditekankan disini bahwa interpretasi hasil memonitor korosi adalah relatif,
tergantung latar belakang dan keahlian sesorang dalam menganaslisa suatu bentuk
korosi. Sebagai contoh seorang ahli korosi diperusahaan mungkin akan menggunakn
alat berupa radiology atau ultrasonic, tetapi berbeda dengan ahli material, ia akan tetarik
menggunakan pengurangan berat atau mikoskrop untuk mengevaluasi prilaku material.
Itu semua kan berbeda bila y angmenganalisa seorang ahli komia, tentu saja ia akan
tertarik menggunakan fenomena elektrokimia reaksi untuk mengartikan produk korosi
yang terjadi.
Penggunaan beberapa metode dan peralatan untuk mengukur atau memonitor semua
proses reaksi kimia limgkungan dapayt digunakan untuk mengevaluasi reaksi korosi.
Peralatan ini meliputi, test merusak dan tidak merusak. Test tidak merusak , seperti;
kupn pengurangan berat, tahanan listrik, dan elkektrokimia metode. Dan test tidak
merusak seperti; uji kekuatan dan kekerasan bahan. Sebenarnya pemilihan jenis alat uji
korosi yang tepat akan banyak tergantung pada hal-hal yang tertentu, khususnya yang
berhubungan langsung dengan dampak dari perbaikan dan proses perusahaan secara
keseluruhan serta biaya yang diperlukan.
Pada dasarnya data yang dapat diperoleh dari penilaian korosi ada dua jenis;
Data teknik; yang mana data ini berkaiatan langsung dengan perubahan pengurangan
tebal lapisa material atau struktur bangunan (terak, retak dan pitting) contoh uji non
destructive dan inspection
Data operasional; data ini diambil dengan cara mengukur korosi dengan menggunakan
alat bentu yang diletakkan pada proses terjadinya korosi. Dikembangkan dengan
metode elektrokmia data yang secara langsung mengetahaui kondosi korosi yang
sedang terjadi..
Memonitor korosi harus memberi manfaat untuk:
Mengurangu pemeriksaan yang memutus operasikerja
Mengurangi resiko kerugian
Memberikan perenvcanaan perawatan yang llebih baik
Menyediakn informasi tentang bahaya korosi dan meningkatkan cara memonitor
korosi
Keputusannya berdasarkan factor ekonomi daripada teknik

2.1.1 Proses elektrokimia Korosi dan pengukurannya


Korosi adalah proses elektrokimia yang meliputi,
M
M+ + 2e-, larurtnya suatu logam
2H+ +2e
H2 , hydrogen evolution
O2+2H2O+4e4OH-. reduksi oksigen
Pada dasarnya teknik elektrokimia sebaiknya memberikan informasi yang terus menerus
dan dapat memonitor secara langsung dengan teliti. Kondisi ini hanya dapat dicapai bila
lingkungan yang diukur adalah lingkunan yang kondusif atau dapat menghantarkan arus
listrik. Korosi yang melibatkan reaksi phase gas atau pipa gas harus menggunakan
metode pengukuran pengurangan berat atau menggunakan tahanan listrik, jika tidak
maka pada titik yang diukur harus ada cairan yang terkondensasi agar teknik
elektrokimia dapat bekerja.
Penggunaan alat dalam pengukuran korsosi yang menggunakan probe (alat bantu)
harus disediakan tempat untuk meetakan alat itu. Material yang dikenakan pada kondisi
yang diukur harus mempunyai sifat yang sama dengan material alat bantu itu.
Selanjutnya korosi yang terjadi dalam alat bantu itu dideteksi dengan menggunakan alat
bantu berupa instrumen. Pada dasarnya korosi yang terjadi dalam alat Bantu itu
dianggap sama dengan korosi yang terjadi dalam system itu, dan selanjutnya dapat
dipreduksi kecepatan korosi dalam system yang diukur.
Reaksi korosi dalam elektrokimia sel dapat dianalogkan dengan reaksi yang terkjadi
dalam batu baterei. Gaya dorong arus (driving force) bersal dari perbedan potensial
antara reaksi katoda dan anoda yang biasanya berkisar anata 1-2 V. Pada penggunaan
baterai anoda bereaksi (oksidasi logam) terjadi pada elektroda negative dan reduksi
terjadi pada elektroda positive.
2.2 Peralatan uji korosi
A Potentiostat
Potentiosatat adalah peralata elektronik yang digunakan untuk mengontrol perbedaan
potential antara elektroda kerja dan rferensi elektroda. Kedua elektroda tersebut berisi
sel elektrokomia. Penerapan potentiostat untuk mengontrol ini dengan cara memasukan
arus melalui elektroda kerja Bantu (auxiliary elektroda). Variabel yang dikontrol dalam
potentiostat adalah potential sel dan variable yang terukur adalah arus sel(8).
B Electroda
Pada dasarnya dalam potentiostat ada tiga elektroda yang digunakan, yaitu elektroda uji
(working elektroda/WE), elektroda referensi/pembanding (RE) dan elektroda bantu
(auxiliary elektroda/AE).
B.1 Elektroda kerja (WE)
Pada pengujian korosi, WE adalah sample atau material yang terkorosi, biasanya
elektroda kerja berupa logam contoh yang akan kita pelajari sebagai contoh dari matrial
sesungguhnya. Ini mirip seperti pengujian dengan kupon. Elektroda kerja dapat berupa
logam murni atau logam yang dicat. Kebanyakan reaksi elektrokimia yang terjadi dapat
dipelajari pada elektroda kerja ini.

B.2 Elektroda pembanding (Reference Elektrode)


Elektroda ini digunakan untuk mengukur potential. Elektroda pembanding sebaiknya
mempunyai potensial elektrokmia yang tetap selama arus mengalir melaluinya.Elektroda
yang umum digunakan adalah Elektroda Calomel jenuh (SCE) dan perak klorida
elektroda (Ag/AgCl).

(a )

( b)
Gambar 2.2.1 Elektroda referensi

a Diagram skematik pengukuran potensial sel elektroda


b Elektroda pembanding (referensi elektroda) hydrogen standart
B.3 Elektroda Bantu (Auxiliary Elektroda/AE)
Elektroda ini adalah konduktor yang memungkikan arus mengalir dalam rangkaian.
Dalam laboratorium elektroda ini biasanya terbuat dari logam yang lembam (inert)
seperti platina atau graphite. Dalam pemnggunaannya seing dikai terbuat dari material
elektroda kerja. Arus yang mengalir melalui larutan lewat elektroda kerja meninggalkan
larutan melalui aelektroda pemabntu ini.
Elektroda-elektroda tersebut dimasukkan dalam larutan elektrolit (larutan yang
menyalurkan arus listrik). Kumpuilan dari elektroda-elektroda tersebut, larutan elektrolit
dan peralatn pembantunya biasanya disebut elektrokomia sel.

Volt meter

Elektroda Ref.
ampere meter

Benda kerja

Amplifier chart recorder

Elektroda Katoda

Gambar 2.2.2 Pengukuran polarisasi dalam sell korosi

2.3 Pemonitoran Korosi di Perusahaan


Pemetaan korosi adalah suatu metode penggambaran tingkat kerawanan terhadap
bahaya korosi pada suatu peralatan atau rangkaian peralatan. Tujuan dari pemetaan
korosi adalah untuk mengetahui tingkat kerawanan korosi pada peralatan tersebut,
sehingga diharapkan dapat menjadi suatu instrumen untuk memprediksi tingkat resiko
kegagalan material peralatan.
Industri proses kimia merupakan jenis industri proses yang menggunakan bahan kimia
sebagai bahan baku. Beberapa proses kimia merupakan proses yang rawan bahaya
korosi karena menggunakan bahan baku atau bahan pendukung yang bersifat korosif,
atau mengandung impurities berupa zat yang korosif. Sebagai contoh, kilang minyak
bumi rawan terhadap korosi sulfida dari H2S yang terbawa umpan minyak mentah.
Korosi pada industri proses kimia dapat menimbulkan kerugian baik langsung maupun
tidak langsung. Kerugian langsung adalah berupa kerusakan pada peralatan proses
yang dapat menimbulkan masalah yang berkaitan pada efisiensi proses, spesifikasi
produk (kontaminasi oleh produk korosi), lingkungan (akibat kebocoran peralatan), dan
juga kesehatan dan keselamatan kerja. Kerugian tidak langsung adalah berupa kerugian
finansial akibat terhentinya proses produksi.
Kegiatan pemetaan korosi merupakan bagian dari Risk-Base Inspection (RBI). Kegiatan
RBI merupakan kajian yang dilakukan berdasarkan risk analysis principles dari sudut
pandang keselamatan, kesehatan, lingkungan dan ekonomi. Dari hasil RBI, dapat
dikembangkan suatu metoda inspeksi dan perawatan peralatan pabrik yang efektif dari
segi biaya.
Peta korosi yang dihasilkan dapat membantu
Pelaksana operasi proses kimia dan bagian inspeksi pabrik kimia untuk
mewaspadai bagian-bagian proses yang rawan terhadap serangan korosi, serta
data yang diperlukan dalam mengkaji perkiraan laju korosi.
Melakukan tindakan yang tepat untuk menangani kerusakan dan melakukan
pemeriksaan terhadap bagian data material.
Ada beberapa variasi metode pemonitoran korosi di perusahaan
Uji visual/photo
Metode kehilangan berat/ kupon
Tahanan listrik
Metode elektrokimia
Hydrogen probe
Analis produ aliran
Metode evaluasi tidak merusak
Pengukuran kecepatan korosi yang palig sederhana adalah dengan menggunakan
metode kehilangan berat, tahanan listrik dan linear polarisasi. Pengukuran tersebut
dilakukan dengan cara menggunakan probe (sensor) yang diletakan pada tempat yang
akan diketahui prilaku korosinya. Alat tersebut banyak tersedia di pasaran yang dapat
langsung di pakai untuk memonitor korosi saat itu, tanpa harus menghentikan proses
produksi dan merubah posisi peralatankerja. Teknik pengukuran ini juga dapat langsung
dipakai pad akebayakan desian pipa dan system boiler.

2.4 Type-type uji korosi


Uji laboratorium, uji dengan kondisi tiruan, percobaan yang dipercepat
(menambah temperature, menambah konsentrasi larutan)
Percobaan langsung di lapangan
Percobaan di perusahaan
2.4.1 Visual inspection
Metode ini merupakan metode untuk mengetahui posisi langsung terjadinya korosi. Ini
adalah merupakan suatu metode mendasar untuk mendiaknosa atau mengecek bentuk
dan distribusi korosi. Alat bantu yang digunakan untuk uji contohnya: kaca pembesar,
pengukur kedalaman pit, fibtre optics, dan kamera televi tersembunyi, dan juga alat
berupa cairan dye penetrant yang berguna untuk menganalisa retak permukaan, serta
coupon untuk menganalisa bentuk-bentuk serangan korosi (3).
Metode ini merupakan metode untuk mengetahui posisi langsung terjadinya korosi. Ini
adalah merupakan suatu metode mendasar untuk mendiaknosa atau mengecek bentuk
dan distribusi korosi. Tanda-tanda kerusakanakibat korosi dapat langsung diketahui;
korosi akibat retak, kebocoran, perubahan warna, penebalan lapisan, pembengkokan
konstruksi dapat menjadi pelengkap dalam mnganalisa jenis kerusakan. Dengan
bantuan alat bantu dapat dikethui lebih lanjut bentuk korosi. Seperti kaca pembesar,
pengukur kedalaman pit, fibtre optics, dan kamera televi tersembunyi, danjuga alat
berupa cairan dye penetrant yang berguna untuk menganalisa retak permukaan.
Uji visual ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan kupon. Kupon merupakan
logam yang terbuatdari material yang sama dengan material yang aka diukur laju
korosinya dan diletakan pada daerah yang dicurigai terserang korosi. Kupon secara
periodic harus dibersihkan dan diukur untuk menentukan kehilangan logam selama
periode pengukuran. Kondisi perlakuan awal dan persiapan adalah hal yang penting
yang hjarus dilakukan. Produk korosi yang adapat langsung diamati berupa pengotor,
endapapan, korosi local. Dengan menggunakan mikoskrop dapat ditentukan tingkat
pengrusakan korosinya atau tipe serangan, seperti pitting korosi, intergranular, stress
corrosion cracking dan korosi celah.
2.4.2 Analisa Produk Korosi
Metode dilakuakn dengan cara menguji komposisi kimia larutan yang secara langsung
bersentuhan dengan material yang diamati. Pipa-pipa transmisi dari baja yang ditanam
di dalam tanah akan dapat dikenali jenis mikroba yang menyerang bila diketahui jenis
korosi yang terjadi.
2.4.3 Tahanan Linear Polarisasi
Jika dalam rangkaian elektrokimia cell potensial dinaikkan, di atas potensial korosi
bebasnya (Ecorr) reaksi oksidasi akan bertambah dan logam akan semakin cepat
mengalami pelarutan. Dan sebaliknya bila logam mengalami penurunan kecepatan
korosi. Dari perubahan-perubahan itu dapat dicatat seperti gambar Linear polarisasi plot
hubungan antara potensial dan arus. Plot gambar demikian dapatdi peroleh dengan
menggunakan aliran listrik DC. Tahanan polarisasi didefinisikan sebagai , Rp= E/I (23).
Kesulitan dalam mengukiur kecepatan reaksi elektro kimia dalah karena perubahan arus
ang terjadi dalam korosi terjadi di dala m logam yang terkorsoi. Dan agar dapat menilai
tingkat kekorosifan, harus drancang alat yang sesuai. Jika dalam rangkaian elektrokimia
cell potensial dinaikkan, di atas potensial korosi bebasnya (Ecorr) reaksi oksidasi akan

bertambah dan alogam akan semakin cepat mengalami pelarutan. Dan sebaliknya bila
logam mengalami penurunan kecepatan korosi. Dari perubahan-perubahan itu dapat
dicatat seperti gambar Linear polarisasi plot hubungan antara potensial dan arus. Plot
gambar demikian dapatdi peroleh dengan menggunakan aliran listrik DC. . Tahanan
polarisasi didefinisikan sebagai , Rp= E/I, telah diketahui dalam teorikorosi bahwa
arus korosi I corr= B/Rp, yang mana B adalah konstanta pada material dalam lingkngan
tetentu . Selanjunya denga menggunakan hukuam Faraday, kecepatan korosidapat
dihitung , baikdalam satuan mm pertahun aau mils per tahun.
Penggunaan peralatan LPRM dapat dipakai langsung di lapangan karena lat ini
sederhana dan mudah pemakaiannya. Keuntungan lainnya adalah dapat dipakai terus
menerus baik secara manual atau otomatis. Kelemahannya kebanyalan disebakan oleh
pengasumsiannya bahwa penggunaaaan arus DC adalah konstan, tetapi kenyatannya
pada berberpa siustem tetentu kondisi ini memerlukan waktu yang lama tergantung dari
proses elektro kimianya dan kinetiknya yang mengendalikan korosi. Variasi waktu in
dapat menghasilkankesalahanpercobaan. Juga bila konduksifitas larutan rendah atau
hambatan larutan tinggi kesalahan dalanm pengukuran akan semakin meningkat.

Gambar 2.4.3.1 Polarisasi katodik yang menunjukan prilaku Tafel pada percobaan a)
baja karbon di larutan Sodium Sulfat , b) baja karbon di 1N H2SO4.

Gambar 2.4.3.2Kurva polarisasi katoda dan anoda. Grafik a, digunakan untuk membuat
percobaan kurva polarisasi yang akan diplotkan pada grafik b,c,d.
2. 4.4 Elektrokimia Impedance Spectroscopy (EIS)
pemonitoran dengan metode EIS ini menggunakan respon dari elektroda yang terkorosi
yang dihubungkan dengan signal potensial pada rentang frekwensi tertentu. Dengan
metode ini dapat ditentukan prinsip dasar korosi yang berhubungan dengan
elektrokomia kinetic.
Pola prilaku impedensi elektroda dapat dianalisa dengan menggunakan Nyquist plot-Z
()sebagai funsgi dari Z() atau dalam plot Bode log IZI dan log sebagai fungsi darai
frekwensi f dalam siklus per detik (hertz) (8, 23).
Impedensi Z() dapat dituliskan dengan persamaan
Z()= Z() + Z()

Gambar 2.4.4.1 Respon arus I, pada pola potensial sinusoidal Capasitor V,

Gambar 2.4.4.2 Penunjukan data EIS pada material yang terkorosi yang disimulasikan
dengan cara mempararelkan tahanan RP dan kapasitor C.
a) Nyquist plot

b) Bode plot

Gambar 2.4.4.3 Nyquist plot yang menunjukan adanya partial difusi yang ditandai
dengan munculnya efek tahanan Walburg W.
2.4.5 Elektrokomia Noise untuk Mempelajari Jenis-Jenis Korosi
Pendifinisian elektrokomia noise diperoleh dari peristiwa perubahan potential dan
gangguan pada arus yang muncul dari fluktuasi reaksi redox dalam larutan. Dalam
pemonitoran korosi dengan potential noise, yang diukur dalam hal ini adalah variasi arus
anoda local secara tidak langsung dari noise komponen terhadap potential korosi

dengan menggunakan peralatan elektro. Potensial noise pada dasarnya adalah


memonitor dan mengukur varisasi arus anodic local secara tidak langsung dari noise
komponen yang dipakai pada potensial korosi(10,14,15,16).
Potensial noise pada dasarnya adalah memonitor dan mengukur varisasi arus anodic
local secara tidak langsung dari noise komponen yang dipakai pada potensial korosi.
Scanning monitoring technique seperti SVET (scanning vibrating electrode technique)
dan STM (scanning tunneling micoscrope) biasanya digunakan untuk memonitor korosi
lokal secara langsung. Methode pemonitoran ini akan efektif bila korosi terjadi secara
setaedy state, yaitu pada saat penjalaran korosi dimana lokasi korosi dan arus anoda
secara individu terjadi pada daerah rentang periode scanning. Karena korosi local
adalah peristiwa probabilitas pada daerah dan waktu tertentu, maka untuk
memprediksinya adalah tidak mudah. Lagipula, pertumbuhan dan keadaan memasif
kembali pada embrio korosi local adalah proses yang komplek yang terjadi pada waktu
sub-second(1).
Dengan demikian adalah tidak mungkin untuk mengkarakteristikkan proses penjalaran
korosi local dengan metode scanning monitor. Sehingga, metode pemonitoran korosi
dengan system elektrokimia noise adalah metode yang paling mungkin untuk dapat
melacak tahapan penjalaran korosi (trace aging) local dan variasi waktu pada arus
anoda local yang terjadi pada lokasi yang terkorosi secara berubah-ubah( 2 ).
Untuk alasan ini, pemonitoran korosi dengan menggunakan proses elektrokomia noise
dapat digunakan untuk mendeteksi korosi pada saat terjadinya tahap penjalaran dan
pada tahap awal(2,3) pengkorosian. Dibandingkan dengan metode pemonitoran dengan
metode elektrokimia, elektrokomia noise adalah yang paling sederhana dan mudah
dirancang serta dapat digunakan untuk memonitor korosi yang terjadi secara langsung
pada kondisi lapangan..
Elektrokomia noise dapat juga digunakan untuk memonitor signal microscopis yang
lemah. Ini disebapkan karena pada elektrokomia noise, noise yang dihasilkan dari
rusaknya lapisan passive pada logam akan menghasilkan fluktuasi interface impedency
(4)
yang diinduksikan dari modifikasi microscopoik film.
Sistem monitoring potential noise terdiri dari referensi elektroda, tahanan input yang
tinggi (>10G), dan potensiometer yang mempunyai kepresisisan tinggi (4-6 order) yang
mengijinkan pengambilan sample pada potensial elektroda specimen pada interval
waktu tetap (0,1-1 detik) (5) .
Sumber-sumber noise berasal dari fluktuasi consentrasi ion H+ yang terdapat pada
permukaan elektroda dan juga fluktusi oksigen terlarut, temperatur, dan senyawa terlarut
dalam elektrolit. Arus noise akhirnya menghasilkan potential noise dan intensitas
potentialnya berbanding lurus dengan produk arus noise dan tahanan antar permukaan
elektroda. Pada frekwensi yang rendah, tahanan antara mendekati sama dengan
tahanan polarisasi (Rp). Sehingga standart deviasi potential noise dan standart deviasi
arus noise dapat dianggap mewakili pada frekensi mendekati nol. Dengan demikian
kecepatan korosi dapat diperkirakan. Dalam hal tahanan noise, didefinisikan sebagai
perbandingan
sitem yang memiliki tahanan larutan rendah antara arus pendek dua
elektroda.

Metode Tahanan noise ini adalah teknik analisa yang memungkinkan menentukan
pendekatan nilai tahanan polarisasi pada kondisi benda kerja yang dicelupkan. Karena
tahanan polaroisasi adalah besaran elektrokimia yang mewakili korosi uniform.
Pengestimasian metode yang menggunakan Rn (tahanan korosi) yang pendifiniannya
adalah mirip pada Rp (tahanan polarisasai), mungkin masih belum cukup untuk
mencirikan penomena korosi local.

Gambar A
Sebagai contoh: pola potential noise seperti gambar1 adalah merupakan gelombang
yang dibangkitkan dari arus anoda local yang disebapkan oleh rusaknya lapisan passive
film pada material yang terkorosi. Perubahan potential dan gangguan pada arus yang
muncul dari fluktuasi reaksi redox itulah yang didinifinisikan sebagai elektrokimia noise.

Gambar B arus anoda dan arus katoda pada permukaan lapisan pasive
a tidak adanya korosi local
b tahap awal korosi lokal
Pada saat logam dicelupkan kedalam larutan elektrolit, arus yang tersimpan dalam
lapisan passive, ia dan arus catodic ic (menunjukkan reaksi reduksi oksigen terlarut dan
raksi katodic) dalam kesetimbangan (gambar 2a). Dalam hal ini potential korosi adalah
potential pada titik perpotongan kurva ia dan ic (Eo pada gambar 3).

Gambar C ketergantungan potential noise terhadap kurva anoda polarisasi


dan kaoda polarisasai
Ketika passive film rusak, arus anoda local (ia) dapat diplotkan pada arus passive (ia), ini
menjadikan kurva polarisasi anoda tergeser kearah arus yang lebih tinggi (ia ia+ia)
(gambar3). Pada keadaan steadystate, reaksi yang meniadakan anoda adalah raeksi

reduksi farady yang diwakili oleh ic. Walaupun demikian, ketika pergeseran ia terjadi
pengisian dari kapasitor dari film terjadi di reaksi penetralan pada anoda (8)(gambar 2b).
Telah diketahui bahwa pemuatan kembali dari capasotor akan dominan pada system
yang melibatkan reaksi faradi relative lambat dan kecepatan reaksi arus anoda local
relative tinggi.
2.4.6 Scan Polarisasi
Diagram polarisasi bekerja berdasarkan prinsip perubahan potensial material yang
terkorosi akibat perubahan komposisi permukaan logam. Model diagram yang didapat
dapat mencirikan prilaku korosi yang meliputi; potensial korosi bebas, potensial pitting
korosi, kondisi passive material, dan arus korosi pada berbagai potensial.

Gambar 2.4.6 Kurva scanning polarisasi Stinless Steel 304 di larutan deaerasi 1N
H2SO4 pada temperature 250C.
2.4.7 Penunjukan nilai korosi oleh Diagram pourbaix (23)
Pourbaix diagram menunjukan hubungan antara pH dengan potensial korosi. Dari
diagram dapat ditunjukan kapan logam mulai terkorosi, passive dan tahan korosi.

Gambar 2.4.7 Diagram E/pH (Pourbaix) untuk seng dalam air.

Pourbaix membedakan kondisi terkorosi dengan kondisi tak terkorosi sebagai berikut:
Suatu logam dianggap dalam keadaan terkorosi bila konsentrasi ion-ionnya dalam
larutan 10-6 M. Jika konsentrasi ion-ion tidak melebihi harga ini maka logam
dianggap berada dalam kondisi kebal.
Pourbaix mengkorelasikan ketergantungan pH dan potensial elektroda pada kondisi
elektroda. Hasil karyanya ditampilkan dalam bentuk sebuah bagan untuk tiap logam
yang memperlihatkan kondisi-kondisi di mana logam akan terkorosi, tidak terkorosi,
atau mengalami pemasifan dalam larutan berpelarut air. Bagan itu disebut diagram
E/pH atau diagram Pourbaix, yang bentuk ringkasan lengkapnya dapat dijumpai dalam
Atlas of Electrochemical Equilibria in Aqueous Solutions oleh
Pembentukan diagram E/pH, didasarkan pada prinsip-prinsip yang sangat sederhana,
tetapi membutuhkan banyak perhitungan. Sebagai contoh, coba perhatikan cara
pembentukan diagram E/pH untuk seng dalam air.
Ketika seng terkorosi dalam air murni, untuk rentang potensial dan pH yang
lengkap bisa terdapat sampai empat buah unsur. Karena itu ada lima reaksi yang
harus ditulis untuk menggambarkan proses-proses reaksi yang mungkin berlangsung
dalam konversi antar unsur-unsurnya:
(a) Reaksi anoda biasa
Zn = Zn2+ + 2e b) Pembentukan seng hidroksida yang tak dapat larut
Zn + 2H 2 0= Zn( OH) 2 + 2 H + + 2e(c) Pembentukan ion zincate yang dapat larut
Zn + 2H 20 = Zn02- + 4 H + + 2e
Zn(OH) 2 + 2 H t = Z n 2+ + 2 H 20
(e) Pembentukan ion zincate dari seng hidroksida
Zn(OH) 2 = Z n0 2 - + 2H +
Reaksi-reaksi yang melibatkan pembangkitan elektron-elektron (a), (b), dan (c)
dipengaruhi oleh perubahan-perubahan potensial elektroda, sedangkan yang
menyebabkan pembentukan ion-ion hidrogen (b), (c), (d), dan (e) dikendalikan oleh pH.
Reaksi-reaksi (b) dan (c) bergantung baik pada potensial maupun pH.
Pada garis a terjadi reaksi (a), dimana daerah ini menunjukkan batas terjadinya korosi
dan kebal. Melalui substitusi harga [Mz2+] = 10-6 M kita dapat menghitung potensial
pada saat logam mulai terkorosi.
E = - 0 , 7 6 + (0,059/2) log (10-6)
E = -0,76- 0,177
E = -0,937 V
Ini berarti bahwa kesetimbangan terjadi pada -0,937 V bila ionsentrasi Zn2+ = 10-6 M.
Pada grafik dengan E sebagai koordinat dan pH sebagai absis kita dapat
menggambarkan sebuah garis mendatar pada -0,937 V.

Untuk reaksi b (garis b) dengan mengambil kondisi kesetimbangan dan harganya


disubstitusikan ke dalam persamaan Nernst dapat dituliskan:
E = EO + 0.0295log

[ Zn(OH 2 )].[ H ]2
[ H 2 O]2 [ Zn]

Sebagaimana dalam hokum kesetimbangan kimia bahwa untuk larutan yang


tidak mengandung ion dianggap satu, maka rumus diatas menjadi.
E = E + 0,0295 log [H +]2
E adalah potensial elektroda baku untuk kombinasi-kombinasi Zn/Zn(OH)2. Harga ini
ketika diukur memberikan harga -0,439 V, selanjutnya
Eu = -0,439 - 2.(0,0295).pH
Untuk membentuk garis d dapat dilakukan dengan mengambail titik potongnya
dengan garis a melalui substitusi harga -0,937 V untuk E dalam Persamaan, Jadi:
pH = (-0,937 + 0,439)/(-0,059) = 8,44
Ketika pH semakin meningkat kita menjumpai bahwa Zn(OH) 2 yang semula tidak dapat
larut mulai larut membentuk ion zincate. Ini terjadi pada pH = 10,68 dan membentuk
garis tegak lurus e dalam Gambar 4.17. Garis c dapat ditetapkan dengan cara yang
sama seperti untuk garis b.
Keempat wilayah dalam diagram itu dapat dipandang sebagai domain-domain
kekebalan, korosi atau pasivasi. Setiap domain menunjukkan daerah ketika suatu
unsur secara termodinamika paling mantap.
Garis putus - putus dalam Gambar 4.17 menggambarkan dua reaksi lain yang mungkin
terjadi dalam larutan berpelarut air:
1 Reduksi ion-ion hidrogen untuk membebaskan gas hidrogen:
2H+ + 2e- = + H2
2. Oksidasi air untuk membebaskan gas oksigen:
2H20 = 02 + 4H + + 4eReaksi 1 menghasilkan persamaan Nernst:
E = E - 0,059pH
dengan mengandaikan bahwa tekanan hidrogen adalah 1 atmosfer. E untuk hidrogen
sama dengan 0,00 V, sehingga garis berpotongan dengan sumbu-y di E = 0 untuk pH = 0
dan pada pH = 10 mempunyai harga E = -0,59 V. Di bawah garis 1, gas hidrogen
merupakan unsur paling mantap, sementara di atasnya, ion hidrogen yang mantap.
Gas hidrogen senantiasa dibebaskan di katoda dan ini akan terjadi bila katoda berada
dalam domain potensial dan pH di bawah garis 1.
Reaksi 2 memberikan persamaan Nernst yang setara:
E = E - 0,059pH
dengan E yang ketika diukur memberikan harga +1,228 V. Garis 2 dengan demikian
memotong sumbu potensial pada harga ini dan pada pH = 10 memiliki harga 1,228 - 3,59

= 0,638 V. Di sebelah atas garis ini gas oksigen merupakan unsur paling mantap dan
akan terbebaskan di anoda yang terletak di daerah potensial serta pH ini.
2.4.8 Peta korosi
Pekerjaan pemetaan korosi meliputi semua kegiatan pengkajian kemungkinan terjadinya
kerusakan akibat korosi terhadap peralatan utama dan peralatan pendukung sebuah
rangkaian proses kimia. Kegiatan pengkajian yang dilakukan meliputi:
a) Studi literatur yang berhubungan dengan kerusakan dan kegagalan material akibat
korosi.
b) Studi literatur mengenai proses kimia yang akan dikaji.
c) Mengumpulkan data peralatan, data operasi, serta data inspeksi rangkaian
peralatan proses kimia.
d) Melakukan identifikasi dan evaluasi korosi yang mungkin terjadi pada peralatan
proses kimia.
e) Membuat peta korosi.
f) Membuat kesimpulan dan saran terhadap hasil pengkajian pemetaan korosi.
Sumber data yang digunakan dalam pengkajian
kemungkinan terjadinya korosi dapat berasal dari:
a) Data Rancangan Proses dan Rancangan Pabrik
b) Piping and Instrumentation Diagram
c) Process Flow Diagram
d) Data Operasi
e) Data Laboratorium
f) GambarTehnik Peralatan
g) Pengamatan Visual
h) Diskusi Teknis
i) Literatur
Metode penentuan perkiraan laju korosi atau tingkat kerusakan akibat korosi dapat
bermacam-macam. Salah satu metode yang telah dikembangkan untuk industri minyak
bumi adalah mengacu pada standar API 581 yaitu Risk Base Inspection Base Resource
Document [2]. Untuk industri proses kimia lainnya, dapat dilakukan dengan metode lain,
misalnya menggunakan Corrosion Data Book dari NACE [31, atau menggunakan tabel
dan diagram laju korosi pada literatur-literaturyang tersedia.
Peta korosi dibuat dari perkiraan laju korosi dan tingkat kerawanan untuk
masing-masing peralatan proses. Sebelum melakukan pemetaan, terlebih dahulu
didefinisikan batasan kerawanan korosi yang akan digambarkan pada peta korosi.
Sebagai contoh, penentuan batasan kerawanan korosi ditampilkan pada Tabel dan peta
korosli dibuat pada Process Flow Diagram serta dinyatakan sebagai berikut:
a) Bila kondisi alat dinyatakan "bahaya", maka pada PFD diberi warna merah.
b) Bila kondisi alat dinyatakan "waspada", maka pada PFD diberi warna kuning.
c) Bila kondisi alat dinyatakan "aman", maka pada PFD diberi warna hijau.
Hasil pemetaan korosi tidak dapat digeneralisasi, karena penyebab dan mekanisme
korosi untuk masing-masing peralatan berbeda satu sama lain. Untuk itu peta korosi
harus dilengkapi dengan satu set keterangan yang menerangkan rincian kajian dan
analisa peralatan proses. Pada keterangan tersebut dinyatakan mengenai perkiraan

penyebab, mekanisme kerusakan korosi yang mungkin terjadi, dan laju korosi perkiraan
dan aktual, sehingga dapat ditentukan kurun waktu dilakukannya inspeksi serta metoda
apa yang paling sesuai untuk mendeteksi kerusakan peralatan akibat korosi pada
peralatan tersebut. Hasill dan Diskusimemungkinkan bagian operasi proses dan bagian
inspeksi untuk melakukan tugasnya dengan lebih efektif dan efisien.
Tabel 2.4.8 Contoh kriteria tiri kerawanan peralatan terhadap korosi
Kriteria
Tingkat Kerawanan
terhadap Korosi
Rc/Ra < 1
Bahaya
1 ~ Rc/Ra~ 15
Waspada
Rc/Ra > 1,5
Aman
Rc = laju korosi hasil perhitungan (berdasarkan literatur dan data operasi)
Ra = laju korosi aktual (berdasarkan data inspeksi)
Dari peta korosi, dapat terlihat peralatan mana yang perlu mendapat perhatian intensif
ketika dilakukan inspeksi, dan peralatan mana yang hanya memerlukan inspeksi rutin.
Diharapkan dari hasil pemetaan korosi, inspeksi peralatan proses dapat dilakukan
dengan lebih efektif dan efisien, serta menghasilkan suatu pemeriksaan yang optimal.
Selain itu bagian operasi proses juga dapat meningkatkan kewaspadaan pada peralatan
yang dinilai rawan terhadap bahaya korosi, sehingga bila terjadi masalah akibat korosi
(misaInya kebocoran peralatan) dapat segera diketahui dan ditanggulangi.
Hal yang sangat krusial dalam menganalisa dan memperkirakan mekanisme serta
tingkat kerawanan korosi adalah ketersediaan data yang lengkap dan akurat.
Kebanyakan industri proses kimia tidak memiliki data yang cukup lengkap, terutama
data operasi dan data komposisi aliran proses. Jika data operasi tidak tersedia, data
yang digunakan umumnya diambil dari data rancangan proses, atau dilakukan estimasi
berdasarkan kondisi proses yang diketahui (misaInya menggunakan neraca massa dan
energi). Akibatnya sering kali terjadi over-estimate, di mana berdasarkan data
rancangan suatu bagian proses diperkirakan memiliki tingkat kerawanan korosi tinggi,
sedangkan pada kenyataannya bagian tersebut tidak pernah mengalami masalah
korosi. Untuk mengatasi hal ini, perlu dilakukan diskusi dan pertukaran informasil yang
baik antara pilhak yang melakukan kegiatan pemetaan korosi dengan pilhak yang
mengoperasikan industri proses kimia yang dipetakan. Kompilasi data yang akurat dan
rapi akan sangat membantu pekerjaan pemetaan korosi.
Selain data rancangan dan data operasi proses, ketersediaan data inspeksi akan sangat
membantu dalam melakukan kajian pemetaan korosi. Data inspeksi yang diperlukan
terutama adalah data pengurangan ketebalan material untuk membandingkan hasil
perkiraan laju korosi dengan laju korosi aktual, serta data kerusakan atau kegagalan
material yang pernah terjadi untuk memperkirakan faktor-faktor yang mungkin
menyebabkan terjadinya kerusakan atau kegagalan pada operasi proses selanjutnya.
Peta korosi juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat korosifitas suatu area/lokasi.
Peta demikian dibuat dengan cara mengukur luasan daerah yang mempunyai tingkat
korosi yang berbeda dengan tujuan menentuka polusi pada lokasi tersebut. Pemetaan
korosi pada industri daerah merupakan kegiatan yang melakukan kajian mengenai
peristiwa korosi yang terjadi pada atmsofer. Kegiatan ini memberikan hasil berupa peta

korosi yang optimal apabila didukung ketersediaan data material, data proses dan data
inspeksi yang akurat.

Gambar 2.4.6 Peta korosi di Newcastle area


2.4.9 Index patina

Gambar 2.4.9 Alat uji Index patina


Jenis spesimen yang digunakan adalah bimetalic spesimen, dimana kawat dililitkan
pada sekrup dari jenis logam yang berbeda atau disebut uji CLIMAT ( classify industrial
and maritime atmosphere). Pada uji ini spesimen yang digunakan adalah aluminium
yang dililitkan pada sekrup tembaga dan baja. Pada test ini index korosifitas ditentukan
dengan kehilangan massa pada kawat aluminium. Penunjukan nilai korosi dengan cara
ini biasa dilakukan untuk mengukur laju korosi di udara pada lokasi dan area tertentu
yang dikehendaki.

CONTOH-CONTOH STUDI KASUS TENTANG PENGUKURAN KOROSI


Daftar Pustaka
[1] Risk Base Inspection - Base Resource Document AP 1581, 2001
[21 "Corrosion Data Book", 6' edition, National Association of Corrosion Engineers, 1985
[3] Denny A. Jones, "Principles and Prevention of Corrosion", MacMillan Publishing
Company, 1992.
[41 Pierre R. Roberge, "Handbook of Corrosion,Engineering", McGraw-Hill, 2000
2.6 PERCOBAAN-PERCOBAAN KOROSI
2.6.1 Sifat-sifat termodinamika material(25)
2.6.2 Percobaan Atmosfer korosi(2)

2.6.3 Perhitungan korosi CO2(29)


2.6.4 Studi kasus kerusakan pada kolom heat exchanger(25)
2.6.5 Pengukuran dan pembuatan rangkaian tahanan polarisasi(8)
2.6.6 Pembuatan diagram polarisasi 304 stainless steel(8)
2.6.7 Perhitungan perlindungan katoda tangki (13)
2.6.8 Distribusi potensial antara struktur dan hamparan tanah serta dampak
penurunan distribusi potensial (13)
2.6.9 Percobaan pitting korosi pada stainless steel(22)
2.6.10 Percobaan stress korosi cracking pada brass (22)
2.6.11 Pengerusakan temperature tinggi dan fluktuasi thermal (27)
2.6.12 Perhitungan pelindung pipa gas(29)
2.6.13 Studi kasus pemilihan material untuk pipa di air laut (25)

Anda mungkin juga menyukai