MONITORING KOROSI
(a )
( b)
Gambar 2.2.1 Elektroda referensi
Volt meter
Elektroda Ref.
ampere meter
Benda kerja
Elektroda Katoda
bertambah dan alogam akan semakin cepat mengalami pelarutan. Dan sebaliknya bila
logam mengalami penurunan kecepatan korosi. Dari perubahan-perubahan itu dapat
dicatat seperti gambar Linear polarisasi plot hubungan antara potensial dan arus. Plot
gambar demikian dapatdi peroleh dengan menggunakan aliran listrik DC. . Tahanan
polarisasi didefinisikan sebagai , Rp= E/I, telah diketahui dalam teorikorosi bahwa
arus korosi I corr= B/Rp, yang mana B adalah konstanta pada material dalam lingkngan
tetentu . Selanjunya denga menggunakan hukuam Faraday, kecepatan korosidapat
dihitung , baikdalam satuan mm pertahun aau mils per tahun.
Penggunaan peralatan LPRM dapat dipakai langsung di lapangan karena lat ini
sederhana dan mudah pemakaiannya. Keuntungan lainnya adalah dapat dipakai terus
menerus baik secara manual atau otomatis. Kelemahannya kebanyalan disebakan oleh
pengasumsiannya bahwa penggunaaaan arus DC adalah konstan, tetapi kenyatannya
pada berberpa siustem tetentu kondisi ini memerlukan waktu yang lama tergantung dari
proses elektro kimianya dan kinetiknya yang mengendalikan korosi. Variasi waktu in
dapat menghasilkankesalahanpercobaan. Juga bila konduksifitas larutan rendah atau
hambatan larutan tinggi kesalahan dalanm pengukuran akan semakin meningkat.
Gambar 2.4.3.1 Polarisasi katodik yang menunjukan prilaku Tafel pada percobaan a)
baja karbon di larutan Sodium Sulfat , b) baja karbon di 1N H2SO4.
Gambar 2.4.3.2Kurva polarisasi katoda dan anoda. Grafik a, digunakan untuk membuat
percobaan kurva polarisasi yang akan diplotkan pada grafik b,c,d.
2. 4.4 Elektrokimia Impedance Spectroscopy (EIS)
pemonitoran dengan metode EIS ini menggunakan respon dari elektroda yang terkorosi
yang dihubungkan dengan signal potensial pada rentang frekwensi tertentu. Dengan
metode ini dapat ditentukan prinsip dasar korosi yang berhubungan dengan
elektrokomia kinetic.
Pola prilaku impedensi elektroda dapat dianalisa dengan menggunakan Nyquist plot-Z
()sebagai funsgi dari Z() atau dalam plot Bode log IZI dan log sebagai fungsi darai
frekwensi f dalam siklus per detik (hertz) (8, 23).
Impedensi Z() dapat dituliskan dengan persamaan
Z()= Z() + Z()
Gambar 2.4.4.2 Penunjukan data EIS pada material yang terkorosi yang disimulasikan
dengan cara mempararelkan tahanan RP dan kapasitor C.
a) Nyquist plot
b) Bode plot
Gambar 2.4.4.3 Nyquist plot yang menunjukan adanya partial difusi yang ditandai
dengan munculnya efek tahanan Walburg W.
2.4.5 Elektrokomia Noise untuk Mempelajari Jenis-Jenis Korosi
Pendifinisian elektrokomia noise diperoleh dari peristiwa perubahan potential dan
gangguan pada arus yang muncul dari fluktuasi reaksi redox dalam larutan. Dalam
pemonitoran korosi dengan potential noise, yang diukur dalam hal ini adalah variasi arus
anoda local secara tidak langsung dari noise komponen terhadap potential korosi
Metode Tahanan noise ini adalah teknik analisa yang memungkinkan menentukan
pendekatan nilai tahanan polarisasi pada kondisi benda kerja yang dicelupkan. Karena
tahanan polaroisasi adalah besaran elektrokimia yang mewakili korosi uniform.
Pengestimasian metode yang menggunakan Rn (tahanan korosi) yang pendifiniannya
adalah mirip pada Rp (tahanan polarisasai), mungkin masih belum cukup untuk
mencirikan penomena korosi local.
Gambar A
Sebagai contoh: pola potential noise seperti gambar1 adalah merupakan gelombang
yang dibangkitkan dari arus anoda local yang disebapkan oleh rusaknya lapisan passive
film pada material yang terkorosi. Perubahan potential dan gangguan pada arus yang
muncul dari fluktuasi reaksi redox itulah yang didinifinisikan sebagai elektrokimia noise.
Gambar B arus anoda dan arus katoda pada permukaan lapisan pasive
a tidak adanya korosi local
b tahap awal korosi lokal
Pada saat logam dicelupkan kedalam larutan elektrolit, arus yang tersimpan dalam
lapisan passive, ia dan arus catodic ic (menunjukkan reaksi reduksi oksigen terlarut dan
raksi katodic) dalam kesetimbangan (gambar 2a). Dalam hal ini potential korosi adalah
potential pada titik perpotongan kurva ia dan ic (Eo pada gambar 3).
reduksi farady yang diwakili oleh ic. Walaupun demikian, ketika pergeseran ia terjadi
pengisian dari kapasitor dari film terjadi di reaksi penetralan pada anoda (8)(gambar 2b).
Telah diketahui bahwa pemuatan kembali dari capasotor akan dominan pada system
yang melibatkan reaksi faradi relative lambat dan kecepatan reaksi arus anoda local
relative tinggi.
2.4.6 Scan Polarisasi
Diagram polarisasi bekerja berdasarkan prinsip perubahan potensial material yang
terkorosi akibat perubahan komposisi permukaan logam. Model diagram yang didapat
dapat mencirikan prilaku korosi yang meliputi; potensial korosi bebas, potensial pitting
korosi, kondisi passive material, dan arus korosi pada berbagai potensial.
Gambar 2.4.6 Kurva scanning polarisasi Stinless Steel 304 di larutan deaerasi 1N
H2SO4 pada temperature 250C.
2.4.7 Penunjukan nilai korosi oleh Diagram pourbaix (23)
Pourbaix diagram menunjukan hubungan antara pH dengan potensial korosi. Dari
diagram dapat ditunjukan kapan logam mulai terkorosi, passive dan tahan korosi.
Pourbaix membedakan kondisi terkorosi dengan kondisi tak terkorosi sebagai berikut:
Suatu logam dianggap dalam keadaan terkorosi bila konsentrasi ion-ionnya dalam
larutan 10-6 M. Jika konsentrasi ion-ion tidak melebihi harga ini maka logam
dianggap berada dalam kondisi kebal.
Pourbaix mengkorelasikan ketergantungan pH dan potensial elektroda pada kondisi
elektroda. Hasil karyanya ditampilkan dalam bentuk sebuah bagan untuk tiap logam
yang memperlihatkan kondisi-kondisi di mana logam akan terkorosi, tidak terkorosi,
atau mengalami pemasifan dalam larutan berpelarut air. Bagan itu disebut diagram
E/pH atau diagram Pourbaix, yang bentuk ringkasan lengkapnya dapat dijumpai dalam
Atlas of Electrochemical Equilibria in Aqueous Solutions oleh
Pembentukan diagram E/pH, didasarkan pada prinsip-prinsip yang sangat sederhana,
tetapi membutuhkan banyak perhitungan. Sebagai contoh, coba perhatikan cara
pembentukan diagram E/pH untuk seng dalam air.
Ketika seng terkorosi dalam air murni, untuk rentang potensial dan pH yang
lengkap bisa terdapat sampai empat buah unsur. Karena itu ada lima reaksi yang
harus ditulis untuk menggambarkan proses-proses reaksi yang mungkin berlangsung
dalam konversi antar unsur-unsurnya:
(a) Reaksi anoda biasa
Zn = Zn2+ + 2e b) Pembentukan seng hidroksida yang tak dapat larut
Zn + 2H 2 0= Zn( OH) 2 + 2 H + + 2e(c) Pembentukan ion zincate yang dapat larut
Zn + 2H 20 = Zn02- + 4 H + + 2e
Zn(OH) 2 + 2 H t = Z n 2+ + 2 H 20
(e) Pembentukan ion zincate dari seng hidroksida
Zn(OH) 2 = Z n0 2 - + 2H +
Reaksi-reaksi yang melibatkan pembangkitan elektron-elektron (a), (b), dan (c)
dipengaruhi oleh perubahan-perubahan potensial elektroda, sedangkan yang
menyebabkan pembentukan ion-ion hidrogen (b), (c), (d), dan (e) dikendalikan oleh pH.
Reaksi-reaksi (b) dan (c) bergantung baik pada potensial maupun pH.
Pada garis a terjadi reaksi (a), dimana daerah ini menunjukkan batas terjadinya korosi
dan kebal. Melalui substitusi harga [Mz2+] = 10-6 M kita dapat menghitung potensial
pada saat logam mulai terkorosi.
E = - 0 , 7 6 + (0,059/2) log (10-6)
E = -0,76- 0,177
E = -0,937 V
Ini berarti bahwa kesetimbangan terjadi pada -0,937 V bila ionsentrasi Zn2+ = 10-6 M.
Pada grafik dengan E sebagai koordinat dan pH sebagai absis kita dapat
menggambarkan sebuah garis mendatar pada -0,937 V.
[ Zn(OH 2 )].[ H ]2
[ H 2 O]2 [ Zn]
= 0,638 V. Di sebelah atas garis ini gas oksigen merupakan unsur paling mantap dan
akan terbebaskan di anoda yang terletak di daerah potensial serta pH ini.
2.4.8 Peta korosi
Pekerjaan pemetaan korosi meliputi semua kegiatan pengkajian kemungkinan terjadinya
kerusakan akibat korosi terhadap peralatan utama dan peralatan pendukung sebuah
rangkaian proses kimia. Kegiatan pengkajian yang dilakukan meliputi:
a) Studi literatur yang berhubungan dengan kerusakan dan kegagalan material akibat
korosi.
b) Studi literatur mengenai proses kimia yang akan dikaji.
c) Mengumpulkan data peralatan, data operasi, serta data inspeksi rangkaian
peralatan proses kimia.
d) Melakukan identifikasi dan evaluasi korosi yang mungkin terjadi pada peralatan
proses kimia.
e) Membuat peta korosi.
f) Membuat kesimpulan dan saran terhadap hasil pengkajian pemetaan korosi.
Sumber data yang digunakan dalam pengkajian
kemungkinan terjadinya korosi dapat berasal dari:
a) Data Rancangan Proses dan Rancangan Pabrik
b) Piping and Instrumentation Diagram
c) Process Flow Diagram
d) Data Operasi
e) Data Laboratorium
f) GambarTehnik Peralatan
g) Pengamatan Visual
h) Diskusi Teknis
i) Literatur
Metode penentuan perkiraan laju korosi atau tingkat kerusakan akibat korosi dapat
bermacam-macam. Salah satu metode yang telah dikembangkan untuk industri minyak
bumi adalah mengacu pada standar API 581 yaitu Risk Base Inspection Base Resource
Document [2]. Untuk industri proses kimia lainnya, dapat dilakukan dengan metode lain,
misalnya menggunakan Corrosion Data Book dari NACE [31, atau menggunakan tabel
dan diagram laju korosi pada literatur-literaturyang tersedia.
Peta korosi dibuat dari perkiraan laju korosi dan tingkat kerawanan untuk
masing-masing peralatan proses. Sebelum melakukan pemetaan, terlebih dahulu
didefinisikan batasan kerawanan korosi yang akan digambarkan pada peta korosi.
Sebagai contoh, penentuan batasan kerawanan korosi ditampilkan pada Tabel dan peta
korosli dibuat pada Process Flow Diagram serta dinyatakan sebagai berikut:
a) Bila kondisi alat dinyatakan "bahaya", maka pada PFD diberi warna merah.
b) Bila kondisi alat dinyatakan "waspada", maka pada PFD diberi warna kuning.
c) Bila kondisi alat dinyatakan "aman", maka pada PFD diberi warna hijau.
Hasil pemetaan korosi tidak dapat digeneralisasi, karena penyebab dan mekanisme
korosi untuk masing-masing peralatan berbeda satu sama lain. Untuk itu peta korosi
harus dilengkapi dengan satu set keterangan yang menerangkan rincian kajian dan
analisa peralatan proses. Pada keterangan tersebut dinyatakan mengenai perkiraan
penyebab, mekanisme kerusakan korosi yang mungkin terjadi, dan laju korosi perkiraan
dan aktual, sehingga dapat ditentukan kurun waktu dilakukannya inspeksi serta metoda
apa yang paling sesuai untuk mendeteksi kerusakan peralatan akibat korosi pada
peralatan tersebut. Hasill dan Diskusimemungkinkan bagian operasi proses dan bagian
inspeksi untuk melakukan tugasnya dengan lebih efektif dan efisien.
Tabel 2.4.8 Contoh kriteria tiri kerawanan peralatan terhadap korosi
Kriteria
Tingkat Kerawanan
terhadap Korosi
Rc/Ra < 1
Bahaya
1 ~ Rc/Ra~ 15
Waspada
Rc/Ra > 1,5
Aman
Rc = laju korosi hasil perhitungan (berdasarkan literatur dan data operasi)
Ra = laju korosi aktual (berdasarkan data inspeksi)
Dari peta korosi, dapat terlihat peralatan mana yang perlu mendapat perhatian intensif
ketika dilakukan inspeksi, dan peralatan mana yang hanya memerlukan inspeksi rutin.
Diharapkan dari hasil pemetaan korosi, inspeksi peralatan proses dapat dilakukan
dengan lebih efektif dan efisien, serta menghasilkan suatu pemeriksaan yang optimal.
Selain itu bagian operasi proses juga dapat meningkatkan kewaspadaan pada peralatan
yang dinilai rawan terhadap bahaya korosi, sehingga bila terjadi masalah akibat korosi
(misaInya kebocoran peralatan) dapat segera diketahui dan ditanggulangi.
Hal yang sangat krusial dalam menganalisa dan memperkirakan mekanisme serta
tingkat kerawanan korosi adalah ketersediaan data yang lengkap dan akurat.
Kebanyakan industri proses kimia tidak memiliki data yang cukup lengkap, terutama
data operasi dan data komposisi aliran proses. Jika data operasi tidak tersedia, data
yang digunakan umumnya diambil dari data rancangan proses, atau dilakukan estimasi
berdasarkan kondisi proses yang diketahui (misaInya menggunakan neraca massa dan
energi). Akibatnya sering kali terjadi over-estimate, di mana berdasarkan data
rancangan suatu bagian proses diperkirakan memiliki tingkat kerawanan korosi tinggi,
sedangkan pada kenyataannya bagian tersebut tidak pernah mengalami masalah
korosi. Untuk mengatasi hal ini, perlu dilakukan diskusi dan pertukaran informasil yang
baik antara pilhak yang melakukan kegiatan pemetaan korosi dengan pilhak yang
mengoperasikan industri proses kimia yang dipetakan. Kompilasi data yang akurat dan
rapi akan sangat membantu pekerjaan pemetaan korosi.
Selain data rancangan dan data operasi proses, ketersediaan data inspeksi akan sangat
membantu dalam melakukan kajian pemetaan korosi. Data inspeksi yang diperlukan
terutama adalah data pengurangan ketebalan material untuk membandingkan hasil
perkiraan laju korosi dengan laju korosi aktual, serta data kerusakan atau kegagalan
material yang pernah terjadi untuk memperkirakan faktor-faktor yang mungkin
menyebabkan terjadinya kerusakan atau kegagalan pada operasi proses selanjutnya.
Peta korosi juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat korosifitas suatu area/lokasi.
Peta demikian dibuat dengan cara mengukur luasan daerah yang mempunyai tingkat
korosi yang berbeda dengan tujuan menentuka polusi pada lokasi tersebut. Pemetaan
korosi pada industri daerah merupakan kegiatan yang melakukan kajian mengenai
peristiwa korosi yang terjadi pada atmsofer. Kegiatan ini memberikan hasil berupa peta
korosi yang optimal apabila didukung ketersediaan data material, data proses dan data
inspeksi yang akurat.