Oleh :
Kelompok 19
Dian Fikri Rachmawan
(G0010058)
Dyah M. Dewanti
(G0010064)
Fitroh Annisah
(G0010084)
(G0010090)
Nabila
(G0010132)
Pritami
(G0010152)
Ramadhan Abdillah
(G0010158)
(G0010174)
Yohana Trissya A.
(G0010198)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan janin dimulai dengan penyempurnaan organogenesis sekitar
minggu ke 12 kehamilan. Berbagai pengaruh seperti genetik dan lingkungan
dapat mempengaruhi embrio dan janin selama masa perkembangan. Bahkan
proses persalinan juga dapat mempengaruhi keadaan bayi saat lahir. Bayi
yang dilahirkan dengan sectio caesaria mempunyai masalah yang mungkin
diakibatkan oleh lingkungan obstetrik yang tidak menyenangkan. Keadaan
lain juga yang mempengaruhi keadaan bayi adalah anestesi yang digunakan
saat melahirkan seperti pada kasus di bawah ini.
Wah... gawat!
Rini, seorang dokter muda diminta membantu di ruang operasi. Disana
ada seorang Ibu 27 tahun dengan umur kehamilan 40 minggu yang sedang
menjalani sectio caesaria. Sectio caesaria itu dilakukan atas indikasi detak
jantung janin melemah. Setelah lahir, bayi tersebut tidak menangis, apneu,
dan berwarna kebiruan. Dokter segera membawa bayi ke meja resusitasi dan
bayi dikeringkan, distimulasi, diberi ventilasi tekanan positif, pijat jantung,
dan injeksi epinefrin. Setelah resusitasi didapatkan APGAR skor 6 pada menit
ke-10, kemudian bayi segera dipindahkan ke ruang NICU untuk perawatan
lebih lanjut.
B. Rumusan Masalah
1. Kenapa bayi pada skenario lahir tidak menangis, apneu, dan kebiruan?
2. Bagaimana penatalaksanaan bayi apneu?
3. Bagaimana proses fisiologis dan patofisiologi menangis pada bayi baru
4.
5.
lahir?
Apa saja indikasi dan kontraindikasi dilakukan sectio caesaria?
Bagimana pengaruh usia kehamilan dengan kesehatan bayi saat
6.
7.
8.
dilahirkan?
Apa hubungan cara persalinan dengan keadaan bayi yang dilahirkan?
Apa saja indikasi dilakukan resusitasi serta prosedur resusitasi?
Bagaimana indikasi, macam dan prosedur dari stimulasi dan resusitasi
bayi baru lahir?
2
A. Sectio Caessaria
1. Definisi
Sectio merupakan persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding perut dan dinding dan dinding rahim dengan
sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram
(Prawiroharjo, 2005).
2. Indikasi
Operasi sectio caesaria (SC) dilakukan jika kelahiran pervaginal
mungkin akan menyebabkan risiko pada ibu ataupun pada janin, dengan
pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal
lama/ kegagalan proses persalinan normal (Dystosia) sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
Fetal distress.
His lemah/ melemah.
Janin dalam posisi sungsang atau melintang.
Bayi besar (BBL> 4,2 kg).
Plasenta previa.
Kelainan letak.
Disproporsi Cevalo
Pelvik (ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul).
Ruptur uteri mengancam.
Hydrocephalus
Primi muda atau tua
Partus dengan komplikasi.
Panggul sempit.
Problema plasenta
B. Persalinan Preterm
1. Definisi
Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur
kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir,
sedangkan Himpunan Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005
menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi
pada usia kehamilan 22-37 minggu (Prawiroharjo, 2010).
2. Masalah Persalinan Preterm
Kesulitan utama dalam persalinan preterm adalah perawatan bayi
preterm, yang semakin muda usia kehamilannya semakin besar
4
seperti:
a. Cerebral Palsy
b.
c.
d.
e.
Retinopati
Retardasi Mental
Disfungsi neurobehavioral
Prestasi sekolah yang kurang baik
(Prawiroharjo, 2010)
3. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Banyak kasus persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik
yang merupakan mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya
kontraksi rahim dan perubahan serviks, yaitu:
a. Aktivitas aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu
maupun janin, akibat stress pada ibu atau janin
b. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden
dari traktus genitourinaria atau infeksi sistemik
c. Pendarahan desidua
d. Peregangan usus patologik
e. Kelainan pada uterus atau serviks
(Prawiroharjo, 2010)
Kondisi selama kehamilan yang beresiko terjadinya persalinan
preterm adalah:
a. Janin dan plasenta
1) Pendarahan trimester awal
2) Pendarahan antepartum
3) Ketuban pecah dini
4) Pertumbuhan janin terhambat
5
e. Heriditer
Ibu yang mengalami kehamilan postterm diduga memepunyai
kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan
berikutnya.
3. Permasalahan/komplikasi kehamilan postterm
seperti
gangguan
AOP.
Penyebab sekunder
a. Temperatur : hipotermia dan hipertermia
10
b. Neorologis
1) Trauma lahir
2) Obat-obatan
3) Infeksi intracranial
4) Perdarahan intracranial
5) Asphyxia neonatal
6) Obat anastesi
c. Pulmonal
1) Respiratory distress syndromes (RDS)
2) Pneumonia
3) Chronic lung disease
4) Perdarahan pulmonal
5) Obstructive airway lesion
6) Pneumothorax
d. Cardiac
1) Penyakit jantung congenital sianosis
2) Hipo/hipertensi
3) CHF
4) PDA
e. Gastrointestinal
1) GERD
2) Esophangitis
f. Hematologi
1) Polisitemia
2) Anemia
g. Infeksi
1) Sepsis
2) Necrotizing enterocolitis/distensi
h. Metabolic
1) Hipoglikemia
2) Hipocalsemia
3) Hiponatremia
4) Hipernatremia
i. Inborn error of metabolism
12
khusus
dalam
penatalaksanaan
secara
keseluruhan seperti Ukuran dan bentuk, rangka, luas permukaan tubuh, status
psikologis, efek jangka panjang, alat-alat yg digunakan.
Beberapa kasus
13
a. Periksa frekwensi bunyi jantung janin setiap 30 menit pada Kala I dan
b.
kehijauan ).
Penanganan Gawat Janin :
a. Tingkatkan oksigen pada janin dengan cara : Mintalah si ibu merubah
posisi tidurnya; Berikan cairan kepada ibu secara oral atau IV; Berikan
Oksigen.
b. Periksa kembali denyut jantung janin. Bila frekwensi bunyi jantung
janin masih tidak normal, maka dirujuk; Bila merujuk tidak mungkin,
siap-siap untuk menolong BBL dengan asfiksia.
Anjurkan ibu hamil in-partu berbaring kesisi kiri untuk meningkatkan
aliran oksigen ke janinnya. Hal ini biasanya meningkatkan aliran darah
maupun oksigen melalui plasenta lalu ke janin. Bila posisi miring ke kiri
tidak membantu. Coba posisi yang lain ( miring ke kanan, posisi sujud ).
Meningkatkan oksigen ke janin dapat mencegah atau mengobati Gawat
Janin.
2. SEPSIS NEONATORUM
a. Pengertian Sepsis Neonatorum
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus
dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan
penyakit sepsis dapat berlangsung cepat sehingga sering kali tidak
terpantau tanpa pengobatan yang memadai sehingga neonatus dapat
meninggal dalam waktu 24 sampai 48 hari. Sepsis neonatal adalah
merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi
selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan
protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir. Sepsis
neonatorum adalah infeksi yang terjadi pada
plasenta
antara
lain:virus
rubella,
herpes,
pernafasan,merintih,
mengorok,
dan
pernafasan
16
Tindakan
sepsis
metabolisme
neonatorum
tubuh
dan
adalah
memperbaiki
18
atau
mata.
Sebagian
besar
kejang
tonik
terjadi
d. Diagnosis
Anamnesis : gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak
bernafas/menangis.
e. Pemeriksaan Fisik :
Nilai Apgar
Klinis
Detak Jantung
Tidak Ada
>100x/Menit
Pernafasan
Tidak Ada
Tak Teratur
Tangis Kuat
Tidak Ada
Menyeringai
Batuk/Bersin
Lunglai
Dibersihkan
Tonus Otot
Warna Kulit
Biru Pucat
(Lemah)
Gerak Aktif
Tubuh Merah
Merah Seluruh
Ekstrimitas Biru
Tubuh
Mg/Kg Bb)
(b) Cara : IV atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit
bila perlu.
(2) Volume Ekspander :
Indikasi :
(a) Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami
5. HIPOGLIKEMIA
a. Batasan
Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukose
darah kurang dari 45 mg/dL (2.6 mmol/L).
b. Patofisiologi
1) Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa
rendah.
2) Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin
sehingga respon insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir di
mana jalur plasenta terputus maka transfer glukosa berhenti
sedangkan respon insulin masih tinggi (transient hiperinsulinism)
sehingga terjadi hipoglikemi.
3) Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena
dapat menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksi
otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan
kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan sampai kematian.
4) Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu
dengan diabetes melitus.
5) Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan
hidup selama proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir.
6) Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada
karena meningkatkan penggunaan cadangan glukosa, misalnya
pada asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan.
c. Diagnosis
Anamnesis
1) Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan
2)
3)
4)
5)
6)
7)
pernapasan
Riwayat bayi prematur
Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)
Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus
Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan
Bayi yang beresiko terkena hipoglikemia
a) Bayi dari ibu diabetes (IDM)
b) Bayi yang besar untuk masa kehamilan (LGA)
c) Bayi yang kecil untuk masa kehamilan (SGA)
d) Bayi prematur dan lewat bulan
e) Bayi sakit atau stress (RDS, hipotermia)
24
f)
g)
h)
i)
Bayi puasa
Bayi dengan polisitemia
Bayi dengan eritroblastosis
Obat-obat yang dikonsumsi ibu, misalnya sterorid, beta-
hipernatremia,
hipomagnesemia,
defisiensi
piridoksin).
f. Penatalaksanaan
1) Monitor
Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM)
perlu dimonitor dalam 3 hari pertama :
a) Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam
b) Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan
glukosa normal dalam 2 kali pemeriksaan
c) Kadar glukosa 45 mg/dl atau gejala positif tangani
hipoglikemia
d) Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari
penanganan hipoglikemia selesai
2) Penanganan hipoglikemia dengan gejala :
a) Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1
ml/menit
25
2)
3)
4)
5)
2)
3)
4)
c. Faktor Bayi
1)
2)
3)
4)
faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan
keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan
tetapi,
adakalanya
faktor
risiko
menjadi
sulit
dikenali
atau
b.
c.
Kejang
d.
Penurunan kesadaran
Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan
dari anoksia / hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat
dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin.
Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
a. Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak
banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah
100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal
itu merupakan tanda bahaya
b. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan
tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan
oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air
ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk
mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
c. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat
serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil
contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis
menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah
7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin
disertai asfiksia.(Wiknjosastro, 1999)
Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
30
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah
menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya
melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan
efektif
berlangsung
pengambilan
melalui
rangkaian
tindakan
yaitu
menilai
Penilaian
untuk
Penafasan
2)
Denyut jantung
3)
Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai
31
32
Kompresi jantung
dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan
depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat
antepartum dan intrapartum.
2. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil.
Persiapan minumum antara lain :
a.Alat pemanas siap pakai Oksigen
b.Alat pengisap
c.Alat sungkup dan balon resusitasi
d.Alat intubasi
e.Obat-obatan
Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif :
1.
2.
3.
4.
34
35
dapat
dirawat
di
level
ini
antara
lain
bayi
dengan
bayi
diafragmatika,
dengan
omfalokel,
obstruksi
penyakit
saluran
pencernaan
jantung
bawaan,
hernia
perforasi
usus,atresia ani, dll; serta perawatan bayi pasca operasi besar yang
membutuhkansupport ventilator mekanik; Bayi yang membutuhkan
intervensi invasif,misalnya pemberian surfaktan, transfusi tukar,
pemasangan akses umbilikal,pemasangan akses vena dalam dan akses
arteri, ventilator mekanik.
Fasilitas Ruang Perawatan Bayi Baru Lahir
1. Level I: ruang perawatan biasa; pasien dirawat di ruang atau kamar
biasadan tidak memerlukan alat atau fasilitas khusus.
2. Level II: ruang perawatan memerlukan monitor dan inkubator.
37
3. Level III: selain monitor dan inkubator, ruangan juga mesti difasilitasi
ventilator. Monitor berfungsi untuk mengontrol detak jantung dan
otak.Sedangkan ventilator untuk membantu sistem pernapasan.
Lama Perawatan BBLR
Lamanya waktu perawatan pasien bayi dengan BBLR tentutergantung
kasus. Namun biasanya mereka diperbolehkan pulang jika sudah mendekati
tanggal kelahiran idealnya. Contoh bayi yang dilahirkan 6 minggu lebih dini
dari seharusnya, biasanya mesti menjalani perawatan di rumah sakitkurang
lebih
minggu,
atau
lebih
cepat
dua
minggu
dari
kelahiran
40
BAB III
PEMBAHASAN
Pada skenario ke-2 blok Pediatri, disebutkan seorang ibu dengan umur
kehamilan 40 minggu menjalani section caesaria yang dilakukan atas indikasi
detak jantung janin melemah. Detak jantung janin (DJJ) normal berkisar antara
120-160 kali per menit. Pola frekuensi denyut jantung janin sebagian besar
mengindikasikan adanya gawat janin. Gawat janin umum digunakan untuk
menjelaskan kondisi hipoksia yang bila tidak dilakukan penyelamatan segera akan
berakibat buruk yaitu menyebabkan kerusakan atau kematian janin atau janin
secepatnya dilahirkan (Hariadi, 2004).
Bila pasokan oksigen dan nutrisi berkurang, janin akan mengalami
retardasi organ bahkan asidosis dan kematian. Meningkatnya tekanan CO 2
menyebabkan terjadinya asidosis respiratorik. Asidosis respiratorik berlanjut
sehingga aliran darah ditujukan kepada organ penting seperti otak dan jantung
dengan mengorbankan hepar dan ginjal. Bradikardia yang terjadi merupakan
mekanisme dari jantung dalam bereaksi dari baroreseptor akibat tekanan
(misalnya hipertensi pada kompresi tali pusat) atau reaksi kemoreseptor akibat
asidemia (Hariadi, 2004).
Sectio caesaria merupakan salah satu upaya untuk penyelamatan gawat
janin pada skenario. Ada beberapa indikasi untuk melakukan section caesaria,
yaitu indikasi medis, indikasi ibu dan indikasi janin. Indikasi medis memiliki 3
faktor penentu atau biasa disebut 3P (power, passanger, passage). Indikasi medis
yang digunakan untuk melakukan tindakan section caesaria pada kasus skenario
berupa faktor passenger, hal ini disebabkan oleh adanya fetal distress syndrome
(denyut jantung kacau dan melemah). Sedangkan dilihat dari indikasi janin,
ancaman gawat janin juga menentukkan perlunya dilakukan tindakan section
caesaria ini.
Setelah lahir, bayi tidak menangis, apneu, dan berwarna kebiruan. Hasil
penilaian dengan skor APGAR antara 0-3 atau bayi berada dalam kondisi asfiksia
berat.
41
Hal yang perlu dilakukan pada penanganan bayi baru lahir dengan asfiksia
adalah resusitasi. Hal-hal yang dilakukan pada resusitasi antara lain:
menghangatkan bayi, kepala bayi dalam posisi ekstensi dan isap lender bayi.
Kemudian menilai pernafasan bayi dan frekuensi denyut jantung janin. Jika bayi
masih belum dapat bernafas secara spontan dan DJJ masih kurang dari 100
kali/menit dilakukan VTP (Ventilasi tekanan positif). Setelah dilakukan VTP
frekuensi denyut jantung janin kurang dari 100 kali/menit lakukan kompresi dada
dan untuk pemberian epinefrin jika denyut jantung janin masih rendah.
Pada skenario setelah resusitasi bayi mencapai skor APGAR 6 dimana
merupakan kondisi asfiksia ringan sehingga ditempatkan di ruang NICU untuk
mendapat penanganan khusus. Jenis perawatan NICU, antara lain;
1. Level 1: Untuk bayi sakit ringan
2. Level 2: Untuk bayi sakit sedang
3. Level3: Untuk bayi sakit berat yang memerlukan penanganan dan pemantauan
intensif. Biasanya bayi premature dengan usia kehamilan kurang dari 34
minggu.
42
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
1. Sectio caesaria dilakukan jika kelahiran pervaginam mungkin akan
menyebabkan risiko pada ibu ataupun pada janin dan dilakukan sesuai
dengan indikasi yang sesuai.
2. Neonatus tidak menangis, apneu, dan berwarna kebiruan merupakan
indikasi bahwa kemungkinan neonatus mengalami asfiksia dan hipoksia.
Penatalaksanaan lebih lanjut perlu dilakukan resusitasi.
3. Setelah resusitasi, APGAR skor neonatus pada menit ke-10 adalah 6,
menunjukkan neonatus masih asfiksia sehingga perlu perawatan lebih
lanjut di ruang NICU.
4. Ruang perawatan NICU (Neonatal Intensive Care Unit) dilengkapi
dengan peralatan feeding tube, infant warmers, inkubator, jalur infus,
monitor, blue light therapy, bubble cpap, dan ventilator.
B. Saran
1. Mahasiswa perlu menyebutkan sumber data yang digunakan pada saat
2.
diskusi.
Mahasiswa seharusnya jangan hanya membaca tetapi menerangkan pada
3.
4.
patogenesisnya.
Sebaiknya, tutor diberikan waktu yang lebih banyak untuk memberikan
5.
43
DAFTAR PUSTAKA
Aurora S, Snyder EY (2004). Perinatal asphyxia. Dalam: Cloherty JP, Stark AR,
eds. Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston: Lippincott Williams &
Wilkins, pp. 536-54.
Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management,
procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New York :
Lange Books/Mc Graw-Hill, 2004; 12-20.
Hall DR, Smith M, Smith J (1996). Maternal faktors contributing to asphyxia
neonatorum. J Trop Pediatr, 42: 192-95.
Hariadi R (2004). Gawat janin. Ilmu Kedokteran Fetomaternal Edisi 1. Surabaya:
Himpunan Kedokteran Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Kattwinkel J, Short J, Niermeyer S, Denson SE, Zaichkin J, Simon W. Neonatal
resuscitation textbook; edisi ke-4. AAP & AHA, 2000; 1-1 2-25.
Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan
obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta : Depkes RI, 2006; 69-79.
Kliegman, RM. 1999. Janin dan Bayi Neonatus. Dalam ilmu kesehatan Anak nelson vol.1
Edisi 15. Jakarta : EGC
Perinasia, 2006. American Academy of Pediatrics dan American Heart Association. Buku
panduan resusitasi neonatus. Edisi ke-5. Jakarta. 430- 470.
Prawiroharjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka.
Rajiv Aggarwal, Ashwini Singhal, Ashok K Deorari, Vinod K Paul.2002. Apnea in the
Newborn. Division of Neonatology, Department of Pediatrics All India Institute
of Medical Sciences
Rennie MJ, Roberton NRC. A manual of neonatal intensive care; edisi ke-4. London :
Arnold, 2002; 62-88.
Ringer SA. Resuscitation in the delivery room. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds.
Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins,
2004; 53-71.
44
Wahyudi S. 2003. Asfiksia Berat pada Neonatus Aterm. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang (Thesis)
45