Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN INSTRUMENTASI I

INSTRUMENTASI PROSTODONSIA

Dosen Pengampu :
Drg. Deddy Kusuma
Disusun oleh : Kelompok 2
Irine Paskahwati W

( 9517 )

Kurniawan Saputra

( 9518 )

Wahyuni

(09519)

Riskha Febriani Hapsari (09520)


Anis Shalihah

(09521)

Kendra Ivana

(09522)

Indah Nurdiah D

(09523)

Titin Riyadiningsih

(09524)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat, rahmat, taufik,
serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga kita dapat menyelesaikan
makalah dengan judul Instrumentasi Prostodonsia.
Dalam menyusun makalah ini, kami memperoleh banyak bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
drg. Deddy Kusuma, selaku dosen pembimbing kami, teman-teman, orang tua, dan
segenap orang yang tidak dapat kami sabutkan satu persatu karena telah memberikan
bimbingan, dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua
kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan
menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun kami berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan
kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata kami sebagai penyusun makalah ini berharap agar makalah ini
bermanfaat bagi semua pembaca.

Yogyakarta, 27 April 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar ........................................................................................................
Daftar Isi ..................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................
B. Rumusan Masalah ............................................................................................
C. Tujuan ...............................................................................................................
BAB II MATERI INSTRUMEN PROSTODONSIA
A. Instrumen dalam pembuatan GTS (gigi tiruan sebagian) .............................
B. Instrumen
dalam
pembuatan
GTS
(gigi
tiruan
sebagian).................................
C. Instrumen
dalam
pembuatan

GTS

(gigi

2
3
4
4
4
5
10

tiruan 15

sebagian).................................
BAB III PENUTUP
Kesimpulan...........................................................................................................
Daftar Pustaka

23
24

BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Prostodonsia merupakan cabang ilmu kedokteran gigi yang digunakan untuk
merestorasi dan mempertahankan fungsi rongga mulut, kenyamanan, estetika dan
kesehatan pasien dengan cara merestorasi gigi geligi asli dan menggantikan gigi-gigi
yang sudah tanggal dan jaringan rongga mulut serta maksilofasial yang sudah rusak
dengan pengganti buatan. Prostodonsia dibagi dalam tiga cabang ilmu, yaitu:
prostodonsia lepasan (removable prosthodontics), prostodonsia lepasan sebagian
(partial denture prosthetics), dan prostodonsia cekat (fixed prosthodontics).
Pembuatan gigi tiruan dimaksudkan untuk mecegah perubahan degenerative
yang timbul sebagai akibat hilangnya gigi sehingga kesehatan mulut yang optimal,
termasuk fungsi geligi, dapat dipertahankan. Proses pembuatan gigi tiruan tentunya
membutuhkan

instrumen-instrumen

pengerjaannya.

Penggunaan

untuk

mempermudah

instrumen-instrumen

yang

operator

sesuai

juga

dalam
dapat

memberikan hasil yang memuaskan sebagaimana yang diharapkan baik oleh operator
maupun pasien. Selain instrument tentunya harus mengerti bahan yang digunakan,
cara pencetakan, dan prosesing dilaboratorium.
Prosetodonsia penting karena sangat membantu pasien dengan keluhan tidak ada
gigi atau kehilangan gigi. Bagi lansia gigi tiruan sangat bermanfaat bagi mereka.
II. Rumusan Masalah
A. Apa saja Instrumen dalam pembuatan GTS (gigi tiruan sebagian) ?
B. Apa saja Instrumen dalam pembuatan GTC (gigi tiruan cekat) ?
C. Apa saja Instrumen dalam pembuatan GTSL (gigi tiruan lepasan) ?
III. Tujuan Penulisan
A. Dapat mengetahui Instrumen pembuatan GTS (gigi tiruan sebagian) ?
B. Dapat mengetahui Instrumen pembuatan GTC (gigi tiruan cekat) ?
C. Dapat mengetahui Instrumen pembuatan GTL (gigi tiruan lepasan) ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Instrument Pembuatan GTS


MODEL MALAM
Basis gigitiruan sebagian dari bahan nilon termoplastik, golongan superpoliamida.
Nilon termoplastik memiliki sifat dan karakteristik yang baik, serta memberikan estetis
yang optimal dan biokompatibel. Bahan ini tidak mengalami perubahan kimia ketika
berkontak dengan cairan mulut, bakteri dan lingkungan fisik rongga mulut, sehingga
warnanya tetap stabil. Nilon termoplastik diinjeksikan pada temperatur 274C sampai
293C, memiliki berat jenis 1,14, penyusutan cetakan sekitar 0,014 in/in (0,014 cm),
tensile strength 11.000 lb/in2 (767,44 kg/cm2), dan kekuatan lentur 16.000 lb/in 2 (1116,28
kg/cm2) (Thomson, 2007). Nilon termoplastik sedikit lebih sukar untuk disesuaikan dan
dipoles, tetapi bahan ini dapat dibuat menjadi semi-translusen untuk memberikan estetis
yang baik pada pembuatan gigitiruan fleksibel.
Nilon termoplastik yang digunakan dalam pembuatan basis gigitiruan sebagian
memiliki kekuatan fisik yang tinggi, tahan terhadap panas dan bahan kimia, serta dapat
dengan mudah dimodifikasi untuk meningkatkan kekakuan dan daya tahan akibat
pemakaian. Keseimbangan yang baik antara kekuatan, daya regang, dan daya tahan
terhadap panas, menyebabkan nilon termoplastik lebih diutamakan untuk mengganti
bahan yang menggunakan logam (Thomson, 2007).
Bahan nilon termoplastik memberikan banyak keuntungan bila dibandingkan
dengan bahan lainnya, antara lain; lebih stabil dan memiliki stabilitas warna dan dimensi
yang tinggi. Bahan ini tersedia dalam beberapa kategori warna dasar, antara lain; merah
muda terang, merah muda, yang hampir sama dengan warna asli gingiva (Thomson,
2007).
B. Instrument Pembuatan GTC
PENCETAKAN
Bahan yang digunakan (Hendry, 2012) :
a. Bahan cetak polyvinyl siloxane (Flextime, Heraeus Kulzer, Germany)

Easy putty (EN ISO 4823, type 0, putty)

Correct flow (EN ISO 4823, type 0, light)

b. Stone gyps tipe IV:

Moldastone Super Hard Plaster (ISO/DIS 11014, Heraeus Kulzer,


Germany) digunakan untuk mengecor master model.

Moldasynt Super Hard Plaster (ISO/DIS 11014, Heraeus Kulzer,


Germany) digunakan untuk mengecor master model yang diperoleh
dengan teknik pencetakan yang berbeda-beda

c. Bahan adhesif (Universal Adhesive, ISO/DIS 11014, Heraeus Kulzer, Germany)


Alat-alat yang digunakan (Hendry, 2012) :
a.

Custom tray, model index device, acrylic template dan vacuum formed spacer

b.

3D laser scanner (Laserdenta GmbH, Germany )

c.

Automatic mixing syringe (Heraeus Kulzer, Germany)

d.

Digital timer

e.

Vacuum formed spacer dgn ketebalan 2 mm

f.

Bowl dan spatula

g.

Timbangan elektrik ( Acis BC 500)

h.

Thermometer

i.

Vibrator ( Silfradent, Italy )

j.

Kuas

k.

Gelas ukur

www. jorthodr.org
Prosedur Pencetakan
Pencetakan dilakukan dengan menggunakan bahan cetak polyvinyl siloxane.
Viskositas bahan yang digunakan yaitu ; putty, dan light body. Bahan putty diaduk secara
manual selama 30 detik hingga warnanya homogen, dan material light body diaduk
dengan automatic mixing syringe. Cetakan dilepaskan dari master model setelah dua kali
waktu setting bahan cetak yang direkomendasikan oleh pabrik. Hal ini bertujuan untuk

mengkompensasi pencetakan yang dilakukan pada suhu kamar yang berbeda dari suhu
rongga mulut ( Hendry, 2012).
1. Pada custom tray diolesi bahan adhesif terlebih dahulu sebelum dilakukan
pencetakan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya deformasi cetakan.

Aplikasi bahan adhesif pada custom trays ( Hendry, 2012)


2. Pencetakan dilakukan dengan teknik putty/wash 1 tahap. Pada tahap ini bahan
putty dan wash digunakan secara bersama-sama. Custom tray diisi dengan bahan
putty dan material wash diinjeksikan pada kedua abutmen master model dan di
area gigi abutmen pada cetakan putty. Pencetakan kemudian dilakukan dan
dibiarkan mengeras selama 10 menit pada master models.

Custom tray diisi dengan bahan putty abutmen. ( Hendry, 2012)

Material wash diinjeksikan pada kedua ( Hendry, 2012)

Bahan putty dan wash dicetakkan secara bersama-sama pada master model
3. Pencetakan dengan teknik putty/wash 2 tahap. Vacuum-formed spacer dipasang
pada master model untuk mendapatkan ruang yang seragam bagi material wash.
Pencetakan kemudian dilakukan dengan bahan putty dan dibiarkan setting selama
10 menit. setelah itu spacer dilepaskan dari permukaan internal cetakn putty dan
bahan wash diinjeksikan menggunakan auto mixing syringe diatas cetakan putty.
Cetakan ditempatkan kembali pada master model dan dibiarkan mengeras selama
10 menit ( Hendry, 2012).

Bahan putty dicetakkan pada master model yang telah dipasang vacuum-formed spacer
( Hendry, 2012)

Spacer dilepas dari putty dengan terlebih dahulu memotong tepi cetakan putty untuk
memudahkan pengeluaran spacer tanpa merusak cetakan ( Hendry, 2012)

Bahan wash diinjeksikan menggunakan auto mixing syringe diatas cetakan putty
( Hendry, 2012)

Cetakan ditempatkan kembali pada master model dan dibiarkan mengeras selama 10
menit ( Hendry, 2012)
4. Pencetakan dilakukan dengan teknik modifikasi putty/wash 2 tahap. Pertamatama, pencetakan dilakukan dengan bahan putty dan custom tray digerakkan
sesuai dengan alur pada metal index sebelum bahan putty mengeras. Tujuannya
adalah untuk menghasilkan ruangan bagi bahan cetak light body/wash. Kemudian,
material wash diinjeksikan pada cetakan putty serta pada gigi abutmen master
model dan dicetakkan kembali pada master model. Cetakan dibiarkan setting
selama 10 menit ( Hendry, 2012).

Pencetaan dilakukan dengan bahan putty terlbih dahulu dan custom tray digerakkan
sesuai dengan alur pada metal index sebelum bahn putty mengeras ( Hendry, 2012)

Material wash diinjeksikan pada cetakan putty ( Hendry, 2012)

Cetakan ditempatkan kembali pada master model dan dibiarkan setting selam 10 menit
(Hendry, 2012)
PREPARASI ABUTMENT
Abutment adalah gigi yang berperaan sebagai pegangan dari GTC. Preparasi
abutmen ( Yunisa, - ):
1. Preparasi abutment gigi anterior
a.

Preparsi gigi 12 dan 14 sebagai gigi abutment. Preparasi dengan full cast
crown pada elemen 14 dan 3/4 crown pada gigi 12

b.

Occlusal/incisal reduction : bagian oklusal/ incisal dikurangi dengan


menggunakan tapered bur sebesar 1-1,5 mm

c.

Buccal/lingual reduction : bagian bukal dikurangi dengan silindris fissure


bur atau bur torpedo kemudian dibuat chamfer finish line pada daerah CEJ

d.

Proximal reduction : menggunakan flat disc wheel bur makan sebelah atau
bur tapered yang tipis dan kecil dengan pemotongan sejajar antar dinding
proksimal sedikit menutup kearah incisal sebesar 5 derajat

e.

Axial reduction : menumpulkan sudut-sudut aksila dengan silindris tapered


bur terutama daerah gingival margin

10

f.

Penghalusan hasil preparasi : menggunkan sand paper disc untuk


menghilangkan bagian yang tajam, runcing, tidak rata dan undercutundercut untuk memperoleh hasil preparasi yang halus

g.

Pembuatan mahkota sementara dan pontik sementara dengan akrilik putih


SC, guna mempertahankan agar posisi gigi tidak berubah

h.

Pencetakan model kerja

i.

Penyesuaian warna
Preparasi premolar kanan kiri digunakan sebagia abutment dalam membuat

GTC gigi anterior ( Long span bridges ) (Naallaswany, 2003).

(Naallaswany, 2003)
2. Preparasi abutment gigi posterior
a. Short span Bridge

(Naallaswany, 2003)
Merupakan GTC yang sederhana dengan menempatkan 1 atau 2 gigi. Dan gigi
disampingnya sebagai abutment yang ideal. Contohnya : implan gigi molar.
b. Long span bridges
Merupakan kondisi dimana 2 atau lebih gigi harus diimplan dan melibatkan
lebih dari 1 abutment. Contohnya : premolar

11

(Naallaswany, 2003)
Preparasi :
a. Memodifikasi preparasi gigi untuk menghasilkan resistensi yang lebih
tinggi dan durasi struktur yang stabil. Membuat kotak pada bagian proximal
adalah cara preparasi (Naallaswany, 2003).
b. Double abutments : merupakan abutment sekunder yang paling tidak
mempunyai permukaan akar dan rasio mahkota dan akar yang digunakan sebagai
abutment primer (Naallaswany, 2003).

(Naallaswany, 2003)
Proses Laboratorium Dari Gigi Tiruan Sementara
Proses laboratorium terdiri atas : flasking, molding, packing dan curing. Dalam hal ini
merupakan suatu kesatuan kerja hingga terbentuk gigi tiruan penuh yang akan dipakai.
FLASKING
Flasking adalah suatu proses penanaman model dan trial denture malam dalam
suatu flask/cuvet untuk membuat sectional mold. Mold bagian bawah dibuat dengan
menanam model dalam gips dan bagian atas dibuat dari 2 adukan stone yang terpisah di
atas denture malam.
Proses ini dilakukan untuk memampatkan dan memproses resin akrilik saat
pembuatan landasan gigi tiruan dan alat-alat prostetik lainnya.Prosedur flasking antara

12

lain:
1. Gigi tiruan malam lengkap dicekatkan pada modelnya, lalu dilepaskan dari
articulator.
Pilih flask dengan ukuran yang disesuaikan, lihat ada jarak model dengan dinding
flask minimal 1/8 inchi dan tinggi gigi atau jarak gigi dengan tutup flask minimal
inchi.
2. Sebelum melakukan flasking poles bagian dalam flask dengan lapisan vaselin
tipis dan plug/sumbat bawah flask diletakkan. Atau menggunakan 0.003 inci
tinfoil agar dicegah melekat dengan gips, dan proses deflasking mudah dilepaskan
dari gips/stone.
3. Tepi/dasar model dikuas dengan separating medium yaitu air sabun.
4. Adon gips, tuang k flask bawah, lalu tanam model. Ketika mulai mengeras
rapikan.
5. Tunggu hingga benar-benr mengeras. Cat bagian gips tadi dengan air sabun.
Bagian gips diulasi air sabun
6. Adon stone dan kuaskan pada gigi dan malam gigi tiruan sambil digetarkan.
Pasang flask atas tanpa tutup, lalu isikan stone ke dalam flask hingga menutupi
oklusal gigi.
7. Flask telah

diisi

stone

sampai

permukaan

oklusal

gigi

gigi

mengeras adon stone kembali dan tuang hingga flask penuh. Tutup kemudian
8.

press hingga kontak antar metal flask.


Stone telah mengeras. Rendam flask dan press dalam air mendidih selama 5

menit. Keluarkan dan buka flask perlahan-lahan.


9. Buang malam, semua gigi tinggal di mold bagian atas. Siram dengan air mendidih
hingga malam benar-benar bersih. (boiling out).
10. Menunggu flask dingin, persiapkan posterior palatal seal dan daerah-daerah yang
akan direlief pada model atas.
11. Untuk mencegah cairan resin terserap ke permukaan mold, poles mold dengan
cairan tinfoil untuk menseal porositas dari stone. Cairan tinfoil dicoating segera
setelah malam bersih dan kering serta mold masih hangat sehingga cairan tinfoil
akan kering dan segera melekat pada stone.
MOLDING
Molding merupakan suatu proses pembuatan cetakan atau mempersiapkan ruang untuk

13

pengisian akrilik.
Cara memolding:
1.

Setelah gips pada cuvet lawan mengeras, dapat diperiksa dengan membuka tutup

atas cuvet, buka kuvet tersebut, maksudnya cuvet antar antagonisnya.


2. Buang wax dengan menyiramkan air mendidih.
3. Olesi bahan separasi, jangan sampai mengenai anasir gigi tiruan.
PACKING
Packing adalah proses mencampur monomer dan polimer resin akrilik. Memiliki dua
metode yaitu: dry method dengan mencampur monomer dan polimer langsung di
dalam mold, dan wet method dengan mencampur monomer dan polimer di luar mold
dan bila sudah mencapai dough stage baru dimasukkan dalam mold.
Proses pencampuran monomer dan polimer mengalami 6 stadium:
a. Wet sand / sandy stage
b. Puddle sand
c. Stringy / sticky stage
d. Dough / packing stage
e. Rubbery stage
f. Stiff stage
Packing
dapat

dilakukan

dengan

dua

cara:

Packing untuk cara Flasking:


Dibuka hati-hati dan cellophane dibuang.rapikan kelebihan akrilik. Tambahkan
sedikit resin pada landasan gigi tiruan di 3 atau 4 tempat, taruh cellophane demek
yang baru tutup kemudian press. Lakukan ini 3x hingga mold terisi padat, semua
kelebihan resin dibuang dan bagian-bagian flask metal to metal. Trial closure.
1. Sebelum final closure, tinfoil dipasang dan ulasi tinfoil cair pada permukaan
model flask bawah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada prosedur
packing.
a. Suhu dari flask:sama dengan temperature kamar
b. Perbandingan dan lamanya waktu mencampur monomer dengan polimer:
sesuai aturan pabrik. Biasanya 1:3 atau 1:4
c. Menentukan packing time: yaitu waktu yang tepat untuk memasukkan adonan
akrilik ke dalam mold. Bila masih lengket dan seperti berserabut belum bisa di
packing. Tunggu hingga benar-benar lepas dengan mudah.

14

CURING
Pemakai gigi tiruan selalu mengharapkan gigi tiruan dapat berfungsi selama
mungkin dengan memuaskan seperti pada saat pertama digunakan. Untuk tujuan tersebut,
digunakan bahan yang memenuhi persyaratan yang ditentukan.
2.3 Instrument Pembuatan GTL
MODEL MALAM
Malam Gigi GTL
Malam Pola
1. Inlay pattern wax
Fungsi : Di gunakan untuk pengecoran logam, malam pola untuk restorasi gigi
inlay, mahkota dan jembatan.
Komposisi : Komponen utamanya parafin 60%, carnauba 25%, ceresin 10%,
beeswax 5%.
Jenis : Hard, medium atau regular, dan soft, menunjukkan daya alirnya. Daya alir
dapat dikurangi dengan menambahkan carnauba atau parafin dengan titik lebur
tinggi. Daya alir dapat juga diatur dengan menambahkan 1% resin.
Sediaan : warna biru tua, hijau, dan ungu sehingga kontras dengan warna gigi.
Bentuk batang/tongkat panjang 7,5 cm dan diameter 0,64 cm. Ada juga bentuk
pelet dan konus.
Sifat : Akurasi dan kualitas casting sangat tergantung pada akurasi dan detil pola
malam, Spesifikasi ANSI/ADA no. 4 untuk inlay direct dan indirect. Malam bila
dipanaskan akan mencair dan menguap, diharapkan tidak ada sisa, sehingga akan
menghasilkan casting yang sempurna. Residu maksimum malam inlay adalah
0,10%. Ekspansi termal limer maksimal pada suhu 25 -30 C adalah 0,2% dan
suhu 25-37 adalah 0,6%. Inlay pattern bertendensi mengalami warp atau distorsi.
Malam inlay terdiri dan 2 tipe, Tipe I Hard untuk direct technic, dan Tipe II yang
lebih lunak untuk indirect technic (Annusavise, 2003)
2. Casting wax
Fungsi : Malam pola untuk kerangka logam gigi tiruan.
Komposisi : hampir sama dengan inlay wax.
Sediaan : berbentuk lembaran (tebal 0,32 - 0,4 mm), bentuk jadi, dan gumpalan
(bulk).

15

Sifat : lunak dan dapat diadaptasikan pada suhu 40 - 45 C. Agak lengket dan
terfiksasi pada model keija gips. Mencetak dengan akurat permukaan yang
dilekatinya. Tidak getas waktu didinginkan. Menguap pada suhu 500C dan tidak
meninggalkan lapisan kecuali karbon (Annusavise, 2003).
3. Baseplate war
Fungsi : malam gigi berbentuk lembaran yang digunakan untuk menetukan bentuk
awal rahang dalam pembuatan gigi tiruan lengkap (GTL) dan malam pola plat
dasar gigi tiruan lengkap dan sebagian, serta alat orthodonsi.
Komposisi : Ceresin 80%, Beeswax 12%, Carnauba wax 2,5%, Resin 3%, dan
Mikrokristalin 2,5%.
Sediaan : Ada 3 tipe, tipe I (lunak), tipe II (sedang), dan tipe III (keras).
(berdasarkan daya alir)
Sifat : Syarat-syarat yang harus dipenuhi baseplate wax, yaitu :
a. Ekspansi thermis limer pada suhu 25-40C lebih kecil dari 0,8%.
b. Tidak mengiritasi jaringan mulut.
c. Tidak flaky / menyerpih dan melekat di jan.
d. Mudah diukir pada suhu 23C.
e. Permukaan halus setelah di flaming (disentuhkan pada api).
f. Tidak berbekas pada porselen dan gigi tiruan.
g. Tidak mewamai gigi. Terjadi residual stress pada perlekatan gigi tiruan dan
disekitar gigi tiruan, karena perbedaan suhu, pooling wax dengan spatula panas,
dan manipulasi di bawah suhu transisi. Model malam harus segera di proses agar
akurasinya terjaga (Annusavise, 2003).
Malam untuk Pemrosesan
1. Boxing wax
Fungsi : boxing ( memberi batas) cetakan pada waktu diisi gips. Sediaan :
batang atau strip berwama hitam atau hijau.
2. Carding wax
Fungsi : melekatkan gigi artifisial pada plat display.
3. Utility wax
Fungsi : dilekatkan pada sendok cetak untuk memperbaiki kontur. Komposisi:
Beeswax, petrolatum dan malam lunak lain. Sediaan : bentuk batang atau
lembaran berwama merah ma atau oranye.
4. Sticky wax
Fungsi : sambung GTS/GTL patah , Menyambung melekatkan patahan protesa
gigi resin (reparasi) dan logam (soldering). Komposisi : Rosin, beeswax,
pewarna, dan resin alami. Sediaan : warna gelap atau terang. Sifat : Pada suhu

16

kamar bersifat getas, kuat dan tidak Iengket. Bila dicairkan bersifat Iengket
dan melekat kuat pada permukaan bahan. Residu < 0,2%. Pengkerutan < 0,5%
dari suhu 43 ke 28C. Daya alir pada suhu 30C maksimum 5%, dan pada
suhu 43C minimum 90%.
Malam untuk Cetak
1. Corrective impression wax
Fungsi : wax veneer pada cetakan untuk mendapatkan detil jaringan lunak.
Komposisi : malam hidrokarbon (parafin, ceresin, dan beeswax) dan partikel
logam. Sifat : Daya alir 100% pada suhu 37C. Distorsi waktu dikeluarkan
dari mulut (Craig, 2002)
2. Bite registration wax
Fungsi: mendapatkan artikulasi akurat dan rahang atas dan bawah.Komposisi :
Terdiri dari beeswax atau malam hidrokarbon (parafin & ceresin). Beberapa
malam jenis ini mengandung aluminium dan copper. Sifat : Daya alir pada
suhu 37C adalah 2,5% -22%. Distorsi waktu dikeluarkan dari mulut
(Annusavise, 2003).
PEMASANGAN MODEL KERJA ARTIKULATOR
Artikulato adalah suatu alat mekanis yang mewakili sendi rahang dan bagianbagiannya, dimana model rahanng atas dan bawah dicetakan. Selama ini dikenal berbagai
macam articulator dengan berbagaitingkat kemampuan yang digunakan, kesalahan oklusi
besar atau kecil tetap akan terjadi. Sesuai dengan kemampuannya, ada beberapa macam
artikulator, (Glossary of Prosthodontic Terms).
1. Articulator yang hanya dapat meniru satu posisi hubungan rahang saja.
2. Articulator yang sepenuhnya bias disesuaikan dan dapat meniru semua posisi
dan gerakan mandibular.
3. Articulator yang hanya dapat meniru dua atau lebih posisi dan gerakan
tertentu dari mandibular.
Klasifikasi antikulator
Lima klasifikasi antikulator :
1. Artikulator engsel (hinge articulator), merupakan jenis sederhana yang
hanya dapat menunjukan gerakan mewmbuka dan menutup mandibula.
Tetapi gerakan lateral, retrusi maupun protrusi dari model yang dicekatkan
padanya tak dapat dilakukan. Dimensi alat ini tak memungkinkan
penempatan model rahang sesuai dengan sumbu engsel terminal (terminal

17

hinge axis), karena poros engselnya terletak lebih bawah dan lebih
belakang disbanding posisi sebenarnya pada pasien. Itulah sebabnya, alat
ini kecermatannya rendah dan dapat menyebabkan keselahan-kesalahan
cukup besar. Alat ini, yang dikenal juga sebagai okludator, sudah hamper
tidak digunakan lagi dalam proses pembuatan protesa lepasan.
2. Articulator rata-rata, articulator jenis ini memungkinkan gerakan lateral
dan protrusi dengan lereng kondilar dan jarak antar kondil takbisa diubah.
Beberapa tipe jenis ini dapat meniru hubungan serupa sumbu engsel
terminal dengan menggunakan rekaman busur wajah (facebow transfer).
Dengan cara ini, salah satu tahap gerak aksentrik dan posisi gigi-geligi
sesuai dengan pasien, dapat dicapai. Articulator ini dapat digunakan untuk
pembuatan restorasi posterior tunggal dan jembatan posterior dengan
rentang pendek (short span) serta geligi tiruan sebagian lepasan yang tidak
membutuhkan gerak lateral dan protrusi. Untuk pembuatan geligi tiruan
lengkap dan jembatan dengan rentang panjang.
3. Artikulator padan sebagian
Alat ini memungkinkan penyesuaian inklinasi kondil dan sudut bennet
dengan penggunaan rekaman interklusal protrusi dan lateral. Lereng lateral
dan protrusinya berbentuk permukaan datar. Model dapat disesuaikan
dengan sumbu engsel rahang. Jarak antar kondil tidak dapat disesuaikan,
tetapi dibuat dengan nilai anatomi rata-rata. Bimbingan anterior sesuaikan
dengan memakai meja insisal yang dapat diatur.
4. Artikulatror padan penuh
Alat yang rumit ini didesain untuk meniru separuhnya arah maupun
lengkung gerak, dengan alat perekam pantograph. Model biasanya
dipasang pada sumbu engsel yang diatur secara kinematis, dan jarak
interkondilarnya dapat diatur sepenuhnya sesuai dengan keadaan pasien.
5. Atikulator fossa bentukan
Alat ini di maksud untuk mencapai gerakan-gerakan fungsional dari
mandibular dengan cara membentuk lereng kondil tepat seperti pada mulut
pasien. Lereng ini dibentuk dengan suatu rekaman berdasarkan penentuan
lintasan fungsinal (funcitionally generated path), yang dapat di lakukan
secara intra- atau ekstra-oral.

18

PENENTUAN VERTIKEL DIMENSI


Pengukuran dimensi vertikal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan willis bite
gauge dan two dot technique. Dengan alat willis bite gauge ada 3 bagian penting yaitu :
a. fixed arm yanitu diletakkan dibawah hidung.
b. sliding arm yaitu diletakkan dibawah dagu, dapat digeser dan mempunyai sekrup.
c. vertical orientation gauge yaitu disejajarkan sumbu vertikal wajah dan
mempunyai skala mm/cm.
Two dot technique yaitu pengukuran yang dilakukan pada 2 titik (rahang atas dan
rahang bawah) yang ditempatkan pada daerah yang tidak bergerak (di atas dan dibawah
garis bibir) serta kedua titik diukur dengan jangka sorong.

Pada gambar diatas bentuk dagu mencegah letak positif dari sliding arm willis gauge
=a,b= sliding arm dimodifikasi agar letaknya lebih akurat.

Pada gambar a = tidak benar, gambar b dan c = willis gauge dengan posisi dan orientasi
yang benar.

19

Pada gambar diatas jarak titik antara rahang atas dan rahang bawah diukur menggunakan
jangka sorong ketika pasien dalam keadaaan P.F.N.
Kegagalan dalam penentuan relasi vertikal :
a. Relasi vertikal terlalu tinggi
Pengurangan tanggul gigitan rahang bawah harus di lakukan agar tidak
mengganggu estetik pasien, dengan menarik garis yang sejajar bidang orientasi
pada tanggul gigitan tersebut.
Akibat relasi vertikal terlalu tinggi :
1) GTL kurang stabil dikarenakan letak permukaan oklusal gigi tiruan terlalu
jauh dari puncak lingir.
2) Pemakaian tidak nyaman serta otot pengunyahan terasa lelah.
3) Ekspresi wajar pasien menjadi regang dan bibir tidak dapat menutup.
4) Luka pada jaringan pendukung, resorpsi tulang dan gangguan pada sendi
rahang.
b. Relasi vertikal terlalu rendah
Penambahan tanggul gigitan bawah menggunakan lembaran malam/lilin agar
ketebalan merata dan tidak mengganggu kesejajaran bidang orientasi. Akibar dari
relasi vertikal terlalu rendah yaitu :
1) Bibir terlihat tipis
2) Sudut mulut turun dan melipat
3) Gigi geligi kurang terlihat
4) Pipi dan bibi akan sering tergigit
5) Fonetik terganggu (misalnya pengucapan huruf s)
6) Lidah terdesak ke arah larynx/pharynx

BAB III

20

PENUTUP
Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
Hendri. 2012. Akurasi Dimensi Hasil Polyvinyl Siloxine dengan Teknik Modifikasi
Putty/Wash 2 Tahap. Tesis. FKG UI
Yunisa, F. Bad Side Teaching Modul Protesa Fokus Case : Gigi Tiruan Cekat available on
www. Academia.edu download pada 22:03 WIB 24 April 2015
Naallaswany, D.,2003. Textbook of Prosthodontic. New Delhi : Jaypee
Harshanur, Itjingningsih Wangidjaja. 1996. Geligi tiruan lengkap lepasan. Jakarta : EGC.
Anusavice KJ. 2003. Philips science of dental materials. 11th ed. St. Louis : Elsevier
Craig RG, Powers JM. 2002. Restorative Dental Material. 11th Ed. St. Louis: Mosby Co
Thomson, Hamish. 2007. Oklusi (kedokteran gigi) Ed 2. jakarta : EGC
Gunadi, H. A, Burhan, K. L, Suryatenggara . F, Margo .A, setiabudi . I, 2004, buku ajar
geligi tiruan sebagian lepasan, Jakarta, Hipokrates
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.2013. Buku Petunjuk Skills Lab
Prostodonsia. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Yunisa, F. Bad Side Teaching Modul Protesa Fokus Case : Gigi Tiruan Cekat available on
www. Academia.edu download pada 22:03 WIB 24 April 2015

21

Anda mungkin juga menyukai