Anda di halaman 1dari 11

Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB

Persepsi Masyarakat Terhadap Pengembangan Waterfront


Sebagai Wadah kegiatan Sosial dan Pemeliharaan Lingkungan
(Studi Kasus: Sungai Kapuas, Kalimantan Barat)
Riska A. Ayuningtyas(1), Dewi Sawitri Tjokropandojo(2)
(1)

Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB.
Kelompok Keahlian Perencanaan Wilayah dan Perdesaan, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB.

(2)

Abstrak
Masyarakat Kalimantan Barat masih mengganggap sungai sebagai halaman belakang, diperlukan
dukungan dari masyarakat dalam pengembangan waterfront. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
persepsi masyarakat dengan dua cara, yakni melihat seberapa besar pengetahuan dan kesanggupan
masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan sungai. Metode yang digunakan adalah analisis
kuantitatif dengan menggunakan teknik analisis deskriptif perbandingan proporsi dari pengetahuan
dan kesanggupan masyarakat serta analisis kolerasi untuk mengukur derajat kekuatan antara
variabel dengan menggunakan lambda. Lokasi pengambilan data penelitian dilakukan di Kota
Pontianak dan Kabupaten Sanggaur, Provinsi Kalimantan Barat.
Kata-kunci: persepsi, waterfront, sungai.

Pengantar
Semakin meningkatnya kegiatan pembangunan
dan
jumlah
penduduk
menyebabkan
penggunaan lahan di tepian sungai pun ikut
dimanfaatkan untuk kegiatan permukiman,
industri, pariwisata, komersial, agrobisnis,
transportasi dan pelabuhan (Dahuri, 1996:2).
Hal ini dapat menyebabkan tepian sungai
mengalami kekumuhan, ketidakteraturan dan
kemunduran dalam sistem perencanaan. Untuk
itu, sangat penting untuk mengupayakan
pengembangan tepian sungai karena dapat
bermanfaat untuk mengembalikan nilai ekologis
dan visual dari tepian sungai tersebut.
Salah satu yang dapat diterapkan di tepian
sungai guna mengembalikan nilai ekologis dan
kualitas lingkungan yang lebih baik adalah
waterfront. Menurut Nugroho (2000), waterfront
merupakan penerapan konsep tepian air (laut,
sungai/kanal, atau danau) sebagai halaman
depan, tempat tepian air tersebut dipandang
sebagai bagian lingkungan yang harus
dipelihara, bukan halaman belakang yang
dipandang sebagai tempat pembuangan.

Dalam pengembangan waterfront ini, adanya


hambatan yang dihadapi pemerintah yaitu
pergeseran perlakuan sungai dari masyarakat
sekitar dimana masyarakat memandang sungai
sebagai bagian belakang untuk tempat
pembuangan limbah sehingga sungai menjadi
tercemar dan menurunnya kualitas sungai.
Kultur tersebut menjadi salah satu hambatan
signifikan dalam pengembangan waterfront di
sungai. Keberhasilan pengembangan tersebut
harus diikuti dengan perubahan kembali pola
pikir masyarakat terhadap keberadaan sungai
sebagai bagian penting dalam pembentukan
citra dari pengembangan waterfront.
Perubahan pola pikir ini dapat dilihat dari
persepsi masyarakat yang menganggap sungai
sebagai halaman depan. Mengingat masyarakat
merupakan pengguna sungai, maka persepsi
masyarakat mengenai pengetahuan menjaga
kualitas lingkungan sungai dan kesanggupan
dalam melakukan kegiatan sosial yang tetap
menjaga kelestarian sungai menjadi penting
untuk dikaji. Dengan mengetahui persepsi
masyarakat yang tinggal di tepian sungai yang
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1 | 121

Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan Waterfront sebagai Wadah Kegiatan Sosial dan Pemeliharaan Lingkungan

dilihat dari pengetahuan dan kesanggupan


masyarakat, merupakan kunci keberhasilan
pengembangan waterfront yang mengutamakan
kelestarian sungai.
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi
persepsi masyarakat untuk mendukung fungsi
sungai sebagai wadah kegiatan sosial dan tetap
memelihara kelestarian lingkungan dalam
rangka pengembangan waterfront.
Metode
Dalam penelitian ini dilakukan dua metode
pengumpulan data. Pertama, survei data primer
dengan menggunakan kuesioner. Adapun yang
menjadi responden pengisian kuesioner ini
adalah masyarakat lokal di sekitar Sungai
Kapuas. Pertanyaan yang terdapat pada
kuesioner ini berasal dari perumusan kriteria,
indikator dan tolok ukur yang dimaksud untuk
menjawab pertanyaan penelitian, sehingga
dapat diketahui pengetahuan dan kesanggupan
dalam menjaga kualitas lingkungan sungai yang
merupakan prasyarat dalam pengembangan
waterfront di Sungai Kapuas. Kedua, survei data
sekunder yang diperoleh dari literatur, penelitian
terdahulu serta dari instansi terkait seperti Dinas
Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Barat,
Bappeda Kota Pontianak, Badan Lingkungan
Hidup Daerah Kalimantan Barat dan Badan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Kapuas.
Dalam penelitian ini, digunakan dua metode
pemilihan sampel. Pertama, metode purposive
sampling yaitu pemilihan kabupaten/kota,
kecamatan, kelurahan, Rukun Warga (RW)
hingga pemilihan Rukun Tetangga (RT). Dari
delapan kabupaten/kota yang dilalui Sungai
Kapuas Kalimantan Barat, hanya diambil satu
kabupaten dan satu kota (Kabupaten Sanggau
dan Kota Pontianak). Hal ini dikarenakan
kabupaten/kota tersebut memiliki intensitas
kegiatan yang tinggi yang dapat mempengaruhi
kualitas sungai. Kemudian kecamatan yang
dipilih adalah Kecamatan Pontianak Selatan dan
Kecamatan Pontianak Tenggara yang berada di
Kota Pontianak serta Kecamatan Kapuas di
Kabupaten Sanggau. Hal ini dikarenakan
padatnya masyarakat yang tinggal di kecamatan
tersebut dibandingkan kecamatan lainnya yang
122 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota BSAPPK V2N1

dapat mempengaruhi kualitas sungai. Kemudian,


kelurahan yang dipilih adalah kelurahan yang
berbatasan langsung dengan Sungai Kapuas
yakni Kelurahan Bangka Belitung Laut dan
Benua Melayu Laut yang berada di Kota
Pontianak, sedangkan kelurahan yang berada di
Kabupaten Sanggau adalah Kelurahan Ilir Kota.
Selanjutnya pada kelurahan tersebut terdapat
beberapa Rukun Warga (RW) dan Rukun
Tetangga (RT). RW dan RT yang dipilih pada
penelitian ini tentunya RW dan RT yang
berbatasan langsung dengan Sungai Kapuas.
Dari beberapa RW yang ada di suatu kelurahan,
sampel yang di ambil dalam penelitian ini hanya
dua hingga tiga RW, sedangkan untuk
pengambilan sampel RT, dipilih beberapa RT
yang berbatasan langsung dengan Sungai
Kapuas.

Kedua, metode kluster sampling yaitu memilih


sampel yang dilakukan secara bertahap, mulai
dari kelompok besar (kabupaten/kota) hingga ke
kelompok kecil (Rukun Tetangga).
Metode analisis yang digunakan adalah Metode
Analisis Kuantitatif dengan teknik analisis
deskriptif perbandingan proporsi. Teknik analisis
ini
digunakan
untuk
mengidentifikasi
pengetahuan dan kesanggupan masyarakat
dalam
memelihara
lingkungan
sungai.
Berdasarakan hasil kuesioner, maka dibuatlah
proporsi persentase jumlah responden yang
sesuai dengan indikator dan tolok ukur. Dengan
diketahuinya proporsi ini, maka akan terlihat
bahwa berapa banyak masyarakat yang memiliki
pengetahuan dan kesanggupan dalam menjaga
kualitas lingkungan sungai untuk mendukung
pengembangan waterfront di Sungai Kapuas.
Selain itu, penelitian ini juga menggunakan
teknik analisis korelasi. Untuk mengukur derajat
kekuatan hubungan antara dua variabel nominal
(pengetahuan dan kesanggupan) digunakan
Lambda. Selain itu, juga untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang diduga mempengaruhi
pengetahuan dan kesanggupan masyarakat.
Diskusi
Analisis ini akan dibagi menjadi empat bagian.
Pertama, akan menguraikan tentang tingkat
pengetahuan masyarakat mengenai fungsi

Riska A. Ayuningtyas

sungai sebagai wadah kegiatan sosial dan tetap


memelihara kelestarian lingkungan. Kedua, akan
menjelaskan
hasil
analisis
kesanggupan
masyarakat dalam mendukung fungsi sungai
tersebut.
Ketiga,
melihat
keterkaitan
pengetahuan yang dimiliki mayarakat dalam
memelihara lingkungan dengan kesanggupan
masyarakat untuk menerapkannya. Keempat,
menguraikan tentang berbagai faktor yang
mempengaruhi pengetahuan dan kesanggupan
dalam mendukung fungsi sungai.
Analisis Pengetahuan Masyarakat
Berdasarkan hasil penelitian diatas, diketahui
bahwa mayoritas masyarakat telah mengetahui
buruknya / tercemarnya air Sungai Kapuas, baik
di Kota Pontianak (71%) maupun di Kabupaten
Sanggau (72%).

Mayoritas masyarakat berpendapat bahwa


rendahnya kualitas Sungai Kapuas disebabkan
oleh banyaknya limbah yang mengapung di
sungai. Akan tetapi proporsi untuk rendahnya
kualitas sungai yang disebabkan oleh merkuri di
Kabupaten Sanggau lebih besar dibandingkan
dengan di Kota Pontianak. Hal ini di sebabkan
oleh banyaknya kegiatan pertambangan liar
seperti penambangan emas di Kabupaten
Sanggau, sehingga masyarakat di Kabupaten
Sanggau lebih merasakan secara langsung
rendahnya kualitas sungai yang disebabkan oleh
zat merkuri yang masuk ke Sungai Kapuas
daripada masyarakat di Kota Pontianak.

Mayoritas masyarakat telah mengetahui ketiga


syarat air (fisik, kimiawi, dan bakteriologi) yang
dapat digunakan sebagai sumber air minum
maupun sumber air bersih. Akan tetapi
pengetahuan masyarakat mengenai syarat fisik
air minum dan air bersih lebih dominan
dibandingkan dengan syarat kimiawi dan syarat
bakteriologi di kedua wilayah. Hal ini
dikarenakan masyarakat dapat mengetahuinya
secara kasat mata syarat fisik melalui kelima
indera seperti air harus bersih dan tidak keruh,
tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, dan
sejuk. Untuk pegetahuan mengenai syarat
kimiawi air minum dan air bersih, masyarakat di
Kabupaten Sanggau lebih peka dibandingkan
dengan masyarakat di Kota Pontianak. Hal ini
dikarenakan di Kabupaten Sanggau (bagian
tengah Sungai Kapuas) terdapat banyak daerah
pertambangan (pertambangan emas tanpa ijin)
sehingga masyarakat di Kabupaten Sanggau
lebih merasakan perubahan air Sungai Kapuas
sebagai akibat dari masuknya zat kimia merkuri
dari pertambangan tersebut.

Mayoritas masyarakat masih menggunakan air


Sungai Kapuas untuk keperluan mandi dan
mencuci pakaian. Hal ini senada dengan
penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa
mayoritas masyarakat mengatakan air sungai
masih layak digunakan sebagai sumber air
bersih. Masyarakat masih sangat tergantung
dengan keberadaan Sungai Kapuas sebagai
sumber air bersih untuk keperluan sehari-hari
seperti untuk mandi, mencuci pakaian dan lain
sebagainya. Walaupun sebagian dari masyarakat
tersebut telah teraliri air ledeng (PDAM).

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1 | 123

Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan Waterfront sebagai Wadah Kegiatan Sosial dan Pemeliharaan Lingkungan

Mayoritas masyarakat baik di Kota Pontianak


maupun di Kabupaten Sanggau, berpendapat
bahwa apabila air sungai digunakan sebagai
sumber air minum, maka akan mempengaruh
pencernaan seperti sakit perut, mual-mual,
muntah dan lain sebagainya. Selain itu
masyarakat juga telah mengetahui jika air
sungai digunakan untuk sumber air bersih, maka
akan menimbulkan penyakit kulit seperti gatalgatal dan iritasi serta mempengaruhi kondisi
pakaian yang di cuci di sungai seperti pakaian
menjadi bau dan tidak bersih. Walaupun
mayoritas masyarakat mengetahui pengaruh
buruk yang ditimbulkan air sungai untuk
kehidupan sehari-hari, akan tetapi masyarakat
masih menggunakan air sungai sebagai sumber
air bersih.

124 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota BSAPPK V2N1

Mayoritas
masyarakat
telah
memiliki
pengetahuan mengenai dampak atau pengaruh
yang diakibatkan dari membuang sampah ke
sungai. Sungai menjadi kotor dipenuhi banyak
sampah. Tentu saja proporsi ini lebih tinggi
dibandingkan yang lainnya. Hal ini dikarenakan
sampah yang mengapung di sungai akan
mengganggu penglihatan dari segi estetika
masyarakat yang tinggal di sekitar sungai.
Sementara itu, proporsi yang relatif sama untuk
masyarakat
yang
mengatakan
dampak
membuang sampah ke sungai yaitu sungai
menjadi bau dan berbakteri.

Mayoritas masyarakat baik di Kota Pontianak


maupun Kabupaten Sanggau mengatakan
bahwa dampak mandi dan mencuci pakaian di
sungai yaitu membuat air sungai mengandung
bahan kimia. Hal ini berarti masyarakat
mengetahui jika mencuci pakaian ataupun
mandi di sungai dapat mencemari sungai
dengan bahan kimia yang terkandung di dalam
sabun cuci atau sabun mandi. Walaupun
masyarakat mengetahui dampak dari mencuci
pakaian dan mandi di sungai, akan tetapi
masyarakat masih menggunakan air sungai
untuk mandi dan mencuci pakaian. Sebagian
besar masyarakat yang tinggal di bantaran
sungai belum mempunyai sanitasi yang baik. Hal
ini menjadikan masyarakat menggunakan air
Sungai Kapuas untuk mencukupi kebutuhan
akan air bersih. Hingga saat ini, masih banyak
masyarakat yang mandi di sungai.

Riska A. Ayuningtyas

Mayoritas masyarakat baik di Kota Pontianak


maupun Kabupaten Sanggau mengatakan
bahwa dampak buang air di sungai yaitu
membuat air sungai menjadi kotor dan pada
akhirnya sungai yang menjadi sarana penularan
penyakit, menimbulkan pencemaran sungai, air
tanah, dan pencemaran lingkungan yang lebih
luas karena terbawa oleh media lain, seperti
lalat. Walaupun masyarakat telah mengetahui
dampak yang diakibatkan apabila buang air di
sungai, akan tetapi berdasarkan penelitian
sebelumnya masyarakat masih beranggapan
bahwa air sungai masih tergolong layak untuk
dijadikan sebagai sumber air bersih. Padahal air
sungai telah tercemar secara fisik, kimia dan
bateriologi. Masyarakat masih mempergunakan
air sungai untuk keperluan hidup sehari-hari
seperti untuk mandi dan mencuci pakaian.
Dapat
dikatakan
bahwa
masyarakat
mengabaikan pengetahuan mengenai kualitas
air sungai sebagai sumber air bersih.

Analisis Kesanggupan Masyarakat


Mayoritas masyarakat memiliki kesanggupan
untuk tidak buang air di sungai, walaupun
hingga saat ini masih ada yang melakukan hal
tersebut.
Tingginya
angka
proporsi
ini
disebabkan oleh sebagian besar masyarakat

baik di Kota Pontianak maupun di Kabupaten


Sanggau telah memiliki kamar mandi/WC sendiri
dirumah masing-masing. Berbeda halnya
dengan kesanggupan masyarakat untuk tidak
mandi mencuci dan tidak buang sampah ke
sungai. Proporsi kesanggupan masyarakat ini
lebih kecil dibandingan dengan kesanggupan
masyarakat untuk tidak buang air ke sungai. Hal
ini membuktikan bahwa masyarakat masih
sangat tergantung akan keberadaan sungai
sebagai sumber air bersih dan sebagai tempat
pembuangan
sampah
(TPS).
Padahal
berdasarkan penelitian sebelumnya menyatakan
bahwa masyarakat telah memiliki pengetahuan
mengenai pengaruh kegiatan tersebut terhadap
tubuh serta dampak yang ditimbulkan akibat
kegiatan tersebut. Seakan-akan masyarakat
mengabaikan pengetahuan dan kesehatan
lingkungan hanya untuk tetap dapat memenuhi
kebutuhan akan sumber air bersih.

Masih minimnya kesanggupan masyarakat


dalam mengelola sungai mulai dari tidak
mendirikan bangunan di sekitar sungai,
menanam vegetasi hingga membersihkan
sampah yang ada di sungai. Padahal kegiatankegiatan tersebut apabila masyarakat lakukan,
akan berdapak positif terhadap kualitas
lingkungan sungai yang merupakan tempat
tinggal mereka. Akan tetapi kurang dari 30%
masyarakat yang sanggup melakukan hal
tesebut. Seakan-akan masyarakat yang tinggal
di bantaran sungai tidak memperdulikan
lingkungan
tempat
tinggalnya.
Padahal
berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai
pengetahuan masyarakat dalam menilai kualitas
lingkungan sungai, sebagian besar masyarakat
telah mengetahui bahwa kualitas Sungai Kapuas
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1 | 125

Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan Waterfront sebagai Wadah Kegiatan Sosial dan Pemeliharaan Lingkungan

telah menurun dari tahun-ketahun. Selain itu


masyarakat juga telah mengetahui bahwa
penyebab rendahnya kualitas sungai adalah
karena banyaknya sampah di sekitar sungai.
Walaupun masyarakat telah mengetahuinya,
masyarakat tetap tidak memiliki kesanggupan
untuk menjaga kelestarian sungai dengan
membersihkan sampah yang ada di sungai.
Pada tabel dibawah ini terlihat jelas bahwa
mayoritas
masyarakat
tidak
memiliki
kesanggupan dalam memelihara atau mengelola
sungai yang merupakan tempat tinggal mereka.
Masyarakat hanya berpangku tangan kepada
pihak pemerintah.

lingkungan sungai yang merupakan tempat


tinggal mereka sendiri. Hal ini terlihat dari nilai
korelasi yang didapat adalah rata-rata 0,00%
untuk ketiga bagian. Nilai ini menunjukkan tidak
adanya hubungan antara kedua variabel
tersebut (pengetahuan dan kesanggupan).
Dengan
mengetahui
seberapa
besar
pengetahuan dalam memelihara lingkungan
yang dimiliki oleh masyarakat, tidak dapat
menerka kesanggupan untuk memelihara dan
mengelola sungai yang dimiliki oleh masyarakat
tersebut.
Jadi
dapat
dikatakan
bahwa
pengetahuan seseorang mengenai lingkungan
sungai tidak dapat menjadi dasar untuk
menjadikan
seseorang
sanggup
untuk
memanfaatkan dan mengelola lingkungan
sungai. (Tabel 1).
Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan dan kesanggupan masyarakat
dalam memelihara sungai

Hubungan
antara
Pengetahuan
Kesanggupan Masyarakat

dengan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,


diketahui bahwa tidak ada hubungan antara
pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat
dalam memelihara lingkungan sungai dengan
kesanggupan masyarakat untuk memanfaatkan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah


dilakukan, diketahui bahwa sebagian besar
faktor-faktor yang diduga mempengaruhi
pengetahuan masyarakat dalam memelihara
lingkungan ternyata tidak memiliki hubungan
antar variabel. Mulai dari pengetahuan
masyarakat mengenai kualitas lingkungan
sungai, pengaruh rendahnya kualitas lingkungan
sungai terhadap kegiatan masyarakat, hingga
pengetahuan mengenai dampak kegiatan
masyarakat terhadap kualitas lingkungan

Tabel 1. Hubungan antara pengetahuan dan kesanggupan masyarakat dalam memelihara lingkungan sungai
Kesanggupan
No

1
2
3

Pengetahuan

Dampak
Membuang
Sampah
Dampak
Mandi dan
Mencuci

Kota Pontianak
Tidak
Tidak
Mandi
Membuang
dan
Sampah
Mencuci

Tidak
Buang Air

0,00

Kabupaten Sanggau
Tidak
Tidak
Mandi
Tidak
Membuang
dan
Buang Air
Sampah
Mencuci

0,00
0,00

Dampak
Buang Air

126 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota BSAPPK V2N1

0,00
0,00

0,00

Riska A. Ayuningtyas

sungai. Hal ini berarti dengan mengetahui


faktor-faktor yang diduga (tingkat pendidikan,
informasi media massa, pengalaman buruk,
usia, tingkat ekonomi, sosialisasi), peneliti tidak
dapat menerka seberapa dalam pengetahuan
yang dimiliki oleh masyarakat dalam memelihara
lingkungan sungai. Perbedaan faktor-faktor yang
dimiliki oleh masyarakat, tidak akan menjadi
jaminan pengetahuan yang dimiliki oleh
masyarakat. Akan tetapi ada tiga faktor yang
diindikasi
mempengaruhi
pengetahuan
masyarakat dalam memelihara lingkungan
sungan. Namun hubungan faktor-faktor tersebut
dengan pengetahuan masyarakat cukup lemah,
berikut akan dijelaskan lebih lanjut :
a) Faktor usia
Faktor usia ini diindikasi mempengaruhi
pengetahuan masyarakat mengenai pengaruh
rendahnya kualitas air sungai sebagai sumber
air minum, walaupun hubungan tersebut masih
tergolong lemah. Dengan mengetahui usia
seseorang, maka dapat diketahui seberapa
besar
pengetahuan
seseorang
mengenai
pengaruh rendahnya kualitas air sungai sebagai
sumber air minum. Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan terlihat bahwa dengan
mengetahui usia masyarakat, berarti dapat
menerka pengetahuan yang dimiliki oleh
masyarakat mengenai pengaruh rendahnya
kualitas air sungai sebagai sumber air minum
hanya sebesar 42%. Hal ini berarti semakin
dewasa (tua) usia, masyarakat semakin cukup
memiliki pengetahuan mengenai pengaruh
rendahnya kualitas air sungai sebagai sumber
air minum. Akan tetapi indikasi hubungan antara
usia dengan pengetahuan masyarakat mengenai
pengaruh rendahnya kualitas air sungai sebagai
sumber air minum hanya terjadi di Kota
Pontianak dan tidak terjadi di Kabupaten
Sanggau. Hal ini dikarenakan sebagian besar
masyarakat di Kota Pontianak telah memiliki
pengetahuan mengenai ketidaklayakan air
sungai dan sudah tidak menggunakan air sungai
sebagai
sumber
air
minum.
Rata-rata
masyarakat
di
Kota
Pontianak
telah
mengkonsumsi air mineral isi ulang. Berbeda
dengan masyarakat di Kabupaten Sanggau,
masih ada diantara masyarakat tersebut yang
menggunakan air sungai sebagai sumber air

minum. Sebagian kecil masyarakat masih belum


memiliki pengetahuan akan ketidaklayakan air
sungai sebagai sumber air minum.
b) Faktor informasi media massa
Faktor informasi media massa diindikasi
mempengaruhi
pengetahuan
masyarakat
mengenai dampak kegiatan sehari-hari terhadap
kualitas lingkugan sungai (membuang sampah,
mandi mencuci dan buang air di sungai) serta
pengetahuan masyarakat mengenai pengaruh
rendahnya kualitas air sungai sebagai sumber
air bersih, walaupun hubungan tersebut masih
tergolong lemah. Dengan adanya informasi dari
media massa, masyarakat lebih memiliki
pengetahuan mengenai dampak membuang
sampah, mandi mencuci dan buang air di sungai
serta pengetahuan masyarakat mengenai
pengaruh rendahnya kualitas air sungai sebagai
air bersih. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan terlihat bahwa dengan pernahnya
masyarakat mendapatkan informasi media
massa seperti dari televisi, radio dan media
cetak mengenai lingkungan sungai, maka dapat
dikatakan bahwa masyarakat tersebut telah
cukup memiliki pengetahuan mengenai :
Dampak buang sampah di sungai sebesar
41%
Dampak mandi dan mencuci di sungai sebesar
45%
Dampak buang sampah di sungai sebesar
36%
Pengaruh rendahnya kualitas air sungai
sebagai sumber air bersih sebesar 32%
Hal ini menunjukkan bahwa semakin seringnya
masyarakat mengakses informasi dari media
elektronik ataupun media cetak, semakin
bertambah
wawasan
atau
pengetahuan
masyarakat tersebut mengenai dampak kegiatan
sehari-hari terhadap kualitas lingkugan sungai
(membuang sampah, mandi mencuci dan buang
air di sungai) serta pengetahuan masyarakat
mengenai pengaruh rendahnya kualitas air
sungai sebagai sumber air bersih. Masyarakat
memiliki pengetahuan tersebut sebagai akibat
dari informasi yang didapat dari media massa.
Akan tetapi indikasi hubungan antara informasi
media massa dengan pengetahuan masyarakat
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1 | 127

Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan Waterfront sebagai Wadah Kegiatan Sosial dan Pemeliharaan Lingkungan

tersebut hanya terjadi di Kabupaten Sanggau.


Masyarakat di Kabupaten Sanggau lebih sering
mendapatkan informasi-informasi mengenai
bagaimana menjaga lingkungan sungai dari
surat kabar, televisi, radio dan sebagainya
daripada masyarakat di Kota Pontianak.
c) Faktor sosialisasi
Faktor sosialisasi diindikasi mempengaruhi
pengetahuan masyarakat mengenai pengaruh
rendahnya kualitas air sungai sebagai sumber
air minum, walaupun hubungan tersebut masih
tergolong lemah. Dengan adanya sosialisasi,
maka masyarakat lebih memiliki pengetahuan
mengenai pengaruh penggunaan air sungai
sebagai sumber air minum. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan terlihat bahwa
dengan adanya sosialisasi, berarti dapat
menerka pengetahuan yang dimiliki oleh
masyarakat mengenai pengaruh rendahnya
kualitas air sungai sebagai sumber air minum
yang hanya sebesar 43%. Hal ini berarti
semakin sering masyarakat menerima sosialisasi
mengenai lingkungan sungai, masyakarat akan
semakin memiliki pengetahuan mengenai
pengaruh rendahnya kualitas air sungai sebagai
sumber air minum. Akan tetapi indikasi hubugan
antara
sosialisasi
dengan
pengetahuan
masyarakat mengenai pengaruh rendahnya
kualitas air sungai sebagai sumber air minum
hanya
terjadi
di
Kabupaten
Sanggau.
Masyarakat di Kabupaten Sanggau lebih sering
mendapatkan
sosialisasi
dari
pemerintah

setempat mengenai lingkungan sungai daripada


masyarkat di Kota Pontianak. Berbeda dengan di
Kota Pontianak, kurang pro-aktifnya pemerintah
daerah ataupun lembaga lainnya untuk
memberikan sosialisasi mengenai lingkungan
sungai kepada masyarakat yang tinggal di
sekitar sempadan sungai. (Tabel 2.)
Setelah
meneliti
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pengetahuan
masyarakat,
perlulah diteliti juga mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi kesanggupan masyarakat
dalam menerapkan pengetahuannya tersebut
sehingga lingkungan sungai akan terpelihara.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
terlihat bahwa semua faktor-faktor yang diduga
mempengaruhi kesanggupan masyarakat untuk
memanfaatkan dan mengelola sungai tidak
memiliki hubungan antar variabel. Hal ini berarti
dengan mengetahui faktor-faktor yang diduga
tersebut (tingkat ekonomi, motivasi/keinginan
untuk pindah, dan kebiasaan/budaya), peneliti
tidak
dapat
menerka
seberapa
besar
kesanggupan masyarakat untuk memanfaatkan
dan mengelola sungai. Perbedaan faktor-faktor
yang dimiliki oleh masyarakat, tidak akan
menjadi jaminan masyarakat sanggup untuk
memanfaatkan dan mengelola sungai. Berikut
adalah faktor-faktor yang diduga berhubungan
dengan
kesanggupan
masyarakat
untuk
memanfaatkan dan mengelola sungai.

Tabel 2. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan masyarakat

128 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota BSAPPK V2N1

Riska A. Ayuningtyas

a) Tingkat ekonomi
Tingkat ekonomi seseorang dapat diukur melalui
pendapatan yang dimiliki oleh orang tersebut.
Semakin tinggi pendapatan yang dimiliki
seseorang,
maka
akan
semakin
besar
kepedulian dan kesadaran orang tersebut untuk
memelihara lingkungan, sehingga akan timbul
kesanggupan
untuk
memanfaatkan
dan
mengelola
lingkungan
sungai.
Namun
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
diketahui bahwa tingkat ekonomi tidak
mempengaruhi kesanggupan masyarakat untuk
memanfaatkan dan mengelola sungai. Hal ini
berarti tinggi rendahnya pendapatan yang
dimiliki masyarakat, bukan menjadi dasar
masyarakat tersebut memiliki kesanggupan
untuk memanfaatkan dan mengelola sungai.
Masyarakat memiliki tingkat ekonomi yang
tinggi, tetapi pada kenyataannya tetap tidak
memiliki kesanggupan untuk memanfaatkan dan
mengelola sungai. Hal ini berarti walaupun
secara ekonomi masyarakat tersebut dapat
dikatakan mampu, akan tetapi masyarakat
tersebut memang tidak mau melakukan hal-hal
yang berhubungan dengan lingkungan sungai.
Padahal
masyarakat
tersebut
memiliki
kemampuan untuk melakukan hal-hal yang
bermanfaat dan mampu untuk mengelola sungai
dengan baik. Akan tetapi tidak adanya keinginan
atau kemauan untuk mengubah prilaku yang
dapat merusak lingkungan sungai. Sebagai
contoh sebagian masyarakat secara ekonomi
telah mampu memiliki toilet pribadi di rumah,
akan tetapi masyarakat tersebut tidak mau
mandi dan mencuci pakaian di toilet pribadi di
rumah.
b) Motivasi/keinginan untuk pindah
Motivasi yang dimaksud adalah adanya
keinginan seseorang yang tinggal di sempadan
sungai untuk pindah, sehingga sempadan sungai
yang merupakan kawan lindung akan terbebas
dari permukiman penduduk. Seseorang yang
memiliki keinginan untuk pindah dari sempadan
sungai, berarti memiliki kesanggupan dalam
memelihara lingkungan sungai. Sebaliknya
seseorang yang tidak memiliki keinginan untuk
pindah akan menimbulkan ancaman kerusakan
lingkungan sungai. Berdasarkan penelitian yang

telah
dilakukan
terlihat
bahwa
faktor
motivasi/keinginan
untuk
pindah
tidak
mempengaruhi kesanggupan masyarakat untuk
memanfaatkan dan mengelola sungai. Hal ini
berarti dengan ada atau tidaknya keinginan
masyarakat untuk pindah dari sempadan sungai,
tidak menjadikan masyarakat tersebut memiliki
kesanggupan untuk memelihara lingkungan
sungai. Apabila masyarakat tetap memilih untuk
tinggal di sempadan sungai, seharusnya
masyarakat tersebut memiliki kesanggupan
untuk menjaga kelestarian sungai. Akan tetapi
masyarakat mengabaikan lingkungan dan
melakukan hal-hal yang dapat mengancam
kelestarian sungai. Padahal sungai merupakan
tempat tinggal dan sumber penghidupan
masyarakat. Masyarakat pada daasarnya tidak
memiliki kemauan dan tidak peduli terhadap
lingkungan sungai.
c) Kebiasaan/budaya
Kebiasaan/budaya yang dimaksud adalah
kebiasaan seseorang tinggal di sempadan
sungai. Kebiasaan ini telah turun-temurun
masyarakat lakukan. Untuk itu seseorang yang
memiliki kebiasaan/budaya tinggal di sempadan
sungai, dapat dikatakan tidak memiliki
kesanggupan dalam memelihara lingkungan
sungai. Hal ini dikarenakan dengan semakin
lama masyarakat tinggal di sempadan sungai,
maka akan semakin mengancam kelestarian
sungai. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan terlihat bahwa faktor kebiasaan/
budaya tinggal di sungai tidak mempengaruhi
kesanggupan seseorang untuk memanfaatkan
dan mengelola sungai. Masyarakat yang telah
turun-temurun tinggal di sempadan sungai,
seharusnya telah tumbuh jiwa memiliki akan
sungai. Masyarakat tersebut tentunya akan
memanfaatkan dan mengelola lingkungan
sungai dengan baik. Akan tetapi pada
kenyataannya tidak demikian. Baik masyarakat
asli maupun masyarakat pendatang yang tinggal
di sempadan sungai tidak memiliki kesanggupan
dalam memelihara lingkungan sungai, sehingga
dapat dikatakan masyarakat tersebut pada
dasanya tidak memiliki kemauan untuk menjaga
sungai yang merupakan tempat tinggal dan
sumber penghidupan masyarakat tersebut.
(Tabel 3.)
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1 | 129

Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan Waterfront sebagai Wadah Kegiatan Sosial dan Pemeliharaan Lingkungan

Kesimpulan
Masyarakat dinilai belum dapat mendukung
pengembangan waterfront di Sungai Kapuas.
Secara
umum,
masyarakat
memiliki
pengetahuan
dalam
menjaga
kualitas
lingkungan sungai. Namun masyarakat sebagai
pengguna sungai dirasakan belum memiliki
kesanggupan
untuk
memanfaatkan
dan
mengelola lingkungan sungai. Hanya segelintir
masyarakat yang memiliki kesanggupan untuk
menjaga lingkungan sungai yang merupakan
tempat tinggal mereka. Sulitnya mengajak
masyarakat untuk memelihara sungai. Hal ini
berarti masyarakat mengabaikan pengetahuan
yang dimiliki. Dari kondisi seperti ini, maka
pengembangan waterfront di Sungai Kapuas
akan menghadapi hambatan dari pola pikir
masyarakat dalam memperlakukan sungai. Pola
pikir masyarakat saat ini sangat sulit untuk
diubah. Masyarakat masih menganggap sungai
sebagai bagian belakang.
Pengetahuan yang dimiliki masyarakat dalam
menjaga kualitas lingkungan sungai tidak
menjadikan
masyarakat
sanggup
untuk
memanfaatkan dan mengelola lingkungan
sungai. Adanya indikasi bahwa pengetahuan
yang masyarakat miliki belum lengkap, sehingga
masyarakat belum memiliki jiwa sadar
lingkungan. Pengetahuan yang masyarakat
miliki belum dapat memberikan efek untuk
mendorong
dan
mendukung
masyarakat
sanggup (mau) memelihara lingkungan sungai.
Pengetahuan masyarakat dalam memelihara
lingkungan sungai diindikasi dipengaruhi tiga

faktor (walaupun lemah) yakni usia, informasi


dari media massa dan sosialisasi. Artinya ada
kecenderungan masyarakat yang memiliki usia
yang lebih matang, sering mendapatkan
informasi dan sosialisasi identik dengan memiliki
pengetahuan lingkungan mengenai pengaruh
rendahnya kualitas air sungai dan dampak
kegiatan sehari-hari terhadap sungai. Padahal
pengetahuan mengenai lingkungan tidak hanya
pada kedua bagian tersebut. Masyarakat yang
memiliki pengetahuan lingkungan sungai juga
harus memahami berbagai hal mengenai
kualitas lingkungan sungai, ketidaklayakan,
syarat dan penggunaan air sungai. Artinya
kematangan usia masyarakat serta seringnya
menerima informasi dan sosialisasi belum
memberikan pengetahuan lingkungan secara
keseluruhan.
Dilihat
dari
faktor-faktor,
kesanggupan
masyarakat untuk memanfaatkan dan mengelola
sungai tidak dipengaruhi oleh tingkat ekonomi,
keinginan untuk pindah dan budaya. Artinya
walaupun masyarakat tersebut mampu secara
finansial,
masyarakat
tetap
tidak
mau
melakukan hal-hal yang dapat melestarikan
sungai. Masyarakat yang tidak ingin pindah dan
telah turun temurun tinggal di sempadan
sungai, juga tidak memiliki kemauan untuk
menjaga lingkungan sungai. Padahal sungai
tersebut merupakan tempat tinggal dan sumber
penghasilan mereka. Selain disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh
masyarakat dalam memelihara sungai, kemauan
masyarakat tersebut juga tergolong rendah,
sehingga lingkungan sungai akan semakin

Tabel 3. Faktor yang mempengaruhi kesanggupan masyarakat


No

Kesanggupan

Memanfaatkan
sungai tanpa
merusak
lingkungan
sungai
Mengelola
sungai

Kota Pontianak
Keinginan
Tingkat
Kebiasaan
untuk
ekonomi
/ budaya
pindah

Kabupaten Sanggau
Keinginan
Tingkat
Kebiasaan
untuk
ekonomi
/ budaya
pindah

0,00

0,04

0,00

0,04

0,00

0,11

0,02

0,00

0,00

0,18

0,00

0,11

130 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota BSAPPK V2N1

Riska A. Ayuningtyas

tercemar dengan berbagai aktivitas masyarakat


yang tinggal di sempadan sungai.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Ir.
Dewi Sawitri Tjokropandojo, MT selaku
pembimbing atas bimbingan dan arahan selama
penelitian.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat.
(2012). Kalimantan Barat Dalam Angka 2012.
Pontianak.
Badan Pusat Statistik Kota Pontianak. (2012).
Pontianak Dalam Angka 2012. Pontianak.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Sanggau.
(2012). Sanggau Dalam Angka 2012.
Sanggau.
Badan Perencana Pembangunan Daerah Kota
Pontianak. _____. Konsep Pengembangan

Tepian
Sungai
Pontianak
Waterfront City). Pontianak.

(Pontianak

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota


Pontianak. _____. Perencanaan Simpul-Simpul
Pengembangan
Sungai
Kapuas
Kota
Pontianak. Pontianak.
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Kapuas.
(2011). Rencana Pengelolaan DAS (RPDAS)
Kapuas Terpadu. Pontianak : Kementerian
Kehutanan,
Direktorat
Jenderal
Bina
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan
Perhutanan Sosial.
Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting, dan M.J. Sitepu.
(1996). Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Lautan Secara Terpadu (Coastal and Marine


Integrated). Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Nugroho
S.
(2000).
Waterfront Cities.
http://www.kompas.com/waterfront.htm.
Diakses tanggal 29 November 2012 pukul
09.54 WIB.

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1 | 131

Anda mungkin juga menyukai