Anda di halaman 1dari 44

CASE BASED DISCUSSION

SEORANG BAYI LAKI-LAKI NEONATAL CUKUP BULAN, SESUAI MASA


KEHAMILAN, BAYI BERAT LAHIR CUKUP, Obs. NEONATAL INFECTION DARI
IBU HBsAg (+), CAPUT SUCCEDANEUM DAN HIPERBILIRUBINEMIA
Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak

DisusunOleh:
Desia Laila Dian S. (012106117)
Pembimbing:
dr. Budi Nurcahyani, Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015
1

HALAMAN PENGESAHAN
Nama

: Desia Laila Dian Saputri

NIM

: 012106117

Fakultas

: Kedokteran

Universitas

: Universitas Islam Sultan Agung ( UNISSULA )

Tingkat

: Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian

: Ilmu Kesehatan Anak

Judul

: SEORANG BAYI LAKI-LAKI NEONATAL CUKUP BULAN,


SESUAI

MASA KEHAMILAN, BAYI

BERAT LAHIR

CUKUP, Obs. NEONATAL INFECTION DARI IBU HBsAg


(+),CAPUT SUCCADANEUM DAN HIPERBILIRUBINEMIA

Demak, April 2015


Mengetahui dan Menyetujui
Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Sunan Kalijaga Kab. Demak
Pembimbing

dr.Budi Nur Cahyani, Sp.A

BAB I
LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS
a. Identitas Pasien
Nama

: By. Ny. I A

Umur

: 0 hari

Jenis Kelamin : Laki-laki


No CM

: 09.94.54

Bangsal

: Perinatologi

Tanggal Lahir

: 10 April 2015

Tanggal keluar : 15 April 2015


b. Identitas Orang Tua
Nama Ayah

: Tn. N

Usia

: 33 tahun

Pendidikan

: SMK

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Sidokumpul 3/7 Guntur Demak

Pernikahan

: Pertama

NamaIbu

: Ny I

Usia

: 29 tahun

Pendidikan

: SMP

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Sidokumpul 3/7 Guntur Demak

Pernikahan

: Kedua

II.

ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 11 April 2015 di bangsal Melati
RSUD Sunan Kalijaga Demak serta didukung catatan medik
a. KeluhanUtama
Bayi lahir dari ibu HBsAg+
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Tanggal 10 April 2015 Ibu dirujuk oleh Bidan pukul 7.00 ke RSUD Sunan
Kalijaga Demak dengan Preeklampsia Ringan (TD : 140/110 dan protein urin
(-)). Kemudian pukul 11.05 ibu melahirkan secara spontan di VK. Lahir Bayi
laki-laki dari Ibu G2P1A0 umur 29 tahun hamil 39 minggu partus spontan
dengan PER.
Sesaat setelah bayi lahir tidak ada lilitan tali pusat, menangis kuat, pernapasan
baik, gerakan aktif, ditemukan caput succadaneum, anus (+), mekonium (+),
APGAR score 8-9-10, BB lahir 3100 gram, PB 50 cm, lingkar kepala 33 cm,
lingkar dada 31 cm, ketuban jernih (+), dan plasenta lahir lengkap. Kemudian
bayi dirawat di ruang Perawatan Bayi Risiko Tinggi (Peristi) dengan Ibu ibu
HbsAg+ dan caput sucadenum
Selama 3 hari di rawat di Peristi tubuh bayi mulai dari wajah sampai kaki
terlihat kuning kemudian di cek kadar bilirubin yaitu bilirubin total 12,8
bilirubin direct 0,9 bilirubin indirect 11,9.
c. Riwayat Kehamilan dan persalinan
1. prenatal
a) Riwayat Haid
Pasien Haid pertama usia 13 tahun, lama haid 5-6 hari siklus teratur 1
bulan sekali, nyeri saat haid disangkal dan HPHT (5-7-2014)
b) Riwayat Pernikahan
Dua kali, dengan suami sekarang sudah menikah selama 1 tahun
c) Riwayat Kehamilan Sebelumnya
Hamil kedua
Anak pertama laki-laki umur 8 tahun, lahir spontan di bidan dengan BB
3800 gram PB ibu lupa dan tidak ada masalah sebelum, saat, dan sesudah
kelahiran
d) Riwayat KB
4

Pernah memakai pil dan suntik KB dan sudah berhenti selama 5 tahun
yang lalu.
e) ANC
Pasien selama kehamilan ini memeriksakan kehamilannya setiap bulan
ke bidan sehingga 9 kali periksa selama hamil
f) Imunisasi Kehamilan
Pasien suntik imunisasi TT 1 kali di bidan.
g) Riwayat Operasi
Pasien mengakui tidak pernah operasi
h) Jamu dan obat-obatan
Riwayat minum jamu disangkal, minum tablet zat besi dan vitamin C
dari bidan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit ibu :
1. Hepatitis : ibu tidak tahu
Kemudian dianyakan :

Kulit Berwarna kekuningan disangakal

Pernah kencing seperti teh disangkal

Nyeri pada perut kanan atas disangkal

Riwayat transfusi darah disangkal

Minum alkohol disangkal

2. Hipertensi sebelum hamil dan saat hamil disangkal


3. Diabetes Mellitus disangkal
4. Demam selama hamil disangkal
5. Hiperemesis gravidarum disangkal
6. Perdarahan selama kehamilan disangkal
7. Asma disangkal
8. Penyakit TB disangkal
9. Penyakit menular seksual disangkal
e. Riwayat Penyakit Keluarga
1.

Hepatitis disangkal

2.

Hipertensi disangkal

3.

Diabetes mellitus disangkal

4.

Pengobatan TB disangkal
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Biaya pengobatan ditanggung Jamkesda
Kesan ekonomi: kurang
2. Riwayat Natal :
Ibu G2P1A0 hamil 39 minggu melahirkan seorang bayi laki-laki di VK
RSUD Sunan Kalijaga Demak partus spontan dengan Ibu PER dan
HBs Ag+
BB : 3100 gram
PB : 50cm
LK : 33cm
LD : 31 cm
APGAR score : 8-9-10
Kesan : Neonatus laki-laki, cukup bulan, BBLC, obs. Neonatal
infection dari ibu HBs Ag+
3. Riwayat postnatal
Ibu dirawat di ruang melati, bayi dirawat di ruang perinatologi RSUD
sunan kalijaga a/i neonatus dengan ibu HbsAg + dan caput
succadaneum.
Riwayat Imunisasi
Imunisasi dilakukan pada tanggal 10 April 2015
Imunisasi Hepatitis B

: 0 bulan (usia 0 hari)

Imunisasi Hyperhep

: 0 bulan (usia 0 hari)

Kesan: Riwayat imunisasi sesuai umur


III.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 10 April 2015, di bangsal perinatologi bed
9 RSUD Sunan Kalijaga Demak:

Status Present
Jenis kelamin : laki-laki
Usia

: 0 hari

BB

: 3100 gram

PB

: 50 cm

LK

: 33cm

LD

: 31 cm

Kurva pertumbuhan Bayi

Kehamilan aterm (39 minggu) dan berat badan bayi 3100 gram
Kesimpulan : Pertumbuhan normal sesuai masa kehamilan.

Ballard score :

Skor : 21+15 = 36 setara 39 minggu.

Tanda Vital
Nadi

: 140 x/menit, reguler, isi tegangan cukup

Pernapasan

: 30 x/menit, reguler

Suhu

: 36,00C

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum

aktif, pucat (-), tangis kuat, sesak (-), warna kulit

kemerahan licin tidak terlihat vena tampak sesak (-).


Kesadaran

: compos mentis

Status Generalis
Kepala

: Mesocephale (+), UUB datar (+) caput succadaneum (+)


sutura melebar (-) fontanela menonjol (-)

Rambut
Mata

: Hitam, tidak mudah dicabut.


: Epicantus melebar (-), palpebra simetris, cekung (+),

Telinga

konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), secret (-).


: Normotia (+), low set ear (+), bentuk sempurna (+) kembali

Hidung
Mulut

sempurna (+), dan tidak bengkak.


: Simetris, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-)
: Palatolabioskizis (-), genioskizis (-), hipersalivasi (-), bibir

Leher
Badan
Thorax

kering (+), sianosis (-)


: Simetris, pembesaran kelenjar (-/-) leher pendek (-)
: lanugo banyak di punggung
: Simetris, retraksi suprasternal (-) intercostal (-) subcostal (-)
pernafasan thorakoabdominal (+), pectus ekscavatus (-)
areola jelas tonjolan 1-2 mm (+)

Paru-paru
o
o
o
o

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi (-).


: Stem fremitus kanan dan kiri sama.
: Sonor seluruh lapangan paru
: Suara dasar : vesikuler
Suara tambahan : wheezing (-), ronkhi (-)

Jantung
o Inspeksi
o Palpasi

: Iktus kordis tidak tampak


: Iktus kordis teraba di sela iga ke V, linea

midclavicularis sinistra, tidak kuat angkat, tidak melebar.

o Auskultasi

: Reguler, Bunyi jantung I-II reguler , gallop (-), bising

(-)
Abdomen
o Inspeksi : datar
o Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-) , turgor kulit

kembali cepat, massa (-), hepar dan lien tidak teraba.


o Perkusi
: Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
o Auskultasi
: Peristaltik (+) normal
Genitalia
: laki-laki, penis 3 cm, rugae jelas, testis sudah turun
i. Anus
Anus (+), rectum (+), meconium (+)
ii. Ekstremitas
Pemeriksaan
Jari lengkap
Rajah ekstremitas

Superior
+/+
+/+

Inferior
+/+
+/+
Garis lipatan pada seluruh

-/-

telapak
-/-

congenital
Akral dingin
Oedem
Capillary refill
Sianosis
Square window
Arm recoil
Scraf sign

-/-/<2
-/Sudut pergelangan tangan 450
Fleksi parsial<90
Siku berada di prosesus

-/-/<2
-/-

Poplitea angle
Heal to ear

xyphoid
-

Sudut paha dan betis 900


Tumit sampai umbilicus

Kelainan

Reflek primitif
o Reflek moro : (+)
o Tonic neck

: (+)

o Sucking reflek: (+)


o Rooting reflek: (+)

10

o Palmar reflek : (+)


o Plantar reflek : (+)
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Rutin
Ibu bayi tanggal 10 April 2015
Darah rutin

Hasil

Hemoglobin (g/dL)

Nilai normal
12-15

13,6
Ht (%)

37-43
40

3
3
Leukosit(x10 /mm )

6.000-17.500
14.000

3
3
Trombosit(x10 /mm

150.000-400.000

Pemeriksaan

225.000
1-3 duke
Masa pendarahan
No
1.
Masa perdarahan

2Tanggal
menit 30 detik
11 maret 2015
2 menit 15 detik

HbsAg +

IV.

Bilirubin

tanggal 14 April 2015

Bilirubin
2-6 kapiler
Total
Direct
Indirect

mg %
12,8
0,9
11,9

DAFTAR MASALAH
No.

Masalah Aktif

1.

Caput

2.

succadaneum
Obs.
Neonatal

3.

Infection
Hiperbilirubinemia

Tanggal

No

10 April 2015

1.

Masalah Pasif
Kesan

sosial

Tanggal
10 April 2015

10 maret 2015 2.

ekonomi kurang
R. Ibu HbsAg (+)

10 April 2015

14 April 2015

R. Ibu PER

10 April 2015

3.

11

V.

DIAGNOSA BANDING
1. Caput succadaneum
2. Obs. Neonatal Infection
3. Hiperbilirubinemia
- Ikterik fisiologis
- Ikterik patologis

VI.

DIAGNOSIS KERJA
Neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan, Berat badan lahir cukup,
observasi neonatal infection Obs. neonatal infection dari Ibu hbsag (+), caput
succadaneum dan hiperbilirubinemia

VII.

INITIAL PLAN
CAPUT SUCADENUM
1. Ip. Dx :
a. Subyektif : b. Obyektif : 2. Ip. Tx : 3. Ip. Mx :

Mengamati kondisi benjolan di kepala


4. Ip. Ex :
Bayi jangan sering diangkat karena dapat memperluas daerah edema
kepala
Ibu agar tidak usah khawatir karena benjolan akan menghilang 2-3
hari.
NEONATAL INFECTION
5. Ip. Dx :
a. Subyektif : b. Obyektif : 6. Ip. Tx : - Injeksi Vitamin K 1 x 1 mg
- Imunisasi Hepatitis B dan HbIg
7. Ip. Mx :

Mengamati keadaan umum dan tanda vital

Mengamati tanda bahaya atau tanda infeksi.


Mengamati tanda tanda sindrom gangguan pernafasan; sianosis,
takipneu dan retraksi dinding dada
8. Ip. Ex :

12

Menjaga kehangatan bayi dengan metode kanguru / kangaroo mother


care yaitu dengan skin to skin contact, atau pemberian lampu belajar
dengan lampu pijar 60 watt dengan jarak 60 cm (pantau suhu bayi)
Memberikan ASI eksklusif jika kondisi sudah memungkinkan dan

selama 6 bulan

Pantau suhu bayi dengan termometer

Menjaga kebersihan tempat tidur dan pakaian bayi

Pantau berat bayi dengan kontrol ke puskesmas/posyandu terdekat

Berikan imunisasi bayi sesuai umur dan jangan terlambat


Melakukan kontrol ke dokter anak untuk memantau perkembangan
dan pertumbuhan bayi
HIPERBILIRUBINEMIA
1. Ip. Dx :
a. Subyektif : b. Obyektif : Golongan Darah, Coomb Test, Pemeriksaan apusan
darah tepi
2. Ip. Tx : Fototerapi 2 x 24 jam
3. Ip. Mx :
Awasi tanda-tanda mukosa kekuningan, sklera ikterik, warna urine
dan feses
Awasi kuning pada tubuh bayi bila lebih dari 7 hari usia bayi
Bila Bilirubin indirect kurang dari 10 mg/dl, bayi boleh rawat jalan
4. Ip. Ex :
Bawa anak ke sinar matahari yang cukup pada pagi hari (6-7 pagi)
Berikan ASI eksklusif pada anak, naik secara bertahap setiap hari
Menjelaskan bahwa ikterik pada bayi tidak apa-apa, dan akan segera

hilang.
Jika ikterik tidak hilang dalam 14 hari, segera rujuk anak ke dokter
spesialis anak.

VIII.

PROGNOSIS
Qua ad vitam

= ad bonam

Qua ad sanam

= dubia ad bonam

Qua ad fungsional

= dubia ad bonam

13

2. PERJALANAN PENYAKIT
PERAWATAN HARI 2
(12/04/15)

PERAWATAN HARI 1
(11/04/15)

Sesak (-)
Minum (-)
Gerak aktif
BAB (+)
BAK (+) N

KU : Menangis kuat, bergerak aktif


HR : 118x/mnt
RR : 30x/mnt
t : 35,8 C (peraxiler)
Kepala
: Mesocephale (+)
caput suksadenum (+) sutura melebar (-)
fontanela menonjol (-)
Rambut
: Hitam, tidak mudah dicabut.
Mata
: Epicantus melebar
(-), palpebra simetris, cekung (-/-),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), secret (-), pupil bulat isokor 2 mm,
Reflek cahaya pupil (N).
Telinga
: Normotia (+), low
set ear (+), bentuk sempurna (+) kembali
sempurna (+) Serumen (-/-), tidak nyeri,
tidak bengkak.
Hidung
: Simetris, sekret (-/-), nafas
cuping hidung (-/-)
Mulut
: Palatolabioskizis
(-), genioskizis (-), Lidah besar (-),
hipersalivasi (-) tonsil bengkak (-), bibir
kering (-), sianosis (-)
Leher : Simetris, pembesaran kelenjar (-/-)
leher pendek (-)
Badan : lanugo banyak di punggung (+)
Thorax
:
Simetris,
retraksi
suprasternal (-) intercostal (-) subcostal (-)
pernafasan thorakoabdominal (+), pectus
ekscavatus (-) areola payudara datar
dengan tidak ada tonjolan (+)

Sesak (-)
Lemas (-)
BAB (-)
BAK (+) N

KU: Menangis kuat dan bergerak aktif


HR : 120x/mnt
RR : 34x/mnt
t : 35,6 C (peraxiler)
Kepala
: Mesocephale (+)
caput suksadenum (+) sutura melebar (-)
fontanela menonjol (-)
Rambut
: Hitam, tidak mudah dicabut.
Mata
: Epicantus melebar
(-), palpebra simetris, cekung (-/-),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
secret (-), pupil bulat isokor 2 mm,
Reflek cahaya pupil (N).
Telinga
: Normotia (+), low
set ear (+), bentuk sempurna (+) kembali
sempurna (+) Serumen (-/-), tidak nyeri,
tidak bengkak.
Hidung
: Simetris, sekret (-/-), nafas
cuping hidung (-/-)
Mulut
: Palatolabioskizis (-),
genioskizis
(-),
Lidah
besar
(-),
hipersalivasi (-) tonsil bengkak (-), bibir
kering (-), sianosis (-)
Leher : Simetris, pembesaran kelenjar (-/-)
leher pendek (-)
Badan : lanugo banyak di punggung (+)
Thorax
: Simetris, retraksi suprasternal
(-) intercostal (-) subcostal (-) pernafasan
thorakoabdominal (+), pectus ekscavatus (-)
areola payudara datar dengan tidak ada
tonjolan (+)
14

Abdomen : datar, supel, peristaltik (+) Abdomen : datar, supel, peristaltik (+) normal,
normal, turgor kulit kembali cepat (+)
turgor kulit kembali cepat (+)
Ekstremitas : akral dingin (-)
Ekstremitas : akral dingin (-)

Inj. Vit. K 1x1 mg


Imunisasi Hepatitis B dan HbIg
Jaga kehangatan
Tahan angkat

PERAWATAN HARI 4
(14/04/15)

PERAWATAN HARI 3
(13/04/15)

Sesak (-)
Minum (-)
BAB (+)
BAK (+) N
Ikterik (+) kramer 4

KU : Menangis kuat, bergerak aktif


HR : 120x/mnt
RR : 36x/mnt
t : 36,0 C (peraxiler)
Kepala
: Mesocephale (+)
caput suksadenum (-) sutura melebar (-)
fontanela menonjol (-)
Rambut
: Hitam, tidak mudah dicabut.
Mata
: Epicantus melebar
(-), palpebra simetris, cekung (-/-),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), secret (-), pupil bulat isokor 2 mm,
Reflek cahaya pupil (N).
Telinga
: Normotia (+), low
set ear (+), bentuk sempurna (+) kembali
sempurna (+) Serumen (-/-), tidak nyeri,
tidak bengkak.
Hidung
: Simetris, sekret (-/-), nafas
cuping hidung (-/-)
Mulut
: Palatolabioskizis
(-), genioskizis (-), Lidah besar (-),
hipersalivasi (-) tonsil bengkak (-), bibir
kering (-), sianosis (-)

Jaga kehangatan
Tahan angkat

Sesak (-)
Demam (-)
Minum (-)
Lemas (-)
BAB (-)
BAK (+) N
Ikterik (+) kramer 4

KU: Menangis kuat dan bergerak aktif


HR : 132x/mnt
RR : 32x/mnt
t : 36,8 C (peraxiler)
Kepala
: Mesocephale (+)
caput suksadenum (-) sutura melebar (-)
fontanela menonjol (-)
Rambut
: Hitam, tidak mudah dicabut.
Mata
: Epicantus melebar
(-), palpebra simetris, cekung (-/-),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
secret (-), pupil bulat isokor 2 mm,
Reflek cahaya pupil (N).
Telinga
: Normotia (+), low
set ear (+), bentuk sempurna (+) kembali
sempurna (+) Serumen (-/-), tidak nyeri,
tidak bengkak.
Hidung
: Simetris, sekret (-/-), nafas
cuping hidung (-/-)
Mulut
: Palatolabioskizis (-),
genioskizis
(-),
Lidah
besar
(-),
hipersalivasi (-) tonsil bengkak (-), bibir
kering (-), sianosis (-)

15

Leher : Simetris, pembesaran kelenjar (-/-) Leher : Simetris, pembesaran kelenjar (-/-)
leher pendek (-)
leher pendek (-)
Badan : lanugo banyak di punggung (+)
Badan : lanugo banyak di punggung (+)
Thorax
:
Simetris,
retraksi Thorax
: Simetris, retraksi suprasternal
suprasternal (-) intercostal (-) subcostal (-)
(-) intercostal (-) subcostal (-) pernafasan
pernafasan thorakoabdominal (+), pectus
thorakoabdominal (+), pectus ekscavatus (-)
ekscavatus (-) areola payudara datar
areola payudara datar dengan tidak ada
dengan tidak ada tonjolan (+)
tonjolan (+)
Abdomen : datar, supel, peristaltik (+) Abdomen : datar, supel, peristaltik (+) normal,
normal, turgor kulit kembali cepat (+)
turgor kulit kembali cepat (+)
Ekstremitas : akral dingin (-)
Ekstremitas : akral dingin (-)
Program : Cek bilirubin
Bilirubin Total : 12,8 mg/dl
Bilirubin Direk : 0,9 mg/dl
Birirubin Indirek : 11,9 mg/dl
Jaga kehangatan

Jaga kehangatan
Rencana Fototerapi
Cek Bilirubin ulang besok

PERAWATAN HARI 5
(15/04/15)
Sesak (-)
BAB (+)
BAK (+) N

KU : Menangis kuat, bergerak aktif


HR : 124x/mnt
RR : 28x/mnt
t : 36,2 C (peraxiler)
Kepala
: Mesocephale (+)
caput suksadenum (-) sutura melebar (-)
fontanela menonjol (-)
Rambut
: Hitam, tidak mudah dicabut.
Mata
: Epicantus melebar
(-), palpebra simetris, cekung (-/-),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), secret (-), pupil bulat isokor 2 mm,
Reflek cahaya pupil (N).
Telinga
: Normotia (+), low
set ear (+), bentuk sempurna (+) kembali
sempurna (+) Serumen (-/-), tidak nyeri,
tidak bengkak.
Hidung
: Simetris, sekret (-/-), nafas
cuping hidung (-/-)

16

Mulut
: Palatolabioskizis
(-), genioskizis (-), Lidah besar (-),
hipersalivasi (-) tonsil bengkak (-), bibir
kering (-), sianosis (-)
Leher : Simetris, pembesaran kelenjar (-/-)
leher pendek (-)
Badan : lanugo banyak di punggung (+)
Thorax
:
Simetris,
retraksi
suprasternal (-) intercostal (-) subcostal (-)
pernafasan thorakoabdominal (+), pectus
ekscavatus (-) areola payudara datar
dengan tidak ada tonjolan (+)
Abdomen : datar, supel, peristaltik (+)
normal, turgor kulit kembali cepat (+)
Ekstremitas : akral dingin (-)
Bilirubin Total : 10,8 mg/dl
Bilirubin Direk : 1,2 mg/dl
Birirubin Indirek : 9,6 mg/dl

17

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Caput succadaneum
1. Pengertian
Caput succedaneum adalah edema kulit kepala anak yang terjadi karena
tekanan dari jalan lahir pada kepala anak. Atau pembengkakan difus, kadang-kadang
bersifat ekimotik atau edematosa, pada jaringan lunak kulit kepala, yang mengenai
bagian kepala terbawah, yang terjadi pada kelahiran verteks. Karena tekanan ini vena
tertutup, tekanan dalam vena kapiler meninggi hingga cairan masuk ke dalam jaringan
longgar dibawah lingkaran tekanan dan pada tempat yang terendah. Dan merupakan
benjolan yang difus kepala, dan melampaui sutura garis tengah.
2. Faktor Penyebab
Kejadian caput succedaneum pada bayi sendiri adalah benjolan pada kepala bayi
akibat tekanan uterus atau dinding vagina dan juga pada persalinan dengan tindakan
vakum ekstraksi, Persalinan lama Dapat menyebabkan caput succedaneum karena
terjadi tekanan pada jalan lahir yang terlalu lama, menyebabkan pembuluh darah vena
tertutup, tekanan dalam vena kapiler meninggi hingga cairan masuk kedalam cairan
longgar dibawah lingkaran tekanan dan pada tempat yang terendah. Persalinan dengan
ekstraksi vakum Pada bayi yang dilahirkan vakum yang cukup berat, sering terlihat
adanya caput vakum sebagai edema sirkulasi berbatas dengan sebesar alat penyedot
vakum yang digunakan. (Sarwono Prawiroharjo.2002)
Caput succedaneum ini ditemukan biasanya pada presentasi kepala, sesuai dengan
posisi bagian yang bersangkutan. Pada bagian tersebut terjadi oedema sebagai akibat

18

pengeluaran serum dari pembuluh darah. Caput succedaneum tidak memerlukan


pengobatan

khusus

dan

biasanya

menghilang

setelah

2-5

hari.(Sarwono

Prawiroharjo.2002)
3. Patofisiologi
Patofisiologi Kelainan ini timbul karena tekanan yang keras pada kepala ketika
memasuki jalan lahir sehingga terjadi bendungan sirkulasi kapiler dan limfe disertai
pengeluaran cairan tubuh ke jaringan ekstra vaskuler. Benjolan caput ini berisi cairan
serum dan sering bercampur dengan sedikit darah. Benjolan dapat terjadi sebagai
akibat bertumpang tindihnya tulang kepala di daerah sutura pada suatu proses
kelahiran sebagai salah satu upaya bayi untuk mengecilkan lingkaran kepalanya agar
dapat melalui jalan lahir. Umumnya moulage ini ditemukan pada sutura sagitalis dan
terlihat segera setelah bayi lahir. Moulage ini umumnya jelas terlihat pada bayi
premature dan akan hilang sendiri dalam satu sampai dua hari. Menurut Sarwono
Prawiraharjo dalam Ilmu Kebidanan 2002, proses perjalanan penyakit caput
succedaneum adalah sebagi berikut : Pembengkakan yang terjadi pada kasus caput
succadeneum merupakan pembengkakan difus jaringan otak, yang dapat melampaui
sutura garis tengah. Adanya edema dikepala terjadi akibat pembendungan sirkulasi
kapiler dan limfe disertai pengeluaran cairan tubuh. Benjolan biasanya ditemukan
didaerah presentasi lahir dan terletak periosteum hingga dapat melampaui sutura.
Pembengkakan pada caput succedaneum dapat meluas menyeberangi garis tengah atau
garis sutura. Dan edema akan menghilang sendiri dalam beberapa hari. Pembengkakan
dan perubahan warna yang analog dan distorsi wajah dapat terlihat pada kelahiran
dengan presentasi wajah. Dan tidak diperlukan pengobatan yang spesifik, tetapi bila
terdapat ekimosis yang ektensif mungkin ada indikasi melakukan fisioterapi dini untuk
hiperbilirubinemia. Moulase kepala dan tulang parietal yang tumpang tindih sering
berhubungan dengan adanya caput succedaneum dan semakin menjadi nyata setelah
caput mulai mereda, kadang-kadang caput hemoragik dapat mengakibatkan syok dan
diperlukan transfusi darah.
4. Gejala atau tanda

19

Gejala ataupun tanda yang sering ditemui pada kasus caput succedaneum sebagai
berikut:
a.

Adanya oedema di kepala, hal ini disebabkan karena adanya penggumpalan

cairan dibawah kulit kepala bayi sehingga kepala bayi terlihat bengkak atau oedema.
b.

Pada perabaan terasa lembut dan lunak. Benjolan ini terlokalisir, dapat tunggal

atau lebih dari satu ( multiple ). Tempat lunak ini akan berdenyut seirama dengan
jantung. Ketika seorang bayi aktif atau mendapat demam, daerah ini akna berdenyut
lebih cepat.
c.

Oedema melampaui sela-sela tulang tengkorak, semua bayi memiliki daerah

lunak di kepala mereka ( fontanel ), yang mungkin tidak akan menutup sampai 18
bulan. Ini adalah tempat dimana tulang tengkorak belum menyatu. Fontanel yang
terbuka ini memberi tengkorak lebih banyak kelenturan selama proses kelahiran atau
ketika bayi membenturkan.
d.

Batas tidak jelas, biasanya pembengkakan akan melewati garis tengah kepala

dan menyeberangi ubun-ubun. Kepala yang tidak rata bisa juga disebabkan pecahnya
pembuluh darah akibat proses persalinan, ciri-cirinya benjolan tidak akan melewat
garis ubun-ubun. Bila darahnya banyak bayi bisa kekurangan darah dan kulitnya
menjadi kuning.
e.

Biasanya menghilang dalam waktu 2 3 hari tanpa pengobatan.

5. Pemeriksaan Diagnostik
Sebenarnya

dalam pemeriksaan caput succedaneum tidak perlu


dilakukan pemeriksaan diagnostik lebih lanjut melihat
caput succedaneum sangat mudah untuk dikenali. Namun
juga sangat perlu untuk melakukan diagnosa banding
dengan menggunakan foto rontgen (X-Ray) terkait dengan
penyerta caput succedaneum yaitu fraktur tengkorak,
koagulopati dan perdarahan intrakranial. (Meida.2009)

6. Penatalaksanaan

20

Menurut Nelson dalam Ilmu Kesehatan Anak (Richard E, Behrman.dkk.2000),


Pembengkakan pada caput succedaneum dapat meluas menyeberangi garis tengah atau
garis sutura. Dan edema akan menghilang sendiri dalam beberapa hari. Pembengkakan
dan perubahan warna yang analog dan distorsi wajah dapat terlihat pada kelahiran
dengan presentasi wajah. Dan tidak diperlukan pengobatan yang spesifik, tetapi bila
terdapat ekimosis yang ektensif mungkin ada indikasi melakukan fisioterapi dini untuk
hiperbilirubinemia.
Moulase kepala dan tulang parietal yang tumpang tindih sering berhubungan dengan
adanya caput succedaneum dan semakin menjadi nyata setelah caput mulai mereda,
kadang-kadang caput hemoragik dapat mengakibatkan syok dan diperlukan transfusi
darah.
Berikut adalah penatalaksanaan secara umum yang bisa diberikan pada anak dengan
caput succedaneum :
1.

Bayi dengan caput succedaneum diberi ASI langsung dari ibu tanpa makanan
tambahan apapun, maka dari itu perlu diperhatikan penatalaksanaan pemberian ASI
yang adekuat dan teratur.

2.

Bayi jangan sering diangkat karena dapat memperluas daerah edema kepala.

3.

Atur posisi tidur bayi tanpa menggunakan bantal

4.

Mencegah terjadinya infeksi dengan :


1) Perawatan tali pusat
2) Personal hygiene baik
5.

Berikan penyuluhan pada orang tua tentang :


1) Perawatan bayi sehari-hari, bayi dirawat seperti perawatan bayi normal.
2) Keadaan trauma pada bayi , agar tidak usah khawatir karena benjolan akan
menghilang 2-3 hari.

21

PERBEDAAN CAPUT SUCCEDANEUM DAN CEPHAL HEMATOM

A : CAPUT SUCCEDANEUM

B: CEPHAL HEMATOM

II. HEPATITIS DALAM KEHAMILAN


a. Definisi

22

Hepatitis merupakan inflamasi dan cedera pada hepar, penyakit ini dapat
disebabkan oleh infeksi atau oleh toksin termasuk alkohol dan dijumpai pada
kanker hati. Hepatitis virus adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar
oleh virus, identifikasi virus penyakit dilakukan terus menerus, tetapi agen
virus A, B, C, D, E, F dan G terhitung kira-kira 95% kasus dari hepatitis virus
akut (Ester Monica, 2002 : 93).
b. Faktor resiko
Faktor resiko terbesar terjadinya infeksi HBV pada anak-anak adalah
melalui transfer perinatal dari ibu dengan status HBsAg positif. Resiko akan
menjadi lebih besar apabila sang ibu juga berstatus HbeAg positif. 70-90% dari
anak-anak mereka akan tumbuh dengan infeksi HBV kronis apabila tidak
diterapi. Pada masa neonatus, antigen Hepatitis B muncul dalam darah 2.5%
bayi-bayi yang lahir dari ibu yang telah terinfeksi. Hal ini menunjukkan bahwa
penyebaran infeksi dapat terjadi pula intra uterine. Dalam beberapa kasus,
antigenemia baru timbul belakangan. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi
terjadi pada saat janin melewati jalan lahir. Virus yang terdapat dalam cairan
amnion, kotoran, dan darah ibu dapat merupakan sumber. Meskipun umumnya
bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi menjadi antigenemis sejak usia 2-5
tahun, adapula bayi-bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif tidak
terpengaruh hingga dewasa. (Zhang, 2004)
Anak-anak yang mengidap infeksi kronis Hepatitis B memiliki resiko
tinggi untuk memiliki penyakit hati yang berat, termasuk karsinoma primer sel
hati, seiring dengan bertambahnya usia. Pada umumnya jarang terjadi
karsinoma sel hati pada anak-anak karena puncaknya adalah pada dekade ke-5
kehidupan, namun beberapa kasus dapat pula terjadi pada anak-anak. Resiko
tertinggi umumnya terjadi pada bayi-bayi yang terpapar infeksi saat lahir atau
pada awal-awal masa kanak-kanak. Banyak penelitian telah dilakukan
mengenai transmisi yang terjadi pada anak-anak dengan ibu yang memiliki
status HBsAg negatif. Transmisi dapat terjadi sebelum anak-anak tersebut
menerima vaksinasi Hepatitis B sesuai jadwalnya. Resiko tertinggi terjadinya
transmisi pada anak-anak dengan ibu yang status HBsAgnya negatif adalah
melalui terjadinya imigrasi. (Lu, 2004)

23

Ditemukan bahwa tanpa resiko persalinan yang tinggi, maka jarang


terjadi infeksi virus Hepatitis B kronis pada perinatal, kecuali pada bayi-bayi
dengan nilai Apgar yang rendah. Hal ini mungkin berhubungan dengan
terjadinya peningkatan dan perbaikan pada perawatan sebelum kelahiran
(prenatal care/PNC). Bagaimanapun juga, status karier pembawa HBsAg
positif merupakan faktor resiko ibu dan neonatus, terutama pada negara-negara
berkembang dimana tingkat karier HBsAg cukup tinggi. Dibutuhkan penelitian
lebih lanjut untuk menyingkirkan kemungkinan terjadinya infeksi virus
Hepatitis B kronis pada kehamilan dengan komplikasi pada populasi dengan
tingkat infeksi virus Hepatitis B kronis yang tinggi
c. Patofisiologi
Transmisi pada neonatus pada umumnya adalah transmisi vertikal,
artinya bayi mendapat infeksi dari ibunya. Infeksi pada bayi dapat terjadi
apabila ibu menderita hepatitis akut pada trimester ketiga, atau bila ibu adalah
karier HBsAg. Bila ibu menderita Hepatitis pada trimester pertama, biasanya
terjadi abortus. Transmisi virus dari ibu ke bayi dapat terjadi pada masa intra
uterine, pada masa perinatal, dan pada masa postnatal. (Matondang, 1984)
Kemungkinan infeksi pada masa intra uterine adalah kecil. Hal ini
dapat terjadi bila ada kebocoran atau robekan pada plasenta. Kita menduga
infeksi adalah intra uterine bila bayi sudah menunjukkan HBsAg positif pada
umur satu bulan. Karena sebagaimana diketahui masa inkubasi Hepatitis B
berkisar antara 40-180 hari, dengan rata-rata 90 hari. (Matondang, 1984)
Infeksi pada masa perinatal yaitu infeksi yang terjadi pada atau segera
setelah lahir adalah kemungkinan cara infeksi yang terbesar. Pada infeksi
perinatal, bayi memperlihatkan antigenemia pada umur 3-5 bulan, sesuai
dengan masa inkubasinya. Infeksi diperkirakan melalui maternal-fetal
microtransfusion pada waktu lahir atau melalui kontak dengan sekret yang
infeksius pada jalan lahir. (Matondang, 1984) Infeksi postnatal dapat terjadi
melalui saliva, air susu ibu rupanya tidak memegang peranan penting pada
penularan postnatal. Transmisi vertikal pada bayi kemungkinan lebih besar
terjadi bila ibu juga memiliki HbeAg. (Zhang, 2004; Matondang, 1984)
Antigen ini berhubungan dengan adanya defek respon imun terhadap HBV,
sehingga memungkinkan tetap terjadi replikasi virus dalam sel-sel hepar. Hal
ini menyebabkan kemungkinan terjadinya infeksi intra uterin lebih besar.
24

Banyak peneliti yang berpegang pada mekanisme infeksi HBV intra uterin
yang merupakan infeksi transplasenta. Pada tahun 1987, Lin mendeteksi
adanya 32 plasenta dari ibu dengan HBsAg dan HbcAg positif dengan
menggunakan PAP imunohistokimia, dan tidak menemukan adanya HBsAg.
Dari hasil penelitian diadapatkan bahwa HBV DNA didistribusikan tertama
melalui sel desidua maternal, namun tidak ditemukan adanya sel pada villi
yang mengandung HBV DNA. Hasil penelitian dengan PCR menunjukkan
adanya tingkat sel-sel yang positif mengandung HBsAg dan HbcAg
proporsinya secara bertahap menurun dari plasenta sisi maternal ke sisi fetus
(sel desidua > sel trofoblas > sel vilus mesenkim > sel endotel kapiler vilus).
HBV dapat menginfeksi seluruh tipe sel pada plasenta sehingga sangat
menunjang terjadinya infeksi intra uterin, dimana HBV menginfeksi sel-sel
dari desidua maternal hingga ke endotel kapiler vilus. (Roshan, 2005; Lu,
2004) HBV juga menginfeksi sel trofoblas secara langsung, kemudian ke sel
mesenkim vilus dan sel endotel kapiler vilus sehingga menyebabkan terjadinya
infeksi pada janin. HBV terlebih dahulu menginfeksi janin, kemudian
menginfeksi berbagai lapisan sel pada plasenta. HBsAg dan HbcAg ditemukan
di sel epidermis amnion, cairan amnion, dan sekret vagina yang menunjukkan
bahwa juga memungkinkan untuk terjadinya infeksi ascending dari vagina.
HBV dari cairan vagina menginfeksi membran fetal terlebih dahulu, kemudian
menginfeksi sel-sel dari berbagai lapisan plasenta mulai dari sisi janin ke sisi
ibu. (Lu, 2004)
Sejak tahun 1980, ditemukan HBV DNA pada seluruh stadium sel
spermatogenik dan sperma dari pria yang terinfeksi HBV. Pada pria-pria
tersebut, terjadi sequencing pada anak-anaknya sebanyak 98-100%. HBV DNA
terutama berada pada plasma ovum dan sel interstitial. Oosit merupakan salah
satu bagian yang dapat terinfeksi pula oleh HBV, sehingga transmisi HBV
melalui oosit dapat terjadi. Sebagai kesimpulan, infeksi HBV dapat terjadi
melalui plasenta dari darah ibu ke janin, selain itu dapat pula terjadi infeksi
HBV melalui vagina dan oosit. (Lu, 2004)
Pada saat kelahiran, sistem imun manusia secara umum belum aktif.
Transmisi transplasental dari imunoglobulin maternal terjadi terutama pada
trimester ketiga dan secara kuantitatif berhubungan dengan usia gestasi. Status

25

imunologis ibu dan antibodi merupakan komponen kritis untuk kualitas dan
spesifisitas dari antibodi yang ditransfer. ASI memperpanjang masa transfer
pasif IgG dan IgA. Sebagai imunitas pasif, sekalipun antibodi yang ada
melindungi terhadap organisme patogen, namun tidak berperan dalam sistem
imun yang memiliki daya memori dan konsekuensinya adalah meningkatnya
produksi antibodi yang high avidity, dimana keduanya menunjukkan
kemampuan bayi untuk berespon terhadap imunisasi. (Domain, 2006)
Secara minimal, antigen dalam rahim (in utero) menunjukkan hasil
pada repertoire B- dan T-cell pada bayi yang masih polos. Paparan terhadap
limfosit yang polos ini meningkat dengan cepat karena banyaknya paparan
terhadap antigen yang dimulai sejak kelahiran. Dalam beberapa jam setelah
kelahiran, beberapa bayi sudah mendapatkan nutrisi enteral dan spesies bakteri
membentuk koloni dalam traktus gastrointestinalis. Kemampuan sel B dan sel
T repertoire untuk meng-kloning sendiri, juga untuk membentuk diferensiasi
khusus penting artinya dalam membentuk respon imunologis aktif. Respon
aktif ini merupakan penanda penting dalam menentukan suksesnya imunisasi.
Imaturitas dari respon aktif ini menentukan efikasi dan keamanan dari setiap
imunisasi

terhadap

bayi.

(Domain,

2006)

d. Diagnosis
Tes serologis antigen komersil tersedia untuk mendeteksi HBsAg dan
HBeAg, dimana Hepatitis B surface antigen akan terdeteksi selama masa
infeksi akut. Jika infeksi yang terjadi bersifat self-limited, maka HBsAg telah
hilang sebelum serum anti-HBs terdeteksi (menandakan window period dari
infeksi). Jika seorang wanita yang akan melahirkan memiliki riwayat Hepatitis
B akut tepat sebelum atau saat kehamilannya, maka wanita tersebut akan di tes
segera saat melahirkan, jika tes dilakukan 6 bulan atau lebih dari sejak wanita
tersebut sakit, maka tes dibutuhkan untuk menentukan status HBsAg yang
terakhir (imun atau karier), terutama jika tes sebelumnya belum lengkap.
Wanita hamil dengan status HBsAg negatif, namun dicurigai memiliki riwayat
kontak Hepatitis B, maka status HBsAg wanita tersebut harus diperiksa segera
setelah melahirkan. (Freij, 1999) Radioimmunoassay dapat digunakan untuk
memeriksa anti-HBs, HBsAg, dan anti-HBc. Jika kadar anti-HBs lebih besar

26

dari 100mIU/mL, maka orang tersebut dinyatakan imun. Konsentrasi antara


10-100 mIU/mL dinyatakan memiliki titer rendah. Seseorang dinyatakan
sebagai karier jika status HBsAg nya tetap positif dalam 6 bulan. (Snyder,
2000) AxSYM adalah penanda mikropartikel dari enzim yang digunakan untuk
mendeteksi secara kualitatif kadar HBsAg pada serum neonatus, dewasa, dan
anak-anak. Marker ini digunakan sebagai perangkat diagnosis infeksi akut
maupun kronis virus Hepatitis B yang berhubungan dengan hasil laboratorium
dan gejala klinis lainnya. Marker ini juga dapat digunakan pada wanita hamil.
(Waknine, 2006)
ARCHITECT AUSAB Reagen Kit adalah marker penanda
mikropartikel chemiluminescent yang digunakan untuk menentukan kadar anti
HBs secara kuantitatif pada plasma dan serum orang dewasa, neonatus, dan
anak-anak. Perangkat ini digunakan untuk pengukuran kuantitatif reaksi
antibodi setelah vaksinasi Hepatitis B, menentukan status imun terhadap HBV,
dan menegakkan diagnosis penyakit Hepatitis B jika digunakan bersama hasil
laboratorium dan gejala klinis lainnya. (Waknine, 2006) Diagnosis serologis
Adanya HBsAg dalam serum tanpa adanya gejala klinik menunjukkan bahwa
penderita adalah pembawa HBsAg, yang merupakan sumber yang penting
untuk penularan. Adanya HbeAg dalam serum memberi petunjuk adanya daya
penularan yang besar. Bila ia menetap lebih dari 10 minggu, merupakan
petunjuk terjadinya proses menahun atau menjadi pembawa virus. Adanya anti
Hbc IgM dapat kita pakai sebagai parameter diagnostik adanya HBV yang
akut, jadi merupakan stadium infeksi yang masih akut. Adanya anti HBc IgG
dapat dipakai sebagai petunjuk adanya proses penyembuhan atau pernah
mengalami infeksi dengan HBV. Adanya anti HBsAg menunjukkan adanya
penyembuhan dan resiko penularan menjadi berkurang dan akan memberi
perlindungan pada infeksi baru. Adanya anti HbeAg pertanda prognosis baik.
(Matondang, 1984)
Skrining untuk HBsAg maternal pada ibu karier merupakan salah satu
pemeriksaan rutin antenatal. Walaupun tidak ada bukti bahwa infeksi HBV
kronis memiliki efek samping terhadap kehamilan, namun ditemukan bahwa
infeksi HBV kronis berhubungan dengan beberapa peningkatan kejadian pada
fetal distress, kelahiran prematur, dan peritonitis akibat aspirasi mekonium.

27

Patofisiologi pada fenomena ini belum jelas, namun faktor perbedaan etnik dan
aktifitas penyakit pada ibu karier HBsAg juga berperan. (Zhang, 2004) Kriteria
ibu mengidap Hepatitis B kronis:
1. Bila ibu mengidap HBsAg positif untuk jangka waktu lebih dari 6 bulan
dan tetap positif selama masa kehamilan dan melahirkan.
2. Bila status HBsAg positif disertai dengan peningkatan SGOT/SGPT, ,maka
status ibu adalah pengidap Hepatitis B.
3. Bila disertai dengan peningkatan SGOT/SGPT pada lebih dari lebih dari 3
kali pemeriksaan dengan interval pemeriksaan antara 2-3 bulan, maka
status ibu adalah penderita Hepatitis B kronis.
4. Status HBsAg positif tersebut dapat disertai dengan atau tanpa HbeAg
positif. (Matondang, 1984).
e. Penatalaksanaan bayi dengan ibu HbsAg Positif
Pada umumnya bayi dengan ibu HBsAg + memiliki nilai Apgar 1 menit
dan 5 menit yang lebih rendah dibandingkan bayi normal. Hal ini
dimungkinkan karena adanya kecenderungan bahwa bayi dengan ibu HBsAg+
lahir prematur sebelum 34 minggu.

28

(Jill, 2005)
Apabila status HBsAg ibu tidak diketahui, maka bayi preterm dan
BBLR harus divaksin Hepatitis B dalam 12 jam pertama setelah kelahirannya.
(Jill, 2005; Snyder, 2000; Duarte, 1997) Karena reaksi antibodi bayi dengan
berat badan lahir kurang dari 2000 gram masih kurang bila dibandingkan
dengan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 2000 gram, maka bayi-bayi
kecil tersebut juga harus mendapat vaksin HBIG dalam 12 jam pertama setelah
kelahirannya. Bayi-bayi dengan berat badan lahir 2000 gram atau lebih dapat
menerima vaksin HBIG secepatnya setelah status HBsAg positif ibu diketahui,
namun sebaiknya vaksin diberikan sebelum tujuh hari setelah kelahiran bayi
tersebut. (Jill, 2005; Pujiarto, 2000)
Apabila diketahui bahwa ibu dengan HBsAg positif, maka seluruh bayi
preterm, tidak tergantung berapapun berat badan lahirnya, harus menerima
vaksin Hepatitis dan HBIG dalam 12 jam setelah kelahirannya. Bayi dengan
berat badan lahir 2000 gram atau lebih dapat menerima vaksin Hepatitis B

29

sesuai dengan jadwal, namun tetap harus diperiksakan kadar antibodi anti-HBs
dan kadar HBsAg nya dalam jangka waktu 3 bulan setelah melengkapi
vaksinasinya. Jika kedua tes tersebut memberikan hasil negatif, maka bayi
tersebut dapat diberikan tambahan 3 dosis vaksin Hepatitis B (ulangan) dengan
interval 2 bulan dan tetap memeriksakan kadar antibodi anti-HBs dan HBsAg
nya. Jika kedua tes tersebut tetap memberikan hasil negatif, maka anak tersebut
dikategorikan tidak terinfeksi Hepatitis B, namun tetap dipertimbangkan
sebagai anak yang tidak berespon terhadap vaksinasi. Tidak dianjurkan
pemberian vaksin tambahan. (Jill, 2005; Matondang, 1984)
Bayi dengan berat badan kurang dari 2000 gram dan lahir dari ibu
dengan HBsAg positif mendapatkan vaksinasi Hepatitis B dalam 12 jam
pertama setelah kelahiran, dan 3 dosis tambahan vaksin Hepatitis B harus
diberikan sejak bayi berusia 1 bulan. Vaksin kombinasi yang mengandung
komponen Hepatitis B belum diuji keefektifannya jika diberikan pada bayi
yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif. Semua bayi dengan ibu HBsAg
positif harus diperiksan kadar antibodi terhadap antigen Hepatitis B permukaan
(anti-HBS, atau Hepatitis B surface antigen) dan HBsAg pada usia 9 bulan dan
15 bulan, sesudah melengkapi serial imunisasi HBV. Beberapa pendapat
mengatakan bahwa tes serologis terhadap antigen dan antibodi tersebut dapat
dilakukan 1-3 bulan setelah selesai melaksanakan serial imunisasi Hepatitis B.
(Snyder, 2000)
Banyak alasan yang mendukung pemberian vaksin Hepatitis tersebut.
Bayi-bayi preterm yang dirawat di rumah sakit seringkali terpapar oleh
berbagai produk darah melalui prosedur-prosedur bedah yang secara teoritis
tentu saja meningkatkan predisposisi terkena infeksi. Pemberian vaksin lebih
awal juga akan memperbaiki jika status maternal HBsAg positif dan juga
menghindarkan terpaparnya bayi dari anggota keluarga lainnya yang juga
HBsAg positif. Hal ini juga menyingkirkan kemungkinan adanya demam yang
disebabkan oleh pemberian vaksin lainnya.
Usia kehamilan kurang bulan dan kurangnya berat badan lahir bukan
merupakan pertimbangan untuk menunda vaksinasi Hepatitis B. Beberapa ahli
menganjurkan untuk tetap melakukan tes serologis 1-3 bulan setelah
melengkapi jadwal imunisasi dasar.

30

f. Imuniprofilaksis untuk Hepatitis B


Imunisasi sesuai jadwal pada anak-anak dengan suspek kontak positif
adalah cara preventif utama untuk mencegah transmisi. Untuk mengurangi dan
menghilangkan terjadinya transmisi Hepatitis B sedini mungkin, maka
dibutuhkan imunisasi yang sifatnya universal. Secara teoritis, vaksinasi
Hepatitis B dianjurkan pada semua anak sebagai bagian dari salah satu jadwal
imunisasi rutin, dan semua anak yang belum divaksinasi sebelumnya,
sebaiknya divaksin sebelum berumur 11 atau 12 tahun.
Imunoprofilaksis dengan vaksin Hepatitis B dan Imunoglobulin
Hepatitis B segera setelah terjadinya kontak dapat mencegah terjadinya infeksi
setelah terjadi kontak dengan virus Hepatitis B. Sangat penting dilakukan tes
serologis pada semua wanita hamil untuk mengidentifikasi apakah bayi yang
dikandung membutuhkan profilaksis awal, tepat setelah kelahirannya untuk
mencegah infeksi Hepatitis B yang terjadi melalui transmisi perinatal.
(Pujiarto, 2000)
Bayi yang menjadi karier HBV kronis karena imunoprofilaksis yang
tidak sempurna, kemungkinan besar terinfeksi saat berada dalam kandungan,
atau ibu bayi tersebut memiliki jumlah virus yang sangat banyak atau terinfeksi
oleh virus yang telah bermutasi dan lolos dari vaksinasi. Apabila infeksi telah
terjadi transplasenta, vaksin HBIg dan HBV tidak dapat mencegah infeksi.
(Roshan,

2005)

31

DAFTAR PUSTAKA
M Sacharin, Rosa. 1986. Prinsip Keperawatan Pediatrik., Jakarta: EGC.
Markun. AH.1999. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Masjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapus.
Nelson Waldo E. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Volume 1. Jakarta : EGC
Saifudin, Abdul Bari, 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardi
Sarwono P ( 1986 ), Ilmu Kebidanan, Edisi II, Cetakan 3, Jakarta, Yayasan Bina
Pustaka.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1985), Ilmu Kesehatan Anak, Jilid III,
Jakarta, Balai Penerbit FKUI.
Rosa M Sacharin ( 1996 ), Prinsip Keperawatan Pediatrik, Jakarta, EGC
Rustam Muchtar (1998). Sinopsis Obstetri, EGC. Jakarta. Maternal dan Neonatal,
Edisi

1,

Yayasan

Bina

Pustaka

Sarwono

Prawirohardjo,

Jakarta.
Wholey and Wong (1997), Essential of Pediatric Nursing, St. Louis Mosby.

32

I.

IKTERIK NEONATORUM
A. PENGERTIAN
Hiperbilirubinemia (Ikterus neonatorum) adalah keadaan ikterus yang
terjadi pada bayi baru lahir yaitu meningginya kadar bilirubin di dalam
jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh
lainnya berwarna kuning ( Ngastiyah, 1997).
B. EPIDEMIOLOGI
Pada sebagian besar neonatus, ikterik akan ditemukan dalam minggu
pertama kehidupannya. Dikemukan bahwa angka kejadian iketrus terdapat
pada 60 % bayi cukup bulan dan 80 % bayi kurang bulan.Ikterus ini pada
sebagian penderita dapat berbentuk fisiologik dan sebagian lagi patologik
yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan
kematian.
C. KLASIFIKASI
Ikterus neonatorum dibagi menjadi ikterus fisiologis dan patologis
(Ngastiyah,1997).
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis
adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa,
1987, Ngastiyah) :
a) Timbul pada hari ke2 dan ke-3 dan tampak jelas pada hari ke-5 dan
ke-6.
b) Kadar Bilirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg%
pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang
bulan.
c) Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per
hari
d) Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
e) Ikterus hilang pada 10 hari pertama
f) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
tertentu
33

2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai
suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus
kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan
dengan keadaan yang patologis.
Karakteristik ikterus patologis (Ngastiyah,1997 ) sebagai berikut :

Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan. Ikterus menetap


sesudah bayi berumur 10 hari ( pada bayi cukup bulan) dan lebih
dari 14 hari pada bayi baru lahir BBLR.

Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg % pada bayi kurang


bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan.

Bilirubin direk lebih dari 1mg%.

Peningkatan bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam.

Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah,


defisiensi enzim G-6-PD, dan sepsis).

Ada juga pendapat ahli lain tentang hiperbilirubinemia yaitu Brown


menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg%
pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly
menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
D. ETIOLOGI
1. Penyebab Ikterus fisiologis

Kurang protein Y dan Z

Enzim glukoronyl transferase yang belum cukup jumlahnya.

Pemberian

ASI

yang

mengandung

pregnanediol

atau

asam lemak bebas yang akan menghambat kerja G-6-PD


2. Penyebab ikterus patologis
a. Peningkatan produksi :

34

Hemolisis, misalnya pada Inkompatibilitas yang terjadi bila


terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada
penggolongan Rhesus dan ABO.
Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan
metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3
(alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar
Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
Kelainan

kongenital

(Rotor

Sindrome)

dan

Dubin

Hiperbilirubinemia.
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya Sulfadiasine, sulfonamide, salisilat, sodium
benzoat, gentamisisn,dll.
c. Gangguan

fungsi

Hati

yang

disebabkan

oleh

beberapa

mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati


dan darah merah seperti Infeksi, Toksoplasmosis, Sifilis, rubella,
meningitis,dll.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif,
hirschsprung.
E. PATOFISIOLOGI IKTERUS
Untuk lebih memahami tentang patofisiologi ikterus maka terlebih dahulu
akan diuraikan tentang metabolisme bilirubin
1. Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah
Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut
dalam air) di dalam hati.Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung
dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat
35

ikatan Albumin (Albumin binding site).Pada bayi yang normal dan


sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan
Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum
Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
2. Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan.Hal ini
dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit,
Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin
adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus
yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran
empedu.
Pada derajat tertentu, Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek
yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak.sifat
ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila
Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang
terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa
kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata
tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan
mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat
Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH,
Markum,1991).
F. TANDA DAN GEJALA

36

Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan


menjadi :
1. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus
pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi
hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala
sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran,
paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).
Sedangkan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning
(ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata
terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 mol/l.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi dari hiperbilirubin dapat terjadi Kern Ikterus yaitu suatu
kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama
pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus,
Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV. Gambaran klinik
dari kern ikterus adalah :
-

Pada permulaan tidak jelas , yang tampak mata berputar-putar

Letargi, lemas tidak mau menghisap.

Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya epistotonus

Bila bayi hidup, pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme
otot,epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.

Dapat terjadi tuli, gangguan bicara dan retardasi mental.

H. DIAGNOSIS
Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu
dalam menegakkan diagnosis hiperbilirubnemia pada bayi.Termasuk
anamnesis mengenai riwayat inkompabilitas darah, riwayat transfusi tukar
atau terapi sinar pada bayi sebelumnya.Disamping itu faktor risiko
kehamilan

dan

persalinan

juga

berperan

dalam

diagnosis

dini

ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko itu antara lain adalah

37

kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama


hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes mellitus, gawat janin,
malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal, dan lain-lain.
Secara klinis ikterus pada bayi dapat dilihat segera setelah lahir atau
setelah beberapa hari kemudian.Pada bayi dengan peninggian bilirubin
indirek, kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga, sedangkan
pada penderita dengan gangguan obstruksi empedu warna kuning kulit
tampak kehijauan.Penilaian ini sangat sulit dikarenakan ketergantungan
dari warna kulit bayi sendiri. Tanpa mempersoalkan usia kehamilan atau
saat timbulnya ikterus, hiperbilirubinemia yang cukup berarti memerlukan
penilaian diagnostic lengkap, yang mencakup penentuan fraksi bilirubin
langsung (direk) dan tidak langsung (indirek) hemoglobin, hitung lekosit,
golongan darah, tes Coombs dan pemeriksaan apusan darah tepi.
Bilirubinemia indirek, retikulositosis dan sediaan apusan memperlihatkan
petunjuk

adanya

hemolisis

akibat

nonimunologik.Jika

terdapat

hiperbilirunemia direk, adanya hepatitis, fibrosis kistis dan sepsis.Jika


hitung retikulosit, tes Coombs dan bilirubin indirek normal, maka mungkin
terdapat hiperbilirubinemia indirek fisiologis atau patologis.
a. Ikterus fisiologis
Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat
adalah 1 3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5
mg/dl /24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2 -3,
biasanya mencapai puncak antara hari ke 2 4, dengan kadar 5 6
mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadar 5 6 mg/dl untuk
selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara
hari ke 5 7 kehidupan.
b. Hiperbilirubin patologis
Makna hiperbilirubinemia terletak pada insiden kernikterus yang
tinggi , berhubungan dengan kadar bilirubin serum yang lebih dari 18
20 mg/dl pada bayi aterm. Pada bayi dengan berat badan lahir rendah
akan memperlihatkan kernikterus pada kadar yang lebih rendah(10
15mg/dl).

38

I. DIAGNOSIS BANDING
Ikterus yang timbul 24 jam pertama kehidupan mungkin akibat
eritroblastosis foetalis, sepsis, rubella atau toksoplasmosis congenital.
Ikterus yang timbul setelah hari ke 3 dan dalam minggu pertama, harus
dipikirkan kemungkinan septicemia sebagai penyebabnya.Ikterus yang
permulaannya timbul setelah minggu pertama kehidupan memberi
petunjuk adanya septicemia, atresia kongental saluran empedu, hepatitis
serum homolog, rubella, hepatitis herpetika, anemia hemolitik yang
disebabkan oleh obat-obatan dan sebagainya.
Ikterus yang persisten selama bulan pertama kehidupan memberi petunjuk
adanya apa yang dinamakan inspissated bile syndrome. Ikterus ini dapat
dihubungkan dengan nutrisi parenteral total.Kadang bilirubin fisiologis
dapat berlangsung berkepanjangan sampai beberapa minggu seperti pada
bayi yang menderita penyakit hipotiroidisme atau stenosis pylorus.
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan sesuai dengan waktu
timbulnya ikterus, yaitu :
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya
kemungkinan dapat disusun sbb:
Inkompabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadangkadang Bakteri)
Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
Kadar Bilirubin Serum berkala.
Darah tepi lengkap (blood smear perifer ) untuk menunjukkan sel
darah merah abnormal atau imatur, eritoblastosisi pada penyakit Rh
atau sferosis pada inkompatibilitas ABO.
Golongan darah ibu dan bayi untuk mengidentifikasi inkompeten
ABO.

39

Test Coombs pada tali pusat bayi baru lahir


Hasil positif test Coomb indirek membuktikan antibody Rh +
anti A dan anti B dalam darah ibu. Hasil positif dari test Coomb direk
menandakan adanya sensitisasi ( Rh+, anti A, anti B dari neonatus )
Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi
Hepar bila perlu.
2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.
Biasanya Ikterus fisiologis.
Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau
golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat
misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih
mungkin.
Polisetimia.
Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis,
pendarahan Hepar, sub kapsula dll).
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan
yang perlu dilakukan:
Pemeriksaan darah tepi.
Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
Pemeriksaan lain bila perlu.
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu
pertama.
Sepsis.
Dehidrasi dan Asidosis.
Defisiensi Enzim G6PD.
Pengaruh obat-obat.
Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:
Karena ikterus obstruktif.

40

Hipotiroidisme
Breast milk Jaundice.
Infeksi.
Hepatitis Neonatal.
Galaktosemia
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
Pemeriksaan Bilirubin berkala.
Pemeriksaan darah tepi.
Skrining Enzim G6PD.
Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.
K. PENATALAKSANAAN MEDIS
Berdasarkan

pada

penyebabnya,

maka

manajemen

bayi

dengan

Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek


dari Hiperbilirubinemia.Pengobatan mempunyai tujuan :
-

Menghilangkan Anemia

Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi

Meningkatkan Badan Serum Albumin

Menurunkan Serum Bilirubin

Metode terapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi


Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat, Menyusui Bayi dengan ASI,
Terapi Sinar Matahari
1. Fototherapi ( terapi sinar )
Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10 mg
%. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi
Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat
Badan Lahir Rendah.
Cara kerja terapi sinar yaitu menimbulkan dekomposisi bilirubin dari
suatu senyawaan tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa
dipirol yang mudah larut dalam air sehingga dapat dikeluarkan melalui
urin dan faeces.Di samping itu pada terapi sinar ditemukan pula
peninggian konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu
41

duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu


ke dalam usus sehingga peristaltic usus meningkat dan bilirubin keluar
bersama faeces. Dengan demikian kadar bilirubin akan menurun.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemberian terapi sinar adalah :
a. Pemberian terapi sinar biasanya selama 100 jam.
b. Lampu yang dipakai tidak melebihi 500 jam.
Sebelum digunakan cek apakah lampu semuanya menyala.
Tempelkan pada alat terapi sinar ,penggunaan yang ke berapa pada
bayi itu untuk mengetahui kapan mencapai 500 jam penggunaan.
c. Pasang label , kapan mulai dan kapan selesainya fototerapi.
d. Pada saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan diubah-ubah;
telentang lalu telungkup agar penyinaran berlangsung merata
Komplikasi fototerapi :
a. Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan
peningkatan Insensible Water Loss (IWL) (penguapan cairan). Pada
BBLR kehilangan cairan dapat meningkat 2-3kali lebih besar.
b. Frekuensi defikasi meningkat sebagai meningkatnya bilirubin
indirek dalam cairan empedu dan meningkatnya peristaltik usus.
c. Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar
( berupa kulit kemerahan)tetapi akan hilang setelah terapi selesai.
d. Gangguan retina bila mata tidak ditutup.
e. Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi sebagian
lampu dimatikan,terapi diteruskan. Jika suhu terus naik lampu semua
dimatikan sementara, bayi dikompres dingin dan diberikan ekstra
minum.
f. Komplikasi pada gonad yang diduga menimbulkan kemandulan.
2. Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
-

Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.

Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.

42

Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam


pertama.

Tes Coombs Positif

Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu


pertama.

Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.

Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.

Bayi dengan Hidrops saat lahir.

Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus

Transfusi Pengganti digunakan untuk :


-

Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)


terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.

Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi


(kepekaan)

Menghilangkan Serum Bilirubin

Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan


keterikatan dengan Bilirubin

Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera


(kurangdari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam
kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari
sampai stabil.
3. Terapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya.Obat ini efektif
baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa
minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal
masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat
urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.

43

4. Menyusui Bayi dengan ASI


Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan
urin.Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI.Seperti diketahui,
ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang
air besar dan kecilnya. Akan tetapi, pemberian ASI juga harus di bawah
pengawasan

dokter

karena

pada

beberapa

kasus, ASI justru

meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast milk jaundice). Di dalam ASI


memang ada komponen yang dapat mempengaruhi kadar bilirubinnya.
Sayang, apakah komponen tersebut belum diketahui hingga saat ini.
Yang pasti, kejadian ini biasanya muncul di minggu pertama dan kedua
setelah bayi lahir dan akan berakhir pada minggu ke-3. Biasanya untuk
sementara ibu tak boleh menyusui bayinya. Setelah kadar bilirubin bayi
normal, baru boleh disusui lagi.
5. Terapi Sinar Matahari
Terapi

dengan

sinar

matahari

hanya

merupakan

terapi

tambahan.Biasanya dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah


sakit.Caranya, bayi dijemur selama setengah jam dengan posisi yang
berbeda-beda. Seperempat jam dalam keadaan telentang, misalnya,
seperempat jam kemudian telungkup. Lakukan antara jam 7.00 sampai
9.00. Inilah waktu dimana sinar surya efektif mengurangi kadar
bilirubin. Di bawah jam tujuh, sinar ultraviolet belum cukup efektif,
sedangkan di atas jam sembilan kekuatannya sudah terlalu tinggi
sehingga akan merusak kulit.
Hindari posisi yang membuat bayi melihat langsung ke matahari karena
dapat merusak matanya.Perhatikan pula situasi di sekeliling, keadaan
udara harus bersih.

44

Anda mungkin juga menyukai