DisusunOleh:
Desia Laila Dian S. (012106117)
Pembimbing:
dr. Budi Nurcahyani, Sp.A
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015
1
HALAMAN PENGESAHAN
Nama
NIM
: 012106117
Fakultas
: Kedokteran
Universitas
Tingkat
Bagian
Judul
BERAT LAHIR
BAB I
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS
a. Identitas Pasien
Nama
: By. Ny. I A
Umur
: 0 hari
: 09.94.54
Bangsal
: Perinatologi
Tanggal Lahir
: 10 April 2015
: Tn. N
Usia
: 33 tahun
Pendidikan
: SMK
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
Pernikahan
: Pertama
NamaIbu
: Ny I
Usia
: 29 tahun
Pendidikan
: SMP
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
Pernikahan
: Kedua
II.
ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 11 April 2015 di bangsal Melati
RSUD Sunan Kalijaga Demak serta didukung catatan medik
a. KeluhanUtama
Bayi lahir dari ibu HBsAg+
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Tanggal 10 April 2015 Ibu dirujuk oleh Bidan pukul 7.00 ke RSUD Sunan
Kalijaga Demak dengan Preeklampsia Ringan (TD : 140/110 dan protein urin
(-)). Kemudian pukul 11.05 ibu melahirkan secara spontan di VK. Lahir Bayi
laki-laki dari Ibu G2P1A0 umur 29 tahun hamil 39 minggu partus spontan
dengan PER.
Sesaat setelah bayi lahir tidak ada lilitan tali pusat, menangis kuat, pernapasan
baik, gerakan aktif, ditemukan caput succadaneum, anus (+), mekonium (+),
APGAR score 8-9-10, BB lahir 3100 gram, PB 50 cm, lingkar kepala 33 cm,
lingkar dada 31 cm, ketuban jernih (+), dan plasenta lahir lengkap. Kemudian
bayi dirawat di ruang Perawatan Bayi Risiko Tinggi (Peristi) dengan Ibu ibu
HbsAg+ dan caput sucadenum
Selama 3 hari di rawat di Peristi tubuh bayi mulai dari wajah sampai kaki
terlihat kuning kemudian di cek kadar bilirubin yaitu bilirubin total 12,8
bilirubin direct 0,9 bilirubin indirect 11,9.
c. Riwayat Kehamilan dan persalinan
1. prenatal
a) Riwayat Haid
Pasien Haid pertama usia 13 tahun, lama haid 5-6 hari siklus teratur 1
bulan sekali, nyeri saat haid disangkal dan HPHT (5-7-2014)
b) Riwayat Pernikahan
Dua kali, dengan suami sekarang sudah menikah selama 1 tahun
c) Riwayat Kehamilan Sebelumnya
Hamil kedua
Anak pertama laki-laki umur 8 tahun, lahir spontan di bidan dengan BB
3800 gram PB ibu lupa dan tidak ada masalah sebelum, saat, dan sesudah
kelahiran
d) Riwayat KB
4
Pernah memakai pil dan suntik KB dan sudah berhenti selama 5 tahun
yang lalu.
e) ANC
Pasien selama kehamilan ini memeriksakan kehamilannya setiap bulan
ke bidan sehingga 9 kali periksa selama hamil
f) Imunisasi Kehamilan
Pasien suntik imunisasi TT 1 kali di bidan.
g) Riwayat Operasi
Pasien mengakui tidak pernah operasi
h) Jamu dan obat-obatan
Riwayat minum jamu disangkal, minum tablet zat besi dan vitamin C
dari bidan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit ibu :
1. Hepatitis : ibu tidak tahu
Kemudian dianyakan :
Hepatitis disangkal
2.
Hipertensi disangkal
3.
4.
Pengobatan TB disangkal
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Biaya pengobatan ditanggung Jamkesda
Kesan ekonomi: kurang
2. Riwayat Natal :
Ibu G2P1A0 hamil 39 minggu melahirkan seorang bayi laki-laki di VK
RSUD Sunan Kalijaga Demak partus spontan dengan Ibu PER dan
HBs Ag+
BB : 3100 gram
PB : 50cm
LK : 33cm
LD : 31 cm
APGAR score : 8-9-10
Kesan : Neonatus laki-laki, cukup bulan, BBLC, obs. Neonatal
infection dari ibu HBs Ag+
3. Riwayat postnatal
Ibu dirawat di ruang melati, bayi dirawat di ruang perinatologi RSUD
sunan kalijaga a/i neonatus dengan ibu HbsAg + dan caput
succadaneum.
Riwayat Imunisasi
Imunisasi dilakukan pada tanggal 10 April 2015
Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi Hyperhep
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 10 April 2015, di bangsal perinatologi bed
9 RSUD Sunan Kalijaga Demak:
Status Present
Jenis kelamin : laki-laki
Usia
: 0 hari
BB
: 3100 gram
PB
: 50 cm
LK
: 33cm
LD
: 31 cm
Kehamilan aterm (39 minggu) dan berat badan bayi 3100 gram
Kesimpulan : Pertumbuhan normal sesuai masa kehamilan.
Ballard score :
Tanda Vital
Nadi
Pernapasan
: 30 x/menit, reguler
Suhu
: 36,00C
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
: compos mentis
Status Generalis
Kepala
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Badan
Thorax
Paru-paru
o
o
o
o
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
o Inspeksi
o Palpasi
o Auskultasi
(-)
Abdomen
o Inspeksi : datar
o Palpasi
Superior
+/+
+/+
Inferior
+/+
+/+
Garis lipatan pada seluruh
-/-
telapak
-/-
congenital
Akral dingin
Oedem
Capillary refill
Sianosis
Square window
Arm recoil
Scraf sign
-/-/<2
-/Sudut pergelangan tangan 450
Fleksi parsial<90
Siku berada di prosesus
-/-/<2
-/-
Poplitea angle
Heal to ear
xyphoid
-
Kelainan
Reflek primitif
o Reflek moro : (+)
o Tonic neck
: (+)
10
Hasil
Hemoglobin (g/dL)
Nilai normal
12-15
13,6
Ht (%)
37-43
40
3
3
Leukosit(x10 /mm )
6.000-17.500
14.000
3
3
Trombosit(x10 /mm
150.000-400.000
Pemeriksaan
225.000
1-3 duke
Masa pendarahan
No
1.
Masa perdarahan
2Tanggal
menit 30 detik
11 maret 2015
2 menit 15 detik
HbsAg +
IV.
Bilirubin
Bilirubin
2-6 kapiler
Total
Direct
Indirect
mg %
12,8
0,9
11,9
DAFTAR MASALAH
No.
Masalah Aktif
1.
Caput
2.
succadaneum
Obs.
Neonatal
3.
Infection
Hiperbilirubinemia
Tanggal
No
10 April 2015
1.
Masalah Pasif
Kesan
sosial
Tanggal
10 April 2015
10 maret 2015 2.
ekonomi kurang
R. Ibu HbsAg (+)
10 April 2015
14 April 2015
R. Ibu PER
10 April 2015
3.
11
V.
DIAGNOSA BANDING
1. Caput succadaneum
2. Obs. Neonatal Infection
3. Hiperbilirubinemia
- Ikterik fisiologis
- Ikterik patologis
VI.
DIAGNOSIS KERJA
Neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan, Berat badan lahir cukup,
observasi neonatal infection Obs. neonatal infection dari Ibu hbsag (+), caput
succadaneum dan hiperbilirubinemia
VII.
INITIAL PLAN
CAPUT SUCADENUM
1. Ip. Dx :
a. Subyektif : b. Obyektif : 2. Ip. Tx : 3. Ip. Mx :
12
selama 6 bulan
hilang.
Jika ikterik tidak hilang dalam 14 hari, segera rujuk anak ke dokter
spesialis anak.
VIII.
PROGNOSIS
Qua ad vitam
= ad bonam
Qua ad sanam
= dubia ad bonam
Qua ad fungsional
= dubia ad bonam
13
2. PERJALANAN PENYAKIT
PERAWATAN HARI 2
(12/04/15)
PERAWATAN HARI 1
(11/04/15)
Sesak (-)
Minum (-)
Gerak aktif
BAB (+)
BAK (+) N
Sesak (-)
Lemas (-)
BAB (-)
BAK (+) N
Abdomen : datar, supel, peristaltik (+) Abdomen : datar, supel, peristaltik (+) normal,
normal, turgor kulit kembali cepat (+)
turgor kulit kembali cepat (+)
Ekstremitas : akral dingin (-)
Ekstremitas : akral dingin (-)
PERAWATAN HARI 4
(14/04/15)
PERAWATAN HARI 3
(13/04/15)
Sesak (-)
Minum (-)
BAB (+)
BAK (+) N
Ikterik (+) kramer 4
Jaga kehangatan
Tahan angkat
Sesak (-)
Demam (-)
Minum (-)
Lemas (-)
BAB (-)
BAK (+) N
Ikterik (+) kramer 4
15
Leher : Simetris, pembesaran kelenjar (-/-) Leher : Simetris, pembesaran kelenjar (-/-)
leher pendek (-)
leher pendek (-)
Badan : lanugo banyak di punggung (+)
Badan : lanugo banyak di punggung (+)
Thorax
:
Simetris,
retraksi Thorax
: Simetris, retraksi suprasternal
suprasternal (-) intercostal (-) subcostal (-)
(-) intercostal (-) subcostal (-) pernafasan
pernafasan thorakoabdominal (+), pectus
thorakoabdominal (+), pectus ekscavatus (-)
ekscavatus (-) areola payudara datar
areola payudara datar dengan tidak ada
dengan tidak ada tonjolan (+)
tonjolan (+)
Abdomen : datar, supel, peristaltik (+) Abdomen : datar, supel, peristaltik (+) normal,
normal, turgor kulit kembali cepat (+)
turgor kulit kembali cepat (+)
Ekstremitas : akral dingin (-)
Ekstremitas : akral dingin (-)
Program : Cek bilirubin
Bilirubin Total : 12,8 mg/dl
Bilirubin Direk : 0,9 mg/dl
Birirubin Indirek : 11,9 mg/dl
Jaga kehangatan
Jaga kehangatan
Rencana Fototerapi
Cek Bilirubin ulang besok
PERAWATAN HARI 5
(15/04/15)
Sesak (-)
BAB (+)
BAK (+) N
16
Mulut
: Palatolabioskizis
(-), genioskizis (-), Lidah besar (-),
hipersalivasi (-) tonsil bengkak (-), bibir
kering (-), sianosis (-)
Leher : Simetris, pembesaran kelenjar (-/-)
leher pendek (-)
Badan : lanugo banyak di punggung (+)
Thorax
:
Simetris,
retraksi
suprasternal (-) intercostal (-) subcostal (-)
pernafasan thorakoabdominal (+), pectus
ekscavatus (-) areola payudara datar
dengan tidak ada tonjolan (+)
Abdomen : datar, supel, peristaltik (+)
normal, turgor kulit kembali cepat (+)
Ekstremitas : akral dingin (-)
Bilirubin Total : 10,8 mg/dl
Bilirubin Direk : 1,2 mg/dl
Birirubin Indirek : 9,6 mg/dl
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Caput succadaneum
1. Pengertian
Caput succedaneum adalah edema kulit kepala anak yang terjadi karena
tekanan dari jalan lahir pada kepala anak. Atau pembengkakan difus, kadang-kadang
bersifat ekimotik atau edematosa, pada jaringan lunak kulit kepala, yang mengenai
bagian kepala terbawah, yang terjadi pada kelahiran verteks. Karena tekanan ini vena
tertutup, tekanan dalam vena kapiler meninggi hingga cairan masuk ke dalam jaringan
longgar dibawah lingkaran tekanan dan pada tempat yang terendah. Dan merupakan
benjolan yang difus kepala, dan melampaui sutura garis tengah.
2. Faktor Penyebab
Kejadian caput succedaneum pada bayi sendiri adalah benjolan pada kepala bayi
akibat tekanan uterus atau dinding vagina dan juga pada persalinan dengan tindakan
vakum ekstraksi, Persalinan lama Dapat menyebabkan caput succedaneum karena
terjadi tekanan pada jalan lahir yang terlalu lama, menyebabkan pembuluh darah vena
tertutup, tekanan dalam vena kapiler meninggi hingga cairan masuk kedalam cairan
longgar dibawah lingkaran tekanan dan pada tempat yang terendah. Persalinan dengan
ekstraksi vakum Pada bayi yang dilahirkan vakum yang cukup berat, sering terlihat
adanya caput vakum sebagai edema sirkulasi berbatas dengan sebesar alat penyedot
vakum yang digunakan. (Sarwono Prawiroharjo.2002)
Caput succedaneum ini ditemukan biasanya pada presentasi kepala, sesuai dengan
posisi bagian yang bersangkutan. Pada bagian tersebut terjadi oedema sebagai akibat
18
khusus
dan
biasanya
menghilang
setelah
2-5
hari.(Sarwono
Prawiroharjo.2002)
3. Patofisiologi
Patofisiologi Kelainan ini timbul karena tekanan yang keras pada kepala ketika
memasuki jalan lahir sehingga terjadi bendungan sirkulasi kapiler dan limfe disertai
pengeluaran cairan tubuh ke jaringan ekstra vaskuler. Benjolan caput ini berisi cairan
serum dan sering bercampur dengan sedikit darah. Benjolan dapat terjadi sebagai
akibat bertumpang tindihnya tulang kepala di daerah sutura pada suatu proses
kelahiran sebagai salah satu upaya bayi untuk mengecilkan lingkaran kepalanya agar
dapat melalui jalan lahir. Umumnya moulage ini ditemukan pada sutura sagitalis dan
terlihat segera setelah bayi lahir. Moulage ini umumnya jelas terlihat pada bayi
premature dan akan hilang sendiri dalam satu sampai dua hari. Menurut Sarwono
Prawiraharjo dalam Ilmu Kebidanan 2002, proses perjalanan penyakit caput
succedaneum adalah sebagi berikut : Pembengkakan yang terjadi pada kasus caput
succadeneum merupakan pembengkakan difus jaringan otak, yang dapat melampaui
sutura garis tengah. Adanya edema dikepala terjadi akibat pembendungan sirkulasi
kapiler dan limfe disertai pengeluaran cairan tubuh. Benjolan biasanya ditemukan
didaerah presentasi lahir dan terletak periosteum hingga dapat melampaui sutura.
Pembengkakan pada caput succedaneum dapat meluas menyeberangi garis tengah atau
garis sutura. Dan edema akan menghilang sendiri dalam beberapa hari. Pembengkakan
dan perubahan warna yang analog dan distorsi wajah dapat terlihat pada kelahiran
dengan presentasi wajah. Dan tidak diperlukan pengobatan yang spesifik, tetapi bila
terdapat ekimosis yang ektensif mungkin ada indikasi melakukan fisioterapi dini untuk
hiperbilirubinemia. Moulase kepala dan tulang parietal yang tumpang tindih sering
berhubungan dengan adanya caput succedaneum dan semakin menjadi nyata setelah
caput mulai mereda, kadang-kadang caput hemoragik dapat mengakibatkan syok dan
diperlukan transfusi darah.
4. Gejala atau tanda
19
Gejala ataupun tanda yang sering ditemui pada kasus caput succedaneum sebagai
berikut:
a.
cairan dibawah kulit kepala bayi sehingga kepala bayi terlihat bengkak atau oedema.
b.
Pada perabaan terasa lembut dan lunak. Benjolan ini terlokalisir, dapat tunggal
atau lebih dari satu ( multiple ). Tempat lunak ini akan berdenyut seirama dengan
jantung. Ketika seorang bayi aktif atau mendapat demam, daerah ini akna berdenyut
lebih cepat.
c.
lunak di kepala mereka ( fontanel ), yang mungkin tidak akan menutup sampai 18
bulan. Ini adalah tempat dimana tulang tengkorak belum menyatu. Fontanel yang
terbuka ini memberi tengkorak lebih banyak kelenturan selama proses kelahiran atau
ketika bayi membenturkan.
d.
Batas tidak jelas, biasanya pembengkakan akan melewati garis tengah kepala
dan menyeberangi ubun-ubun. Kepala yang tidak rata bisa juga disebabkan pecahnya
pembuluh darah akibat proses persalinan, ciri-cirinya benjolan tidak akan melewat
garis ubun-ubun. Bila darahnya banyak bayi bisa kekurangan darah dan kulitnya
menjadi kuning.
e.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Sebenarnya
6. Penatalaksanaan
20
Bayi dengan caput succedaneum diberi ASI langsung dari ibu tanpa makanan
tambahan apapun, maka dari itu perlu diperhatikan penatalaksanaan pemberian ASI
yang adekuat dan teratur.
2.
Bayi jangan sering diangkat karena dapat memperluas daerah edema kepala.
3.
4.
21
A : CAPUT SUCCEDANEUM
B: CEPHAL HEMATOM
22
Hepatitis merupakan inflamasi dan cedera pada hepar, penyakit ini dapat
disebabkan oleh infeksi atau oleh toksin termasuk alkohol dan dijumpai pada
kanker hati. Hepatitis virus adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar
oleh virus, identifikasi virus penyakit dilakukan terus menerus, tetapi agen
virus A, B, C, D, E, F dan G terhitung kira-kira 95% kasus dari hepatitis virus
akut (Ester Monica, 2002 : 93).
b. Faktor resiko
Faktor resiko terbesar terjadinya infeksi HBV pada anak-anak adalah
melalui transfer perinatal dari ibu dengan status HBsAg positif. Resiko akan
menjadi lebih besar apabila sang ibu juga berstatus HbeAg positif. 70-90% dari
anak-anak mereka akan tumbuh dengan infeksi HBV kronis apabila tidak
diterapi. Pada masa neonatus, antigen Hepatitis B muncul dalam darah 2.5%
bayi-bayi yang lahir dari ibu yang telah terinfeksi. Hal ini menunjukkan bahwa
penyebaran infeksi dapat terjadi pula intra uterine. Dalam beberapa kasus,
antigenemia baru timbul belakangan. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi
terjadi pada saat janin melewati jalan lahir. Virus yang terdapat dalam cairan
amnion, kotoran, dan darah ibu dapat merupakan sumber. Meskipun umumnya
bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi menjadi antigenemis sejak usia 2-5
tahun, adapula bayi-bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif tidak
terpengaruh hingga dewasa. (Zhang, 2004)
Anak-anak yang mengidap infeksi kronis Hepatitis B memiliki resiko
tinggi untuk memiliki penyakit hati yang berat, termasuk karsinoma primer sel
hati, seiring dengan bertambahnya usia. Pada umumnya jarang terjadi
karsinoma sel hati pada anak-anak karena puncaknya adalah pada dekade ke-5
kehidupan, namun beberapa kasus dapat pula terjadi pada anak-anak. Resiko
tertinggi umumnya terjadi pada bayi-bayi yang terpapar infeksi saat lahir atau
pada awal-awal masa kanak-kanak. Banyak penelitian telah dilakukan
mengenai transmisi yang terjadi pada anak-anak dengan ibu yang memiliki
status HBsAg negatif. Transmisi dapat terjadi sebelum anak-anak tersebut
menerima vaksinasi Hepatitis B sesuai jadwalnya. Resiko tertinggi terjadinya
transmisi pada anak-anak dengan ibu yang status HBsAgnya negatif adalah
melalui terjadinya imigrasi. (Lu, 2004)
23
Banyak peneliti yang berpegang pada mekanisme infeksi HBV intra uterin
yang merupakan infeksi transplasenta. Pada tahun 1987, Lin mendeteksi
adanya 32 plasenta dari ibu dengan HBsAg dan HbcAg positif dengan
menggunakan PAP imunohistokimia, dan tidak menemukan adanya HBsAg.
Dari hasil penelitian diadapatkan bahwa HBV DNA didistribusikan tertama
melalui sel desidua maternal, namun tidak ditemukan adanya sel pada villi
yang mengandung HBV DNA. Hasil penelitian dengan PCR menunjukkan
adanya tingkat sel-sel yang positif mengandung HBsAg dan HbcAg
proporsinya secara bertahap menurun dari plasenta sisi maternal ke sisi fetus
(sel desidua > sel trofoblas > sel vilus mesenkim > sel endotel kapiler vilus).
HBV dapat menginfeksi seluruh tipe sel pada plasenta sehingga sangat
menunjang terjadinya infeksi intra uterin, dimana HBV menginfeksi sel-sel
dari desidua maternal hingga ke endotel kapiler vilus. (Roshan, 2005; Lu,
2004) HBV juga menginfeksi sel trofoblas secara langsung, kemudian ke sel
mesenkim vilus dan sel endotel kapiler vilus sehingga menyebabkan terjadinya
infeksi pada janin. HBV terlebih dahulu menginfeksi janin, kemudian
menginfeksi berbagai lapisan sel pada plasenta. HBsAg dan HbcAg ditemukan
di sel epidermis amnion, cairan amnion, dan sekret vagina yang menunjukkan
bahwa juga memungkinkan untuk terjadinya infeksi ascending dari vagina.
HBV dari cairan vagina menginfeksi membran fetal terlebih dahulu, kemudian
menginfeksi sel-sel dari berbagai lapisan plasenta mulai dari sisi janin ke sisi
ibu. (Lu, 2004)
Sejak tahun 1980, ditemukan HBV DNA pada seluruh stadium sel
spermatogenik dan sperma dari pria yang terinfeksi HBV. Pada pria-pria
tersebut, terjadi sequencing pada anak-anaknya sebanyak 98-100%. HBV DNA
terutama berada pada plasma ovum dan sel interstitial. Oosit merupakan salah
satu bagian yang dapat terinfeksi pula oleh HBV, sehingga transmisi HBV
melalui oosit dapat terjadi. Sebagai kesimpulan, infeksi HBV dapat terjadi
melalui plasenta dari darah ibu ke janin, selain itu dapat pula terjadi infeksi
HBV melalui vagina dan oosit. (Lu, 2004)
Pada saat kelahiran, sistem imun manusia secara umum belum aktif.
Transmisi transplasental dari imunoglobulin maternal terjadi terutama pada
trimester ketiga dan secara kuantitatif berhubungan dengan usia gestasi. Status
25
imunologis ibu dan antibodi merupakan komponen kritis untuk kualitas dan
spesifisitas dari antibodi yang ditransfer. ASI memperpanjang masa transfer
pasif IgG dan IgA. Sebagai imunitas pasif, sekalipun antibodi yang ada
melindungi terhadap organisme patogen, namun tidak berperan dalam sistem
imun yang memiliki daya memori dan konsekuensinya adalah meningkatnya
produksi antibodi yang high avidity, dimana keduanya menunjukkan
kemampuan bayi untuk berespon terhadap imunisasi. (Domain, 2006)
Secara minimal, antigen dalam rahim (in utero) menunjukkan hasil
pada repertoire B- dan T-cell pada bayi yang masih polos. Paparan terhadap
limfosit yang polos ini meningkat dengan cepat karena banyaknya paparan
terhadap antigen yang dimulai sejak kelahiran. Dalam beberapa jam setelah
kelahiran, beberapa bayi sudah mendapatkan nutrisi enteral dan spesies bakteri
membentuk koloni dalam traktus gastrointestinalis. Kemampuan sel B dan sel
T repertoire untuk meng-kloning sendiri, juga untuk membentuk diferensiasi
khusus penting artinya dalam membentuk respon imunologis aktif. Respon
aktif ini merupakan penanda penting dalam menentukan suksesnya imunisasi.
Imaturitas dari respon aktif ini menentukan efikasi dan keamanan dari setiap
imunisasi
terhadap
bayi.
(Domain,
2006)
d. Diagnosis
Tes serologis antigen komersil tersedia untuk mendeteksi HBsAg dan
HBeAg, dimana Hepatitis B surface antigen akan terdeteksi selama masa
infeksi akut. Jika infeksi yang terjadi bersifat self-limited, maka HBsAg telah
hilang sebelum serum anti-HBs terdeteksi (menandakan window period dari
infeksi). Jika seorang wanita yang akan melahirkan memiliki riwayat Hepatitis
B akut tepat sebelum atau saat kehamilannya, maka wanita tersebut akan di tes
segera saat melahirkan, jika tes dilakukan 6 bulan atau lebih dari sejak wanita
tersebut sakit, maka tes dibutuhkan untuk menentukan status HBsAg yang
terakhir (imun atau karier), terutama jika tes sebelumnya belum lengkap.
Wanita hamil dengan status HBsAg negatif, namun dicurigai memiliki riwayat
kontak Hepatitis B, maka status HBsAg wanita tersebut harus diperiksa segera
setelah melahirkan. (Freij, 1999) Radioimmunoassay dapat digunakan untuk
memeriksa anti-HBs, HBsAg, dan anti-HBc. Jika kadar anti-HBs lebih besar
26
27
Patofisiologi pada fenomena ini belum jelas, namun faktor perbedaan etnik dan
aktifitas penyakit pada ibu karier HBsAg juga berperan. (Zhang, 2004) Kriteria
ibu mengidap Hepatitis B kronis:
1. Bila ibu mengidap HBsAg positif untuk jangka waktu lebih dari 6 bulan
dan tetap positif selama masa kehamilan dan melahirkan.
2. Bila status HBsAg positif disertai dengan peningkatan SGOT/SGPT, ,maka
status ibu adalah pengidap Hepatitis B.
3. Bila disertai dengan peningkatan SGOT/SGPT pada lebih dari lebih dari 3
kali pemeriksaan dengan interval pemeriksaan antara 2-3 bulan, maka
status ibu adalah penderita Hepatitis B kronis.
4. Status HBsAg positif tersebut dapat disertai dengan atau tanpa HbeAg
positif. (Matondang, 1984).
e. Penatalaksanaan bayi dengan ibu HbsAg Positif
Pada umumnya bayi dengan ibu HBsAg + memiliki nilai Apgar 1 menit
dan 5 menit yang lebih rendah dibandingkan bayi normal. Hal ini
dimungkinkan karena adanya kecenderungan bahwa bayi dengan ibu HBsAg+
lahir prematur sebelum 34 minggu.
28
(Jill, 2005)
Apabila status HBsAg ibu tidak diketahui, maka bayi preterm dan
BBLR harus divaksin Hepatitis B dalam 12 jam pertama setelah kelahirannya.
(Jill, 2005; Snyder, 2000; Duarte, 1997) Karena reaksi antibodi bayi dengan
berat badan lahir kurang dari 2000 gram masih kurang bila dibandingkan
dengan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 2000 gram, maka bayi-bayi
kecil tersebut juga harus mendapat vaksin HBIG dalam 12 jam pertama setelah
kelahirannya. Bayi-bayi dengan berat badan lahir 2000 gram atau lebih dapat
menerima vaksin HBIG secepatnya setelah status HBsAg positif ibu diketahui,
namun sebaiknya vaksin diberikan sebelum tujuh hari setelah kelahiran bayi
tersebut. (Jill, 2005; Pujiarto, 2000)
Apabila diketahui bahwa ibu dengan HBsAg positif, maka seluruh bayi
preterm, tidak tergantung berapapun berat badan lahirnya, harus menerima
vaksin Hepatitis dan HBIG dalam 12 jam setelah kelahirannya. Bayi dengan
berat badan lahir 2000 gram atau lebih dapat menerima vaksin Hepatitis B
29
sesuai dengan jadwal, namun tetap harus diperiksakan kadar antibodi anti-HBs
dan kadar HBsAg nya dalam jangka waktu 3 bulan setelah melengkapi
vaksinasinya. Jika kedua tes tersebut memberikan hasil negatif, maka bayi
tersebut dapat diberikan tambahan 3 dosis vaksin Hepatitis B (ulangan) dengan
interval 2 bulan dan tetap memeriksakan kadar antibodi anti-HBs dan HBsAg
nya. Jika kedua tes tersebut tetap memberikan hasil negatif, maka anak tersebut
dikategorikan tidak terinfeksi Hepatitis B, namun tetap dipertimbangkan
sebagai anak yang tidak berespon terhadap vaksinasi. Tidak dianjurkan
pemberian vaksin tambahan. (Jill, 2005; Matondang, 1984)
Bayi dengan berat badan kurang dari 2000 gram dan lahir dari ibu
dengan HBsAg positif mendapatkan vaksinasi Hepatitis B dalam 12 jam
pertama setelah kelahiran, dan 3 dosis tambahan vaksin Hepatitis B harus
diberikan sejak bayi berusia 1 bulan. Vaksin kombinasi yang mengandung
komponen Hepatitis B belum diuji keefektifannya jika diberikan pada bayi
yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif. Semua bayi dengan ibu HBsAg
positif harus diperiksan kadar antibodi terhadap antigen Hepatitis B permukaan
(anti-HBS, atau Hepatitis B surface antigen) dan HBsAg pada usia 9 bulan dan
15 bulan, sesudah melengkapi serial imunisasi HBV. Beberapa pendapat
mengatakan bahwa tes serologis terhadap antigen dan antibodi tersebut dapat
dilakukan 1-3 bulan setelah selesai melaksanakan serial imunisasi Hepatitis B.
(Snyder, 2000)
Banyak alasan yang mendukung pemberian vaksin Hepatitis tersebut.
Bayi-bayi preterm yang dirawat di rumah sakit seringkali terpapar oleh
berbagai produk darah melalui prosedur-prosedur bedah yang secara teoritis
tentu saja meningkatkan predisposisi terkena infeksi. Pemberian vaksin lebih
awal juga akan memperbaiki jika status maternal HBsAg positif dan juga
menghindarkan terpaparnya bayi dari anggota keluarga lainnya yang juga
HBsAg positif. Hal ini juga menyingkirkan kemungkinan adanya demam yang
disebabkan oleh pemberian vaksin lainnya.
Usia kehamilan kurang bulan dan kurangnya berat badan lahir bukan
merupakan pertimbangan untuk menunda vaksinasi Hepatitis B. Beberapa ahli
menganjurkan untuk tetap melakukan tes serologis 1-3 bulan setelah
melengkapi jadwal imunisasi dasar.
30
2005)
31
DAFTAR PUSTAKA
M Sacharin, Rosa. 1986. Prinsip Keperawatan Pediatrik., Jakarta: EGC.
Markun. AH.1999. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Masjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapus.
Nelson Waldo E. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Volume 1. Jakarta : EGC
Saifudin, Abdul Bari, 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardi
Sarwono P ( 1986 ), Ilmu Kebidanan, Edisi II, Cetakan 3, Jakarta, Yayasan Bina
Pustaka.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1985), Ilmu Kesehatan Anak, Jilid III,
Jakarta, Balai Penerbit FKUI.
Rosa M Sacharin ( 1996 ), Prinsip Keperawatan Pediatrik, Jakarta, EGC
Rustam Muchtar (1998). Sinopsis Obstetri, EGC. Jakarta. Maternal dan Neonatal,
Edisi
1,
Yayasan
Bina
Pustaka
Sarwono
Prawirohardjo,
Jakarta.
Wholey and Wong (1997), Essential of Pediatric Nursing, St. Louis Mosby.
32
I.
IKTERIK NEONATORUM
A. PENGERTIAN
Hiperbilirubinemia (Ikterus neonatorum) adalah keadaan ikterus yang
terjadi pada bayi baru lahir yaitu meningginya kadar bilirubin di dalam
jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh
lainnya berwarna kuning ( Ngastiyah, 1997).
B. EPIDEMIOLOGI
Pada sebagian besar neonatus, ikterik akan ditemukan dalam minggu
pertama kehidupannya. Dikemukan bahwa angka kejadian iketrus terdapat
pada 60 % bayi cukup bulan dan 80 % bayi kurang bulan.Ikterus ini pada
sebagian penderita dapat berbentuk fisiologik dan sebagian lagi patologik
yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan
kematian.
C. KLASIFIKASI
Ikterus neonatorum dibagi menjadi ikterus fisiologis dan patologis
(Ngastiyah,1997).
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis
adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa,
1987, Ngastiyah) :
a) Timbul pada hari ke2 dan ke-3 dan tampak jelas pada hari ke-5 dan
ke-6.
b) Kadar Bilirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg%
pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang
bulan.
c) Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per
hari
d) Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
e) Ikterus hilang pada 10 hari pertama
f) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
tertentu
33
2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai
suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus
kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan
dengan keadaan yang patologis.
Karakteristik ikterus patologis (Ngastiyah,1997 ) sebagai berikut :
Pemberian
ASI
yang
mengandung
pregnanediol
atau
34
kongenital
(Rotor
Sindrome)
dan
Dubin
Hiperbilirubinemia.
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya Sulfadiasine, sulfonamide, salisilat, sodium
benzoat, gentamisisn,dll.
c. Gangguan
fungsi
Hati
yang
disebabkan
oleh
beberapa
36
Bila bayi hidup, pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme
otot,epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
H. DIAGNOSIS
Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu
dalam menegakkan diagnosis hiperbilirubnemia pada bayi.Termasuk
anamnesis mengenai riwayat inkompabilitas darah, riwayat transfusi tukar
atau terapi sinar pada bayi sebelumnya.Disamping itu faktor risiko
kehamilan
dan
persalinan
juga
berperan
dalam
diagnosis
dini
37
adanya
hemolisis
akibat
nonimunologik.Jika
terdapat
38
I. DIAGNOSIS BANDING
Ikterus yang timbul 24 jam pertama kehidupan mungkin akibat
eritroblastosis foetalis, sepsis, rubella atau toksoplasmosis congenital.
Ikterus yang timbul setelah hari ke 3 dan dalam minggu pertama, harus
dipikirkan kemungkinan septicemia sebagai penyebabnya.Ikterus yang
permulaannya timbul setelah minggu pertama kehidupan memberi
petunjuk adanya septicemia, atresia kongental saluran empedu, hepatitis
serum homolog, rubella, hepatitis herpetika, anemia hemolitik yang
disebabkan oleh obat-obatan dan sebagainya.
Ikterus yang persisten selama bulan pertama kehidupan memberi petunjuk
adanya apa yang dinamakan inspissated bile syndrome. Ikterus ini dapat
dihubungkan dengan nutrisi parenteral total.Kadang bilirubin fisiologis
dapat berlangsung berkepanjangan sampai beberapa minggu seperti pada
bayi yang menderita penyakit hipotiroidisme atau stenosis pylorus.
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan sesuai dengan waktu
timbulnya ikterus, yaitu :
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya
kemungkinan dapat disusun sbb:
Inkompabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadangkadang Bakteri)
Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
Kadar Bilirubin Serum berkala.
Darah tepi lengkap (blood smear perifer ) untuk menunjukkan sel
darah merah abnormal atau imatur, eritoblastosisi pada penyakit Rh
atau sferosis pada inkompatibilitas ABO.
Golongan darah ibu dan bayi untuk mengidentifikasi inkompeten
ABO.
39
40
Hipotiroidisme
Breast milk Jaundice.
Infeksi.
Hepatitis Neonatal.
Galaktosemia
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
Pemeriksaan Bilirubin berkala.
Pemeriksaan darah tepi.
Skrining Enzim G6PD.
Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.
K. PENATALAKSANAAN MEDIS
Berdasarkan
pada
penyebabnya,
maka
manajemen
bayi
dengan
Menghilangkan Anemia
42
43
dokter
karena
pada
beberapa
dengan
sinar
matahari
hanya
merupakan
terapi
44