Anda di halaman 1dari 41

CASE BASED DISCUSSION NEONATUS

NEONATUS POSTTERM, ASFIKSIA BERAT, DAN


SUSPEK SAM (SINDROM ASPIRASI MEKONEUM)

Disusun Oleh :
Hendri Darmawan Saputro ( 01.208.5667 )
Galleta Selena Boer

( 01.208.5661 )

Pembimbing :
dr. Hartono, Sp.A
dr. Slamet Widi, Sp.A
dr. Z. Hidayati, Sp.A
dr. Opy Dyah P, Sp.A

ILMU KESEHATAN ANAK RSUD KOTA SEMARANG


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2011

LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Bayi Ny. D.S

Umur

: 2 hari

Jenis kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

TTL

: Semarang, 19 Juni 2012

Alamat

: Jl. Gasem Sari RT 01/03 Kel.Tlogomulyo,Pedurungan

Bangsal

: Perinatologi

Masuk RS

: 18 Juni 2012

No. RM

: 22.50.19

Nama Bapak

: Tn. I.S.

Umur

: 26 tahun

Pekerjaan

: Swasta

Nama Ibu

: Ny. D.S

Umur

: 23 tahun

Pekerjaan

:Ibu Rumah Tangga

No.Hp

: 085714887528

A. DATA DASAR
1. Anamnesis ( Alloanamnesis )
Alloanamnesis dengan ibu penderita di ruang Perinatologi dilakukan pada tanggal 23
Juni 2012 pukul 15.00 WIB dan didukung catatan medis.
Keluhan utama

: bayi tidak menangis

Riwayat Penyakit Sekarang

Sebelum lahir
o Ibu G1P0A0, usia 23 tahun, hamil 42 minggu 2 hari, HPHT 2 Oktober
2011, riwayat haid teratur, siklus haid 30 hari, lama haid 6 7 hari per
siklus, ibu rutin memeriksakan kehamilan, ibu sudah mendapat suntikan
TT sebanyak 2x selama hamil, ibu tidak pernah memeriksakan ke spesialis
kandungan, riwayat trauma disangkal, riwayat dipijat disangkal, terdapat
riwayat penyakit darah tinggi, riwayat kencing manis disangkal, riwayat
minum jamu atau obat selain dari bidan disangkal, selama hamil obatobatan yang dikonsumsi hanya tablet tambah darah dan vitamin. Ibu
memiliki riwayat hipertensi. Tekanan darah diukur 150/90 mmHg.
o Ibu mulai di rawat di bangsal Srikandi pada tanggal 18 Juni 2012 pukul
08.00, lalu diprogamkan untuk sectio cesare atas indikasi serotinus pada
tanggal 19 Juni 2012 jam 08.00
Sesudah Lahir
o Seorang bayi dengan jenis kelamin perempuan lahir di IBS RSUD Kota
Semarang pada tanggal 19 Juni 2012 pukul 10.05 WIB secara sectio
cesarea. Saat lahir bayi usaha bernafas lemah, tonus otot lumpuh,
pernapasan tidak teratur, HR < 100 x/menit, warna kulit pucat kebiruan
seluruh badan. Kemudian 5 dan 10 menit setelah diresusitasi bayi tetap
merintih dan hipotonus, namun HR > 100 x/menit, warna masih pucat
kebiruan pada seluruh tubuh. Ketuban keruh dan ditemukan mekonium
staning berwarna hijau kekuningan pada kuku dan hidung. APGAR score
2-3-4 dengan BBL 3100 gram, panjang badan 47 cm. Lingkar kepala 34
cm. Lingkar dada 34 cm.
2

o Plasenta lahir manual, kotiledon lengkap, tidak ada infark atau hematom.
o Setelah persalinan karena kondisi bayi kurang baik, bayi dirawat intensif
di ruang Perinatologi.

Perawatan di ruang Perinatologi


o Bayi dipasang infus tali pusat D10% 8 tpm kemudian diambil sampel darah
untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium.

Hari pertama (20/6/12)


-

Dilakukan pemasangan infus umbilical D10% 8 tpm kemudian diambil

darah untuk diperiksakan di laboratorium.


Gerakan bayi kurang aktif, BAB(-), BAK (+), menangis kuat (-), merintih

(+), ikterik (-) muntah (-) .


Diet ditunda 24 jam
HR :160, RR:50,suhu:35,6 oC, nadi:isi dan tekanan cukup

Hari kedua (21/6/12),


-

Gerakan bayi kurang aktif, BAB(-), BAK (+). Menangis kuat (-), merintih

(+), ikterik (-).


Diet ASI melalui OGT, minum kuat (-), residu (-).
HR :150, RR: 48,suhu:36,5 oC, nadi:isi dan tekanan cukup

Hari ketiga (22/6/12),


-

Gerakan bayi kurang aktif, merintih, BAB(-), BAK (+). Ikterik (-)
Diet ASI melalui OGT, minum kuat (-)
HR :150, RR:40,suhu:36,7 oC, nadi:isi dan tekanan cukup

Hari keempat (23/6/12)


-

Gerakan bayi kurang aktif, merintih, BAB(+), BAK (+). Ikterik (-)
Diet ASI melalui OGT, minum kuat (-)
HR :144, RR:30,suhu:34,7 oC, nadi:isi dan tekanan cukup

Riwayat Penyakit Dahulu :

Ibu mengaku memiliki riwayat hipertensi. Riwayat ibu menderita diabetes mellitus,
asma, penyakit jantung, penyakit ginjal, alergi, anemia, penyakit kelainan darah

sebelum hamil disangkal.


Riwayat ibu keputihan berbau busuk atau menderita penyakit menular seksual selama
kehamilan atau pada saat proses persalinan seperti misalnya gonorea, klamidia,

trikomoniasis, kandidiasis, vaginalis disangkal.


Riwayat ayah menderita penyakit menular seksual sebelum dan selama istrinya hamil

disangkal.
Riwayat ibu mengidap batuk-batuk lama lebih dari 3 minggu, mendapat pengobatan
paru selama 6 bulan dan membuat kencing bewarna merah selama kehamilan

disangkal.
Riwayat ibu menderita demam tinggi selama proses kehamilan disangkal
Riwayat ibu merokok disangkal
Riwayat ayah merokok diakui, biasanya ayah merokok di luar rumah, tidak dekat
dengan ibu saat mengandung.

Riwayat Persalinan dan Kehamilan :


Bayi perempuan lahir dari ibu G1P0A0 hamil 42 minggu 2 hari, lahir secara sectio
caesar di IBS RSUD Kota Semarang, tidak langsung menangis, berat badan lahir
3100 gram, panjang badan saat lahir 47 cm, lingkar kepala saat lahir 34 cm , lingkar
dada saat lahir 34 cm, tidak ada kelainan bawaan. Ketuban keruh dan ditemukan
mekonium staning berwarna hijau kekuningan pada kuku dan hidung. APGAR Score
2-3-4.
Kesan : neonatus postterm, lahir sectio cesarea dengan asfiksia berat dan suspek
SAM.

Riwayat Pemeliharaan Prenatal :


Ibu biasa memeriksakan kandungannya secara teratur ke bidan terdekat. Mulai saat
mengetahui kehamilan hingga usia kehamilan 7 bulan pemeriksaan dilakukan
1x/bulan. Saat usia kehamilan memasuki usia kandungan ke-8 bulan, pemeriksaan

rutin dilakukan 2x/bulan hingga lahir. Selama hamil ibu telah mendapat suntikan TT
1x. Ibu memiliki riwayat penyakit hipertensi.

Tidak pernah menderita penyakit

selama kehamilan. Riwayat perdarahan saat hamil disangkal. Riwayat trauma saat
hamil disangkal. Riwayat minum obat tanpa resep dokter ataupun minum jamu
disangkal. Obat obat yang diminum selama kehamilan adalah vitamin dan tablet
tambah darah.
Kesan : riwayat pemeliharaan prenatal baik.
Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak :
Pertumbuhan :
-

Berat badan lahir


Panjang badan
Lingkar kepala
Lingkar dada

: 3100 gram
: 47 cm
: 34 cm
: 34 cm

Perkembangan :
Belum dapat dinilai dan di evaluasi
Riwayat Makan dan Minum Anak :
Diet ditunda sementara karena asfiksia berat (12-24 jam) terpasang infus D 10%.
Setelah 24 jam bayi di berikan ASI melalui OGT.
Riwayat Imunisasi :
Hepatitis B

: 0 bulan

BCG

:-

Polio

:-

Kesan

: anak belum mendapatkan imunisasi

Riwayat Sosial Ekonomi :


Ayah penderita bekerja sebagai wiraswasta dengan penghasilan Rp 800.000,perbulan, menanggung 1 istri dan 1 anak. Ibu penderita seorang ibu rumah tangga.
Biaya pengobatan ditanggung oleh Jampersal.
Kesan : Sosial ekonomi kurang.
5

Riwayat Keluarga Berencana :


Ibu penderita tidak sedang mengikuti program keluarga berencana
Data Keluarga
AYAH
I
26 tahun
SMP
Sehat

Pernikahan ke
Umur saat menikah
Pendidikan terakhir
Keadaan kesehatan

IBU
I
23 tahun
SD
Sehat

Data Perumahan
Kepemilikan rumah

: rumah orang tua

Keadaan rumah

: rumah dengan 3 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang sholat.


Dinding rumah dari tembok, berlantaikan keramik
beratapkan genteng. 1 buah WC di dalam rumah dan
dibuang ke septic tank. Limbah buangan ke saluran atau
selokan yang ada. Sumber air berasal dari sumur, jarak
antara sumur dengan septic tank 10 meter

Keadaan lingkungan

: Rumah saling berdampingan dengan tetangga lainnya

2. Pemeriksaan Fisik
Tanggal 23 Juni2012, pukul 15.40 WIB
Anak perempuan usia 4 hari, berat badan 3100 gram, panjang badan 47 cm, lingkar
kepala 34 cm, lingkar dada 34 cm.
Kesan umum : somnolen, tampak kurang aktif, napas spontan adekuat, tangisan
merintih, ikterik (-), ditemukan tanda-tanda neonatus postterm.

Tanda vital :
-

Tekanan Darah: - ( tidak di ukur )

Nadi

: 144 x/ menit, isi dan tegangan cukup.

Laju nafas

: 30 x/ menit

Suhu

: 34,7 C ( axilla )

Status Internus
o Kepala
Mesocephale, ukuran lingkar kepala 34, ubun-ubun besar tidak tegang dan
tidak membonjol, caput succedaneum (-), cephale hematom (-), sutura tidak
melebar, rambut hilam terdistribusi merata, mudah dipilah, tidak mudah
dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan.
o Mata
konjungtiva anemis(-/-),sklera ikterik(-/-),Refleks cahaya(+/+),isokor(2,5 mm)
o Hidung
bentuk normal, tidak ada septum deviasi, napas cuping hidung (-),secret(-/-)
o Telinga
Bentuk normal, membalik segera setelah dilipat, tulang rawan tebal sampai
tepi, liang telinga lapang, discharge (-/-)
o Mulut
Labioschizis (-), palatoschizis (-), bibir sianosis (-), stomatitis (-), trismus (-)
Thorax
o Paru
Inspeksi

: hemithorax dextra sama dengan hemithorax sinistra, retraksi (-)

Palpasi

: sterm fremitus tidak dilakukan, pergerakan hemithorax dextra dan

sinistra simetris dalam pergerakan napas.


Perkusi

: tidak dilakukan pemeriksaan

Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki (+/+), wheezing(-/-)


o Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : tidak teraba pulsasi ictus cordis
Perkusi : batas jantung tidak bisa dinilai
Auskultasi : BJ I-II reguler, bising jantung (-), murmur (-), gallop (-)
o Abdomen
7

Inspeksi : membuncit, tali pusat layu, tidak berbau, pus (-), darah (-),
terpasang infus umbilicalis.
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : tegang, hepar dan lien tidak teraba membesar
o Genitalia : perempuan, labia mayor sudah menutupi labia minor
o Anorektal : lubang anus (+)
o Ekstremitas :
Rajah tangan dan kaki sudah sempurna dan terdapat tanda-tanda serotinus (ex:
kulit mengelupas/washer woman hand)
Superior

Inferior

Deformitas

- /-

- /-

Akral dingin

- /-

- /-

Akral sianosis

- /-

- /-

Ikterik

- /-

- /-

CRT

< 2 detik

< 2 detik

Tonus

Hipotonus

hipotonus

o Kulit
Lanugo sedikit dan tidak rata, sianotik (-), pucat (-), ikterik (-) sklerema (-)

o Reflek primitif
o Refleks Hisap

: (-)

o Refleks Rooting

: (-)

o Refleks Moro

: (+)

o Refleks Palmar Grasp

: (+)

o Refleks Plantar Grasp

: (+)

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah Rutin
Tanggal

Hb (gr/dl)

Ht (%)

Leukosit

Trombosit

(mm3)

(mm3)

19/6/12

15,5

45,3

18.200

309.000

23/6/12

15,4

46,40

6.300

265.000

Pemeriksaan Kimia Darah dan elektrolit

Tangg

GDS

al

Bilirubi

Bilirubi

Natriu

n total

n direct

Kalium

Calciu
m

19/6/12

164

147

3.20

1.23

20/6/12

140

1.14

23/6/12

116

4,12

3,68

139

3.7

1.23

Pemeriksaan Khusus :

BALLARD SCORE

10

Maturitas
neuromuskuler

Poin

Maturitas fisik

Poin

Sikap tubuh

Kulit

Jendela siku-siku

Lanugo

Rekoil lengan

Lipatan telapak kaki

Sudut popliteal

Payudara

Tanda Selempang

Bentuk telinga

Tumit ke kuping

Genitalia (laki-laki)

Total

20

Total

23

New Ballard Score = maturitas neuromuskular + maturitas fisik


= 20 + 23

11

= 43
Kesan : kelahiran postterm >42 minggu
APGAR SCORE
Klinis

10

Appearance

Pulse

Grimace

Activity

Respiratory Effort

B. RESUME
o Telah lahir bayi perempuan dari ibu G1P0A0 hamil 42 minggu 2 hari, usia
23 tahun, lahir dengan sectio cesare atas indikasi serotinus, ditolong oleh
dokter di IBS RSUD Semarang. Saat lahir tidak langsung menangis, bayi
tampak pucat seluruh badan, nadi < 100x/menit, tonus otot lemah. Berat
badan lahir 3.100 gram, panjang badan 47 cm, lingkar kepala 34 cm, dan
lingkar dada 34 cm. Ketuban keruh dan ditemukan mekonium staning
berwarna hijau kekuningan pada kuku dan hidung. Ibu memiliki riwayat
hipertensi, tekanan darah diukur 150/90 mmHg. Apgar score 2 3 4.
Kesan : neonatus postterm, lahir sectio caesar dengan asfiksia berat dan suspek SAM.

Dari pemeriksaan fisik pada tanggal 23 Juni 2012 didapatkan :

Tanda vital

Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Suhu

: - ( tidak dilakukan pemeriksaan )


: 144x/menit, isi dan tegangan cukup
: 30x/menit
: 34,7C (Axilla)

12

Status Internus

Kepala

: ubun-ubun besar datar dan tidak membonjol, caput suksaidenum

Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Thorax

:
:
:
:
:

(-), cepal hematom (-)


pupil bulat, isokor, reflek cahaya (+/+)
napas cuping hidung (-/-)
dalam batas normal
dalam batas normal
pergerakan dada simetris, retraksi supraklavikula (-), intercostal
(-), epigastrial (-)

Paru

: suara napas vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (+/+)

Jantung

: tidak teraba membesar, bunyi jantung I-II reguler, murmur (-),


gallop (-)

Abdomen
Tulang belakang
Genitalia
Anorektal

Ekstremitas

:
:
:
:

tali pusat insersio di tengah, tampak layu


dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal

Rajah tangan dan kaki sudah sempurna, terdapat tanda-tanda serotinus (kulit
mengelupas/washer woman hand)
Superior

Inferior

Deformitas

- /-

- /-

Akral dingin

- /-

- /-

Akral sianosis

- /-

- /-

Ikterik

- /-

- /-

Capillary refill

< 2 detik

< 2 detik

Tonus

Hipotonus

hipotonus

13

Kulit

Lanugo sedikit dan tidak rata, sianotik (-), pucat (-), ikterik (-),
sklerema (-)

Pemeriksaan Penunjang

Darah rutin

: dalam batas normal

GDS

: dalam batas normal

Elektrolit

: dalam batas normal

Bilirubin

: dalam batas normal

Pemeriksaan Khusus

Ballard score

: kelahiran postterm 42 minggu 2 hari

APGAR score

: Asfiksia berat

Kesan :

neonatus postterm, lahir section cesarea, bayi berat lahir cukup


sesuai masa kehamilan, asfiksia berat, suspek SAM.

C. DIAGNOSIS BANDING
1. Neonatus Postterm
a. SMK (Sesuai Masa Kehamilan)
b. BMK (Besar Masa Kehamilan)
c. KMK (Kecil Masa Kehamilan)
2. Asfiksia Berat
i. Faktor Ibu
1. Hipertensi
2. Infeksi pada ibu ( TORCH )
3. Diabetes Mellitus
ii. Faktor Plasenta
1. Lilitan tali pusat
2. Solution plasenta
3. Plasenta previa
iii. Faktor Janin
1. Bayi post term
14

2.
3.
4.
5.
6.

Fetal distress
Makrosomia
Letak sungsang
Bayi preterm
Gemeli

3. Suspek SAM (Sindrom Aspirasi Mekoneum)


D. DIAGNOSIS SEMENTARA
1.

Bayi lebih Bulan (neonatus postterm) Sesuai Masa kehamilan

2.

Asfiksia Berat -faktor ibu(hipertensi)


-faktor janin (postterm)

3.

Suspek SAM(Sindrom Aspirasi Mekoneum)

E. TERAPI ( MEDIKAMENTOSA dan DIETETIK )


A. Terapi Awal

Medikamentosa
-

O2 (headbox) 6 L/menit

Fluid challange NaCl 30 cc/ 10 menit

Infus umbilikal D10 % 186 / 8 tpm mikro

Injeksi Ampisilin 2 x 150 mg IV

Injeksi Ca Gluconas 2 x 1 cc ad aqua IV pelan

Injeksi dexamethason 2 x 1/5 ampul (0,31 mg/hari)

Injeksi Vit K 1 x 1 mg

Diet
-

Tunda diet 24 jam pertama

Terpasang OGT

B. Terapi Sekarang

Medikamentosa
-

Infus umbilikal D10% 372 / 16 tpm mikro

Injeksi Ampisilin 2 x 150 mg IV

Injeksi Ca Gluconas 2 x 1 cc ad aqua IV pelan

15

Injeksi dexamethason 2 x 1/5 ampul (0,31 mg/hari)

Drip dopamin 3 mg/kgbb (0,5 cc/jam)

Diet

Kebutuhan cairan hari ke 4

= 120 cc x 3,1 kg= 372 cc

F. PROGRAM

Evaluasi keadaan umum dan tanda vital

Awasi tanda-tanda gangguan pernapasan

Awasi tanda-tanda dehidrasi

Jaga kehangatan

Rawat tali pusat

Bila bayi mulai aktif, menangis keras (+), minum kuat (+) tanda-tanda
gangguan napas (-) coba ASI ad libitum.

Fisioterapi dada, dilakukan penepukan pada dada dengan maksud


untuk melepaskan lendir yang kental

G. PROGNOSA
Quo ad vitam

: bonam

Quo ad sanam

: bonam

Quo ad fungsionam : bonam


H. USULAN
1.

Pemeriksaan darah rutin ulang

2.

Baby Gram

3.

Konsul dokter spesialis mata

4.

Pemeriksaan BGA

5.

Pemeriksaan GDS ulang (atas indikasi)

6.

Pemeriksaan GDT (atas indikasi)

7.

Pemeriksaan elektrolit ulang (atas indikasi)

8.

Pemeriksaan Bilirubin ulang (atas indikasi)

9.

Pemeriksaan kultur darah (atas indikasi)

16

I. NASEHAT
1. Jaga kehangatan bayi
2. Perawatan tali pusat
3. Pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan, berikan 2-3 jam sekali
4. Ibu harus selalu membersihkan puting susu sebelum maupun
sesudah menyusui. Jika ibu menggunakan botol susu, pastikan botol
susu dalam keadaan bersih dan harus selalu dicuci serta direbus
sebelum digunakan.
5. Kebanyakan bayi cenderun menghisap udara yang berlebihan
sewaktu menyusui. Karena itu setelah menyusui sendawakan bayi
dengan cara meletakkan bayi tegak lurus di pundak dan tepuk
punggungnya perlahan-lahan sampai ia mengeluarkan udara.
6. Lakukan pemeriksaan kesehatan bayi secara rutin ke pusat
pelayanan kesehatan terdekat untuk memantau tumbuh kembang
bayi serta pemberian imunisasi dasar.
7. Ibu harus menemui dokter secepat mungkin jika bayinya :
1. Mempunyai masalah bernafas
2. Merintih
3. Tampak berwarna kebiruan (sianotik)
4. Suhu tubuh 38C
5. Muntah atau buang air besar berlebihan (>3x/hari)
6. Tersedak

atau

mengeluarkan

ASI

dari

hidung

saat

menyusui
7. Mengeluarkan darah (walaupun sedikit) pada air kencing
maupun beraknya
8. Kejang
8. Kontrol ke dokter spesialis mata setelah usia 1 bulan
9. Kontrol ke dokter spesialis THT setelah usia 2 bulan
10.

Hindari asap rokok di sekitar bayi karena paru-paru bayi masih

sangat rentan terhadap infeksi pernapasan.

17

TINJAUAN PUSTAKA
ASFIKSIA NEONATORUM
A. Definisi
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur
pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan
hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis (IDAI). Sedangkan menurut WHO, asfiksia
neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir.

18

Asfiksia dapat bermanifestasi sebagai disfungsi multiorgan, kejang dan


ensefalopati hipoksik-iskemik, serta asidemia metabolik. Bayi yang mengalami
episode hipoksia-iskemi yang signifikan saat lahir memiliki risiko disfungsi dari
berbagai organ, dengan disfungsi otak sebagai pertimbangan utama.

B. Etiologi dan Faktor Risiko


Pengolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari:

1. Faktor Ibu
a. Hipoksia ibu Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat
analgetika atau anestesia dalam.
b. CPD
c. Penyakit pada ibu

Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan

Hipertensi

Infeksi TORCH

2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta. .

Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan

mendadak pada plasenta, misalnya kalsifikasi plasenta, solusio plasenta,


plasenta previa dan lain-lain.

3. Faktor Janin
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
a. Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarah intrakranial.
b. Kelainan

konginental

pada

bayi,

misalnya

hernia

diafrakmatika

atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.


c. Fetal distress

19

Tabel 3.1 Faktor Risiko Asfiksia Neonatorum

C. Patofisiologi
1. Fisiologi Janin Memperoleh Oksigen
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan
untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin
dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO 2) parsial rendah. Hampir
seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh
darah janin, Sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah
yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta.
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber
utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan
alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen
mengalir ke dalam pembuluh darah di sekitar alveoli.
Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada
sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan
peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi
sehingga tahanan terhadap aliran darah bekurang.

20

Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik,


menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan
sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus
menurun.
Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi,
duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus
sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke
seluruh jaringan tubuh.
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paruparunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam
akan mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru
merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk
adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru
menjadi kemerahan.
2. Kesulitan yang dialami bayi selama masa transisi
Bayi dapat mengalami kesulitan sebelum lahir, selama persalinan atau setelah
lahir. Tanda klinis awal dapat berupa deselerasi frekuensi jantung janin. Masalah yang
dihadapi setelah persalinan lebih banyak berkaitan dengan jalan nafas dan atau paruparu, misalnya sulit menyingkirkan cairan atau benda asing seperti mekonium dari
alveolus, sehingga akan menghambat udara masuk ke dalam paru mengakibatkan
hipoksia. Bradikardia akibat hipoksia dan iskemia akan menghambat peningkatan
tekanan darah (hipotensi sistemik).
Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada organ
seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke jantung dan otak
tetap stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen. Walaupun
demikian jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi kegagalan fungsi
miokardium dan kegagalan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan darah, yang
mengkibatkan aliran darah ke seluruh organ akan berkurang. Sebagai akibat dari
kekurangan perfusi oksigen dan oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan
jaringan otak yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian.

21

Penelitian menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda vital pertama yang


berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen. Setelah periode awal pernapasan
yang cepat maka periode selanjutnya disebut apnu primer. Rangsangan seperti
mengeringkan atau menepuk telapak kaki akan menimbulkan pernapasan. Walaupun
demikian bila kekurangan oksigen terus berlangsung, bayi akan melakukan beberapa
usaha bernapas megap-megap dan kemudian terjadi apnu sekunder, rangsangan saja
tidak akan menimbulkan kembali usaha pernapasan bayi baru lahir.

Gambar 1. Perubahan frekuensi jantung dan tekanan darah selama apnu


Sumber Buku panduan resusitasi neonatus. Edisi ke-5, 2006
Frekuensi jantung mulai menurun pada saat bayi mengalami apnu primer.
Tekanan darah akan tetap bertahan sampai dimulainya apnu sekunder (kecuali jika
terjadi kehilangan darah pada saat memasuki periode hipotensi). Bayi dapat berada
pada fase antara apnu primer dan apnu dan seringkali keadaan yang membahayakan ini
dimulai sebelum atau selama persalinan. Akibatnya saat lahir, sulit untuk menilai
berapa lama bayi telah berada dalam keadaan membahayakan. Pemeriksaan fisik tidak
dapat membedakan antara apnu primer dan sekunder, namun respon pernapasan yang
ditunjukkan akan dapat memperkirakan kapan mulai terjadi keadaan yang
membahayakan itu.
Jika bayi menunjukkan tanda pernapasan segera setelah dirangsang, itu adalah
apnu primer. Jika tidak menunjukkan perbaikan apa-apa, ia dalam keadaan apnu
sekunder. Sebagai gambaran umum, semakin lama seorang bayi dalam keadaan apnu
sekunder, semakin lama pula dia bereaksi untuk dapat memulai pernapasan. Walau
demikian, segera setelah ventilasi yang adekuat, hampir sebagian besar bayi baru lahir

22

akan memperlihatkan gambaran reaksi yang sangat cepat dalam hal peningkatan
frekuensi jantung.
D. Penegakkan Diagnosa
1. Pemeriksaan Fisik

Bayi tidak bernapas atau menangis


Denyut jantung kurang dari 100 x / menit
Tonus otot menurun
Ditemukan meconium staining
BBLR / BBLSR / BBLASR
Reflek fisiologis berkurang atau hilang

Untuk menilai berat ringannya asfiksia neonatorum, menggunakan APGAR


score
Klinis

Appearance
Pulse

Seluruh tubuh
biru / putih
Tidak ada

Badan merah,
kaki biru
< 100 x/menit

Seluruh tubuh
merah
> 100 x/menit

Grimace

Tidak ada

Perubahan mimic Bersin /


menangis

Activity

Lumpuh

Extremitas
sedikit fleksi

Gerakan aktif,
extremitas fleksi

Resipiration
effort

Tidak ada

Lemah

Menangis keras

Score 10 8

: Vigorous Baby

Score 7

: Asfiksia ringan

23

Score 6-4

: Asfiksia sedang

Score 3-0

: Asfiksia berat

2. Pemeriksaan Penunjang

Darah rutin, GDS, elektrolit, Bilirubin


BGA
o PaO2 < 50 mm H2O
o PaCO2 > 55 mm H2
o pH < 7,30

Baby gram
USG kepala

E. Resusitasi Neonatus
Antisipasi, persiapan adekuat, evaluasi akurat dan inisiasi bantuan sangatlah penting
dalam kesuksesan resusitasi neonatus. Bayi prematur (usia gestasi < 37 minggu)
membutuhkan persiapan khusus. Bayi prematur memiliki paru imatur yang kemungkinan
lebih sulit diventilasi dan mudah mengalami kerusakan karena ventilasi tekanan positif serta
memiliki pembuluh darah imatur dalam otak yang mudah mengalami perdarahan Selain itu,
bayi prematur memiliki volume darah sedikit yang meningkatkan risiko syok hipovolemik
dan kulit tipis serta area permukaan tubuh yang luas sehingga mempercepat kehilangan panas
dan rentan terhadap infeksi.
Apabila diperkirakan bayi akan memerlukan tindakan resusitasi, sebaiknya
sebelumnya dimintakan informed consent. Definisi informed consent adalah persetujuan
tertulis dari penderita atau orangtua/wali nya tentang suatu tindakan medis setelah
mendapatkan penjelasan dari petugas kesehatan yang berwenang. Tindakan resusitasi dasar
pada bayi dengan depresi pernapasan adalah tindakan gawat darurat. Dalam hal gawat
darurat mungkin informed consent dapat ditunda setelah tindakan. Setelah kondisi bayi stabil
namun memerlukan perawatan lanjutan, dokter perlu melakukan informed consent.

24

Gambar 3.1 Algoritma Resusitasi Bayi Baru Lahir

25

1. Ventilasi Tekanan Positif


Ventilasi tekanan positif (VTP) dilakukan sebagai langkah resusitasi lanjutan bila
semua tindakan diatas tidak menyebabkan bayi bernapas atau frekuensi jantungnya tetap
kurang dari 100x/menit. Sebelum melakukan VTP harus dipastikan tidak ada kelainan
congenital seperti hernia diafragmatika, karena bayi dengan hernia diafragmatika harus
diintubasi terlebih dahulu sebelum mendapat VTP. Bila bayi diperkirakan akan mendapat
VTP dalam waktu yang cukup lama, intubasi endotrakeal perlu dilakukan atau
pemasangan selang orogastrik untuk menghindari distensi abdomen. Kontra indikasi
penggunaan ventilasi tekanan positif adalah hernia diafragma.
Terdapat beberapa jenis alat yang dapat digunakan untuk melakukan ventilasi
pada bayi baru lahir, masing-masing memiliki cara kerja yang berbeda dengan
keuntungan dan kerugian yang berbeda.

26

Tabel Perbandingan Jenis Alat untuk Ventilasi Tekanan Positif

27

Gambar 2. Alat pada VTP

2. Kompresi Dada
Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah
dilakukan ventilasi tekanan positif selama 30 detik. Tindakan kompresi dada (cardiac
massage) terdiri dari kompresi yang teratur pada tulang dada, yaitu menekan jantung ke
arah tulang belakang, meningkatkan tekanan intratorakal, dan memperbaiki sirkulasi
darah ke seluruh organ vital tubuh. Kompresi dada hanya bermakna jika paru-paru diberi
oksigen, sehingga diperlukan 2 orang untuk melakukan kompresi dada yang efektifsatu
orang menekan dada dan yang lainnya melanjutkan ventilasi.Orang kedua juga bisa
melakukan pemantauan frekuensi jantung, dan suara napas selama ventilasi tekanan
positif. Ventilasi dan kompresi harus dilakukan secara bergantian
Prinsip dasar pada kompresi dada adalah

Topang bagian belakang bayi dengan leher sedikit tengadah

Lokasi ibu jari atau dua jari : pada bayi baru lahir tekanan diberikan pada 1/3 bawah
tulang dada yang terletak antara processus xiphoideus dan garis khayal yang
menghubungkan kedua puting susu. (Teknik ibu jari lebih direkomendasikan pada
28

resusitasi bayi baru lahir karena akan menghasilkan puncak sistolik dan perfusi
koroner yang lebih besar.)

Gambar Lokasi Kompresi

Kedalaman : diberikan tekanan yang cukup untuk menekan tulang dada sedalam
kurang lebih 1/3 diameter anteroposterior dada, kemudian tekanan dilepaskan untuk
memberi kesempatan jantung terisi. Satu kompresi terdiri dari satu tekanan ke bawah
dan satu pelepasan. Lamanya tekanan ke bawah harus lebih singkat daripada lamanya
pelepasan untuk memberi curah jantung yang maksimal. Ibu jari atau ujung-ujung jari
(tergantung metode yang digunakan) harus tetap bersentuhan dengan dada selama
penekanan dan pelepasan

Frekuensi : kompresi dada dan ventilasi harus terkoordinasi baik, dengan aturan satu
ventilasi diberikan tiap selesai tiga kompresi, dengan frekuensi 30 ventilasi dan 90
kompresi permenit. Satu siklus yang berlangsung selama 2 detik, terdiri dari satu
ventilasi dan tiga kompresi

Penghentian kompresi: setelah 30 detik, untuk menilai kembali frekuensi jantung.


Frekuensi jantung dihitung dalam waktu 6 detik kemudian dikalikan 10. Jika
frekuensi jantung telah diatas 60 x/menit kompresi dada dihentikan, namun ventilasi
diteruskan dengan kecepatan 40-60 x/menit. Jika frekuensi jantung tetap kurang dari
60 x/menit, maka pemasangan kateter umbilikal untuk memasukkan obat dan
pemberian epinefrin harus dilakukan.
29

Jika frekuensi jantung lebih dari 100 x/menit dan bayi dapat bernapas spontan,
ventilasi tekanan positif dapat dihentikan, tetapi bayi masih mendapat oksigen alir
bebas yang kemudian secara bertahap dihentikan. Setelah observasi beberapa lama di
kamar bersalin bayi dapat dipindahkan ke ruang perawatan.

3. Intubasi Endotrakeal
Intubasi endotrakeal dapat dilakukan pada setiap tahapan resusitasi sesuatu
dengan keadaan, antara lain beberapa keadaan berikut saat resusitasi:
a. Jika terdapat mekoneum dan bayi mengalami depresi pernapasan, maka intubasi
dilakukan sebagai langkah pertama sebelum melakukan tindakan resusitasi yang
lain, untuk membersihkan mekoneum dari jalan napas.
b. Jika ventilasi tekanan positif tidak cukup menghasilkan perbaikan kondisi,
pengembangan dada, atau jika ventilasi tekanan positif berlangsung lebih dari
beberapa menit, dapat dilakukan intubasi untuk membantu memudahkan ventilasi.
c. Jika diperlukan kompresi dada, intubasi dapat membantu koordinasi antara
kompresi dada dan ventilasi, serta memaksimalkan efisiensi ventilasi tekanan
positif.
d. Jika epinefrin diperlukan untuk menstimulasi frekuensi jantung maka cara yang
umum adalah memberikan epinefrin langsung ke trakea melalui pipa endotrakeal
sambil menunggu akses intravena.
e. Jika dicurigai ada hernia diafragmatika, mutlak dilakukan pemasangan selang
endotrakeal. Cara pemasangan selang endotrakeal perlu dikuasai diantaranya
melalui pelatihan khusus.

4. Pemberian Obat-obatan
Epinefrin
Indikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang dari 60x/menit
setelah dilakukan VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik.
Epinefrin tidak boleh diberikan sebelum melakukan ventilasi adekuat karena
epinefrin akan meningkatkan beban dan konsumsi oksigen otot jantung. Dosis yang
diberikan 0,1-0,3 ml/kgBB larutan1:10.000 (setara dengan 0,01-0,03 mg/kgBB)
30

intravena atau melalui selang endotrakeal. Dosis dapat diulang 3-5 menit secara
intravena bila frekuensi jantung tidak meningkat. Dosis maksimal diberikan jika
pemberian dilakukan melalui selang endotrakeal.

Volume Ekspander
Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut: bayi baru lahir
yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan
resusitasi, hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis
ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil atau lemah, dan pada resusitasi tidak
memberikan respon yang adekuat. Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10
menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis. Jenis cairan yang diberikan
dapat berupa larutan kristaloid isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) atau tranfusi
golongan darah O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.

Bikarbonat
Indikasi penggunaan bikarbonat adalah asidosis metabolik pada bayi baru
lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus
disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis yang digunakan
adalah 2 mEq/kg BB atau 4 ml/kg BB BicNat yang konsentrasinya 4,2 %. Bila hanya
terdapat BicNat dengan konsetrasi 7,4 % maka diencerkan dengan aquabides atau
dekstrosa 5% sama banyak. Pemberian secara intra vena dengan kecepatan tidak
melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit.

Nalokson
Nalokson hidroklorida adalah antagonis narkotik diberikan dengan indikasi
depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik dalam
waktu 4 jam sebelum melahirkan. Sebelum diberikan nalokson ventilasi harus
adekuat dan stabil. Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya dicurigai
sebagai pecandu obat narkotika, sebab akan menyebabkan gejala putus obat pada
sebagian bayi. Cara pemberian intravena atau melalui selang endotrakeal. Bila perfusi
31

baik dapat diberikan melalui intramuskuler atau subkutan. Dosis yang diberikan 0,1
mg/kg BB, perlu diperhatikan bahwa obat ini tersedia dalam 2 konsentrasi yaitu 0,4
mg/ml dan 1 mg/ml.
F. Komplikasi
Kelainan yang terjadi akibat hipoksia dapat timbul pada stadium akut dan dapat pula
terlihat beberapa waktu setelah hipoksia berlangsung. Pada keadaan hipoksia akut akan
terjadi redistribusi aliran darah sehingga organ vital seperti otak, jantung, dan kelenjar
adrenal akan mendapatkan aliran yang lebih banyak dibandingkan organ lain seperti kulit,
jaringan muskuloskeletal serta organ-organ rongga abdomen dan rongga toraks lainnya
seperti paru, hati, ginjal, dan traktus gastrointestinal.
Pada hipoksia yang berkelanjutan, kekurangan oksigen untuk menghasilkan energi
bagi metabolisme tubuh menyebabkan terjadinya proses glikolisis anerobik. Produk
sampingan proses tersebut (asam laktat dan piruvat) menimbulkan peningkatan asam organik
tubuh yang berakibat menurunnya pH darah sehingga terjadilah asidosis metabolik.
Perubahan sirkulasi dan metabolisme ini secara bersama-sama akan menyebabkan kerusakan
sel baik sementara ataupun menetap.
Pada bayi kurang bulan, proses hipoksia yang terjadi akan lebih berat dibandingkan
dengan bayi cukup bulan akibat kurang optimalnya faktor redistribusi aliran darah terutama
aliran darah otak, sehingga risiko terjadinya gangguan hipoksik iskemik dan perdarahan
periventrikular lebih tinggi.

32

Tabel 3.2 Komplikasi Asfiksia Neonatorum

1. Susunan Saraf Pusat


Pada keadaan hipoksia aliran darah ke otak dan jantung lebih dipertahankan dari
pada ke organ tubuh lainnya, namun terjadi perubahan hemodinamik di otak dan
penurunan oksigenisasi sel otak tertentu yang selanjutnya mengakibatkan kerusakan sel
otak.
Salah satu gangguan akibat hipoksia otak yang paling sering ditemukan pada
masa perinatal adalah ensefalopati hipoksik iskemik (EHI). Pada bayi cukup bulan
keadaan ini timbul saat terjadinya hipoksia akut, sedangkan pada bayi kurang bulan

33

kelainan lebih sering timbul sekunder pasca hipoksia dan iskemia akut. Manifestasi
gambaran klinik bervariasi tergantung pada lokasi bagian otak yang terkena proses
hipoksia dan iskemianya.
Pada saat timbulnya hipoksia akut atau saat pemulihan pasca hipoksia terjadi
dua proses yang saling berkaitan sebagai penyebab perdarahan peri/intraventrikular.
Pada proses pertama, hipoksia akut yang terjadi menimbulkan vasodilatasi serebral dan
peninggian aliran darah serebral. Keadaan tersebut menimbulkan peninggian tekanan
darah arterial yang bersifat sementara dan proses ini ditemukan pula pada sirkulasi
kapiler di daerah matriks germinal yang mengakibatkan perdarahan. Selanjutnya
keadaan iskemia dapat pula terjadi akibat perdarahan ataupun renjatan pasca
perdarahan yang akan memperberat keadaan penderita. Pada proses kedua, perdarahan
dapat terjadi pada fase pemulihan pasca hipoksia akibat adanya proses reperfusi dan
hipotensi sehingga menimbulkan iskemia di daerah mikrosirkulasi periventrikular yang
berakhir dengan perdarahan.

2. Sistem Pernapasan
Penyebab terjadinya gangguan pernapasan pada bayi penderita asfiksia neonatus
masih belum dapat diketahui secara pasti. Beberapa teori mengemukakan bahwa hal ini
merupakan akibat langsung hipoksia dan iskemianya atau dapat pula terjadi karena
adanya disfungsi ventrikel kiri, gangguan koagulasi, terjadinya radikal bebas oksigen
ataupun penggunaan ventilasi mekanik dan timbulnya aspirasi mekonium.

3. Sistem Kardiovaskular
Bayi yang mengalami hipoksia berat dapat menderita disfungsi miokardium
yang berakhir dengan payah jantung. Disfungsi miokardium terjadi karena menurunnya
perfusi yang disertai dengan kerusakan sel miokard terutama di daerah subendokardial
dan otot papilaris kedua bilik jantung. Kelainan yang ditemukan bersifat ringan berupa
bising jantung akibat insufisiensi katup atrioventrikuler dan kelainan ekokardiografi
khas yang menunjukkan iskernia miokardium.
34

4. Sistem Urogenital
Pada sistem urogenital, hipoksia bayi dapat menimbulkan gangguan perfusi dan
dilusi ginjal serta kelainan filtrasi glomerulus. Aliran darah yang kurang menyebabkan
nekrosis tubulus dan perdarahan medula.

5. Sistem Gastrointestinal
Kelainan saluran cerna ini terjadi karena radikal bebas oksigen yang terbentuk
pada penderita hipoksia beserta faktor lain seperti gangguan koagulasi dan hipotensi,
menimbulkan kerusakan epitel dinding usus. Gangguan fungsi yang terjadi dapat
berupa kelainan ringan yang bersifat sementara seperti muntah berulang, gangguan
intoleransi makanan atau adanya darah dalam residu lambung sampai kelainan perforasi
saluran cerna, enterokolitis nekrotikans kolestasis dan nekrosis hepar.

6. Sistem Audiovisual
Gangguan pada fungsi penglihatan dan pendengaran dapat terjadi secara
langsung karena proses hipoksia dan iskemia, ataupun tidak langsung akibat hipoksia
iskernia susunan saraf pusat atau jaras-jaras yang terkait yang menimbulkan kerusakan
pada pusat pendengaran dan penglihatan. Retinopati yang ditemukan ternyata tidak
hanya karena peninggian tekanan oksigen arterial tetapi pada beberapa penderita
disebabkan oleh hipoksemia yang menetap. Selain retinopati, kelainan perdarahan
retina dilaporkan pula pada bayi penderita perinatal hipoksia.
Penelitian jangka panjang dengan alat brainstem auditory evoked responses
yang dilakukan pada bayi dengan riwayat asfiksia, menemukan gangguan fungsi
pendengaran pada sejumlah bayi.

35

SINDROM ASPIRASI MEKONEUM

Definisi :
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah kumpulan gejala yang diakibatkan oleh
terhisapnya mekonium ke dalam saluran pernafasan bayi. Baik saat bayi masih berada di
dalam rahim maupun sesaat setelah dilahirkan.

Penyebab
Cairan ketuban dan mekonium bercampur membentuk cairan berwarna hijau dengan kekentalan
bervariasi. Jika selama masih berada di dalam rahim janin bernafas atau jika bayi menghirup
nafasnya yang pertama, maka campuran air ketuban dan mekonium bisa terhirup ke dalam paruparu. Mekonium yang terhisap dapat menyebabkan sumbatan parsial atau total pada saluran
pernafasan, sehingga terjadi gangguan pernafasan dan irtasi pada saluran udara.
Faktor Risiko
1.

Usia

kehamilan

melebihi

40

minggu

(postterm)

2. Berat badan lahir rendah. Bedakan dengan prematuritas, dimana SAM jarang terjadi bila bayi
lahir sebelum 34 minggu. Dengan demikian, prematuritas bukan faktor risiko untuk terjadinya
SAM
3. Kesulitan dalam melahirkan (penyakit pada ibu: hipertensi maternal/preklamsi,DM)

Patofisiologi
SAM seringkali dihubungkan dengan suatu keadaan yang kita sebut fetal distress. Pada keadaan
ini, janin yang mengalami distres akan menderita hipoksia (kurangnya oksigen di dalam
36

jaringan). Hipoksia jaringan menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas usus disertai dengan
melemasnya spinkter anal. Maka lepaslah mekonium ke dalam cairan amnion.
Apa yang terjadi bila mekonium terhisap ke dalam saluran pernafasa. Mekonium tersebut akan
menyumbat (sebagian ataupun seluruh) saluran pernafasan bayi. Bila hal ini terjadi, muncullah
gangguan pernafasan.

Gejala dan Tanda


Cairan ketuban berwarna hijau tua, mekonium pada cairan ketuban, noda kehijauan pada kulit
bayi, kulit bayi tampak kebiruan (sianosis), pernafasan cepat (takipnea) , sesak nafas (apnea),
frekuensi denyut jantung janin rendah sebelum kelahiran , skor APGAR yang rendah , bayi
tampak lemas , auskultasi: suara nafas abnormal.

37

Komplikasi
1. Displasia bronkopulmoner
2. Pneumotoraks
3. Aspirasi pnemonia
Bayi yang menderita SAM berat mempunyai kemungkin lebih besar untuk menderita mengi
(wheezing) dan infeksi paru dalam tahun pertama kehidupannya. Tapi sejalan dengan
perkembangan usia, ia bisa meregenerasi jaringan paru baru. Dengan demikian, prognosis jangka
panjang tetap baik.
Bayi yang menderita SAM sangat berat mungkin akan menderita penyakit paru kronik, bahkan
mungkin juga menderita abnormalitas perkembangan dan juga ketulian. Pada kasus yang jarang
terjadi, SAM dapat menimbulkan kematian.

Pencegahan
Bila Anda melihat mekonium pada cairan ketuban yang pecah, segera beritahukan dokter. Dokter
akan memakai alat monitor janin selama fase kelahiran untuk memonitor kemungkinan
terjadinya fetal distress.
Pada keadaan tertentu, dokter mungkin akan melakukan infus cairan saline ke dalam cairan
amnion dengan maksud untuk 'mencuci' mekonium keluar dari rongga amnion. Tentu saja
diharapkan cairan amnion telah bersih dari mekonium sebelum janin menarik nafasnya yang
pertama.
Pada tahap pengeluaran bayi, dokter mungkin akan melakukan hal-hal seperti:
1. Melakukan penyedotan (suction) melalui hidung dan mulut begitu kepala bayi keluar (sebelum
bahu keluar)
2. Tergantung pada keadaan bayi, dokter mungkin saja melakukan penyedotan sampai ke trakea
Penatalaksanaan

38

Tergantung pada berat ringannya keadaan bayi, mungkin saja bayi akan dikirim ke unit
perawatan intensif neonatal (neonatal intensive care unit [NICU]). Tata laksana yang dilakukan
biasanya meliputi :
1. Umum
Jaga agar bayi tetap merasa hangat dan nyaman, dan berikan oksigen.
2. Farmakoterapi
Obat yang diberikan, antara lain antibiotika. Antibiotika diberikan untuk mencegah
terjadinya komplikasi berupa infeksi ventilasi mekanik.
3. Fisioterapi
Yang dilakukan adalah fisioterapi dada. Dilakukan penepukan pada dada dengan maksud
untuk melepaskan lendir yang kental.
Pada SAM berat dapat juga dilakukan:

Pemberian terapi surfaktan.

Pemakaian ventilator khusus untuk memasukkan udara beroksigen tinggi ke dalam paru
bayi.

Penambahan nitrit oksida (nitric oxide) ke dalam oksigen yang terdapat di dalam
ventilator. Penambahan ini berguna untuk melebarkan pembuluh darah sehingga lebih
banyak

darah

dan

oksigen

yang

sampai

ke

paru

bayi.

Bila salah satu atau kombinasi dari ke tiga terapi tersebut tidak berhasil, patut
dipertimbangkan untuk menggunakan extra corporeal membrane oxygenation (ECMO).
Pada terapi ini, jantung dan paru buatan akan mengambil alih sementara aliran darah
dalam tubuh bayi. Sayangnya, alat ini memang cukup langka.

DAFTAR PUSTAKA

39

1. Stell BJ. The High Risk Infant. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. Dalam Kliegman
RM,editor. Philadelphia, USA: Saunders 2004; hal 547-559.

2. IDAI. Asfiksia Neonatorum. Dalam: Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2004.h. 272-276.
3. http://www.kalbe.co.id/dod_detail.php?detail=47/aspirasimekonium
4. Pusponegoro, S. Hardiono dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi 1. 2004.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI
5. Bangkit, zakaria. Asuhan Neonatal Esensial. 2006. Jakarta: Paket Pelatihan Ponek
6. Surasmi, A., Handayani, S. & Kusuma, H.N. 2003. Perawatan Bayi Resiko

40

Anda mungkin juga menyukai