Disusun Oleh :
Hendri Darmawan Saputro ( 01.208.5667 )
Galleta Selena Boer
( 01.208.5661 )
Pembimbing :
dr. Hartono, Sp.A
dr. Slamet Widi, Sp.A
dr. Z. Hidayati, Sp.A
dr. Opy Dyah P, Sp.A
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama
Umur
: 2 hari
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
TTL
Alamat
Bangsal
: Perinatologi
Masuk RS
: 18 Juni 2012
No. RM
: 22.50.19
Nama Bapak
: Tn. I.S.
Umur
: 26 tahun
Pekerjaan
: Swasta
Nama Ibu
: Ny. D.S
Umur
: 23 tahun
Pekerjaan
No.Hp
: 085714887528
A. DATA DASAR
1. Anamnesis ( Alloanamnesis )
Alloanamnesis dengan ibu penderita di ruang Perinatologi dilakukan pada tanggal 23
Juni 2012 pukul 15.00 WIB dan didukung catatan medis.
Keluhan utama
Sebelum lahir
o Ibu G1P0A0, usia 23 tahun, hamil 42 minggu 2 hari, HPHT 2 Oktober
2011, riwayat haid teratur, siklus haid 30 hari, lama haid 6 7 hari per
siklus, ibu rutin memeriksakan kehamilan, ibu sudah mendapat suntikan
TT sebanyak 2x selama hamil, ibu tidak pernah memeriksakan ke spesialis
kandungan, riwayat trauma disangkal, riwayat dipijat disangkal, terdapat
riwayat penyakit darah tinggi, riwayat kencing manis disangkal, riwayat
minum jamu atau obat selain dari bidan disangkal, selama hamil obatobatan yang dikonsumsi hanya tablet tambah darah dan vitamin. Ibu
memiliki riwayat hipertensi. Tekanan darah diukur 150/90 mmHg.
o Ibu mulai di rawat di bangsal Srikandi pada tanggal 18 Juni 2012 pukul
08.00, lalu diprogamkan untuk sectio cesare atas indikasi serotinus pada
tanggal 19 Juni 2012 jam 08.00
Sesudah Lahir
o Seorang bayi dengan jenis kelamin perempuan lahir di IBS RSUD Kota
Semarang pada tanggal 19 Juni 2012 pukul 10.05 WIB secara sectio
cesarea. Saat lahir bayi usaha bernafas lemah, tonus otot lumpuh,
pernapasan tidak teratur, HR < 100 x/menit, warna kulit pucat kebiruan
seluruh badan. Kemudian 5 dan 10 menit setelah diresusitasi bayi tetap
merintih dan hipotonus, namun HR > 100 x/menit, warna masih pucat
kebiruan pada seluruh tubuh. Ketuban keruh dan ditemukan mekonium
staning berwarna hijau kekuningan pada kuku dan hidung. APGAR score
2-3-4 dengan BBL 3100 gram, panjang badan 47 cm. Lingkar kepala 34
cm. Lingkar dada 34 cm.
2
o Plasenta lahir manual, kotiledon lengkap, tidak ada infark atau hematom.
o Setelah persalinan karena kondisi bayi kurang baik, bayi dirawat intensif
di ruang Perinatologi.
Gerakan bayi kurang aktif, BAB(-), BAK (+). Menangis kuat (-), merintih
Gerakan bayi kurang aktif, merintih, BAB(-), BAK (+). Ikterik (-)
Diet ASI melalui OGT, minum kuat (-)
HR :150, RR:40,suhu:36,7 oC, nadi:isi dan tekanan cukup
Gerakan bayi kurang aktif, merintih, BAB(+), BAK (+). Ikterik (-)
Diet ASI melalui OGT, minum kuat (-)
HR :144, RR:30,suhu:34,7 oC, nadi:isi dan tekanan cukup
Ibu mengaku memiliki riwayat hipertensi. Riwayat ibu menderita diabetes mellitus,
asma, penyakit jantung, penyakit ginjal, alergi, anemia, penyakit kelainan darah
disangkal.
Riwayat ibu mengidap batuk-batuk lama lebih dari 3 minggu, mendapat pengobatan
paru selama 6 bulan dan membuat kencing bewarna merah selama kehamilan
disangkal.
Riwayat ibu menderita demam tinggi selama proses kehamilan disangkal
Riwayat ibu merokok disangkal
Riwayat ayah merokok diakui, biasanya ayah merokok di luar rumah, tidak dekat
dengan ibu saat mengandung.
rutin dilakukan 2x/bulan hingga lahir. Selama hamil ibu telah mendapat suntikan TT
1x. Ibu memiliki riwayat penyakit hipertensi.
selama kehamilan. Riwayat perdarahan saat hamil disangkal. Riwayat trauma saat
hamil disangkal. Riwayat minum obat tanpa resep dokter ataupun minum jamu
disangkal. Obat obat yang diminum selama kehamilan adalah vitamin dan tablet
tambah darah.
Kesan : riwayat pemeliharaan prenatal baik.
Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak :
Pertumbuhan :
-
: 3100 gram
: 47 cm
: 34 cm
: 34 cm
Perkembangan :
Belum dapat dinilai dan di evaluasi
Riwayat Makan dan Minum Anak :
Diet ditunda sementara karena asfiksia berat (12-24 jam) terpasang infus D 10%.
Setelah 24 jam bayi di berikan ASI melalui OGT.
Riwayat Imunisasi :
Hepatitis B
: 0 bulan
BCG
:-
Polio
:-
Kesan
Pernikahan ke
Umur saat menikah
Pendidikan terakhir
Keadaan kesehatan
IBU
I
23 tahun
SD
Sehat
Data Perumahan
Kepemilikan rumah
Keadaan rumah
Keadaan lingkungan
2. Pemeriksaan Fisik
Tanggal 23 Juni2012, pukul 15.40 WIB
Anak perempuan usia 4 hari, berat badan 3100 gram, panjang badan 47 cm, lingkar
kepala 34 cm, lingkar dada 34 cm.
Kesan umum : somnolen, tampak kurang aktif, napas spontan adekuat, tangisan
merintih, ikterik (-), ditemukan tanda-tanda neonatus postterm.
Tanda vital :
-
Nadi
Laju nafas
: 30 x/ menit
Suhu
: 34,7 C ( axilla )
Status Internus
o Kepala
Mesocephale, ukuran lingkar kepala 34, ubun-ubun besar tidak tegang dan
tidak membonjol, caput succedaneum (-), cephale hematom (-), sutura tidak
melebar, rambut hilam terdistribusi merata, mudah dipilah, tidak mudah
dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan.
o Mata
konjungtiva anemis(-/-),sklera ikterik(-/-),Refleks cahaya(+/+),isokor(2,5 mm)
o Hidung
bentuk normal, tidak ada septum deviasi, napas cuping hidung (-),secret(-/-)
o Telinga
Bentuk normal, membalik segera setelah dilipat, tulang rawan tebal sampai
tepi, liang telinga lapang, discharge (-/-)
o Mulut
Labioschizis (-), palatoschizis (-), bibir sianosis (-), stomatitis (-), trismus (-)
Thorax
o Paru
Inspeksi
Palpasi
Inspeksi : membuncit, tali pusat layu, tidak berbau, pus (-), darah (-),
terpasang infus umbilicalis.
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : tegang, hepar dan lien tidak teraba membesar
o Genitalia : perempuan, labia mayor sudah menutupi labia minor
o Anorektal : lubang anus (+)
o Ekstremitas :
Rajah tangan dan kaki sudah sempurna dan terdapat tanda-tanda serotinus (ex:
kulit mengelupas/washer woman hand)
Superior
Inferior
Deformitas
- /-
- /-
Akral dingin
- /-
- /-
Akral sianosis
- /-
- /-
Ikterik
- /-
- /-
CRT
< 2 detik
< 2 detik
Tonus
Hipotonus
hipotonus
o Kulit
Lanugo sedikit dan tidak rata, sianotik (-), pucat (-), ikterik (-) sklerema (-)
o Reflek primitif
o Refleks Hisap
: (-)
o Refleks Rooting
: (-)
o Refleks Moro
: (+)
: (+)
: (+)
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah Rutin
Tanggal
Hb (gr/dl)
Ht (%)
Leukosit
Trombosit
(mm3)
(mm3)
19/6/12
15,5
45,3
18.200
309.000
23/6/12
15,4
46,40
6.300
265.000
Tangg
GDS
al
Bilirubi
Bilirubi
Natriu
n total
n direct
Kalium
Calciu
m
19/6/12
164
147
3.20
1.23
20/6/12
140
1.14
23/6/12
116
4,12
3,68
139
3.7
1.23
Pemeriksaan Khusus :
BALLARD SCORE
10
Maturitas
neuromuskuler
Poin
Maturitas fisik
Poin
Sikap tubuh
Kulit
Jendela siku-siku
Lanugo
Rekoil lengan
Sudut popliteal
Payudara
Tanda Selempang
Bentuk telinga
Tumit ke kuping
Genitalia (laki-laki)
Total
20
Total
23
11
= 43
Kesan : kelahiran postterm >42 minggu
APGAR SCORE
Klinis
10
Appearance
Pulse
Grimace
Activity
Respiratory Effort
B. RESUME
o Telah lahir bayi perempuan dari ibu G1P0A0 hamil 42 minggu 2 hari, usia
23 tahun, lahir dengan sectio cesare atas indikasi serotinus, ditolong oleh
dokter di IBS RSUD Semarang. Saat lahir tidak langsung menangis, bayi
tampak pucat seluruh badan, nadi < 100x/menit, tonus otot lemah. Berat
badan lahir 3.100 gram, panjang badan 47 cm, lingkar kepala 34 cm, dan
lingkar dada 34 cm. Ketuban keruh dan ditemukan mekonium staning
berwarna hijau kekuningan pada kuku dan hidung. Ibu memiliki riwayat
hipertensi, tekanan darah diukur 150/90 mmHg. Apgar score 2 3 4.
Kesan : neonatus postterm, lahir sectio caesar dengan asfiksia berat dan suspek SAM.
Tanda vital
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
12
Status Internus
Kepala
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Thorax
:
:
:
:
:
Paru
Jantung
Abdomen
Tulang belakang
Genitalia
Anorektal
Ekstremitas
:
:
:
:
Rajah tangan dan kaki sudah sempurna, terdapat tanda-tanda serotinus (kulit
mengelupas/washer woman hand)
Superior
Inferior
Deformitas
- /-
- /-
Akral dingin
- /-
- /-
Akral sianosis
- /-
- /-
Ikterik
- /-
- /-
Capillary refill
< 2 detik
< 2 detik
Tonus
Hipotonus
hipotonus
13
Kulit
Lanugo sedikit dan tidak rata, sianotik (-), pucat (-), ikterik (-),
sklerema (-)
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
GDS
Elektrolit
Bilirubin
Pemeriksaan Khusus
Ballard score
APGAR score
: Asfiksia berat
Kesan :
C. DIAGNOSIS BANDING
1. Neonatus Postterm
a. SMK (Sesuai Masa Kehamilan)
b. BMK (Besar Masa Kehamilan)
c. KMK (Kecil Masa Kehamilan)
2. Asfiksia Berat
i. Faktor Ibu
1. Hipertensi
2. Infeksi pada ibu ( TORCH )
3. Diabetes Mellitus
ii. Faktor Plasenta
1. Lilitan tali pusat
2. Solution plasenta
3. Plasenta previa
iii. Faktor Janin
1. Bayi post term
14
2.
3.
4.
5.
6.
Fetal distress
Makrosomia
Letak sungsang
Bayi preterm
Gemeli
2.
3.
Medikamentosa
-
O2 (headbox) 6 L/menit
Injeksi Vit K 1 x 1 mg
Diet
-
Terpasang OGT
B. Terapi Sekarang
Medikamentosa
-
15
Diet
F. PROGRAM
Jaga kehangatan
Bila bayi mulai aktif, menangis keras (+), minum kuat (+) tanda-tanda
gangguan napas (-) coba ASI ad libitum.
G. PROGNOSA
Quo ad vitam
: bonam
Quo ad sanam
: bonam
2.
Baby Gram
3.
4.
Pemeriksaan BGA
5.
6.
7.
8.
9.
16
I. NASEHAT
1. Jaga kehangatan bayi
2. Perawatan tali pusat
3. Pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan, berikan 2-3 jam sekali
4. Ibu harus selalu membersihkan puting susu sebelum maupun
sesudah menyusui. Jika ibu menggunakan botol susu, pastikan botol
susu dalam keadaan bersih dan harus selalu dicuci serta direbus
sebelum digunakan.
5. Kebanyakan bayi cenderun menghisap udara yang berlebihan
sewaktu menyusui. Karena itu setelah menyusui sendawakan bayi
dengan cara meletakkan bayi tegak lurus di pundak dan tepuk
punggungnya perlahan-lahan sampai ia mengeluarkan udara.
6. Lakukan pemeriksaan kesehatan bayi secara rutin ke pusat
pelayanan kesehatan terdekat untuk memantau tumbuh kembang
bayi serta pemberian imunisasi dasar.
7. Ibu harus menemui dokter secepat mungkin jika bayinya :
1. Mempunyai masalah bernafas
2. Merintih
3. Tampak berwarna kebiruan (sianotik)
4. Suhu tubuh 38C
5. Muntah atau buang air besar berlebihan (>3x/hari)
6. Tersedak
atau
mengeluarkan
ASI
dari
hidung
saat
menyusui
7. Mengeluarkan darah (walaupun sedikit) pada air kencing
maupun beraknya
8. Kejang
8. Kontrol ke dokter spesialis mata setelah usia 1 bulan
9. Kontrol ke dokter spesialis THT setelah usia 2 bulan
10.
17
TINJAUAN PUSTAKA
ASFIKSIA NEONATORUM
A. Definisi
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur
pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan
hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis (IDAI). Sedangkan menurut WHO, asfiksia
neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir.
18
1. Faktor Ibu
a. Hipoksia ibu Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat
analgetika atau anestesia dalam.
b. CPD
c. Penyakit pada ibu
Hipertensi
Infeksi TORCH
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta. .
3. Faktor Janin
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
a. Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarah intrakranial.
b. Kelainan
konginental
pada
bayi,
misalnya
hernia
diafrakmatika
19
C. Patofisiologi
1. Fisiologi Janin Memperoleh Oksigen
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan
untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin
dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO 2) parsial rendah. Hampir
seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh
darah janin, Sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah
yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta.
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber
utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan
alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen
mengalir ke dalam pembuluh darah di sekitar alveoli.
Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada
sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan
peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi
sehingga tahanan terhadap aliran darah bekurang.
20
21
22
akan memperlihatkan gambaran reaksi yang sangat cepat dalam hal peningkatan
frekuensi jantung.
D. Penegakkan Diagnosa
1. Pemeriksaan Fisik
Appearance
Pulse
Seluruh tubuh
biru / putih
Tidak ada
Badan merah,
kaki biru
< 100 x/menit
Seluruh tubuh
merah
> 100 x/menit
Grimace
Tidak ada
Activity
Lumpuh
Extremitas
sedikit fleksi
Gerakan aktif,
extremitas fleksi
Resipiration
effort
Tidak ada
Lemah
Menangis keras
Score 10 8
: Vigorous Baby
Score 7
: Asfiksia ringan
23
Score 6-4
: Asfiksia sedang
Score 3-0
: Asfiksia berat
2. Pemeriksaan Penunjang
Baby gram
USG kepala
E. Resusitasi Neonatus
Antisipasi, persiapan adekuat, evaluasi akurat dan inisiasi bantuan sangatlah penting
dalam kesuksesan resusitasi neonatus. Bayi prematur (usia gestasi < 37 minggu)
membutuhkan persiapan khusus. Bayi prematur memiliki paru imatur yang kemungkinan
lebih sulit diventilasi dan mudah mengalami kerusakan karena ventilasi tekanan positif serta
memiliki pembuluh darah imatur dalam otak yang mudah mengalami perdarahan Selain itu,
bayi prematur memiliki volume darah sedikit yang meningkatkan risiko syok hipovolemik
dan kulit tipis serta area permukaan tubuh yang luas sehingga mempercepat kehilangan panas
dan rentan terhadap infeksi.
Apabila diperkirakan bayi akan memerlukan tindakan resusitasi, sebaiknya
sebelumnya dimintakan informed consent. Definisi informed consent adalah persetujuan
tertulis dari penderita atau orangtua/wali nya tentang suatu tindakan medis setelah
mendapatkan penjelasan dari petugas kesehatan yang berwenang. Tindakan resusitasi dasar
pada bayi dengan depresi pernapasan adalah tindakan gawat darurat. Dalam hal gawat
darurat mungkin informed consent dapat ditunda setelah tindakan. Setelah kondisi bayi stabil
namun memerlukan perawatan lanjutan, dokter perlu melakukan informed consent.
24
25
26
27
2. Kompresi Dada
Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah
dilakukan ventilasi tekanan positif selama 30 detik. Tindakan kompresi dada (cardiac
massage) terdiri dari kompresi yang teratur pada tulang dada, yaitu menekan jantung ke
arah tulang belakang, meningkatkan tekanan intratorakal, dan memperbaiki sirkulasi
darah ke seluruh organ vital tubuh. Kompresi dada hanya bermakna jika paru-paru diberi
oksigen, sehingga diperlukan 2 orang untuk melakukan kompresi dada yang efektifsatu
orang menekan dada dan yang lainnya melanjutkan ventilasi.Orang kedua juga bisa
melakukan pemantauan frekuensi jantung, dan suara napas selama ventilasi tekanan
positif. Ventilasi dan kompresi harus dilakukan secara bergantian
Prinsip dasar pada kompresi dada adalah
Lokasi ibu jari atau dua jari : pada bayi baru lahir tekanan diberikan pada 1/3 bawah
tulang dada yang terletak antara processus xiphoideus dan garis khayal yang
menghubungkan kedua puting susu. (Teknik ibu jari lebih direkomendasikan pada
28
resusitasi bayi baru lahir karena akan menghasilkan puncak sistolik dan perfusi
koroner yang lebih besar.)
Kedalaman : diberikan tekanan yang cukup untuk menekan tulang dada sedalam
kurang lebih 1/3 diameter anteroposterior dada, kemudian tekanan dilepaskan untuk
memberi kesempatan jantung terisi. Satu kompresi terdiri dari satu tekanan ke bawah
dan satu pelepasan. Lamanya tekanan ke bawah harus lebih singkat daripada lamanya
pelepasan untuk memberi curah jantung yang maksimal. Ibu jari atau ujung-ujung jari
(tergantung metode yang digunakan) harus tetap bersentuhan dengan dada selama
penekanan dan pelepasan
Frekuensi : kompresi dada dan ventilasi harus terkoordinasi baik, dengan aturan satu
ventilasi diberikan tiap selesai tiga kompresi, dengan frekuensi 30 ventilasi dan 90
kompresi permenit. Satu siklus yang berlangsung selama 2 detik, terdiri dari satu
ventilasi dan tiga kompresi
Jika frekuensi jantung lebih dari 100 x/menit dan bayi dapat bernapas spontan,
ventilasi tekanan positif dapat dihentikan, tetapi bayi masih mendapat oksigen alir
bebas yang kemudian secara bertahap dihentikan. Setelah observasi beberapa lama di
kamar bersalin bayi dapat dipindahkan ke ruang perawatan.
3. Intubasi Endotrakeal
Intubasi endotrakeal dapat dilakukan pada setiap tahapan resusitasi sesuatu
dengan keadaan, antara lain beberapa keadaan berikut saat resusitasi:
a. Jika terdapat mekoneum dan bayi mengalami depresi pernapasan, maka intubasi
dilakukan sebagai langkah pertama sebelum melakukan tindakan resusitasi yang
lain, untuk membersihkan mekoneum dari jalan napas.
b. Jika ventilasi tekanan positif tidak cukup menghasilkan perbaikan kondisi,
pengembangan dada, atau jika ventilasi tekanan positif berlangsung lebih dari
beberapa menit, dapat dilakukan intubasi untuk membantu memudahkan ventilasi.
c. Jika diperlukan kompresi dada, intubasi dapat membantu koordinasi antara
kompresi dada dan ventilasi, serta memaksimalkan efisiensi ventilasi tekanan
positif.
d. Jika epinefrin diperlukan untuk menstimulasi frekuensi jantung maka cara yang
umum adalah memberikan epinefrin langsung ke trakea melalui pipa endotrakeal
sambil menunggu akses intravena.
e. Jika dicurigai ada hernia diafragmatika, mutlak dilakukan pemasangan selang
endotrakeal. Cara pemasangan selang endotrakeal perlu dikuasai diantaranya
melalui pelatihan khusus.
4. Pemberian Obat-obatan
Epinefrin
Indikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang dari 60x/menit
setelah dilakukan VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik.
Epinefrin tidak boleh diberikan sebelum melakukan ventilasi adekuat karena
epinefrin akan meningkatkan beban dan konsumsi oksigen otot jantung. Dosis yang
diberikan 0,1-0,3 ml/kgBB larutan1:10.000 (setara dengan 0,01-0,03 mg/kgBB)
30
intravena atau melalui selang endotrakeal. Dosis dapat diulang 3-5 menit secara
intravena bila frekuensi jantung tidak meningkat. Dosis maksimal diberikan jika
pemberian dilakukan melalui selang endotrakeal.
Volume Ekspander
Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut: bayi baru lahir
yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan
resusitasi, hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis
ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil atau lemah, dan pada resusitasi tidak
memberikan respon yang adekuat. Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10
menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis. Jenis cairan yang diberikan
dapat berupa larutan kristaloid isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) atau tranfusi
golongan darah O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.
Bikarbonat
Indikasi penggunaan bikarbonat adalah asidosis metabolik pada bayi baru
lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus
disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis yang digunakan
adalah 2 mEq/kg BB atau 4 ml/kg BB BicNat yang konsentrasinya 4,2 %. Bila hanya
terdapat BicNat dengan konsetrasi 7,4 % maka diencerkan dengan aquabides atau
dekstrosa 5% sama banyak. Pemberian secara intra vena dengan kecepatan tidak
melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit.
Nalokson
Nalokson hidroklorida adalah antagonis narkotik diberikan dengan indikasi
depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik dalam
waktu 4 jam sebelum melahirkan. Sebelum diberikan nalokson ventilasi harus
adekuat dan stabil. Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya dicurigai
sebagai pecandu obat narkotika, sebab akan menyebabkan gejala putus obat pada
sebagian bayi. Cara pemberian intravena atau melalui selang endotrakeal. Bila perfusi
31
baik dapat diberikan melalui intramuskuler atau subkutan. Dosis yang diberikan 0,1
mg/kg BB, perlu diperhatikan bahwa obat ini tersedia dalam 2 konsentrasi yaitu 0,4
mg/ml dan 1 mg/ml.
F. Komplikasi
Kelainan yang terjadi akibat hipoksia dapat timbul pada stadium akut dan dapat pula
terlihat beberapa waktu setelah hipoksia berlangsung. Pada keadaan hipoksia akut akan
terjadi redistribusi aliran darah sehingga organ vital seperti otak, jantung, dan kelenjar
adrenal akan mendapatkan aliran yang lebih banyak dibandingkan organ lain seperti kulit,
jaringan muskuloskeletal serta organ-organ rongga abdomen dan rongga toraks lainnya
seperti paru, hati, ginjal, dan traktus gastrointestinal.
Pada hipoksia yang berkelanjutan, kekurangan oksigen untuk menghasilkan energi
bagi metabolisme tubuh menyebabkan terjadinya proses glikolisis anerobik. Produk
sampingan proses tersebut (asam laktat dan piruvat) menimbulkan peningkatan asam organik
tubuh yang berakibat menurunnya pH darah sehingga terjadilah asidosis metabolik.
Perubahan sirkulasi dan metabolisme ini secara bersama-sama akan menyebabkan kerusakan
sel baik sementara ataupun menetap.
Pada bayi kurang bulan, proses hipoksia yang terjadi akan lebih berat dibandingkan
dengan bayi cukup bulan akibat kurang optimalnya faktor redistribusi aliran darah terutama
aliran darah otak, sehingga risiko terjadinya gangguan hipoksik iskemik dan perdarahan
periventrikular lebih tinggi.
32
33
kelainan lebih sering timbul sekunder pasca hipoksia dan iskemia akut. Manifestasi
gambaran klinik bervariasi tergantung pada lokasi bagian otak yang terkena proses
hipoksia dan iskemianya.
Pada saat timbulnya hipoksia akut atau saat pemulihan pasca hipoksia terjadi
dua proses yang saling berkaitan sebagai penyebab perdarahan peri/intraventrikular.
Pada proses pertama, hipoksia akut yang terjadi menimbulkan vasodilatasi serebral dan
peninggian aliran darah serebral. Keadaan tersebut menimbulkan peninggian tekanan
darah arterial yang bersifat sementara dan proses ini ditemukan pula pada sirkulasi
kapiler di daerah matriks germinal yang mengakibatkan perdarahan. Selanjutnya
keadaan iskemia dapat pula terjadi akibat perdarahan ataupun renjatan pasca
perdarahan yang akan memperberat keadaan penderita. Pada proses kedua, perdarahan
dapat terjadi pada fase pemulihan pasca hipoksia akibat adanya proses reperfusi dan
hipotensi sehingga menimbulkan iskemia di daerah mikrosirkulasi periventrikular yang
berakhir dengan perdarahan.
2. Sistem Pernapasan
Penyebab terjadinya gangguan pernapasan pada bayi penderita asfiksia neonatus
masih belum dapat diketahui secara pasti. Beberapa teori mengemukakan bahwa hal ini
merupakan akibat langsung hipoksia dan iskemianya atau dapat pula terjadi karena
adanya disfungsi ventrikel kiri, gangguan koagulasi, terjadinya radikal bebas oksigen
ataupun penggunaan ventilasi mekanik dan timbulnya aspirasi mekonium.
3. Sistem Kardiovaskular
Bayi yang mengalami hipoksia berat dapat menderita disfungsi miokardium
yang berakhir dengan payah jantung. Disfungsi miokardium terjadi karena menurunnya
perfusi yang disertai dengan kerusakan sel miokard terutama di daerah subendokardial
dan otot papilaris kedua bilik jantung. Kelainan yang ditemukan bersifat ringan berupa
bising jantung akibat insufisiensi katup atrioventrikuler dan kelainan ekokardiografi
khas yang menunjukkan iskernia miokardium.
34
4. Sistem Urogenital
Pada sistem urogenital, hipoksia bayi dapat menimbulkan gangguan perfusi dan
dilusi ginjal serta kelainan filtrasi glomerulus. Aliran darah yang kurang menyebabkan
nekrosis tubulus dan perdarahan medula.
5. Sistem Gastrointestinal
Kelainan saluran cerna ini terjadi karena radikal bebas oksigen yang terbentuk
pada penderita hipoksia beserta faktor lain seperti gangguan koagulasi dan hipotensi,
menimbulkan kerusakan epitel dinding usus. Gangguan fungsi yang terjadi dapat
berupa kelainan ringan yang bersifat sementara seperti muntah berulang, gangguan
intoleransi makanan atau adanya darah dalam residu lambung sampai kelainan perforasi
saluran cerna, enterokolitis nekrotikans kolestasis dan nekrosis hepar.
6. Sistem Audiovisual
Gangguan pada fungsi penglihatan dan pendengaran dapat terjadi secara
langsung karena proses hipoksia dan iskemia, ataupun tidak langsung akibat hipoksia
iskernia susunan saraf pusat atau jaras-jaras yang terkait yang menimbulkan kerusakan
pada pusat pendengaran dan penglihatan. Retinopati yang ditemukan ternyata tidak
hanya karena peninggian tekanan oksigen arterial tetapi pada beberapa penderita
disebabkan oleh hipoksemia yang menetap. Selain retinopati, kelainan perdarahan
retina dilaporkan pula pada bayi penderita perinatal hipoksia.
Penelitian jangka panjang dengan alat brainstem auditory evoked responses
yang dilakukan pada bayi dengan riwayat asfiksia, menemukan gangguan fungsi
pendengaran pada sejumlah bayi.
35
Definisi :
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah kumpulan gejala yang diakibatkan oleh
terhisapnya mekonium ke dalam saluran pernafasan bayi. Baik saat bayi masih berada di
dalam rahim maupun sesaat setelah dilahirkan.
Penyebab
Cairan ketuban dan mekonium bercampur membentuk cairan berwarna hijau dengan kekentalan
bervariasi. Jika selama masih berada di dalam rahim janin bernafas atau jika bayi menghirup
nafasnya yang pertama, maka campuran air ketuban dan mekonium bisa terhirup ke dalam paruparu. Mekonium yang terhisap dapat menyebabkan sumbatan parsial atau total pada saluran
pernafasan, sehingga terjadi gangguan pernafasan dan irtasi pada saluran udara.
Faktor Risiko
1.
Usia
kehamilan
melebihi
40
minggu
(postterm)
2. Berat badan lahir rendah. Bedakan dengan prematuritas, dimana SAM jarang terjadi bila bayi
lahir sebelum 34 minggu. Dengan demikian, prematuritas bukan faktor risiko untuk terjadinya
SAM
3. Kesulitan dalam melahirkan (penyakit pada ibu: hipertensi maternal/preklamsi,DM)
Patofisiologi
SAM seringkali dihubungkan dengan suatu keadaan yang kita sebut fetal distress. Pada keadaan
ini, janin yang mengalami distres akan menderita hipoksia (kurangnya oksigen di dalam
36
jaringan). Hipoksia jaringan menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas usus disertai dengan
melemasnya spinkter anal. Maka lepaslah mekonium ke dalam cairan amnion.
Apa yang terjadi bila mekonium terhisap ke dalam saluran pernafasa. Mekonium tersebut akan
menyumbat (sebagian ataupun seluruh) saluran pernafasan bayi. Bila hal ini terjadi, muncullah
gangguan pernafasan.
37
Komplikasi
1. Displasia bronkopulmoner
2. Pneumotoraks
3. Aspirasi pnemonia
Bayi yang menderita SAM berat mempunyai kemungkin lebih besar untuk menderita mengi
(wheezing) dan infeksi paru dalam tahun pertama kehidupannya. Tapi sejalan dengan
perkembangan usia, ia bisa meregenerasi jaringan paru baru. Dengan demikian, prognosis jangka
panjang tetap baik.
Bayi yang menderita SAM sangat berat mungkin akan menderita penyakit paru kronik, bahkan
mungkin juga menderita abnormalitas perkembangan dan juga ketulian. Pada kasus yang jarang
terjadi, SAM dapat menimbulkan kematian.
Pencegahan
Bila Anda melihat mekonium pada cairan ketuban yang pecah, segera beritahukan dokter. Dokter
akan memakai alat monitor janin selama fase kelahiran untuk memonitor kemungkinan
terjadinya fetal distress.
Pada keadaan tertentu, dokter mungkin akan melakukan infus cairan saline ke dalam cairan
amnion dengan maksud untuk 'mencuci' mekonium keluar dari rongga amnion. Tentu saja
diharapkan cairan amnion telah bersih dari mekonium sebelum janin menarik nafasnya yang
pertama.
Pada tahap pengeluaran bayi, dokter mungkin akan melakukan hal-hal seperti:
1. Melakukan penyedotan (suction) melalui hidung dan mulut begitu kepala bayi keluar (sebelum
bahu keluar)
2. Tergantung pada keadaan bayi, dokter mungkin saja melakukan penyedotan sampai ke trakea
Penatalaksanaan
38
Tergantung pada berat ringannya keadaan bayi, mungkin saja bayi akan dikirim ke unit
perawatan intensif neonatal (neonatal intensive care unit [NICU]). Tata laksana yang dilakukan
biasanya meliputi :
1. Umum
Jaga agar bayi tetap merasa hangat dan nyaman, dan berikan oksigen.
2. Farmakoterapi
Obat yang diberikan, antara lain antibiotika. Antibiotika diberikan untuk mencegah
terjadinya komplikasi berupa infeksi ventilasi mekanik.
3. Fisioterapi
Yang dilakukan adalah fisioterapi dada. Dilakukan penepukan pada dada dengan maksud
untuk melepaskan lendir yang kental.
Pada SAM berat dapat juga dilakukan:
Pemakaian ventilator khusus untuk memasukkan udara beroksigen tinggi ke dalam paru
bayi.
Penambahan nitrit oksida (nitric oxide) ke dalam oksigen yang terdapat di dalam
ventilator. Penambahan ini berguna untuk melebarkan pembuluh darah sehingga lebih
banyak
darah
dan
oksigen
yang
sampai
ke
paru
bayi.
Bila salah satu atau kombinasi dari ke tiga terapi tersebut tidak berhasil, patut
dipertimbangkan untuk menggunakan extra corporeal membrane oxygenation (ECMO).
Pada terapi ini, jantung dan paru buatan akan mengambil alih sementara aliran darah
dalam tubuh bayi. Sayangnya, alat ini memang cukup langka.
DAFTAR PUSTAKA
39
1. Stell BJ. The High Risk Infant. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. Dalam Kliegman
RM,editor. Philadelphia, USA: Saunders 2004; hal 547-559.
2. IDAI. Asfiksia Neonatorum. Dalam: Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2004.h. 272-276.
3. http://www.kalbe.co.id/dod_detail.php?detail=47/aspirasimekonium
4. Pusponegoro, S. Hardiono dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi 1. 2004.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI
5. Bangkit, zakaria. Asuhan Neonatal Esensial. 2006. Jakarta: Paket Pelatihan Ponek
6. Surasmi, A., Handayani, S. & Kusuma, H.N. 2003. Perawatan Bayi Resiko
40