Anda di halaman 1dari 10

KASUS PADA PASIEN

1. Kasus Gugatan Malpraktek Atlet Adinda ke Meja Hijau


Kamis, 25 Juli 2013 | 11:07
Nomor equestrian Show Jumping dipertandingkan di ajang Kualifikasi SEA
Games putaran ketiga di Tigaraksa, Tangerang, Minggu (28/4) WIB,
[Istimewa] Nomor equestrian Show Jumping dipertandingkan di ajang
Kualifikasi SEA Games putaran ketiga di Tigaraksa, Tangerang, Minggu (28/4)
WIB, [Istimewa]
[JAKARTA] Keluarga besar Adinda Yuanita akhirnya menunjuk Susy Tan
sebagai kuasa hukum untuk memasukan gugatan ke Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat. Kasus malpraktek yang menimpa atlet dan pelatih cabang
olahraga Equestrian (berkuda) nasional, Adinda Yuanita memasuki babak
baru.
Adinda melalui pengacaranya menggugat dr. Guntur Eric Luis Adiwati
(Tergugat-1) dan pihak Rumah Sakit Sahid Memorial Jakarta (Tergugat-II).
Gugatan Adinda resmi dimasukkan ke PN Jakarta Pusat satu bulan yang lalu,
setelah kedua belah pihak gagal melakukan mediasi.
Kasus malpraktek yang menimpa Adinda Yuanita memasuki masa
persidangan dengan sidang pertama untuk medengarkan pembacaan
gugatan yang digelar, Rabu (24/7/2013). Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis
Hakim, Iim Nurohim dengan anggota Purwono Edi Santosa dan Amin Ismanto.
Seperti diketahui, 6 November 2012 Adinda terjatuh saat melakukan
persiapan bertanding untuk kejuarana Nasional (KEJURNAS) EFI-JPEC di
Sentul, Jawa Barat. Namun, pada saat itu Adinda tidak merasakan apa-apa.
Malah di kejuaraan itu yang dihelat pada 9-11 November, Adinda berhasil
menyabet beberapa emas.
Tapi, dengan saran dari keluarga, Adinda akhirnya menemui dr. Guntur di
Rumah Sakit Sahid Memorial Jakarta, 13 November 2012. Adinda pun
mendapatkan serangkaian tindakan medis berupa penyuntikan dan infus dari
dokter tersebut sehabis menyabet empat medali pada Kejuaraan Nasional
EFI.
Tiga minggu setelah itu, Adinda merasakan wajahnya membengkak dan mati
rasa, tumbuh gundukan, daging pada punuk, badan biru-biru. Dia juga
mengalami tremor, sakit kepala yang luar biasa, berat badan naik secara
drastis, serta ngilu pada tulang dan otot.
Adinda pun kini harus berobat ke Singapura secara rutin dan harus
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Perempuan yang juga aktif berperan
sebagai manajer dan tim pelatih atlet berkuda itu kemudian dibawa ke
Singapura pada Januari 2013.
Dia melakukan sejumlah pemeriksaan termasuk salah satunya tes darah
khusus yang tidak ada di Indonesia. Beberapa dokter spesialis endokrinolog
di Singapura memvonis Adinda terkena penyakit "iatrogenic cushing
syndrome".
Penyakit itu diduga merupakan akibat dari tindakan medis

dokter spesialis tulang di rumah sakit swasta tersebut. Semua hasil tes darah
Adinda berada jauh di atas batas normal.
Di luar sepengetahuan Adinda, dokter tersebut ternyata melakukan tindakan
medis berupa rangkaian suntikan secara intra-articular atau intramuscular
injections dan infus Aclasta yang mengandung zat-zat dosis tinggi TCA
(Triamcinolone Acetonide) atau pengobatan steroid, obat anastesi lokal
Lidocaine dan pain killer Tramal.
Jenis steroid TCA ini berbeda dengan jenis steroid yang sering digunakan oleh
para atlit untuk doping atau dikenal dengan nama Anabolic Steroid.
Salah satu prestasi Adinda adalah menempatkan tim kuda "Equinara Zandor"
dengan rider Ferry Wahyu Hadiyanto pada rangking pertama di Liga Asia
Tenggara Rolex Show Jumping Ranking, dengan mengumpulkan poin tertinggi
19. Hal ini secara otomatis mengantarkan mereka sebagai tim Indonesia
pertama dalam sejarah equestrian Indonesia yang lolos sebagai finalis pada
ajang paling bergengsi Piala Dunia FEI Rolex World Cup 2013 di Swedia.
"Akibat dari adanya tindakan dokter itu Adinda telah mengalami kerugian
material dan imaterial. Yang terpenting, Adinda bersama tim Equestrian
Indonesia kehilangan kesempatan untuk mengibarkan Merah Putih di kancah
internasional," kata kuasa hukum Adinda, Susy Tan kepada wartawan usai
sidang.
"Pemberian obat yang dikatakan oleh dr. Guntur sebagai "Anti Inflamatory"
(anti pembengkakan atau peradangan yang disebabkan oleh patah tulang)
yang diberikan melalui 15 kali suntikan dalam 7 hari, ternyata mengandung
steroid dosis tinggi. Hal ini adalah penyebab dari berbagai efek samping
yang diderita Adinda yang pada akhirnya Adinda didiagnosa mengalami
Iatrogenic Cushing's Syndrom," tambahnya.
Kerugian imaterial yang dialami oleh Adinda diantaranya kehilangan
kesehatan, gagal tampil di kejuaraan internasional termasuk didalamnya
kehilangan kesempatan bagi atlet lain berlaga di event internasional. Sebab
Adinda Yuanita juga adalah pemilik kuda yang dipakai atlet equestrian
lainnya untuk mengikuti event Internasional.
"Bahwa ternyata Adinda tidak mengalami patah/retak 3 tulang rusuk dan
tulang ekor juga tidak menderita osteoporosis sehingga semestinya tidak
memerlukan tindakan medis seperti yang telah diberikan oleh dr. Guntur
yang dikatakannya sebagai "Anti Inflamatory" (suntikan) dan "Suplemen
Tulang" (infus)," ujarnya.
"Adinda sendiri tidak hadir dalam sidang pertama ini karena masih
mengalami shock akibat kejadian yang dialaminya," tandasnya. [Ant/IB/L-9]

http://sp.beritasatu.com/home/kasus-gugatan-malpraktek-atlet-adinda-kemeja-hijau/38989

2. Tidak Normal Buang Air Besar, Sofiah Diduga Korban Malpraktek


KBRN, Purwokerto : Seorang pasien dari RSUD Margono Soekarjo Purwokerto
bernama Sofiyah, diduga mengalami malapraktek. Informasi itu diungkapkan
oleh Sofiyah warga Arcawinangun Purwokerto Jawa Tengah. Kejadian ini
bermula ketika dirinya akan melahirkan anak ketiga pada tanggal 24
September 2014, namun setelah melahirkan dirinya buang air besar melalui
alat kelamin. Padahal melahirkanya secara normal, dan dalam keadaan
sehat.
Menurut Sofiyah pada saat melahirkan ini tidak ditangani oleh tim dokter,
melainkan oleh bidan atau perawat yang sedang melakukan praktek belajar
di rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah ini.
Pangkal permasalahan
kemungkinan timbul, karena jalan lahir terlalu
sempit, sehingga paramedis memutuskan untuk memacu kelahiran dan
menyobekl jalan lahir. Kemudian bayi laki-laki Sofiyah berhasil dilahirkan
secara normal dengan berat 3,1 kilogram. Namun setelah lima hari pulang
kerumah, Sofiyah buang air besar melalui alat kelamin.
Dengan kondisi buang air besar melalui alat kelamin, menyebabkan rasa
sakit yang luar biasa. Selain itu, buang air besar ini tidak bisa ditahan.
Karena mengalami trauma Sofiyah sejak hari Jumat 31 Oktober kemaren,
dirinya dirawat di rumah sakit Ananda Purwokerto. Dirinya meminta kepada
RSUD Margomo Soekarjo untuk bertangungjawab.
Yang jadi masalah BABnya tidak normal, lewat jalur yang tidak semestinya.
Rasanya sakitnya minta ampun. Dari pihak rumah sakit bilangnya sudah
dioperasi, tapi luka ini masih utuh, yach saya trauma dengan pelayanan dan
penanganan di sana (RSUD Margono Soekarjo-red), kata Sofiyah di RS
Ananda Purwokerto, Senin (3/11/2014).
Sementara, kakak korban Darto mengatakan, pada awalnya pihak RSUD
Margono Soekarjo akan merawat adiknya, hingga tiga bulan kedepan
menunggu proses nifas dan jahitan kering. Namun karena trauma sehingga
dipindahkan ke RS Ananda Purwokerto.
Sedangkan pihak Kepala Bagian Umum RSUD Margono Soekarjo ketika
dikonfirmasi oleh RRI tidak mau berkomentar, terkait masalah Sofiyah.
(RA/Yus/DS)
http://rri.co.id/post/berita/116232/ruang_publik/tidak_normal_buang_air_besa
r_sofiah_diduga_korban_malpraktek.html

3. Kaki hilang, Ilham diduga korban malapraktik RS Labuang Baji


Herni Amir
Selasa, 4 Juni 2013 04:00 WIB
Sindonews.com - Muhammad Ilham, siswa kelas 2 SMK 5 Makassar, diduga
menjadi korban malapraktik Rumah Sakit (RS) Labuang Baji Makassar.
Akibatnya Ilham harus kehilangan kaki kirinya.
Ayah Ilham, Achmad Candra menuturkan, kejadian bermula ketika Ilham
mengalami kecelakaan motor pada 27 April silam. Ilham yang saat itu tengah
berkendara di jalan Tarakan, terserempet oleh angkutan umum (pete-pete)
yang membuat Ilham akhirnya terjatuh dari motor.
Ilham kemudian dilarikan ke RS terdekat untuk mendapat pertolongan
pertama yakni RS Angkatan Laut Lantamal IV. Di RS ini bagian betis Ilham
yang memar sempat dirontgen dan tidak menunjukkan terjadinya patah
tulang. Karena itu, Ilham kemudian dirujuk ke RS Labuang baji.
Akan tetapi sesampai di RS Labuang Baji, Ilham tidak ditangani oleh dokter
ahli, melainkan hanya seorang assisten dokter bernama dr Fadli. Achmad
kemudian diminta segera menandatangani surat persetujuan untuk
dilakukan operasi, karena menurut Fadly, urat syaraf di bagian betis Ilham
ada yang putus.
Saya juga heran kenapa operasi hanya ditangani oleh asisten dokternya
bukan dokter ahli. Pihak rumah sakit labuang baji melalu asisten dokter
Fadli, asisten dokter Nasser memaksa saya mengambil keputusan untuk
dilakukan operasi karena anggapannya ada urat yang putus, sehingga saya
sepakat saja, jelasnya di RS Wahidin, Senin (3/6/2013).
Seminggu setelah operasi, Ilham kembali ke rumah. Akan tetapi Ilham masih
menyempatkan diri melakukan kontrol ke RS sekaligus melakukan
penggantian perban.
Sayangnya 14 hari pasca operasi dilakukan, jari kaki kiri Ilham mulai
menghitam seperti arang dan tak dapat di gerakkan kembali. Selain itu,
mulai mengeluarkan bau busuk dan nanah.

Karena kondisi Ilham semakin parah, akhirnyaIlham dibawa ke RS Wahidin


seminggu lalu. Akan tetapi, ternyata kaki kirinya sudah tidak dapat
diselamatkan, harus diamputasi. Ilham kini menjalani perawatan di Lontara 1
Lantai 2 Kamar 5.
"Ini merupakan mal prkatek yang dilakukan pihak dokter fadli, mana ada
asisten dokter bisa memerintahkan dilakukannya operasi. Karena itu pihak
Labuang Baji harus bertanggungjawab," kata achmad.
Dikonfirmasi, pihak RS Labuang baji terkesan slaing lempar tanggung jawab.
Saat pihak humas ditemui Koran Sindo di Rumah Sakit di Jalan Ratulangi
tersebut, pihak humas hanya mengantar sampai depan Wadir Bidang Medik
dan perawatan Dr Ummu Atiah. Tapi yang bersangkutan juga hanya
mengkonfirmasi lewat telepon.
Nanti saya arahkan kedokternya, dia yang lebih tahu. Saya juga sudah
konfirmasi dan beliau sudah bersedia untuk menjawab semua pertanyaan
dari SINDO, katanya.
Menanggapi ini Wakil Ketua Komisi E DPRD Sulsel Andi Bustaman mengaku
akan segera melakukan hearing dengan mengundang pihak RS Labuang Baji
dan pihak korban.
Kita akan mendengarkan penjelasan keduanya kenapa kejadian seperti ini
bisa terjadi, katanya
http://daerah.sindonews.com/read/745844/25/kaki-hilang-ilham-didugakorban-malapraktik-rs-labuang-baji-1370276942

Pasien cacat, dokter digugat di Majelis Kehormatan


Herni Amir
Senin, 8 Juli 2013 15:53 WIB
Sindonews.com - Orang tua korban dugaan malapraktik Rumah Sakit (RS)
Labuang Baji Makassar, Chandra, akhirnya mengajukan gugatan terhadap
dokter yang dinilai lalai sehingga menyebabkan cacatnya Ilham (16), ke
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).
Chandra mengatakan, gugatan sudah dilayangkan pekan kemarin. Hal ini
dilakukan agar dokter yang bertanggung jawab ditindak tegas. Ini untuk
mengingatkan agar dokter dalam menjalankan profesinya harus mematuhi
standar profesi dan mengedepankan nilai kemanusiaan.
Tidak betul kalau dikatakan RS tidak melakukan pembiaran. Anak saya
empat hari kakinya membusuk pasca operasi tidak ditindaki. Padahal sesuai
standar mestinya perbannya harus diganti. Nanti isteri saya marah baru lah
perbannya diganti. Ini namanya sudah malapraktik, ungkap Ahmad Chandra
kepada SINDO seusai rapat dengar pendapat di Komisi E DPRD, Senin
(8/7/2013).

Tidak hanya itu, dalam operasi Ilham tidak ditangani oleh dokter ahli,
melainkan hanya seorang assisten dokter bernama dr Fadil yang diketahui
merupakan kemanakan kadis Kesehatan Provinsi Sulsel Rachmat Latif.
Achmad kemudian diminta segera menandatangani surat persetujuan untuk
dilakukan operasi, karena menurut Fadil, urat syaraf di bagian betis Ilham
ada yang putus.
Dia menyayangkan adanya perlakuan dokter yang dinilai diskriminatif
terhadap pasien pengguna Jamkesda yang masuk dalam program kesehatan
gratis. apa gunanya kesehatan gratis kalau dokter tidak menaati.
Pemerintah sudah punya program bagus tapi petugas kesehatannya lalai,
jelas dia
Selama diopname satu bulan, setiap minggunya Ilham harus dioperasi atau
Ilham mengalami operasi selama empat kali selama di rawat di RS labuang
baji. Daging mati dan nanah yang terdapat di bekas operasi Ilham justru
dibersihkan setelah sampai ke rumah oleh perawat yang diambil oleh
Chandra.
Ilham kemudian dilarikan ke Wahidin dan akhirnya Ilham harus diamputasi.
Sampai hari ini Ilham masih menjalani perawatan di RS Wahidin.
Saya minta direktur Rumah Sakit mau mengevaluasi ini. Tenaga kesehatan
yang tidak benar tidak usah dipakai, katanya.
Selain ke MKDI lanjut Chandra, kasus Ilham juga telah dibawa ke Komnas
HAM, Komnas Perlindungan anak. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pusat dan
DPR RI. Chandra berjanji tidak akan berhenti memperjuangkan kasus ini
sampai anaknya mendapat keadilan.
Sementara itu, Direktur RS Labuang Baji, Enrico Marentek, mengatakan pada
dasarnya pihaknya ingin menjalankan pelayanan ke masyarakat. Karena itu,
pihaknya siap jika Chandra akan menggugat ke majelis kehormatan.
Kita juga sudah bentuk tim internal untuk mengevaluasi kinerja dokter yang
dianggap bertanggung jawab. Tim sementara bekerja sehingga hasilnya
belum bisa kami umumkan, katanya.
Penanggung jawab bagian ortopedi Dr Nasser mengatakan, Dr Fadil
menjalankan sudah sesuai protap. Residen memang diberi wewenang untuk
melakukan operasi karena RS Labuang Baji adalah RS jejaring pendidikan.
Dia sudah meminta supervisi dari saya melalui telepon sebagai atasannya
langsung. Dan dalam operasi ini kita tidak memerlukan dokter syaraf cukup
ortopedi, katanya.
Sementara itu Ketua Majelis Kehormatan Kedokteran Indonesia (MKKI) Sulsel
Prof Syarifuddin Wahid mengatakan, sesuai dengan UU tentang praktek
kedokteran pasien memang berhak untuk mengajukan keberatan kepada
MKKDI. Hanya saja di Sulsel belum ada, sehingga ini akan langsung diproses
ke pusat.
Majelis yang memutuskan, apakah dokter itu salah atau tidak. Karena
majelis ini dibentuk berdasarkan undang-undang, kata Dekan Fakultas
Kedokteran UMI ini.

(rsa)

http://daerah.sindonews.com/read/758594/25/pasien-cacat-dokter-digugat-dimajelis-kehormatan-1373273582/1

4. Kasus Malpraktek
Seorang warga di Tegal, Jawa Tengah tewas diduga akibat mal praktek saat
dirawat di rumah sakit. Korban diberi cairan infus yang sudah kadaluarsa
saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal sehingga
kondisinya terus memburuk dan akhirnya tewas. Sementara itu pihak Rumah
Sakit Mitra Siaga mengatakan, pemberian infus kadaluarsa tersebut bukan
merupakan kesengajaan.
Solihul, warga Surodadi, Tegal, Jawa Tengah meninggal Selasa (25/03/08)
kemarin, di Rumah Sakit Harapan Anda Tegal. Tangis keluarga korban pun tak
terbendung saat mengetahui korban sudah meninggal. Istri korban Eka
Susanti bahkan berkali-kali tak sadarkan diri. Salah satu keluarga korban
berteriak-teriak histeris sambil menunjukkan sisa infus kadaluarsa yang
diberikan ke korban saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Mitra Siaga
Tegal Sabtu pekan lalu tempat sebelumnya korban dirawat.
Pada kemasan infus tertera tanggal kadaluarsa 14 Januari 2008. Keluarga
korban menuding pemberian infus kadaluarsa inilah yang menyebakan
korban meninggal. Pihak Rumah Sakit Mitra Siaga dinilai teledor karena
memberikan infus yang sudah kadaluarsa. Menurut keluarga korban, sejak
diberi infus kadaluarsa, kondisi korban terus memburuk. Korban yang
menderita gagal ginjal awalnya dirawat di Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal
selama 10 hari. Karena tak kunjung sembuh, pihak keluarga kemudian

memutuskan merujuk korban ke RSI Islam Harapan Anda Tegal. Korban


langsung menjalani perawatan di ruang ICU. Namun tiga hari menjalani
perawatan di ICU kondisi korban terus memburuk, hingga akhirnya
meninggal dunia.
Direktur Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal, Dokter Wahyu Heru Triono
mengatakan, tidak ada unsur kesengajaan dalam kasus infus kadaluarsa
yang di berikan kepada pasien Solihul, namun pihaknya mengakui insiden ini
menunjukkan adanya kelemahan monitoring logistik farmasi. Meski belum
dapat dipastikan meninggalnya korban akibat infus kadaluarsa, pihaknya
akan menjadikan kasus ini sebagai evaluasi untuk memperbaiki monitoring
logistik farmasi. Sementara itu keluarga korban mengaku tetap akan
menuntut pertanggungjawaban pihak Rumah Sakit Mitra Siaga atas
terjadinya kasus ini. Pasalnya, tidak saja telah kehilangan nyawa, namun
keluarga korban tetap harus membayar biaya perawatan sebesar 7 juta
rupiah. (Kuncoro Wijayanto/Sup/26-Mar-2008 PATROLI INDOSIAR)
http://www.farmasi.unud.ac.id/ind/wp-content/uploads/Kasus-malprakteklgkp.pdf

KASUS PADA PROGRAM PATIENT SAFETY

1. RS Anna Medika
RS Anna Medika merupakan RS milik swasta yang baru beroperasi penuh
sejak 16 September 2011, yang sebelumnya beroperasi dalam bentuk awal
RSIA sejak Februari 2010. RS Anna Medika merupakan salah satu RS Milik
Anna Group, yang sebelumnya telah mendirikan RSIA Anna. RS Anna Medika
terletak di Jl. Perjuangan, Harapan Baru, Bekasi Utara. Visi RS Anna Medika
adalah menjadi rumah sakit yang berkualitas dan terkemukan yang dapat
memberikan pelayanan terbaik kepada pasien. Sedangkan Misi RS Anna
Medika adalah rumah sakit yang mampu memenuhi kebutuhan dan
keinginan pasien, rumah sakit yang selalu memperhatikan kebutuhan dokter
dan karyawannya, dan rumah sakit yang mampu berkembang dan dapat
membukan cabang di tempat lain.

Upaya keselamatan pasien di RS Anna Medika belum banyak berjalan.


Berdasarkan wawancara tidak terstruktur kepada koordinator rawat inap RS
Anna Medika pada bulan Januari 2011, masih belum ada program
keselamatan pasien yang disosialisasikan di RS tersebut. Pencatatan insiden
juga masih belum baik, hanya mencakup insiden besar saja. Hal tersebut
tidak sesuai dengan beberapa kriteria yang tercantum dalam Standar
Keselamatan Pasien RS (Depkes RI, 2006) yaitu tersedianya program proaktif
untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden,
adanya
mekanisme
pelaporan
internal
dan
eksternal,
program
pendidikan/pelatihan tentang patient safety dan lain sebagainya.
Berdasarkan wawancara tidak terstruktur terhadap 12 orang tenaga medis
dan paramedis pada bulan Desember 2010-Januari 2011, 10 orang mengakui
ada insiden KTD dan KNC di RS tersebut. Insiden yang paling sering adalah
infeksi jarum infus, kesalahan pemberian dosis obat, dan kesalahan
pemberian jenis obat. Insiden yang berakibat fatal yang pernah terjadi
adalah tidak terpantaunya pemberian cairan intravena yang mengakibatkan
pasien tersebut harus dirawat di ruang rawat intensif, dan insiden kesalahan
diagnostik yang baru diketahui saat pasien menjalani operasi. Angka insiden
tersebut belum tercatat, sehingga tidak sesuai dengan Standar Keselamatan
Pasien RS yang diterbitkan Depkes tahun 2006. Standar tersebut
menyatakan setiap RS harus mengumpulkan data kinerja yang terkait
dengan pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu
pelayanan, dan keuangan.
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20298696-T29985-Rizki%20Cinderasuci.pdf

2. RS Surya Husadha
Penerapan Patient Safety di Rumah Sakit Umum Surya Husadha sudah
berlangsung sejak tahun 2006, tetapi baru berjalan secara maksimal dengan
pendataan yang baik sejak 2008, dibentuknya panitia Patient Safety dengan
SK Direktur, dengan keanggotaan perwakilan dari masing-masing unit di
Rumah Sakit.
Dengan adanya patient safety maka seluruh permasalahan yang berkaitan
dengan pelayanan medis disampaikan untuk mencari pemecahannya yang
dibahas secara bersama-sama dengan seluruh unit di rumah sakit. Dari
semua kasus patient safety ternyata kesalahan dalam pemberian obat ke
pasien meningkat cukup bermakna sebagai penyumbang patient safety,
yang mengakibatkan kejadian yang tidak diharapkan (KTD) maupun kejadian
nyaris cedera (KNC) sesuai dengan aturan dalam patient safety.

Untuk itulah Rumah Sakit Umum Surya Husadha kemudian melakukan


pencegahan dengan menggunakan istilah 6 Benar, yang diterapkan sejak
tahun 2009, dimana disepakati oleh unit keperawatan dan unit Farmasi
sebagai unsur yang langsung berhubungan dengan masalah tersebut. Peran
dokter disini terutama dalam peresepan ataupun instruksi yang dibuat dalam
catatan medis pasien, dikarenakan dokter di RSU Surya Husadha sebagian
besar adalah dokter paruh waktu dimana paginya kebanyakan melaksanakan
tugas sebagai pegawai negeri. Penerapan 6 Benar telah masuk dalam
prosedur pemberian obat dan sudah dipasang pada dinding setiap kamar
perawat agar memudahkan mereka untuk mengerti akan 6 Benar.
Tetapi penerapan 6 Benar belum dilaksanakan secara benar, sehingga
menimbulkan KTD dan KNC yang cukup tinggi dan terjadi peningkatan setiap
tahunnya sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2010.
Tabel 1. Data Patient Safety dari Tahun 2008-2010 di RSU Surya Husadha
Tahun
Diagnose tidak jelas
Pasien jatuh
Hasil pemeriksaan
tertukar
Batal operasi
Salah prosedur
MRS kembali
Komplikasi
Salah identitas
Kesalahan pemberian
obat

2008
33%
17%
21%

2009
17%
0%
10%

2010
10%
6%
3%

4%
0%
0%
0%
0%
25%

3%
10%
10%
7%
7%
37%

6%
0%
6%
6%
10%
50%

Sumber data: Kejadian KTD dan KNC di RSU Surya Husadha tahun 2008-2010
Supaya pelayanan perawat dan farmasi berkualitas dan berkurangnya KTD
dan KNC diharapkan bisa menerapkan 6 Benar dalam pemberian obat
kepada pasien. Namun seringkali dalam pelaksanaannya staf perawat dan
farmasi belum maksimal dalam melaksanakan tahapannya. Kelancaran
pelaksanaan 6 Benar ditentukan oleh kepatuhan perawat dan farmasi
sebagai tenaga profeisonal yang bekerja di rumah sakit selama 24 jam
secara terus menerus yang dibagi dlaam 3 shift, yaitu pagi, sore dan malam.
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20313539-T31308-Faktor-faktor.pdf

Anda mungkin juga menyukai