Abses dan fistula anal adalah kasus umum pada praktik bedah. Kebanyakan abses biasanya hanya dinsisi
sederhana dan kebanyakan fistula dapat dilakukan teknik fistulotomi lay-open. Aplikasi probe berlebihan
sebaiknya tidak dilakukan saat drainase abses karnea dapat menyebabkan timbulnya fistel iatrogenic.
Beberapa perseN kasus fistel cukup rumit dan agak susah untuk ditangani. Penatalaksanaan kasus ini
mencakup diagnosis akurat dan ketepatan antara menghilangkan fistula namun tetap menjaga kontinensi.
Keputusan klinis diambil berdasarkan evaluasi klinis dan ultrasound anal (jika tersedia), apakah fistula
dapat dibuka dan didrainase (lay open). Jika tidak dapat dilakukan lay open, sebuah string lateks atau silk
(seton) ditempatkan di fistel sehingga sepsis dapat terhindarkan. Jika sepsis terhindarkan, dapat dilakukan
repair definitive. Terdapat beberapat teknik yang tersedia untuk kasus ini termasuk rectal advancement
flap, fibrin glue, dan cutaneous flaps yang nantinya akan dibahas selanjutnya
Kata kunci : fistula anal, abses perianal
Singkatan : AIN, anal intraepithelial neoplasia; ATZ, anal transitional zone; ES, external sphincter; EUA,
examination under anaesthetic; EUS, endo-anal ultrasound; IS, internal sphincter; MRI, magnetic
resonance imaging; PPV, positive predictive value; RAF, rectal advancement flap; RCT, randomized
controlled trial.
PENDAHULUAN
Abses dan fistel anal adalah kasus bedah yang
umum ditemukan. Penatalaksanaan kebanyakan
kasus dari abses dan fistula anal langsung
berdasarkan anatomi dari anorektum dan
penerapan prinsip pembedahan. Beberapa persen
dari kasus abses anal dan fistel anal cukup rumit
dan merupakan kasus pembedahan yang sangat
menantang. Tujuan dari pembedahan untuk tetap
menjaga kelancaran kontinensi fungsi anal dan
mengobati fistula terkadang sulit untuk dicapai.
ANATOMI
Pengetahuan mengenai kanalis anus mutlak
harus dikuasai dalam penatalaksanaan fistula
anal yang tepat. Spinkter eksternal (ES
external sphincter) adalah lanjutan otot dasar
pelvis. Spinkter interna (IS internal sphincter)
adalah lanjutan dari lapisan m.circular interna
dari rectum bawah (Gambar 1). Lapisan otot ini
sangat mudah terlihat pada endo-anal ultrasound
(EUS). IS tampak sebagai cincin hipo-echoic.
ES ditandai dengan pertama-tama menemukan
ANAL ABSCESSES AND FISTULAS
ANZ J. Surg. 2005; 75: 6472
REVIEW ARTICLE
ETIOLOGI
Teori cryptoglandular Eisenhammer dan
Parks sekarang telah diakui luias meskipun
masu
terdapat
beberapa
penelitian untuk membuktikan
kebenaran maupun menyangkal
teori
tersebut.
Eisenhammer
mengatakan bahwa glandula anal
interamuskulat terinfeksi dank arena
selanjutnya
terjadi
obstruksi
infeksius dari duktus penghubung
tersebut,
sehingga
tidak memungkinkan
terjadinya
drain
spontan ke kenalis
8
anal.
Patks
menemukan
dilatasi kistik
glandula anal
pada 8 dari 30
kasus
konsekutif
fistula
anal.
Parks
mengaitkannya
dengan dilatasi duktus bawaan
ataupun
abnormalitas
congenital dan memaparkan
bahwa terdapat precursor infeksi pada cavitas
yang penuh dengan mucin. 9 Infeksi dimulai
pada plana intersphincterica. Jka infeksi turun
kebawah
ke
plana
intersphincterica,
terbentuknlah abses perianal. Jika infeksi naik
keatas plana intersphincetrica, terbentuk abses
intersphincterica tinggi atau abses supralevator.
Sepsis yang mengalir ke ES akan menyebabkan
abses ischiorectal. Jika berlanjut keatas melewati
levator plate, dapat menyeybabkan abses
supraelevator (Gambar 2). Abes tapal kuda
(horseshoe abscess) terbentuk dari penyebaran
infeksi yang bersifat sirkumferensial. Hal ini
paling sering terjadi pada plana ischiorectal
ANAL ABSCESSES AND FISTULAS
ANZ J. Surg. 2005; 75: 6472
namun
dapat
pulat erjadi pada
plana perianal dan
supralevator. 10
Telah
dipaparkan
bahwa kebanyakan
fistula
anal
letak tinggi
dan
inkontinensia
derajat
tinggi menunjukkan adanya
penyebab iatrogenic sehingga
komplikasi
inilah
yang
paling
dihindari
pembedahan
atau fistel. 11
dalam
abses
KLASIFIKASI
Klasifikasi
awal
dibuat oleh
Milligan dan Morgan, 12
Steltzner, 13 Goligher, 14 dan Eisenhammer. 15
Keseluruhan klasifikasi ini dirangkum oleh
Parks
dkk
dengan
klasifikasinya
intersphincterica,
transphincetrica,
suprasphincterica, dan extrasphincteric (Gambar 3)
menjadi klasifikasi yang paling luas digunakan
dan dipelajari. 16 Ekstensi (jalur sekunder) dapat
terjadi pada plana intersphincterica, fossa
ischiorectal dan pararectal (supralevator)space.
Terdapat
beberapa
batasan
dari
klasifikasi Parks. Fistula superficial tidak
termasuk dalam klasifikasi karena lebih
ditekankan pada plana intersphincterica. Hal ini
2
REVIEW ARTICLE
umum terjadi dan terhitung 16% dari total
keseluruhan kasus. 17 Serat paling bawah ES
melengkung dibawah ujung distal IS dan pada
sepertiga bawah EUS canalis anus tidak
memiliki IS. Sesuai pengalaman penuulis, fistel
intersphincterica sebenarnya, seperti yang
diklasifikasikan oleh Parks, tidak benar-benar
terjadi. Bahkan fistula dengan letak sangat
rendah tetap melewati serat terbawah dari ES
dan inilah yang disebut dengan transsphincetrica.
Penatalaksanaan terbaik untuk fistula
anal adalah untuk membuka fistel tersebut.
Lebih jelasnya yaitu memotong bagian besar
dari spinkter anal yang akan menyebabkan
inkontinensia.
Di tahun 1962 Bennet memapaparkan bahwa
hadiah yang paling buruk bagi pasien yang
sangat cerewet adalah, setelah 17 minggu
pasca operasi horseshoe fistula, menemukan
bahwa pakaian dalamnya bernoda coklat,
bukan kuning, meskipun fistula tersebut sudah
ditangani. 18
Klasifikasi klinis yang lebih
berguna adalah apakah fistula tersebut
dapat dilakukan fistulektomi lay open
atau tidak. Hal ini berdarsarkan
penampakan klinis dan
temuan EUS dan tidak
hanya tergantung darit ipe fistel, tapi juga
menurut jenis kelamin pasien dan adanya
riwayat abnormalitas spinkter sebelumnya
ABSES ANORECTAL
Gejala klinis abses anorektal
Abses anorektal biasanya ada dengan gejala
nyeri dan pembengkakan lokal. Gejala klinis
tergantung dari lokasi abses dan beberapa pasien
bisa saja datang hanya dengan demam ringan
yang tidak diketahui penyebabnya. Abses dapat
diklasifikasikan
dalam
abses
perianal,
ischiorectal, intersphincterica , atau supralevator
(Gambaar 4)
REVIEW ARTICLE
kemudian
dipotong
d
bagian
plana
intersphincterica diatas abses. Abses dapat
didrainase melalui jalur ini dan dapat diletakkan
mushroom tipped catheter (de pezzer) pada
kavitas selama 3-4 hri untuk menghindari
terhadinya rekurensi.
Abses perianal dan ischiorectal lebih
mudah ditemukan dan dilakukan drainase.
Lanjutan supralevator dari abses ischiorectal
dapat di drainase melalui fossa ischiorectal.
Prevalensi terjadinya fistula anal erkisar dari 583%. 20-23 Terbentuknya fistula lanjutan lenih
sering terjadi pada abses perianal dibandingkan
dengan abses ischiorectal atau jika abses yang
terjadi cukup kompleks misalnya abses
berbentuk tapal kuda (horseshoe). 22,24
Terdapat enam uji klinis acak
(randomized clinical trials RCT) 23,25-29 yang
membandingkan
penatalaksanaan
segera
maupun terlambat dari jalur terkait fistel. Lima
dari peneltiian awal ini memiliki sasaran crude
meta-analysis. Temuannya adlah jika jalur fistel
tidak ditemukan dan ditangani saat abses
dirainase, pasien beresiko 13x lebih besar (5.4 4.7 95% CI) menderita sepsis persisten. Akan
tetapi, jika jalur tersebut ditemukan dan
ditangani, insidensi inkontinensia yang terjadi
dapat lebih besar (OR 0.36, 0,13 0.93). 30
Penelitian keenam dan yang terbaru ini
mencakup 100 pasien. 23 Pada peneltiian ini,
fistula anal ditemukan pada 83% kelompok
pasien dan kemudian diobati (kelompk A). pada
kelompok pasien lain yaitu hanya dilakukan
drainase abses (kelompok B), 29% berkembang
menjadi fistula. Pada kelompok A dan B tingkat
kejadian inkontinesi 1 tahun yaitu 6% dan 0%
berturut-turut. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah drainase abses anal dengan fistulotomi
dapat dilakukan dengan aman pada kasus fistel
subkutan,
intersphincterica,
atau
transsphincterica letak rendah dengan rekurensi
minimal. Akan tetapi, jika data mentah tersebut
dianalisis ulang, pasien di kelompok A memiliki
resiko untuk terjadinya fistula 2.8 kali lipat lebih
besar (2.1- - 3.9 95% CI, p < 0.0001) dan
ANAL ABSCESSES AND FISTULAS
ANZ J. Surg. 2005; 75: 6472
REVIEW ARTICLE
Pemeriksaan Klinis
Pada kenyataannya, prevalensi terbentuknya
fistula setelah dranase abses anorektal terjadi
sekitar 30% kasus. Drainase persisten dari lokasi
drainase dan/atau terbentuknya abses rekuren
biasanya adalah indikasi tersbentuknya sebuah
fistel. External opening biasanya bersih dan
disini biasanya diletakkan drainase sebelumnya
atau disini pernah terjadi drainase spontan. Jalur
fistel (fistula track) dapat dirasakan diantara jarijari dan jempol saat elemkakukan pemeriksaan
rektum digital. Adanya abnormalitas klinis
apapun pada spinchter anal, seperti buruknya
relaksasi dan/atau tonus otot berkurang dan
defisiensi dari trauma obstetric atau iatrogenic
harus diketahui. Kita tidak harus memasukkan
probes pada pasien yang compos mentis karena
hal ini sangat tidak nyaman dan dapat
menimbulkan jalur baru yang lain. Jika tidak
teraba adanya pembentukan abses yang
membutuhkan drainase, pemeriksaan lanjutan
dilakukan dengan EUS atau pemeriksaan
dibawah anestesi tergantung pada fasilitas
kesehatan yang menangani.
Acuan oleh Goodsall dan Miles
menyatakan bawa fistel dengan external opening
yang berada diatas linea horizontal hingga di
tengah dari canalis anal, dengan pasien pada
posisi litotomi, biasanya akan mengalir langsung
kea rah canalis anal. Fistula yang terdapat
dibawah linea horizontal biasanya mengalir ke
garis tengah posterior. 31 Seperti semua acuan
lain, selalu terdapat pengecualian akan aturan
ini. Cirocco dan Reilly mencoba membuktikan
acuan ini di tahun 1992. Mereka melaporkan
akurasi prediktif yaitu 90% untuk fistel posterior
namun hanya 49% fistel anterior yang sesuai
dengan prinsip diatas. 32 Berseberangan dengan
ANAL ABSCESSES AND FISTULAS
ANZ J. Surg. 2005; 75: 6472
REVIEW ARTICLE
Sensitivitas
keseluruhan
dengan
menggunakan tiga tanda diatas adalah sebesar
94% dan spesifisitas 87% dengan PPV 81%. .
refeleksi gas dari hydrogen peroksida dapat
menandai track dan berguna untuk menentukan
loksi dari internal opening. 36-40
Gold dkk mempelajari interobeserver
dan intraobserver agreement dalam menentukan
sphincter anal dan menemukan bahwa
interobserver agereement sangat baik (kappa =
0.84). 41 Sebaliknya, Robinson mendeskripsikan
interpretasi pencitraan yang keliru sama seperti
Achilles heel of Radiology. Mata dan otak
manusia gagal menyeimbangi kemajuan
teknologi. 42
Slah satu dari kekurangan EUS adalah
sulitnya membedakan sepsis rekuren dari burntout fibrotic tracks pada penyakit komplikasi
Magnetic resonance imaging
Keuntungan dari MRI (magnetic resonance
imaging) adalah termasuk pencitraan multiplana
dan diferensiasi jaringan lunak tinggak tingggi
hingga dapat menampilkan system traktus
terkait dengan anatomi terkait yang merupakan
gambaran relevan saat dilakukan eksplorasi
bedah. 43 Keakuratan dari MRI telah
dikonfirmasi oleh berbagai ahli bedah. 44-47 Hal
ini sangat berguna dalam menentukan fistula
sekunder kompleks hingga penyakit Crohn. 48-49
Fistulography
Fistulograpgy tentu saja bukan merupakan
pemeriksaan lini pertama. Hasil positif palsu
dari pembukaan rectal telah banyak dilaporkan.
50
dan dapat menyebabkan pembedahan yang
tidak tepat. Fistulograpy sangat tidak akurat,
pemeriksaaan yang tidak dapat diandalkan,
dansebuah prosedur yang dapat membahayakan.
51
Track yang kronik mungkin tetap paten,
namun banyak track yang masih dalam keadaan
akut yang umumnya hanya jaringan kolumnair
yang terjadi inflamasi dengan lumen yang belum
paten. Injeksi kontras sendiri hanya dapat
ANAL ABSCESSES AND FISTULAS
ANZ J. Surg. 2005; 75: 6472
REVIEW ARTICLE
opening. 37,52 Probes dengan berbagai derajat
lengkungan,
dapat
digunakan
untuk
mengidentifikasi internal opening. Kripte anal
dapat salah dianggap sebagai internal opening,
namun kripte anal ini bersifat sangat dangkal.
Jika tersedia, EUS yang dilakukan sejalan
dengan EUA akan sangat membantu dalam
menentukan traktus dan mengidentifikasi
internal opening.
PENATALAKSANAAN FISTEL ANAL
Tujuan dari penatalaksanaan fistula anal
menurut Finlay adalah : 53
Untuk menentukan anatomi fistel
Untuk melakuakn drainas terkait dengan
sepsis
Untuk menghilangkan traktus fistel
Untuk menghindari terjadinya rekurensi
Untuk tetap menjaga kontinensi dan
integritas sphincter
Setelah
keseluruhan
pemeriksaan,
menurut penulis, hal yang selanjutnya dilakkan
adalah melakukan fistulotomy lay open atau
menempatkan Seton kemudian menilai ulang
abses setelah 2-3 bulan. Pada saat ini,
kemungkinan fistel sudah dapat dilakukan lay
open atau dapat dilakukan rectal advancement
flap..
Kapan fistel tersebut dapat ditangani dengan
teknik lay open?
Penatalaksanan terbaik, dalam hal penyembuhan
absolute, adalah untuk melakukan lay open pada
fistel. Sudah sangat jelas bahwa fistula letak
sangat tinggi tidak dapat dilakukan lay open dan
fistula letak sangat rendah dapat dilakukan lay
open tanpa adanya sekuele fungsional lanjutan.
Fistula letak rendah dan mid trans-sphincterica
menimbulkan kesulitan dan membutuhkan
pertimbangan lebih lanjut dalam menentukan
apakah harus dilakukan lay open atau harus
ditempatkan Seton terlebih dahulu. Jika ragragu, selalu ptuuskan untuk letakkan Seton
terlebih dahulu, terutama jika masih belum
REVIEW ARTICLE
sebaiknya seton diikat parallel satu sama lain
dengan silk besar (Gmbar 5). Saat seton
dikaitkan sendiri dan dibuat simpul, smpul
tersebut terlalu menonjol dan terasa sangat tidak
nyaman untuk pasien. Beberapa ahli bedah
melakukan lay open pada bagian lateral dari
traktus fistel sehingga seton dapat dilwatkan
pada bulk sphincter saja. 60Hal ini sebenarnya
tidak terlalu penting, karena ereadikasi fistel
tergantung dari eliminasi internal opening. Ini
hanyalah pengalaman dari penulis sendiri untuk
meletakkan seton sepanjang traktus. Saat
menempatkan seton, traktus tambahan apapun
atau cavitas yang belum di drainase dapat
didrainase dengan kateter de pezzer, yang
dtempatkan
selama beberapa
hari
sampai
beberapa
minggu.
Biasanya, saat seton telah
ditempatkan selama 2-3 bulan, fistula tersebut
sudah aman untuk dilakukan fistulotomy lay
open. Telah dipaparkan sebelumnya bahwa dapat
terjadi fibrosis terkait fistula. 61,62 Namun hal ini
merupakan kejadian yang cuup mudah ditangani
dan justru dapat dilakukan penilaian yang lebih
akurat terhadap fistel.
Seton dapat digunakan jangka panjang
dan dapat menjadi pilihan jika fistel terkait
dengan penyakit Crohn dan fistel rekuren yang
telah berkali-kali dilakukan perbaikan.
Advancement flap
Advancement flap sebaiknya dipertimbangkan
untuk dilakukan jika fistel tersebut tidak dapat
ditangani dengan teknik lay open. Hal ini hanya
dapat dilakukan jika semua tanda sepsis akut
telah tertangani. 64 Istilah mucosal advancement
flap sebenarnya tidak sesuaii, karena flap
ANAL ABSCESSES AND FISTULAS
ANZ J. Surg. 2005; 75: 6472
REVIEW ARTICLE
adanya perubahan pada manometri anal atau
komplians rektum. Kebanyakan penelitian
melaporkan tidak adanya deteriorasi pada
kontinensi. 65,71-73,76 Akan teteapi, Mizrahi dkk 78
melaporkan 9% insidensi dari gangguan
kontinensia. Shouten dkk 75 melaporkan bahwa
26 pasien dengan kontinesi norma pre operatif
dan sebanyak 38% dari mereka mengalami
inkontinesi flatus dan 12% inkontinensi alvi.
Lem fibrin fibrin glue
Jaringan fibrin afhesif telah digunakan oleh ahli
bedah sejak awal tahun 1940an. Pada 10-15
tahun terakhir telah terdapat berbagai laporan
mengenai aplikan Fibrin glue pada fistula anal.
80-91
Tingkat keberhasilan tindakan ini bervariasi
dari 14 85%. Rentang variasi keberhasilan
yang jauh ini disebabkan karena alikasi berbagai
tipe lem, aplikasi berbagai teknik insersi lem,
berbagai tipe fistula dan rentang jangka waktu
follow up yang bermacam-macam. Teknik nya
cuku mudah dilakukan dan tidak dibutuhkan
pemotongan otot. Satu-satunya kerugian dari
teknik ini adalah jika terapi ini gagal, dapat
timbul spsis dan traktus menjadi lebih rumit. 89
Sebuah uji klinis acak terkontrol pada Oxford
menemukan bahwa tidak adah fungsi dari
aplikasi lem fibrin pada fistulotomy fistula
sederhana.
Lem
fibrin
lebih
dapat
menyembuhkan fistel yang sulit dibandingkan
yang sederhana pada terapi konvensional
(termasuk RAF) dengan tingkat kepuasan pasien
yang cukup tinggi.
Semua kasus sepsis akut harus ditangani
dan traktus harus tetap didebridement untuk
aplikasi lem fibrin. Sepertinya aplikasi lem
fibrin ini bekerja lebih baik pada kasus fistel
yang rumit dan traktus yang panjang
diabndingkan kasus fistel sederhana. Aplikasi
lem fibrin ini tidak baik untuk digunakan pada
kasus fistel rectovaginal. Laporan baru-baru ini
mengatakan bahwa tingkat keberhasilan aplikasi
lem fibrin lumayan (14% dan 33%).91
Entusiasme dari terapi lem fibrin untuk fistel
anal meningkat baru-baru ini di Australia karena
ANAL ABSCESSES AND FISTULAS
ANZ J. Surg. 2005; 75: 6472
REVIEW ARTICLE
FISTEL EXTRA-SPHINCTERICA
Patologi primer dari tistel etra-shincterica
sebernarnya adalah berasal dari intra-abdominal.
Penyakit yang menjadi penyebab umumnya
adalah penyakit divertikulum, penyakit Crohn,
keganasan, dan kerusakan usus akibat radiasi.
FISTEL TERKAIT PENYAKIT CROHN
Diskusi menyeluruh dari topik diatas diluar
bahasan artikel ini. Biasanya penggunaan seton
jangka panjang adalah pilihan yang paling aman
digunakan. Hal ini dapat mengurangi drainase
perianal dan nyeri tanpa merusak sphincter dan
meminimalisasi resiko terbentuknya abses
laanjutan yang terjadi di sepanjjang traktus
fistel. 63 Jika terdapat proktitis aktif, terapi bedah
apapun biasanya tidak akan berhasil. Tanpa
adanya proctitis, pembedahan definitive
(fistulotomy lay open pada fistula letak rendah,
RAF pada fistula letak tinggi) dapat dilakukan.
Tingkat kebrhasilan masih lebih rendah
dibandingkan pada pasien tanpa penyakti Crohn.
Infliximab adalah antibody monoklonal
murine chimeri melawan TNF-. Ini adalah
satu-satunya terapi medis yang erbukti dapat
mengurangi jumlah fistel perianal pada pasien
dengan penyakit Crohn. 99 Akan tetapi, pada
praktiknya, rekurensi setelah intervensi cukup
sering terjadi. Terdapat bukti bahwa pada pasien
dengan seton yang menjalani terapi Infliximab
untuk penyakit Crohn, sebaiknya melepas seton
selama terapi Infliximab. 100
SEPSIS ANOREKTAL PADA HIV
Prinsip umumnya adalah sepsis anorektal pada
pasien positif HIV harus diterapi dengan prinsip
yang sama dengan sepsis anorektal pada
penyakit Crohn. Jaringan apapun yang dibuang
harus diperiksa secara histologist untuk
mengettahui prevalensi terjadinya AIN (Anal
Intraepithelial Neoplasia) yang cukup tinggi
pada keadaan ini 101
JIKA TIDAK ADA SATUPUN TERAPI
YANG BERHASIL
ANAL ABSCESSES AND FISTULAS
ANZ J. Surg. 2005; 75: 6472
KESIMPULAN
Kebanyakan abses sedrhananya hanya dilakukan
drainase dan kebanyakan fistel ditangani dengan
fistulotomy lay open. Pemahaman mengenai
anatomi kanalis anus dan etiologi abses perianal
dan fistula anal sangat diutuhkan. Abses
membutuhkan drainase pembedahan dibawah
anesetesi umum. Abses intersphincterica dan
supralevator secara klinis sulit untuk
diidentifikasi. Ultrasound anal atau MRI dapat
diilakukan pada situasi ini tergantung dari
kelengkapan fasilitas kesehatan dan ahli yang
dapat melakukannya. Jika fistula tersebut sangat
nyata terlihat tanpa memasukkan seton, fistel
tersebut sebaiknya didiamkan hingga sepsis dan
inflamasi terkait dan udem telah tertangani
Biasanya harus diputuskan apakah aman
menggunakan teknik lay open pada fistel letak
sangat rendah dan sangat tinggi. Melakukan
teknik lay open pada fistel adalah metode
dengan tingkat keberhasilan yang paling besar
dan pada kebanyakan situasi, hal ini dapat
dilakukan dengan aman tanpa adanya gangguan
kontinensi. Pada fistel mid-level (biasanya
dengan ultrasound anal) biasanya dilakukan
pemeriksaan klinis tambahan dan pemeriksaan
objektif apakah terdapat keterlibatan sphincter.
Jika fistel tidak dapat ditangani dengan teknik
lay open, dilakukan repair definitive yang lain.
Rectal advancement flap adalah pendekatan
yang paling masuk akal dalam hal ini dengan
10
REVIEW ARTICLE
tingkat keberhasilan sebesar 60-70% dan dengan
hasil fungsonal yang cukup baik. jika hal ini
gagal, gunakan teknik lain dengan tingkat
keberhasilan yang lebih rendah dan begitut eerus
selanjutnya. Jika berbagai usaha perbaikan fistel
msih tetap gagal, aplikasi seton jangka panjang
mungkin adlah pilihan yang paling baik
DAFTAR PUSTAKA
1.
11
REVIEW ARTICLE
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40. Sudol-Szopinska
I,
Jakubowski
W,
Szczepkowski M, Sarti D. Usefulness of
hydrogen peroxide enhancement in diagnosis of
anal and ano-vaginal fistulas. Eur. Radiol. 2003;
13: 10804.
41. Gold DM, Halligan S, Kmiot WA, Bartram CI.
Intraobserver and interobserver agreement in
anal endosonography. Br. J. Surg. 1999; 86:
3715.
42. Robinson PJA. Radiologys Achilles heel: error
and variation in the interpretation of the Rontgen
image. Br. J. Radiol. 1997; 70: 108598.
43. Bartram C, Buchanan G. Imaging anal fistula.
Radiologic ClinNorth Am. 2003; 41: 44357.
44. Lunniss PJ, Armstrong P, Barker PG, Reznek
RH, Phillips RK Magnetic resonance imaging of
anal fistulae. Lancet 1992; 340: 3946.
45. Barker PG, Lunniss PJ, Armstrong P, Reznek
RH, Cottam K Phillips RK. Magnetic resonance
imaging
of
fistula-in-ano:
technique,
interpretation and accuracy. Dis. Colon Rectum
1994; 37: 288.
46. Madsen SM, Myschetzky PS, Heldmann U,
Rasmussen OO, Thomsen HS. Fistula in ano:
evaluation with low-field magnetic resonance
imaging (0.1 T). Scand. J. Gastroenterol. 1999;
34: 12536.
47. Scholefield JH, Berry DP, Armitage NC, Wastie
ML. Magnetic resonance imaging in the
management of fistula in ano. Int. J. Colorectal.
Dis. 1997; 12: 2769.
48. Zbar AP, de Souza NM, Piuni R, Kmiot WA.
Comparison of endoanal magnetic resonance
imaging with surgical findings in perirectal
sepsis. Br. J. Surg. 1998; 85: 11114.
49. Beets-Tan RG, Beets GL, van der Hoop AG et al.
Preoperative MR imaging of anal fistulas: does it
really help the surgeon? Radiology 2001; 218:
7584.
50. Kuijpers HC, Schulpen T. Fistulography for
fistula-in-ano. Is IT useful? Dis. Colon Rectum
1985; 28: 1034.
51. Kuijpers HC, Van Tets WF. Fistulography. In:
Phillips, RK Lunniss, PJ, eds. Anal Fistula.
London: Chapman & Hall, 1996.
52. Rosen L. Anorectal abscess-fistula. Surg. Clin.
North Am. 1998; 68: 1293308.
53. Finlay IG. Objectives in management. In:
Phillips, RK, Lunniss, PJ, eds. Anal Fistula.
London: Chapman & Hall, 1996.
12
REVIEW ARTICLE
54. Adams D, Kovalcik PJ. Fistula in ano. Surg.
Gynecol. Obstet. 1981; 153: 7312.
55. Sainio P, Husa A. Fistula-in-ano. Clinical
features and long-term results of surgery in 199
adults. Acta Chirurgica Scand. 1985; 151: 169
76.
56. Parks AG, Stitz RW. The treatment of high
fistula-in-ano. Dis. Colon Rectum 1976; 19:
48799.
57. Kuijpers HC. Diagnosis and treatment of fistulain-ano. Neth. J. Surg. 1982; 34: 14752.
58. Mazier WP. The treatment and care of anal
fistulas: a study of 1,000 patients. Dis. Colon
Rectum 1971; 14: 13444.
59. McElwain JW, McLean MD, Alexander RM.
Anorectal proBlems. Experience with primary
fistulectomy for anorectal abscess. Report 1000
cases. Dis. Colon Rectum 1975; 18: 6469.
60. Lunniss PJ, Thomson JP. The loose seton. In:
Phillips, RK, Lunniss, PJ, eds. Anal Fistula.
London: Chapman & Hall, 1996.
61. Gabriel WB. The Principles and Practice of
Rectal Surgery. London: Lewis, 1963.
62. Ramanujam PS, Prasad ML, Abcarian H. The
role of the seton in fistulotomy of the anus. Surg.
Gynaecol. Obstet. 1983; 157: 41922.
63. Faucheron JL, Saint-Marc O, Guibert L, Parc R.
Long-term seton drainage for high anal fistulas
in Crohns disease a sphincter-saving
operation? Dis. Colon Rectum 1996; 39: 208
11.
64. Stone JM, Goldberg SM. The endorectal
advancement flap procedure. Int. J. Colorectal
Dis. 1990; 5: 2325.
65. Ozuna G, Hull TL, Cartmill J, Fazio VF. Longterm analysis of the use of transanal rectal
advancement
flaps
for
complicated
anorectal/vaginal fistulas. Dis. Colon Rectum
1996; 39: 104.
66. Kodner IJ, Mazor A, Shemesh EI, Fry RD,
Fleshman JW, Birnbaum EH. Endorectal
advancement flap repair of rectovaginal and
other complicated anorectal fistulas. Surgery
1993; 114: 6829.
67. Jones IT, Fazio VW, Jagelman DG. The use of
transanal rectal advancement flaps in the
management of fistulas involving the anorectum.
Dis. Colon Rectum 1987; 30: 91923.
68. Makowiec F, Jehle EC, Becker HD, Starlinger
M. Clinical course after transanal advancement
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
81.
13
REVIEW ARTICLE
82. Aitola P, Hiltunen KM, Matikainen M. Fibrin
glue in perianal fistulas a pilot study. Ann.
Chir. Gynaecol. 1999; 88: 1368.
83. Cintron J, Park JJ, Orsay CP. Repair of fistulasin-ano using fibrin adhesive: Long-term followup. Dis. Colon Rectum 2000; 43: 94450.
84. Venkatesh KS, Ramanujam PS. Fibrin glue
application in the treatment of recurrent
anorectal fistulas. Dis. Colon Rectum 1999; 42:
11369.
85. Park JJ, Cintron J, Orsay CP. Repair of chronic
anorectal fistulae using commercial fibrin
sealant. Arch. Surg. 2000; 135: 1669.
86. Patrlj L, Kocman B, Martinac M et al. Fibrin
glue-antibiotic mixture in the treatment of anal
fistulae: experience with 69 cases. Digestive
Surg. 2000; 17: 7780.
87. Buchanan GN, Bartram CI, Phillips RK et al.
Efficacy of fibrin sealant in the management of
complex anal fistula: a prospective trial. Dis.
Colon Rectum 2003; 46: 116774.
88. Lindsey
I,
Smilgin-Humphreys
MM,
Cunningham C, Mortensen NJ, George BD. A
randomized, controlled trial of fibrin glue vs
conventional treatment for anal fistula. Dis.
Colon Rectum 2002; 45: 160815.
89. Sentovich SM. Fibrin glue for anal fistulas: longterm results. Dis. Colon Rectum 2003; 46: 498
502.
90. Sentovich SM. Fibrin glue for all anal fistulas. J.
Gastrointesti- nal Surg. 2001; 5: 15861.
91. Zmora O, Mizrahi N, Rotholtz N et al. Fibrin
glue sealing in the treatment of perineal fistulas.
Dis. Colon Rectum 2003; 46: 5849.
92. Del Pino A, Nelson RL, Pearl RK, Abcarian H.
Island flap ano- plasty for treatment of
transsphincteric fistula-in-ano.
Dis Colon
Rectum 1996; 39: 2246.
93. Amin SN, Tierney GM, Lund JN, Armitage NC.
V-Y advance- ment flap for treatment of fistulain-ano. Dis. Colon Rectum 2003; 46: 5403.
94. Christensen A, Nilas L, Christiansen J.
Treatment of trans sphincteric anal fistulas by the
14