Anda di halaman 1dari 14

REVIEW ARTICLE

ABSES DAN FISTULA ANAL


MATTHEW J. F. X. RICKARD
Department of Colorectal Surgery, Concord Hospital, Sydney, New South Wales, Australia

Abses dan fistula anal adalah kasus umum pada praktik bedah. Kebanyakan abses biasanya hanya dinsisi
sederhana dan kebanyakan fistula dapat dilakukan teknik fistulotomi lay-open. Aplikasi probe berlebihan
sebaiknya tidak dilakukan saat drainase abses karnea dapat menyebabkan timbulnya fistel iatrogenic.
Beberapa perseN kasus fistel cukup rumit dan agak susah untuk ditangani. Penatalaksanaan kasus ini
mencakup diagnosis akurat dan ketepatan antara menghilangkan fistula namun tetap menjaga kontinensi.
Keputusan klinis diambil berdasarkan evaluasi klinis dan ultrasound anal (jika tersedia), apakah fistula
dapat dibuka dan didrainase (lay open). Jika tidak dapat dilakukan lay open, sebuah string lateks atau silk
(seton) ditempatkan di fistel sehingga sepsis dapat terhindarkan. Jika sepsis terhindarkan, dapat dilakukan
repair definitive. Terdapat beberapat teknik yang tersedia untuk kasus ini termasuk rectal advancement
flap, fibrin glue, dan cutaneous flaps yang nantinya akan dibahas selanjutnya
Kata kunci : fistula anal, abses perianal
Singkatan : AIN, anal intraepithelial neoplasia; ATZ, anal transitional zone; ES, external sphincter; EUA,
examination under anaesthetic; EUS, endo-anal ultrasound; IS, internal sphincter; MRI, magnetic
resonance imaging; PPV, positive predictive value; RAF, rectal advancement flap; RCT, randomized
controlled trial.
PENDAHULUAN
Abses dan fistel anal adalah kasus bedah yang
umum ditemukan. Penatalaksanaan kebanyakan
kasus dari abses dan fistula anal langsung
berdasarkan anatomi dari anorektum dan
penerapan prinsip pembedahan. Beberapa persen
dari kasus abses anal dan fistel anal cukup rumit
dan merupakan kasus pembedahan yang sangat
menantang. Tujuan dari pembedahan untuk tetap
menjaga kelancaran kontinensi fungsi anal dan
mengobati fistula terkadang sulit untuk dicapai.
ANATOMI
Pengetahuan mengenai kanalis anus mutlak
harus dikuasai dalam penatalaksanaan fistula
anal yang tepat. Spinkter eksternal (ES
external sphincter) adalah lanjutan otot dasar
pelvis. Spinkter interna (IS internal sphincter)
adalah lanjutan dari lapisan m.circular interna
dari rectum bawah (Gambar 1). Lapisan otot ini
sangat mudah terlihat pada endo-anal ultrasound
(EUS). IS tampak sebagai cincin hipo-echoic.
ES ditandai dengan pertama-tama menemukan
ANAL ABSCESSES AND FISTULAS
ANZ J. Surg. 2005; 75: 6472

sling puborectl pada anorectal junction yang


bersifat hiper-ekhoik dan berbentuk U. Pada
bagian bawah, terdapat ES pada bagian ujung U
saat bagian tersebut mulai menutup untuk
membentuk sebuah otot berbentuk cincin. 1-4
Bagian batas mucocutaneus pada linea
dentate (istilah linea pectineal sebaiknya
dihilangkan). 5 epitel canalis anus diatas mukosa
diatas linea dentata dan dibawahannya epitel
squamous bertingkat non-keratin. Linea dentate
adalah tempat dimana valvula anal berada.
Bagian prokimal dari valvula anal adalah anal
crypt atau sinus analis, yang secara makroskopis
tampak sebagai lubang kecil. Glandula anal,
yang terdapat pada plana intersphincterica,
kosong hingga anal crypts. Berjarak 5 20 mm
(tergantung umur) diatas linea dentate, mukosa
bersifat kuboid dan dikenal dengan anal
transitional zone (ATZ). 6,7 Area ini sangat
penting untuk membedakan antara flatus dan
feses. Diatas ATZ, mukosa bersifat kolumnair
dengan sel goblet penghasil mucus diatasnya

REVIEW ARTICLE
ETIOLOGI
Teori cryptoglandular Eisenhammer dan
Parks sekarang telah diakui luias meskipun
masu
terdapat
beberapa
penelitian untuk membuktikan
kebenaran maupun menyangkal
teori
tersebut.
Eisenhammer
mengatakan bahwa glandula anal
interamuskulat terinfeksi dank arena
selanjutnya
terjadi
obstruksi
infeksius dari duktus penghubung
tersebut,
sehingga
tidak memungkinkan
terjadinya
drain

spontan ke kenalis
8
anal.
Patks
menemukan
dilatasi kistik
glandula anal
pada 8 dari 30
kasus
konsekutif
fistula
anal.
Parks
mengaitkannya
dengan dilatasi duktus bawaan
ataupun
abnormalitas
congenital dan memaparkan
bahwa terdapat precursor infeksi pada cavitas
yang penuh dengan mucin. 9 Infeksi dimulai
pada plana intersphincterica. Jka infeksi turun
kebawah
ke
plana
intersphincterica,
terbentuknlah abses perianal. Jika infeksi naik
keatas plana intersphincetrica, terbentuk abses
intersphincterica tinggi atau abses supralevator.
Sepsis yang mengalir ke ES akan menyebabkan
abses ischiorectal. Jika berlanjut keatas melewati
levator plate, dapat menyeybabkan abses
supraelevator (Gambar 2). Abes tapal kuda
(horseshoe abscess) terbentuk dari penyebaran
infeksi yang bersifat sirkumferensial. Hal ini
paling sering terjadi pada plana ischiorectal
ANAL ABSCESSES AND FISTULAS
ANZ J. Surg. 2005; 75: 6472

namun
dapat
pulat erjadi pada
plana perianal dan
supralevator. 10
Telah
dipaparkan
bahwa kebanyakan
fistula
anal
letak tinggi
dan
inkontinensia
derajat
tinggi menunjukkan adanya
penyebab iatrogenic sehingga
komplikasi
inilah
yang
paling

dihindari
pembedahan
atau fistel. 11

dalam
abses

KLASIFIKASI
Klasifikasi

awal
dibuat oleh
Milligan dan Morgan, 12
Steltzner, 13 Goligher, 14 dan Eisenhammer. 15
Keseluruhan klasifikasi ini dirangkum oleh
Parks
dkk
dengan
klasifikasinya

intersphincterica,
transphincetrica,
suprasphincterica, dan extrasphincteric (Gambar 3)
menjadi klasifikasi yang paling luas digunakan
dan dipelajari. 16 Ekstensi (jalur sekunder) dapat
terjadi pada plana intersphincterica, fossa
ischiorectal dan pararectal (supralevator)space.
Terdapat
beberapa
batasan
dari
klasifikasi Parks. Fistula superficial tidak
termasuk dalam klasifikasi karena lebih
ditekankan pada plana intersphincterica. Hal ini
2

REVIEW ARTICLE
umum terjadi dan terhitung 16% dari total
keseluruhan kasus. 17 Serat paling bawah ES
melengkung dibawah ujung distal IS dan pada
sepertiga bawah EUS canalis anus tidak
memiliki IS. Sesuai pengalaman penuulis, fistel
intersphincterica sebenarnya, seperti yang
diklasifikasikan oleh Parks, tidak benar-benar
terjadi. Bahkan fistula dengan letak sangat
rendah tetap melewati serat terbawah dari ES
dan inilah yang disebut dengan transsphincetrica.
Penatalaksanaan terbaik untuk fistula
anal adalah untuk membuka fistel tersebut.
Lebih jelasnya yaitu memotong bagian besar
dari spinkter anal yang akan menyebabkan
inkontinensia.
Di tahun 1962 Bennet memapaparkan bahwa
hadiah yang paling buruk bagi pasien yang
sangat cerewet adalah, setelah 17 minggu
pasca operasi horseshoe fistula, menemukan
bahwa pakaian dalamnya bernoda coklat,
bukan kuning, meskipun fistula tersebut sudah
ditangani. 18
Klasifikasi klinis yang lebih
berguna adalah apakah fistula tersebut
dapat dilakukan fistulektomi lay open
atau tidak. Hal ini berdarsarkan
penampakan klinis dan
temuan EUS dan tidak
hanya tergantung darit ipe fistel, tapi juga
menurut jenis kelamin pasien dan adanya
riwayat abnormalitas spinkter sebelumnya
ABSES ANORECTAL
Gejala klinis abses anorektal
Abses anorektal biasanya ada dengan gejala
nyeri dan pembengkakan lokal. Gejala klinis
tergantung dari lokasi abses dan beberapa pasien
bisa saja datang hanya dengan demam ringan
yang tidak diketahui penyebabnya. Abses dapat
diklasifikasikan
dalam
abses
perianal,
ischiorectal, intersphincterica , atau supralevator
(Gambaar 4)

ANAL ABSCESSES AND FISTULAS


ANZ J. Surg. 2005; 75: 6472

Abses perianal biasanya bersifat sangat


nyeri, udem eritematosa yang lunak yang hanya
berlangsung singkat, tanpa adanya tanda-tanda
toksisitas sistemik. Abses ischiorectal biasanya
memiliki riwayat telah merasakan nyeri
berdenyut lama dan dapat terkait dengan
toksisitas sistemik. Abses intersphincterica
memiliki gejala nyeri rektum berat dan dapat
salah dikaitkan dengan riwayat fisura anal
sebelumnya. Terdapat pula demam yang mana
hal ini tidak terjadi pada fisura anal sederhana.
Pemeriksaan rektum manual dengan jari (digital)
memang akan sangat nyeri namun dapat
menemukan adanya nodul lunak pada bagian
ujung atas kanalis anus. Abses supralevator
biasanya memiliki
gejala nyeri pelvic
dan
gejala
konstitiusional. Hal
ini
dapat
mirip
dengan abses
pelvis
sebenarnya
yang terjadi dari
patologi intra abdominal
atau abses intersphincterica
atau abses
ischiorectal yang berlanjut
keatas.
Pemeriksaan
rektum
digital dapat didapatkan udem lunak pada
rektum.
Penatalaksanaan abses anorectal
Abses membutuhkan pembedahan drainase
dibawah anestesi umum. Abses intersphincterica
sangat mudah diidentifikasi dengan EYS dan
biasanya dilakukan drain secara endo-anal
dengan mengeksisi sebagian kecil diskus
sphinchter internal langsung didaerah abses.
Abses supralevator yang merupakan lanjutan
dari plana intersphincterica biasanya dilakukan
drainase dengan membuka bagian plan
intersphincterica pada bagian atas kanalis anus
3

REVIEW ARTICLE
kemudian
dipotong
d
bagian
plana
intersphincterica diatas abses. Abses dapat
didrainase melalui jalur ini dan dapat diletakkan
mushroom tipped catheter (de pezzer) pada
kavitas selama 3-4 hri untuk menghindari
terhadinya rekurensi.
Abses perianal dan ischiorectal lebih
mudah ditemukan dan dilakukan drainase.
Lanjutan supralevator dari abses ischiorectal
dapat di drainase melalui fossa ischiorectal.
Prevalensi terjadinya fistula anal erkisar dari 583%. 20-23 Terbentuknya fistula lanjutan lenih
sering terjadi pada abses perianal dibandingkan
dengan abses ischiorectal atau jika abses yang
terjadi cukup kompleks misalnya abses
berbentuk tapal kuda (horseshoe). 22,24
Terdapat enam uji klinis acak
(randomized clinical trials RCT) 23,25-29 yang
membandingkan
penatalaksanaan
segera
maupun terlambat dari jalur terkait fistel. Lima
dari peneltiian awal ini memiliki sasaran crude
meta-analysis. Temuannya adlah jika jalur fistel
tidak ditemukan dan ditangani saat abses
dirainase, pasien beresiko 13x lebih besar (5.4 4.7 95% CI) menderita sepsis persisten. Akan
tetapi, jika jalur tersebut ditemukan dan
ditangani, insidensi inkontinensia yang terjadi
dapat lebih besar (OR 0.36, 0,13 0.93). 30
Penelitian keenam dan yang terbaru ini
mencakup 100 pasien. 23 Pada peneltiian ini,
fistula anal ditemukan pada 83% kelompok
pasien dan kemudian diobati (kelompk A). pada
kelompok pasien lain yaitu hanya dilakukan
drainase abses (kelompok B), 29% berkembang
menjadi fistula. Pada kelompok A dan B tingkat
kejadian inkontinesi 1 tahun yaitu 6% dan 0%
berturut-turut. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah drainase abses anal dengan fistulotomi
dapat dilakukan dengan aman pada kasus fistel
subkutan,
intersphincterica,
atau
transsphincterica letak rendah dengan rekurensi
minimal. Akan tetapi, jika data mentah tersebut
dianalisis ulang, pasien di kelompok A memiliki
resiko untuk terjadinya fistula 2.8 kali lipat lebih
besar (2.1- - 3.9 95% CI, p < 0.0001) dan
ANAL ABSCESSES AND FISTULAS
ANZ J. Surg. 2005; 75: 6472

memilii masalah kontinesisa (RR = infinity, p =


0.03). Interperetasi yang jelasnnya adalah
terbentuknya fistel pada sebagian besar kasus
dari terjadinya abses anorectal, namun dapat
sembuh spontan tanpa harus melalui identifikasi
awal yang cepat dan terapi yang terkadang tidak
dibutuhka yang dapat menyebabkan hasil akhir
yang lebih buruk.
Penndekatan yang paling masuk akal adalah
menginspeksi kanalis anal dengan retractor yang
sesuai sebelum dilakukan drainase abses. Jika
tekanan sedang pada abses dapat menyebabkan
ekstruksi pus ke kanalis anal pada bagian
internal opening yang sudah disediakan, abses
dapat didrainase dan seton dapat diletakan di
sepanjang fistel. Penempatan seton selalu lebih
amanjika diletakkan pada track dibandingkan
melkukan lay open pada track, karena adanya
keterlibatan sphincter sulit untuk ditentukan
karena adanya inflamasi akut. Jika tidak terdapat
internal opening dengan maneuver sedrhana ini,
abses tersebut dapat di drainase dengan
melakukan isisi parallel dengan kanalis anal
(kurang lebih memotong disepanjang serat otot
bagian bawah ES). Pada kenyataannya, banyak
dokter bedah yang kurang berpengalaman
memlakukan operasi ini. Oleh karena itu,
operasi ini harus dilakukan sesederhana
mungkin. Pada pengalaman penulis, penulis
hanya melakukan insisi 20-30 mm saja,
menghancurkan loculus manual dengan jari dan
meletakkan kateter de pezzer pada cavitas. Drain
kemudian dibiarkan hingga hanya tersisa drainse
purulen yang minimal yang berkisar dari
beberapa hari hingga beberapa minggu.
PEMERIKSAAN FISTULA ANAL
Di tahun 1900, Goodsall dan Miles menentukan
lima hal penting dalam pemeriksaan fistula anal.
31
Prinsip pemeriksaan ini sampai sekarang tidak
berubah
Lokasi dari internal opening (fistula tidak
dapat dihilangkan jika lokasi ini tidak
diketahui)
4

REVIEW ARTICLE

Lokasi dari external opening


Letak dari primary track (jalur fistel primer)
Adanya secondary extension (perpanjangan
sekunder)
Adanya penyakit lain yang dapat
menimbulkan komplikasi pada fistel

Pemeriksaan Klinis
Pada kenyataannya, prevalensi terbentuknya
fistula setelah dranase abses anorektal terjadi
sekitar 30% kasus. Drainase persisten dari lokasi
drainase dan/atau terbentuknya abses rekuren
biasanya adalah indikasi tersbentuknya sebuah
fistel. External opening biasanya bersih dan
disini biasanya diletakkan drainase sebelumnya
atau disini pernah terjadi drainase spontan. Jalur
fistel (fistula track) dapat dirasakan diantara jarijari dan jempol saat elemkakukan pemeriksaan
rektum digital. Adanya abnormalitas klinis
apapun pada spinchter anal, seperti buruknya
relaksasi dan/atau tonus otot berkurang dan
defisiensi dari trauma obstetric atau iatrogenic
harus diketahui. Kita tidak harus memasukkan
probes pada pasien yang compos mentis karena
hal ini sangat tidak nyaman dan dapat
menimbulkan jalur baru yang lain. Jika tidak
teraba adanya pembentukan abses yang
membutuhkan drainase, pemeriksaan lanjutan
dilakukan dengan EUS atau pemeriksaan
dibawah anestesi tergantung pada fasilitas
kesehatan yang menangani.
Acuan oleh Goodsall dan Miles
menyatakan bawa fistel dengan external opening
yang berada diatas linea horizontal hingga di
tengah dari canalis anal, dengan pasien pada
posisi litotomi, biasanya akan mengalir langsung
kea rah canalis anal. Fistula yang terdapat
dibawah linea horizontal biasanya mengalir ke
garis tengah posterior. 31 Seperti semua acuan
lain, selalu terdapat pengecualian akan aturan
ini. Cirocco dan Reilly mencoba membuktikan
acuan ini di tahun 1992. Mereka melaporkan
akurasi prediktif yaitu 90% untuk fistel posterior
namun hanya 49% fistel anterior yang sesuai
dengan prinsip diatas. 32 Berseberangan dengan
ANAL ABSCESSES AND FISTULAS
ANZ J. Surg. 2005; 75: 6472

hasil mereka, Gunawardhana dan Deen, saat


membandingkan pemberian hydrogen peroksida
dengan prinsip Goodsall, menemukan akurasi
prediktif untuk acuan fistel posterior dan
anterior sebesar 41% dan 72%, berturut-turut. 33
Diagnosis
banding
harus
selalu
dipertimbangkan dalam setiap kasus. Diagnosis
banding yang mungkin dalam hal ini adalah
hidradenitis supuratif, tuberculosis, abses
Bartholin, actinomycosis, fssura anal, ulkus
terkait dengan penyakit Crohn, penyakit menular
seksuas, dan sinus pilonidal letak rendah.
Perbedaan yang lebih penting adalah bagaimana
cara membedakana antara abses kronik dan kista
dermoid
perirekta
ayau
teratoma
sacrococcygeus. Jika lesi ini tidak sengaja
dibuka dengan eksisi total justru akan
menyulitkan dan data terbentuk fistel
sacroccygeus yang hampir tidak mungkin untuk
dihilangkan. 34
Pencitraan
Pada praktiknya, kebanyakan dari fistula letak
rendah tidak membutuhkan pencitraan. Penilaian
dan
penatalaksanaan
berdasarkan
dari
pemeriksaan klinis dan temuan pada EUA. Pada
medikolegal saat ini, penilaian objektif terkait
dengan keterkaitan otot pada fistel adalah untuk
melakukan teknik lay open. Bagaimana proses
ini dilakukan tergantung dari teknik pencitraan
yang tersedia. Pada pengalaman penulis, penulis
sendiri melakukan EUS pada seluruh kasus fistel
anal. Hal ini dilakukan di ruang radiologi
dibawah anestesi umum atau di klinik tanpa
diberikan sedasi.
Ultrasound Endo-anal
Terdapat tiga criteria dalam mengidentifikasi
internal opening pada EUS : (i) kontak dari
spinkter interna dengan intersphincterica track
(positive predictive value - PPV hingga 80%);
(ii) adanya defek pada spinktern interna (PPV
79%); dan (III) adanya subepithelial track terkait
dengan defek sphincter lokal (PPV 94%). 35

REVIEW ARTICLE
Sensitivitas
keseluruhan
dengan
menggunakan tiga tanda diatas adalah sebesar
94% dan spesifisitas 87% dengan PPV 81%. .
refeleksi gas dari hydrogen peroksida dapat
menandai track dan berguna untuk menentukan
loksi dari internal opening. 36-40
Gold dkk mempelajari interobeserver
dan intraobserver agreement dalam menentukan
sphincter anal dan menemukan bahwa
interobserver agereement sangat baik (kappa =
0.84). 41 Sebaliknya, Robinson mendeskripsikan
interpretasi pencitraan yang keliru sama seperti
Achilles heel of Radiology. Mata dan otak
manusia gagal menyeimbangi kemajuan
teknologi. 42
Slah satu dari kekurangan EUS adalah
sulitnya membedakan sepsis rekuren dari burntout fibrotic tracks pada penyakit komplikasi
Magnetic resonance imaging
Keuntungan dari MRI (magnetic resonance
imaging) adalah termasuk pencitraan multiplana
dan diferensiasi jaringan lunak tinggak tingggi
hingga dapat menampilkan system traktus
terkait dengan anatomi terkait yang merupakan
gambaran relevan saat dilakukan eksplorasi
bedah. 43 Keakuratan dari MRI telah
dikonfirmasi oleh berbagai ahli bedah. 44-47 Hal
ini sangat berguna dalam menentukan fistula
sekunder kompleks hingga penyakit Crohn. 48-49

Fistulography
Fistulograpgy tentu saja bukan merupakan
pemeriksaan lini pertama. Hasil positif palsu
dari pembukaan rectal telah banyak dilaporkan.
50
dan dapat menyebabkan pembedahan yang
tidak tepat. Fistulograpy sangat tidak akurat,
pemeriksaaan yang tidak dapat diandalkan,
dansebuah prosedur yang dapat membahayakan.
51
Track yang kronik mungkin tetap paten,
namun banyak track yang masih dalam keadaan
akut yang umumnya hanya jaringan kolumnair
yang terjadi inflamasi dengan lumen yang belum
paten. Injeksi kontras sendiri hanya dapat
ANAL ABSCESSES AND FISTULAS
ANZ J. Surg. 2005; 75: 6472

menggambaran beberapa bagian system traktus.


43
Namun, untuk fistel kompleks, terutama yang
berkali-kali dilakukan pemeriksaan dibawah
anestesi namun masih sulit untuk menentukan
aliran track,fistulography dapat membantu
dengan kombinasi MRI dan.atau EUS.
Pemeriksaan lain
Manometri
Manometri tidak harus dilakukan rutin, namun
dapat membantu dalam kasus untuk menilai
fungsi spinhcter jika harus diambil keputusan
apakah akan melakukan fistulotomy lay open
atau tidak. Jika hasil dari tekanan saat relaksasi
abnormal secara klinis, manometry dapat
dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil temuan
klinis tersebut.
Pemeriksaan dibawah anesetesi
Jika hanya akan dilakukan satu pemeriksaan
saja, akan lebih membantu untuk dilakukan
pemeriksaan dibawah anestesi umum ringan
tanpa pemberian pelemah otot. Jika prosedur
definitive direncanakan berdasarkan hasil EUS
atau pemeriksaan EUA sebelumnya, relaksan
otot dapat digunakan. Biasanya pasien dengan
posisi litotomi. Dapat dilakukan palpasi dengan
hati-hati untuk mendeteksi adanya indurasi
sepanjang traktus fistel. Tekanan pada daerah
yang indurasi dapat menyebabkan ekstrusi pus
melewati internal opening. Traksi dari eksternal
opening terkadanga dapat menentukan lokasi
internal opening
Probe dapat dimasukkan melalui
external opening (jalur prograde). 34 Seringnya,
probe ini akan sangat mudah dmasukkan
kedalam traktus melalui internal opening
kedalam kanalis anus. Sebaiknya digunakan soft
blunt-ended probe. Probe tersebut dilewatkan
secara prograde mengikuti rangkaian parallel ke
kanalis anus baik lewat traktus sekunder dari
fistula
transsphincterica
atau
fistel
intersphincterica yang panjang. Hydrogen
peroksida dapat dimasukkan lewat external
opening untuk mengidentifikasi internal
6

REVIEW ARTICLE
opening. 37,52 Probes dengan berbagai derajat
lengkungan,
dapat
digunakan
untuk
mengidentifikasi internal opening. Kripte anal
dapat salah dianggap sebagai internal opening,
namun kripte anal ini bersifat sangat dangkal.
Jika tersedia, EUS yang dilakukan sejalan
dengan EUA akan sangat membantu dalam
menentukan traktus dan mengidentifikasi
internal opening.
PENATALAKSANAAN FISTEL ANAL
Tujuan dari penatalaksanaan fistula anal
menurut Finlay adalah : 53
Untuk menentukan anatomi fistel
Untuk melakuakn drainas terkait dengan
sepsis
Untuk menghilangkan traktus fistel
Untuk menghindari terjadinya rekurensi
Untuk tetap menjaga kontinensi dan
integritas sphincter
Setelah
keseluruhan
pemeriksaan,
menurut penulis, hal yang selanjutnya dilakkan
adalah melakukan fistulotomy lay open atau
menempatkan Seton kemudian menilai ulang
abses setelah 2-3 bulan. Pada saat ini,
kemungkinan fistel sudah dapat dilakukan lay
open atau dapat dilakukan rectal advancement
flap..
Kapan fistel tersebut dapat ditangani dengan
teknik lay open?
Penatalaksanan terbaik, dalam hal penyembuhan
absolute, adalah untuk melakukan lay open pada
fistel. Sudah sangat jelas bahwa fistula letak
sangat tinggi tidak dapat dilakukan lay open dan
fistula letak sangat rendah dapat dilakukan lay
open tanpa adanya sekuele fungsional lanjutan.
Fistula letak rendah dan mid trans-sphincterica
menimbulkan kesulitan dan membutuhkan
pertimbangan lebih lanjut dalam menentukan
apakah harus dilakukan lay open atau harus
ditempatkan Seton terlebih dahulu. Jika ragragu, selalu ptuuskan untuk letakkan Seton
terlebih dahulu, terutama jika masih belum

ANAL ABSCESSES AND FISTULAS


ANZ J. Surg. 2005; 75: 6472

didiskusikan pada pasien mengenai komplikasi


yang mngkin terjadi pada otot.
Prinsip umumnya adalah fistula dapat
dilakukan lay pen jka melewati setengah dari
bulk sphincter eksterna posterior pada laki-laki,
sepertiga dari bulk sphincter anterior pada lakilaki, sepertiga bulk sphincter posterior pada
wanita dan tidak pada fistel bagian anterior pada
wanita. Akan tetapi, kepuusan ini tetap
membutuhkan penilaian individual berdasrkan
kondisi dari sphincter. Hal ini dapat erupakan
dampak dari trauma obstetric sebelumnya,
operasi perianal sebelumnya (contohnya
sphincterotomy lateral) dan abnormalitas
congenital.
Teknik Lay open (fistulotomy)
Mayyoritas fistel anal berhasil ditangani degan
teknik ini dengan hanya sedikit dampak pada
kontinensia, namun tetap resiko terjadinya hal
ini harus didiskusikan dengan pasien. Posisi
litotomi cukup adekuat untuk dilakukan lay open
pada fistula. Retractor Parks atau Hill-Ferguson
digunakan untuk melihat visualisasi kanalis anal.
Traktus ditentukan denga probe berujung
tumpul. Jaringan yang menghalangi probe
kemudian dipisahkan sesuai panjangnya.
Jaringan granulasi sepanjang traktus kemudian
dikuret. Ujung kulit yang menggantung dapat
dieksisi dengan diathermu. Hemostatis dicapai
dengan diathermi. Adanya jalur traktus baru dan
terkumpulnya pus yang tidak terdrainase juuga
harus dibuka. Luka tersebut dibungkus longgar
dengan saline dan kemudian dibuang saat pasien
mandi keesokan harinya. Rekurensi setelah
teknik ini berkisar antara 0 9% dan gangguan
pada kontinesia sekitar 0-33%/ 17,21,24,54,59
Seton
Istilah seton diambl dari bahasa Latin seta yang
berarti bulu yang keras. Seton bersifat lentur dan
dapat dipotong. Umunya digunakan tube silastic
tipis (vessel loop). Pilihan lain adalah
menggunakan benang jahit monofilament
nonabsorbable nylon. Saat seton ditempakan
7

REVIEW ARTICLE
sebaiknya seton diikat parallel satu sama lain
dengan silk besar (Gmbar 5). Saat seton
dikaitkan sendiri dan dibuat simpul, smpul
tersebut terlalu menonjol dan terasa sangat tidak
nyaman untuk pasien. Beberapa ahli bedah
melakukan lay open pada bagian lateral dari
traktus fistel sehingga seton dapat dilwatkan
pada bulk sphincter saja. 60Hal ini sebenarnya
tidak terlalu penting, karena ereadikasi fistel
tergantung dari eliminasi internal opening. Ini
hanyalah pengalaman dari penulis sendiri untuk
meletakkan seton sepanjang traktus. Saat
menempatkan seton, traktus tambahan apapun
atau cavitas yang belum di drainase dapat
didrainase dengan kateter de pezzer, yang
dtempatkan
selama beberapa
hari
sampai

beberapa
minggu.
Biasanya, saat seton telah
ditempatkan selama 2-3 bulan, fistula tersebut
sudah aman untuk dilakukan fistulotomy lay
open. Telah dipaparkan sebelumnya bahwa dapat
terjadi fibrosis terkait fistula. 61,62 Namun hal ini
merupakan kejadian yang cuup mudah ditangani
dan justru dapat dilakukan penilaian yang lebih
akurat terhadap fistel.
Seton dapat digunakan jangka panjang
dan dapat menjadi pilihan jika fistel terkait
dengan penyakit Crohn dan fistel rekuren yang
telah berkali-kali dilakukan perbaikan.
Advancement flap
Advancement flap sebaiknya dipertimbangkan
untuk dilakukan jika fistel tersebut tidak dapat
ditangani dengan teknik lay open. Hal ini hanya
dapat dilakukan jika semua tanda sepsis akut
telah tertangani. 64 Istilah mucosal advancement
flap sebenarnya tidak sesuaii, karena flap
ANAL ABSCESSES AND FISTULAS
ANZ J. Surg. 2005; 75: 6472

daiambil dari plana intersphincterica dan


mencakup mukosa dan IS. Lebih baik hal ini
diistilahkan dengan rectal advancement flap
(RAF).
Pasien diminta untuk melakukan
persiapan full bowel untuk melakukan prosedur
ini. Utnuk fistel anterior, posisi pronasi jackknife digunakan. Untuk fistel posterior dan
lateral, cukup litotomi sudah adekuat. Pertama,
flap ditandai dengan diathermy. Tanda ini
dimuali 5-10 mm dibawah internal opening dan
sekitar 10-15 mm sisi lain internal opening.
Plana intersphincterica kemudian diinfiltrasi
dengan larutan adrenalin 1:400.000. mobilisasi
dimulai di lateral traktus pada sisi lain dimana
plana
tersebut
tidak
tersentuh.
Plana
intersphincterica diidentifikasi dan kemudian
hanya bagian tersebut yang didiseksi kearah
traktus. Flap diangkat proksimal hingga rektum
baian bawah dan dijahit tanpa tegangan. Porsi
dari flap yang mencakup internal opening
kemudian dieksisi dan flap ditahan dengan
benang (3/0 PDS) melewatti sphincter internal
pada bagian flap dan sisa internal sphincter pada
kanalis anal. Tidak ada hal yang harus dilakukan
pada external opening; akan tetapi, drain kecil
sebaiknya ditempatkan di external opening
dibawah flap dan kemudian dicabut 2-3 hari
setelahnya.
Tingkat keberhasilan RAF bervariasi
dalam berbagai literature yaitu sekitar 29 95%.
65-75
Estimasi tingkat keberhasilan pada seri
kasus terbaru adalah sebebsar 60 70%/ 74,75
Pada seri terbaru dari Cleveland Clinic, USA,
tingkat berhasilan primer sebesar 64%. Saat
pasien dengan penyakit Crohn dieksklusi,
tingkat keberhasilan meningkat menjadi 77%.
Seperti yang telah diduga, tingkat keberhasilan
akan menurun pada setiap tambahan tindakan.
65,75
Namun
kemungkinan
peningkatan
keberhasilan terjadi jika RAF dikombinasikan
dengan aplikasi lem fibrin pada traktus dan
dasar flap.
Hasil fugsional setelah RAF cukup baik.
FInan dan Kreis dkk 76,77 melaporkan tidak
8

REVIEW ARTICLE
adanya perubahan pada manometri anal atau
komplians rektum. Kebanyakan penelitian
melaporkan tidak adanya deteriorasi pada
kontinensi. 65,71-73,76 Akan teteapi, Mizrahi dkk 78
melaporkan 9% insidensi dari gangguan
kontinensia. Shouten dkk 75 melaporkan bahwa
26 pasien dengan kontinesi norma pre operatif
dan sebanyak 38% dari mereka mengalami
inkontinesi flatus dan 12% inkontinensi alvi.
Lem fibrin fibrin glue
Jaringan fibrin afhesif telah digunakan oleh ahli
bedah sejak awal tahun 1940an. Pada 10-15
tahun terakhir telah terdapat berbagai laporan
mengenai aplikan Fibrin glue pada fistula anal.
80-91
Tingkat keberhasilan tindakan ini bervariasi
dari 14 85%. Rentang variasi keberhasilan
yang jauh ini disebabkan karena alikasi berbagai
tipe lem, aplikasi berbagai teknik insersi lem,
berbagai tipe fistula dan rentang jangka waktu
follow up yang bermacam-macam. Teknik nya
cuku mudah dilakukan dan tidak dibutuhkan
pemotongan otot. Satu-satunya kerugian dari
teknik ini adalah jika terapi ini gagal, dapat
timbul spsis dan traktus menjadi lebih rumit. 89
Sebuah uji klinis acak terkontrol pada Oxford
menemukan bahwa tidak adah fungsi dari
aplikasi lem fibrin pada fistulotomy fistula
sederhana.
Lem
fibrin
lebih
dapat
menyembuhkan fistel yang sulit dibandingkan
yang sederhana pada terapi konvensional
(termasuk RAF) dengan tingkat kepuasan pasien
yang cukup tinggi.
Semua kasus sepsis akut harus ditangani
dan traktus harus tetap didebridement untuk
aplikasi lem fibrin. Sepertinya aplikasi lem
fibrin ini bekerja lebih baik pada kasus fistel
yang rumit dan traktus yang panjang
diabndingkan kasus fistel sederhana. Aplikasi
lem fibrin ini tidak baik untuk digunakan pada
kasus fistel rectovaginal. Laporan baru-baru ini
mengatakan bahwa tingkat keberhasilan aplikasi
lem fibrin lumayan (14% dan 33%).91
Entusiasme dari terapi lem fibrin untuk fistel
anal meningkat baru-baru ini di Australia karena
ANAL ABSCESSES AND FISTULAS
ANZ J. Surg. 2005; 75: 6472

penggunaannya yang cukup mudah namun hasil


nya tidak terlalu memuaskan
Pilihan lain
Flap kutanous (island flap 92 atau V-Y flap 93)
yang melibatkan mobilisasi kulit anus dan
kemudian ditransposisi
ke kanalis anus
memiliki hasil yang cukup baik. hal ini tentunya
mengejutkan, karena terdapat tarikan paksaan
bimekanik untuk defekasi dengan cara menarik
flap, bukannya menempelknnya, seperti kasus
RAF. Teknik ini harus dipertimbangkan pada
kasus fstel dengan internal opening letak sangat
rendah, yang tidak dapat dilakukan teknik lay
open dan RAF justru mennggalkan mukosa
diluar kanalis anus.
Memotong seton msih dilakukan oleh
bebreapa ahli bedah namun dapat menimbulkan
deformitas keyhole pada canalis anus; yang
sangat sulit ditoleransi karena hal ini sangat
nyeri dan terkait dengan tingkat kejadian
inkontinensi yang cukup tinggi. 94-94
Seton kimia dengan bawan ayurvedic
medicated thread (Kshara sutra) dideskripsikan
pada beberapa literature india. Variasi ini
mencakup memotong seton dan mencelupkan
seton pada cairan yang mengandung tiga macam
tanaman herbal. Metodeny atidak diketahui,
namun pH alkalie nya sangat tinggi. Tanaman
herbal ini mengandung anti-inflamasi, anti
bakteri, dan senyawa penyembhan luka lainnya.
Pada uji klinis acak yang membandingkan
metode ini dengan metode onvensional lain yang
mencakup 500 psien, seton kimia ini memmiliki
hasil yang lebih baik dibandingkan metode
konvensional (rekurensi 4% banding 11%, p =
0.03). 96
Martius flap terkaitd dengan mobiisaisi
fibro-patty pad pada labia. Flap ini dapat
digunakan pada fistel rekto-vaginal untuk
menginis defek setelah mobilisasi rektum dan
vagina pada setiap bagian fistel.97
Aplikasi seton jangka panjang cukup
ditolerir dan sering digunakan pada penyakit
Crohn dan fistula rekuren.
9

REVIEW ARTICLE

FISTEL EXTRA-SPHINCTERICA
Patologi primer dari tistel etra-shincterica
sebernarnya adalah berasal dari intra-abdominal.
Penyakit yang menjadi penyebab umumnya
adalah penyakit divertikulum, penyakit Crohn,
keganasan, dan kerusakan usus akibat radiasi.
FISTEL TERKAIT PENYAKIT CROHN
Diskusi menyeluruh dari topik diatas diluar
bahasan artikel ini. Biasanya penggunaan seton
jangka panjang adalah pilihan yang paling aman
digunakan. Hal ini dapat mengurangi drainase
perianal dan nyeri tanpa merusak sphincter dan
meminimalisasi resiko terbentuknya abses
laanjutan yang terjadi di sepanjjang traktus
fistel. 63 Jika terdapat proktitis aktif, terapi bedah
apapun biasanya tidak akan berhasil. Tanpa
adanya proctitis, pembedahan definitive
(fistulotomy lay open pada fistula letak rendah,
RAF pada fistula letak tinggi) dapat dilakukan.
Tingkat kebrhasilan masih lebih rendah
dibandingkan pada pasien tanpa penyakti Crohn.
Infliximab adalah antibody monoklonal
murine chimeri melawan TNF-. Ini adalah
satu-satunya terapi medis yang erbukti dapat
mengurangi jumlah fistel perianal pada pasien
dengan penyakit Crohn. 99 Akan tetapi, pada
praktiknya, rekurensi setelah intervensi cukup
sering terjadi. Terdapat bukti bahwa pada pasien
dengan seton yang menjalani terapi Infliximab
untuk penyakit Crohn, sebaiknya melepas seton
selama terapi Infliximab. 100
SEPSIS ANOREKTAL PADA HIV
Prinsip umumnya adalah sepsis anorektal pada
pasien positif HIV harus diterapi dengan prinsip
yang sama dengan sepsis anorektal pada
penyakit Crohn. Jaringan apapun yang dibuang
harus diperiksa secara histologist untuk
mengettahui prevalensi terjadinya AIN (Anal
Intraepithelial Neoplasia) yang cukup tinggi
pada keadaan ini 101
JIKA TIDAK ADA SATUPUN TERAPI
YANG BERHASIL
ANAL ABSCESSES AND FISTULAS
ANZ J. Surg. 2005; 75: 6472

Jika hal ini terjadi, mungkin sebaiknya


diletakaan seton longgar dan merencanakan
penempatan seton ini untuk jangka panjang. Hal
ini secara mengejutkan sangat ditoleransi dengan
baik. pertimbangkan kausa infelsi pelvis pada
fistula ini. Apakah sebenarnya ini adalah fistel
extra-sphincterica?
Lakuakan
CT-scan
abdomino-pelvic dan fistulogram. Jika ini bukan
fistel, apakah ini adalah kasus yang tidak biasa
sperti kista epidermoid yang terinfeksi?

KESIMPULAN
Kebanyakan abses sedrhananya hanya dilakukan
drainase dan kebanyakan fistel ditangani dengan
fistulotomy lay open. Pemahaman mengenai
anatomi kanalis anus dan etiologi abses perianal
dan fistula anal sangat diutuhkan. Abses
membutuhkan drainase pembedahan dibawah
anesetesi umum. Abses intersphincterica dan
supralevator secara klinis sulit untuk
diidentifikasi. Ultrasound anal atau MRI dapat
diilakukan pada situasi ini tergantung dari
kelengkapan fasilitas kesehatan dan ahli yang
dapat melakukannya. Jika fistula tersebut sangat
nyata terlihat tanpa memasukkan seton, fistel
tersebut sebaiknya didiamkan hingga sepsis dan
inflamasi terkait dan udem telah tertangani
Biasanya harus diputuskan apakah aman
menggunakan teknik lay open pada fistel letak
sangat rendah dan sangat tinggi. Melakukan
teknik lay open pada fistel adalah metode
dengan tingkat keberhasilan yang paling besar
dan pada kebanyakan situasi, hal ini dapat
dilakukan dengan aman tanpa adanya gangguan
kontinensi. Pada fistel mid-level (biasanya
dengan ultrasound anal) biasanya dilakukan
pemeriksaan klinis tambahan dan pemeriksaan
objektif apakah terdapat keterlibatan sphincter.
Jika fistel tidak dapat ditangani dengan teknik
lay open, dilakukan repair definitive yang lain.
Rectal advancement flap adalah pendekatan
yang paling masuk akal dalam hal ini dengan
10

REVIEW ARTICLE
tingkat keberhasilan sebesar 60-70% dan dengan
hasil fungsonal yang cukup baik. jika hal ini
gagal, gunakan teknik lain dengan tingkat
keberhasilan yang lebih rendah dan begitut eerus
selanjutnya. Jika berbagai usaha perbaikan fistel
msih tetap gagal, aplikasi seton jangka panjang
mungkin adlah pilihan yang paling baik

DAFTAR PUSTAKA
1.

Bollard RC, Gardiner A, Lindow S, Phillips K,


Duthie GS. Normal female anal sphincter:
difficulties in interpretation explained. Dis.
Colon Rectum 2002; 45: 1715.
2. Godlewski G, Prudhomme M. Embryology and
anatomy of the anorectum. Basis of Surgery
Surg. Clin. North Am. 2000; 80:31943.
3. Fritsch H, Brenner E, Lienemann A,
Ludwikowski B. Anal sphincter complex:
reinterpreted morphology and its clinical
relevance. Dis. Colon Rectum 2002; 45: 18894.
4. Kaiser AM, Ortega AE. Anorectal anatomy.
Surg. Clin. North Am. 2002; 82: 112538.
5. Wendell-Smith CP. Anorectal nomenclature:
fundamental terminology. Dis. Colon Rectum
2000; 43: 134958.
6. Duthrie HL, Gairns FW. Sensory nerve endings
and sensation in the anal region of man. Br. J.
Surg. 1960; 47: 58595.
7. Thompson-Fawcett MW, Warren BF, Mortensen
NJ. A new look at the anal transitional zone with
reference to restorative proctocolectomy and the
columnar cuff. Br. J. Surg. 1998; 85:151721.
8. Eisenhammer S. The internal anal sphincter and
anorectal abscess. Surg. Gynaecol. Obstet. 1956;
103: 5016.
9. Parks AG. The pathogenesis and treatment of
fistula-in-ano Br. Med. J. 1961; i: 4639.
10. Held D, Khubchandani J, Sheets J, Stasik J,
Rosen L, Wether R. Management of anorectal
horseshoe abscess and fistula.
Dis.Colon
Rectum 1986; 29: 7937.
11. Isbister WH. Fistula-in-ano: personal view. Aust.
N. Z. J. Surg. 1999; 69: 7689.

ANAL ABSCESSES AND FISTULAS


ANZ J. Surg. 2005; 75: 6472

12. Milligan ETC, Morgan CN. Surgical anatomy of


the anal canal with special reference to anorectal
fistulae. Lancet 1934; 2
13. Stelzner F. Die Anorectalen Fisteln. Berlin:
Springer, 1959.
14. Goligher JC. Surgery of the Anus, Rectum and
Colon. London: Bailliere, Tindall and Cassell,
1961.
15. Eisenhammer S. The final evaluation and
classification of the surgical treatment of the
primary anorectal cryptoglandular intermuscular
(intersphincteric) fistulous abscess and fistula.
Dis.Colon Rectum 1978; 21: 23754.
16. Parks AG, Gordon PH, Hardcastle JD. A
classification of fistula in-ano. Br. J. Surg. 1976;
63: 112.
17. Marks CG, Ritchie JK. Anal fistulas at St Marks
Hospital. Br. J. Surg. 1977; 64: 8491.
18. Bennett RC. A review of the results of orthodox
treatment for anal fistulae. Proc. Royal Soc.
Med. 1962; 55: 7567.
19. Hughes F, Mehta S. Anorectal sepsis. Hosp.
Med. 2002; 63:1669.
20. Read DR, Abcarian H. A prospective survey of
474 patients with anorectal abscess. Dis. Colon
Rectum 1979; 22: 56688
21. Vasilevsky CA, Gordon PH. The incidence of
recurrent abscesses or fistula-in-ano following
anorectal suppuration. Dis. Colon Rectum 1984;
27: 12630
22. Winslet MC, Allan A, Ambrose NS. Anorectal
sepsis as a presentation of occult rectal and
systemic disease. Dis. Colon Rectum 1988; 31:
597600.
23. Oliver I, Lacueva FJ, Perez Vicente F et al.
Randomized clinica trial comparing simple
drainage of anorectal abscess with and without
fistula track treatment. Int. J. Colorectal Dis.
2003; 18: 10710.
24. Ramanujam PS, Prasad ML, Abcarian H, Tan
AB. PerianaL abscesses and fistulas. A study of
1023 patients. Dis. Colon Rectum 1984; 27:
5937
25. Schouten WR, van Vroonhoven TJ. Treatment of
anorecta abscess with and without primary
fistulectomy. Results of a prOspective
randomized trial. Dis. Colon Rectum 1991; 34:
603.
26. Tang GL, Chew SP, Seow-Choen F. Prospective
randomized trial of drainage alone vs drainage
and fistulotomy for acute perianal abscesses with

11

REVIEW ARTICLE

27.

28.

29.

30.

31.
32.

33.

34.

35.

36.

37.

38.

39.

proven internal opening. Dis. Colon Rectum


1996; 39: 141517.
Ho YH, Tan M, Chui CH, Leong A, Eu KW,
Seow-Choen F. Randomized controlled trial of
primary fistulotomy with drainage alone for
perianal abscesses. Dis. Colon Rectum 1997; 40:
14358.
Hebjorn M, Olsen O, Haakansson T, Andersen B.
A randomized trial of fistulotomy in perianal
abscess. Scand. J. Gastroenterol. 1987; 22: 174
6.
Li D, Yu B. Primary curative incision in the
treatment of perianorectal abscess. Zhonghua
Wai Ke Za Zhi (Chinese J. Surg.)1997; 35: 539
40.
Nelson RL. Anorectal abscess fistula: what do
we know? SurgClin. North Am. 2002; 82: 1139
51.
Goodsall DH, Miles WE. Diseases of the Anus
and Rectum.London: Longman, 1900.
Cirocco WC, Reilly JC. Challenging the
predictive accuracy of Goodsalls rule for anal
fistulas. Dis. Colon Rectum 1992; 35:53742.
Gunawardhana PA, Deen KI. Comparison of
hydrogen peroxide instillation with Goodsalls
rule for fistula-in-ano. ANZ J. Surg.2001; 71:
4724.
Keighley MR, Williams NS. Surgery of the
Anus, Rectum and Colon, vol. 1. London: W. B.
Saunders, 1999.
Cho DY. Endosonographic criteria for an internal
opening o fistula-in-ano. Dis. Colon Rectum
1999; 42: 51518.
Law PJ, Talbot RW, Bartram CI, Northover JM.
Anal endosonography in the evaluation of
perianal sepsis and fistula in ano. Br. J. Surg.
1989; 76: 7525.
Poen AC, Felt-Bersma RJ, Eijsbouts QA, Cuesta
MA, Meuwissen SG. Hydrogen peroxideenhanced transanal ultrasound in the assessment
of fistula-in-ano. Dis. Colon Rectum 1998; 41:
114752.
Ratto C, Gentile E, Merico M et al. How can the
assessment of fistula-in-ano be improved? Dis.
Colon Rectum 2000; 43: 137582.
Sudol-Szopinska
I,
Jakubowski
W,
Szczepkowski
M.
Contrast
enhanced
endosonography for the diagnosis of anal and
anovaginal fistulas. J. Clin. Ultrasound 2002; 30:
14550.

ANAL ABSCESSES AND FISTULAS


ANZ J. Surg. 2005; 75: 6472

40. Sudol-Szopinska
I,
Jakubowski
W,
Szczepkowski M, Sarti D. Usefulness of
hydrogen peroxide enhancement in diagnosis of
anal and ano-vaginal fistulas. Eur. Radiol. 2003;
13: 10804.
41. Gold DM, Halligan S, Kmiot WA, Bartram CI.
Intraobserver and interobserver agreement in
anal endosonography. Br. J. Surg. 1999; 86:
3715.
42. Robinson PJA. Radiologys Achilles heel: error
and variation in the interpretation of the Rontgen
image. Br. J. Radiol. 1997; 70: 108598.
43. Bartram C, Buchanan G. Imaging anal fistula.
Radiologic ClinNorth Am. 2003; 41: 44357.
44. Lunniss PJ, Armstrong P, Barker PG, Reznek
RH, Phillips RK Magnetic resonance imaging of
anal fistulae. Lancet 1992; 340: 3946.
45. Barker PG, Lunniss PJ, Armstrong P, Reznek
RH, Cottam K Phillips RK. Magnetic resonance
imaging
of
fistula-in-ano:
technique,
interpretation and accuracy. Dis. Colon Rectum
1994; 37: 288.
46. Madsen SM, Myschetzky PS, Heldmann U,
Rasmussen OO, Thomsen HS. Fistula in ano:
evaluation with low-field magnetic resonance
imaging (0.1 T). Scand. J. Gastroenterol. 1999;
34: 12536.
47. Scholefield JH, Berry DP, Armitage NC, Wastie
ML. Magnetic resonance imaging in the
management of fistula in ano. Int. J. Colorectal.
Dis. 1997; 12: 2769.
48. Zbar AP, de Souza NM, Piuni R, Kmiot WA.
Comparison of endoanal magnetic resonance
imaging with surgical findings in perirectal
sepsis. Br. J. Surg. 1998; 85: 11114.
49. Beets-Tan RG, Beets GL, van der Hoop AG et al.
Preoperative MR imaging of anal fistulas: does it
really help the surgeon? Radiology 2001; 218:
7584.
50. Kuijpers HC, Schulpen T. Fistulography for
fistula-in-ano. Is IT useful? Dis. Colon Rectum
1985; 28: 1034.
51. Kuijpers HC, Van Tets WF. Fistulography. In:
Phillips, RK Lunniss, PJ, eds. Anal Fistula.
London: Chapman & Hall, 1996.
52. Rosen L. Anorectal abscess-fistula. Surg. Clin.
North Am. 1998; 68: 1293308.
53. Finlay IG. Objectives in management. In:
Phillips, RK, Lunniss, PJ, eds. Anal Fistula.
London: Chapman & Hall, 1996.

12

REVIEW ARTICLE
54. Adams D, Kovalcik PJ. Fistula in ano. Surg.
Gynecol. Obstet. 1981; 153: 7312.
55. Sainio P, Husa A. Fistula-in-ano. Clinical
features and long-term results of surgery in 199
adults. Acta Chirurgica Scand. 1985; 151: 169
76.
56. Parks AG, Stitz RW. The treatment of high
fistula-in-ano. Dis. Colon Rectum 1976; 19:
48799.
57. Kuijpers HC. Diagnosis and treatment of fistulain-ano. Neth. J. Surg. 1982; 34: 14752.
58. Mazier WP. The treatment and care of anal
fistulas: a study of 1,000 patients. Dis. Colon
Rectum 1971; 14: 13444.
59. McElwain JW, McLean MD, Alexander RM.
Anorectal proBlems. Experience with primary
fistulectomy for anorectal abscess. Report 1000
cases. Dis. Colon Rectum 1975; 18: 6469.
60. Lunniss PJ, Thomson JP. The loose seton. In:
Phillips, RK, Lunniss, PJ, eds. Anal Fistula.
London: Chapman & Hall, 1996.
61. Gabriel WB. The Principles and Practice of
Rectal Surgery. London: Lewis, 1963.
62. Ramanujam PS, Prasad ML, Abcarian H. The
role of the seton in fistulotomy of the anus. Surg.
Gynaecol. Obstet. 1983; 157: 41922.
63. Faucheron JL, Saint-Marc O, Guibert L, Parc R.
Long-term seton drainage for high anal fistulas
in Crohns disease a sphincter-saving
operation? Dis. Colon Rectum 1996; 39: 208
11.
64. Stone JM, Goldberg SM. The endorectal
advancement flap procedure. Int. J. Colorectal
Dis. 1990; 5: 2325.
65. Ozuna G, Hull TL, Cartmill J, Fazio VF. Longterm analysis of the use of transanal rectal
advancement
flaps
for
complicated
anorectal/vaginal fistulas. Dis. Colon Rectum
1996; 39: 104.
66. Kodner IJ, Mazor A, Shemesh EI, Fry RD,
Fleshman JW, Birnbaum EH. Endorectal
advancement flap repair of rectovaginal and
other complicated anorectal fistulas. Surgery
1993; 114: 6829.
67. Jones IT, Fazio VW, Jagelman DG. The use of
transanal rectal advancement flaps in the
management of fistulas involving the anorectum.
Dis. Colon Rectum 1987; 30: 91923.
68. Makowiec F, Jehle EC, Becker HD, Starlinger
M. Clinical course after transanal advancement

ANAL ABSCESSES AND FISTULAS


ANZ J. Surg. 2005; 75: 6472

69.

70.

71.

72.

73.

74.

75.

76.

77.

78.

79.

80.

81.

flap in patients with Crohns disease. Br. J. Surg.


1995; 82: 6036.
Joo JS, Weiss EG, Nogueras JJ, Wexner SD.
Endorectal advancement flap in perianal Crohns
disease. Am. Surgeon 1998; 64: 14750.
Rothenberger DA, Christenson CE, Balcos EG.
Endorectal advancement flap for treatment of
simple rectovaginal fistula. Dis. Colon Rectum
1982; 25: 297300.
Lewis WG, Finan PJ, Holdsworth PJ, Sagar PM,
Stephenson BM. Clinical results and manometric
studies after rectal flap advance- ment for infralevator trans-sphincteric fistula-in-ano. Int. J
Colorectal Dis. 1995; 10: 18992.
Miller GV, Finan PJ. Flap advancement and core
fistulectomy for complex rectal fistula. Br. J.
Surg. 1998; 85: 10810
Hyman N. Endoanal advancement flap repair for
complex anorectal fistulas: how I do it. Am. J.
Surg. 1999; 178: 33740.
Sonoda T, Hull TL, Piedmonte MR, Fazio VW.
Outcomes of primary repair of anorectal and
rectovaginal fistulas using the endorectal
advancement flap. Dis. Colon Rectum 2002;
45: 16228.
Schouten WR, Zimmermann DDE, Briel JW.
Transanal advancement flap repair of
transsphincteric fistulas. Dis. Colon Rectum
1999; 42: 141922.
Finan PJ. Management by advancement flap
technique. In: Philips, RK, Lunniss, PJ, eds. Anal
Fistula. London: Chapman Hall, 1996.
Kreis ME, Jehle EC, Ohlemann M, Becker HD,
Starlinger MJ. Functional results after transanal
rectal advancement flap repair of transsphincteric fistula. Br. J. Surg. 1998; 85: 2402.
Mizrahi N, Wexner SD, Zmora O et al.
Endorectal advancemen flap: are there predictors
of failure? Dis. Colon Rectum 2002; 45: 1616
21.
Cronkite ET, Lozner EL, Deaver JM. Use of
thrombin and fibrinogen in skin grafting. J. Am.
Med. Assoc. 1944; 124: 9768.
Hjortrup A, Moesgaard FA, Kjaergard J. Fibrin
adhesive in the treatment of perianal fistulas.
Dis. Colon Rectum 1991; 34: 7524.
Abel ME, Chiu YS, Russell TR, Volpe PA.
Autologous fibrin glue in the treatment of
rectovaginal and complex fistulas. Dis Colon
Rectum 1993; 36: 4479.

13

REVIEW ARTICLE
82. Aitola P, Hiltunen KM, Matikainen M. Fibrin
glue in perianal fistulas a pilot study. Ann.
Chir. Gynaecol. 1999; 88: 1368.
83. Cintron J, Park JJ, Orsay CP. Repair of fistulasin-ano using fibrin adhesive: Long-term followup. Dis. Colon Rectum 2000; 43: 94450.
84. Venkatesh KS, Ramanujam PS. Fibrin glue
application in the treatment of recurrent
anorectal fistulas. Dis. Colon Rectum 1999; 42:
11369.
85. Park JJ, Cintron J, Orsay CP. Repair of chronic
anorectal fistulae using commercial fibrin
sealant. Arch. Surg. 2000; 135: 1669.
86. Patrlj L, Kocman B, Martinac M et al. Fibrin
glue-antibiotic mixture in the treatment of anal
fistulae: experience with 69 cases. Digestive
Surg. 2000; 17: 7780.
87. Buchanan GN, Bartram CI, Phillips RK et al.
Efficacy of fibrin sealant in the management of
complex anal fistula: a prospective trial. Dis.
Colon Rectum 2003; 46: 116774.
88. Lindsey
I,
Smilgin-Humphreys
MM,
Cunningham C, Mortensen NJ, George BD. A
randomized, controlled trial of fibrin glue vs
conventional treatment for anal fistula. Dis.
Colon Rectum 2002; 45: 160815.
89. Sentovich SM. Fibrin glue for anal fistulas: longterm results. Dis. Colon Rectum 2003; 46: 498
502.
90. Sentovich SM. Fibrin glue for all anal fistulas. J.
Gastrointesti- nal Surg. 2001; 5: 15861.
91. Zmora O, Mizrahi N, Rotholtz N et al. Fibrin
glue sealing in the treatment of perineal fistulas.
Dis. Colon Rectum 2003; 46: 5849.
92. Del Pino A, Nelson RL, Pearl RK, Abcarian H.
Island flap ano- plasty for treatment of
transsphincteric fistula-in-ano.
Dis Colon
Rectum 1996; 39: 2246.
93. Amin SN, Tierney GM, Lund JN, Armitage NC.
V-Y advance- ment flap for treatment of fistulain-ano. Dis. Colon Rectum 2003; 46: 5403.
94. Christensen A, Nilas L, Christiansen J.
Treatment of trans sphincteric anal fistulas by the

ANAL ABSCESSES AND FISTULAS


ANZ J. Surg. 2005; 75: 6472

seton technique. Dis. Colon Rectum 1986; 29:


4545.
95. McCourtney JS, Finlay IG. Setons in the
management o fistula-in-ano. Br. J. Surg. 1995;
82: 44852.

96. Shukla NK, Narang R, Nair NGK. Multicentric


randomized controlled clinical trial of
Kshaarasootra (Ayurvedic medicated thread) in
the management of fistula-in-ano. Indian J.
Med. Res. 1991; 94: 17785.
97. Elkins TE, DeLancey JO, McGuire EJ. The use
of modified Martius graft as an adjunctive
technique in vesicovaginal and rectovaginal
fistula repair. Obstetrics Gynecol. 1990; 75:
72733.
98. Schwartz DA, Pemberton JH, Sandborn WJ.
Diagnosis and treatment of perianal fistulas in
Crohn disease. Ann. Intern. Med. 2001; 135:
90618.
99. Present DH, Rutgeerts P, Targan S, Hanauer SB,
Mayer L, van Hogezand RA. Infliximab for the
treatment of patients with Crohns disease. N.
Engl. J. Med. 1999; 340: 1398405.
100.Topstad DR, Panaccione R, Heine JA, Johnson
DRE, MacLean AR, Buie WD. Combined seton
placement, infliximab infusion, and maintenance
immunosuppresives improve healing rate in
fistulizing anorectal Crohns disease: a single
centre experi- ence. Dis. Colon Rectum 2003;
46: 57783.
101.Zbar AP, Fenger C, Efron J, Beer-Gabel M,
Wexner SD. The pathology and molecular
biology of anal intraepithelial neoplasia:
comparisons with cervical and vulvar
intraepithelial carcinoma. Int. J. Colorectal Dis.
2002; 17: 20315.

14

Anda mungkin juga menyukai