Anda di halaman 1dari 9

Tugas Makalah III : Kelembagaan dan Pembiayaan

Pembangunan (PL5202)
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
I.

Pendahuluan
Salah satu tantangan utama bagi negara berkembang seperti Indonesia adalah sejauh

mana pemerintah berkomitmen untuk mengatasi gap dalam pembangunan infrastruktur.


Rendahnya investasi di bidang infrastruktur akan berdampak pada rendahnya daya saing dan
proses produksi negara tertentu yang berdampak pada terciptanya ketidakadilan dalam
distribusi sosial.
Infrastruktur merupakan prioritas nasional, hal ini disebutkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 sebagai salah satu fokus dari
prioritas nasional Indonesia. Hal ini didasarkan pada berbagai alasan meliputi: percepatan
pertumbuhan ekonomi tidak akan tercapai tanpa difasilitasi oleh infrastruktur nasional,
revitalisasi pertanian memerlukan dukungan infrastruktur untuk dapat mengakses pasar
komoditas agrikultural, tanpa adanya infrastruktur masyarakat miskin akan terisolasi dari
kegiatan perekonomian, masalah lingkungan terkait dengan manajemen air dan banjir, polusi
udara dan tanah juga terkait dengan ketiadaan infrastruktur yang memadai. Oleh sebab itu,
investasi di bidang infrastruktur menjadi prioritas pembangunan Indonesia melalui
peningkatkan kerja sama pendanaan antara pemerintah dan komunitas bisnis.

Gambar 1. Perbandingan Investasi Infrastruktur di China, India dan Indonesia 2005-2010

Dari Gambar 1 di atas dapat dilihat bahwa Investasi infrastruktur di Indonesia


tertinggal jauh dibandingkan dengan China dan India. Sejak tahun 2009 investasi
infrastruktur di India sudah di atas 7 % PDB dan di China sejak tahun 2005 sudah mencapai
9-11 % PDB. Sementara itu, di Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun (dari 2005-2010)
hanya mencapai sekitar 3- 4 % PDB. Pada tahun 2010 2013 meningkat menjadi 4-5%
PDB.

Harry Richardo (25414048)

Page 1

Tugas Makalah III : Kelembagaan dan Pembiayaan


Pembangunan (PL5202)

Gambar 1. Investasi pembiayaan pembangunan infrastruktur tahun 2010-2013


(Sumber : DJA, DJPK, Kemen. Keuangan, KPS-Bappenas, BPS )

Dalam rangka mengoptimalkan dukungan pembiayaan infrastruktur, diperlukan kerja sama


yang sinergis dan terintegrasi antar semua pelaku sesuai dengan peran dan fungsi masingmasing.
II.

Jenis Jenis Pembiayaan Infrastruktur saat ini di Indonesia


Jenis pembiayaan infrastruktur saat ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu pembiayaan

oleh pemerintah dan pembiayaan oleh swasta. Selain itu, sifat pembiayaan pemerintah juga
dapat dibagi menjadi dua, yaitu cost-recovery project, dan non-cost-recovery project.
Bahkan didalam cost-recovery project, peran pemerintah bisa berupa non-cost-recovery,
yaitu dengan pemberian subsidi.
1) Pembiayaan oleh Pemerintah
a. Non-Cost-Recovery Project
Pendanaan pemerintah untuk proyek non-cost-recovery pada dasarnya dilakukan
untuk proyek yang tidak menghasilkan pendapatan langsung. Namun demikian,
proyek dapat menghasilkan peningkatan ekonomi melalui peningkatan pajak.
APBN /APBD Murni Pajak dan Penerimaaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Ini merupakan pendanaan yang paling umum digunakan untuk membiayai
pembangunan infrastruktur. Sumber pendanaan APBN sendiri, selain berasal dari
pendapatan negara pajak dan bukan pajak, dapat pula berasal dari obligasi
pemerintah atau pinjaman pemerintah kepada lembaga internasional.
o Pinjaman Asing
Pinjaman biasanya berasal dari negara donor atau lembaga donor seperti
Bank Dunia, JBIC, ADB, dimana pinjaman biasanya spesifik terhadap
suatu proyek, seperti Strategic Roads Improvement Project dari Bank
Dunia. Namun demikian, penggunaan program atau policy loan, seperti
Development Policy Loan, tidak spesifik terhadap suatu proyek, dan oleh
karena itu dapat dimanfaatkan untuk mengisi kesenjangan pendanaan
APBN.
o Obligasi

Harry Richardo (25414048)

Page 2

Tugas Makalah III : Kelembagaan dan Pembiayaan


Pembangunan (PL5202)
Surat Utang Negara (SUN) dan Obligasi Republik Indonesia (ORI), baik
konvensional maupun syariah, merupakan pinjaman yang dilakukan kepada
pemilik dana swasta atau masyarakat, dan merupakan surat berharga yang
dapat dipindahtangankan. SUN dan ORI sudah diterbitkan beberapa seri,
dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan APBN, dimana didalamnya
terdapat pembiayaan infrastruktur pekerjaan umum, walaupun tidak
dilakukan earmarking.
b. Cost-Recovery Project
Penyertaan Non Cost-Recovery
Penyertaan non cost-recovery pada cost-recovery project pada dasarnya merupakan
subsidi. Sebagai contoh, penyertaan pemerintah yang direncanakan dalam proyek
jalan tol Solo-Kertosono melalui biaya tanah dan sebagian biaya konstruksi,
merupakan subsidi yang tidak dikembalikan oleh proyek secara finansial. Namun
demikian, dampak ekonomi dari proyek dapat meningkatkan pajak dan menjadi
sumber pengembalian tidak langsung. Sumber pendanaan untuk melakukan
penyertaan ini pada dasarnya sama dengan non-cost recovery project.
Penyertaan Cost Recovery
Yang berbeda dari partisipasi pemerintah di cost-recovery dan non-cost-recovery
project adalah bentuk penyertaannya, namun saat ini sumber pendanaan masih
bersifat sama, yaitu dari penerimaan pajak dan PNBP, obligasi serta pinjaman
asing.
i. Penyertaan Modal
Dengan menggunakan sumber pendanaan pemerintah, maka pemerintah dapat
melakukan penyertaan modal. Namun demikian, penyertaan modal pemerintah
biasanya dilakukan melalui BUMN seperti Jasa Marga.
ii. On-Lending
On-lending atau penerusan pinjaman dilakukan dimana pemerintah memberikan
pinjaman kepada proyek infrastruktur. Sebagai contoh adalah Urban Sector
Reform Development Project (USDRP) dimana pinjaman dari Bank Dunia diterus
pinjamkan ke Pemerintah Daerah untuk proyek yang bersifat cost-recovery.
Pinjaman ini seringkali dikenai bunga.

SUMBER
PENDANAAN
Bentuk
Pajak
dan
Penyertaan
PNBP
Pinjaman
Harry Richardo
(25414048)
Asing

Cost
-Recovery
Page 3

Cost-Recovery
Ekuit

On-

Tugas Makalah III : Kelembagaan dan Pembiayaan


Pembangunan (PL5202)

Obligasi

Non Cost
Recovery
(Subsidi)

Gambar 3. Bagan skema pendanaan infrastruktur oleh Pemerintah

2) Pembiayaan oleh swasta


a. Jalan Tol
Jalan tol pertama kali dibangun dengan pendanaan pemerintah yang diwujudkan
melalui pembentukan Badan Usaha Milik Negara, yaitu PT. Jasa Marga (Persero)
ditahun 1978. Sejak tahun 1978-1983, pendanaan jalan tol dilakukan melalui
penyertaan dari APBN. Mulai tahun 1983-1987, pengembangan jalan tol mulai
didanai dari soft loan agreement (SLA), obligasi dan kas internal perusahaan. Pada
tahun 1993, pihak swasta mulai bekerjasama dengan Jasa Marga, maka memobilisasi
dana swasta, baik dalam bentuk ekuitas maupun hutang.
Hingga saat ini, sumber pendanaan untuk jalan tol dilakukan dengan menggabungkan
project-financing dan corporate-financing. Pembiayaan project-financing dilakukan
pada Special Purpose Vehicle (SPV) yang biasanya didirikan khusus untuk proyek
tersebut, sedangkan corporate financing dilakukan kepada perusahaan pemilik SPV.
Jenis-jenis pendanaan yang digunakan adalah:
Ekuitas
Kas Internal Perusahaan
Ini adalah sumber paling dasar atau umum dari pendanaan ekuitas yaitu
menggunakan kas internal perusahaan.
Kemitraan Strategis
Yang dimaksud dengan kemitraan strategis adalah kegiatan pendanaan yang
melibatkan kerjasama dengan mitra usaha lain, seperti usaha patungan (joint
venture), dan mergers and acquisition. Dalam hal ini, sumber pendanaan tidak
berasal dari kas internal perusahaan.
Joint Venture
Jenis kerjasama seperti ini termasuk yang paling umum dan sudah lama
berlangsung. Pada awalnya usaha patungan terwujud melalui kewajiban untuk
bermitra dengan Jasa Marga. Namun pada perkembangannya, hampir semua badan
usaha jalan tol (BUJT) memiliki struktur kepemilikan saham yang tidak tunggal.
Perseroan Terbatas diwajibkan memiliki lebih dari dua pemegang saham, namun
yang dimaksud dalam hal kepemilikan saham tunggal adalah terkait project
Harry Richardo (25414048)

Page 4

Tugas Makalah III : Kelembagaan dan Pembiayaan


Pembangunan (PL5202)
vehicle, dimana dalam melakukan investasi jalan tol, SPV dimiliki oleh lebih dari
dua perusahaan. Sebagai contoh, ruas Tol Cikampek- Palimanan merupakan
patungan dari Plus (pengembang jalan tol dari Malaysia) dan perusahaan milik
Sandiaga Uno.
Mergers and Acquisition
Akuisisi juga umum terjadi, yaitu dengan pembelian saham di SPV oleh
perusahaan lain. Ini dapat terjadi pra-pembangunan atau paska-pembangunan.
Sebagai contoh untuk paskapembangunan adalah akuisisi sebagian saham PT.
Marga Mandala Sakti oleh Astratel dari pemegang saham sebelumnya yaitu
perusahaan Belanda (anak perusahaan grup Astra International).

Bridging Loan
Bridging loan merupakan pendanaan yang menggunakan jaminan saham induk
perusahaan atau perusahaan pemilik SPV. Pada dasarnya, kewajiban penyertaan
ekuitas pada SPV dilakukan dengan menggadaikan saham induk perusahaan atau
menjadikan saham induk perusahaan sebagai jaminan pinjaman bank.

Initial Public Offering (IPO)


IPO dapat dilakukan pada tingkat SPV, namun perlu dipenuhi aturan Bapepam
yang akan dibahas pada sub-bab kajian regulasi. Secara umum, IPO hanya bisa
dilakukan pada SPV yang sudah beroperasi sekurang-kurangnya 3 tahun dengan
catatan pembukuan laba berturut-turut positif. IPO pada dasarnya untuk tingkat
SPV menjadi exit strategy, sehingga memperkuat struktur permodalan perusahaan
induk untuk menambah portofolio.
Hutang
Bank
Bank dapat memberikan dua jenis pinjaman, yaitu pinjaman dengan recourse atau
tanpa recourse. Diantara kedua opsi ini, terdapat pula limited recourse. Pinjaman
dengan recourse pada dasarnya merupakan pinjaman dengan jaminan balance sheet
dari perusahaan induk. Pinjaman tanpa recourse pada dasarnya merupakan
pinjaman kepada perusahaan SPV. Pinjaman limited recourse merupakan
kombinasi, dimana tidak keseluruhan balance sheet perusahaan induk menjadi
jaminan.
Shareholders Loan
Ini merupakan pinjaman yang diperoleh dari pemegang saham, namun sifatnya
bukan ekuitas. Jenis pendanaan ini biasanya ditempuh jika pendanaan bank
Harry Richardo (25414048)

Page 5

Tugas Makalah III : Kelembagaan dan Pembiayaan


Pembangunan (PL5202)
terbatas, dan perusahaan induk memiliki dana tetapi tidak ingin melakukan
penyertaan ekuitas untuk memenuhi funding gap.
b. Air Minum
Untuk pendanaan air minum oleh swasta, bentuk pendanaan relatif masih sama
dengan jalan tol. Belum ada perbedaan sumber pendanaan saat ini. Pendanaan dengan
ekuitas telah dilakukan oleh perusahaan swasta seperti Astratel lewat akuisisi Palyja
dan Recapital lewat akuisisi TPJ. Pendanaan ekuitas juga direncanakan dilakukan
untuk proyek air minum Kabupaten Tangerang, yang juga dimenangkan oleh AETRA
tendernya. Namun demikian karena ukuran proyek yang jauh lebih kecil bila
dibandingkan dengan jalan tol, maka pelaksanaan IPO dan obligasi cenderung baru
feasible jika terdapat beberapa proyek yang diagregasi.

Gambar 4. Ringkasan pembiayaan infrastruktur oleh swasta

III.

Kerja sama Pemerintah dan Swasta (KPS) di Indonesia


Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu poin vital dalam peningkatan
pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Oleh karenanya pendekatan Public Private
Partnership (PPP) atau Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) dalam program
pembangunan infrastruktur dipilih sebagai salah satu alternatif untuk dapat membiayai
pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Beberapa varian definisi KPS, antara lain, adalah :
1)

KPS merupakan berbagai kemungkinan hubungan antara pemerintah (Public) dan


swasta (private) dalam konteks infrastruktur dan pelayanan lainnya (Asian Development

Bank, 2008)
2) KPS merupakan pengaturan/kerjasama dimana pihak swasta menyediakan pelayan dan
set infrastruktur yang biasanya disediakan oleh pemerintah (Corbacho and Schwartz,
2008)
3) KPS adalah bentuk kerjasama antara pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah
ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha
Harry Richardo (25414048)

Page 6

Tugas Makalah III : Kelembagaan dan Pembiayaan


Pembangunan (PL5202)
Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan
sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak
(Perpres 38/Tahun 2015)
Perkembangan KPS pada pembangunan infrastruktur di Indonesia sebagai berikut :
1) Keputusan Presiden No. 7 tahun 1998, Tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
Swasta dalam Pembangunan dan atau Pengelolaan Infrastruktur (tidak jalan akibat krisis
moneter dan peraturan perundangan pendukung lainnya yang belum siap)
2) Peraturan Presiden (Perpres) No. 67 tahun 2005, yang mengatur tata cara KPS pada
pembangunan proyek infrastruktur.
Perpes ini tidak langsung menarik minat investor pada KPS di bidang infrastruktur
transportasi karena peraturan perundangan yang berlaku saat itu, seperti Undang-Undang
Pelayaran, Undang-Undang Penerbangan, dan Undang-Undang Perkeretaapian masih
belum memberikan kesempatan kepada pihak swasta untuk berpartisipasi aktif dalam
pengelolaan infrastruktur transportasi.
3) Perpres No. 42/2005 tentang Komite Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur
(KKPPI)
Untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di Indonesia, pemerintah mencanangkan
empat pilar utama Program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Indonesia yang
diluncurkan bersamaan dengan digelarnya Infrastructure Summit 2005
4) Untuk melengkapi komitmen pemerintah dalam mendukung KPS di Indonesia, dibentuk
beberapa lembaga yang secara spesifik berperan dalam pelaksanaan KPS, seperti
Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (IIGF), yang dibentuk untuk memitigasi resiko
resiko tertentu yang terdapat pada pembangunan proyek infrastruktur
5) Membentuk PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) untuk menutup celah pembiayaan,
khususnya pembiayaan antara (bridging finance) dan dana ekuitas. PT SMI bersama
dengan lembaga donor, seperti World Bank, Asian Development Bank (ADB), Bank
Pembangunan Jerman GIZ, membentuk Indonesia Infrastructure Funds and Facilities
(IIFF).
6) Dalam rangka memacu pembangunan ekononomi di Indonesia, Pemerintah meluncurkan
Master Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

Harry Richardo (25414048)

Page 7

Tugas Makalah III : Kelembagaan dan Pembiayaan


Pembangunan (PL5202)

Gambar 5. Skema Pembiayaan Percepatan Pembangunan Infrastruktur MP3EI

7) Peraturan Presiden No. 78 Tahun 2010, Tentang Tata Cara Penjaminan Infrastruktur
dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha yang dilakukan melalui
Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur.
Peraturan Presiden ini menjadi kerangka pengaturan untuk memfasilitasi penjaminan
proyek KPS
8) Undang-Undang No. 2 Tahun 2012, Tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum
Untuk menjawab kebutuhan proses pengadaan lahan yang cepat dengan batas waktu
tertentu. Undang-undang ini mensyaratkan asas keadilan antara pemilik lahan dan
pemerintah agar proses pengadaan lahan dapat diselenggarakan secara lebih efisien,
transparan, adil, dan akuntabel.
9) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
Perkembangan kebijakan KPS di Indonesia dan didukung oleh berbagai studi mengenai
pelaksanaan KPS di negara berkembang dalam 20 tahun terakhir, terdapat 5 hal yang harus
dilakukan untuk dapat mencapai hasil dan manfaat KPS yang optimal. Hal-hal tersebut akan
adalah sebagai berikut :
a) Menerapkan asas transparansi, akuntabilitas kepada publik dan bebas korupsi
dalam pelaksanaan KPS
Berbagai cara dilakukan untuk dapat mencapai KPS yang berhasil, antara lain,
dengan melakukan lelang umum yang diumumkan secara luas kepada masyarakat,
transparansi dalam proses pelelangan, serta pengumuman hasilnya disampaikan
secara berkala kepada publik.
b) Penguatan kapasitas institusional, terutama pada sisi regulator.
Kerangka kebijakan dan peraturan yang jelas tetap merupakan syarat yang utama
untuk mengatur investasi dalam pengadaan layanan publik. Investor akan merasa
nyaman dalam berinvestasi jika didahului oleh kejelasan dan kepastian dalam aturan
dan proses yang harus diikuti.
Harry Richardo (25414048)

Page 8

Tugas Makalah III : Kelembagaan dan Pembiayaan


Pembangunan (PL5202)
c) Pengaturan risiko dan contingent liabilities adalah salah satu kunci keberhasilan
proyek KPS, yang antara lain meliputi kontrak tahun jamak dan dukungan
pemerintah dalam bentuk fiskal. Contohnya adalah pembangunan konstruksi, dana
penyertaan, atau penjaminan lainnya terhadap risiko tertentu
d) Pembagian alokasi risiko (tidak terbatas pada liability dan profit) yang
berimbang antara investor swasta, pemerintah, dan pengguna infrastruktur.
Analisis risiko yang tepat diperlukan untuk dapat memahami besarnya risiko yang
ditanggung swasta dan pengguna, yang kemudian diterjemahkan dalam besarnya
subsidi dan jaminan yang diperlukan dari pemerintah.
e) Arus kas dengan prinsip cost recovery menjadi suatu syarat yang harus ada dalam
proyek KPS yang berhasil. Arus kas ini umumnya berasal dari pendapatan dari tarif
serta subsidi pemerintah, jika diperlukan, sebagai bentuk garansi investasi. KPS
menjadi lebih ideal apabila dapat memberikan manfaat yang memadukan prinsip
investasi yang efisien dan peningkatan akses bagi warga yang kurang mampu.

Referensi
Anonim. Alternatif Pembiayaan Infrastruktur oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas, Jakarta
Anonim. Kajian Pembiayaan Inftrastruktur Bidang PU, Kementerian PU,Jakarta
Asian Development Bank. (2008). Public-Private Partnership (PPP) Handbook. Asian
Development Bank. Retrieved from http://www.adb.org/documents/public-privatepartnership-ppp-handbook
Bambang Susantono dan Mohammed Ali Berawi (2012) Perkembangan Kebijakan
Pembiayaan Infrastruktur Transportasi Berbasis Kerjasama Pemerintah Swasta di
Indonesia , Jurnal Transportasi Vol. 12 No. 2 Agustus 2012: 93-102
Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan
Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur

Harry Richardo (25414048)

Page 9

Anda mungkin juga menyukai