Anda di halaman 1dari 58

Standard Kompetensi

: Memahami affinitas proton dan ikatan hidrogen dalam reaksi asam basa, konsep asam
basa Lewis, konsep asam basa keras lunak, potensial redoks pada
berbagai keasaman, peran EMF pada disproporsionasi, peran mekanisme reaksi, ciriciri khas senyawa-senyawa logam transisi, kaitan geometri dan
bilangan koordinasi, tata nama, teori medan kristal, penstabilan medan kristal, kuat
medan dan spektrum, deret spektrokimia, efek Jahn Teller, teori medan
ligand. Reaksi senyawa-senyawa koordinasi yang meliputi: mekanisme substitusi
senyawa oktahedral dan bujur sangkar, gugus pengarah trans,
penggunaan pada sintesis. Senyawa boron hidrida dan turunannya, reaksi katalisis
dalam sistem biologi

Kompetensi Dasar
: Mendeskripsikan affinitas proton dan ikatan hidrogen dalam reaksi asam basa, konsep
asam basa Lewis, konsep asam basa keras lunak, potensial redoks
pada berbagai keasaman, peran EMF pada disproporsionasi, peran mekanisme reaksi,
ciri-ciri khas senyawa-senyawa logam transisi, kaitan geometri dan
bilangan koordinasi, tata nama, teori medan kristal, penstabilan medan kristal, kuat
medan dan spektrum, deret spektrokimia, efek Jahn Teller, teori medan
ligand. Reaksi senyawa-senyawa koordinasi yang meliputi: mekanisme substitusi
senyawa oktahedral dan bujur sangkar, gugus pengarah trans,
penggunaan pada sintesis. Senyawa boron hidrida dan turunannya, reaksi katalisis
dalam sistem biologi

BAB III
KIMIA ASAM BASA
Asam dan basa adalah merupakan hal yang fundamental di dalam Kimia Anorganik.
Bersama-sama dengan subjek yang berhubungan seperti redoks dan kimia koordinasi,
asam-basa membentuk dasar dari pengetahuan kimia anorganik. Oleh karena asam-basa
sangat fundamental, maka telah banyak dilakukan percobaan-percobaan untuk
mendapatkan cara terbaik mempelajari/memahaminya.
3. 1. Konsep Asam- Basa
Poin pertama yang bisa dibuat tentang asam dan basa adalah teori-teori asam-basa
dalam definisi yang nyata. Apa yang dimaksud dengan asam atau basa adalah bahwa
asam-basa bukanlah suatu teori di dalam teori ikatan valensi atau di dalam teori orbital
molekul. Dalam hal yang paling real/nyata, kita dapat membuat (definisi) suatu asam
menjadi apapun seperti yang kita inginkan. Perbedaan dalam berbagai konsep asam-basa
tidak mempersoalkan teori mana yang benar, tetapi teori mana yang paling tepat/cocok
digunakan dalam situasi tertentu. Semua definisi tentang sifat-sifat asam-basa (akhirakhir) ini adalah cocok satu sama lain. Faktanya, salah satu dari objek dalam presentasi
berikut tentang banyak definisi yang berbeda adalah menekankan keparalelan dasar
definisi-definisi tersebut dan oleh karena itu untuk mengarahkan mahasiswa terhadap
sikap kosmopolitan menghadapi asam dan basa yang akan mereka temui dalam berbagai
situasi kimia, apakah dalam larutan aqueous ion-ion, reaksi-reaksi organik, titrasi nonaqueous, atau situasi-situasi lainnya.

3. 2. Definisi Bronsted Lowry


Pada tahun 1923, J. N. Bronsted dan T. M. Lowry secara terpisah menyarankan
bahwa asam dapat didefinisikan sebagai proton donor dan basa dapat didefinisikan
sebagai proton akseptor. Untuk larutan aqueous definisi Bronsted Lowry tidak terlalu
berbeda dari definisi Arrhenius tentang ion hidrogen (asam) dan ion hidroksida (basa).
2H2O == H3O+ + OH(1)
pelarut murni
asam
basa
Kekurangan definisi Bronsted Lowry adalah pada ketidakmampuannya menangani
pelarut protonik apapun seperti amonia cair atau asam sulfat.
NH4+ + NH2- 2NH3
(2)
asam

basa

produk netralisasi

H3SO4+ + HSO4- 2H2SO4


asam

basa

(3)

produk netralisasi

Selanjutnya, reaksi transfer proton lainnya yang bisa dikatakan berlangsung secara tidak
normal dapat dikatakan sebagai reaksi netralisasi tetapi yang sebenarnya mempunyai
karakter asam-basa dapat direaksikan dengan cepat:
NH4+ + S2- NH3 + HSasam

basa

basa

(4)

asam

Spesies kimia yang berbeda dari satu sama lain hanya sampai pada taraf transfer proton
disebut konjugat. Reaksi-reaksi seperti di atas berlangsung dengan arah pembentukan
spesies yang lebih lemah. Asam dan basa yang lebih kuat dari pasangan konjugasinya
bereaksi membentuk asam dan basa yang lebih lemah. Penekanan dari definisi Bronsted
Lowry yang menempatkan kompetisi untuk proton adalah merupakan satu aset dari
pekerjaan dalam konteks ini, tetapi juga membatasi kefleksibelan konsep. Namun
demikian, selama definisi itu sesuai dengan sistem pelarut protonik, maka definisi
Bronsted Lowry menjadi sangat berguna. Definisi asam-basa yang diberikan di bawah
ini yang dirumuskan di dalam suatu percobaan ke taraf konsep asam-basa hingga ke
sistem yang tidak mengandung proton.
3. 3. Definisi Lux Flood
Bertentangan dengan teori Bronsted Lowry, yang menekankan pada proton
sebagai spesies utama dalam reaksi-reaksi asam-basa, definisi yang diusulkan oleh Lux
dan dikembangkan oleh Flood menggambarkan sifat-sifat asam-basa dalam hal ion
oksida. Konsep asam-basa ini ditingkatkan untuk sistem non-protonik yang mana tidak
sesuai dengan definisi Bronsted Lowry. Sebagai contoh, pada temperatur tinggi, zat-zat
anorganik akan meleleh dan reaksi berikut akan berlangsung:
CaO + SiO2 CaSiO3
(5)
basa

asam

Basa (CaO) adalah suatu donor oksida dan asam (SiO2) adalah suatu akseptor oksida.
Kekurangan definisi Lux Flood terutama karena terbatas pada sistem seperti leburan
oksida-oksida.
Pendekatan ini menekankan aspek anhidrida asam dan basa dari kimia asambasa, sangat berguna walaupun sering dilupakan. Basa Lux Flood adalah suatu
anhidrida basa
Ca2+ + O2- + H2O Ca2+ + 2OH(6)
dan asam Lux Flood adalah suatu anhidrida asam
SiO2 + H2O H2SiO3

(7)

(Reaksi ini sangat lambat dan yang lebih penting adalah reaksi baliknya, yaitu reaksi
dehidrasi). Karakterisasi dari oksida logam dan oksida non-logam ini sebagai asam dan
basa dapat menolong merasionalisasikan reaksi dari suatu konverter basa`Bessemer
dalam pembuatan baja. Identifikasi dari spesies asam dan basa seperti ini dapat juga
membuktikan kegunaan dalam pengembangan definisi umum dari sifat-sifat asam-basa.
Skala keasaman telah diusulkan yang mana perbedaan dalam parameter keasaman
(aB aA), dari suatu oksida logam dan oksida non-logam adalah akar kuadrat dari entalpi
reaksi asam dan basa. Maka untuk reaksi (5), entalpi reaksi adalah -86 kJ mol-1 dan harga
a dari CaO dan SiO2 berbeda kira-kira 9 satuan. Harga-harga terpilih dapat dilihat pada
tabel 1 di bawah ini:
Oksida
H2O
Li2O
Na2O
K2O
Rb2O
Cs2O
BeO
MgO
CaO
SrO
BaO
RaO
Y2O3
La2O3
Lu2O3
TiO2
ZrO2
ThO2
V2O5
CrO3
MoO3
WO3
MnO

a
0,0
-9,2
-12,5
-14,6
-15,0
-15,2
-2,2
-4,5
-7,5
-9,4
-10,8
-11,5
-6,5
-6,1
-3,3
0,7
0,1
-3,8
3,0
6,6
5,2
4,7
-4,8

Oksida
FeO
Fe2O3
CoO
NiO
Cu2O
CuO
Ag2O
ZnO
CdO
HgO
B2O3
Al2O3
CO2
SiO2
N2O3
N2O5
P4O10
As2O5
SO2
SO3
SeO2
SeO3
Cl2O7

a
-3,4
-1,7
-3,8
-2,4
-1,0
-2,5
-5,0
-3,2
-4,4
-3,5
1,5
-2,0
5,5
0,9
6,6
9,3
7,5
5,44
7,1
10,5
5,2
9,8
11,5

Mn2O7
Tc2O7
Re2O7

9,6
9,6
9,0

I2O5

7,1

Walaupun berdasarkan konsep Lux Flood, tetapi harga-harga di atas sesungguhnya


mencerminkan keadaan umum. Sebagai contoh, seperti yang diharapkan, oxida yang
paling basa dalah cesium oxida, oxida-oksida amfoter mempunyai harga mendekati nol
(air selalu digunakan untuk mengkalibrasi skala pada harga 0,0), dan oxida yang paling
asam dalah Cl2O7, yang merupakan anhidrida dari asam perklorat.
3. 4. Definisi Sistem Pelarut
Banyak pelarut dapat mengalami autoionisasi dengan pembentukan suatu spesies
kation dan anion seperti yang dialami oleh air:
2H2O
H3O+ + OH(8)
2NH3

NH4+ + NH2-

(9)

2H2SO4

H3SO4+ + HSO4-

(10)

2OPCl3

OPCl2+ + OPCl4-

(11)

Untuk reaksi-reaksi asam-basa, khususnya reaksi netralisasi, sering dirasa lebih tepat
mendefinisikan asam sebagai spesies yang dapat meningkatkan konsentrasi kation
karakteristik dari pelarut, dan basa sebagai spesies yang dapat meningkatkan
konsentrasi anion karakteristik. Kelebihan dari pendekatan ini secara prinsip lebih tepat.
Satu contoh dari pelarut non-aqueous yang dianalogikan dengan air, contohnya:
Kw = [H3O+][OH-] = 10-14
(12)
KAB = [A+][B-]

(13)

dimana [A+] dan [B-] adalah konsentrasi spesies kation karakteristik dan anion
karakteristik dari pelarut tertentu. Dengan cara yang sama, skala analog dengan skala pH
dari air dapat dibuat dengan titik netral sama dengan log KAB. Beberapa contoh dari
data jenis ini untuk pelarut non-aqueous diberikan pada tabel 2 di bawah ini:
Pelarut
H2SO4
CH3COOH
H2O
C2H5OH
NH3

Produk Ion
10-4
10-13
10-14
10-20
10-29

Range pH
04
0 13
0 14
0 20
0 - 29

Titik netral
2
6,5
7
10
14,5

Semua asam-asam dan basa-basa yang lebih kuat daripada kation dan anion karakteristik
dari pelarut akan keluar dari kesetimbangan. Asam-asam dan basa-basa yang lebih lemah

daripada kation dan anion karakteristik dari sistem pelarut akan tetap berada dalam
kesetimbangan. Sebagai contoh,
H2O + HClO4 H3O+ + ClO4(14)
tetapi
O-

OH
H3O+ + CH3C

H2O + CH3C
O

(15)
O

Dengan cara yang sama,


NH3 + HClO4 NH4+ + ClO4dan
NH3 + HC2H3O2 NH4+ + C2H3O2tetapi
NH3 + NH2CONH2 == NH4+ + NH2CONH-

(16)
(17)
(18)

Konsep sistem pelarut telah digunakan secara luas sebagai metode untuk
mengklassifikasikan reaksi solvolisis. Sebagai contoh, reaksi dapat dibandingkan dengan
hidrlisis halida-halida non-logam dengan solvolisisnya oleh pelarut non-aqueous.
3H2O + OPCl3 OP(OH)3 + 3HCl
(19)
3ROH + OPCl3 OP(OR)3 + 3HCl

(20)

6NH3 + OPCl3 OP(NH2)3 + 3NH4Cl

(21)

Penggunaan yang bisa dipertimbangkan telah dibuat untuk analogi-analogi ini, khususnya
dengan mangacu pada senyawa-senyawa nitrogen dan hubungannya dengan amonia cair
sebagai pelarut.
Satu kritik untuk konsep sistem pelarut adalah bahwa sistem ini terlalu
terkonsentrasi pada reaksi-reaksi ionik dalam larutan dan pada sifat-sifat kimia dari
pelarut hingga melupakan sifat-sifat fisika. Sebagai contoh, reaksi-reaksi dalam fosfor
oksiklorida telah disistematiskan dalam kerangka autoionisasi hipotetis:
OPCl3

OPCl2+ + Cl-

(22)

2OPCl3

OPCl2+ + OPCl4-

(23)

atau
Zat yang dapat meningkatkan konsentrasi ion klorida dapat dianggap sebagai basa dan zat
yang dapat mengurangi ion klorida dari pelarut dengan pembentukan ion diklorofosforil
dapat dianggap sebagai asam:
OPCl3 + PCl3

OPCl2+ + PCl6-

(24)

Studi yang ekstensif tentang reaksi-reaksi antara donor ion klorida (basa) dan akseptor
ion klorida (asam) telah dilakukan oleh Gutmann yang telah menginterpretasikan ke
dalam persamaan kesetimbangan di atas. Satu contoh dalah reaksi antara

tetrametilamonium klorida dan besi(III) klorida, yang bisa dilakukan dengan titrasi dan
diikuti secara konduktometri:
(CH3)4N+Cl- + FeCl3 (CH3)4N+FeCl4(25)
OPCl3

yang diinterpretasikan Gutmann dalam bentuk:


(CH3)4N+Cl- (CH3)4N+ + Cl-

(26)

FeCl3 + OPCl3 == OPCl2+ + FeCl4-

(27)

OPCl2+ + Cl- OPCl3

(28)

Meek dan Drago menunjukkan bahwa reaksi antara tetrametilamonium klorida


dan besi(III) klorida dapat berlangsung secepat dalam trietil fosfat, OP(OEt)3, dan secepat
dalam fosfor oksiklorida, OPCl3. Mereka menyarankan bahwa kesamaan sifat-sifat fisika
dari dua pelarut, secara prinsip adalah konstanta dielektrik adalah lebih penting dalam
reaksi ini dibanding perbedaan sifat-sifat kimia, misalnya, ada atau tidak ada autoionisasi
untuk membentuk ion-ion klorida.
Salah satu kesulitan dengan konsep sistem pelarut adalah bahwa dengan tidak
adanya data, maka kesulitan diuji untuk mendorong lebih lanjut dibanding untuk dapat
dibenarkan. Sebagai contoh, reaksi halida-halida tionil dengan sulfit dalam SO2 cair dapat
terjadi sebagai berikut dengan asumsi bahwa terjadi autoionisasi:
2SO2

SO2+ + SO32-

(29)

Dalam hal ini garam-garam sulfit dapat dianggap sebagai basa sebab garam-garam
tersebut dapat meningkatkan konsentrasi ion sulfit. Dari sini dapat pula dianggap bahwa
halida-halida tionil bersifat sebagai asam sebab terjadinya disosiasi membentuk ion tionil
dan ion halida:
SOCl2

SO2+ + 2Cl-

(30)

Reaksi antara sesium sulfit dan tionil klorida dapat dianggap sebagai reaksi netralisasi
yang mana ion tionil dan ion sulfit bergabung membentuk molekul-molekul pelarut.
SO2+ + SO32- 2SO2
(31)
Sesungguhnya, larutan sesium sulfit dan tionil klorida dalam SO2 cair menghasilkan
produk yang diharapkan:
Cs2SO3 + SOCl2 2CsCl + 2SO2
(32)
Lebih lanjut, sifat amfoter dari ion aluminium dapat ditunjukkan dalam SO2 secepat di
dalam air. Al(OH)3 bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dengan cepat baik di dalam
larutan asam kuat maupun basa kuat, Al2(SO3) bersifat tidak larut di dalam SO2 cair.
Penambahan basa (SO32-) atau asam (SO2+) dapat menyebabkan aluminium sulfit menjadi
larut, dan dapat diendapkan kembali selama netralisasi.
Aplikasi dari konsep sistem pelarut kedalam kimiawi SO2 cair menstimulasi
elusidasi reaksi-reaksi seperti reaksi aluminium sulfit. Namun demikian, tidak terdapat
bukti langsung sama sekali untuk pembentukan SO2+ di dalam larutan halida-halida tionil.

Faktanya, terdapat bukti sebaliknya. Bila larutan tionil bromida atau tionil klorida dibuat
dalam SO2 dengan tanda 35S-berlabel (S*), hampir tidak terjadi pertukaran. Waktu paruh
untuk pertukaran kira-kira dua tahun atau lebih. Jika ionisasi berlangsung:
2S*O2

S*O2+ + S*O32-

SOCl2

SO2+ + 2Cl-

(33)
(34)

maka satu yang diharapkan scrambling secara cepat dari belerang yang tagged dan
untagged di dalam dua senyawa. Kekurangan pertukaran cepat seperti ini
mengindikasikan bahwa salah satu atau kedua persamaan reaksi di atas (33 dan 34)
adalah tidak benar.
Faktanya bahwa pertukaran tionil bromida yang berlabel dengan tionil klorida
mengindikasikan bahwa ada kemungkinan ionisasi seperti pada reaksi 34 benar-benar
terjadi sebagai:
SOCl2

SOCl+ + Cl-

(35)

Dalam suatu pelarut dengan permittivity yang rendah seperti SO2 ( = 15,6o pada 0OC)
pembentukan ion-ion bermuatan tinggi seperti SO2+ secara energetika tidak diinginkan.
Bila spesies ionik yang terbentuk dalam larutan diketahui/dikenal, pendekatan
sistem pelarut dapat digunakan. Dalam pelarut-pelarut yang tidak kondusif untuk
pembentukan ion dan hanya sedikit atau tidak diketahui sama sekali tentang sifat atau
bahkan keberadaan ion-ionnya, akan menjadi hal yang membingungkan. Kefamiliaran
kita dengan larutan aqueous dengan permittivity yang tinggi (H2O = 81,7o) yang
dikarakterisasi oleh reaksi-reaksi ionik cenderumg membuat kita salah pengertian
terhadap pelarut-pelarut lain dan oleh karena itu menggiring kita memperlakukan konsep
sistem pelarut menjadi berlebihan.
3. 5. Definisi Lewis
Pada tahun 1923, G. N. Lewis mengusulkan definisi sifat-sifat asam-basa
mengacu pada donasi dan penerimaan pasangan elektron. Mungkin definisi Lewis ini
adalah yang paling luas digunakan sebab kesimpelan dan penggunaannya yang luas,
khususnya dalam (bidang) reaksi-reaksi organik. Lewis mendefinisikan basa adalah
donor pasangan elektron dan asam adalah akseptor pasangan elektron. Definisi Lewis ini
meliputi reaksi-reaksi yang mana tidak terjadi pembentukan ion-ion dan tidak terjadi
transfer ion-ion hidrogen atau ion-ion lain.
R3N + BF3 R3NBF3
4CO + Ni Ni(CO)4
2L + SnCl4 SnCl4L2
2NH3 + Ag+ Ag(NH3)2+

(36)
(37)
(38)
(39)

Maka, definisi Lewis menekankan pada semua reaksi yang menyertakan ion hidrogen,
ion oksida, atau interaksi pelarut, sama halnya dengan pembentukan adduct asam-basa

seperti R3NBF3 dan semua senyawa-senyawa koordinasi. Konsep Lewis digunakan secara
luas baik dalam kimia anorganik m aupun dalam kimia organik.
3. 6. Konsep Asam-Basa Secara Umum
Kesimpulan yang bisa ditarik dari sejumlah besar definisi asam-basa termasuk
beberapa definisi yang sedikit digunakan adalah terdapatnya penggambaran kesamaan
mendasar dari definisi-definisi tersebut. Semua definisi asam yang mengacu pada donasi
spesies positif (ion hidrogen atau kation pelarut) atau yang mengacu pada akseptansi
spesies negatif (ion oksida, sepasang elektron, dll). Basa didefinisikan sebagai donasi
spesies negatif (sepasang elektron, ion oksida, anion pelarut) atau akseptansi spesies
positif (ion hidrogen). Kita dapat menggeneralisasikan semua definisi tersebut dengan
menentukan keasaman sebagai suatu karakter positif dari suatu spesies kimia yang
dihasilkan dari reaksi dengan basa; dengan cara yang sama, kebasaan adalah suatu
karakter negatif dari suatu spesies kimia yang dihasilkan dari reaksi dengan asam. Ada
dua keuntungan dari generalisasi ini, yaitu: (1). definisi ini menggabungkan kandungan
informasi dari berbagai definisi asam-basa lainnya, (2). definisi ini memberikan kriteria
yang sangat berguna untuk menghubungkan kekuatan asam-basa dengan kerapatan
elektron dan struktur molekul. Beberapa contoh bisa jadi sangat berguna untuk
menggambarkan pendekatan ini. Harus diingat, bahwa konsep asam-basa tidak
menjelaskan sifat-sifat yang terobservasi, tetapi menjelaskan tentang prinsip-prinsip dari
struktur dan ikatan. Konsep asam-basa menolong menghubungkan observasi empiris.
1. Kebasaan dari oksida-oksida logam.
Dalam satu golongan, kebasaan oxida-oksida cenderung meningkat dari atas ke
bawah. Sebagai contoh, untuk unsur-unsur golongan 2A, BeO adalah amfoter, tetapi
oksida-oksida yang lebih berat (MgO, CaO, SrO, dan BaO) adalah basa. Dalam hal ini,
muatan pada ion logam adalah sama dalam tiap spesies, tetapi dalam ion Be2+ muatannya
dibungkus menjadi volume yang jauh lebih kecil, oleh karena itu, pengaruhnya lebih
nyata. Akibatnya, BeO lebih asam dan kurang basa dibanding oksida-oksida dari logamlogam yang lebih berat. Dalam hal ini, kepositifan adalah merupakan hal yang
berhubungan dengan ukuran dan muatan kation. Hal ini erat kaitannya dengan
kemampuan polarisasi Fajans.
2. Keasaman dari oksida-oksida non-logam.
Dengan naiknya kovalensi, oksida-oksida menjadi kurang basa dan lebih asam.
Oksida-oksida non-logam adalah merupakan anhidrida asam. Pengaruhnya terlihat dalam
beberapa oksida logam dan oksida non-logam. Dapat ditunjukkan bahwa keasaman dan
kebasaan berhubungan langsung dengan keelektronegatifan dari logam dan non-logam
yang terlibat.
3. Reaksi hidrasi dan Reaksi hidrolisis
Untuk kation, perbandingan yang besar antara muatan dan ukuran menyebabkan
naiknya energi hidrasi. Faktanya, yang sangat berhubungan erat dengan hidrasi adalah
fenomena hidrolisis dan ini tidak dapat dipisahkan kecuali tingkatannya. Secara umum,
kita berbicara tentang hidrasi jika tidak terjadi reaksi koordinasi molekul air sederhana
dengan kation.

Na+ + n H2O [Na(H2O)n]+

(40)

Dalam hal reaksi hidrolisis, keasaman (perbandingan muatan dan ukuran) dari kation
sangat tinggi sehingga bisa memutuskan ikatan H O dengan ionisasi dari hidrat
menghasilkan ion-ion hidronium
Al3+ + 6 H2O [Al(H2O)6]3+ H3O+ + [Al(H2O)5OH]2+

( 41 )

Kation- kation yang menghidrolisis secara ekstensif adalah kation-kation yang kecil
(misalnya, Be2+) atau kation bermuatan besar (misalnya, Fe3+, Sn4+) atau keduanya, dan
memiliki density muatan dan ukuran yang tinggi. Harga-harga pKh (negatif log dari
konstanta hidrolisis) adalah sebanding dengan perbandingan (muatan2)/(ukuran). Korelasi
ini baik untuk unsur-unsur golongan utama dan La3+ tetapi kurang baik untuk logamlogam transisi, khususnya logam-logam transisi yang lebih berat. Alasan untuk
munculnya sifat anomali dari ion-ion logam seperti Hg2+, Sn2+, dan Pb2+ tidak jelas benar,
tetapi hal itu mungkin berhubungan dengan kelunakan logam.
Konsep hidrolisis dapat juga diperluas hingga ke fenomena yang berhubungan
erat dengan reaksi halida-halida non-logam dengan air
PCl3 + 6 H2O H3PO3 + 3 H3O+ + 3 Cl-

( 42 )

Dalam hal ini, air menyerang dan menghidrolisis bukan kation tetapi pusat yang kecil dan
bermuatan besar (atom fosfor trivalen) yang dihasilkan dari efek induktif dari atom-atom
klorin.
4. Keasaman dari asam-asam okso
Kekuatan suatu asam okso tergantung pada beberapa faktor yang berhubungan
dengan efek induktif dari atom pusat pada gugus hidroksil:
(a). elektronegatifitas inherent dari atom pusat. Asam perklorat, HClO4 dan asam nitrat,
HNO3, adalah dua dari asam-asam paling kuat yang dikenal; asam sulfat, H2SO4, sedikit
lebih lemah. Sebaliknya, asam fosfat, H3PO4, dan asam karbonat, H2CO3, lebih lemah dan
asam borat, H3BO3, adalah sangat lemah.
(b). Efek induktif dari substituen. Walaupun asam asetat, CH3COOH, agak lemah,
substitusi berurutan dari atom-atom klorin pada gugus metil meningkatkan disosiasi dari
proton hingga asam trikloroasetat yang agak lebih kuat dibanding asam fosfat.
Yang lebih penting untuk asam-asam okso anorganik adalah jumlah atom oksigen
yang mengelilingi atom pusat. Maka, di dalam seri asam-asam okso klorin, kekuatan
asam meningkat sebagai berikut: HOCl < HOClO , HOClO2 < HOClO3. Kecendrungan
dalam keasaman asam-asam okso dapat diperoleh dari
pKa = 10,5 5, 0n Xx

( 43 )

dan bahkan prediksi akurat yang dapat diterima dari harga-harga pKa untuk asam-asam
dengan rumus X(OH)mOn, dan dimana Xxadalah elektronegatifitas dari atom pusat. Efek
dari (a) dan (b) termasuk dalam persamaan di atas.

5. Kebasaan dari amina-amina tersubstitusi


Dalam air, amonia adalah basa lemah, tetapi nitrogen trifluorida tidak
menunjukkan sifat kebasaan. Di dalam molekul NH3, atom nitrogen sebagian bermuatan
negatif dari efek induktif atom-atom hidrogen, tetapi keadaan sebelum terjadi dalam
molekul NF3. Penggantian satu atom hidrogen di dalam molekul amonia dengan satu
elektron gugus penarik seperti OH atau NH2 juga menyebabkan turunnya kebasaan.
Oleh karena gugus alkil biasaya adalah donor elektron (melebihi hidrogen) terhadap
unsur-unsur elektronegatif, maka kita dapat mengharapkan bahwa penggantian satu atom
hidrogen oleh satu gugus metil akan dapat meningkatkan kebasaan dari atom nitrogen.
Efek ini dapat terlihat dengan cepat dalam konstanta kesetimbangan yang umum untuk
basa-basa lemah dalam air.
Seperti yang diharapkan, substitusi satu gugus alkil untuk satu atom hidrogen di
dalam molekul amonia menghasilkan naiknya densitas elektron pada atom nitrogen dan
naiknya kebasaan. Substitusi satu gugus alkil kedua juga meningkatkan kebasaan,
walaupun kurang dari yang diharapkan dari efek substitusi sebelumnya. Tetapi trialkil
amina tidak melanjutkan kecenderungan ini dan mengejutkan bahwa kebasaannya sama
lemahnya atau lebih lemah dibandingkan monoalkil amina. Walaupun penjelasan tentang
munculnya sifat anomali cukup sederhana, hal itu tidak tergantung pada densitas elektron.
Mengukur Kekuatan Asam Basa
Dari sejarahnya, kimia asam basa sangat kuat terikat dengan kimia larutan, bukan
hanya di dalam air tetapi juga di dalam pelarut non-aqueous. Akhli kimia mengetahui
bahwa pengaruh solvasi yang kuat bisa mengubah sifat-sifat asam-basa, dan para akhli
kimia mencoba berbagai peralatan untuk mengestimasi pengaruh ini atau mengeliminasi
pengaruh tersebut melalui penggunaan pelarut-pelarut non-polar. Namun demikian,
selama bertahun-tahun termodinamika larutan sifat-sifat asam-basa sangat sedikit yang
dipahami. Selama 10-15 tahun yang lalu jumlah data yang sangat banyak tentang ketidak
larutan, yaitu, fase-gas, kimia asam-basa telah dikoleksi. Oleh karena sangat mudah
melihat pengaruh sifat asam-basa tanpa adanya pengaruh pelarut lainnya, kita harus
mendiskusikan: fase-gas pelarut non-polar pelarut polar.
Kebasaan fase-gas: Affinitas Proton
Pengukuran yang paling fundamental dari sifat dasar kebasaan dari satu spesies
adalah affinitas proton. Affinitas proton didefinisikan sebagai energi yang dilepaskan
untuk reaksi
B(g) [atau B-(g)] + H+(g) BH+(g) [atau BH(g)]

( 44 )

Catatan, bahwa affinitas proton memiliki tanda berlawanan dari entalpi reaksi. Affinitas
proton sering dituliskan sebagai bilangan positif walaupun mengacu pada reaksi
eksotermik. Affinitas proton dapat diperoleh dalam berbagai cara. Yang paling sederhana
dan paling fundamental untuk menentukan skala absolut affinitas proton adalah
menggunakan siklus Haber-Born
HABH

B(g) + H(g)
+e-

-HIEH

BH(g)
HIEBH

-e-

B(g) + H+(g) H= -PA

BH+(g)

( 45 )

Molekul BH harus cukup stabil supaya energi ikatan (entalpi atomisasi, HaBH)
dan potensial ionisasinya (IEBH) dapat diukur. Bila beberapa affinitas proton telah
diperoleh dengan cara ini, maka akan banyak lagi yang bisa diperoleh dengan tehnik yang
dikenal sebagai spektroskopi resonansi siklotron ion dan metode-metode yang sesuai,
yang mengukur konsentrasi kesetimbangan dari spesies yang terlibat dalam kompetisi
B(g) + B'' H+(g) == BH+(g) + B'(g)

( 46

Affinitas proton fase gas mengkonfirmasikan banyak dari ide-ide intuisi kita
tentang kebasaan dari ion-ion dan molekul-molekul, meskipun beberapa dari ide pertama
memberikan kontradiksi kepada anggapan kita yang didasarkan pada data larutan.
Estimasi harga affinitas proton paling besar adalah affinitas dari ion nitrida, N3-yang
disebabkan oleh atraksi elektrostatis yang besar dari ion -3. Ion dinegatif imida, NH2memunyai harga affinitas yang sangat besar tetapi harga yang sedikit lebih rendah diikuti
oleh amida, NH2- dan amonia, NH3. Harus dicatat bahwa affinitas proton dari semua
anion trinegatif dan dinegatif dihitung dengan menggunakan siklus Haber-Born.
Affinitas proton secara eksperimental tidak bisa ditentukan sebab ion-ion ini tidak
mempunyai eksistensi diluar environmental penstabilan kristal, affinitas proton secara
eksotermal menolak elektron. Pengaruh induktif dengan cepat dapat diobservasi dengan
harga-harga mulai dari nitrogen trifluorida, NF3 = 604 kJ mol-1, amonia, NH3 = 872 kJ
mol-1, hingga trimetilamin, (CH3)3N = 974 kJ mol-1. Pengaruh yang sama dapat dilihat
untuk toluen vs benzen, asetonitril vs hidrogen sianida, eter vs air, dan bebberapa
perbandingan yang lain.
Keasaman fase-gas: Hilangnya Elektron
Oleh karena affinitas proton dari suatu kation menunjukkan kecenderungannya
untuk menarik dan menahan satu proton, harganya juga akan menjadi entalpi disosiasi
dari asam konjugatnya dalam fase gas. Sebagai contoh, HF (PAF- = 1554 kJ mol-1):
HF H+ + F-

H = +1554 kJ mol-1

( 47 )

Semakin endoterm persamaan reaksi di atas, maka asam semakin lemah. Oleh karena itu,
tabel 9.5, hal 332, dapat dengan cepat digunakan untuk membandingkan kekuatankekuatan asam fase-gas, dan HF adalah asam yang lebih lemah dalam fase-gas dibanding
asam-asam HX lainnya, begitu juga dalam larutan aqueous. Dengan cara yang sama,
asam asetat (PACH3COO- = +1459 kJ mol-1) adalah asam yang lebih lemah dibanding asam
trifluoroasetat (PACF3COO- = +1351 kJ mol-1). Mana asam yang lebih kuat, metana atau
toluena?
Keasaman fase-gas:Affinitas Elektron

Keasaman Bronsted fase-gas akan dihubungkan dengan affinitas proton dari basa
konjugat. Tetapi, hal ini menyebabkan kita tidak bisa mengestimasikan keasaman relatif
dari asam-asam non-protonik (Lewis). Jika elektron adalah analog basa dari proton asam,
kemudian affinitas elektron seharusnya memberikan sifat pengukuran keasaman fase-gas
yang paralel dengan affinitas proton untuk basa-basa. Terdapat faktor yang kompleks
dalam hal keasaman mengacu pada penerimaan satu elektron tunggal atau sepasang
elektron bebas. Maka suatu radikal bebas harus memiliki affinitas elektron yang tinggi
tetapi tidak memiliki orbital yang rendah dan kosong untuk menerima sepasang elektron
bebas. Maka, perbandingan SO3 (EA = 160 kJ mol-1) sebagai suatu asam yang lebih kuat
dibanding SO2 (EA = 107 kJ mol-1) valid adalah tidak benar, tetapi perbandingan yang
sama dengan radikal bebas OH (EA = 176 kJ mol-1), yang tidak memiliki orbital rendah
yang kosong. Bahwa affinitas elektron tidak lebih sering digunakan dalam kaitan ini
kemungkinan karena adanya fakta bahwa terdapat sedikit harga affinitas elektron yang
diketahui untuk molekul-molekul. Asam-asam Lewis tersebut memiliki affinitas elektron
yang besar sehingga dimasukkan ke dalam asam-asam kuat. Ide ini khususnya sangat
berguna bila diapplikasikan kepada kation-kation logam. Ingat bahwa affinitas elektron
dari suatu kation monopositif adalah sama seperti energi ionisasi dari atom logam. Dari
pandangan ini dapat dilihat dengan cepat mengapa logam alkali dan logam alkali tanah
adalah merupakan asam Lewis lemah bila dibandingkan dengan logam-logam transisi:
K+ + e - K
Ca2+ + e- Ca+
Mn2+ + e- Mn+
Pt2+ + e- Pt+
Co3+ + e- Co2+

EA = 419 kJ mol-1
EA = 1145 kJ mol-1
EA = 1509 kJ mol-1
EA = 1791 kJ mol-1
EA = 3232 kJ mol-1

( 48 )
(
(
(
(

49
50
51
52

)
)
)
)

Hal ini membawa kita kembali ke sifat-sifat fundamental dari energi ionisasi suatu logam
yang menentukan bukan hanya kimia redoksnya tetapi juga kecenderungannya mengikat
anion dan basa-basa Lewis lainnya.
Tabel 9.5. Affinitas proton fase-gas (kJ mol-1)
Ion trinegatif
Ion dinegatif
Ion uninegatif
H- = 1675
CH3- =1745
C6H5CH2- = 1593
C6H5- = 1677
CN- = 1469
(CH3)2N- = 1658
C2H5NH- = 1671
CH3NH- = 1687
N3- = 3084

NH2- = 2565

NH2- = 1689

Molekul netral
H2 = 424
CH4 = 552
C6H5CH3 = 794
C6H6 = 759
CO = 594
(CH3)3N = 974
(CH3)2NH = 954
C5H5N = 953
C2H5NH2 = 935
CH3NH2 = 919
C6H5NH2 = 899
NH3 = 872
CH3CN = 789
HCN = 796

NO = 1519
N3- = 1439

PH2- = 1552
AsH2- = 1515
C6H5O- = 1451
t-C4H9O- = 1567
i-C3H7O- = 1571
C2H5O- = 1579
CH3O- = 1592

O2- = 2318

2-

S = 2300
Se2- = 2200

OH- = 1635
HOO- = 1573
O2- = 1476
CH3C(O)O- = 1459
HC(O)O- = 1459
ClO- = 1502
NO2- = 1421
NO3- = 1358
CF3C(O)O- = 1351
FSO3- = 1285
CF3SO3- = 1280

CH3S- = 1493
SH- = 1469
SeH- = 1466
F- = 1554
Cl- = 1395
Br- = 1354
I- = 1315

NF3 = 604
NO = 531
N2 = 494,5
(CH3)3P = 950
(CH3)2PH = 905
CH3PH2 = 854
PH3 = 789
PF3 = 697
(CH3)3As = 893
AsH3 = 750
CH3C(O)NH2 = 863
C6H5OH = 821
t-C4H9OH = 810
i-C3H7OH = 800
C2H5OH = 788
CH3OH = 761
(CH3)2O = 804
(CH3)2CO = 823
H2CO = 718
CH3NO2 = 750
H2O = 697
HOOH = 678
HO2 = 661
CH3C(O)OH = 796
HC(O)OH = 748

CF3C(O)OH = 707
(CH3)2SO = 884
CO2 = 548
O2 = 422
(CH3)2S = 839
CH3SH = 784
H2S = 712
H2Se = 717
HF = 489,5
HCl = 564
HBr = 569
HI = 628
He = 178
Ne = 210
Ar = 371
Kr = 425

Xe = 496
-

1315<Mn(CO)5 <1340
1380<Re(CO)5- <1395
Co(PF3)4- < 1280

(CH3)2Hg 778

Asam Basa Keras Lunak


Pada suatu waktu akhli-akhli kimia koordinasi pernah memikirkan tentang
kecenderungan tertentu dalam kestabilan kompleks logam. Satu dari korelasi terbaru
adalah seri kestabilan Irving-William. Untuk ligan tertentu, urutan kestabilan kompleks
dengan ion-ion logam bermuatan 2+ adalah sebagai berikut: Ba2+ < Sr2+ < Ca2+ < Mg2+ <
Mn2+ < Fe2+ < Co2+ < Ni2+ < Cu2+ > Zn2+. Urutan ini timbul sebagian disebabkan oleh
menurunnya ukuran ion dalam seri dan sebagian disebabkan oleh pengaruh medan ligan.
Observasi kedua menjelaskan bahwa ligan-ligan tertentu dapat membentuk kompleks
yang paling stabil dengan ion-ion logam seperti Ag+, Hg2+, dan Pt2+, tetapi ada juga ligan
lain membentuk kompleks yang paling stabil dengan ion-ion seperti Al3+, Ti4+, dan Co3+.
Ligan-ligan dan ion-ion logam seperti itu dapat diklassifikasikan menjadi jenis a dan
jenis b sesuai dengan ikatannya. Yang termasuk kedalam ion-ion logam klas (a) antara
lain ion-ion logam alkali, ion-ion logam alkali tanah, dan ion-ion logam transisi ringan
dengan bilangan oksidasi yang lebih tinggi seperti Ti4+, Cr3+, Fe3+, Co3+, dan ion hidrogen,
H+. Dan yang termasuk kedalam ion-ion logam klas (b) adalah ion-ion logam transisi
yang lebih berat dengan bilangan oksidasi yang lebih rendah seperti Cu+, Ag+, Hg+, Hg2+,
Pd2+, dan Pt2+. Menurut kecenderungannya terhadap ion-ion klas (a) atau klas (b), liganligan dapat diklassifikasikan menjadi ligan jenis (a) dan jenis (b). Kestabilan komplekskompleks ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
Kecenderungan membentuk kompleks dengan
ion-ion logam klas (a)
N >> P > As > Sb
O >> S > Se > Te
F > Cl > Br > I

Kecenderungan membentuk kompleks dengan


ion-ion logam klas (b)
N << P > As > Sb
O << S < Se Te
F < Cl < Br < I

Sebagai contoh, phosphine (R3P) dan tioeter (R2S) memiliki kecenderungan yang lebih
besar untuk membentuk kompleks dengan Hg2+, Pd2+, dan Pt2+, tetapi amonia, amina
(R3N), air, dan ion fluorida lebih cenderung membentuk kompleks dengan Be2+, Ti4+, dan
Co3+. Pengklasifikasian seperti ini sangat berguna dalam memprediksi kestabilan
senyawa-senyawa koordinasi.
Pearson menyarankan istilah keras dan lunak untuk menggambarkan anggotaanggota klas (a) dan (b). Maka asam keras adalah merupakan jenis ion logam (a) dan
basa keras adalah merupakan ligan seperti amonia atau ion fluorida. Sebaliknya, asam
lunak adalah merupakan jenis ion logam (b) dan basa lunak adalah ligan-ligan seperti
phosphine atau ion iodida. Sebagai catatan, bahwa spesies keras dari asam dan basa
cenderung lebih kecil, sedikit dapat dipolarisasi, dan asam dan basa lunak cenderung
lebih besar dan lebih bisa dipolarisasi. Pearson memberikan satu aturan sederhana
(kadang-kadang disebut aturan Pearson) untuk memprediksi kestabilan dari kompleks

yang terbentuk dari asam-asam dan basa-basa: Asam keras lebih menyukai berikatan
dengan basa keras dan asam lunak lebih menyukai berikatan dengan basa lunak.
Untuk spesies-spesies (a) dan (b) seperti yang telah disebutkan di atas yang
memberikan inti dari satu set asam basa keras lunak, memungkinkan
mengklassifikasikan tiap asam atau basa apapun sebagai keras atau lunak. Sebagai
contoh, untuk suatu basa B, dapat diklassifikasikan sebagai keras atau lunak dari sifatsifat kesetimbangan berikut:
BH+ + CH3Hg+ == CH3HgB+ + H+
(53)
Catt, jika kesetimbangan ini dilangsungkan dalam larutan aqueous seperti biasanya, asam akan
terdapat sebagai CH3Hg(H2O)+ dan H3O+ dengan penambahan air dari hidrasi.

Dalam kompetisi antara suatu asam keras (H+) dan suatu asam lunak (CH3Hg+), suatu
basa keras akan menyebabkan reaksi bergeser ke kiri, tetapi suatu basa lunak akan
menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan. Kation metilmerkuri sering digunakan
karena merupakan tipikal asam lunak dan menjadi monovalen seperti proton. Catt, satu hal
yang menarik secara historis dari jenis interaksi lunak-lunak adalah asal muasal nama dari
mercaptan yaitu suatu penangkap merkuri: Hg 2+ + 2RSH Hg(SR)2 + 2H+.
(54)

Satu hal penting yang harus diingat adalah bahwa istilah keras dan lunak adalah
bersifat relatif, tidak terdapat pembagian yang jelas antara keduanya (lihat tabel 9.7). Hal
ini dapat diillustrasikan sebagai kategori ketiga yaitu borderline untuk asam dan basa.
Tetapi, walaupun di dalam satu golongan keras atau lunak, tidak semuanya memiliki
kekerasan atau kelunakan yang equivalen. Sehingga walaupun semua ion logam alkali
adalah termasuk kelas keras, tetapi ion Cs+ yang lebih besar, lebih dapat dipolarisasi,
menunjukkan sifat lebih lunak dibanding ion Li+. Dengan cara yang sama, walaupun
nitrogen biasanya lebih keras yang disebabkan oleh ukurannya yang kecil, tetapi
keberadaan substituen yang dapat dipolarisasi akan dapat mempengaruhi sifat-sifatnya.
Sebagai contoh, piridin menunjukkan sifat yang lebih lunak dari amonia, dan ini dapat
dianggap sebagai borderline.
Kekuatan Asam Basa dan Kekerasan dan Kelunakan
Kekerasan dan kelunakan mengacu pada kestabilan spesifik dari interaksi keras
keras dan lunak lunak dan harus dibedakan dari kekuatan asam basa. Sebagai contoh,
OH- dan F- adalah merupakan basa keras; kebasaan ion OH- 1013 x kebasaan ion F-.
Dengan cara yang sama, SO32- dan Et3P dapat dianggap sebagai basa lunak; namun
demikian, kebasaannya 107 x kebasaan CH3Hg+. Untuk asam atau basa kuat ada
kemungkinan untuk menggantikan asam atau basa yang lebih lemah, walaupun hal ini
tampak melanggar prinsip asam basa keras lunak. Sebagai contoh, basa yang lebih kuat,
lebih lunak, ion sulfit, dapat menggantikan basa lemah, keras, ion fluorida, dari asam
keras, proton, H+:
SO32- + HF == HSO3- + FKeq = 104
(55)
Seperti halnya basa sangat kuat, keras, ion hidroksida dapat menggantikan basa yang
lebih lemah, lunak, ion sulfit dari asam lunak, kation metilmerkuri
OH- + CH3HgSO3- == CH3HgOH + SO32- Keq = 10
(56)

Dalam kedua hal di atas, kekuatan basanya adalah sebagai berikut: (SO32- > F- (55); OH- >
SO32- (56) dan cukup untuk memaksa reaksi berlangsung ke kanan dalam hubungannya
dengan pertimbangan keras-lunak. Jika situasinya kompetitif dimana ditemukan baik
kekuatan maupun keras-lunak, maka aturan keras-lunak berlaku sebagai:
CH3HgF + HSO3- == CH3HgSO3- + HF
Keq 103
(57)
lunak-keras

keras-lunak

lunak-lunak

keras-keras

CH3HgOH + HSO3- == CH3HgSO3- + HOHKeq > 107


(58)
Tabel 9.8 memuat daftar kekuatan berbagai basa terhadap proton (H+) dan kation
metil merkuri (CH3Hg+). Basa-basa seperti ion sulfida (S2-) dan trietilphosphine (Et3P)
bersifat sangat kuat terhadap ion metil merkuri dan proton, tetapi kira-kira satu per sejuta
kali lebih baik terhadap ion-ion di atasnya (tabel); oleh karena itu, S2- dan Et3P dapat
dianggap sebagai basa lunak. Ion hidroksida adalah merupakan suatu basa kuat terhadap
asam-asam, tetapi dalam hal ini kira-kira satu per sejuta kali lebih baik terhadap proton;
oleh karena itu ion hidroksida adalah basa keras. Ion fluorida, F- aqueous bukanlah basa
yang baik terhadap asam tetapi sedikit lebih baik terhadap proton seperti yang diharapkan
dari karakter kerasnya.
Pentingnya keasaman dan faktor keras-lunak telah ditunjukkan oleh seri IrvingWilliam dan oleh beberapa kelat dari oksigen, nitrogen, dan belerang. Seri Irving-William
tentang naiknya kestabilan dari Ba2+ ke Cu2+ adalah merupakan ukuran dari naiknya
keasaman dari logam (kebanyakan disebabkan oleh turunnya ukuran). Diatas semua itu,
faktor keras-lunak yang mana spesies yang lebih lunak terdapat kemudian di dalam seri
(jumlah elektron d lebih besar) menyukai ligan sebagai berikut: S > N > O. Ion-ion logam
alkali tanah yang lebih berat dan ion-ion logam transisi pertama (dengan sedikit atau
tidak ada elektron d) lebih menyukai berikatan sebagai berikut: O > N > S
Dasar Teoritis dari Kekerasan dan Kelunakan
Walaupun aturan keras-lunak pada dasarnya merupakan sesuatu yang pragmatis
yang memungkinkan kita memprediksi sifat-sifat kimia, tetapi merupakan sesuatu yang
menarik untuk menginvestigasi dasar teoritis dari pengaruh keras-lunak tersebut. Dalam
hal ini tidak ditemukan adanya ketidak tentuan yang komplit dari para akhli kimia
mengenai kepentingannya secara relatif berbagai faktor yang mungkin yang dapat
mempengaruhi kekuatan interaksi keras-keras dan lunak-lunak. Sesungguhnya, hal itu
dapat dibuktikan bahwa berbagai faktor tersebut dapat memiliki kepentingan yang
berbeda tergantung pada situasi tertentu.
Satu penjelasan sederhana tentang interaksi keras-keras dapat dianggap/
dipertimbangkan sebagai interaksi elektrostatis atau interaksi ionik. Kebanyakan dari
tipikal asam dan basa keras adalah merupakan spesies yang dapat membentuk ikatan
ionik seperti Li+, Na+, K+, F-, dan OH-. Oleh karena gaya elektrostatis dari pasangan ion
atau karena energi Madelung adalah berbanding terbalik dengan jarak antar atom, maka
semakin kecil ion yang terlibat, attraksi antara asam keras dan basa keras semakin besar.
Oleh karena suatu penjelasan elektrostatis tidak dapat dicatat untuk munculnya kestabilan
dari interaksi lunak-lunak (energi Madelung dari pasangan ion yang besar semestinya
relatif kecil), maka disarankan bahwa faktor yang predominan adalah ikatan kovalen. Hal
ini akan memberikan korelasi yang baik untuk logam-logam transisi, Ag, Hg, dll, karena
seperti biasanya dapat diasumsikan bahwa ikatan seperti Ag Cl bersifat lebih kovalen

dibanding ikatan logam-logam alkali Cl. Dalam hal ini, power polarisasi dan
kepolaritasan dari elektron-elektron d menjadi penting. Telah dinyatakan bahwa semua
asam-asam yang benar-benar lunak adalah logam-logam transisi dengan enam atau lebih
elektron d, dengan konfigurasi (Ag+, Hg2+) menjadi sangat baik. Dari sudut ini diketahui
bahwa pengaruh polarisasi terhadap interaksi lunak-lunak mirip dengan beberapa cara
Fajan walaupun terdapat perbedaan-perbedaan yang dapat dicatat.
Elektronegatifitas dan Kekerasan dan Kelunakan
Secara umum, spesies yang memiliki elektronegatifitas yang relatif tinggi adalah
merupakan spesies yang keras dan sebaliknya. Dalam hal ini harus diingat bahwa kita
sedang menjelaskan ion-ion dan walaupun misalnya, Li memiliki elektronegatifitas yang
rendah, ion Li+ tetap memiliki elektronegatifitas yang relatif tinggi yang dihasilkan dari
potensial ionisasi kedua yang sangat tinggi. Sebaliknya, logam-logam transisi dengan
bilangan oksidasi rendah (Cu+, Ag+, dll) memiliki energi ionisasi yang relatif rendah dan
elektronegatifitas yang rendah. Hal yang sama dapat dinyatakan untuk basa keras dan
lunak. Hubungan antara kekerasan dan elektronegatifitas dapat menolong kita untuk
menjelaskan fakta bahwa golongan trifluorometil adalah lebih keras dibanding golongan
metil dan boron trifluorida adalah lebih keras dibanding boran.
Definisi Mullikan-Jaffe tentang elektronegatifitas melibatkan dua parameter yaitu:
a, derivatif pertama dari kurva energi ionisasi affinitas elektron, dan b, derivatif kedua.
Istilah a identik dengan elektronegatifitas Mullikan yang awal, dan istilah b adalah
merupakan inversi dari kapasitas muatan suatu atom atau gugus. Tampak bahwa asosiasi
antara elektronegatifitas dan kekerasan sesungguhnya mengacu pada parameter b, tetapi
harga a dan b untuk unsur-unsur cenderung paralel satu sama lain; oleh karena terdapat
kemiripan/kesamaan. Sejak awal telah dinyatakan bahwa oleh karena parameter b adalah
merupakan inversi dari kapasitas muatan, atom-atom keras akan memiliki harga b yang
tinggi dan atom-atom lunak akan memiliki harga yang lebih kecil. Maka fluorin tidak
hanya membentuk anion keras tetapi juga menyebabkan golongan trifluorometil menjadi
lebih keras karena adanya kontribusi harga b yang lebih tinggi untuk fluorine dibanding
untuk metil.
Baru-baru ini Parr dan Pearson telah menggunakan parameter b untuk
menginvestigasi sifat-sifat keras dan lunak dari ion-ion logam dan ligan. Keduanya telah
mengistilahkan hal ini sebagai kekerasan absolut jika dibandingkan dengan parameter a
Mullikan-Jaffe yang mereka sebut sebagai elektronegatifitas absolut. Mereka menyiapkan
argumen yang kuat dalam memperlakukan interaksi asam-basa keras-lunak (hard-soft
acid-base = HSAB).
Sejak permulaan teori HSAB, perhatian telah diarahkan kepada orbital-orbital
perbatasan. Orbital-orbital ini adalah merupakan highest occupied molecular orbital
(HOMO) dan lowest unoccuupied molecular orbital (LUMO). Menurut teorema
Koopman, energi HOMO adalah merupakan energi ionisasi dan energi LUMO adalah
merupakan affinitas elektron untuk spesies kulit tertutup. Maka orbital-orbital ini terlibat
dalam elektronegatifitas. Spesies keras memiliki celah HOMO LUMO yang besar
sementara spesies lunak memiliki gap yang kecil.

REDUKSI dan OKSIDASI


1. Pendahuluan
Bab ini adalah tentang kesetimbangan yang meliputi proses oksidasi dan reduksi.
Pertama, kita review konsep yang bisa membuat kita familiar dengan definisi tentang
oksidasi reduksi dan kegunaan dari bilangan oksidasi.
Oksidasi dan Reduksi
Istilah oksidasi dan reduksi dapat diterapkan ke dalam berbagai macam cara dan
salah satu cara haruslah bisa diterapkan untuk beberapa penggunaan.
Oksidasi dapat dikatakan sebagai pemerolehan oksigen, kehilangan hidrogen atau
kehilangan satu atau lebih elektron.
Reduksi dapat dikatakan sebagai kehilangan oksigen, atau pemerolehan hidrogen atau
pemerolehan satu atau lebih elektron. Langkah-langkah oksidasi dan reduksi adalah
saling melengkapi satu sama lain, misalnya,
2Mg + O2 2MgO
(1)
oksidasi
reduksi

magnesium mengalami oksidasi sementara oksigen mengalami reduksi. Magnesium


berlaku sebagai reduktor, sementara O2 berlaku sebagai oksidator. Reaksi ini dapat ditulis
dalam bentuk dua persamaan reaksi-setengah tetapi harus diingat bahwa tidak ada reaksi
yang terjadi sendiri-sendiri
Mg Mg2+

oksidasi

(2)

O2 + 4e- 2O2-

reduksi

(3)

Dalam sel elektrolisis, dilewatkannya arus listrik adalah awal mulainya reaksi
redoks, misalnya, dalam proses Down pada pembuatan Na dan Cl2
Na+ + e- Na
Cl- 1/2 Cl2 + e-

(4)

Dalam sel galvanik, reaksi redoks terjadi secara spontan dan menghasilkan arus listrik.
2. Aspek Kuantitatif dari Reaksi-Setengah
Daya oksidasi atau reduksi relatif dari reaksi-setengah dapat ditentukan dari
potensial setengah sel, yang mana potensial dari reaksi-setengah relatif terhadap potensial
reaksi-setengah dari ion hidrogen 1 mol L-1 direduksi menjadi gas hidrogen (100 kPa
pada permukaan platinum hitam). Referensi reaksi-setengah ini ditetapkan sebagai
potensial standard, E0 = nol.
2H+(aq) + 2e- H2(g)

E0 = 0,00V

(5)

Supaya reaksi redoks bisa berlangsung spontan, maka jumlah potensial reduksi reaksisetengah harus positif. Sebagai contoh, reaksi logam tembaga dengan ion perak. Hargaharga potensial reduksi standard adalah:
Cu2+(aq) + 2e- Cu(s)
Ag+(aq) + e- Ag(s)

E0 = +0,34 V
E0 = +0,80V

(6)
(7)

Penambahan potensial reduksi ion perak ke potensial oksidasi logam tembaga


2Ag+(aq) + 2e- 2Ag(s)
Cu(s) Cu2+(aq)

E0 = +0,80 V
E0 = -0,34 V

(8)
(9)

Menghasilkan potensial sel positif


2Ag+(aq) + Cu(s) 2Ag(s) + Cu2+(aq)E0 = +0,46 V

(10)

Semakin positif potensial reduksi reaksi-setengah, semakin kuat daya oksidasi spesies.
Sebagai contoh, difluorin adalah merupakan oksidator sangat kuat (atau akseptor
elektron)
1/2F2(g)

+ e- F-(aq)

E0 = +2,80 V

(11)

Sebaliknya untuk ion litium yang memiliki potensial reduksi sangat negatif
Li+(aq) + e- Li(s)

E0 = -3,04 V

(12)

Untuk litium, reaksi balik-setengah menghasilkan potensial positif, oleh karena itu logam
litium adalah merupakan reduktor yang sangat kuat (atau penyedia elektron)
Li(s) Li+(aq) + e-

E0 = +3,04 V

(13)

Namun demikian, harus diingat bahwa potensial setengah sel selalu bergantung
pada konsentrasi. Maka adalah memungkinkan untuk satu reaksi berjalan spontan
dibawah kondisi tertentu tetapi tidak pada kondisi lainnya. Hubungan potensial dengan
konsentrasi diberikan oleh persamaan Nernst
RT
[produk]
0
E=E ln
(14)
nF
[reaktan]
dimana R adalah konstanta gas ideal (8,31V.C.mol-1.K-1), T adalah temperatur dalam
Kelvin, n adalah jumlah mol elektron yang ditransfer sesuai dengan persamaan redoks, F
dalah konstanta Faraday (9,65 x 104 C.mol-1), dan E0 adalah potensial dibawah kondisi
standard, 1 mol.L-1 untuk spesies dalam larutan dan tekanan gas 100 kPa.
Untuk mengetahui pengaruh kondisi tidak standard, disini diberikan contoh sel
setengah ion permanganat menjadi ion mangaan(II). Sel setengah ini direpresentasikan
oleh reaksi-setengah

MnO4-(aq) + 8H+(aq) + 5e- Mn2+(aq) + 4H2O(l)

E0 = +1,70 V

persamaan Nernst akan menjadi


RT
[Mn2+]
E = +1,70 V ln
5F
[MnO4-][H+]8

(15)

(16)

Misalkan pH naik menjadi 4,00 (yaitu, [H+] direduksi menjadi 1,0 x 10-4 mol.L-1), tetapi
konsentrasi ion permanganat dan ion mangaan(II) tetap 1,0 mol.L-1. Dibawah kondisi
baru ( pertama, pecahkan untuk RT/5F), potensial setengah sel menjadi
(1,00)
-3
E = +1,70 V 5,13 x 10 V ln
(17)
(1,00)(1,0 x 10-4)8
E = +1,70 V 5,13 x 10-3 V ln (1,0 x 1032)
E = +1,70 V 0,38 V = +1,32 V
Maka ion permanganat adalah merupakan oksidator yang lebih lemah secara signifikan di
dalam larutan yang kurang asam. Catatan, tetapi, bahwa pengaruh yang substansial hanya
disebabkan dalam persamaan Nernst, konsentrasi ion hidrogen naik menjadi 8 power,
akibatnya potensial menjadi sensitif terhadap pH.
3. Potensial Elektroda sebagai Fungsi Termodinamik
Seperti yang terlihat pada reaksi ion perak-logam tembaga, potensial elektroda
tidak berubah bila koefisien persamaan berubah. Potensial adalah daya dorong reaksi dan
terlokalisasi pada permukaan elektroda atau pada titik dimana dua spesies kimia
mengadakan kontak. Oleh karena itu, potensial tidak tergantung pada stoikiometri.
Sederhananya, potensial adalah merupakan ukuran dari energi bebas suatu proses.
Hubungan antara enegi bebas dan potensial adalah
G0 = -nFE0

(18)

dimana G0 adalah perubahan energi bebas standard, n adalah jumlah mol elektron, F
adalah konstanta Faraday, dan E0 adalah potensial elektroda standard. Konstanta Faraday
biasanya dinyatakan sebagai 9,65 x 104 C.mol-1, tetapi untuk penggunaan dalam rumus
khusus ini, lebih baik dituliskan dalam satuan joule; 9,65 x 104 J.V-1.mol-1. Untuk
perhitungannya, bahkan lebih tepat menyatakan perubahan energi bebas sebagai produk
mol elektron dan potensial reaksi-setengah.
Untuk menggambarkan poin ini, sebaiknya diulang kembali perhitungan
sebelumnya untuk reaksi tembaga-perak menggunakan energi bebas bukan sekedar
potensial standard.
2Ag+(aq) + 2e- 2Ag(s)
Cu(s) Cu2+(aq) + 2e-

G0 = -2(F)(+0,80) = -1,60F
G0 = -2(F)(-0,34) = +0,68F

(19)
(20)

Perubahan energi bebas untuk proses ini adalah (-1,60F + 0,68F ) = -0,92F. Perubahan
harga ini kembali ke potensial standard menghasilkan
E0 = - G0/nF = -(-0,92F)/2F = +0,46 V

(21)

atau harga yang sama dapat diperoleh dengan penambahan potensial standard.
Tetapi, misalkan kita mau menggabungkan dua potensial reaksi-setengah untuk
mendapatkan harga potensial setengah sel yang tak diketahui sehingga cara singkat untuk
menggunakan potensial elektroda standard tidak berlaku. Catatan bahwa kita menambah
kan reaksi-setengah untuk memperoleh reaksi-setengah lainnya, bukan reaksi redoks
setimbang. Jumlah elektron dalam dua reduksi reaksi -setengah tidak akan setimbang.
Akibatnya, kita harus bekerja dengan energi bebas. Sebagai contoh, kita dapat
menentukan potensial setengah sel untuk reduksi ion besi(III) menjadi logam besi,
Fe3+(aq) + 3e- Fe(s)

(22)

dengan harga-harga untuk reduksi ion besi(III) menjadi ion besi(II) dan dari ion besi(II)
menjadi logam besi:
Fe3+(aq) + e- Fe2+(aq)
E0 = +0,77 V
Fe2+(aq) + 2e- Fe(s) E0 = -0,44 V

(23)
(24)

Pertama, kita hitung perubahan energi bebas untuk tiap reaksi-setengah


Fe3+(aq) + e- Fe2+(aq)
G0 = -1(F)(+0,77) = -0,77F
Fe2+(aq) + 2e- Fe(s) G0 = -2(F)(-0,44) = +0,88F
(26)

(25)

Menambahkan dua persamaan menghasilkan pembatalan spesies Fe2+. Oleh karena itu,
perubahan energi bebas untuk
Fe3+(aq) + 3e- Fe(s)

(27)

akan menjadi (-0,77F + 0,88F), atau +0,11F. Perubahan harga G0 ini kembali ke
potensial untuk reduksi besi(III) menjadi logam besi menghasilkan
E0 = - G0/nF = -(+0,11F)/3F = -0,04 V

(28)

4. Diagram Latimer (Potensial Reduksi)


Lebih mudah menginterpretasikan data bila data diberikan dalam bentuk diagram.
Potensial reduksi standard untuk suatu spesies yang berhubungan dapat ditunjukkan
dalam satu diagram potensial reduksi, atau yang kadang-kadang disebut diagram Latimer.
Berbagai bilangan oksidasi besi dalam larutan asam ditunjukkan dalam bentuk diagram
6+

FeO42-

+2,20V

3+

+0,77 V

Fe3+

2+

-0,44V

Fe2+
-0,04V

Fe

(29)

Diagram meliputi tiga bilangan oksidasi besi yang umum (+3, +2, 0) dan bilangan
oksidasi yang tidak lazim yaitu +6. Bilangan diantara tiap pasangan spesies adalah
potensial reduksi standard untuk reduksi reaksi-setengah yang meliputi spesies-spesies
tersebut. Perlu dicatat, bahwa walaupun spesies terindikasi menggunakan informasi, kita
harus menuliskan reaksi-setengah yang penuh. Untuk ion-ion sederhana, penulisan
reaksi-setengah sangat mudah. Contoh, untuk reduksi ion besi(III) menjadi ion besi(II),
dapat dituliskan secara sederhana
Fe3+(aq) + e- Fe2+(aq)

E0 = +0,77 V

(30)

Namun demikian, untuk reduksi ion ferrat, FeO42-, kita harus menyeimbangkan oksigen
dengan air, kemudian hidrogen dalam penambahan air dengan ion hidrogen, dan akhirnya
muatan dengan elektron
FeO42-(aq) + 8H+(aq) + 3e- Fe3+(aq) + 4H2O(l)

E0 = +2,20 V (31)

Diagram Latimer menunjukkan informasi redoks tentang satu seri bilangan oksidasi
dalam satu bentuk yang padat. Lebih dari itu, diagram memungkinkan kita memprediksi
sifat-sifat redoks dari spesies. Sebagai contoh, harga positif yang tinggi antara ion ferrat
dan ion besi(III) menunjukkan bahwa ion ferrat dalah suatu oksidator kuat (karena itu
sangat mudah tereduksi). Suatu bilangan negatif menunjukkan bahwa spesies ke kanan
dalah reduktor. Faktanya, logam besi dapat digunakan sebagai reduktor, dapat
teroksidasi menjadi ion besi(II).
Contoh lain dari diagram potensial reduksi dalah oksigen dalam larutan asam.
0

O2

-0,68 V

-1

+1,78 V

H2O2

-2

H2O

(32)

+1,23 V

Dengan potensial reduksi +1,78 V, hidrogen peroksida dalah oksidator kuat mengacu
pada air. Sebagai contoh, hidrogen peroksida akan mengoksidasi ion besi(II) menjadi ion
besi(III);
H2O2(aq) + 2H+(aq) + 2eFe2+(aq)
Fe3+(aq) + e-

E0 = +1,78 V
E0 = -0,77 V

(33)
(34)

Diagram mengatakan bahwa ada sesuatu tentang hidrogen peroksida. Jumlah potensial
untuk reduksi dan oksidasi dari hidrogen peroksida adalah positif (+1,78 V 0,68 V).
Harga ini mengindikasikan bahwa hidrogen peroksida dapat mengalami disproporsionasi
H2O2(aq) + 2H+(aq) + 2e- 2H2O(l) E0 = +1,78 V
(35)
+
0
H2O2(aq) O2(g) + 2H (aq) + 2e
E = -0,68 V
Penjumlahan kedua reaksi-setengah menghasilkan persamaan keseluruhan

(36)

E0 = +1,10 V

2H2O2(aq) 2H2O(l) + O2(g)

(37)

Walaupun disproporsionasi berlangsung spontan, tetapi secara kinetik berjalan sangat


lambat. Namun demikian, dengan adanya katalis seperti ion iodida atau ion-ion logam
transisi, maka peruraian dapat terjadi dengan cepat. Tubuh kita mengandung enzym
katalase, yang mengkatalisis reaksi ini dan menghancurkan hidrogen peroksida di dalam
sel-sel kita.
Dari semua contoh-contoh yang telah diberikan, reaksi-reaksi terjadi dalam
larutan asam. Kadang-kadang harga agak berbeda dalam larutan basa, sebab keberadaan
spesies kimia yang berbeda pada pH tinggi. Contohnya, di awal, diagram menunjukkan
logam besi teroksidasi dalam larutan asam menjadi kation besi(II) yang larut.
Fe(s) Fe2+(aq) + 2e-

(38)

Tetapi, dalam larutan basa, ion besi(II) bereaksi dengan cepat dengan ion hidroksida yang
terdapat dalam konsentrasi tinggi menghasilkan besi(II) hidroksida yang tidak larut.
Fe(s) + 2OH-(aq) Fe(OH)2(s) + 2e-

(39)

Maka diagram Latimer untuk besi dalam larutan basa mengandung beberapa spesies yang
berbeda dari diagram dibawah kondisi asam, sebagai hasilnya adalah potensial yang
berbeda juga.
6+

FeO42-

+0,9V

3+

Fe(OH)3

-0,56 V

2+

Fe(OH)2

-0,89 V

Fe

(40)

Dapat dilihat bahwa dalam larutan basa besi(II) hidroksida dapat teroksidasi dengan
mudah menjadi besi(III) hidroksida (+0,56 V) dan ion ferrat menjadi oksidator yang
sangat lemah (+0,9 V dalam larutan basa, 2,20 V dalam larutan asam).
5. Diagram Frost (Bilangan Oksidasi)
Lebih disukai memberikan informasi tentang sejumlah bilangan oksidasi dari
suatu unsur dalam bentuk diagram bilangan oksidasi atau diagram Frost. Diagram ini
memungkinkan kita mengekstrak informasi tentang sifat-sifat dari bilangan oksidasi yang
berbeda secara visual tanpa memerlukan perhitungan. Diagram Frost menunjukkan energi
bebas relatif (bukan potensial) pada aksis vertikal dan bilangan oksidasi pada aksis
horizontal. Catatan, bahwa kita menunjukkan energi sebagai nE0; maka biasanya harga
energi diplotkan dalam satuan volt kali mol elektron untuk langkah redoks tersebut
(V.mol.e-). Diperoleh harga yang sama dengan membagi energi bebas dengan konstanta
Faraday, G0/F. Untuk konsistensi, unsur dengan bilangan oksidasi nol dianggap
memiliki energi bebas nol. Garis menghubungkan spesies dari bilangan oksidasi yang
berdekatan.
Dari diagram Latimer untuk oksigen yang ditunjukkan disini, kita dapat
membangun satu diagram Frost untuk spesies oksigen dalam larutan asam. (Gambar 9.3).
Titik pertama dapat dianggap 0,0 untuk dioksigen sebab energi bebasnya = 0 bila
bilangan oksidasinya = 0. Titik untuk hidrogen peroksida menjadi -1, -0,68 sebab
bilangan oksidasi untuk oksigen dalam hidrogen peroksida adalah -1 dan energi bebasnya
adalah -1 kali mol produk elektron (1) dan potensial reduksi setengah sel (+0,68 V).

Terakhir, titik untuk air akan berada pada -2, -2,46 sebab oksigen memiliki bilangan
oksidasi -2 dan energi bebas oksigen di dalam air adalah (1 x 1,78) satuan dibawah titik
hidrogen peroksida. Diagram ini memungkinkan kita memperoleh gambaran visual dari
kimia redoks oksigen dalam larutan asam. Air, pada titik yang paling rendah adalah
merupakan yang paling stabil secara termodinamik. Hidrogen peroksida akan mengalami
disproporsionasi.
Semua gambaran dari diagram Frost dapat diapresiasi dengan mempelajari kimia
redoks mangaan. Dari diagram ini, kita mendapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Keadaan yang lebih stabil secara termodinamik akan ditemukan lebih rendah pada
diagram. Maka mangaan(II) adalah yang paling stabil dari semua spesies
mangaan (dari persfektif redoks).
2. Spesies pada kurva corvex [seperti ion mangaanate, MnO42- dan ion mangaan(III)]
akan cenderung mengalami disproposionasi.
3. Spesies pada kurva concave [seperti mangaan(IV) oksida, MnO2] tidak akan
mengalami disproporsionasi.
4. Spesies yang tinggi dan berada di sebelah kiri dari plot (seperti ion permanganat,
MnO4-) akan mengoksidasi dengan kuat.
5. Spesies yang tinggi dan berada di sebelah kanan dari plot akan mereduksi dengan
kuat.
Tetapi, interpretasi diagram Frost memiliki kelemahan. Pertama, diagram
merepresentasikan energi bebas komparatif untuk kondisi standard, yaitu larutan dengan
konsentrasi 1 mol.L-1 pada pH 0 (konsentrasi ion hidrogen 1 mol.L-1). Jika kondisi
berubah, maka energi akan berbeda dan kestabilan relatif juga berubah.
Ketika pH berubah potensial dari tiap reaksi-setengah yang terlibat dalam ion
hidrogen juga berubah. Bahkan yang lebih penting, seringkali spesies yang sebenarnya
terlibat akan bisa berubah. Sebagai contoh, ion mangan(II) aqueous tidak muncul pada
harga pH yang tinggi. Dibawah kondisi ini, mangaan(II) hidroksida yang tidak larut,
Mn(OH)2 terbentuk. Dalam larutan basa, untuk mangaan(II), yang muncul pada diagram
adalah senyawa, bukan Mn2+.
Akhirnya, kita harus menekankan bahwa diagram Frost adalah merupakan fungsi
termodinamik dan tidak mengandung informasi tentang kecepatan peruraian dari spesies
yang tidak stabil secara termodinamik. Contohnya adalah kalium permanganaat, KmnO4.
6. Diagram Pourbaix
Kita telah melihat bagaimana diagram Frost dapat digunakan untuk
membandingkan kestabialan termodinamik dari beberapa bilangan oksidasi suatu unsur.
Diagram Frost dapat dipergunakan untuk asam (pH = 0) dan basa (pH = 14). Sangat
berguna untuk mengidentifikasi spesies yang stabil secara termodinamik pada tiap
perubahan khusus dari potensial setengah sel, E, dan pH.
Gambar 9.5 menunjukkan diagram Pourbaix untuk sistem mangaan. Semakin
teroksidasi suatu spesies, akan muncul potensial positif di bagian atas dari diagram
seperti yang terjadi pada permanganat, sementara semakin tereduksi suatu spesies, akan
muncul potensial negatif di bagian bawah dari diagram seperti yang terjadi pada logam
mangaan. Dengan cara yang sama, semakin basa suatu spesies, akan muncul dibagian
kanan (pH tinggi) dari diagram dan semakin asam suatu spesies akan muncul dibagian

kiri (pH rendah) dari diagram. Pembagian vertikal, seperti yang terjadi antara ion
mangaan(II) dan mangaan(II) hidroksida menunjukkan suatu kesetimbangan yang hanya
tergantung pada pH dan bukan pada proses redoks.
Mn2+(aq) + 2OH-(aq) == Mn(OH)2(s)

Ksp = 2,0 x 10-13

(41)

Maka dari itu, bila mangaan(II) terdapat dalam konsentrasi standarnya, yaitu 1 mol.L-1,
dimana Ksp = [Mn2+][OH-]2, dan [OH-] = V(2,0 x 10-13) = 4,4 x10-7, dan pH = 7,65. Maka
jika pH lebih besar dari harga ini, hidroksida akan lebih suka membentuk mangaan(II).
Sebaliknya, garis horizontal merepresentasikan transformasi redoks murni. Satu
contoh dari keadaan ini ditemukan antara logam mangaan dan ion mangaan(II)
Mn2+(aq) + 2e- Mn(s)

E0 = -1,18 V

(42)

Kebanyakan perbatasan berada diantara harga-harga yang ekstrim ini seperti


ketergantungannya pada pH dan potensial. Sebagai contoh, reduksi mangaan(IV) oksida
menjadi ion mangaan(II) sebagai berikut:
MnO2(s) + 4H+(aq) + 2e- Mn2+(aq) + 2H2O(l)

E0 = +1,23 V (43)

Pernyataan Nernst dapat digunakan untuk mem-plot-kan batas antara dua keadaan
RT
[Mn2+]
0
E=E ln
(44)
+ 4
2F
[H ]
Dengan memasukkan harga-harga E0, R, T, dan F, menetapkan [Mn2+] = 1 mol L-1, dan
dengan mengubah ln menjadi log10 (mengalikannya dengan2,303), menghasilkan:
E = 1,23 V 0,118 pH

(45)

Mensubstitusi harga-harga pH yang berbeda, kita dapat menghitung harga yang sesuai
dari E dan membuat garis batas pada diagram Pourbaix.
Diagram juga menunjukkan dua garis bayangan. Garis atas merepresentasikan
oksidasi air
O2(g) + 2H+(aq) + 2e- H2O(l)
E0 = +1,23 V
(46)
Sementara garis bawah merepresentasikan reduksi air menjadi gas hidrogen
H2O(l) + e- H2(g) + OH-(aq)

E0 = -0,83 V

(47)

yang dibawah kondisi 1 mol L-1 dapat direpresentasikan sebagai:


H+(aq) + e- H2(g)

E0 = 0,00 V

(48)

Kedua garis bayangan ini merepresentasikan batas reaksi dalam larutan aqueous yang
mana yang mungkin terjadi. Pada potensial yang lebih tinggi air mulai mengoksidasi;

pada potensial yang lebih rendah air mulai mereduksi. Maka dapat kita lihat bahwa ion
permanganat terdapat di luar batas dari larutan aqueous. Larutan permanganat masih
dapat ditemukan. Walaupun ion permangat tidak stabil secara termodinamik di dalam
larutan aqueous, tetapi terdapat penghambat energi aktivasi yang tinggi yang memberikan
kestabilan kinetik. Namun demikian, larutan permanganat tidak stabil untuk waktu yang
lama dan dapat terurai dengan sangat cepat dengan adanya spesies katalis.
Ion mangaanat, MnO4-2, menempati celuk/relung pada pH yang sangat tinggi dan
di luar dari batas air. Maka untuk mensintesis ion ini, kita harus melalui oksidasi
mangaan(IV) oksida dalam leburan kalium hidroksida.
MnO2(s) + 4OH-(KOH) MnO42- (KOH) + 2H2O(g) + 2e-

(49)

Lebih mudah mengidentifikasi spesies aqueous utama dibawah kondisi pH dan E


yang berbeda dari diagram Pourbaix, tetapi studi tentang kestabilan relatif dari bilangan
oksidasi yang berbeda adalah cara terbaik dari diagram Frost. Penting untuk menyadari
bahwa diagram Pourbaix hanya menunjukkan spesies umum yang disukai secara
termodinamik. Kadang-kadang spesies meninggalkan diagram. Sebagai contoh, gambar
9. 5 tidak meliputi campuran mangaan(II) oksida dan mangaan(III) oksida, Mn3O4.
Spesies lainnya tidak muncul pada range diagram. Maka ion mangaan(III) oksida
aqueous hanya menjadi spesies yang stabil secara termodinamik bila [H+] kira-kira 10
mol.L-1 dan potensial kira-kira +1,5 V.
7. Diagram Ellingham dan Ekstraksi Logam
Diagram Frost sangat berguna untuk mempelajari reaksi dalam larutan aqueous.
Tetapi, satu type yang paling penting dari reaksi redoks biasanya ditunjukkan dalam fase
padat, cair, dan gas untuk reduksi senyawa-senyawa logam menjadi logam murni.
Untuk kebanyakan unsur logam, oksida-oksidanya adalah lebih stabil secara
termodinamik dibanding logam-logamnya pada range temperatur kerja. Contohnya,
logam seng akan teroksidasi secara spontan (walau lambat) menjadi seng oksida pada
temperatur kamar
2Zn(s) + O2(g) 2ZnO(s)

G0(298K) = -636 kJ.mol-1

(50)

Tetapi, dari rumus: G0 = H0 TS0, kita dapat mengidntifikasi faktor-faktor apa saja
yang menyebabkan kespontanan reaksi. Oleh karena jumlah mol gas berubah dari 1 pada
kiri menjadi 0 pada kanan, perubahan entropi dari reaksi ini haruslah negatif. Karena itu,
driving force untuk reaksi ini haruslah menjadi factor entalpi. Faktanya, entalpi
pembentukan seng oksida sangat negatif.
Istilah entropi, TS0 meliputi temperature Kelvin sehingga naiknya temperatur
akan menyebabkan G0 menjadi kurang negatif (harga H0 dan S0 sebenarnya berubah
sedikit dengan temperatur). Terakhir, padaa temperature yang cukup tinggi, G0 akan
menjadi 0; dan diatas temperature tersebut, akan memiliki harga positif. Dengan kata lain,
proses sebaliknya, reduksi seng oksida menjadi logam seng akan menjadi spontan.
Slope kurva perlahan-lahan menanjak diatas titik lebur seng (lebih rendah dari
titik pada garis) dan bahkan diatas titik didih seng (lebih tinggi dari titik pada garis).
Diatas titik lebur seng, dua mol seng oksida padat akan dihasilkan dari satu mol gas dan

dua mol cair; diatas titik didih seng, dua mol seng oksida terbentuk dari tiga mol gas (satu
dioksigen dan dua seng). Akibatnya, entropi menurun pada temperature ini dan diatas
akan menjadi lebih besar. Bahkan jika temperature menjadi sangat tinggi ( 20000C)
sebelum TS0 melewati/melebihi H0. Faktanya, temperatur yang dibutuhkan sangat
tinggi yang artinya reaksi ini tidak merepresentasikan keadaan yang realistic untuk
memperoleh logam seng dari oksidanya. Lebih lanjut, dioksigen dan seng gas akan
terpisah sebelum pendinginan, atau reaksi balik akan terjadi dan akan berakhir dengan
seng oksida kembali.
Untuk mengatasi masalah di atas, ada kemungkinan memasangkan reaksi reduksi
(yang mempunyai energi bebas positif) dengan reaksi oksidasi (yang mempunyai energi
bebas negative yang lebih besar) dan menghasilkan harga net energi bebas negatif untuk
reaksi gabungan. Reaksi oksidasi yang paling berguna dengan energi bebas negative
adalah karbon. Reaksi gabungan memiliki karakteristik kanan termodinamik, dan karbon
adalah merupakan pereaksi yang murah dalam dunia industri. Ketergantungan temperatur
dari reaksi ini digambarkan pada gambar 9.7
Hingga 7100C, oksidasi karbon menjadi karbon dioksida lebih disukai secara
termodinamik
C(s) + O2(g) CO2(g)
(51)
Slope garis untuk perubahan energi bebas dari reaksi ini sangat dekat ke nol sebab
terdapat satu mol gas pada tiap sisi dari persamaan. Garis yang merepresentasikan
perubahan energi bebas selama oksidasi untuk menghasilkan karbon monoksida,
memiliki satu langkah slope negatif sebab reaksi menghasilkan dua mol gas untuk setiap
mol yang dibutuhkan
2C(s) + O2(g) 2CO(g)

(52)

Maka produksi karbon monoksida menjadi lebih disukai secara termodinamik diatas
7100C dan oleh karena kedua reaksi berjalan cepat secara kinetik, maka reaksi terakhir ini
adalah reaksi yang sebenarnya yang terobservasi diatas temperatur tersebut.
Gambar 9. 8 menunjukkan dua plot dari gambar 9. 6 dan 9. 7. yang saling
bersilang. Kita dapat melihat bahwa garis menyilang pada kira-kira 9000C. Pada
temperatur ini, oksidasi karbon menjadi lebih negatif dibanding reduksi seng oksida yang
positif. Maka oksidasi karbon dapat menyebabkan reduksi seng oksida diatas temperatur
tersebut
ZnO(s) + C(s) Zn(g) + CO(g)
T > 10000C
(53)
Catatan, bahwa semua perhitungan termodinamik sesuai dengan kondisi tekanan pada
keadaan standard. Dalam peleburan industri, kondisi yang sebenarnya sangat jauh dari
keadaan ini; akibatnya, temperatur yang dihitung hanya merupakan suatu tuntunan
aproksimasi ke temperatur minimum yang sebenarnya untuk proses reduksi.
Adalah akhli kimia H. G. T. Ellingham yang pertama kali memperkenalkan betapa
bergunanya plot energi bebas sebagai fungsi temperatur untuk penelitian kondisi-kondisi
untuk reaksi redoks dapat berlangsung. Sebagai hasilnya, plot ini biasanya diacu sebagai
diagram Ellingham. Gambar 9. 9 menunjukkan diagram Ellingham untuk oksida-oksida
dari kalsium, karbon, silicon, dan perak.

Kita dapat melihat bahwa


1. Setelah plot perak mencapai garis G0 = 0, pembentukan perak(I) oksida tidak
lama kemudian berlangsung spontan (kira-kira 3000C). Diatas temperatur ini,
akan terjadi reaksi balik secara spontan; peruraian perak(I) oksida menjadi logam
perak (G0 negatif).
2. Plot silicon mencapai plot karbon pada kira-kira 15000C. Diatas temperatur ini,
energi bebas pembentukan silikon dioksida adalah kurang (lebih kecil) dari energi
bebas pembentukan karbon monoksida. Oleh karena itu jumlah energi bebas dari
peruraian silikon dioksida digabungkan dengan energi bebas dari pembentukan
karbon monoksida akan menghasilkan harga yang negatif. Dengan kata lain,
silikon dioksida dapat direduksi menjadi silikon dengan menggunakan karbon
sebagai reduktan diatas temperatur tersebut (dibawah temperatur ini, reaksi balik
akan terjadi secara spontan).
3. Plot kalsium tidak mencapai plot karbon pada temperatur yang memungkinkan
peleburan secara konvensional. Oleh karena itu, metode-metode termokimia tidak
praktis digunakan untuk ekstraksi logam kalsium. Faktanya, suatu proses
elektrolitik digunakan untuk menghasilkan kebanyakan kalsium.
Terdapat beberapa diagram Ellingham yang digunakan untuk reduksi kebanyakan
oksida-oksida, sulfida-sulfida, dan klorida-klorida. Sebagai hasilnya, kemungkinan
proses-proses peleburan dapat diidentifikasi dengan cara melihat pada plot Ellingham
yang tepat dibandingkan dengan uji laboratorium; alternatif ini merepresentasikan
secara signifikan penghematan waktu dan uang.
7. Aspek Biologi
Banyak proses-proses biologi, misalnya, fotosintesis dan respirasi yang
melibatkan oksidasi dan reduksi. Banyak tanaman mengandalkan bakteria untuk
mengubah dinitrogen di udara menjadi ion amonium yang dibutuhkan tanaman.
Proses yang kompleks ini dikenal sebagai fiksasi nitrogen yang melibatkan reduksi
nitrogen dari suatu bilangan oksidasi 0 menjadi suatu bilangan oksidasi -3.
Dalam semua sistem biologi, kita harus mempertimbangkan baik potensial, E,
maupun keasaman, pH, secara simultan ketika mencoba memutuskan spesies apa dari
suatu unsur yang seharusnya ada (dan kita harus mempertimbangkan faktor kinetik
juga). Maka diagram Pourbaix memiliki kepentingan khusus dalam kimia
bioanorganik dan geokimia anorganik. Gambar 9. 10 menunjukkan batas dari pH dan
E yang kita temukan di dalam perairan (air alami). Garis bayangan atas
merepresentasikan air yang mengadakan kontak dengan atmosfir, sesuai dengan
tekanan parsial dari dioksigen (20 kPa) sama dengan tekanan gas oksigen pada
permukaan laut. Hujan cenderung bersifat agak asam sebagai akibat dari absorbsi
karbon dioksida dari atmosfir.
CO2(g) + 2H2O(l) == H3O+(aq) + HCO3-(aq)
(54)
Tergantung pada geologi suatu area, air aliran (tetesan air terjun) cenderung bersifat
netral, sedangkan air laut cenderung bersifat agak basa. Perairan terbuka jarang lebih
basa dari pH 9 sebab adanya sistem buffer karbonat-hidrogen karbonat

CO32-(aq) + H2O(l) == HCO3-(aq) + OH-(aq)

(55)

Tetapi semua permukaan air akan teroksidasi sebagai akibat dari tingginya tekanan
parsial dari oksigen terlarut.
Dalam danau atau sungai dimana terdapat pertumbuhan tanaman atau algae yang
tinggi, kandungan oksigen menjadi berkurang. Akibatnya, perairan seperti ini
memiliki potensial yang lebih rendah. Potensial positif yang paling rendah terjadi
dalam lingkungan dengan aktifitas biologi yang tinggi dan tidak adanya kontak
dengan atmosfir, khususnya danau stagnan dan danau berlumpur. Dalam kondisi yang
demikian, akan terjadi perkembangan bakteria anaerob sehingga kandungan
dioksigen terlarut bisa mendekati 0 dan lingkungan akan menjadi sangat tereduksi.
Danau lumpur juga sering sangat asam dikarenakan penghancuran/peruraian vegetasi
yang terkandung di dalamnya.
Melihat pada diagram Pourbaix dari spesies belerang dalam batas dari larutan
aqueous (gambar 9. 11), dapat diketahui bahwa ion sulfat adalah merupakan spesies
yang dominan untuk kebanyakan range pH dan E. Sebab ion hidrogen sulfat adalah
merupakan basa konjugat dari asam yang cukup kuat, hanya dibawah pH 2 ion HSO4disukai. Situasi seperti ini dapat terjadi pada pembuangan pertambangan, kondisi
asam sering terjadi yang disebabkan oleh oksidasi besi(II) disulfida
4FeS2(s) + 15O2(g) + 22H2O(l) 4Fe(OH)3(s) + 8H3O+(aq) + 8HSO4-(aq)

(56)

Diatas semua range pH, suatu lingkungan yang lebih tereduksi seperti danau
lumpur, dapat menyebabkan pengubahan ion sulfat menjadi unsur belerang.
SO42-(aq) + 8H+(aq) + 6e- S(s) + 4H2O(l)

(57)

Dalam potensial reduksi yang lebih kuat, belerang direduksi menjadi hidrogen sulfida
S(s) + 2H+(aq) + 2e- H2S(aq)

(58)

Gas inilah yang kadang-kadang dapat memberi bau dalam area lumpur dan di banyak
perairan yang bersumber dari gunung berapi. Perlu dicatat bahwa hydrogen sulfida
aqueous adalah merupakan spesies tereduksi yang predominan. Alasannya adalah
berhubungan dengan ke-lemah-an asam ini. Hanya dalam kondisi basa ion hydrogen
sulfida menjadi predominat
H2S(aq) + OH-(aq) == HS-(aq) + H2O(l)

(59)

Kimia Dalam Pelarut Aqueous dan Non-aqueous


Hampir semua reaksi yang dilakukan oleh kimiawan anorganik dalam penelitian
di laboratorium berlangsung dalam bentuk larutan. Walaupun air merupakan pelarut
yang paling dikenal, tetapi air bukanlah satu-satunya pelarut yang penting bagi
kimiawan. Kimiawan organik sering menggunakan pelarut-pelarut non-polar seperti
karbon tetraklorida, CCl4 dan benzene, C6H6 untuk melarutkan senyawa-senyawa
non-polar. Pelarut-pelarut polar juga menarik minat para kimiawan anorganik
sehingga studi tentang hal ini telah dilakukan secara ekstensif, misalnya untuk
pelarut-pelarut seperti amonia, (NH3) cair, asam sulfat, H2SO4, asam asetat glacial,
CH3COOH, belerang dioksida, SO2, dan berbagai halida-halida non-logam. Studi
kimia larutan sangat berhubungan erat dengan teori asam basa. Sebagai contoh,
pelarut-pelarut non-aqueous sering diinterpretasikan dalam konsep sistem pelarut,
solvasi yang melibatkan interaksi asam basa, bahkan reaksi redoks dapat dilibatkan
didalam definisi Usanovich tentang reaksi asam basa.
Terdapat beberapa sifat fisika yang penting dari pelarut. Dua diantaranya yang
paling penting (dari sudut pragmatisnya) adalah titik lebur dan titik didih. Kedua sifat
ini dapat menentukan range cairan dan oleh karena itu juga dapat menentukan range
potensial dari operasi kimia. Yang lebih fundamental adalah permitifitas (konstanta
dielektrik). Diperlukan permitifitas yang tinggi jika larutan zat-zat ionik dapat
terbentuk dengan cepat. Gaya tarik coulomb antara ion-ion adalah berbanding terbalik
dengan permitifitas dari medium:
q+qE =
(1)
4r
dimana = permitifitas. Sebagai contoh, di dalam air, gaya tarik antara dua ion hanya
sedikit lebih besar dari 1% dibanding gaya tarik antara dua ion yang sama tanpa
pelarut.
H2O = 81,70
(2)
dimana 0 adalah permitifitas vakum. Pelarut-pelarut dengan permitifitas yang tinggi
cenderung menjadi suka-air dalam kemampuannya untuk melarutkan garam-garam.
Sifat-sifat air
Titik didih
Titik beku
Densitas
Permitifitas (konstanta dielektrik)
Konduktifitas spesifik
Viskositas
Konstanta produk ion

100oC
0oC
1,00 g cm-3 (4oC)
81,7 (18oC)
4 x 10-8 -1cm-1(18oC)
1,01 g cm-1s-1 (20oC)
1,008 x 10-14 mol2 L-2 (25oC)

Dari sifat-sifat air di atas terlihat bahwa salah satu sifatnya yang perlu dicatat adalah
harga permitifitasnya yang sangat tinggi yang menyebabkannya menjadi pelarut yang
baik untuk senyawa-senyawa ionik dan senyawa-senyawa polar.
Pelarut Non-aqueous
Walaupun telah banyak dilakukan studi tentang sistem pelarut non-aqueous, tetapi
dalam bab ini hanya beberapa pelarut yang akan dibahas seperti amonia (suatu pelarut
basa), asam sulfat (suatu pelarut asam), dan bromin trifluorida (suatu pelarut aprotik).
Juga termasuk kimiawi yang berlangsung di dalam larutan dari leburan garam-garam.
1. Amonia
Amonia merupakan pelarut non-aqueous yang dipelajari secara ekstensif
dibanding pelarut-pelarut non-aqueous lainnya. Sifat-sifat fisikanya mirip dengan
sifat-sifat fisika air kecuali bahwa permitifitasnya lebih kecil. Konstanta dielektrik
yang lebih rendah menyebabkan menurunnya kemampuannya secara umum untuk
melarutkan senyawa-senyawa ionik, khususnya senyawa-senyawa dengan muatan
ion yang sangat tinggi (misalnya, karbonat, sulfat, dan phosphat yang secara
praktis tidak larut). Dalam beberapa hal terjadi kelarutan yang lebih tinggi dari
yang diharapkan jika didasarkan hanya pada permitifitas. Dalam keadaan seperti
ini terdapat interaksi antara solut dan amonia. Satu jenis interaksi antara ion-ion
logam tertentu seperti Ni2+, Cu2+, dan Zn2+ dan molekul amonia, yang bertindak
sebagai suatu ligand untuk membentuk kompleks amin yang stabil. Jenis kedua
adalah interaksi antara molekul amonia yang dapat dipolarisasi dan yang
mempolarisasi dengan molekul-molekul atau ion-ion solut yang dapat
dipolarisasi. Maka, amonia dapat menjadi pelarut yang lebih baik dibanding air
terhadap molekul-molekul non-polar. Senyawa-senyawa ionik yang mengandung
ion-ion yang besar dan dapat dipolarisasi seperti iodida dan tiosianat juga agak
dapat dilarutkan.
Sifat-sifat Fisika Amonia
Titik didih
-33,38oC
Titik beku
-77,70oC
Densitas
0,725 g cm3 (-70oC)
Permitifitas (konstanta dielektrik)
26,70 (-60oC)
Konduktifitas spesifik
1 x 10-11 -1cm-1
Viskositas
0,254 g cm-1 s-1 (-33oC)
Konstanta produk ion
5,1 x 10-27 mol2 L-2
Sama halnya dalam air, reaksi-reaksi pengendapan juga dapat
berlangsung dalam amonia. Karena adanya perbedaan kelarutan antara air dan
amonia, maka hasil reaksi pengendapan juga berbeda. Sebagai contoh, perhatikan
pengendapan perak klorida di dalam larutan aqueous.
KCl + AgNO3 AgCl + KNO3
(3)
Dalam larutan amonia arah reaksi adalah sebaliknya
AgCl + KNO3 KCl + AgNO3

(4)

Amonia mengalami autoionisasi dengan pembentukan ion amonium dan ion


amida
2NH3 == NH4+ + NH2(5)
Reaksi netralisasi dapat berlangsung secara paralel dengan yang terjadi di dalam
air
KNH2 + NH4I KI + 2NH3
(6)
Lebih lanjut, sifat amfoter yang dihasilkan dari pembentukan kompleks dengan
amida berlebih juga paralel dengan yang terjadi dalam air
Zn2+ + 2OH- Zn(OH)2 Zn(OH)42(7)
2+
2Zn + 2NH2 Zn(NH2)2 Zn(NH2)4
(8)
Semua asam yang mempunyai sifat sebagai asam kuat di dalam air bereaksi
sempurna dengan amonia membentuk ion-ion amonium
HClO4 + NH3 NH4+ + ClO4(9)
HNO3 + NH3 NH4+ + NO3(10)
Sebagai tambahan, beberapa asam yang bersifat sebagai asam lemah di dalam air
(dengan pKa hingga 12) bereaksi sempurna dengan amonia dan oleh karena itu
bersifat sebagai asam kuat
HC2H3O2 + NH3 NH4+ + C2H3O2(11)
Lebih lanjut, molekul-molekul yang tidak menunjukkan sifat asam sama sekali di
dalam air tapi dapat bersifat sebagai asam lemah di dalam amonia
NH2C(O)NH2 + NH3 == NH4+ + NH2C(O)NH(12)
Pelarut basa amonia dapat meningkatkan semua spesies yang menunjukkan
kecenderungan keasaman yang signifikan dan meningkatkan keasaman dari
spesies asam yang sangat lemah.
Kebanyakan spesies yang dianggap sebagai basa di dalam air adalah tidak
larut atau bersifat sebagai basa lemah dalam amonia. Namun demikian, basa-basa
yang sangat kuat dapat ditingkatkan menjadi ion amida dan bersifat sebagai basabasa kuat
H+ + NH3 NH2- + H2
(13)
2O + NH3 NH2 + OH
(14)
Reaksi solvolisis telah dikenal baik dalam amonia dan banyak reaksi yang
paralel dengan reaksi-reaksi yang terjadi di dalam air. Sebagai contoh, solvolisis
dan disproporsionasi halogen yang dapat diilustrasikan oleh
Cl2 + 2H2O HOCl + H3O+ + Cl(15)
Cl2 + 2NH3 NH2Cl + NH4+ + Cl(16)
Oleh karena halogen lebih basa dibanding air, maka amonia dapat menyebabkan
disproporsionasi pada belerang

5S8 + 16NH3 4S4N- + 4S62- + 12NH4+


Ion heksasulfida terdapat dalam keadaan kesetimbangan disosiatif
S62- == 2S3-

(17)
(18)

Ion S3- adalah yang menyebabkan larutan berwarna biru dongker ( max = 610 nm). Ion ini
juga yang menyebabkan warna belerang terlarut dalam leburan klorida dan dalam
aluminosilikat yang dikenal sebagai ultramarine. Banyak halida non-logam bersifat
sebagai halida asam dalam reaksi solvosis
OPCl3 + 6H2O OP(OH)3 + 3H3O+ + 3Cl(19)
OPCl3 + 6NH3 OP(NH2)3 + 3NH4+ + 3Cl(20)
Kemiripan kedua reaksi di atas dan kemiripan struktur antara asam phosphat [OP(OH) 3]
dan phosphoramida [OP(NH2)3] menyebabkan banyak orang menggunakan istilah asam
amono untuk [OP(NH2)3].
Sebagai kesimpulan dapat dinyatakan bahwa kimia larutan amonia adalah sangat
paralel dengan kimia larutan aqueous. Perbedaan yang mendasar adalah naiknya
kebasaan amonia dan turunnya konstanta dielektriknya. Konstanta dielektrik tidak hanya
menurunkan kelarutan material ionik, tetapi juga mempercepat pembentukan pasangan
ion dan kluster ion.
Larutan Logam Dalam Amonia
Jika sepotong kecil logam alkali dimasukkan ke dalam labu Dewar yang berisi
amonia cair, maka larutan dengan segera akan berwarna biru dongker. Jika lebih banyak
lagi logam alkali dilarutkan ke dalam amonia, hingga akhirnya dicapai satu titik dimana
fase warna perunggu terpisah dan mengapung pada larutan biru. Penambahan logam
alkali selanjutnya akan menghasilkan perubahan perlahan-lahan dari larutan biru menjadi
larutan berwarna perunggu hingga warna biru hilang. Penguapan amonia dari larutan
berwarna perunggu menyebabkan perolehan kembali logam alkali yang stabil. Sifat yang
tak biasa ini menarik perhatian para akhli kimia sejak ditemukan tahun 1864.
Larutan biru dikarakterisasi oleh (1) warnanya, yang tidak melibatkan logam; (2)
densitasnya, yang sangat mirip dengan densitas amonia murni; (3) konduktifitasnya, yang
berada pada range elektrolit terlarut dalam amonia; (4) paramagnetismenya, yang
menunjukkan adanya elektron-elektron tak berpasangan, dan faktor-g resonansi
paramagnetisme elektron, yang sangat mirip dengan faktor-g resonansi paramagnetisme
elektron bebas. Hal ini telah diinterpretasikan sebagai petunjuk bahwa di dalam larutan
ammonia encer, logam-logam alkali mengalami disosiasi membentuk kation logam alkali
dan elektron-elektron tersolvasi.
NH3

M M+ + [e(NH3)x]-

(21)

Disosiasi menjadi kation dan anion menentukan harga konduktifitas elektrolitik. Larutan
mengandung sejumlah besar elektron tak berpasangan, oleh karena itu paramagnetisme
dan harga g menunjukkan bahwa interaksi antara pelarut dan elektron-elektron agak
lemah. Secara umum dapat dikatakan elektron berada dalam rongga/lobang di dalam
amonia, tersolvasi oleh molekul-molekul sekitarnya. Warna biru adalah hasil dari puncak
yang lebar dari absorbsi yang harga maksimumnya adalah kira-kira 1500 nm. Puncak ini
dihasilkan dari absorbsi foton oleh elektron ketika mengalami eksitasi ke tingkat energi
yang lebih tinggi, tetapi tidak semua orang setuju dengan hal ini.
Maka larutan logam-logam alkali dalam amonia yang sangat encer memberikan
kepada akhli kimia basa hipotetikal akhir, elektron bebas. Seperti yang diharapkan,

larutan seperti itu bersifat metastabil dan bila dikatalisis, elektron-elektron akan
ditingkatkan menjadi ion amida.
Fe2O3

[e(NH3)x]-

NH2- + H2 + (x 1)NH3

(22)

Larutan perunggu mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) warna


perunggunya dengan kilau logam tertentu, (2) densitasnya sangat rendah, (3)
konduktifitasnya dalam range logam-logam, and (4) kerentanan magnetiknya sama
dengan kerentanan magnetik dari logam-logam murni. Semua sifat-sifat ini konsisten
dengan model yang menggambarkan larutan sebagai suatu logam encer atau suatu
alloy yang mana elektron-elektron secara esensil berlaku seperti di dalam suatu logam,
tetapi atom-atom logam telah berpindah sebagian dengan cara diselang-selingi oleh
molekul-molekul amonia.
Sifat dari kedua fase ini menolong menyorotkan cahaya diatas transisi logam
non-logam. Sebagai contoh, terdapat banyak spekulasi yang menyatakan bahwa molekulmolekul hidrogen pada tekanan yang cukup tinggi seperti yang di planet Jupiter dapat
mengalami transisi menjadi suatu logam alkali. Transisi fundamental adalah merupakan
perubahan dramatik dari interaksi van der Waals dalam molekul-molekul H 2 menjadi
logam paduan.
Larutan logam alkali dalam amonia telah diteliti dengan sangat baik, tetapi
logam-logam lain dan pelarut-pelarut lain memberikan hasil yang sama. Logam alkali
tanah (kecuali Be) membentuk larutan yang sama dengan cepat, tetapi jika diuapkan akan
terbentukamoniat M(NH3)x padat. Unsur-unsur lantanida yang stabil dengan bilangan
oksidasi +2 (europium, ytterbium) juga dapat membentuk larutan. Reduksi katoda dari
larutan aluminium iodida, berilium klorida, dan halida-halida tetraalkilamonium
menghasilkan larutan biru, yang diduga mengandung Al3+, 3e-, Be2+, 2e-; R4N+, e-. Pelarutpelarut lain seperti amina, eter, dan heksametilphosphoramida telah diteliti dan
menunjukkan kecenderungan untuk membentuk larutan jenis ini. Walaupun tidak ada
yang secepat amonia, penstabilan kation oleh kompleksasi akan menghasilkan tipikal
larutan biru di dalam eter. Elektron tersolvasi dapat diketahui bahkan di dalam larutan
aqueous, tetapi dengan waktu hidup yang sangat pendek (10-3 detik)
Larutan-larutan dari elektron-elektron tersebut tidaklah merupakan keingintahuan laboratorium semata. Sebagai tambahan untuk menjadi basa-basa kuat, maka
larutan-larutan tersebut harus juga bisa sebagai reduktor yang baik untuk satu elektron.
Sebagai contoh, sampel murni superoksida logam alkali dapat dibuat dengan cepat dalam
larutan-larutan tersebut.
M+ + e- + O2 M+ + O2(23)
Selanjutnya ion superoksida dapat direduksi menjadi peroksida.
M+ + e- + O2- M+ + O22-

(24)

Beberapa logam dapat juga dipaksa menjadi bilangan oksidasi yang tak biasa
[Pt(NH3)4]2+ + 2M+ + 2e- [Pt(NH3)4] + 2M+
(25)
Mo(CO)6 + 6Na+ + 6e- Na4[Mo(CO)4] + Na2C2O2
(26)
Au + M+ + e- M+ + Au(27)
Kimia dari elektrida logam telah diteliti secara ekstensif dan walaupun perumusan M +eadalah yang terbaik, tetapi kebanyakan akhli kimia juga memiliki emosi manusia berupa
perasaan yang lebih aman dalam ilmu pengetahuannya jika para akhli memiliki sesuatu
yang lebih nyata dibanding larutan-larutan dan persamaan-persamaan diatas kertas. Oleh
karena itu, isolasi dan karakterisasi struktur sesium elektrida, [Cs(ligand)] +e- sebagai

kristal tunggal dapat diterima. Kristalnya berwarna biru gelap dengan absorpsi tunggal
maksimum pada 1500 nm, tampaknya tidak mempunyai anion (rumus empirisnya adalah
1 : 1, Cs : ligand, dengan sejumlah trace pengotor litium, suatu artifak dari tehnik
sintesis) dan kebanyakan dirumuskan sebagai kompleks sesium elektrida.
Asam Sulfat
Sifat-sifat fisika asam sulfat dapat dilihat pada table di bawah ini
Titik didih
300oC (dapat terurai)
Titik beku
10,371oC
Densitas
1,83 g cm-3 (25oC)
Permitifitas (konstanta dielektrik)
110 0 (20oC)

Konduktifitas spesifik
Viskositas
Konstanta produk ion

1,04 x 10-2 -1cm-1 (25oC)


24,54 g cm-1 s-1(20oC)
2,7 x 10-4 mol2 L-2 (25oC)

Dari tabel diketahui bahwa harga konstanta dielektrik asam sulfat lebih besar
dibanding konstanta dielektrik air sehingga asam sufat adalah merupakan pelarut
yang baik untuk zat-zat ionik dan dapat menyebabkan terjadinya autoionisasi
secara ekstensif. Viskositasnya yang tinggi (kira 25 kali viskositas air), dapat
menimbulkan kesulitan dalam eksperimen. Solut dapat larut secara lambat dan
lambat juga mengkristal. Juga sulit untuk menghilangkan pelarut yang
melekat/lengket dari material-material terkristalisasi. Lebih lanjut, pelarut yang
tidak dikeringkan pada pembuatan kristal tidak dapat dihilangkan dengan cepat
dengan cara evaporasi sebab tekanan uap asam sulfat sangat rendah. Autoionisasi
asam sulfat dapat menghasilkan pembentukan ion hidrogen sulfat (bisulfat) dan
proton tersolvasi
2H2SO4 == H3SO4+ + HSO4(28)
Seperti yang diharapkan, larutan kalium hidrogen sulfat adalah suatu basa kuat
dan dapat dititrasi dengan larutan yang mengandung ion-ion H3SO4+. Titrasi
seperti ini dapat diikuti dengan cepat secara konduktometri dengan konduktifitas
minimum pada titik netralisasi.
Metode lain yang telah dibuktikan sangat berguna dalam pemerolehan
informasi tentang sifat-sifat solut di dalam larutan asam sulfat adalah pengukuran
penurunan titik beku. Konstanta titik beku (k) untuk asam sulfat adalah 6,12 kg oC
mol-1. Untuk larutan ideal, penurunan titik beku adalah
T = kmv
(29)
dimana m adalah molalitas stoikiometri dan v adalah jumlah partikel yang
terbentuk bila satu molekul solut dilarutkan dalam asam sulfat. Sebagai contoh,
etanol bereaksi dengan asam sulfat sebagai berikut
C2H5OH + 2H2SO4 C2H5HSO4 + HSO4- + H3O+
v=3
(30)
Ditemukan bahwa semua spesies yang bersifat basa di dalam air juga bersifat basa
di dalam asam sulfat
OH- + 2H2SO4 2HSO4- + H3O+
v=3
(31)
NH3 + H2SO4 HSO4- + NH4+
v=2
(32)

Demikian juga, air bersifat sebagai basa di dalam asam sulfat


H2O + H2SO4 HSO4- + H3O+
v=2

(33)

Amida seperti urea, yang adalah non-elektrolit di dalam air dan asam di dalam
amonia menerima proton dari asam sulfat
NH2C(O)NH2 + H2SO4 HSO4- + NH2C(O)NH3+
v=2
(34)
Asam asetat adalah suatu asam lemah di dalam larutan aqueous dan asam nitrat
adalah suatu asam kuat, tetapi keduanya bersifat sebagai basa di dalam asam
sulfat
CH3COOH + H2SO4 HSO4- + CH3COHOH+
v = 2 (35)
+
+
HNO3 + 2H2SO4 2HSO4 + NO2 + H3O v = 4 (36)
Asam sulfat adalah merupakan medium yang sangat asam dan hampir semua
spesies kimia yang bereaksi dengannya berlangsung seperti itu dengan pembentukan ionion hidrogen sulfat dan basa-basa. Oleh karena kecenderungan molekul H2SO4 untuk
mendonasikan proton sangat tinggi, maka molekul-molekul yang menunjukkan
kecenderungan basa akan ditingkatkan menjadi HSO4-.
Asam perklorat adalah salah satu asam yang paling kuat, tetapi dalam asam sulfat
secara praktis adalah suatu non-elektrolit , bersifat sebagai asam sangat lemah
HClO4 + H2SO4 == H3SO4+ + ClO4(37)
Satu dari sedikit zat yang ditemukan bersifat sebagai suatu asam di dalam asam sulfat
adalah asam disulfat (pyrosulfat). Asam ini terbentuk dari belerang trioksida dan asam
sulfat
SO3 + H2SO4 H2S2O7
(38)
H2S2O7 + H2SO4 == H3SO4+ + HS2O7
(39)
Satu perkecualian asam kuat dalam asam sulfat adalah hidrogen
tetrakis(hidrogensulfato) borat, HB(HSO4)4. Senyawa ini belum bisa dibuat dan diisolasi
dalam bentuk murni, tetapi larutannya dapat dibuat di dalam asam sulfat
H3BO3 + 6H2SO4 B(HSO4)4- + 3H3O+ + 2HSO4- v = 6
(40)
Penambahan SO3 akan menghilangkan ion-ion H3O+ dan HSO4B(HSO4)4- + 3H3O+ + 2HSO4- + 3SO3 H3SO4+ + B(HSO4)4- + 4H2SO4 (41)
Beberapa asam yang sangat kuat diistilahkan sebagai asam super. Asam-asam
ini mengandung asam Bronsted sangat kuat sederhana seperti asam disulfat, asam Lewis
sangat kuat seperti antimon pentafluorida atau kombinasi dari keduanya. Satu hal yang
paling menarik adalah asam magic yaitu suatu larutan antimon pentafluorida dalam
asam fluorosulfonat. Nama asam magik diberikan ketika seorang mahasiswa doktoral
menjatuhkan sepotong kecil lilin natal ke dalam larutan asam tersebut dan yang terjadi
adalah lilin paraffin larut! Lilin tersusun dari rantai panjang alkana, yang tidak
seharusnya larut di dalam pelarut yang sangat polar seperti asam magic. Lebih lanjut,
spektrum 1H NMR dari sampel menunjukkan satu karakteristik tunggal yang tajam dari

kation t-butil yang menunjukkan terdapat banyak pemutusan dan penyusunan kembali.
Asam super yang paling kuat yang dikenal adalah larutan antimon pentafluorida dalam
hidrogen fluoride
SbF5 + 2HF H2F+ + SbF6(42)
Bahkan spesies yang bukan basa seperti Xe, H2, Cl2, Br2, dan CO2 menunjukkan dapat
menerima ion H+ dari asam super, walaupun mungkin hanya dalam jumlah kecil. Tidak
ada bukti bahwa Ar, O2, atau N2 bisa terprotonasi.
Pelarut Aprotik
Pelarut-pelarut yang telah didiskusikan adalah merupakan gambaran yang umum
dengan air dimana terjadi transfer ion hidrogen dan pembentukan ion onium. Dalam bab
ini akan dibahas secara ringkas tentang pelarut-pelarut yang tidak mengalami ionisasi.
Pelarut-pelarut ini dapat dibagi kedalam tiga golongan. Golongan pertama terdiri dari
pelarut-pelarut seperti karbon tetraklorida dan sikloheksan yang adalah non-polar dan
non-solvasi dan tidak mengalami autoionisasi.
Golongan kedua terdiri dari pelarut-pelarut yang polar dan tidak mengalami
ionisasi. Beberapa contoh dari pelarut-pelarut ini antara lain, asetonitril, CH3CN; dimetil
asetamida, CH3C(O)N(CH3)2; dimetil sulfoksida (dmso), (CH3)2SO; dan belerang
dioksida, SO2. Walaupun pelarut-pelarut ini tidak mengalami ionisasi, tetapi pelarutpelarut ini adalah merupakan pelarut-pelarut pengkoordinasi yang baik sebab
kepolarannya. Range kepolaran mulai dari yang rendah (SO2) hingga yang sangat tinggi
(dmso). Kebanyakan dari pelarut-pelarut basa cenderung mengadakan koordinasi secara
kuat dengan kation-kation dan atom pusat( asam) lainnya.
CoBr2 + 6dmso [Co(dmso)6]2+ + 2Br
(43)
SbCl5 + CH3CN CH3CNSbCl5
(44)
Terdapat sedikit oksida-oksida non-logam dan halida-halida non-logam yang dapat
berperilaku sebagai pelarut akseptor yang bereaksi dengan anion-anion dan atom pusat
(basa) lainnya
Ph3CCl + SO2 Ph3C+ + SO2Cl(45)
Range golongan pelarut ini mulai dari pelarut non-polar yang terbatas (golongan
I) hingga pelarut yang bisa mengalami autoionisasi (golongan II). Dalam range ini
ditemukan berbagai kereaktifan dalam range yang lebar. Gutmann telah mendefinisikan
jumlah donor (DN = donor number) sebagai suatu ukuran kebasaan atau kemampuan
mendonor suatu pelarut. Didefinisikan sebagai entalpi negatif dari reaksi suatu basa
dengan asam Lewis antimon pentaklorida, SbCl5
B + SbCl5 BSbCl5
DNSbCl5 = -H
(46)
DN ini memberikan suatu perbandingan yang menarik dari kemampuan relatif donor dari
berbagai pelarut, rangenya mulai dari non-polar 1,2-dikloroetana hingga yang
kepolarannya tinggi heksametilphosphoramida, [(CH3)2N]3PO. Catatan, tidak ada
hubungan yang pasti antara DN dan permitifitas. Beberapa pelarut dengan permitifitas
yang tinggi seperti nitrometana dan propilene karbonat (/ 0 = 38,6 dan 65,1) adalah
donor yang buruk (DN = 2,7 dan 15,1). Sebaliknya, donor terbaik tidak selalu memiliki
permitifitas yang tinggi, piridin (DN = 33,1, / 0 = 12,3) dan dietil eter (DN = 19,2, / 0

= 4,3). Hal ini mengingatkan kita kembali bahwa kelarutan tidak semata-mata interaksi
elektrostatis tetapi bahwa solvasi juga melibatkan kemampuan membentuk ikatan
kovalen donor. Catatan, piridin dapat digolongkan sebagai basa yang relative lemah.
Gutmann telah memperluas konsep yaitu acceptor number (AN) yang mengukur sifatsifat elektrofilik dari suatu pelarut. Drago mengkritisi konsep DN sebab konsep tersebut
tidak cukup jauh mencatat perbedaan dalam hal kekerasan dan kelunakan (atau perbedaan
elektrostatis dan kovalen). Tabel di bawah ini adalah harga-harga DN dan AN
Pelarut
DN
AN
/ 0
Asam asetat
52,9
6,2
Aseton
17,0
12,5
20,7
Asetonitril
14,1
19,3
36
Antimon pentaklorida
100,0
Benzena
0,1
8,2
2,3
Karbon tetraklorida
8,6
2,2
Kloroform
23,1
4,8
Diklorometana
20,4
Dietileter
19,2
3,9
4,3
Dimetilasetamida
27,3
13,6
37,8
Dimetiformamida (dmf)
24,0
16,0
36,7
Dimetilsulfoksida (dmso)
29,8
19,3
45
Dioksan
14,8
10,8
2,2
Heksametilphosphat triamida (hmpa)
38,8
10,6
Nitrometan
2,7
20,5
38,6
Phosphor oksiklorida
11,7
Propulena karbonat
15,1
65,1
Piridin (py)
33,1
14,2
12,3
Tetrahidrofuran
20,0
8,0
7,3
Asam trifluoroasetat
105,3
Asam trifluorosulfonat
129,1
Air
18
54,8
81,7
Golongan ketiga adalah pelarut-pelarut yang sangat polar dan dapat mengalami
autoionisasi. Pelarut-pelarut ini biasanya sangat reaktif dan sulit disimpan dalam
keadaan murni sebab dapat bereaksi dengan kelembaban dan trace kontaminan
lainnya. Beberapa bahkan dapat bereaksi secara lambat dengan container (wadah)
silica atau dapat melarutkan elektroda emas dan platinum. Satu contoh dari yang
lebih reaktif dari pelarut-pelarut ini adalah bromine trifluorida. Garam-garam
non-fluorida seperti oksida, karbonat, nitrida, iodat, dan halide lainnya dapat
mengalami fluorinasi
BrF3

Sb2O5 BrF2+ + SbF6-

(47)

BrF3

GeO2 2BrF2+ + GeF62-

(48)

BrF3

PBr5 BrF2+ + PF6BrF3

(49)

NOCl NO+ + BrF4-

(50)

Garam-garam fluorida larut tak berubah kecuali untuk transfer ion fluorida
membentuk larutan-larutan penghantar
BrF3
KF K+ + BrF4BrF3
AgF Ag+ + BrF4BrF3

(51)
(52)

SbF5 BrF2+ + SbF6-

(53)

BrF3

SnF4 2BrF2+ + SnF62-

(54)

Larutan-larutan di atas dapat dianggap sebagai asam atau basa dengan


menganalogikannya terhadap autoionisasi BrF3
2BrF3 == BrF2+ + BrF4Reaksi 47 49 , 53 dan 54 di atas dapat dianggap membentuk larutan asam
(terbentuknya ion BrF2+ ) dan reaksi 50 552 dapat dianggap membentuk larutan
basa (terbentuknya ion BrF4-). Larutan asam dapat dititrasi dengan cepat oleh basa
(BrF2)SbF6 + AgBrF4 AgSbF6 + 2BrF3
(55)
Reaksi diatas dapat diikuti oleh dengan mengukur konduktifitas dari larutan.
Minimum terdapat pada titik akhir titrasi 1 : 1. Larutan SnF4 bersifat sebagai asam
berbasa dua
(BrF2)2SnF6 + 2KBrF4 K2SnF6 + 4BrF3
(56)
dengan konduktifitas minimum setara dengan perbandingan mol 1 : 2
Hal yang sama walau kurang reaktif, pelarut aprotik adalah phosphor
oksiklorida (phosphoril klorida). Sejumlah besar kerja untuk sifat-sifat pelarut ini
telah dilakukan oleh Gutmann dan teman-teman. Mereka menginterpretasikan
hasil-hasil dalam sistem pelarut yang didasarkan pada autoionisasi
OPCl3 == OPCl2+ + Cl(57)
atau lebih umum dalam bentuk tersolvasi
(m + n)OPCl3 == [OPCl2(OPCl3)n-1]+ + [Cl(OPCl3)m]-

(58)

Sangat sulit untuk mengukur autoionisasi ini sebab kontaminasi dengan trace air
menghasilkan larutan penghantar yang dapat digambarkan sebagai
3H2O + 2OPCl3 2(H3O)Cl + Cl2P(O)OP(O)Cl2
(59)
Jika autoionisasi terjadi, produk ion, [OPCl2+][Cl-], 5 x 10-14
Garam-garam yang larut dalam phosphor oksiklorida akan menghasilkan
larutan dengan konsentrasi ion klorida yang tinggi yang dianggap sebagai basa
OPCl3

KCl K+ + Cl-

basa kuat

(60)

basa lemah

(61)

OPCl3

Et3N == [Et3NP(O)Cl2]+ + Cl-

Kebanyakan klorida-klorida molekuler berlaku sebagai asam


OPCl3

FeCl3 OPCl2+ + FeCl4-

(62)

OPCl3

SbCl5 OPCl2+ + SbCl6-

(63)

Seperti yang diharapkan, larutan-larutan basa dapat dititrasi dengan larutanlarutan asam dan netralisasi diikuti oleh konduktometri, potensiometri,
photometri, dan metode-metode yang sama. Beberapa klorida logam dan klorida
non-logam adalah amfoter dalam phosphor oksiklorida
OPCl3

K+ + Cl- AlCl3 K+ AlCl4-

(64)

OPCl3

SbCl5 AlCl3 AlCl2+ + SbCl6-

(65)

Tabel tentang kemampuan relatif dari donor dan akseptor ion klorida dapat
dihasilkan dari kesetimbangan dan reaksi pertukaran.
Tabel kemampuan relatif dari donor dan akseptor ion klorida
Donor ion klorida Akseptor ion klorida
[R4N]Cl
KCl
AlCl3
AlCl3
TiCl4
ZnCl2
PCl5
PCl5
ZnCl2
TiCl4
HgCl2
BCl3
BCl3
BF3
InCl3
SnCl4
SnCl4
AlCl2+
HgCl2
SbCl5
SbCl3
FeCl3
Seperti biasanya, donor yang baik secara umum adalah merupakan akseptor yang buruk
dan sebaliknya, kecuali HgCl2.
Di dalam literatur terdapat beberapa kontroversi dalam menginterpretasikan
reaksi-reaksi dalam pelarut-pelarut seperti phosphor oksiklorida. Drago dkk menyarankan
model koordinasi sebagai satu alternatif untuk pendekatan sistem pelarut. Mereka
menekankan bahwa besi(III)klorida dapat larut di dalam trietil phosphate dengan
pembentukan ion-ion tetrakloroferrat(III), FeCl4-, sama seperti yang terjadi pada
phosphor oksiklorida. Namun demikian, dalam trietil phosphate, pelarut tidak bertindak
sebagai donor ion klorida sehingga reaksi seperti (62) tidak dapat diapplikasikan. Dalam
trietil phosphate transfer ion klorida harus berlangsung dari satu molekul FeCl3 menjadi
molekul lainnya dengan pembentukan spesies kation besi(III)

OP(OEt)3

2FeCl3 [FeCl2{OP(OEt)3}n]+ + FeCl4-

(66)

Drago dkk tidak sependapat tentang kemiripan dalam sifat-sifat fisika dan kimia antara
phosphor oksiklorida, OPCl3 dan trietil phosphate, OP(OEt)3. Dapat dibuktikan bahwa
pembentukan FeCl4- dalam phosphor oksiklorida berlangsung dengan reaksi yang sama
dengan (66)
OPCl3

2FeCl3

[FeCl2(OPCl3)n]+ + FeCl4-

(67)

Mereka tidak sependapat bahwa kemampuan mengkoordinasi dari pelarut-pelarut


phosphoril ( P = O) (dan terhadap berkurangnya konstanta dielektrik) adalah lebih
penting dibanding perbedaan kimiawainya (misalnya, autoionisasi dan transfer ion
klorida dalam phosphor oksiklorida).
Gutmann menyatakan bahwa ion diklorobesi, [FeCl2(pelarut)]+, tidak ditemukan
dalam larutan encer di dalam phosphor oksiklorida tetapi hanya dalam larutan pekat atau
dalam asam kuat seperti SbCl5. Dalam hal seperti ini kemampuan donor klorida dari
pelarut telah dilewati dan ion-ion klorida diabstraksi dari besi(III)klorida. Sifat-sifat
karakteristik dari solvo-kation dan solvo-anion di dalam autoionisasi sistem pelarut
adalah bahwa pelarut-pelarut tersebut adalah asam dan basa yang paling kuat yang dapat
timbul dalam pelarut khusus tanpa dinaikkan. Dalam trietil phosphate (pelarut yang tak
dinaikkan) ion diklorobesi(III) sangat stabil. Dalam phosphor oksiklorida suatu
mekanisme untuk menaikkan ditemukan
FeCl2+ + OPCl3 == OPCl2+ + FeCl3
(68)
Kesetimbangan ini akan bergeser ke kanan jika ion diklorobesi(III) adalah merupakan
asam yang lebih kuat dibanding ion diklorophosphoril dan akan bergeser ke kiri jika
kekuatan asamnya sebaliknya. Poin yang penting diketahui adalah bahwa baik
pendekatan sistem pelarut maupun model koordinasi, tak satupun yang dapat
memprediksi sifat-sifat kesetimbangan dalam persamaan reaksi diatas (68). Untuk
membuat prediksi ini, satu hal yang harus diubah dari definisi umum asam-basa diatas
berikut beberapa pengetahuan tentang densitas relatif dari atom-atom pusat dalam FeCl2+
dan OPCl2+. Esensi dari keasaman besi(III)klorida terletak pada ion tri-positif bukan pada
jari-jari yang kecil dan muatannya yang tinggi, yang dikompensasi hanya sebagian oleh
tiga ion klorida terkoordinasi dan sebagian lagi oleh densitas electron untuk mengurangi
karakter positifnya.
Leburan Garam-garam
Kimia dari leburan garam-garam sebagai sIstem pelarut non-aqueous adalah
merupakan bidang yang telah dikembangkan secara ekstensif dari tahun 1960an hingga
kini dan hanya survey singkat dapat diberikan pada bab ini. Perbedaan yang paling nyata
bila dibandingkan dengan kimia larutan aqueous adalah pada ikatan yang kuat dan sifat
stabil dari pelarut yang menyebabkan tahan terhadap destruksi pelarut oleh reaksi yang
kuat dan konsentrasi yang lebih tinggi dari berbagai spesies, khususnya anion-anion
pengkoordinasi dibanding larutan jenuh dalam air.
Sifat-sifat Pelarut

Didasarkan pada struktur liquid, leburan garam-garam dapat diklassifikasi


kedalam dua golongan walaupun tidak terdapat perbedaan yang mendasar antara
keduanya. Golongan pertama terdiri dari senyawa-senyawa seperti halida-halida alkali
yang terikat oleh gaya ionik. Pada peleburan, terjadi perubahan sangat kecil dalam
material-material tersebut. Koordinasi ion-ion cenderung menurun dari enam di dalam
kristal ke kira-kira empat dalam leburan dan range orde panjang ditemukan dalam kristal
yang hancur, tetapi orde lokal, tiap kation dikelilingi oleh anion, dll. Garam garam
tersebut adalah merupakan elektrolit yang sangat baik sebab terdapat sejumlah besar ion.
Jumlah ion, v dapat ditentukan dalam sistem ini sama seperti dalam sistem asam sulfat.
Sebagai contoh, jika natrium klorida adalah pelarut, vKF = 2, vBaF2 = 3, dll. Satu hal yang
menarik adalah bahwa suatu garam dengan ion yang secara umum menunjukkan anomali
dalam hal ion tidak berlaku sebagai partikel asing dan v lebih rendah. Dalam larutan
natrium klorida, vNaF = 1.
Golongan kedua terdiri dari senyawa-senyawa yang mana ikatan kovalen penting.
Senyawa-senyawa tersebut cenderung melebur dan membentuk molekul-molekul diskrit
walaupun autoionisasi mungkin terjadi. Sebagai contoh, halida-halida merkuri(II)
mengalami ionisasi sebagai berikut
2HgX2 == HgX+ + HgX3(69)
Reaksi ini analog dengan pelarut-pelarut halide aprotik. Larutan asam dapat dibuat
dengan cara meningkatkan konsentrasi HgX+ dan larutan basa dapat dibuat dengan cara
meningkatkan konsentrasi HgX3Hg(ClO4)2 + HgX2 2HgX+ + 2ClO4(70)
+
KX + HgX2 K + HgX3
(71)
dan reaksi netralisasi akan terjadi jika kedua larutan dicampur
HgX+ + ClO4- + K+ + HgX3- 2HgX2 + K+ + ClO4-

(72)

Jika aluminium klorida ditambahkan ke dalam leburan klorida logam alkali, maka
suatu logam alkali tetrakloroaluminat akan terbentuk
2[M+Cl-] + Al2Cl6 2M+ + 2AlCl4(73)
Ion tetrakloroaluminat mengalami autoionisasi
2AlCl4- == Al2Cl7+ + ClKeq = 1,06 x 10-7

(74)

dan ini merupakan cara yang jelas untuk menghubungkan kebasaan dengan konsentrasi
ion klorida. Pada 175oC leburan netral memiliki [Al2Cl7+] = [Cl-] = 3,26 x 10-4 M dan
skala pCldapat dibuat dengan titik netral yaitu 3,5. Larutan basa memiliki harga pCl yang
lebih rendah (larutan jenuh NaCl memiliki pCl = 1,1) dan larutan asam (yang dibuat
dengan cara menambahkan Al2Cl6 berlebih) memiliki harga pCl yang lebih tinggi. pCl
dapat dimonitor secara elektrokimia dengan menggunakan elektroda aluminium.
Leburan Garam-garan Pada Temperatur Kamar
Istilah leburan garam-garam akan membawa pemikiran kita tentang temperatur
sangat tinggi , tetapi garam-garam dapat ditemukan dalam keadaan liquid pada
temperatur kamar. Sebagai contoh, jika klorida-klorida alkilpiridium ditambahkan ke

dalam aluminium klorida, maka senyawa-senyawa yang terbentuk sama dengan


tetrakloroaluminat logam alkali, yang adalah merupakan liquid
2(R NC5H6)Cl- + Al2Cl6 2(R NC5H6)[AlCl4]
(75)
Kimia leburan ini sangat mirip dengan kimia MAlCl4 kecuali bahwa leburan dapat
diangkut pada temperatur kira-kira 25oC bukan pada 175oC.
Satu problem dengan leburan kloroaluminat adalah bahwa aluminat klorida dan
kebanyakan klorida-klorida logam transisi adalah higroskopis dan bahkan jika ditangani
dengan sangat hati-hati akan terhidrolisis dari kelembaban
[AlCl4]- + H2O [Cl2AlO]- + 2HCl
(76)
[Cl2AlO]- + [TiCl6]2- == [TiOCl4]2- + [AlCl4](77)
Impuritis seperti itu adalah merupakan problem kapan saja pengukuran dilakukan. Telah
ditemukan bahwa phosgene secara kualitatif dapat menghilangkan impurutis oksida.
[TiOCl4]2- + OCCl2 [TiCl6]2- + CO2
(78)
[NbOCl4] + OCCl2 [NbCl6] + CO2
(79)
dan ini telah terbukti sangat berguna untuk menjaga sistem anhidrat.
Walaupun kloroaluminat adalah leburan garam pada temperatur kamar yang
paling dikenal, namun terdapat beberapa sistem lain yang juga menarik. Sebagai contoh,
jika campuran kristal padat trietilamonium klorida dan tembaga(I)klorida maka reaksi
endoterm akan berlangsung membentuk minyak berwarna hijau muda.Reaksi yang paling
mungkin adalah koordinasi dari ion klorida kedua dengan ion tembaga(I).
Et3NH]Cl + CuCl [Et3NH][CuCl2]
(80)
menghasilkan ion diklorokuprat. Asal titik lebur yang rendah kelihatannya adalah dari
kesetimbangan berikut
[CuCl2]- + CuCl == [Cu2Cl3](81)
2[CuCl2]- == [Cu2Cl3]- + Cl(82)
2[CuCl2] + Cl == [CuCl3]
(83)
Bukti untuk kesetimbangan ini diperoleh dari spectra Raman yang menunjukkan
puncak absorpsi yang kemungkinan berasal dari Cu2Cl3-. Penambahan CuCl atau Cldapat menyebabkan puncak ini akan meningkat atau menurun . Maka, kemungkinan
sistem ini mengandung paling sedikit empat spesies anionic dan impuriti akan dapat
menurunkan titik lebur. Dalam hubungannnya dengan interpretasi ini, adanya fakta
bahwa material berminyak tersebut tidak pernah membentuk kristal padat dengan titik
beku yang sesungguhnya, tetapi membeku menjadi kaca pada temperatur 0oC.
Sistem ini digunakan sebagai pelarut dan sebagai reaktan di dalam sel volta. Jika
dua elektroda berupa kawat tipis platinum dimaskkan ke dalam cairan klorokuprat dan
diberikan potensial, maka sel akan mulai terisi. Paling sedikit 1% dari muatan penuh,
potensial dapat menstabilkan 0,85 V dan sisanya pada harga hingga sel penuh.Setengahreaksi untuk pengisian adalah
CuCl2- + e- Cu + 2Cl(84)
CuCl2 CuCl2 + e
(85)

Membuat reaksi berlangsung ke secara spontan (reaksi balik dari 84 dan 85) akan
menghasilkan 0,85 V dengan aliran arus yang rendah. Adanya kesulitan dengan sel
ditunjukkan oleh fakta bahwa CuCl2 bisa larut dalam leburan. Maka CuCl2 akan
mengalami difusi dan dapat menyebabkan sel meluruh melalui reaksi langsung materialmaterial elektroda
CuCl2 + Cu + 2Cl- 2CuCl2(86)
Fakta bahwa pelarut dapat mengalami oksidasi dan reduksi adalah merupakan
satu asset untuk reaksi di atas, tetapi hal itu akan menjadi cacat jika system digunakan
semata-mata hanya sebagai pelarut. Sebagai contoh, pelarut klorokuprat haruslah
ditangani tanpa udara untuk mencegah oksidasi. Ada beberapa zat terlarut tidak dapat
diteliti. Bahkan walau dengan sangat hati-hati, suatu oksidator seperti FeCl3 akan
mengoksidasi pelarut
FeCl3 + Cl- + CuCl2- FeCl42- + CuCl2
(87)
Ketidak-Reaktifan Leburan Garam-garam
Banyak reaksi tidak dapat berlangsung di dalam larutan aqueous sebab reaktifitas
air dapat muncul dengan cepat dalam leburan garam-garam. Baik klorin maupun fluorin
dapat bereaksi dengan air sehingga penggunaan kedua oksidator ini di dalam larutan
aqueous akan menghasilkan halida-halida hidrogen. Penggunaan leburan halide secara
tepat akan bisa menghilangkan kesulitan di atas. Bahkan, yang lebih penting adalah
penggunaan leburan halida-halida pada pembuatan halogen-halogen berikut
elektrolisis

KHF2

F2 + H2 + KF

(88)

Cl2 + Na

(89)

elektrolisis

NaCl

Reaksi yang terakhir juga penting dalam produksi natrium secara komersial yang mana
seperti halogen-halogen sangat reaktif terhadap air.
Reaksi 88 dan 89 adalah merupakan tipikal dari banyak proses-proses industri
yang penting untuk leburan garam-garam yang dilangsungkan pada temperatur tinggi.
Contoh-contoh lainnya adalah produksi magnesium dan aluminium dan penghilangan
impuriti silika (dalam tanur ) untuk reaksi asam-basa pada temperatur tinggi.
SiO2 + CaO CaSiO3
(90)
Larutan Logam
Salah satu aspek yang paling menarik dari kimia leburan garam adalah cepatnya
logam-logam tersebut larut. Sebagai contoh, halida-halida alkali dapat larut dalam jumlah
yang besar sesuai dengan logam alkali dan beberapa sistem (sesium dalam halida-halida
sesium) dapat larut sempurna pada semua temperatur diatas titik leburnya. Sebaliknya,
halida-halida seng, timbal, dan timah dapat melarutkan sejumlah kecil logam bebas yang
sesuai yang membutuhkan tehnik analisis yang khusus untuk mengestimasi konsentrasi
secara akurat.

Pada saat tertentu larutan logam di dalam leburan garamnya dianggap sebagai
suatu koloid di alam, walaupun hal ini tidak benar.Namun demikian, tidak ada teori yang
memuaskan yang telah dapat dikembangkan untuk memahami semua sifat-sifat larutanlarutan tersebut. Ada satu hipotesis yang melibatkan reduksi kation dari leburan logam
menjadi bilangan oksidasi yang lebih rendah. Sebagai contoh, larutan merkuri dalam
merkuri klorida yang melibatkan reduksi
Hg + HgCl2 Hg2Cl2
(91)
dan merkuri(I) klorida tetap bila leburan disolidifikasi. Untuk kebanyakan logam transisi
dan logam post-transisi terdapat bukti adanya pembentukan sub-halida yang lebih
lemah. Ion Cd22+ dipercayai terdapat dalam larutan kadmium dalam leburan kadmium
klorida tetapi dapat diisolasi hanya melalui penambahan aluminium klorida.
Al2Cl6

Cd + CdCl2 [Cd2Cl2]

Cd2[AlCl4]2

(92)

Dalam banyak kasus, walaupun diduga terdapat spesies tereduksi, namun tidak mungkin
mengisolasi spesies tersebut. Pada solidifikasi leburan mengalami disproporsionasi
menjadi logam padat dan garam Cd(II) padat.
Dalam larutan logam-logam alkali di dalam halida-halida alkali, reduksi kation
dapat dipertahankan, paling tidak dari pembentukan spesies diskrit seperti M2+.
Kemungkinan dalam keadaan seperti ini terjadi ionisasi garam-garam dalam larutan
M M+ + e (93)
Pembentukan Kompleks
Leburan garam-garam memberikan media yang mana konsentrasi ligand-ligand
anionik dapat menjadi jauh lebih besar dibanding di dalam larutan aqueous. Sebagai
contoh, konsentrasi ion klorida dalam asam klorida aqueous pekat adalah kira-kira 12 M.
Sebaliknya konsentrasi ion klorida di dalam leburan litium klorida adalah kira-kira 35 M.
Lebih lanjut, tidak ada ligand-ligand kompetitor lain (seperti H2O) untuk mempengaruhi.
Akibatnya, ada kemungkinan untuk membentuk bukan hanya ion-ion kompleks yang
telah dikenal baik dalam larutan aqueous
CoCl2 + 2Cl- CoCl42(94)
tetapi juga ion-ion yang tidak dapat muncul di dalam larutan aqueous sebab
kerentanannya mengalami hidrolisis
FeCl2 + 2Cl- FeCl42CrCl3 + 3Cl- CrCl63TiCl3 + 3Cl- TiCl63-

(95)
(96)
(97)

Katalis Asam dan Basa Padat


Walaupun katalis ini bukan merupakan pelarut dan larutan dalam pengertian
biasa, ada baiknya diperkenalkan konsep tentang asam dan basa padat. Sebagai contoh,
golongan senyawa yang dikenal sebagai zeolit. Zeolit ini mempunyai struktur
aluminosilikat dengan variabel jumlah dari Al(III), Si(IV), kation-kation logam, dan air.

Zeolit bisa berlaku sebagai asam Lewis pada sisi Al3+ atau sebagai asam BronstedLowry karena dapat mengabsorpsi ion H+. Oleh karena zeolit memiliki struktur yang
relatif terbuka, maka sejumlah molekul kecil dapat diakomodasi di dalam rangka
OAlOSi. Molekul-molekul ini kemudian dapat dikatalisis untuk bisa bereaksi
dengan asam pusat. Secara koordinasi, ion-ion oksida yang tak jenuh dapat bertindak
sebagai sisi basa dan dalam beberapa reaksi katalitik kedua jenis pusat ini diyakini sangat
penting.
Asam super (padat) dapat dibuat dengan mereaksikan katalis asam padat biasa
dengan asam-asam kuat Bronsted atau Lewis. Sebagai contoh, jika endapan baru titanium
hidroksida atau zirkonium hidroksida direaksikan dengan asam sulfat dan dikalsinasi di
udara pada temperatur 500oC, maka akan dihasilkan katalis asam padat yang sangat aktif.
Kandungan utama padatan adalah dioksida-dioksida logam dengan ion-ion sulfat yang
terkoordinasi dengan ion-ion logam pada permukaan. Katalis asam super (padat) dapat
dibuat dengan mereaksikan dioksida-dioksida logam tersebut diatas dengan antimon
pentafluorida. Kedua katalis mengandung sisi-sisi asam Bronsted dan Lowry dan
keduanya cukup aktif untuk mengkatalisis isomerisasi n-butana pada temperature kamar.

MEKANISME REAKSI SENYAWA-SENYAWA LOGAM TRANSISI


Suatu mekanisme yang diusulkan haruslah sesuai dengan semua fakta eksperimental.
Suatu mekanisme tidak dapat dibuktikan, karena mekanisme yang lain juga sesuai dengan
data eksperimental.
1. Substitusi Ligand: Beberapa Poin Umum
Dalam suatu reaksi substitusi ligand: MLxX + Y MLxY + X
X adalah gugus pergi dan Y adalah gugus datang
1. 1. Kompleks Yang Inert Secara Kinetik dan Labil
Kompleks-kompleks logam yang mengalami reaksi dengan t1/2 1 menit
digambarkan sebagai labil secara kinetik. Jika reaksi berlangsung cukup lama, maka
kompleks digambarkan sebagai inert secara kinetik.
Tak ada hubungan antara kestabilan termodinamik dari suatu kompleks dan
kelabilannya terhadap substitusi. Sebagai contoh, harga-harga dari hidG0 untuk Cr3+ dan
Fe3+ adalah hampir sama, walau [Cr(H2O)6]3+ (d3) mengalami substitusi secara lambat dan
[Fe(H2O)6]3+ (spin-tinggi d5) dengan cepat. Dengan cara yang sama, walaupun konstanta
pembentukan keseluruhan dari [Hg(CN)4]2- lebih besar dari konstanta pembentukan
keseluruhan dari [Fe(CN)6]4-, kompleks Hg(II) dapat bertukar dengan [CN]- secara cepat
dengan pe-label-an isotop sianida, sementara pertukaran berjalan sangat lambat untuk
[Fe(CN)6]4-. Ke-inert-an kinetik dari d3 kompleks oktahedral adalah merupakan bagian
dari pengaruh medan kristal.
1. 2. Persamaan Stoikiometri Tidak Menyatakan Apapun Tentang Mekanisme
Proses-proses yang terjadi di dalam satu reaksi tidak seluruhnya berasal dari
persamaan stoikiometri. Sebagai contoh, reaksi
[(H3N)5Co(CO3)]+ + 2[H3O]+ [(H3N)5Co(H2O)]3+ + CO2 + 2H2O
harusnya menyiratkan suatu mekanisme yang terlibat dalam substitusi langsung [CO3]2oleh H2O. Tetapi, menggunakan H218O sebagai pelarut menunjukkan bahwa semua
oksigen dalam kompleks aqua dihasilkan dari karbonat, dan skema di bawah ini
menunjukkan cara yang diusulkan untuk reaksi
Pers reaksi 25.2, hal 764
1. 3. Jenis-jenis Substitusi
Dalam substitusi anorganik, mekanisme pembatas adalah dissosiatif (D), yang
mana intermediate memiliki bilangan koordinasi yang lebih rendah dari kompleks awal
MLxX MLx + X
intermediate gugus pergi

MLx + Y MLxY
gugus datang

dissosiatif (D)

dan assosiatif (A) yang mana intermediate memiliki bilangan koordinasi lebih besar dari
kompleks awal
MLxX + Y MLxXY
gugus datang

intermediate

assosiatif (A)

MLxXY MLxY + X
gugus pergi

Mekanisme reaksi dissosiatif dan assosiatif melibatkan dua-langkah cara (jalan) dan satu
intermediate. Suatu intermediate terdapat pada energi minimum lokal dan dapat dideteksi
bahkan kadang-kadang dapat diisolasi.
Gambar/diagram hal 765
Dalam kebanyakan jalan/cara substitusi kompleks logam, pembentukan ikatan
antara logam dan gugus datang dianggap terjadi bersamaan dengan pemutusan ikatan
antara logam dan gugus pergi. Ini yang disebut dengan mekanisme interchange (I).
MLxX + Y Y.MLx.X MLxY + X
gugus datang

keadaan transisi

gugus pergi

Dalam mekanisme I, tidak terdapat intemediate tetapi beberapa keadaan transisi. Ada dua
jenis mekanisme interchange yang dapat didefinisikan sebagai:
dissosiatif interchange (Id), yang mana pemutusan ikatan adalah dominan dibanding
pembentukan ikatan
assosiatif interchange (Ia), yang mana pembentukan ikatan adalah dominan dibanding
pemutusan ikatan.
Dalam suatu mekanisme Ia, kecepatan reaksi menunjukkan suatu ketergantungan pada
gugus datang. Dalam suatu mekanisme Id, kecepatan menunjukkan ketergantungan pada
gugus datang hanya sangat kecil. Biasanya sulit membedakan proses-proses antara A dan
Ia, D dan Id, dan antara Ia dan Id.
Suatu mekanisme interchange (I) adalah merupakan proses yang berlangsung secara
bersama dimana tidak terdapat spesies intermediate dengan bilangan koordinasi yang
berbeda dari bilangan koordinasi kompleks awal.
1. 4. Parameter Aktivasi
Diagram di atas yang membedakan antara keadaan transisi dan suatu intermediate
juga menunjukkan energi aktivasi Gibbs, G pada tiap langkah dalam dua-langkah jalan
reaksi. Entalpi dan entropi dari aktivasi, H dan S diperoleh dari ketergantungan
temperatur dari konstanta kecepatan, yang dapat memancarkan cahaya pada mekanisme.
Persamaan di bawah ini memberikan hubungan antara konstanta kecepatan, temperatur,
dan parameter aktivasi.
Pers 25.6, hal 765

dimana k = konstanta kecepatan, T = temperatur (K), dsb.


Dari persamaan di atas, plot ln(k/T) vs 1/T (plot Eyring) adalah linear; parameter aktivasi,
H dan S dapat ditentukan seperti gambar 25.2, hal 766
Harga S sangat berguna secara khusus untuk membedakan antara mekanisme
assosiatif dan dissosiatif. Harga negatif yang besar dari S mengindikasikan mekanisme
assosiatif, terdapat penurunan entropi ketika gugus datang bergabung dengan kompleks
awal. Akan tetapi, dibutuhkan perhatian yang serius; reorganisasi pelarut dapat
menghasilkan harga S yang negatif bahkan untuk mekanisme dissosiatif, dan oleh
karena itu, perlu dikualifikasi bahwa S harus besar dan negatif untuk mengindikasikan
suatu jalan assosiatif.
Ketergantungan tekanan dari konstanta kecepatan menghasilkan pengukuran dari
volume aktivasi, V
Pers. 25. 7, hal 766

Reaksi dimana keadaan transisi memiliki volume yang lebih besar dari keadaan
awal menunjukkan V yang positif, sementara V yang negatif sesuai dengan keadaan
transisi yang relatif lebih kecil dibanding reaktan. Setelah penghargaan tiap perubahan
dalam volume dari pelarut (yang penting jika ion-ion tersolvasi terlibat), tanda V secara
prinsipil harus membedakan antara mekanisme assosiatif dan dissosiatif. Harga negatif
dari V mengindikasikan mekanisme assosiatif dan harga positif menyiratkan mekanisme
dissosiatif.
1. 5. Substitusi Dalam Kompleks Bujur Sangkar
Kompleks dengan konfigurasi d8 sering membentuk kompleks bujur sangkar,
khususnya bila terdapat medan kristal yang besar, seperti: Rh(I), Ir(I), Pt(II), Pd(II),
Au(III). Namun demikian, kompleks dengan koordinasi 4 dari Ni(II) bisa jadi tetrahedral
atau bujur sangkar. Mayoritas dari kerja kinetik pada sistem bujur sangkar telah
dikerjakan untuk kompleks Pt(II) sebab kecepatan substitusi ligand lumayan lambat.
Walaupun data untuk kompleks Pd(II) dan Au(III) mengindikasikan kemiripan antara
mekanisme substitusinya dan mekanisme kompleks Pt(II), satu hal yang tidak dapat
dibenarkan yaitu asumsi kemiripan dalam kinetika diantara satu seri kompleks-kompleks
yang berhubungan secara struktural dapat mengalami substitusi yang sama.
1. 6. Persamaan Kecepatan, Mekanisme dan Pengaruh-Trans
Konsensus dari berbagai opini yang didasarkan pada sejumlah besar kerja
eksperimental adalah bahwa reaksi substitusi nukleofilik dalam kompleks bujur sangkar
Pt(II) normalnya berhasil dengan mekanisme assosiatif (A atau Ia). Harga negatif dari S
dan V mendukung usulan ini (Tabel 25. 1). Observasi konstanta kecepatan untuk
menggantikan Cl- oleh H2O dalam [PtCl4]2-, [PtCl3(NH3)]-, [PtCl2(NH3)2], dan
[PtCl(NH3)3]+ sama-sama menyiratkan mekanisme assosiatif sebab jalan dissosiatif
diharapkan dapat menunjukkan ketergantungan yang signifikan pada muatan dari
kompleks.

Reaksi 25. 8 PtL3X + Y PtL3Y + X menunjukkan substitusi X oleh Y


dalam suatu kompleks Pt(II) bujur sangkar. Bentuk yang umum dari hukum laju
eksperimental diberikan oleh persamaan 25. 9 mengindikasikan bahwa reaksi
berlangsung secara simultan dalam dua rute. Reaksi 25. 8 biasanya dipelajari dibawah
kondisi orde-satu pseudo dengan Y berlebih. Hal ini berarti bahwa karena [Y]t [Y]0, dan
[S]t [S]0 (dimana subskript menyatakan waktu t dan 0) kita dapat menulis ulang
persamaan 25. 9 dalam bentuk persamaan 25. 10 dimana kobs adalah konstanta kecepatan
yang diobservasi dan berhubungan dengan k1 dan k2 dalam persamaan 25. 11.
Melangsungkan satu seri reaksi dengan berbagai konsentrasi Y (selalu dibawah kondisi
orde satu pseudo) memungkinkan k1 dan k2 dievaluasi (gambar 25. 2a). Data di-plot-kan
dalam bentuk ini, tetapi dengan gugus datang yang berbeda dan pelarut yang sama,
menggambarkan ketegantungan pelarut akan k1 karena terdapat intersept yang umum
(gambar 25.2b); jika kinetika berjalan diulang menggunakan pelarut yang berbeda,
interseot umum yang berbeda dapat diobservasi.

KATALIS
1. Pengertian Umum
Katalis adalah suatu zat yang dapat mengubah kecepatan suatu reaksi kimia tanpa
ikut bereaksi; katalis dapat mempercepat atau memperlambat suatu reaksi kimia. Untuk
reaksi reversibel, katalis dapat mengubah kecepatan reaksi pada saat kesetimbangan
dicapai tetapi tidak mengubah posisi kesetimbangan.
Katalis yang berupa logam-logam block-d sangat penting dalam industri bahanbahan kimia karena katalis dapat menurunkan biaya sintesis menjadi lebih murah dan
dapat mengkontrol reaksi-reaksi yang spesifik yang bisa menghasilkan produk-produk
campuran. Sebagai contoh, di AS, pada tahun 1990 nilai (harga) bahan-bahan kimia
(termasuk bahan bakar) yang diproduksi dengan paling tidak satu langkah katalisis
pembuatan kira-kira 890 milliar dollar. Penelitian untuk katalis baru adalah salah satu
upaya yang sangat didorong disamping penelitian organologam. Penelitian baru-baru ini
juga meliputi pengembangan kimia hijau yang bersahabat dengan lingkungan,
misalnya, penggunaan CO2 superkritikal sebagai media untuk katalis.
Istilah katalis sering digunakan untuk prekursor katalis dan spesies aktif katalis.
Katalis prekursor adalah merupakan zat yang ditambahkan kepada reaksi, tetapi dapat
mengalami kehilangan ligand seperti CO atau PPh3 sebelum katalis diperoleh sebagai
spesies yang aktif secara katalitik.
Walaupun ada kecenderungan menggabungkan katalis dengan peningkatan
kecepatan reaksi, tetapi ada juga yang termasuk ke dalam katalis negatif yaitu yang dapat
memperlambat suatu reaksi. Beberapa reaksi yang secara internal mengkatalisis
(autokatalis) jika reaksi berlangsung, misalnya, pada reaksi [C2O4]2- dengan [MnO4]+, ionion Mn2+ yang terbentuk akan mengkatalisis reaksi selanjutnya. Dalam reaksi
autokatalisis, salah satu produk dapat mengkatalisis reaksi.

Katalis dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu katalis homogen dan katalis
heterogen, tergantung pada hubungannya dengan fase reaksi yang melibatkannya. Katalis
homogen adalah katalis yang mempunyai fase yang sama dengan komponen pereaksi
yang dikatalisisnya, sedangkan katalis hterogen adalah katalis yang fasenya berbeda dari
komponen pereaksi yang dikatalisisnya.
2. Konsep Pendahuluan
2. 1. Siklus Katalitik
Suatu reaksi yang dikatalisis biasanya direpresentasikan oleh suatu siklus
katalitik. Siklus katalitik terdiri dari satu seri stoikiometri reaksi (sering reversibel) yang
membentuk putaran tertutup; katalis harus dapat diperoleh kembali sehingga dapat
berpartisipasi di dalam siklus reaksi lebih dari sekali.
Supaya siklus katalitik menjadi efisien, maka intermediate haruslah memiliki
waktu hidup yang pendek. Bukti dari eksperimen digunakan untuk meneliti kinetika dari
suatu proses katalitik, mengisolasi atau menjebak intermediate, mencoba memonitor
intermediate di dalam larutan, atau pealatan sistem dengan langkah tunggal sehingga
produk dari langkah-model merepresentasikan suatu intermediate di dalam siklus.
Berikutnya, produk dapat dikarakterisasi dengan tehnik konvensional (misalnya,
spektroskopi NMR dan IR, diffraksi sinar-X, spetrometer massa).
Gambar 26. 2, hal 788, menunjukkan siklus katalitik dari proses Wacker yang
mengubah etena menjadi asetaldehid
katalis [PdCl4]2-

CH2 = CH2 + O2

CH3CHO

(1)

proses ini dikembangkan pada tahun 1950an dan walaupun bukan untuk kepentingan
industri yang signifikan pada saat ini, reaksi tersebut memberikan satu contoh yang
diteliti dengan baik untuk pengujian tertutup. Feedstock untuk proses industri diamati
bersama-sama dengan produk akhir. Katalis dalam proses Wacker mengandung palladium
dalam bentuk Pd(II) tetapi direduksi menjadi Pd(0) pada saat CH3CHO dihasilkan.
Langkah pertama melibatkan substitusi oleh CH2 = CH2 dalam [PdCl4]2[PdCl4]2- + CH2 = CH2 [PdCl3(2 C2H4]- + Cl-

(2)

pada puncak gambar, tanda panah menunjukkan CH2 = CH2 memasuki siklus dan Clmeninggalkan siklus. Satu Cl- kemudian digantikan oleh H2O, tetapi dalam gambar hal itu
diabaikan. Langkah berikutnya melibatkan penyerangan nukleofilik oleh H2O dengan
hilangnya H+; ingat bahwa alkena terkoordinasi rentan terhadap serangan nukleofilik.
Pada langkah ketiga terjadi eliminasi- dan pembentukan ikatan Pd H menyebabkan
hilangnya Cl-. Hal ini diikuti oleh serangan Cl- dengan migrasi atom H dan menghasilkan
suatu gugus CH(OH)CH3 ikatan-. Eliminasi dari CH3CHO, H+ dan Cl- dengan reduksi
Pd(II) menjadi Pd(0) terjadi pada langkah terakhir. Mempertahankan siklus berjalan,
Pd(0) dioksidasi oleh Cu2+
Pd + 2Cu2+ + 8Cl- [PdCl4]2- + 2[CuCl2]2-

(3)

Siklus kedua dalam gambar menunjukkan reduksi Cu2+ menjadi Cu+ dan reoksidasi dari
O2 dengan adanya H+
2[CuCl2]2- + O2 + 2HCl 2CuCl2 + 2Cl- + H2O

(4)

Jika keseluruhan siklus diperhitungkan dengan spesies masuk terhadap spesies


keluar, maka net reaksi adalah persamaan (1).
1. 3. Memilih Katalis
Suatu reaksi biasanya tidak dikatalisis oleh spesies yang unik dan sejumlah
kriteria harus dipertimbangkan bila memilih katalis yang paling efektif, khususnya untuk
proses komersial. Lebih lanjut, pengubahan suatu katalis di dalam suatu industri yang
telah beroperasi bisa jadi menjadi mahal (kemungkinan dibutuhkan pabrik dengan
rancangan baru) dan pergantian harus dijamin tidak mahal. Faktor lain yang harus
dipertimbangkan (selain tekanan dan temperatur) adalah:
konsentrasi katalis yang dibutuhkan
jumlah katalitik
selektifitas katalis untuk produk yang dibutuhkan
seberapa sering katalis butuh pembaruan
1. 4. Katalis Homogen: Metatesis Alkena (Olefin)
Mekanisme Chauvin untuk metatesis alkena katalisis-logam melibatkan suatu
spesies alkilidena logam dan satu seri sikloaddisi dan sikloreversi dari [2 + 2]. Katalis
yang memainkan peranan yang dominan dalam pengembangan bidang kimia ini adalah
katalis yang dikembangkan oleh Schrock (katalis 23.56) dan Grubbs (katalis 26. 1 dan 26.
2). Katalis 26. 1 adalah merupakan katalis tradisional, dapat diperoleh secara komersial
berupa katalis Grubbs dan kompleks yang berhubungan juga digunakan. Yang paling
baru yang dikembangkan adalah katalis generasi kedua 26. 2 menampakkan aktifitas
katalitik yang lebih tinggi dalam reaksi metatesis alkena. Dalam katalisis Grubbs, lebih
dipilih trisikloheksilfosfin untuk ligand PR3 lainnya sebab sifat-sifat sterik hidran dan
pendonor elektronnya yang kuat menyebabkan aktifitas katalitiknya meningkat.
Keuntungan yang besar dari katalis Grubbs adalah bahwa katalis ini toleran
terhadap sejumlah besar gugus fungsi, sehingga katalis ini banyak digunakan. Satu
contoh laboratorium yang menggabungkan kimia koordinasi dengan penggunaan katalis
26. 1 adalah sintesis katenat. Suatu katenand adalah molekul yang mengandung dua
cincin yang saling terkait. Suatu katenat adalah molekul yang sehubungan yang
mengandung ion logam terkoordinasi.
1. 5. Katalis Homogen: Penggunaan Industrial
Ada`dua keuntungan dari katalis homogen dibanding katalis heterogen, yaitu
kondisi yang relatif dingin/ringan untuk proses berlangsung dan selektifitas yang dapat
dicapai. Kekurangannya adalah kebutuhan memisahkan katalis pada akhir reaksi dalam
rangka perolehan kembali, misalnya, dalam proses hidroformilasi, HCo(CO)4 yang volatil
dapat diperoleh kembali dengan cara evaporasi balik. Penggunaan polimer pendukung
atau sistem bifasik membuat pemisahan katalis menjadi lebih mudah dan pengembangan
spesies seperti ini adalah merupakan bidang yang aktif diselidiki sekarang ini.

Hidrogenasi Alkena
Prosedur yang paling banyak digunakan secara luas untuk hidrogenasi dari alkena
hampir semuanya merupakan katalis heterogen, tetapi untuk keperluan yang lebih khusus,
katalis homogen yang digunakan. Walaupun addisi H2 kepada ikatan rangkap dua lebih
disukai secara termodinamik, namun hambatan kinetiknya tinggi dan suatu katalis
dibutuhkan untuk memungkinkan reaksi dapat berlangsung pada kecepatan tinggi tanpa
membutuhkan temperatur dan tekanan yang tinggi.
CH2 = CH2 + H2 C2H6 Go = -101 kJ mol-1

(5)

Katalis Wilkinson (26. 4) telah dipelajari secara luas dan keberadaan hidrogenasi alkena
dapat dilangsungkan pada 298K dan tekanan H2 1 barr. Kompleks Rh(I) 16-elektron (26.
4) yang berwarna merah dapat dibuat dari RhCl3 dan PPh3 dan digunakan secara umum
dalam larutan benzenaa/etanol yang mengalami disosiasi menjadi beberapa
RhCl(PPh3)2 == RhCl(PPh3)2 + PPh3

K = 1,4 x 10-4.

(6)

satu molekul pelarut (solv) mengisi sisi keempat dalam RhCl(PPh3)2 menghasilkan
RhCl(PPh3)2 (solv). Addisi cis-oksidatif dari H2 ke RhCl(PPh3)3 menghasilkan suatu
kompleks oktahedral yang mengalami dissosiasi menghasilkan spesies 16-elektron tak
jenuh secara terkoordinasi.
RhCl(PPh3)3 + H2 == cis-RhCl(H)2(PPh3)3 == RhCl(H)2(PPh3)2 + PPh3
16-elektron

18-elektron

(7)

16-elektron

Kompleks tersolvasi RhCl(PPh3)2(solv) (yang terbentuk dari RhCl(PPh3)2 dalam reaksi


(7) di atas juga terlibat dalam siklus katalitik (tetapi pada konsentrasi rendah) dan
kemungkinan berlaku dengan sifat yang sama dengan RhCl(PPh3)3. Addisi suatu alkena
kepada RhCl(H)2(PPh3)2 membawa alkena dan ligand hidrido ke pusat Rh(I),
menyebabkan migrasi hidrogen, yang diikuti oleh eliminasi reduktif dari alkena. Proses
ditunjukkan dalam gambar 26. 5, hal 792, peranan pelarut dapat diabaikan. Skema yang
ditunjukkan seharusnya tidak dianggap unik, sebagai contoh, untuk beberapa alkena, data
eksperimental menyiratkan bahwa RhCl(PPh3)2(2-alkena) adalah merupakan
intermediate. Katalis lainnya yang efektif untuk hidrogenasi alkena termasuk
HRuCl(PPh3)3 dan HRh(CO)(PPh3)3 (prekursor ini kehilangan PPh3 menjadi katalis aktif)
Substrat untuk hidrogenasi yang dikatalisis oleh katalis Wilkinson termasuk
alkena, diena, allena, terpen, karet butadiena, antibiotik, steroid, dan prostaglandin.
Secara signifikan, etena adalah racun pada pengubahannya menjadi etana dan hidrogenasi
katalitik yang menggunakan RhCl(PPh3)3 tidak dapat digunakan dalam kasus ini. Supaya
katalis efektif, ukuran alkena menjadi penting.
Senyawa-senyawa yang aktif secara biologi biasanya memiliki paling sedikit satu
pusat asimetri dan perbedaan yang dramatik dalam aktifitas dari enantiomer yang berbeda
dari obat-obat kiral telah diobsevasi secara umum. Boleh jadi satu enantiomer merupakan
obat terapeutik yang efektif dan yang lainnya kemungkinan bersifat inaktif atau sangat
beracun seperti kasus thalidomida

1. 6. Hidroformilasi (Proses Okso)


Hidroformilasi (atau proses Okso) adalah pengubahan alkena menjadi aldehid
RCH = CH2 + CO + H2 RCH2CH2CHO + RCHMeCHO

(8)

Reaksi ini dikatalisis oleh kompleks kobalt karbonil dan rhodium karbonil dan telah
dieksploitasi sejak perang dunia II. Katalis berbahan dasar kobalt adalah katalis yang
pertama dikerjakan. Dibawah kondisi reaksi (370 470K, 100 400 barr), Co2(CO)8
bereaksi dengan H2 menghasilkan HCo(CO)4 dan biasa digunakan sebagai representasi
dalam siklus katalitik sebagai prekursor untuk spesies tak jenuh terkoordinasi HCo(CO)3.
Persamaan (8) menunjukkan bahwa hidroformilasi dapat menghasilkan suatu campuran
dari aldehid linear dan bercabang dan siklus katalitik pada gambar 26. 8, hal 796
menyatakan hal tersebut. Semua langkah (kecuali langkah akhir yang melepaskan
aldehid) adalah reversibel. Untuk menginterpretasikan siklus katalitik, dimulai dengan
HCo(CO)3 pada puncak dari gambar 26. 8. Addisi alkena adalah langkah awal dan diikuti
oleh addisi CO yang bersamaan dengan migrasi H dan pembentukan gugus alkil
berikatan-. Pada poin ini, siklus terpisah menjadi dua rute tergantung pada atom C yang
terlibat dalam pembentukan ikatan Co C. Dalam gambar tersebut ditunjukkan kedua
jalan berupa siklus dalam dan siklus luar. Langkah selanjutnya utnuk masing-masing
jalan adalah migrasi alkil, yang diikuti oleh addisi oksidatif H2 dan transfer satu atom H
ke gugus alkil yang menghasilkan eliminasi aldehid. Siklus dalam mengeliminasi aldehid
linear, sementara siklus luar menghasilkan isomer bercabang. Dua komplikasi utama di
dalam proses adalah hidrogenasi aldehid menjadi alkohol dan isomerisasi alkena (yang
juga dikatalisis oleh HCo(CO)3). Yang ppertama dari roblem ini (pers reaksi 26.5, hal
789) dapat dikontrol dengan menggunakan perbandingan H2:CO lebih besar dari 1:1
(misalnya, 1,5:1). Problem isomerisasi dapat diselesaikan dengan menggunakan katalis
lain atau dapat dialihkan menjadi keuntungan dengan cara penyediaan campuran isomer
yang tepat untuk pemisahan pada langkah berikutnya. Skema reaksi 26.18 menggambarkan distribusi produk-produk yang terbentuk bila okt-1-ena mengalami hidroformilasi
pada 423K, 200 barr dan dengan perbandingan H2:CO = 1:1.
1. 7. Katalis Heterogen: Interaksi Permukaan dan Adsorbate
Kebanyakan proses-proses katalitik di industri melibatkan katalisis heterogen dan
dapat dilihat pada tabel 26.6,hal 801, tentang contoh-contoh katalis heterogen yang
penting. Kondisi umumnya keras dengan temperatur dan tekanan tinggi. Sebelum
penggambaran penggunaan yang spesifik di industri, terlebih dahulu diperkenalkan
beberapa terminologi dan diskusi tentang sifat-sifat dari permukaan logam dan zeolit
yang sangat berguna sebagai katalis heterogen.
Dalam hal ini sebaiknya difokuskan pada reaksi-reaksi gas dengan katalis
heterogen. Molekul-molekul dari reaktan yang diadsrobsi ke atas permukaan katalis
mengalami reaksi dan produk reaksi diadsorbsi. Interaksi antara spesies yang teradsorbsi
dan atom-atom permukaan dapat berlangsung dalam dua jenis, yaitu: fisisorbsi atau
kimisorbsi. Fisisorbsi melibatkan interaksi van der Waals antara permukaan dan adsorbat.
Kimisorbsi melibatkan pembentukan ikatan kimia antara atom-atom permukaan dan
spesies teradsorbsi.

Proses adsorbsi mengaktivasi molekul, baik dengan cara pemutusan ikatan


maupun dengan cara pelemahan ikatan.Dissosiasi dari molekul diatomik seperti H2 pada
permukaan logam diberikan pada skema dalam persamaan 26.26, hal 801; pembentukan
ikatan tidak harus dengan stu atom tunggal. Ikatan-ikatan dalam molekul, misal C H,
N H diaktivasi dengan cara yang sama. Keseimbangan diantara penyumbang energi
ikatan adalah merupakan faktor yang menentukan apakah suatu logam tertentu akan
memfasilitasi pemisahan ikatan di dalam adsorbat atau tidak. Namun demikian, jika
ikatan logam adsorbat kuat, keseimbangan secara energetik kurang disukai untuk
spesies yang diadsorbsi meniggalkan permukaan dan hal ini merintangi adsorbsi, dan
mereduksi aktifitas katalitik.
Adsorbsi CO pada permukaan logam telah benyak diteliti. Analoginya dapat
digambarkan antara interaksi CO dengan atom-atom logam pada permukaan dan interaksi
dalam kompleks organologam. Pada interaksi dengan atom satu permukaan logam, ikatan
C O sangat dilemahkan. Pertambahan pelemahan tergantung tidak hanya pada cara
interaksi dengan permukaan tetapi juga pada luas permukaan. Dalam studi adsorbsi CO
pada permukaan Pd(III), ditemukan bahwa entalpi adsorbsi CO menjadi kurang negatif
jika semakin luas permukaan yang ditempati oleh molekul teradsorbsi. Penurunan yang
tiba-tiba dalam jumlah panas yang dilepaskan per mol adsorbat dapat teramati bila
setengah dari permukaan ditempati oleh suatu monolayer, dan pada titik ini, reorganisasi
yang signifikan dari molekul-molekul teradsorbsi masih diperlukan untuk lebih
mengakomodasikan lebih banyak. Perubahan cara terikatnya molekul-molekul CO pada
permukaan akan mengubah kekuatan ikatan C O dan menghasilkan molekul-molekul
teraktifasi.
1. 8. Katalis Heterogen: Penggunaan Komersial
1. 8. 1. Polimerisasi Alkena
Polimerisasi alkena dengan katalis heterogen Ziegler-Natta yang menghasilkan
polimer stereoregular mempunyai banyak kepentingan dalam dunia industri. Katalis
generasi pertama dibuat dengan mereaksikan TiCl4 dengan Et3Al yang menghasilkan
endapan -TiCl3.xAlCl3 yang diubah menjadi -TiCl3, yang mana mengkatalisis produksi
isotaktat polipropena. Perubahan metode pembuatan katalis dibutuhkan untuk
menghasilkan -TiCl3 yang stereoselektif dibawah 373K. Ko-katalis, Et2AlCl, dalam
sistem adalah esensial, peranannya adalah mengalkilasi atom-atom Ti pada permukaan
katalis. Untuk katalis generasi ketiga (yang digunakan sejak 1980an), TiCl4 ditempatkan
diatas MgCl2 yang mengandung satu elektron donor seperti diester, Et3Al dapat
digunakan untuk alkilasi. Polimerisasi alkena dikatalisis pada bagian cacat dari kisi
kristal dan mekanisme Cossee-Arlman ditunjukkan oleh gambar 26.12, hal. 803 adalah
cara yang dapat diterima dari proses katalitik. Pada gambar tersebut, unit TiCl5
ditunjukkan pada titik awal yang merepresentasikan bagian permukaan yang memiliki
suatu permukaan atom Cl dan posisi koordinasi yang kosong yang menyebabkan Ti pusat
tak jenuh secara koordinasi. Pada langkah awal, permukaan atom Cl digantikan oleh
suatu gugus etil dan hal ini menjadi krusial karena gugus alkil adalah cis terhadap bagian
kisi yang kosong. Kemudian, koordinasi dari alkena dapat terjadi yang diikuti oleh
migrasi alkil dan pengulangan koordinasi ini pada langkah kedua terakhir menghasilkan
pertumbuhan polimer. Pada polimerisasi propena, pembentukan stereoselektif dari

isotaktat polipropena dapat dilangsungkan dengan kontrol dari struktur permukaan katalis
yang menentukan pembatasan orientasi yang mungkin dari alkena terkoordinasi relatif
terhadap gugus alkil yang terkait-logam.
1. 9. Produksi SO3 Pada Proses Kontak
Produksi asam sulfat, amonia, dan batuan fosfat adalah merupakan kepala dari
industri mineral dan kimia anorganik di AS. Oksidasi SO2 menjadi SO3
2SO2 + O2 == 2SO3

fH0 = -96 kJ per mol SO2

(9)

adalah merupakan langkah awal pada proses kontak, dan bagaimana cara menghasilkan
SO3 selanjutnya tergatung pada temperatur dan tekanan. Pada temperatur biasa, reaksi
sangat lambat, sementara pada temperatur yang sangat tinggi, persamaan reaksi
kesetimbangan di atas bergeser ke kiri, yang berarti menurunkan produk reaksi, SO3.
Penggunaan katalis akan dapat meningkatkan kecepatan reaksi ke depan dan
katalis aktifnya adalah Pt, senyawa-senyawa V(V), dan besi oksida. Pabrik modern
pembuatan SO3 menggunakan katalis V2O5 dengan pembawa SiO2 (yang dapat
memberikan area permukaan yang luas) dengan promoter K2SO4; dalam hal ini system
katalis mengandung V2O5 4 9 %(berat). Dibutuhkan satu seri alas untuk melewatkan
reaktan melalui katalis untuk memperoleh pengubahan SO2 menjadi SO3 secara efisien,
dan temperatur operasi yang optimal adalah 690-720K. Oleh karena oksidasi SO2 adalah
eksotermik dan sebab temperatur >890K menurunkan kerja katalis, campuran
SO2/SO3/O2 harus didinginkan antara katalis meninggalkan satu alas katalis dan masuk ke
alas berikutnya. Walaupun sistem V2O5/SiO2/K2SO4 diperkenalkan sebagai katalis,
temperatur operasi adalah temperatur oksidasi katalitik SO2 yang terjadi pada liquid yang
melebur pada permukaan pembawa silika. Mekanisme reaksi dan intermediat belum
diketahui, tetapi peranan katalis vanadium(V) dapat direpresentasikan sebagai berikut:
SO2 + V2O5 == 2VO2 + SO3
O2 + 2VO2 V2O5

(10)
(11)

1. 10. Katalitik Konverter


Keperdulian akan lingkungan terus bertumbuh selama beberapa decade terakhir
dan untuk publik umum, penggunaan katalitik converter pada kendaran bermotor telah
dikenal dengan baik. Peraturan tentang emisi buang berupa CO, hidrokarbon, dan NOx
telah dikeluarkan. Radikal NO adalah merupakan salah satu dari beberapa spesies yang
bertindak sebagai katalis pada pengubahan O3 menjadi O2 dan diperkirakan sebagai
penyumbang menurunnya lapiasan ozon. Walaupun proses industri juga menyumbang
terhadap emisi NOx, pembakaran bahan bakar kendaraan adalah merupakan sumber
utama. Katalitik konverter dapat mereduksi emisi 90% secara efisien, dapat
mengakomodasi regulasi Eropa yang terakhir yaitu 90% reduksi CO dan 85% penurunan
hidrokarbon dan emisi NOx, menyebabkan output hidrokarbon dan NOx menjadi < 0,2 g
km-1.
Suatu katalitik converter terdiri dari keramik dengan strutur sarang yang dilapisi
Al2O3 halus. Partikel-partikel halus dari katalis aktif Pt, Pd, dan Rh didispersikan ke
dalam rongga-rongga lapisan pembersih dan seluruh unit dimasukkan ke dalam tabung

stainless steel yang ditempatkan dalam suatu urutan pipa pembuangan kendaraan. Ketika
gas yang keluar melewati converter pada temperature tinggi, maka terjadi reaksi redoks
sebagai berikut:
2CO + O2 2CO2
(12)
C3H8 + 5O2 3CO2 + 4H2O
(13)
2NO + 2CO 2CO2 + N2
(14)
2NO + 2H2 N2 + 2H2O
(15)
C3H8 + 10NO 3CO2 + 4H2O 5N2
(16)
C3H8 adalah representasi dari hidrokarbon. Dibawah legislasi, produk emisi yang dapat
diterima hanyalah CO2, N2, dan H2O.
Sementara CO dan hidrokarbon dioksidasi, penghancuran NOx melibatkan reduksinya.
Katalitik konverter modern memiliki suatu sistem tiga-cara yang mempromosikan baik
oksidai maupun reduksi; Pd dan Pt mengkatalisis reaksi (12) dan (13), sementara Rh
mengkatalisis reaksi (14) dan (15), dan Pt mengkatalisis reaksi (16).
Efisiensi katalis sebagian tergantung pada ukuran partikel logam, dengan diameter
1000-2000 pm. Setelah satu periode waktu, dibutuhkan temperatur tinggi untuk operasi
katalitik konverter yang menyebabkan bertahannya partikel-partikel logam dengan
hilangnya ukuran optimalnya dan menurunnya efisiensi katalis. Temperatur tinggi yang
konstan juga dapat mentransformasikan Al2O3 menjadi satu fase dengan area permukaan
yang lebih rendah dan ini menurunkan aktifitas katalitik. Untuk mengimbangi penurunan
pendukung, stabilisator oksida-oksida logam golongan 2 ditambahkan ke alumina
sehingga terbentuk material pendukung yang baru, seperti lapisan pembersih serat silikaalumina yang tahan panas yang dikembangkan oleh Toyota pada tahun 1998, akhirnya
dapat menggantikan Al2O3. Konverter-konverter katalitik hanya beroperasi dengan bahan
bakar tanpa timbal; additif Pb mengikat alumina yang menyebabkan deaktivasi katalis.
Dalam rangka peraturan standard emisi, merupakan hal yang krusial mengontrol
perbandingan udara:bahan bakar yang memasuki katalitik konverter; perbandingan
optimum adalah 14,7:1. Jika perbandingan udara:bahan bakar melampaui 14,7:1,
kelebihan O2 bersaing dengan NO untuk mengikat H2 dan efisiensi reaksi (15) menjadi
rendah. Jika perbandingan lebih kecil dari 14,7:1, oksidator akan singkat supplaynya dan
CO, H2, dan hidrokarbon bersaing satu sama lain untuk mengikat NO dan O2.
Perbandingan udara:bahan bakar dimonitor oleh satu sensor yang diikatkan pada pipa
pembuangan; sensor mengukur tingkat O2 dan mengirim signal elektronik ke sistem
injeksi bahan bakar atau ke karburator untuk meng-pas-kan perbandingan udara:bahan
bakar yang dibutuhkan. Rancangan katalitik konverter juga meliputi sistem CeO2/CeO3
yang berfungsi untuk menyimpan oksigen. Selama periode kurus kendaraan berjalan,
O2 dapat disimpan seperti reaksi
2Ce2O3 + O2 4CeO2
(17)
selama periode kaya ketika kebutuhan akan oksigen untuk hidrokarbon banyak dan
oksidasi CO direduksi
2CeO2 + CO Ce2O3 + CO2

Suatu katalitik konverter tidak berfungsi dengan segera setelah start dingin
mesin (di-starter); begitu temperatur light-off nya (620K), maka katalis beroperasi pada
efisiensi 50% tetapi selama 90 120 detik berikutnya, pengeluaran emisi menjadi tak
terkontrol. Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengatasi masalah ini, misalnya,
dengan pemanasan elektrik katalis menggunakan tenaga dari battere kendaraan.
Pengembangan katalitik konverter akhir-akhir ini menekankan pada penggunaan
zeolit, misalnya, Cu-ZSM-5 (suatu sistem Cu yang dimodifikasi dengan ZSM), tetapi
pada saat ini, walaupun beberapa keuntungan seperti temperatur rendah starter, katalis
berbahan dasar zeolit belum menunjukkan waktu pakainya yang cukup untuk penggunaan
di dalam katalitik konverter secara komersial.

SENYAWA KOORDINASI
Bab1
PENDAHULUAN
Setelah membaca/mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat:
1. Memamhami pengertian senyawa koordinasi
2. Memahami latar belakang digunakannya istilah senyawa kompleks dan senyawa
koordinasi
3. Mengetahui beberapa senyawa kompleks penting secara historis
4. Memahami bahwa atom pusat pada senyawa kompleks dapat merupakan unsur logam
transisi atau unsur logam golongan utama
5. Memahami bahwa atom pusat pada senyawa kompleks dapat memiliki bilangan
oksidasi positif, nol atau negatif
6. Memahami manfaat yang diperoleh dari mempelajari kimia koordinasi
Senyawa dapat tersusun atas: (1) atom-atom; merupakan senyawa kovalen, misalnya,
H2O, HCl, NH3, dan PCl5, (2) ion-ion; merupakan senyawa ionik, misalnya, NaCl, KCl,
(NH4)NO3, dan [Co(NH3)6][Co(CN)6].

Anda mungkin juga menyukai