1 Konsep Ashram
2.1.1
Swami Sivananda dalam All About Hinduism (1988:259) menjelaskan tujuan pendidikan
adalah untuk mengantarkan menuju jalan yang benar dan mewujudkan kebajikan, yang
dapat memperbaiki karakter seseorang (menuju karakter yang mulia) yang dapat
menolong seseorang mencapai kebebasan, kesempurnaan dan pengetahuan tentang Sang
Diri (tm), dan dengan demikian seseorang akan dapat hidup dengan kejujuran, hal-hal
yang mengarahkan seperti tersebut adalah merupakan pendidikan yang sejati. Shri Sathya
Narayana menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah membangun karakter yang baik.
Karakter adalah kepribadian seseorang yang menyangkut aspek moralitas, intelegensia,
dan perilaku seseorang.
benar-benar dapat mendidik dan mengarahkan karakter sisyanya menuju karakter kedevat-an.
dengan
masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Pendidikan dari masyarakat artinya
pendidikan merupakan jawaban dari apa yang menjadi kebutuhan masyarakat.
Pendidikan oleh masyarakat artinya masyarakat merupakan pelaku atau subjek
pendidikan yang aktif, bukan hanya sekedar sebagai objek pendidikan sehingga
masyarakat betul-betul memiliki, bertangungjawab dan peduli terhadap pendidikan.
(Noer, 2001:13)
Implementasi pendidikan berbasis masyarakat diharapkan setiap warga masyarakat dapat
belajar bersama dengan memanfaatkan segala potensi yang ada. Para guru, dewan
pendidikan, pengelola dan pelajar adalah semua warga masyarakat dari semua generasi.
Para guru tidaklah harus dari guru sekolah, akan tetapi mereka yang memiliki
pengalaman atau keahlian dapat dijadikan sebagai guru. Guru bertindak sebagai
pemimpin yang mengambil peran dalam mencarikan jalan para warga untuk mencapai
pengetahuannya secara terbuka dan memberikan kebebasan untuk mengkaji dengan cara
pandang yang berbeda.
Pendidikan yang berbasis pada masyarakat dapat dimungkinkan hubungan antara guru
dengan sisya berada dalam posisi sejajar sebagai subjek pendidikan. Jika selama ini sisya
dalam proses pembelajaran umumnya berada dalam dominasi guru, maka dalam konteks
pendidikan berbasis masyarakat sisya adalah pelaku utama dalam mengembangkan,
mencari pengetahuan yang ia butuhkan. Guru adalah fasilitator sejati sebagai teman
diskusi yang memberikan arah sisya dalam menggapai pengetahuan dan cita-citanya
secara mandiri.
Ciri khas ashram adalah adanya asrama atau pondok untuk para sisyanya. Model
pembelajaran ashram seperti ini sangat baik untuk pembentukan kepribadian sisya. Setiap
hari sisya dibimbing untuk melakukan praktik persembahyangan dan kegiatan keagamaan
lainnya di samping pemahaman keagamaan yang cukup kuat. Dengan demikian
pembelajaran agama tidak hanya dilakukan di kelas tetapi juga di luar kelas selama 24
jam. Warga Ashram wajib menerapkan pola makan vegetarian dengan waktu makan
2.1.2
Seiring dengan keinginan dan niatan yang luhur dalam membina dan mengembangkan
masyarakat, dengan kemandiriannya, ashram secara terus-menerus melakukan upaya
pengembangan dan penguatan diri. Walaupun terlihat berjalan secara lamban,
kemandirian
yang
didukung
keyakinan
yang
kuat,
ternyata
ashram
mampu
Mengutip Br. Indra Udayana (2004), ada tiga hal yang belum dikuatkan dalam
pengembangan ashram, yakni :
Kedua, bagaimana
Ketiga, membangun budaya. Dalam hal ini, bagaimana budaya dapat diwarnai oleh jiwa
dan tradisi Hindu. Di sini, ashram diharap mampu mengembangkan dan mempengaruhi
tradisi yang bersemangat Hindu di tengah hembusan dan pengaruh dahsyat globalisasi
yang berupaya menyeragamkan budaya melalui produk-produk teknologi. Namun
demikian, ashram akan tetap eksis sebagai lembaga pendidikan Hindu yang mempunyai
visi mencetak manusia-manusia unggul. Prinsip ashram adalah tetap memegang tradisi
yang positif, dan mengimbangi dengan mengambil hal-hal baru yang positif. Persoalanpersoalan yang berpautan dengan civic values akan bisa dibenahi melalui prinsip-prinsip
yang dipegang ashram selama ini dan tentunya dengan perombakan yang efektif, berdaya
guna, serta mampu memberikan kesejajaran sebagai umat manusia.
Sebagai sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial keagamaan,
pengembangan ashram harus terus didorong. Karena pengembangan ashram tidak
terlepas dari adanya kendala yang harus dihadapinya. Apalagi belakangan ini, dunia
secara dinamis telah menunjukkan perkembangan dan perubahan secara cepat, yang
tentunya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh terhadap dunia
ashram.
Terdapat
beberapa
hal
yang
tengah
dihadapi
ashram
dalam
melakukan
pengembangannya, yaitu:
Pertama, image ashram sebagai sebuah lembaga pendidikan yang tradisional, tidak
modern, informal, dan bahkan teropinikan sebagai lembaga yang keIndia-indiaan, telah
mempengaruhi pola pikir masyarakat untuk meninggalkan dunia ashram. Hal tersebut
merupakan sebuah tantangan yang harus dijawab sesegera mungkin oleh dunia ashram
dewasa ini.
Kedua, sarana dan prasarana penunjang yang terlihat masih kurang memadai. Bukan saja
dari segi infrastruktur bangunan yang harus segera di benahi, melainkan terdapat pula
yang masih kekurangan ruangan pondok (asrama) sebagai tempat menetapnya sisya.
Selama ini, kehidupan pondok ashram yang penuh kesederhanaan dan kebersahajaannya
tampak masih memerlukan tingkat penyadaran dalam melaksanakan pola hidup yang
bersih dan sehat yang didorong oleh penataan dan penyediaan sarana dan prasarana yang
layak dan memadai.
Ketiga, sumber daya manusia. Sekalipun sumber daya manusia dalam bidang keagamaan
tidak dapat diragukan lagi, tetapi dalam rangka meningkatkan eksistensi dan peranan
ashram dalam bidang kehidupan sosial masyarakat, diperlukan perhatian yang serius.
Penyediaan dan peningkatan sumber daya manusia dalam bidang manajemen
kelembagaan, serta bidang-bidang yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat,
mesti menjadi pertimbangan ashram.
Keempat, aksesibilitas dan networking. Peningkatan akses dan networking merupakan
salah satu kebutuhan untuk pengembangan ashram. Penguasaan akses dan networking
dunia ashram masih terlihat lemah, terutama sekali ashram-ashram yang berada di daerah
pelosok dan kecil. Ketimpangan antar ashram besar dan ashram kecil begitu terlihat
dengan jelas.
proses pembangunan ashram berjalan dalam waktu lama yang hanya menunggu
sumbangan atau donasi dari pihak luar.
Ketujuh, kurikulum yang berorientasi life skills sisya dan masyarakat. Ashram masih
berkonsentrasi pada peningkatan wawasan dan pengalaman keagamaan sisya dan
masyarakat. Apabila melihat tantangan kedepan yang semakin berat, peningkatan
kapasitas sisya dan masyarakat tidak hanya cukup dalam bidang keagamaan semata,
tetapi harus ditunjang oleh kemampuan yang bersifat keahlian. (Oka, 2001)
2.1.3
Sekarang ini, ada dua fenomena menarik dalam dunia pendidikan di Indonesia yakni
munculnya sekolah-sekolah terpadu (mulai tingkat dasar hingga menengah); dan
penyelenggaraan sekolah bermutu yang sering disebut dengan boarding school. Nama
lain dari istilah boarding school adalah sekolah berasrama. Para murid mengikuti
pendidikan reguler dari pagi hingga siang di sekolah, kemudian dilanjutkan dengan
pendidikan agama atau pendidikan nilai-nilai khusus di malam hari. Selama 24 jam anak
didik berada di bawah didikan dan pengawasan para guru pembimbing.
Di lingkungan sekolah ini mereka dipacu untuk menguasai ilmu dan teknologi secara
intensif. Selama di lingkungan asrama mereka ditempa untuk menerapkan ajaran agama
atau nilai-nilai khusus tadi, tak lupa mengekspresikan rasa seni dan ketrampilan hidup di
hari libur. Hari-hari mereka adalah hari-hari berinteraksi dengan teman sebaya dan para
guru. Rutinitas kegiatan dari pagi hari hingga malam sampai ketemu pagi lagi, mereka
menghadapi makhluk hidup yang sama, orang yang sama, lingkungan yang sama,
dinamika dan romantika yang seperti itu pula. Dalam khazanah pendidikan kita, sekolah
berasrama adalah model pendidikan yang cukup tua.
besar satu klan atau marga telah lama bergeser kearah masyarakat yang heterogen,
majemuk, dan plural. Hal ini berimbas pada pola perilaku masyarakat yang berbeda
karena berada dalam pengaruh nilai-nilai yang berbeda pula.
Oleh karena itu sebagian besar masyarakat yang terdidik dengan baik menganggap bahwa
lingkungan sosial seperti itu sudah tidak lagi kondusif bagi pertumbuhan dan
perkembangan intelektual dan moralitas anak. Kedua, keadaan ekonomi masyarakat yang
semakin membaik mendorong pemenuhan kebutuhan di atas kebutuhan dasar seperti
kesehatan dan pendidikan. Bagi kalangan mengengah-atas yang baru muncul akibat
tingkat pendidikan mereka yang cukup tinggi sehingga mendapatkan posisi-posisi yang
baik dalam lapangan pekerjaan berimplikasi pada tingginya penghasilan mereka.
Hal ini mendorong niat dan tekad untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi anakanak melebihi pendidikan yang telah diterima orang tuanya. Ketiga, cara pandang
religiusitas. Masyarakat telah, sedang, dan akan terus berubah. Kecenderungan terbaru
masyarakat perkotaan sedang bergerak kearah yang semakin religius. Indikatornya adalah
semakin diminati dan semaraknya kajian dan berbagai kegiatan keagamaan. Modernitas
membawa implikasi negatif dengan adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan ruhani
dan jasmani. Untuk itu masyarakat tidak ingin hal yang sama akan menimpa anak-anak
mereka. Intinya, ada keinginan untuk melahirkan generasi yang lebih agamis atau
memiliki nilai-nilai hidup yang baik mendorong orang tua mencarikan sistem pendidikan
alternatif.
Dari ketiga faktor di atas, sistem pendidikan boarding school seolah menemukan
pasarnya. Dari segi sosial, sistem boarding school mengisolasi anak didik dari
lingkungan sosial yang heterogen yang cenderung buruk. Di lingkungan sekolah dan
asrama dikonstruksi suatu lingkungan sosial yang relatif homogen yakni teman sebaya
dan para guru pembimbing. Homogen dalam tujuan yakni menuntut ilmu sebagai sarana
mengejar cita-cita.
Dari segi ekonomi, boarding school memberikan layanan yang paripurna sehingga
menuntut biaya yang cukup tinggi. Oleh karena itu anak didik akan benar-benar terlayani
dengan baik melalui berbagai layanan dan fasilitas. Terakhir dari segi semangat
religiusitas, boarding school menjanjikan pendidikan yang seimbang antara kebutuhan
jasmani dan ruhani, intelektual dan spiritual. Diharapkan akan lahir peserta didik yang
tangguh secara keduniaan dengan ilmu dan teknologi, serta siap secara iman dan amal
soleh.
yag telah menamatkan pendidikannya di ashram akan memperoleh ijazah yang diakui dan
setara dengan pendidikan formal.
2.1.4
membina
dan
mengembangkan
masyarakat.
Bahkan,
ashram
mampu
Pembangunan manusia, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau masyarakat
semata-mata, tetapi menjadi tanggung jawab semua komponen, termasuk dunia ashram.
Ashram yang telah memiliki nilai historis dalam membina dan mengembangkan
masyarakat, kualitasnya harus terus didorong dan dikembangkan. Proses pembangunan
manusia yang dilakukan ashram tidak bisa dipisahkan dari proses pembangunan manusia
yang tengah diupayakan pemerintah.
Proses pengembangan dunia ashram yang selain menjadi tanggung jawab internal
ashram, juga harus didukung oleh perhatian yang serius dari proses pembangunan
pemerintah. Meningkatkan dan mengembangkan peran serta ashram dalam proses
pembangunan merupakan langkah strategis dalam membangun masyarakat, daerah,
bangsa, dan negara. Terlebih, dalam kondisi yang tengah mengalami krisis (degradasi)
moral. Ashram sebagai lembaga pendidikan yang membentuk dan mengembangkan nilainilai moral, harus menjadi pelopor sekaligus inspirator pembangkit moral bangsa.
Sehingga, pembangunan tidak menjadi hampa melainkan lebih bernilai dan bermakna.
Ashram pada umumnya bersifat mandiri, tidak tergantung kepada pemerintah atau
kekuasaan yang ada. Karena sifat mandirinya itu, ashram bisa memegang teguh
kemurniannya sebagai lembaga pendidikan Hindu. Karena itu, ashram tidak mudah
disusupi oleh ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Hindu. Pendidikan ashram
yang merupakan bagian dari Sistem Pendidikan Nasional memiliki 3 unsur utama yaitu:
1) Pengasuh/Guru sebagai pendidik sekaligus pemilik ashram dan para sisya; 2)
Kurikulum ashram; dan 3) Sarana peribadatan dan pendidikan, seperti Pura, Altar, dan
Sabha Mandapan. Kegiatannya terangkum dalam "Tri Dharma Ashram" yaitu: 1)
Kesradhaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa; 2) Pengembangan keilmuan yang
bermanfaat; dan 3) Pengabdian kepada agama, masyarakat, dan negara.
Ketentuan dalam BAB III tentang Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan, pada Pasal 4
dijelaskan bahwa: (1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan
serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,
nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. (2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu
kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna. (3)
Pendidikan
Secara khusus, ketentuan tentang pendidikan keagamaan ini dijelaskan dalam Pasal 30
Undang-Undang
Sisdiknas
yang
menegaskan:
(1)
Pendidikan
keagamaan
dan informal. (4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, ashram, dan
bentuk lain yang sejenis.
Labih jauh lagi, saat ini ashram tidak hanya berfungsi sebagai sarana pendidikan
keagamaan semata. Namun, dalam perkembangannya ternyata banyak juga ashram yang
berfungsi sebagai sarana pendidikan nonformal, dimana para sisyanya dibimbing dan
dididik untuk memiliki skill dan keterampilan atau kecakapan hidup sesuai dengan bakat
para sisyanya. Ketentuan mengenai lembaga pendidikan nonformal ini termuat dalam
Pasal 26 yang menegaskan: (1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga
masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,
penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat. (2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta
didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional. (3) Pendidikan nonformal meliputi
pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan
dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik. (4) Satuan pendidikan nonformal terdiri atas
lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat,
dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. (5) Kursus dan pelatihan
diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan,
kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi,
bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
(6) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan
formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh
pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Keberadaan ashram sebagai bagian dari peran serta masyarakat dalam pendidikan juga
mendapat penguatan dari UU Sisdiknas. Pasal 54 menjelaskan: (1) Peran serta
masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga,
organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan
dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2) Masyarakat dapat berperan serta
sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah dan/atau pemerintah
daerah.
Demikianlah, ternyata posisi ashram dalam sistem pendidikan nasional memilki tempat
dan posisi yang istimewa. Karena itu, sudah sepantasnya jika kalangan ashram terus
berupaya melakukan berbagai perbaikan dan meningkatkan kualitas serta mutu
pendidikan di ashram. Pemerintah telah menetapkan Renstra pendidikan tahun 2005 2009 dengan tiga sasaran pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai, yaitu: 1)
meningkatnya perluasan dan pemerataan pendidikan, 2) meningkatnya mutu dan
relevansi pendidikan; dan 3) meningkatnya tata kepemerintahan (governance),
akuntabilitas, dan pencitraan publik. Maka, dunia ashram harus bisa merespon dan
berpartisipasi aktif dalam mencapai kebijakan di bidang pendidikan tersebut. Ashram
tidak perlu merasa minder, kerdil, kolot atau terbelakang. Karena posisi ashram dalam
sistem pendidikan nasional memiliki tujuan yang sama dengan lembaga pendidikan
formal lainnya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
namun eksistensi diraih dengan usaha positif. Suatu agama diangap eksis kalau dia
mempunyai aktifitas, dan keberadaannya tidak dipermasalahkan oleh masyarakat maupun
pemerintah (tidak mengalami hambatan). (Abdul Halim Wicaksono, Imtaq.com, catatanku,
23 Februari 2013).