Anda di halaman 1dari 21

Kajian Kebijakan

Bantuan Pangan yang Menyejahterakan Petani Lokal


Melalui RASDA Di Kabupaten Kulonprogo
Ringkasan
Bantuan pangan merupakan wujud tanggungjawab negara terhadap hak warganya untuk
memenuhi kebutuhan pangan dan bebas dari kelaparan. Pemerintah Indonesia sejak tahun
1998

melaksanakan

Program

RASKIN,

atau

subsidi

beras

untuk

rumahtangga

berpenghasilan rendah. Distribusi beras bersubsidi akan mengurangi pengeluaran Rumah


Tangga Miskin (RTM) untuk pangan pokok beras yang merupakan pengeluaran terbesar
mereka. Keberhasilan RASKIN diukur dengan indikator 6 Tepat, yaitu tepat: sasaran, jumlah,
mutu, harga, waktu dan administrasi. Program ini juga diharapkan meningkatkan
pendapatan petani, perekonomian desa dan daerah.
Berbagai kajian menunjukkan bahwa pelaksanaan Program RASKIN tidak efektif dan belum
berhasil memenuhi indicator 6T, bahkan terjadi penyimpangan. Meskipun perbaikan telah
dibuat dan anggaran ditingkatkan, masalah pengelolaan Raskin masih terus terjadi. Oleh
karena bantuan pangan masih diperlukan oleh RTM, maka diperlukan upaya terobosan
dengan menata ulang Program Raskin. Serangkaian kegiatan kajian, seminar dan lokakarya
yang dilakukan oleh InProSuLA dan Gabungan Kelompok Petani (Gapokatan) bersama
Pemerintah Kabupaten Kulon Progo merekomendasikan pentingnya mendesentralisasi
Program Raskin menjadi Rasda dengan melibatkan Rumah Tangga Sasaran (RTS), petani,
pemerintah tingkat desa/kelurahan, kabupaten/kota dan provinsi dalam perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
Kabupaten Kulon Progo sebagai daerah surplus beras dan sebagian besar penduduknya
sebagai petani padi, merasa perlu menginisiasi perubahan Raskin menjadi Rasda. Rasda
dimaksudkan sebagai upaya untuk memperbaiki Raskin dengan melibatkan petani setempat
dalam pengadaan dan distribusi sampai titik bagi. Agar Rasda dapat dilaksanakan, maka
Pemda Kabupaten Kulon Progo perlu: (1) membuat Peraturan Bupati tentang Rasda sebagai
payung hukum; (2) membuat Rencana Aksi Rasda; dan (3) membentuk kelembagaan
pelaksana Rasda, dan (4) membuat Pedoman Pelaksanaan Rasda.

Bab I
Bantuan Pangan dalam Kerangka Pemenuhan Hak atas Pangan

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan merupakan hak
asasi tiap orang. Pemenuhan pangan merupakan komponen dasar untuk mewujudkan
sumberdaya manusia yang berkualitas dan merupakan prasyarat bagi pemenuhan hakhak dasar lainnya, seperti pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya. Karena pemenuhan
pangan sangat penting, maka setiap negara mengutamakan pembangunan pangan
sebagai fondasi bagi pembangunan sektor-sektor lainnya.
Komitmen Indonesia untuk menghormati, memenuhi dan melindungi hak atas pangan
warga negaranya antara lain diwujudkan melalui UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang
Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Selain itu juga diwujudkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang
Pangan yang kemudian disempurnakan menjadi UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan (UU Pangan). UU Pangan tahun 2012 mengamanatkan agar penyelenggaraan
pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan
manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan kedaulatan pangan,
kemandirian pangan, dan ketahanan pangan nasional.
Pembangunan ketahanan pangan juga menjadi salah satu prioritas pembangunan
nasional seperti tertuang dalam RPJMN 2010-2014. RPJMN menggunakan strategi
pembangunan sistem pangan nasional yang dikenal dengan triple track strategy,
yaitu: pro-growth, pro-job, dan (c) pro-poor untuk penurunan kemiskinan dan
kesenjangan melalui revitalisasi sektor pertanian dan pedesaan serta pengembangan
usaha kecil menengah. RPJMN di bidang pangan kemudian dijabarkan dalam
Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) 2010-2014.
Selain triple track strategy, KUKP juga menggunakan pendekatan jalur ganda (twintrack approach) yang merupakan bagian Lima Prinsip Roma yang dihasilkan KTT
Pangan tahun 2009. Pendekatan jalur ganda juga menjadi strategi dalam dokumen
Global Strategic Framework for Food Security & Nutrition (2013). Jalur pertama, yakni
aksi langsung dan segera untuk mengatasi kelaparan dan kekurangan gizi bagi yang
paling rentan melalui intervensi bantuan pangan, intervensi gizi, bantuan tunai, dan
intervensi kebijakan harga pangan. Jalur kedua, yakni tindakan jangka
menengah/panjang untuk membangun ketahanan pangan dan mengatasi akar
penyebab kelaparan. Dua jenis intervensi dalam pendekatan jalur ganda ini perlu
dilakukan secara simultan dan terkoordinasi agar berhasil memerangi kelaparan dan
semakin menyadari hak atas pangan yang memadai.

Bab II
Bantuan Pangan melalui Program RASKIN
Beras merupakan pangan pokok 95% penduduk Indonesia dengan rata-rata konsumsi beras
113,7 kg/jiwa/tahun. Sebagian besar (65%) pengeluaran rumah tangga miskin dan
rentan digunakan untuk membeli bahan makanan dan proporsi pengeluaran untuk
beras sekitar 29% dari total pengeluaran (BPS, 2011). Kerawanan pangan akibat krisis
moneter 1997/1998 mendorong pemerintah mengembangkan program Operasi Pasar
Khusus (OPK) yang merupakan program darurat dan bagian dari jaring pengaman
social sejak Juli 1998. Sejak tahun 2002 OPK diganti menjadi Program RASKIN dan
selanjutnya diperluas fungsinya dan menjadi bagian dari program penanggulangan
kemiskinan pada kluster I, yaitu kegiatan perlindungan sosial berbasis keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan pangan pokok bagi masyarakat kurang mampu.
Program RASKIN berdasar Instruksi Presiden tentang kebijakan perberasan nasional
yang menginstruksikan kepada Menteri dan Kepala Lembaga Pemerintah non
Kementerian tertentu, Gubernur dan Bupati/Walikota untuk melakukan upaya
peningkatan pendapatan petani, ketahanan pangan, pengembangan ekonomi perdesaan
dan stabilitas ekonomi nasional. Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat
(Menko Kesra) sebagai penanggungjawab utama program dan pelaksanaannya
dilakukan oleh Tim Koordinasi RASKIN tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan
dan Pelaksana Distribusi RASKIN di desa/kelurahan/pemerintahan setingkat. Perum
BULOG secara khusus ditugasi untuk menyediakan dan menyalurkan beras RASKIN
dengan mengutamakan pengadaan gabah/beras dari petani dalam negeri.
Tujuan Program Raskin adalah mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Sasaran
(RTS) melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan beras. Sasaran Program Raskin
adalah berkurangnya beban pengeluaran RTS dalam mencukupi kebutuhan pangan
beras melalui penyaluran beras bersubsidi. Jumlah beras yang dialokasikan untuk
setiap Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) antara 10 - 20 kg per
distribusi. Harga beras bersubsidi yang harus dibayar RTS-PM pada awalnya Rp 1.000
per kg dan sejak tahun 2008 dinaikkan menjadi Rp 1.600 per kg di titik distribusi.
Frekuensi distribusi antara 10 - 15 distribusi per tahun atau rata-rata sekali per bulan.
Sasaran RASKIN bersifat dinamis sesuai dengan hasil pembaharuan data PPLS
(Pendataan Program Perlindungan Sosial), ketersediaan sumberdaya anggaran,
kebutuhan dan kesiapan pemerintah dan masyarakat di daerah. RTS-PM diperoleh dari
Basis Data Terpadu hasil PPLS yang dikelola oleh Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan disahkan oleh Kemenko Kesra. Jumlah
penerima RASKIN tahun 2011 dan 2012 sejumlah 17,5 juta RTS-PM sedangkan tahun
2013 dan 2014 sejumlah 15,5 juta RTS-PM. Penerima RASKIN dilengkapi dengan Kartu
Perlindungan Sosial (KPS) atau Surat Keterangan Rumah Tangga Miskin (SKRTM)
untuk rumah tangga pengganti hasil musyawarah desa/kelurahan (musdes/muskel).

Tabel 1. Program Raskin 2011 - 2014


Tahun

Anggaran

Jumlah RTSPM

Alokasi Kg/
RTS/ bulan

Frekuensi
bl/th

2011

Harga
Rp/kg

15,27 triliun

17.488.007

15

12

1.600

2012

15,70 triliun

17.488.007

15

12

1.600

2013

21,4 triliun

15.530.897

15

15

1.600

2014

18,8 triliun

15.530.897

15

12

1.600

Diolah dari beberapa sumber

Anggaran subsidi RASKIN disediakan dalam Anggaran dan Belanja Negara (APBN) dan
hanya untuk pengadaan beras dan penyalurannya sampai Titik Distribusi (TD).
Anggaran Program Raskin yang dialokasikan oleh APBN selalu naik setiap tahun. Pada
2011, anggarannya Rp 15,27 triliun, tahun 2012 bertambah sedikit menjadi Rp 15,70,
tahun 2013 naik Rp 17,1 triliun dan karena mitigasi dari kenaikan harga BBM
bersubsisidi - pada pertengahan 2013 ditambah menjadi Rp 21,4 triliun. Anggaran
untuk 2014 mencapai Rp 18,8 triliun.
Biaya untuk penyaluran dari TD sampai dengan RTS-PM menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD). APBD digunakan antara lain untuk: biaya operasional
RASKIN, biaya angkut dari TD ke TB hingga ke RTS-PM, subsidi harga tebus, dana
talangan, tambahan alokasi kepada RTS-PM di luar pagu yang ditetapkan maupun
tambahan alokasi untuk RTS-PM di dalam pagu yang ditetapkan. Masyarakat juga
dapat berpartisipasi secara sukarela untuk membantu pembiayaan distribusi dari TD ke
RTS-PM.
Penyaluran beras RASKIN didasarkan pada hasil rencana penyaluran bulanan yang
disusun Perum Bulog bersama Tim Koordinasi RASKIN dan dituangkan dalam Surat
Permintaan Alokasi (SPA). Beras RASKIN disalurkan oleh Perum BULOG ke Titik
Distribusi (TD) yaitu lokasi yang ditentukan dan disepakati oleh Perum BULOG dan
Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab
mendistribusikan Raskin dari TD ke Titik Bagi (biasanya di kantor desa/kelurahan)
dapat dilakukan secara reguler oleh Kelompok Kerja (Pokja), atau melalui Warung
Desa, Kelompok Masyarakat dan Padat Karya RASKIN.
Keberhasilan Program RASKIN diukur berdasarkan tingkat pencapaian indikator 6T,
yaitu: tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat kualitas, dan tepat
administrasi. Agar pelaksanaan program RASKIN dilakukan secara dan mencapai
sasaran 6T dibuat panduan yang dijadikan pedoman berbagai pihak baik pemerintah
pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan maupun pihak lain
yang terkait. Panduan pelaksanaan Program RASKIN terdiri dari Pedoman Umum
(dibuat oleh Tim Koordinasi RASKIN Pusat), Pedoman Khusus (Tim Koordinasi
RASKIN Pusat), Petunjuk Pelaksanaan (Tim Koordinasi RASKIN Propinsi), dan
Petunjuk Teknis (Tim Koordinasi RASKIN Kabupaten).
4

Bab III
Monitoring Pelaksanaan Program RASKIN
Sejak tahun 2012 hingga 2013 InProSuLA, Gapoktan dan Asosiasi Gapoktan,
Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, akademisi, LSM dan lainnya melakukan kajian,
focus group discussion, seminar, lokakarya, dan kampanye public tentang Raskin.
Proses monitoring terhadap pelaksanaan Program RASKIN tersebut menghasilkan
pemahaman bersama, kesimpulan dan rekomendasi untuk mengatasi berbagai masalah
terkait kebijakan dan pelaksanaan program RASKIN.
Monitoring dilakukan dengan mengacu pada Pedoman Umum (Pedum) Raskin 2011
yang menyatakan bahwa indikator kinerja Program Raskin adalah tercapainya target
Enam Tepat, yaitu Tepat Sasaran Penerima Manfaat, Tepat Jumlah, Tepat Harga,
Tepat Waktu, Tepat Administrasi, dan Tepat Kualitas.
Tabel 2. Indikator Kinerja 6 Tepat Program Raskin
No

Jenis Tepat

Indikator

1.

Tepat
Sasaran Raskin hanya di berikan kepada RTS-PM yang terdaftar dalam
Penerima
Daftar Penerima Manfaat Raskin (DPM-1)--hasil verifikasi data
Manfaat
PPLS BPS melalui musyawarah desa/kelurahan yang telah disahkan
oleh camat

2.

Tepat Jumlah

Jumlah beras Raskin yang merupakan hak RTS-PM sesuai dengan


ketentuan yang berlaku, yaitu 15 kg/RTS/bulan atau 180
kg/RTS/tahun

3.

Tepat Harga

Harga tebus Raskin adalah sebesar Rp1.600/kg netto di titik


distribusi.

4.

Tepat Waktu

Waktu pelaksanaan distribusi beras kepada RTS-PM sesuai dengan


rencana distribusi.

5..

Tepat
Administrasi

Terpenuhinya persyaratan administrasi secara benar, lengkap dan


tepat waktu.

6.

Tepat Kualitas

Terpenuhinya persyaratan kualitas beras sesuai dengan kualitas


beras BULOG.

Sumber: SMERU, 2012

Monitoring pelaksanaan Program Raskin dilakukan oleh InProSuLA bersama jaringan


petani Inprosula dan Gapoktan di masing masing wilayah. Monitoring dilakukan di
enam (6) desa yang berada di enam (6) kabupaten, dan (3) provinsi. Lokasi monitoring
dapat dilihat dalam tabel di bawah.
Tabel 3. Lokasi Monitoring RASKIN oleh Tim InProSuLA dan Gapoktan 2013
Lokasi
Provinsi
DI Yogyakarta

Kabupaten

Kecamatan

Desa

Sleman

Seyegan

Margoagung

Gunungkidul

Tanjungsari

Hargosari

Bantul

Pandak

Pendoworejo

Kulonprogo

Girimulyo

Pendoworejo

Jawa Tengah

Magelang

Sawangan

Gondowangi

Jawa Barat

Karawang

Cilamaya Wetan

Tegalsari

Kajian yang dilakukan menyimpulkan bahwa RASKIN telah memberi manfaat, antara
lain: (1) meringankan beban pengeluaran pangan (beras) rumah tangga miskin RTS
yang berpenghasilan rendah, tidak memiliki lahan pangan, buruh tani, buruh musiman
dan buruh serabutan; (2) membantu masyarakat miskin dalam mengatasi masalah
kekurangan pangan (kelangkaan beras) pada musim paceklik terutama di desa-desa
yang tidak membudidayakan padi; dan (3) menambah ketersediaan tepung beras
(karena beras Raskin dibuat tepung) dan mengurangi konsumsi gandum di pedesaan.
Monitoring dan diskusi kelompok yang dilakukan juga mengkaji pelaksanaan Program
Raskin terhadap pencapaian parameter 6 tepat serta dampaknya terhadap
kesejahteraan petani dan perekonomian daerah. Hasil kajian menunjukkan beberapa
temuan: (1) tidak semua rumah tangga miskin telah terdaftar sebagai rumah tangga
sasaran (RTS); (2) mutu beras yang didistribusikan berada di bawah kualitas medium;
(3) pendistribusian sering tertunda; (4) RASKIN berpotensi menurunkan nilai jual
produk pangan lokal non beras yang diproduksi oleh rumah tangga miskin; (5) RASKIN
cenderung sentralistrik dan mengabaikan keterlibatan masyarakat maupun pemerintah
daerah.
Tabel 4. Temuan Kajian Pelaksanaan RASKIN Oleh InProSuLA dan
Gapoktan Tahun 2013
Indikator

Temuan

Tepat Mutu

Ditemukan RASKIN berbau apek, berkutu, ada ulat, warna kuning, kemasan
rusak, banyak menir, dan gabah. (di semua lokasi monitoring)

Tepat Jumlah

Tidak semua RTS PM menerima beras sebanyak 15 kg/bulan. Ada yang


mendapat 10 kg, 8 kg, bahkan di Tegalsari (Karawang) hanya menerima 5 kg.

Tepat Sasaran

RTM yang tidak masuk RTS tetap menerima beras RASKIN, di Desa
Pendoworejo (Kulonprogo), RTS PM 474 KK, tetapi dibagi 540 KK. Desa
Tegalsari (Karawang) jumklah RTS PM 592 kk tapi dibagi untuk 1.200 kk.

Tepat Waktu

RTS PM tidak menerima RASKIN secara rutin atau tanggalnya tidak tetap (di
semua lokasi monitoring)

Tepat Harga

Harga tebus beras seharusnya Rp. 1.600/kg, tetapi ada RTS PM yang membeli
dengan harga Rp. 2.000/kg di Karawang (Jawa Barat) dan Magelang (Jawa
Tengah)

Tepat
Administrasi

Tidak semua desa melakukan musdes dan kalaupun ada tidak optimal karena
kurang melibatkan masyarakat. Pelaporan administrasi Bulog sampai di TD
dilakukan dengan baik, tetapi jika terjadi penyimpangan setelah TD tidak terlaporkan.

Temuan Inprosula tersebut tidak terlalu berbeda dibandingkan dengan hasil studi 35
perguruan tinggi satu dasa warsa lalu yang dilakukan. Efektivitas program RASKIN
menurut hasil studi tersebut berada di level sedang (Indef, 2004). Saat itu ditemukan
6

adanya beras Raskin yang apek, berkutu, tidak tepat jumlah, tidak tepat harga, dan
tidak tepat sasaran.
Kajian SMERU (2012) juga menyimpulkan tentang adanya berbagai kelemahan dalam
pelaksanaan Program Raskin, yakni: (a) belum diterima oleh seluruh rumah tangga
miskin, banyak RT tidak miskin yang membelinya, dan praktik bagi rata; (b) jumlah
beras yang diterima lebih kecil dari pada ketentuan karena RASKIN dibagi kepada
rumah tangga yang lebih banyak dari kuota; (c) RTS PM membayar lebih tinggi dari
harga ketentuan karena menanggung biaya penyaluran dari titik distribusi dan biaya
pembagian; (d) frekuensi penyaluran berkisar 110 kali per tahun karena praktik
pergiliran, waktu penyaluran tidak pasti, keterbatasan dana, kurang informasi, dan
kemungkinan penyelewengan; (e) ada RASKIN yang berkualitas tidak baik; (f) sistem
administrasi hanya memantau penyaluran sampai di titik distribusi dan tidak mampu
menjangkau persoalan antara titik distribusi hingga diterima RTS.
Survei oleh BPS Januari-Maret 2013 menemukan bahwa RASKIN dinikmati oleh 31,23
juta dari 15,5 juta RTS yang berhak. Sebanyak 12,5 juta RTS di lapisan 1 (termiskin)
hanya 9,41 juta RTS (75%) yang menerima dengan rata-rata bulanan 13,79 kg (92 %)
dari yang seharusnya (15 kg). Dari 12,68 juta RTS di lapisan 2 yang menerima 8,4 juta
RTS (66,27 %) dengan jumlah 13,31 kg. Ironisnya, di lapisan 3-5 yang seharusnya tidak
berhak menerima justru menerima: 6,8 juta RTS (54,25%) lapis 3; 4,88 juta RTS
(38,6%) dari lapis 4; dan 1,71 juta (13,63%) dari lapisan 5.
Kajian yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi tahun 2013 juga menemukan 6
ketidaktepatan RASKIN, yakni: tidak tepat sasaran, jumlah, mutu, waktu, harga, dan
administrasi. Bahkan, KPK menemukan indikasi adanya jaringan kartel dalam
penyaluran RASKIN. RASKIN yang diterima oleh RTS justru dijual ke pengepul dan
dijual kembali menjadi beras Raskin ke RTS. Persoalan lainnya adalah adanya
ketidaksesuaian harga beras RASKIN yang mesti ditebus RTS-PM, keterlambatan
distribusi yang kerap dilakukan melalui sistem rapel, kualitas beras yang diterima,
lemahnya transparansi dan pengawasan terhadap pelaksanaan program.

Bab IV
Desentralisasi Program RASKIN Melalui RASDA
Pemerintah telah mengambil berbagai kebijakan untuk melakukan peningkatan dan
penyesuaian terhadap kondisi yang berkembang misalnya penyesuaian jumlah Rumah
Tangga Sasaran (RTS), durasi penyaluran, alokasi jumlah beras untuk setiap RTS
(kuantum RASKIN), dan penyesuaian Harga Tebus RASKIN. Kebijakan lain yang telah
diambil pemerintah pusat pada beberapa tahun terakhir adalah penyaluran RASKIN
untuk mengatasi kenaikan harga akibat musim paceklik dan meningkatnya permintaan
beras pada hari-hari besar. Namun demikian, berbagai persoalan masih terus dihadapi
dan pencapaian indicator 6 tepat belum juga dapat tercapai dengan baik. Sampai saat
ini Pemerintah belum memiliki rencana untuk menghentikan program ini, karena
masih dibutuhkan oleh rumah tangga miskin dan merupakan bagian penting dari
program perlindungan social yang dimanatkan konstitusi.
Berdasar hasil monitoring dan diskusi yang dilakukan, InProSuLA bersama Gapoktan
dan Pemkab Kulon Progo merekomendasikan pentingnya mendesentralisasi RASKIN
menjadi RASDA. Program RASKIN yang dirancang dan dikelola secara terpusat sering
mengabaikan keberadaan dan potensi sumberdaya dan kelembagaan lokal yang menjadi
kunci pengelolaan yang lebih efektif dan menjamin keberlanjutan. Gagasan
desentralisasi Raskin ini sesuai dengan Pasal 58 UU Pangan No. 18 tahun 2012 tentang
Bantuan Pangan: (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab dalam
penyediaan dan penyaluran Pangan Pokok dan/atau Pangan lainnya sesuai dengan
kebutuhan, baik bagi masyarakat miskin, rawan Pangan dan Gizi, maupun dalam
keadaan darurat. (2) Bantuan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan mengutamakan produksi dalam negeri dan kearifan lokal. Dengan
demikian, penyediaan dan penyaluran bantuan pangan tidak hanya menjadi tanggung
jawab pemerintah (pusat) tetapi juga pemerintah daerah.
Beberapa Pemerintah Daerah seperti Kota Surakarta, Kota Pekan Baru, Kota Padang,
Kota Bukit Tinggi dan Kabupaten Bengkalis telah melakukan desentralisasi Raskin
dengan nama, antara lain, Raskin Otonom atau Raskin Daerah (Raskinda). Raskinda
merupakan bentuk perhatian Pemda terhadap warga miskin yang tidak terdata sebagai
RTS PM Raskin APBN. Karena kondisi ekonominya masih sangat terbatas dan dinilai
memenuhi kriteria untuk mendapatkan bantuan pangan, maka Pemda memberikan
beras bersubsidi untuk melengkapi RASKIN nasional. Pemkot Surakarta misalnya,
mengalokasikan anggaran Rp 2,1 miliar untuk 17.259 rumah tangga miskin mulai
Oktober hingga Desember 2013 di mana setiap rumah tangga miskin mendapat lima
kilogram beras.
RASDA di Kulon Progo berbeda dengan inovasi daerah lain, karena memanfaatkan
beras yang dihasilkan oleh petani setempat. Penggunaan beras yang dihasilkan petani
setempat selain meningkatkan akses pasar dan pendapatan petani juga berpotensi
mendinamisir perekonomian desa dan daerah. Penggunaan beras produksi lokal, selain
menghemat biaya transportasi, menghemat energy, juga mengurangi pencemaran
lingkungan. Beras bantuan yang dihasilkan oleh para petani lokal juga lebih segar
karena tidak disimpan lama, melainkan dapat langsung diterima dan konsumsi oleh
8

RTS PM. Dengan demikian, Program RASDA dikembangkan dalam rangka


mewujudkan kemandirian dan kedaulatan pangan, bukan hanya ketahanan pangan.
Terobosan melalui Rada juga berpotensi mengurangi dampak ketergantungan yang
kontraproduktif terhadap program pemberdayaan masyarakat. Desentralisasi RASKIN
akan membuat Pemda lebih bertanggungjawab dalam merencanakan, mendistribusikan
dan mengawasi pelaksanaannya. Tanggungjawab Pemda diwujudkan dalam penentuan
dan pendataan warga penerima secara tepat, pengadaan beras dalam jumlah dan
kualitas serta kontinyuitas stok yang cukup, kualitas pangan yang prima dan tepat harga
serta jumlah. Pemanfaatkan beras hasil petani local berpotensi untuk menjamin
peningkatan kesejahteraan petani padi, peningkatan kualitas beras bantuan, dan
peningkatan pertumbuhan ekonomi perdesaan dan daerah.
Rasda sejalan dengan UU 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Inpres Perberasan yang
mengamantakan Pemerintah dan Pemda untuk mengutamakan pengadaan gabah atau
beras produksi dalam negeri dan peningkatan pendapatan petani. Sejalan dengan itu,
UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani juga
mewajibkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya untuk
menjamin kepastian usaha dan pemasaran hasil Pertanian kepada Petani yang
melaksanakan Usaha Tani sebagai program Pemerintah (Pasal 22). Pemberian jaminan
itu, merupakan hak Petani untuk mendapatkan penghasilan yang menguntungkan
(Pasal 23 ayat 1). Jaminan pemasaran kepada petani dapat dilakukan melalui
pembelian secara langsung; penampungan hasil Usaha Tani; dan/atau pemberian
fasilitas akses pasar (pasal 23 ayat 2).
RASDA harus tetap menjadi bagian dari program penanggulangan kemiskinan
sebagiamana termuat dalam Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Pasal 3 dari Perpres tersebut mengamanatkan
agar strategi percepatan penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan: (1)
Mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin; (2) Meningkatkan kemampuan dan
pendapatan masyarakat miskin; (3) mengembangkan dan menjamin keberlanjutan
usaha mikro dan kecil; dan (4) Mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan
kemiskinan.
Pelibatan petani dalam Program RASDA merupakan upaya mewujudkan 4 strategi
dalam strategi percepatan penanggulangan kemiskinan. Pengadaan beras dari petani
kecil Kulon Progo dengan harga yang layak akan meningkatkan pendapatan mereka
juga dapat mengembangkan dan menjamin keberlanjutan usaha tani mereka yang
hampir semuanya berskala kecil. Beras yang berasal dari petani kecil setempat juga
menjamin RTS PP RASDA mendapatkan beras dengan kualitas yang baik dan baru
(segar). Kebijakan Program RASDA dengan demikian merupakan upaya mensinergikan
program penanggulangan kemiskinan, khususnya petani dan pedesaan.
Sebagian besar penduduk Kulon Progo bermukim di pedesaan dan menggantungkan
hidupnya dari sektor pertanian. Para petani kecil ini tingkat produktivitas dan
pendapatan usaha yang relatif rendah, sehingga kemiskinan, pengangguran dan rawan
pangan banyak terdapat di pedesaan. Oleh karenanya, melalui Program RASDA Pemkab
Kulonprogo juga perlu memberikan dukungan kepada mereka untuk meningkatkan
produktivitas, kualitas, dan pendapatannya. Dukungan Pemkab dapat berupa perbaikan
9

infrastruktur pertanian, input pertanian, sarana produksi, kredit, pendampingan,


pelatihan, serta akses informasi dan pasar.
Keberhasilan Program RASDA baik dalam penyaluran maupun pengadaannya juga
diukur berdasarkan tingkat pencapaian indikator 6T, yaitu: tepat sasaran, tepat jumlah,
tepat harga, tepat waktu, tepat kualitas, dan tepat administrasi. Secara singkat,
pengertian indikator kinerja Enam Tepat dalam pengadaan meliputi:
1. Tepat Sasaran Petani Produsen Padi Peserta RASDA: RASDA hanya diperoleh dari
petani anggota Gapoktan Peserta Program RASDA - hasil verifikasi data Dinas
Pertanian melalui musyawarah Gapoktan yang telah disahkan oleh Kepala
Desa/Camat.
2. Tepat Jumlah: Jumlah Rasda yang dibeli/diperoleh dari petani dan Gapoktan
Peserta Program Rasda sesuai dengan potensi dan kemampuan setiap Gapoktan
peserta program.
3. Tepat Harga: Harga beli Rasda dari Gapoktan di atas HPP dan sesuai dengan hasil
kesepakatan bersama di gudang Gapoktan.
4. Tepat Waktu: Waktu pelaksanaan pengadaan beras dari Gapoktan sesuai dengan
rencana pengadaan.
5. Tepat Administrasi: Terpenuhinya persyaratan administrasi secara benar, lengkap
dan tepat waktu.
6. Tepat Kualitas: Terpenuhinya persyaratan kualitas beras dari Gapoktan sesuai
dengan kualitas beras yang telah ditetapkan.
Pengertian indikator kinerja Enam Tepat dalam distribusi RASDA sama seperti 6T
dalam RASKIN, yakni:
1. Tepat Sasaran Penerima Manfaat: RASDA hanya diberikan kepada RTS-PM yang
terdaftar dalam Daftar Penerima Manfaat Raskin (DPM-1)--hasil verifikasi data
BPS melalui musyawarah desa/kelurahan yang telah disahkan oleh camat.
2. Tepat Jumlah: Jumlah beras RASDA yang merupakan hak RTS-PM sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
3. Tepat Harga: Harga tebus RASDA di gudang titik distribusi atau gudang
Gapoktan.
4. Tepat Waktu: Waktu pelaksanaan distribusi RASDA kepada RTS-PM sesuai
dengan rencana distribusi.
5. Tepat Administrasi: Terpenuhinya persyaratan administrasi secara benar, lengkap
dan tepat waktu.
6. Tepat Kualitas: Terpenuhinya persyaratan penyediaan beras sesuai dengan
kualitas beras yang ditetapkan.
Desentralisasi raskin melalui RASDA perlu disesuaikan dengan potensi dan
kemampuan daerah dalam mengelola pengadaan dan penyaluran. Kesiapan daerah
yang diperlukan untuk melaksanakan RASDA, antara lain sumber dana dari APBD
maupun swasta (perbankan), gudang tempat penyimpanan beras, kesiapan pelaksanaan
atau sumber daya manusianya. RASDA perlu dikelola secara komprehensif dan
10

terkoordinasi lintas bidang dan program serta lintas sektor. Sosialisasi RASDA kepada
para pemangku kepentingan perlu dilakukan agar gagasan Rasda mendapat dukungan
dari berbagai elemen masyarakat.
Program RASDA mencakup berbagai aspek, mulai dari proses budidaya padi oleh para
petani anggota Gapoktan peserta program, pengelolaan panca panen (pemanenan,
pengeringan, penggilingan), pengemasan, penyimpanan, dan distribusi kepada RTS
PM. Karenanya, RASDA memerlukan kebijakan sebagai acuan para pihak dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya. Kebijakan RASDA menjadi basis bagi peningkatan
kapasitas dalam pengelolaan dan pengorganisasian, perencanaan dan penganggaraan,
mekanisme pelaksanaan dan pengendalian. Kebijakan Rasda sebaiknya berbentuk
peraturan daerah atau paling tidak peraturan bupati/wali kota.
Peraturan berupa Perda atau Perbub merupakan payung hukum bagai Program RASDA.
Peraturan tersebut mengatur tentang, antara lain: tatacara penganggaran, tatacara
penetapan sasaran, penggunaan beras produk petani setempat, kelembagaan yang
bertanggung jawab, mekanisme penyediaan dan distribusi, penganggaran dan
akuntabilitasnya. Peraturan Daerah atau Peraturan Bupati/Wali Kota mengamanatkan
tentang pembentukan Tim Pengelola RASDA yang melibatkan BULOG dan
Kelembagaan Pangan Masyarakat.
Tim Pelaksana Program RASDA Kabupaten ditunjuk oleh Bupati melalui Surat
Keputusan (SK) Bupati. Tugas Tim Pengelola RASDA meliputi perencanaan,
penganggaran, sosialisasi, pelaksanaan pengadaan dan distribusi, monitoring dan
evaluasi, menerima dan menangani pengaduan dari masyarakat serta melaporkan hasil
kerjanya kepada Bupati dan Tim Koordinasi RASKIN Provinsi. Sedangkan fungsi Tim
Pengelola Rasda adalah perencanaan dan penyediaan anggaran dari APBD, penetapan
pagu, penyusunan petunjuk pelaksanaan, fasilitasi pelaku dan sosialisasi program
Rasda, pembinaan Tim Koordinasi RASDA tingkat Kecamatan, monitoring dan
evaluasi, pelaporan serta advokasi perbaikan tata kelola RASKIN melalui RASDA.

11

Bab V
Insisiatif Kulonprogo Mengembangkan RASDA
Sesuai dengan slogan Bela Beli Kulon Progo, Pemerintah dan masyarakat Kabupaten
Kulon Progo merasa perlu membuat terobosan untuk memperbaiki berbagai kelemahan
Program RASKIN yang sentralistik melalui RASDA (beras daerah). RASDA tidak hanya
menggunakan pendekatan ketahanan pangan, yang tidak mempedulikan dari mana
pangan berasal. RASDA juga menggunakan pendekatan kedaulatan pangan yang
menekankan pentingnya hak rakyat dalam menentukan dan memprioritaskan produksi
pangan yang dihasilkan oleh petani local.
Inisiatif Rasda di Kulon Progo ini didasarkan pada potensi produksi beras petani yang
mencapai 72.837 ton/tahun dengan kebutuhan konsumsi 38.085 ton/tahun, sehingga
memiliki surplus 34.800 ton/tahun. Kedua, setiap desa di Kabupaten Kulon Progo telah
membentuk Gapoktan dan sebagian dari mereka telah memiliki Gudang sendiri
sehingga berpotensi memiliki pengelolaan pangan secara mandiri. Ketiga, angka
kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo masih tinggi yaitu 22,04%, termasuk para petani
padi. Keempat, masih adanya penduduk dan desa rawan pangan. Kelima, Pemerintah
Kabupaten Kulon Progo membutuhkan penguatan masyarakat menghadapi tantangan
dan ancaman globalisasi.
Tujuan umum Kulon Progo dalam mengembangkan Rasda adalah untuk memperbaiki
tatakelola RASKIN dan tujuan khususnya untuk menjamin peningkatan kesejahteraan
petani padi, peningkatan kualitas bantuan beras, dan peningkatan pertumbuhan
ekonomi perdesaan. Untuk mewujudkan Rasda, Pemkab Kulon Progo dan Gapoktan
bersama InProSuLA telah melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

Melakukan pendampingan dan pengorganisasian Gapoktan untuk menyiapkan


kapasitas SDM pengelola, kelembagaan, dan penyediaan beras.

Melakukan pendampingan dan pengorganisasian Gapoktan untuk menyiapkan


kapasitas SDM pengelola, kelembagaan, dan penyediaan beras.

Pemerintah Kabupaten Kulon Progo membuat kerjasama dengan BULOG Divisi


Regional DI Yogyakarta untuk menjamin bahwa beras RASDA berasal dari
produksi petani local. Kerjasama dituangkan dalam MoU yang ditandatangani
Bupati dan Kepala Divisi Regional DI Yogyakarta, 27 Januari 2014.

Pemkab Kulon Progo menindaklanjuti MoU tersebut dengan memfasilitasi


kerjasama pengadaan beras antara Gapoktan dengan BULOG Divisi Regional DIY.
Kerjasama ini tertuang melalui penandatanganan perjanjian antara para ketua
Gapoktan dan Kepala Bulog Divre DI Y. Isi perjanjiannya antara lain kuota
pengadaan beras masing-masing Gapoktan berikut dengan standart kualitasnya,
harga pembelian BULOG serta mekanisme pembayarannya.

Pengadaan beras oleh Gapoktan dilaksanakan secara bertahap. Tahap I bulan


Februari Juli dan Tahap II bulan Agustus Desember. Kuota tahap I sejumlah
3.600 ton untuk 7 Gapoktan dari kebutuhan RASKIN sejumlah 7.400 ton. Harga
pembelian oleh BULOG kepada Gapoktan sesuai Harga Pembelian Pemerintah
12

(HPP) yaitu Rp. 6.600/kg yang dibayarkan setelah beras dinyatakan diterima di
gudang BULOG.

Pengadaan beras oleh Gapoktan dilaksanakan secara bertahap. Tahap I bulan


Februari Juli dan Tahap II bulan Agustus Desember. Kuota tahap I sejumlah
3.600 ton untuk 7 Gapoktan dari kebutuhan RASKIN sejumlah 7.400 ton. Harga
pembelian oleh BULOG kepada Gapoktan sesuai Harga Pembelian Pemerintah
(HPP) yaitu Rp. 6.600/kg yang dibayarkan setelah beras dinyatakan diterima di
gudang BULOG.

Pemkab Kulon Progo memfasilitasi Gapoktan untuk mengakses dana pinjaman


dari Bank Umum (BPD dan BRI). Dana digunakan Gapoktan untuk memperlancar
pembelian gabah dan meningkatkan cadangan gabah/beras.

Tabel5. Gapoktan Penyedia Beras RASDA Kulon Progo 2014


Nama Gapoktan

Target

Gapoktan Among Tani

300 ton/tahun

Gapoktan Panca Manunggal

400 ton/tahun

Gapoktan Makmur Sejahtera

1200 ton/tahun

Gapoktan Sari Mulyo

400 ton/tahun

Gapoktan Sido Maju

300 ton/tahun

Gapoktan Sumber Makmur

800 ton/tahun

Gapoktan Ngestiharjo

200 ton/tahun

Jumlah
3.600 ton
Sumber: SPK antara BULOG Divre DIY dengan 7 Gapoktan Pelaksana RASDA

Pelaksanaan Program RASDA di Kulon Progo dikawal melalui Monitoring & Evaluasi
(Monev) yang dilakukan oleh Tim yang terdiri dari perwakilan Gapoktan dan
masyarakat petani, rumah tangga sasaran (RTS), pemerintah daerah dan Tim Advokasi
InProSuLA dan Gapoktan. Monev bertujuan: (1) mengetahui perkembangan dan
pencapaian tujuan Program RASDA; (2) mengetahui tingkat keberhasilan dan
kegagalan tujuan Program Rasda yang ditetapkan Pemkab Kulon Progo; (3) menilai
dampak program terhadap peningkatan pendapatan petani, peningkatan ketahanan
pangan RTS, serta peningkatan perekonomia desa dan daerah; dan (4) menemukan
peluang-peluang yang dapat dikembangkan untuk memperbaiki pelaksanaan RASDA.
Monitoring dan evaluasi yang dilakukan terhadap pelaksanaan Rasda di Kulon Progo
menghasilkan beberapa temuan dan catatan penting, sebagai berikut:
Sistem first in first out yang diterapkan oleh BULOG dalam mekanisme
pergudangan mengakibatkan pendistribusian beras untuk RASKIN tidak selalu
menggunakan beras petani yang disetorkan oleh Gapoktan, tetapi menggunakan
beras yang sudah ada di Gudang BULOG. Dengan demikian, tujuan program
RASDA untuk memperbaiki kualitas beras RASKIN dengan menggunakan beras
petani tidak bisa tercapai. Sebagai akibatnya, Program RASDA kurang mendapat
13

perhatian dari RTS dan stakeholder lainnya yang mengharapkan adanya perbaikan
kualitas beras melalui program ini.
Pembelian beras oleh BULOG kepada Gapoktan menggunakan patokan HPP
(harga pembelian pemerintah) yang berlaku, yaitu Rp. 6.600/kg. Harga ini lebih
rendah dari harga yang diterima oleh Gapoktan apabila dijual di pasar, yaitu Rp.
6.700 - 6.800. Harga yang dibayarkan oleh Gapoktan kepada petani di bawah HPP
yaitu Rp. 6.450/kg. Dengan demikian, tujuan Program RASDA untuk
meningkatkan pendapatan petani serta perekonomian desa dan daerah belum
tercapai.
Beberapa Gapoktan mengabaikan asalusul dan kualitas beras. Dengan alasan
untuk memenuhi target pengadaan, beberapa Gapoktan membeli beras bukan dari
hasil petani local atau anggota dan beras berkualitas rendah dengan harga
terjangkau (murah). Hal ini berpotensi terjadi rekayasa, di mana Gapoktan
membeli beras RASKIN dari RTS dengan harga jauh lebih murah dibanding harga
beras yang dihasilkan petani. Dengan demikian, tujuan RASDA untuk
meningkatkan pendapatan petani dan menyediakan beras dengan kualitas lebih
baik dari beras RASKIN selama ini tidak dapat terwujud.
Dana yang digunakan oleh Gapoktan untuk pengadaan beras dalam Program
RASDA ini berasal dari pinjaman BPD/BRI dengan suku bunga komersial, antara
11 - 14 % per tahun. Meskipun pinjaman dari bank ini bermanfaat bagi Gapoktan
untuk dapat membeli beras petani, tetapi justru menjadi beban karena bunganya
tinggi. Keuntungan yang diterima oleh Gapoktan dari pengadaan beras Raskin
sebesar Rp 20 - Rp 30/kg tidak selalu mampu untuk membayar jasa pinjaman.
Dengan demikian, tujuan program RASDA untuk pemberdayaan Gapoktan tidak
tercapai.

Tabel 6. Keragaan Harga Pengadaan Beras oleh 2 Gapoktan di Kulon Progo 2014
Komponen Biaya

Gapoktan
Panca Manunggal

Pembelian beras petani

Makmur Sejahtera

Rp 6450/kg

Rp 6450/kg

Mesin blower

Rp 25/kg

Rp 10/kg

Tenaga kerja

Rp 25/kg

Rp 25/kg

Penyusutan beras

Rp 25/kg

Transport (antrian gudang, truk & solar)

Rp 25/kg

Rp 20/kg

Keuntungan bersih

Rp 20-30/kg

Rp 50/kg

Harga jual ke Bulog

Rp 6600/kg

Rp 6600/kg

Harga jual di pasar

Rp.6700-6800/kg

Rp 6700-6800/kg

Berdasar hasil monitoring terhadap pelaksanaan Program RASDA di Kulon Progo, tim
Monev merekomendasikan beberapa hal untuk ditindaklanjuti bersama, yakni:

Supervisi dan pengawalan untuk memastikan agar beras dari Gapoktan yang
dibeli dari petani local (anggota Gapoktan) diprioritaskan masuk di gudang
BULOG dan untuk segera distribusikan kepada RTS.
14

Merumuskan kembali MoU antara Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dengan


BULOG Divre DIY agar memuat kesepakatan pembagian selisih harga pembelian
beras Gapoktan oleh BULOG sebesar Rp 971 diberikan kepada Gapoktan.

Melakukan advokasi perbaikan tatakelola pengadaan dan distribusi yang


melibatkan peran aktif Gapoktan agar selisih harga pada point 1 (satu) tersebut
bisa dioptimalkan untuk peningkatan pendapatan petani dan pemberdayaan
Gapoktan, bukan digunakan oleh BULOG. Sehingga, BULOG sebagai BUMN
tidak mengambil keuntungan usahanya dari pengadaan beras RASKIN sebagai
program perlindungan sosial masyarakat miskin.
Memfasilitasi Gapoktan agar memiliki kelembagaan ekonomi yang berbadan
hukum (BUMP atau koperasi) sehingga dapat memanfaatkan fasilitas dana
talangan dan kredit dengan bunga rendah (Kredit Usaha Rakyat, Kredit
Ketahanan Pangan dan Energi dll) untuk pengadaan beras RASKIN.
Melakukan advokasi perbaikan tata kelola pengadaan dan distribusi beras
RASKIN melalui pendelegasian otoritas penggunaan APBN dalam nomenklatur
pengadaan beras RASKIN kepada Pemerintah Kabupaten Kulon Progo untuk
diteruskan kepada Gapoktan yang telah memenuhi syarat sebagai Lembaga
Cadangan Pangan Masyarakat.

15

Bab VI
RASDA Sebagai Alternatif RASKIN
Pengalaman Kabupaten Kulon Progo dan Kota Surakarta dalam mengembangkan
RASDA memberi pelajaran tentang bagaimana inisiatif daerah melakukan redesain
(menata ulang) program RASKIN. Inisiatif ini sejalan dengan rencana Pemerintah pusat
untuk menataulang Program RASKIN beberapa bulan terakhir. Rencana pemerintah ini
semakin menguat terutama setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memaparkan
hasil kajiannya pada awal April 2014. KPK juga mengusulkan agar Program RASKIN
didesain ulang agar mencapai efektivitas program. KPK merekomendasikan agar
Pemerintah melakukan review atas kebijakan subsidi RASKIN secara komprehensif
dengan berbagai faktor untuk mencapai ketepatan sasaran program. Rekomendasi
lainnya adalah perlunya memperbaiki kebijakan dan mekanisme penghitungan subsidi
dengan transparan dan akuntabel, serta meningkatkan pengawasan.
Temuan dan rekomendasi KPK itu segera direspon oleh Pemerintah, terutama Menteri
Koordinator Kesejateraan Sosial (Menkokesra) dan Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). TNP2K mengingatkan bahwa redesain bukan
hanya menjadi tanggungjawab BULOG, karena Program RASKIN merupakan program
lintas sector dan tingkatan. Oleh karenanya, TNP2K mengajak semua pihak untuk
terlibat untuk memperbaiki kelemahan dan kekurangan Program RASKIN, mulai dari
kementerian, pemerintah daerah (pemda), Perum BULOG, pemerintah kecamatan dan
desa, hingga masyarakat yang dikoornisasikan oleh Menkokesra.
Pelajaran yang dapat dipetik dari perintisan Program RASDA di Kulon Progo dan
pengalaman Pemkot Surakarta, antara lain:

RASDA berpotensi mengatasi masalah Program RASKIN yang sering tidak tepat
sasaran, yakni dengan menyediakan beras bersubsidi kepada rumah tangga miskin
yang layak menerima bantuan, tetapi tidak terdaftar sebagai RTS PP RASKIN.

RASDA berpotensi untuk meningkatkan pendapatan kesejahteraan petani karena


pengadaan berasnya dilakukan dengan membeli beras yang dihasilkan petani
setempat dengan harga yang layak.

RASDA mendorong pemerintah daerah - terutama daerah sentra beras - lebih


proaktif dalam mewujudkan tanggungjawab negara memenuhi hak warganya
untuk memperoleh pangan yang cukup dan bebas dari kelaparan.

RASDA berpotensi meningkatkan kualitas beras untuk RTS, mengingat pengadaan


beras diambil langsung dari petani setempat.

RASDA berpotensi mendorong pertumbuhnya dan kepastian usaha tani padi dan
pensukungnya yang merupakan mata pencaharian utama penduduk pedesaan dan
kabupaten Kulon Progo.
RASDA berpotensi sebagai perwujudan mensinergikan program penanggulangan
kemiskinan, khususnya petani dan pedesaan.

Dari beberapa pelajaran di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa RASDA
16

sangat berpotensi menjadi alternatif atas tidak efektifnya program RASKIN yang
terpusat. Pergeseran dari RASKIN menjadi RASDA berpotensi untuk meningkatkan
kesejahteraan petani dan perekonomian pedesaan. Program RASDA dengan demikian
relevan dan perlu dilanjutkan di Kabupaten Kulon Progo, disebarluaskan ke daerah
lain maupun nasional. Tindaklanjut Program RASDA di Kulon Progo dilakukan
dengan memperhatikan masalah yang muncul dalam perintisan serta potensi yang
dimiliki. Program RASDA akan berhasil manakala ada komitmen yang kuat dari
kepala daerah beserta jajarannya, DPRD, kelompok petani dan para pemangku
kepentingan lainnya. Perintisan RASDA di Kulon Progo dilanjutkan dengan langkahlangkah strategi sebagai berikut:
Membuat Peraturan Bupati (Perbub) tentang Subsidi Beras Bagi Masyarakat
Berpendapatan Rendah Dari Hasil Produksi Petani Lokal di Daerah (Program
RASDA). Perbub ini sebagai dasar hukum pembentukan Tim Pelaksana,
penyusunan program, dan anggaran, serta pelaksanaan Program RASDA. Selain
mengacu pada perundangan di atasnya, Perbub RASDA terutama mengacu pada
Peraturan Daerah 2/2012 tentang RPJMD 2011 2016 dan Perda 7/2014 tentang
Perubahan atas Perda 2/2012 serta Perda tentang APBD.
Tim Pelaksana RASDA yang dibentuk dengan melibatkan lintas sektor dan
tingkatan, dari kabupaten, kecamatan dan desa. Bupati selaku Kepala
Pemerintah Daerah adalah penanggung jawab pelaksanaan Program RASDA.
Tim Koordinasi RASDA Kabupaten dibentuk oleh Bupati, Tim Koordinasi
RASDA Kecamatan dibentuk oleh Camat, Kelompok Kerja RASDA Desa dibentuk
oleh Kepala Desa, dan Satker (Satuan Kerja) RASDA dibentuk oleh Divisi
Regional (Subdivre) Perum BULOG.

Tim Pelaksana RASDA membuat Perencanaan RASDA yang meliputi Penetapan


Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM), Titik Distribusi (TD), dan
dan Titik Bagi (TB).
Bupati menetapkan pagu RASDA berdasarkan pagu RASKIN Provinsi dan
tambahan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah.
Penentuan pagu RTS dilakukan melalui Musyawarah Desa yaitu forum
pertemuan musyawarah di tingkat desa yang melibatkan aparat desa, kelompok
masyarakat desa dan perwakilan RTS-PM RASKIN dari setiap Satuan
Lingkungan Setempat (SLS) setingkat dusun untuk menetapkan daftar nama
RTS-PM.
Pengadaan beras RASDA direncanakan secara partisipatif sesuai dengan rencana
penyaluran yang meliputi: jumlah, kualitas, harga, pengadaan, dan system
pembayaran beras RASDA dilakukan secara partisipatif berdasar rencana
penyalurannya. Penentuaan pengadaan RASDA dilakukan melalui musyawarah
Tim Pelaksana Rasda yang melibatkan Asosiasi Gapoktan Kabupaten Kulon
Progo, dan Divisi Regional (Subdivre) Perum BULOG DIY.
Pengadaan beras untuk Rasda dilakukan dengan membeli beras dari
petani/Gapoktan peserta Program RASDA dengan kualitas dan harga yang layak
juga mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian tentang Pedoman Pembelian
Gabah dan Beras di Luar Kualitas oleh Pemerintah. Kemasan yang digunakan
17

dengan logo dan kuantum sesuai hasil kesepakatan antara Tim Rasda Kabupaten,
Perwakilan RTS, Asosiasi Gapoktan dan BULOG Divre DI Yogyakarta.
Rencana Penyaluran RASDA bulanan dibuat bersama oleh Tim RASDA
Kabupaten, Asosiasi Gapoktan dan BULOG Divre DIY yang dituangkan dalam
SPA (Surat Permintaan Alokasi) berdasarkan alokasi pagu RASKIN dan rincian
di masing-masing Kecamatan dan Desa.
Pelaksanaan Penyaluran RASDA dari TD (gudang filial) ke TB menjadi
tanggungjawab Tim Pelaksana RASDA Kabupaten dengan melakukan
pemeriksaan kualitas dan kuantitas beras. Apabila ditemukan Raskin yang tidak
sesuai dengan kualitas dan kuantitas yang ditetapkan, maka Tim Koordinasi
Raskin/Pelaksana Distribusi harus menolak dan langsung mengembalikan
kepada Perum BULOG untuk diganti dengan kualitas yang sesuai, dan
menambah kekurangan kuantitas. Penyaluran RASDA dari TD (gudang filial) ke
TB dan RTS PM di desa yang sama atau desa sekitar dilakukan langsung juga
dapat dilakukan secara reguler oleh Kelompok Kerja (Pokja), atau melalui
Warung Desa, Kelompok Masyarakat.
Penyaluran beras RASDA dari TB ke RTS PM yang tidak langsung dari TD
(gudang filial) dilakukan oleh Pelaksana Distribusi RASDA dengan menyerahkan
RASDA kepada RTS-PM, dicatat dalam Daftar Penjualan RASKIN di Desa,
selanjutnya dilaporkan kepada Tim Pelaksana RASDA Kabupaten melalui Tim
Pelaksana Rasda Kecamatan.
Pembayaran HTR dari RTS-PM kepada Pelaksana Distribusi RASDA dilakukan
secara tunai. Pelaksana Distribusi RASKIN langsung menyetorkan uang HTR
tersebut ke rekening Perum BULOG melalui bank setempat atau disetorkan
langsung kepada Perum BULOG setempat. Pelaksanaannya diatur lebih lanjut
dalam Juklak/Juknis sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
Anggaran subsidi RASDA dan Biaya Operasional dari Gudang BULOG sampai
dengan TD berasal dari Perum BULOG. Biaya sosialisasi, koordinasi, monitoring,
evaluasi dan Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) berasal dari APBD. Anggaran
subsidi RASDA (tambahan RTS yang tidak mendapat RASKIN), biaya distribusi
sampai ke RTS-PM, biaya pelaksanaan kegiatan Tim Koordinasi tingkat
kabupaten, kecamatan, desa dan Satker RASDA berasal dari APBD dan/atau
Perum BULOG.
Pengawasan pelaksanaan penyaluran RASDA dilaksanakan Tim Pengawas sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pelaporan dilakukan secara berjenjang dan periodik. Gapoktan mencatat dan
melaporkan kepada Tim Pelaksana RASDA Kecamatan secara periodik setiap
bulan tentang pembelian gabah dari petani anggotanya, persediaan gabah, dan
penjualan beras RASDA kepada BULOG. Pelaksana Distribusi RASDA Desa
melaporkan pelaksanaan Program RASKIN kepada Tim Pelaksana RASDA
Kecamatan secara periodik setiap bulan. Tim Koordinasi RASKIN Kecamatan
melaporkan pelaksanaan Program RASDA kepada Tim Pelaksana RASDA
Kabupaten setiap triwulan. Satker RASDA melaporkan pelaksana pengadaan dan
distribusi RASDA kepada Tim Pelaksana RASDA Kabupaten setiap tiga bulan.
Tim Pelaksana RASDA Kabupaten melaporkan pelaksanaan Program RASDA
18

kepada Bupati dan Tim Koordinasi RASKIN Provinsi setiap triwulan. Laporan
Akhir Pelaksanaan Program RASDA dibuat oleh Tim Pelaksana RASDA
Kabupaten pada akhir tahun.

Unit Pengaduan RASDA kabupaten dibentuk dan berada di bawah koordinasi


Badan/Kantor/Dinas (SKPD) yang membidangi pemberdayaan masyarakat dan
bertugas menangani pengaduan untuk ditindaklanjuti. Pengaduan pelaksanaan
Program Rasda dapat disampaikan baik oleh masyarakat maupun oleh
pemerintah daerah setempat. Objek pengaduan dapat berupa permasalahan data
RTS-PM ataupun hal-hal lain yang perlu segera ditanggapi oleh Lembaga sesuai
dengan tugas dan fungsi masing-masing.

Selain langkah-langkah strategis di atas, juga diperlukan langkah pendukung sebagai


berikut:
Tim Pelaksana RASDA Kabupaten perlu menginventarisir berbagai program
pemerintah pusat dan pemerintah provinsi terkait pembangunan pertanian dan
petani untuk mendukung penguatan usaha petani dan pengembangan
Kelembagaan Ekonomi Petani (BUMP/Koperasi). Berbagai program seperti PUAP,
LDPM, SLPTT, KUR, KKPE dan lainnya dimanfaatkan dan diintegrasikan untuk
mendukung petani dan Gapoktan peserta Program RASDA.
Memfasilitasi Gapoktan agar memiliki kelembagaan ekonomi yang berbadan
hukum (BUMP atau koperasi) sehingga dapat berhubungan dan bekerja sama
dalam bisnis dengan perbankan, BULOG, dan mitra bisnis lainnya.
Tim Pelaksana RASDA Kabupaten bersama Asosiasi Gapoktan dan BULOG Divre
DIY melakukan assessment gudang-gudang milik Gapoktan peserta Program
RASDA untuk disiapkan menjadi gudang fillial yang dipergunakan dengan sistem
pinjam pakai oleh Perum BULOG untuk pengadaan Gabah/Beras RASDA. Hasil
assessment digunakan sebagai bahan perencanaan perbaikan dan kerjasama
antara Gapoktan dengan BULOG Divre DIY. Pemkab memfasilitasi kerjasama
gapoktan dengan BULOG serta perbaikan gudang Gapoktan agar sesuai dengan
standar BULOG.
Dalam rangka meningkatkan akses Gapoktan terhadap pinjaman berbunga
rendah, Tim Pelaksana RASDA Kabupaten bersama Asosiasi Gapoktan
menindaklanjuti atau menjajagi kerjasama dengan perbankan dan Badan
Ketahanan Provinsi DI Yogyakarta. Kredit berbunga rendah yang dapat diakses
antara lain skim Kredit/pembiayaan UMKM diluncurkan oleh pemerintah
terutama Kredit Ketahanan Pangan (KKPE dengan bunga 6%/tahun) yang
disalurkan melalui bank-bank pelaksana seperti BPD Yogyakarta, BRI, dan
Mandiri. Dana talangan pembelian gabah oleh gapoktan antara lain disediakan
oleh BKP Provinsi DI Yogyakarta dengan bunga 4%/tahun..
Terkait dana penjaminan kualitas beras, Tim Pelaksana RASDA Kabupaten
bersama Asosiasi Gapoktan perlu melakukan negosiasi dengan BULOG Divre DIY
untuk mendapatkan dana tersebut. Hal lain yang perlu dinegosiasikan adalah
kesepakatan agar beras RASDA dari Gapoktan mendapat prioritas untuk masuk di
gudang BULOG dan untuk segera distribusikan kepada RTS. Hasil negosiasi
dengan BULOG diwujudkan dengan perbaikan MoU.
19

Bab VII
Penutup
Rekomendasi KPK agar Raskin diredesain sejalan dengan rekomendasi InProSuLA juga
sesuai dengan tren perubahan system pangan nasional dan global yang dinamis. Oleh
karenanya Program RASKIN semakin dituntut untuk segera berubah sehingga menjadi
lebih adaptif dan fleksibel dalam tata kelolanya. Transformasi dari RASKIN menjadi
RASDA merupakan perubahan strategis, bukan sekadar memodifikasi pendekatan yang
ada atau menambahkan cara atau alat baru dalam pelaksanaan distribusi beras
bantuan. Perubahan ini berimplikasi terhadap hampir setiap aspek pendekatan dan
operasi RASKIN.
Langkah Pemda Kulon Progo untuk mengembangkan Rasda merupakan terobosan
strategis yang belum dilakukan daerah lain, yakni mendesain ulang atau mereformasi
Program RASKIN dengan RASDA. Perubahan ini merupakan pergeseran strategis yang
paling substantif sejak Program RASKIN dimulai 16 tahun lalu. Proses reformasi
dilakukan dengan merubah strategi dari program yang hanya memberikan bantuan
beras bersubsidi, menjadi bantuan beras bersubsidi yang berasal dari petani setempat.
Program RASDA juga mencakup pemberdayaan petani kecil penghasil pangan (beras)
untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi pangan, khususnya beras. Strategi
serupa juga dikembangkan di tingkat internasional dengan sebutan meningkatkan
produksi lokal dan pembelian lokal.
Beras RASDA yang diperoleh dari petani setempat juga akan menjamin beras yang
diperoleh RTS PM lebih baik kualitasnya dan lebih baru (segar). Pengadaan beras
RASDA dari petani kecil setempat dengan harga layak akan meningkatkan pendapatan
petani dan usaha tani padi serta usaha lain yang terkait di pedesaan. Meningkatnya
gairah usaha perekonomian padi yang menjadi gantungan mayoritas penduduk miskin
di pedesaan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat desa serta
pengurangan kemiskinan dan kerawanan pangan. Selain sebagai tindakan kuratif
terhadap kerawanan pangan, Rasda juga merupakan tindakan pencegahan serta
perbaikan ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat desa.

20

Daftar Pustaka
Committee on World Food Security (CFS). Global Strategic Framework for Food
Security & Nutrition, Second Version October 2013
Dewan Ketahanan Pangan, 2010. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) 20102014.
http://www.bi.go.id. Skim Kredit Program yang Dikeluarkan Pemerintah
http://www.sumbaronline.com Pemko Padang Beri Beras Raskin Otonom 2.200 KK,
Kamis, 03 Maret 2011
http://mediacenter.riau.go.id 10 Ribu Keluarga Miskin Terima Raskin Otonomi, Selasa,
04 Maret 2014.
http://www.bukittinggikota.go.id Pemko Segera Salurkan Raskin Otonomi, 29 April
2013.
http://news.okezone.com KPK Temukan Banyak Persoalan di Program Raskin, Jum'at,
4 April 2014
http://www.republika.co.id Sinergi Perbaiki Program Raskin, 01 July 2014.
http://www.linggapos.com KPK: Desain Ulang Program Raskin, 5 Juni 2014.
Instruksi Presiden RI No 3 Tahun 2012, Tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras
dan Penyaluran Beras Oleh Pemerintah.
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Pedoman Umum Raskin 2014.
Lembaga Penelitian SMERU, draf Kertas Kerja, Tinjauan Efektivitas Pelaksanaan
Raskin dalam Mencapai Enam Tepat. Jakarta. Juli 2012.
Peraturan Menteri Pertanian No 27 tahun 2012 tentang Pedoman Pembelian Gabah dan
Beras di Luar Kualitas Oleh Pemerintah.
Peraturan Pemerintah Repulik Indonesia Nomor 61 Tahun 2003 tentang Prubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2003 Tentang Pendirian Perusahaan Umum
(Perum BULOG)
Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan
The Jakarta Post, April 22 2014. Govt bows to KPK demand, redesigns rice program.
UU Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Konvenan Internasional Tentang Hakhak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.
UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan
UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

21

Anda mungkin juga menyukai