PENDAHULUAN
terbesar bagi masyarakat Indonesia. Susu dan telur merupakan sebagian produk
ternak yang dapat diolah menjadi berbagai produk sesuai dengan kebutuhan
protein hewani masyarakat.
Produk peternakan seperti susu dan telur yang dikomsumsi manusia
biasanya dikomsumsi begitu saja tanpa berbagai macam olahan. Selain itu,
komoditas hasil ternak seperti susu dan telur, umumnya memiliki masa simpan
yang singkat karena mudah rusak (perishable). Namun, dewasa ini, teknologi
pengolahan hasil ternak semakin maju dan modern. Produk produk peternakan
telur dan susu dapat dikomsumsi dengan berbagai macam olahan tanpa
mengurangi cita rasa (flavor) susu dan telur tersebut dengan metode pengawetan.
Produk olahan susu antara lain dangke, ice cream, yogurt, keju, susu skim
dan lain-lain.Untuk produk olahan telur antara lain telur asin, abon telur, telur
pindang, egg nog, tepung telur dan lain-lain.Namun perlu disadari bahwa untuk
mengolah susu dan telur menjadi produk olahan yang baik diperlukan mutu susu
dan telur yang baik pula. Untuk mengetahui karakteristik dan kualitas susu dan
telur, maka pada praktikum ini akan dilakukan beberapa pengujian yang meliputi:
uji warna, bau, rasa, kekentalan (viskositas), uji pH dan keasaman, uji berat jenis
serta uji alkohol untuk mengetahui apakah susu tersebut sudah rusak atau belum.
Selain itu akan dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh enzim terhadap
susu. Sedangkan Untuk mengetahui kualitas eksternal maupun internal telur, maka
akan dilakukan pengamatan karakteristik telur dari berbagai spesies ternak,
kualitas eksternal dan kualitas internal telur serta sifat fungsional telur.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikm yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Mengamati perbedaan berbagai karakteristik susu dan produk olahan susu.
2. Mengetahui nilai pH susu.
3. Untuk mengetahui apakah kondisi susu masih bagus atau sudah rusak.
4. Untuk mengetahui berat jenis berbagai sampel susu dengan menggunakan
alat laktometer.
5. Untuk mengetahui pengaruh penambahan enzim protease terhadap susu.
6. Mengamati kualitas eksternal dan internal telur.
7. Mengamati sifat fungsional telur sebagai emulsifier, clarifying agent,
pembentuk buih/busa.
Syarat
Cara pengujian
Bau
A
Khas
B
Khas
Organoleptik
Rasa
Khas
Khas
Organoleptik
Warna
Kadar lemak %
Khas
Khas
Organoleptik
(bobot/bobot) min.
Kadar padatan tanpa
lemak, % (bobot/bobot)
2,8
7,7
min.
Catatan: A = Susu Pasteurisasi tanpa penyedap cita rasa
1.2
1.3
Jenis Uji
Satuan
Persyaratan
Jenis A *)
Jenis B*)
Keadaan
Warna
Bau
Rasa
Khas, normal
sesuai label
Khas, normal
sesuai label
Khas, normal
sesuai label
Khas,
normal
sesuai label
Khas,
normal
sesuai label
Khas,
normal
sesuai label
2.1.6 Yoghurt
Yoghurt adalah produk pangan yang berasal dari susu yang difermentasi
menggunakan bakteri tertentu. Biasanya digunakan bakteri Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Kedua bakteri inilah yang akan
memfermentasi laktosa (gula susu) menjadi asam laktat, sehingga dihasilkan
flavor yoghurt yang khas, cita rasanya asam dan teksturnya mengental karen
koagulasi protein susu oleh asam (Taufiq H, 2009). Dalam proses pembuatan
yoghurt ini akan dihasilkan asam asetan, asetaldehid, dan bahan lainnya yang
mudah menguap (Susilorini dkk. 2006).
Standar Nasionala Indonesia Untuk Yoghurt (Wahyudi, 2006)
Kriteria Uji
Keadaan
Penampakan
Bau
Rasa
Konsistensi
Lemak (% b/b)
Persyaratan
Cairan kental
Semipadat
Normal / khas
Khas /asam
Homogen
Maksimum 3,8
atau air dalam minyak. Kuning telur adalah suatu contoh emulsi minyak/lemak
dalam air. Emulsi dibentuk oleh tiga komponen utama yaitu zat terdispersi, zat
pendispersi dan zat pengemulsi. Pembentukan emulsi dimulai dengan adanya
pengocokan yang memisahkan butir-butir zat terdispersi yang segera diselubungi
oleh selaput tipis zat pengemulsi. Bagian non polar dari zat pengemulsi
(emulsifier) menghadap minyak/lemak, sedangkan bagian polarnya menghadap
air. Putih telur mempunyai daya emulsi yang sedang, sedangkan kuning telur
adalah emulsifier kuat. Komponen zat pengemulsi pada kuning telur adalah
posfolipid, lipoprotein dan protein. Bagian kuning telur yang menyebabkan daya
pengemulsinya kuat adalah lesitin (fosfolipid) yang berikatan dengan protein
kuning telur membentuk kompleks lesitoprotein. Sedangkan peranan lipoprotein
adalah sebagai penstabil emulsi karena mampu berinteraksi pada permukaan
globula lemak membentuk lapisan pelindung. Dalam pengolahan pangan, sifat
pengemulsi diperlukan pada pembuatan sosis, bologna, soup dan cake (Koswara,
2009).
Putih telur mempunyai daya emulsi yang sedang, sedangkan kuning telur
adalah emulsifier kuat. Komponen zat pengemulsi pada kuning telur adalah
posfolipid, lipoprotein dan protein. Bagian kuning telur yang menyebabkan daya
pengemulsinya kuat adalah lesitin (fosfolipid) yang berikatan dengan protein
kuning telur membentuk kompleks lesitoprotein. Sedangkan peranan lipoprotein
adalah sebagai penstabil emulsi karena mampu berinteraksi pada permukaan
globula lemak membentuk lapisan pelindung. Dalam pengolahan pangan, sifat
pengemulsi diperlukan pada pembuatan sosis, bologna, soup dan cake (Koswara,
2009).
Bila dua buah cairan saling tidak bercampur dimasukkan dalam suatu
wadah, maka akan terbentuk dua lapisan yang terpisah. Hal ini disebabkan karena
gaya kohesi antara molekul-molekul dari tiap cairan yang memisah lebih besar
dari pada gaya adhesi antara kedua cairan (Martin, 1993). Proses pengadukan
akan menyebabkan suatu fase terdispersi dalam fase yang lain dan akan
memperluas permukaan globul sehingga energi bebasnya semakin besar.
Fenomena inilah yang menyebabkan system ini tidak stabil secara termodinamika.
Stabilitas system emulsi dapat dicapai dengan suatu zat pengemulsi (emulsifying
egent). Fase mana yang akan menjadi fase terdispersi dan fase pendispersi yang
akan terbentuk tergantung dari komposisinya dalam system. Fase yang memiliki
komposisi lebih banyak dari pada yang lainnya akan menjadi fase pendispersi
(Lund, 1994).
berguna dalam pengolahan pangan. Sifat-sifat tersebut meliputi daya busa, emulsi,
koagulasi dan warna.
1. Daya busa
Busa merupakan dispersi koloid dari fase gas dalam fase cair, yang dapat
terbentuk pada saat telur dikocok. Mekanisme terbentuknya busa telur adalah
terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga rantai protein menjadi
lebih panjang. Kemudian udara masuk diantara molekul-molekul yang terbuka
rantainya dan tertahan sehingga terjadi pengembangan volume.
Busa dibentuk oleh beberapa protein dalam putih telur yang mempunyai
kemampuan dan fungsi yang berbeda-beda. Ovomucin mampu membentuk
lapisan atau film yang tidak larut dalam air dan dapat menstabilkan busa yang
trenbentuk. Glubulin mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kekentalan
dan menurunkan kecenderungan pemisahan cairan dari gelembung udara.
Disamping itu, globulin juga dapat menurunkan tegangan permukaan, sehingga
membantu tahapan pembentukan busa. Untuk membentuk gelembung udara yang
kecil, banyak dan lembut diperlukan tegangan permukaan yang rendah.
Ovalbumin adalah protein yang dapat membantu membentuk busa yang kuat.
hitam kehijauan, coklat atau merah. Warna hitam kehijauan disebabkan oleh
pemanasan yang terlalu lama sehingga terbentuk ikatan Fe dengan S. Warna
coklat disebabkan terjadinya reaksi pencoklatan (browning) sehingga terbentuk
karbonilamin, sedangkan warna merah disebabkan terbentuknya ikatan kompleks
antara conalbumin dengan ion besi.
5. Kontrol kristalisasi
Penambahan albumen atau putih telur kedalam larutan gula (sirop) dapat
mencegah terbentuknya kristal gula. Hal ini karena albumen bersifat mencegah
penguapan sehingga mencegah terjadinya inverse sukrosa yang berlebihan. Sifat
telur ini dimanfaatkan dalam pembuatanpermen (candy). Penambahan telur dalam
pembuatan gula gula memberikan rasa di mulut manis, halus, serta selalu basah
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
BAB 3. METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1. pH universal
2. pH meter
3. Tabung reaksi
4. Gelas ukur
5. Laktometer
6. Jangka sorong
7. Speretometer/penggaris
3.1.2 Bahan
1. Susu
2. Alkohol 70%
3. Ekstrak nanas
4. Telur
Sampel
Pengamatan
3.2.2 Pengamatan pH
5 ml sampel
Pengukuran nilai pH
Gambar 3.2.2 Diagram Alir Pengamatan pH.
Pencatatan
Gambar 3.2.4 Diagram Alir Pengamatan Berat Jenis Susu.
5 ml susu
+ 10 ml
ekstrak nanas,
sudah
dipanaskan
Homogenkan
Pengamatan
Diamkan 5
+ 10 ml
ekstrak nanas,
tanpa
pemanasan
Pengamatan
Pembandingan
Pembandingankualitas
kualitaseksternal
internal
Telur
Pemecahan
Pengukuran
Pengukuran
Pemisahan
diameter
diameter
Peletakan
putih
kuning
putih
pada
telur
telur
bidang
dandan
kuning
datar
tinggi
telur
kuning
putih telur
telur
Gambar 3.2.6-a.1 Diagram Alir Pengukuran Diameter dan Tinggi Putih Telur dan
Kuning Telur.
Tabung I
Tabung II
Tabung II
+ 5 ml air
+ 5 ml air
+ 5 ml air
+ 1 ml
minyak
goreng
+ 1 ml
minyak
goreng
+ 1 ml
minyak
goreng
Pengocokan
Pengamatan
+ 1 ml
kuning telur
+ 1 ml putih
telur
(tabung I)
(tabung II)
+ 1 ml
campuran putih
telur dan kuning
telur
(tabung III)
Pengamatan
Gambar 3.2.7-1 Diagram Alir Telur Sebagai Emulsifier.
2) Telur sebagai clarifying agent
100 ml air + teh
(3 pengamatan)
Pendidihan
+ 5 ml
putih telur
+ 5 ml
kuning
Pengamatan
telur
+ 5 ml
campuran
kuning telur
dan putih telur
Pemecahan
Pengambilan bagian
putihPengocokan
Pengukuran
telur
selama
volume
Penempatan
5
dalam wadah
Penghitungan
kemampuan
pembentukan
busa
1 butir telur
(kontrol)
3 butir
telur
Pembersihan
Pengujian kualitas
eksternal
Pemanasan minyak
goreng
Pendinginan
Penyaringan
Pengujian kualitas
internal telur
Pencelupan telur
Pengangkatan dan
pengeringan
1 butir telur
(kontrol)
Pengujian kualitas internal dan
eksternal
3 butir
telur
Penyimpanan
Pengujian kualitas
dalam
refrigerator
eksternal
5,10,15 hari
Pembersihan
Pengujian kualitas
internal telur
Gambar 3.2.8-b Diagram Alir Pengawetan Telur dengan Penyimpanan
Refrigerator.
Hasil Pengamatan
Warna
(4)
(5)
Aroma
Kekentalan
Kurang menyengat 1,5
Paling menyengat 1,5
Citarasa
Amis, hambar
(UHT)
s. pasteurisasi
(2)
Menyengat
1,5
s. kental manis
(6)
1,5
s. bubuk full
cream
s. bubuk skrim
yogurt
(3)
Amis bercampur
arom gula
Amis
Gurih, agak
manis
Manis
1,5
Gurih
1,5
1,5
Rasa coklat
Asam, rasa s
Agak menyengat
1,5
Sedikit manis,
amis
Coklat
Merah
muda
0
s. rebus (100 C, Paling
mendidih)
putih (1)
Nilai pH
6,75
6,53
6,66
6,53
6,56
6,85
5
6,64
Sampel
Susu segar
Susu sterilisasi
Susu pasteurisasi
Susu kental manis
Susu full cream
Susu bubuk skim
Yoghurt
Susu rebus (1000C)
Keterangan:
Hasil Pengamatan
-
Hasil Pengamatan
Ekstrak nanas tanpa
Ekstrak nanas dipanaskan
Susu segar
Susu sterilisasi
Susu pasteurisasi
Susu kental manis
Susu full cream
Susu bubuk skim
Yoghurt
Susu rebus
Keterangan:
pemanasan
+
+
+
1. Kualitas eksternal
Sampel
Berat
(gram)
Warna
Ayam
ras
55,25
Coklat
Ayam
kampung
53,12
putih
Itik
73,31
Hijau
telur
9,70
Putih
kecoklata
n dengan
bercak
hitam
Puyuh
4.1.2
Kebersiha
n
Masih
terdapat
kotoran
ayam pada
cangkang
sangat
kurang
utuh
bersih
Ada bercak
Baik keras
noda
Sangat
utuh dan
bebentuk
oval
Utuh baik
dan keras
Baik tidak
ada noda
Ketebala
n
cangkang
(mm)
Ukuran
rongga
udara
(mm)
0,505
0,7
0.08
0.5
0,5
0,05
0,2
Kualitas Internal
Sampel
Ayam
ras
Ayam
kampung
Itik
Puyuh
4.1.3
Keutuha
n
1,8
8,75
1,5
16,5
1,98
Kuning cerah
4,9
2,5
2,35
1,5
9,25
2,8
1,2
1,5
Kuning cerah
Kuningteluragakpucat
Jenis
telur
Ayam ras
Sampel
Tabung 1
Tabung 2
Tabung 3
Keterangan
Antara minyak
dengan air masih
belum menyatu
Antara minyak
dengan air
menyatu dengan
rata
Antara minyak
dengan air cukup
menyatu namun
Tabung 1
2 dan 6
Ayam
kampung
Tabung 2
Tabung 3
3 dan 7
4 dan 8
Itik
Puyuh
Tabung 1
Tabung 2
Tabung 3
Tabung 1
Tabung 2
Tabung 3
masih terdapat
minyak yang
belum menyatu
Lapisan minyak
terlihat
Lapisan minyak
tidak terlihat
Lapisan minyak
agak terlihat
kurang
baik
Paling baik
Baik
Kurang Baik
Cukup Baik
1 dan 5
2 dan 6
3 dan 7
4 dan 8
Jenis
telur
Ayam
ras
Ayam
kampun
g
Itik
Puyuh
Sampel
Tabung 1
(putih telur)
Tabung 2
(kuning telur)
Tabung 3
(putih+kuning
telur)
Tabung 1
(putih telur)
Tabung 2
(kuning telur)
Tabung 3
(putih+kuning
telur)
Tabung 1
(putih telur)
Tabung 2
(kuning telur)
Tabung 3
(putih+kuning
telur)
Tabung 1
(putih telur)
Tabung 2
(kuning telur)
Keterangan
Sangat baik
Tidak baik
Agak baik
Daun the
mengumpul
Daun the tidak
mengumpul
Daun the agak
mengumpul
Paling bagus dalam
mengikat kotoran
Kurang baik dalam
mengikat kotoran
Baik dalam mengikat
kotoran
Busa banyak
Busa kurang banyak
Tabung 3
(putih+kuning
telur)
4.2
Hasil Perhitungan
1. Kualitas Internal
Sampe
l
Ayam
ras
Ayam
kampu
ng
Itik
Puyuh
Diamet
er
kuning
telur
(cm)
Ting
gi
kuni
ng
telur
(cm)
Diamet
er
putih
telur
(cm)
Ting
gi
puti
h
telur
(cm)
Inde
ks
kuni
ng
telur
(cm)
Inde
ks
putih
telur
(cm)
4,2
1,8
8,75
1,5
Kuning orange
cerah
0,42
0,17
16,5
1,98
Kuning cerah
0,4
0,12
4,9
2,35
9,25
1,2
0,47
0,12
2,8
1,5
Kuning cerah
Kuningteluragakp
ucat
2,5
1,5
0,6
0,1
Warna kuning
telur
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1.6
ayam ras, telur ayam kampung, telur itik dan telur puyuh. Keempat telur tersebut
kemudian dilakukan pengamatan berat, warna cangkang , ketebalan dan ukuran
ronngga udara untuk mengetahui kualitas eksternal telur.
5.1.7
tenpelkan pada permukaan telur. Kemudian dilakukan pemisahan antara putih dan
kuning telur untuk memudahkan pada saat proses pengukuran tinggi dan diameter
kuning telur. Proses yang terakhir adalah pengukuran diameter dan tinggi kuning
telur dengan cara yang sama seperti pengukuran pada putih telur.
b. Indeks putih telur dan kuning telur
Pada tahap pengukuran indeks putih dan kuning telur, sebelumnya harus
sudah mengetahui tinggi maupun diameter putih dan kuning telur. Selanjutnya
pengukuran dilakukan menggunakan rumus yang telah ditentukan.
5.1.8
masing produk. Berdasarkan data hasil pengamatan dari parameter fisik yang
pertama yaitu warna, diantara kedelapan jenis sampel susu yaitu susu segar, susu
UHT, susu sterilisasi, susu pasteurisasi, susu kental manis, susu bubuk full cream,
susu bubuk skim, yoghurt, dan susu rebus, warna susu yang paling putih terdapat
pada susu yang direbus sampai suhu 100 0C (mendidih), kemudian diikuti susu
pasteurisasi, susu bubuk full cream, susu segar, susu UHT dan susu kental manis.
Sedangkan susu bubuk skim berwarna coklat karena di beri perisa cokelat dan
susu fermentasi yaitu yoghurt berwarna merah muda. Perbedaan tingkat warna
putihnya susu disebabkan karena jenis sapi dan jenis makanan yang dapat
menghasilkan warna susu yang berbeda (Buckle, 1988). Selain itu, adanya
pemanasan dan waktu pemanasan yang digunakan juga dapat mempengaruhi
warna pada susu, karena pemanasan atau penggunaan suhu tinggi dapat memecah
butiran-butiran koloid lemak, kalsium kaseinat dan kalsium fosfat serta
kandungan lain yang dapat mempengaruhi warna susu. Data yang telah
didapatkan menunjukkan warna susu rebus paling putih diantara susu yang lain.
Hal ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan jumlah globula lemak serta
partikel-partikel koloid senyawa kasein dan kalsium fosfat serta jumlah karoten
yang terlarut di dalam lemak susu.
Parameter fisik kedua yang mempengaruhi perbedaan karakteristik antara
susu segar dan susu olahan adalah aroma. Dari data hasil pengamatan, terdapat
berbagai macam aroma yang dihasilkan dari berbegai jenis susu. Seperti aroma
yang dihasilkan susu fermentasi yaitu yoghurt memiliki aroma agak asam yang
disebabkan
adanya
penambahan
bakteri
Lactobacillus
bulgaricus
dan
Streptococcus thermophilus yang dapat menghasilkan zat asam yaitu asam asetat
dan asetaldehid (Susilorini dkk, 2006) yang dapat menyebabkan aroma agak asam
pada yoghurt. Sedangkan pada susu segar, susu sterilisasi, susu pasteurisasi dan
susu rebus memiliki aroma mulai dai kurang menyengat, paling menyengat,
menyengat dan agak menyengat. Perbedaan aroma menyengat khas susu diantara
keempat jenis susu tersebut disebabkan karena adanya penggunaan suhu tinggi
pada susu sterilisasi, pasteurisasi dan susu rebus yang menggunakan suhu mulai
dari 100 oC hingga >100 oC dan Susu tersebut akan mengalami perubahan
komposisi dari susu tersebut (Suteja, 2000). Perubahan komposisi
juga
berdampak pad perubahan citarasa susu yang bermacam-macam yaitu mulai dari
hambar, gurih, manis, agak manis, asam dan amis. Perbedaan cita rasa pada
berbagai macam jenis susu disebabkan karena adanya hubungan keseimbangan
rasa antara rasa manis akibat kandungan laktosa tinggi dan rasa asin dari kadar
klorida. Susu dengan kandungan laktosa rendah tetapi kadar klorida tinggi
menyebabkan cita rasa susu menjadi asin (Rahman, 2010). Sedangkan pada susu
bubuk skim memiliki rasa coklat dikarenakan adanya penambahan perisa coklat
dan bubuk coklat pada produk susu skim.
Untuk kekentalan susu, susu segar dan 7 susu olahan lainnya memiliki
kekentalan yang sama yaitu 1,5. Persamaan ini disebabkan karena kemungkinan
pada beberapa jenis susu memiliki komposisi yang hampir sama pada setiap jenis
susu sehingga kekentalan dari susu segar dan susu olaha lainnya adalah sama.
5.2.2 Berat Jenis Susu
Berdasarkan data hasil pengamatan berat jenis susu segar dengan susu
olahan seperti susu sterilisasi, susu pasteurisasi, susu kental manis, susu full cream
dan susu bubuk skim, serta susu yoghurt rata-rata memiliki berat jenis berkisar
diantara angka 1 kecuali pada susu rebus yang memiliki berat jenis sebesar 2,030.
Berdasarkan SNI 01-3141-1998 menyatakan bahwa berat jenis susu minimal
adalah 1,028. Apabila berat jenis terlalu randah maupun terlalu tinggi, maka susu
telah mengalami pemalsuan. Seperti penambahan air, santan dll. Perbedaan berat
jenis susu ini juga dapat dipengaruhi karena perbedaan kandungan lemak dan zatzat padat bukan lemak yang mempengaruhi berat jenis susu (Buckle, 1988).
Pada susu rebus yang direbus hingga mendidih dan suhu 100C memiliki
berat jenis yang berbeda dengan susu segar dan susu olahan lainnya. Perbedaan
berat jenis susu ini disebabkan karena adanya perebusan susu hingga mendidih
dan waktu perebusan susu hingga suhu susu mencapai 100C yang menyebabkan
susu tersebut terdenaturasi, dan menyebabkan emulsi susu tersebut akan rusak
sehingga susu mengalami perubahan komposisi dari susu aslinya yaitu susu segar.
Dan kandungan lemak mengalami pemecahan dan penurunan sehingga berat jenis
susu mengalami kenaikan karena jumlah kandungan lemak serta protein
mempengaruhi fosfat organik yang pecah di dalam kasein untuk diikat dengan
natrium dan akan mempengaruhi kasein dalam proses penggumpalan susu.
5.2.5 Pengaruh Enzim Terhadap Susu
Berdasarkan data hasil pengamatan yang telah ada, susu yang mengalami
penggumpalan adalah susu segar, susu full cream, dan susu rebus yang diberi
perlakuan nanas tanpa pemanasan. Sedangkan pada susu yang diberi ekstrak nanas
dengan dipanaskan tidak ada yang mengalami penggumpalan. Keadaan ini dapat
terjadi karena penambahan ekstrak nanas dapat menambah kadar protein suatu
susu. Tetapi untuk ekstrak nanas yang telah dipanaskan enzimnya telah
terdenaturasi sehingga tidak menyebabkan penggumpalan pada susu dan menurut
Yuniwati, dkk (2008), Semakin tinggi konsentrasi enzim, maka semakin tinggi
aktifitas enzim dan semakin banyak pula protein yang digumpalkan enzim
tersebut. Dari literatur tersebut, penambahan ekstrak nanas tanpa pemanasan dapat
mempengaruhi reaksi suatu enzim yang berbanding lurus dengan konsentrasi
enzim. Selain itu, kandungan protein pada susu dapat berpengaruh pada
penambahan ekstrak nanas. Karena susu segar masih memiliki kandungan protein
yang tinggi. Sedangkan susu full cream mengalami pengurangan jumlah air
sehingga kadar protein pada susu full cream meningkat. Dan untuk susu rebus jika
ditambah ekstrak nanas tanpa pemanasan akan terjadi penggumpalan. Keadaan ini
dipengaruhi karena struktur dari protein yang telah terdenaturasi sehingga jika
ditambah ekstrak nanas dapat mengikat molekul-molekul protein pada susu rebus
dan terjadi penggumpalan pada susu.
5.2.6 Kualitas eksternal
Praktikum yang telah dilakuan tentang kualitas eksternal telur berbagai
jenis spesies ternak dapat diperoleh hasil yaitu, diketahui berat telur ayam ras,
ayam kampung, itik dan puyuh berturut-turut adalah 55,25 g; 53,12 g; 73,31 g;
dan 9,70 g. Dengan kualitas warna dan keutuhan yang cukup baik dari masingmasing telur. Pada sisi kebersihan, telur ayam ras, ayam kampung, dan itik
terdapat sedikkit noda dan kotaran yang menempel pada cankang, kecuali telur
puyuh yang tidak ditemukan kotoran apapun. Ketebalan cangkang telur ayam ras,
ayan kampung, itik dan puyuh berturut-turut adalah 0,505 mm; 0,08 mm; 0,5 mm;
dan 0,05 mm. Ukuran rongga dari masing-masing telur juga berbeda, 0,7 mm dan
0,5 mm untuk telur ayam ras dan ayam kampung, sementara telur itik dan puyuh
memiliki ukuran rongga sebesar 3 mm dan 0,2 mm.
Berdasarkan data diatas, diperoleh perbedaan kualitas fisik dari masingmasing telur, hal tersebut sesuai dengan pernyatan dari Benyamin et al.(1960)
menyatakan bahwa sifat fisik telur ditentukan oleh faktor luar dan faktor dalam
telur. Faktor luar ditentukan oleh kebersihan kerabak telur, kehalusan, bentuk, dan
tekstur kerabak telur. Faktor dalam ditentukan antara lain oleh besarnya diameter
kantong udara, keadaan kuning telur, dan keadaan putih telur. Berat dari masingmasing telur juga berbeda, hal ini dikarenakan jenis induk berbeda, hal ini sesuai
dengan literature yang menyebutkan bahwa besar telur bervariasi yang disebabkan
oleh induk dan hal yang berhubungan dengan fisiologis hewan (Muchtadi dan
Sugiyono, 1992). Pada data yang diperoleh, telur yang memiliki bobot paling
besar adalah telur itik, hal tersebut sesuai dengan literatur dari Sarwono (1994)
mengatakan bahwa pada telur itik bobot dan ukurannya rata-rata lebih besar
dibandingkan dengan telur ayam.
Kualitas warna dan keutuhan telur pada semua sampel juga sangat sangat
baik (Mutu I), hal tersebut sudah sesuai dengan standart SNI telur. Pada sisi
kebersihan cangkang, telur ayam ras, ayam kampung, dan itik masuk pada Mutu
II, hal tersebut dikarenakan terdapat sedikit bercak noda/kotoran yang masih
menempel pada cangkang telur. Sedangkan pada telur puyuh, masuk dalam
kategori Mutu I, karena tidak ditemukannya noda apapun. Ukuran rongga pada
semua sampel telur masuk dalam kategori Mutu I, dengan kondisi kantung udara
< 0,5 cm. (SNI 01-3926-1995)
5.2.7 Kualitas internal
Data hasil pengamatan menunjukkan diameter dan tinggi kuning telur
ayam ras, kampung, itik, dan puyuh berturut-turut adalah 4,2 cm dan 1,8 cm; 5
cm 2 cm; 4,9 cm dan 2,35 cm; 2,5 cm dan 1,5 cm. Sementara diameter dan tinggi
putih telur berturut-turut yaitu 8,75 cm dan 1,5 cm; 16,5 cm dan 1,98 cm; 9,25 cm
dan 1,2 cm; 2,8 cm dan 1,5 cm. Indeks kuning dan putih telur ayam ras, kampung,
itik dan puyuh sebesar 0,42 cm dan 0,17 cm; 0,4 cm dan 0,12 cm; 0,47 cm dan
0,12 cm; 0,6 cm dan 0,1 cm.
Merujuk data hasil pengamatan diatas, dapat diketahui bahwa
kualitas internal telur sangat baik dan sesuai dengan standr SNI. Indeks kuning
dan putih telur semua sampel masuk dalam kategori kualitas Mutu I, sesuai
dengan ketentuan SNI yang menyebutkan bahwa kualitas Mutu I untuk kuning
telur adalah berkisar antara 0,458-0,521 cm dan indeks putih telur berkisar 0,1340,175 cm (SNI 01-3926-1995).
5.2.8 Daya emulsi
Berdasarkan data semua sampel, dapat diperoleh hasil bahwa, komponen
telur yang paling baik digunakan sebagai emulsifier adalh kuning telur. Hal
tersebut terbukti pada saat ditambahkannya kuning telur pada campuran air dan
minyak yang diaduk hingga homogen, minyak dan air dapat menyatu secara
homogen. Berbeda dengan yang menggunakan putih telur, minyak dan air tidak
bisa terdispersi secara merata/homogen. Ini sesuai denga literature yang
menyebutkan bahwa putih telur mempunyai daya emulsi yang sedang, sedangkan
kuning telur adalah emulsifier kuat. Komponen zat pengemulsi pada kuning telur
adalah posfolipid, lipoprotein dan protein. Bagian kuning telur yang menyebabkan
daya pengemulsinya kuat adalah lesitin (fosfolipid) yang berikatan dengan protein
kuning telur membentuk kompleks lesitoprotein. Sedangkan peranan lipoprotein
adalah sebagai penstabil emulsi karena mampu berinteraksi pada permukaan
globula lemak membentuk lapisan pelindung (Koswara, 2009).
5.2.9 Telur sebagai clarifying agent
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data, bahwa putih
telur memiliki kemampuan mengikat kotoran paling besar. Hal ini dikarenakan
telur memiliki daya koagulasi. Koagulasi merupakan penggumpalan yang terjadi
karena perubahan struktur protein telur yang menyebabkan peningkatan
kekentalan dan kehilangan kelarutan, atau dapat juga berarti perubahan bentuk
dari cairan (sol) menjadi bentuk padat atau semi padat (gel). Koagulasi protein
telur dapat terjadi karena panas, garam, asam, basa atau pereaksi lain (misalnya
urea). Karena gaya koagulasi itulah telur akan dapat mengikat kotoran (serbukserbuk teh) yang terdapat dalam media air teh. Sementara daya ikat yang paling
baik adalah putih telur, hal tersebut dikarenakan putih telur akan terkoagulasi pada
suhu 55C, sedangkan kuning telur akan terkoagulasi pada suhu 62C, sehingga
putih telur lebih cepat dalam mengikat kotoran (Koswara, 2009).
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut.
1. Susu dan produk olahan susu mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.
2. Nilai pH susu berkisar antara 6,66,7dan Phpaling asam terdapat pada
yoghurt.
3. Uji alkohol dapat digunakan untuk pengujian kualitas susu, karena alkohol
dapat memecah protein yang ada di dalam susu, maka dapat dikatakan
gumpalan menandakan bahwa susu tersebut masih bagus, karena masih
banyak mengadung protein.
4. Berat jenis susu segar adalah 1,028 apabila terlalu tinggi atau terlalu
rendah maka terdapatpenambahan pada susu tersebut.
5. Semakin tinggi konsentrasi enzim, maka semakin tinggi aktifitas enzim
dan semakin banyak pula protein yang digumpalkan enzim tersebut.
6. Setiap jenis telur memiliki kualitas internal dan eksternal yang berbeda,
hal ini disebabkan jenis atau spesies hewan petelur yang digunakan.
7. Telur memiliki beberapa sifat fungsional diantaranya, sebagai Emulsi dan
Clarifying Agent.
7.2 Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya yaitu praktikan harus lebih teliti dalam
melakukan suatu pengamatan, dan praktikan juga harus memahami petunjuk
sebelum melakukan praktikum agar tidak terjadi penyimpangan atau kesalahan
data
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standar Nasinal Indonesia No. 01-3141-2011. 2011. Susu Segar. Jakarta:
Departemen Kesehanan Republik Indonesia.
Badan Standar Nasinal Indonesia No. 013950 -1995. 1995. Susu UHT. Jakarta:
Departemen Kesehanan Republik Indonesia.
Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 01-3951-1995. Susu Pasteurisasi.
Jakarta: Departemen Kesehanan Republik Indonesia
Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01-2971-1998. Susu Kental Manis.
Jakarta: Departemen Kesehanan Republik Indonesia.
Benyamin, E.W., J.M. Gwin, F.C. Feber and W.D. Termohlen. 1960. Marketing
Poultry Product. 5 th Ed. John Willey and Sonds Inc. New York.
Buckle,K.A.,1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press.Jakarta.
Cemerlang Abadi. Kosikowski. (1977). Cheese and Ferment Milk
Products. Edisi Keempat. New
Chairunnisa, H. 1985. Hidrolisis Kasein oleh Enzim Bromelin Kasar dari Bonggol
Nanas. Tesis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Dewan Standarisasi Nasional 01-3926-2008 1995. Pusat Standarisasi LIPI. jakarta
H, Taufiq. 2009. Mengenal Pembuatan dan Manfaat Yogurt. Jakarta: CV Sinar
Hadiwiyoto, S. 1994. Studi pengolahan dendeng dengan oven pengering rumah
tangga. Buletin peternakan. 18:119-126.
Koswara, Sutrisno. 2009. TeknologiPengolahan Telur. eBookPangan.com.
Lund, W. 1994. The Pharamaceutical Codex Principles and Practice of
Pharameceutics. 12th ed. The Pharamaceutical Press. London.
Martin, Alfred. 1993. Farmasi Fisik. Jilid I Edisi III. UI-Press. Jakarta.