Anda di halaman 1dari 41

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Produk utama ternak (daging, susu dan telur) merupakan sumber bahan
pangan yang bergizi tinggi dan dikonsumsi anggota rumah tangga. Salah satu
hasil produksi ternak adalah susu dari sapi perah dan telur dari ayam. Susu dan
telur adalah

produk dari ternak yang merupakan penyuplai protein hewani

terbesar bagi masyarakat Indonesia. Susu dan telur merupakan sebagian produk
ternak yang dapat diolah menjadi berbagai produk sesuai dengan kebutuhan
protein hewani masyarakat.
Produk peternakan seperti susu dan telur yang dikomsumsi manusia
biasanya dikomsumsi begitu saja tanpa berbagai macam olahan. Selain itu,
komoditas hasil ternak seperti susu dan telur, umumnya memiliki masa simpan
yang singkat karena mudah rusak (perishable). Namun, dewasa ini, teknologi
pengolahan hasil ternak semakin maju dan modern. Produk produk peternakan
telur dan susu dapat dikomsumsi dengan berbagai macam olahan tanpa
mengurangi cita rasa (flavor) susu dan telur tersebut dengan metode pengawetan.
Produk olahan susu antara lain dangke, ice cream, yogurt, keju, susu skim
dan lain-lain.Untuk produk olahan telur antara lain telur asin, abon telur, telur
pindang, egg nog, tepung telur dan lain-lain.Namun perlu disadari bahwa untuk
mengolah susu dan telur menjadi produk olahan yang baik diperlukan mutu susu
dan telur yang baik pula. Untuk mengetahui karakteristik dan kualitas susu dan
telur, maka pada praktikum ini akan dilakukan beberapa pengujian yang meliputi:
uji warna, bau, rasa, kekentalan (viskositas), uji pH dan keasaman, uji berat jenis
serta uji alkohol untuk mengetahui apakah susu tersebut sudah rusak atau belum.
Selain itu akan dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh enzim terhadap
susu. Sedangkan Untuk mengetahui kualitas eksternal maupun internal telur, maka
akan dilakukan pengamatan karakteristik telur dari berbagai spesies ternak,
kualitas eksternal dan kualitas internal telur serta sifat fungsional telur.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikm yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Mengamati perbedaan berbagai karakteristik susu dan produk olahan susu.
2. Mengetahui nilai pH susu.
3. Untuk mengetahui apakah kondisi susu masih bagus atau sudah rusak.
4. Untuk mengetahui berat jenis berbagai sampel susu dengan menggunakan
alat laktometer.
5. Untuk mengetahui pengaruh penambahan enzim protease terhadap susu.
6. Mengamati kualitas eksternal dan internal telur.
7. Mengamati sifat fungsional telur sebagai emulsifier, clarifying agent,
pembentuk buih/busa.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik berbagai jenis susu


2.1.1 Susu Segar
Susu segar adalah cairan dari kelenjar susu (mammary gland) yang
diperoleh dengan cara pemerahan sapi selama masa laktasi tanpa adanya
penambahan atau pengurangan komponen apapun pada cairan tersebut. Secara
kimiawi susu tersusun atas dua komponen utama, yaitu air yang berjumlah sekitar
87% dan bahan padat yang berjumlah sekitar 13%. Didalam bahan padat susu
terdapat senyawa kimia baik yang termasuk golongan senyawa zat gizi makro
(makronutrient) seperti lemak, protein, dan karbohidrat; maupun senyawa zat gizi
mikro ( mikro nutrient) seperti vitamin dan mineral, serta beberapa senyawa
lainnya (Mohamad, A.L. 2002). Susu segar mempunyai sifat atmosfer yang
artinya dapat bersifat asam dan basa sekaligus dimanan pH nya terletak antara
6,45 sampai 6,80(Hadiwiyoto 1994).
2.1.2 Susu Bubuk
Susu bubuk adalah produk susu yang diperoleh dengan cara mengurangi
sebagian besar air melalui proses pengeringan susu segar atau penambahan susu
rekombinasi yang telah dipasteurisasi. Susu bubuk ini biasanya ditambah dengan
vitamin, mineral, dan bahan tambah pangan yang telah diizinkan. Susu bubuk
meliputi susu bubuk berlemak, rendah lemak, dan tanpa lemak. Susu bubuk ada
yang dibuat dari susu penuh atau susu skim. Banyak pula yang ditambahkan
beberapa zat gizi, seperti vitamin A, D, dan kalsium. Susu penuh berarti belum
dikurangi atau dihilangkan zat lemaknya (full cream milk). Susu yang
dihilangkan zat lemaknya terkenal dengan skim milk atau susu nonfat (Tarwotjo,
1998). Komposisi susu bubuk bervariasi tergantung bahan bakunya, karena
sebagian besar airnya dihilangkan maka bahan keringnya naik kira-kira dengan
proporsi yang sama. Komposisi susu bubuk dari bahan baku susu penuh (whole
milk), kadar air 3,5%, protein, 25,2%, lemak 26,2%, laktosa 38,1% dan mineral
sebesar 7% (Belitz dan Grosch, 1987).

2.1.3 Susu Kental Manis


Susu kental manis atau biasa disebut sweetened condensed milk adalah
susu segar atau susu evaporasi yang telah dipekatkan dengan menguapkan
sebagian airnya dan kemudian ditambahkan gula sebagai pengawet. Susu kental
manis dapat ditambah lemak nabati dan vitamin. Susu kental manis dapat juga
tidak dari susu segar atau susu evaporasi, yang disebut susu kental manis
rekonstitusi. Susu kental manis rekonstitusi terbuat dari bahan-bahan seperti susu
bubuk skim, air, gula, lemak, vitamin dan lain-lain, sehingga diperoleh susu
dengan kekentalan tertentu (Setya A.W. 2012). Susu kental bergula (condensed
milk) mengandungi 343 kalori dan 23,7 g air. Kandungan lemak dalam susu ini
ialah 7,9 g manakala kandungan kalsiumnya ialah 243 mg. Susu kental tak
bergula (evaporated milk) mengandungi 139 kalori dan 23,7 g air. Terdapat 7,9 g
lemak dan 9,9 g karbohidrat dalam susu ini. Kandungan kalsium dalam susu ini
ialah 243 mg (Hutagalung, Damanik, Manik, Karim, Ganie, 2007).
2.1.4 Susu Pasteurisasi
Susu pasteurisasi adalah susu segar yang telah mengalami proses
pemanasan pada temperature 63oC- 66oC selama minimum 30 menit atau pada
pemanasan 72oC selama minimum 15 detik, kemudian didinginkan sampai 10oC,
selanjutnya diperlakukan secara aseptis dan disimpan pada suhu maksimum 4,4 oC
(BSN.1995). Syarat mutu susu pasteurisasi: (SNI 01-3951-1995)
Karakteristik

Syarat

Cara pengujian

Bau

A
Khas

B
Khas

Organoleptik

Rasa

Khas

Khas

Organoleptik

Warna
Kadar lemak %

Khas

Khas

Organoleptik

(bobot/bobot) min.
Kadar padatan tanpa
lemak, % (bobot/bobot)

2,8

1,5 SP-SMP-248- 1980

7,7

7,5 SP-SMP-248- 1980

min.
Catatan: A = Susu Pasteurisasi tanpa penyedap cita rasa

B = Susu Pasteurisasi diberi penyedap cita rasa


2.1.5 Susu Sterilisasi (UHT)
Susu UHT adalah produk susu yang diperoleh dengan cara mensterilkan
susu minimal pada suhu 135oC selama 2 detik. Susu UHT ini dapat ditambahkan
bahan makanan dan bahan tambahan makanan yang diijinkan. Susu UHT ini
dikemas dalam wadah dengan kondisi yang aseptik (BSN.1998). Susu UHT ini
memiliki kandungan laktosa yang tinggi dibandingkan dengan susu olahan
lainnya seperti susu bubuk ( Zakaria, Y. 2009). Persyaratan Mutu Susu UHT
(Standar Nasional Indonesia SNI 01-3950-1998)
No.
1.
1.1

1.2

1.3

Jenis Uji

Satuan

Persyaratan
Jenis A *)
Jenis B*)

Keadaan
Warna

Bau

Rasa

Khas, normal
sesuai label
Khas, normal
sesuai label
Khas, normal
sesuai label

Khas,
normal
sesuai label
Khas,
normal
sesuai label
Khas,
normal
sesuai label

2.1.6 Yoghurt
Yoghurt adalah produk pangan yang berasal dari susu yang difermentasi
menggunakan bakteri tertentu. Biasanya digunakan bakteri Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Kedua bakteri inilah yang akan
memfermentasi laktosa (gula susu) menjadi asam laktat, sehingga dihasilkan
flavor yoghurt yang khas, cita rasanya asam dan teksturnya mengental karen
koagulasi protein susu oleh asam (Taufiq H, 2009). Dalam proses pembuatan
yoghurt ini akan dihasilkan asam asetan, asetaldehid, dan bahan lainnya yang
mudah menguap (Susilorini dkk. 2006).
Standar Nasionala Indonesia Untuk Yoghurt (Wahyudi, 2006)

Kriteria Uji
Keadaan
Penampakan
Bau
Rasa
Konsistensi
Lemak (% b/b)

Persyaratan
Cairan kental
Semipadat
Normal / khas
Khas /asam
Homogen
Maksimum 3,8

2.3 Pengaruh Alkohol + Ekstrak Nanas pada Susu


Susu mengandung protein berupa kasein yang dapat mengalami
penggumpalan. Penggumpalan susu dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara
lain dengan asam atau enzim proteolitik, dan dipercepat dengan pemanasan. Salah
sati bahan penggumpal adalah whey ataupun asam cuka. Selain itu terdapat
penggumpal alami untuk susu yaitu yang berasal dari ekstrak buah nanas
(Sutrisno, 2003). Menurut Hani Purnamasari W. dkk (2013) dalam penelitiannya
tentang tahu susu pembuatan tahu susu menggunakan ekstrak nanas masak
menghasilkan tahu susu dengan kadar air protein tinggi dan menghasilkan tahu
susu dengan rasa sama enaknya.
Menurut Yuniwati dkk. (2008) menyatakan semakin besar level bahan
penggumpal alami dari ekstrak buah nanas semakin besar kadar protein yang
dihasilkan karena tingkatan reaksi sebuah enzim berbanding lurus dengan
konsentrasi enzim. Semakin tinggi konsentrasi enzim, maka semakin tinggi
aktifitas enzim dan semakin banyak pula protein yang digumpalkan enzim
tersebut.
2.3

Mekanisme Terjadinya Emulsi


Emulsi merupakan suatu dispersi partikel minyak atau lemak dalam air,

atau air dalam minyak. Kuning telur adalah suatu contoh emulsi minyak/lemak
dalam air. Emulsi dibentuk oleh tiga komponen utama yaitu zat terdispersi, zat
pendispersi dan zat pengemulsi. Pembentukan emulsi dimulai dengan adanya
pengocokan yang memisahkan butir-butir zat terdispersi yang segera diselubungi
oleh selaput tipis zat pengemulsi. Bagian non polar dari zat pengemulsi
(emulsifier) menghadap minyak/lemak, sedangkan bagian polarnya menghadap

air. Putih telur mempunyai daya emulsi yang sedang, sedangkan kuning telur
adalah emulsifier kuat. Komponen zat pengemulsi pada kuning telur adalah
posfolipid, lipoprotein dan protein. Bagian kuning telur yang menyebabkan daya
pengemulsinya kuat adalah lesitin (fosfolipid) yang berikatan dengan protein
kuning telur membentuk kompleks lesitoprotein. Sedangkan peranan lipoprotein
adalah sebagai penstabil emulsi karena mampu berinteraksi pada permukaan
globula lemak membentuk lapisan pelindung. Dalam pengolahan pangan, sifat
pengemulsi diperlukan pada pembuatan sosis, bologna, soup dan cake (Koswara,
2009).
Putih telur mempunyai daya emulsi yang sedang, sedangkan kuning telur
adalah emulsifier kuat. Komponen zat pengemulsi pada kuning telur adalah
posfolipid, lipoprotein dan protein. Bagian kuning telur yang menyebabkan daya
pengemulsinya kuat adalah lesitin (fosfolipid) yang berikatan dengan protein
kuning telur membentuk kompleks lesitoprotein. Sedangkan peranan lipoprotein
adalah sebagai penstabil emulsi karena mampu berinteraksi pada permukaan
globula lemak membentuk lapisan pelindung. Dalam pengolahan pangan, sifat
pengemulsi diperlukan pada pembuatan sosis, bologna, soup dan cake (Koswara,
2009).
Bila dua buah cairan saling tidak bercampur dimasukkan dalam suatu
wadah, maka akan terbentuk dua lapisan yang terpisah. Hal ini disebabkan karena
gaya kohesi antara molekul-molekul dari tiap cairan yang memisah lebih besar
dari pada gaya adhesi antara kedua cairan (Martin, 1993). Proses pengadukan
akan menyebabkan suatu fase terdispersi dalam fase yang lain dan akan
memperluas permukaan globul sehingga energi bebasnya semakin besar.
Fenomena inilah yang menyebabkan system ini tidak stabil secara termodinamika.
Stabilitas system emulsi dapat dicapai dengan suatu zat pengemulsi (emulsifying
egent). Fase mana yang akan menjadi fase terdispersi dan fase pendispersi yang
akan terbentuk tergantung dari komposisinya dalam system. Fase yang memiliki
komposisi lebih banyak dari pada yang lainnya akan menjadi fase pendispersi
(Lund, 1994).

Usaha stabilisasi gloul-globul kecil fase terdispersi dalam emulsi dapat


dilakukan dengan cara mencegah kontak antara sesama globul dengan
menggunakan zat pengemulsi/emulgator. Ada beberapa mekanisme kerja zat
pengemulsi dalam pembentukan emulsi, yaitu menurunkan tegangan antar muka
air dan minyak, pembentukan film antar muka yang menjadi halangan mekanik
untuk mencegah kaolesensi, pembentukan lapisan rangkap elektrik yang menjadi
halangan elektrik pada waktu partikel berdekatan sehingga tidak akan bergabung,
dan melapisi minyak dengan partikel mineral. Zat pengemulsi yang lazim
digubakan untuk pembentukan emulsi dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu
elektrolit, surfaktan, koloid hidrofil, dan partikel padat halus (Agoes, 1990).
2.4

Sifat Fungsional Telur


Menurut Koswara (2009), telur memiliki sifat-sifat fungsional yang sangat

berguna dalam pengolahan pangan. Sifat-sifat tersebut meliputi daya busa, emulsi,
koagulasi dan warna.
1. Daya busa
Busa merupakan dispersi koloid dari fase gas dalam fase cair, yang dapat
terbentuk pada saat telur dikocok. Mekanisme terbentuknya busa telur adalah
terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga rantai protein menjadi
lebih panjang. Kemudian udara masuk diantara molekul-molekul yang terbuka
rantainya dan tertahan sehingga terjadi pengembangan volume.
Busa dibentuk oleh beberapa protein dalam putih telur yang mempunyai
kemampuan dan fungsi yang berbeda-beda. Ovomucin mampu membentuk
lapisan atau film yang tidak larut dalam air dan dapat menstabilkan busa yang
trenbentuk. Glubulin mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kekentalan
dan menurunkan kecenderungan pemisahan cairan dari gelembung udara.
Disamping itu, globulin juga dapat menurunkan tegangan permukaan, sehingga
membantu tahapan pembentukan busa. Untuk membentuk gelembung udara yang
kecil, banyak dan lembut diperlukan tegangan permukaan yang rendah.
Ovalbumin adalah protein yang dapat membantu membentuk busa yang kuat.

Volume dan kestabilan busa dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti


umur, suhu, kualitas telur, pH, lama pengocokan dan ada tidaknya bahan lain yang
ditambahkan. Pengocokan yang dilakukan lebih dari 6 menit tidak akan
menambahn volume busa, melainkan akan memperkecil ukuran gelembung udara.
Ovalbumin dapat membentuk udara paling baik pada pH 3,7 sampai 4,0,
sedangkan protein yang lain dapat membentuk busa paling baik pada pH 6,5 - 9,5.
Pengocokan putih telur pada suhu 10C sampai 25C tidak mempengaruhi
pembentukan busa. Tetapi pada suhu yang lebih tinggi lagi (lebih dari 25C)
peningkatan suhu mengakibatkan penurunan tegangan permukaan, yang akan
mempermudah pembentukan busa. Pengocokan telur pada suhu ruang (28 - 30C)
lebih mudah menghasilkan busa daripada yang dilakukan pada suhu rendah.
Menurut hasil penelitian Kochevar (1975), volume dan kestabilan busa yang
terbaik dihasilkan dari pengocokan pada suhu 46,11C.
Dalam proses pengolahan pangan kemampuan membentuk busa (daya
busa atau daya biuh) sangat penting dalam pembuatan film yang stabil untuk
mengikat gas, misalnya dalam pengolahan whipped topping dan angel cake.
2. Daya emulsi
Emulsi merupakan suatu dispersi partikel minyak atau lemak dalam air,
atau air dalam minyak. Kuning telur adalah suatu contoh emulsi minyak/lemak
dalam air. Emulsi dibentuk oleh tiga komponen utama yaitu zat terdispersi, zat
pendispersi dan zat pengemulsi. Pembentukan emulsi dimulai dengan adanya
pengocokan yang memisahkan butir-butir zat terdispersi yang segera diselubungi
oleh selaput tipis zat pengemulsi. Bagian non polar dari zat pengemulsi
(emulsifier) menghadap minyak/lemak, sedangkan bagian polarnya menghadap
air.
Putih telur mempunyai daya emulsi yang sedang, sedangkan kuning telur
adalah emulsifier kuat. Komponen zat pengemulsi pada kuning telur adalah
posfolipid, lipoprotein dan protein. Bagian kuning telur yang menyebabkan daya
pengemulsinya kuat adalah lesitin (fosfolipid) yang berikatan dengan protein
kuning telur membentuk kompleks lesitoprotein. Sedangkan peranan lipoprotein
adalah sebagai penstabil emulsi karena mampu berinteraksi pada permukaan

globula lemak membentuk lapisan pelindung. Dalam pengolahan pangan, sifat


pengemulsi diperlukan pada pembuatan sosis, bologna, soup dan cake.
3. Daya koagulasi
Koagulasi atau penggumpalan adalah perubahan struktur protein telur
yang mengakibatkan peningkatan kekentalan dan hilangnya kelarutan, atau dapat
juga berarti perubahan bentuk dari cairan (sol) menjadi bentuk padat atau semi
padat (gel). Koagulasi protein telur dapat terjadi karena panas, garam, asam, basa
atau pereaksi lain (misalnya urea). Koagulasi disebabkan karena molekul-molekul
protein mengalami agregasi dan terbentuknya ikatan-ikatan antar molekul yaitu
ikatan hidrofobik, ikatan hidrogen dan ikatan disulfida. Adanya ikatan-ikatan
tersebut menyebabkan protein yang terkoagulasi bersifat tidak larut.
Koagulasi oleh panas terjadi akibat reaksi antara protein dan air yang
diikuti dengan penggumpalan protein (karena ikatan-ikatan antar molekul). Putih
telur ayam akan terkoagulasi pada suhu 62C, sedangkan kuning telurnya
terkoagulasi pada 65C. Putih telur bebek terkoagulasi pada suhu yang lebih
rendah, yaitu 55C setelah 10 menit pemanasan.
Jenis garam yang dapat mengkoagulasi protein adalah garam-garam laktat,
khlorida, sulfat, posfat dan kombinasi MgCl2 dan NaSCN serta NaCl, Na2SO4
dan CaCl2. Penambahan garam-garam tersebut pada konsentrasi tinggi
menyebabkan protein berubah menjadi "curd" (semacam gumpalan tahu).
Koagulasi oleh asam dan basa berhubungan dengan proses penetralan molekul
protein sehingga daya tarik anatar molekul protein meningkat dan kelarutannya
menurun. pH dimana terjadi pengendapan protein disebut titik isoelektrik.
Koagulasi oleh asam dan basa dapat juga terjadi karena denaturasi protein akibat
penurunan pH.
4. Pemberi warna
Kuning telur mengandung zat warna (pigmen) yang umumnya termasuk
dalam golongan karotenoid yaitu santrofil, lutein dan zeasantin serta sedikit
betakaroten dan kriptosantin. Warna atau pigmen yang terdapat dalam kuning
telur sangat dipengaruhi oleh jenis pigmen yang terdapat dalam ransum yang
dikonsumsi. Perubahan warna yang terjadi pada hasi olahan telur antara lain :

hitam kehijauan, coklat atau merah. Warna hitam kehijauan disebabkan oleh
pemanasan yang terlalu lama sehingga terbentuk ikatan Fe dengan S. Warna
coklat disebabkan terjadinya reaksi pencoklatan (browning) sehingga terbentuk
karbonilamin, sedangkan warna merah disebabkan terbentuknya ikatan kompleks
antara conalbumin dengan ion besi.
5. Kontrol kristalisasi
Penambahan albumen atau putih telur kedalam larutan gula (sirop) dapat
mencegah terbentuknya kristal gula. Hal ini karena albumen bersifat mencegah
penguapan sehingga mencegah terjadinya inverse sukrosa yang berlebihan. Sifat
telur ini dimanfaatkan dalam pembuatanpermen (candy). Penambahan telur dalam
pembuatan gula gula memberikan rasa di mulut manis, halus, serta selalu basah
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

BAB 3. METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat
1. pH universal
2. pH meter
3. Tabung reaksi
4. Gelas ukur
5. Laktometer
6. Jangka sorong
7. Speretometer/penggaris
3.1.2 Bahan
1. Susu
2. Alkohol 70%
3. Ekstrak nanas
4. Telur

3.2 Skema Kerja


3.2.1 Pengamatan Karakteristik Berbagai Jenis Susu

Sampel

Pengamatan

Pembandingan warna, kekentalan, aroma, dan citarasa.


Gambar 3.2.1 Diagram Alir Pengamatan Karakteristik Berbagai Jenis Susu.

3.2.2 Pengamatan pH
5 ml sampel

Pengukuran nilai pH
Gambar 3.2.2 Diagram Alir Pengamatan pH.

3.2.3 Pengamatan Uji Alkohol


5 ml susu

Pemasukan dalam tabung reaksi


+ 5 ml alkohol
70%
Pencampuran
Pengamatan

Gambar 3.2.3 Diagram Alir Pengamatan Uji Alkohol.

3.2.4 Pengamatan Berat Jenis Susu


250 ml susu

Pemasukan ke dalam gelas ukur

Penghitungan massa jenis susu

Pencatatan
Gambar 3.2.4 Diagram Alir Pengamatan Berat Jenis Susu.

3.2.5 Pengamatan pengaruh enzim terhadap susu


5 ml susu

5 ml susu

+ 10 ml
ekstrak nanas,
sudah
dipanaskan

Homogenkan
Pengamatan
Diamkan 5

+ 10 ml
ekstrak nanas,
tanpa
pemanasan

Gambar 3.2.5 Diagram Alir Pengamatan Pengaruh Enzim Terhadap Susu.

3.2.6 Pengamatan Karakteristik Telur Beberapa Spesies Ternak


Sampel

Pengamatan
Pembandingan
Pembandingankualitas
kualitaseksternal
internal

Gambar 3.2.6 Diagram Alir Pengamatan Karakteristik Telur Berbagai Jenis


Ternak.

a. Pengujian kualitas eksternal


1. Pengukuran diameter dan tinggi putih telur dan kuning telur

Telur

Pemecahan
Pengukuran
Pengukuran
Pemisahan
diameter
diameter
Peletakan
putih
kuning
putih
pada
telur
telur
bidang
dandan
kuning
datar
tinggi
telur
kuning
putih telur
telur

Gambar 3.2.6-a.1 Diagram Alir Pengukuran Diameter dan Tinggi Putih Telur dan
Kuning Telur.

2. Indeks putih telur dan kuning telur


Penghitungan indeks putih telur

Penghitungan indeks kuning telur


Gambar 3.2.6-a.2 Diagram Alir Pengukuran Indeks Putih Telur dan Kuning Telur.
3.2.7 Pengamatan Sifat Fungsional Telur
1) Telur sebagai emulsifier

Tabung I

Tabung II

Tabung II

+ 5 ml air

+ 5 ml air

+ 5 ml air

+ 1 ml
minyak
goreng

+ 1 ml
minyak
goreng

+ 1 ml
minyak
goreng

Pengocokan

Pengamatan

+ 1 ml
kuning telur

+ 1 ml putih
telur

(tabung I)

(tabung II)

+ 1 ml
campuran putih
telur dan kuning
telur
(tabung III)

Pengamatan
Gambar 3.2.7-1 Diagram Alir Telur Sebagai Emulsifier.
2) Telur sebagai clarifying agent
100 ml air + teh
(3 pengamatan)

Pendidihan

+ 5 ml
putih telur

+ 5 ml
kuning
Pengamatan
telur

+ 5 ml
campuran
kuning telur
dan putih telur

Gambar 3.2.7-2 Diagram Alir Telur Sebagai Clarifying Agent.

3) Pengamatan telur sebagai pembentuk busa


2 butir
telur

Pemisahan bagian putih telur dan


kuning telur

Pemecahan

Pengambilan bagian
putihPengocokan
Pengukuran
telur
selama
volume
Penempatan
5
dalam wadah
Penghitungan
kemampuan
pembentukan
busa

Gambar 3.2.7-3 Diagram Alir Pengamatan Telur Sebagai Pembentuk Busa.

3.2.8 Pengawetan Telur


a) Pengawetan telur dengan pelepasan minyak
4 butir
telur

1 butir telur
(kontrol)

3 butir
telur

Pengujian kualitas internal dan


eksternal

Pembersihan

Pengujian kualitas
eksternal

Pemanasan minyak
goreng

Pendinginan

Penyaringan

Pengujian kualitas
internal telur

Pencelupan telur

Penyimpanan suhu ruang


5,10,15 hari

Pengangkatan dan
pengeringan

Gambar 3.2.8-a Diagram Alir Pengawetan Telur dengan Pelapisan Minyak.


b). Pengawetan telur dengan penyimpanan refrigerator
4 butir
telur

1 butir telur
(kontrol)
Pengujian kualitas internal dan
eksternal

3 butir
telur
Penyimpanan
Pengujian kualitas
dalam
refrigerator
eksternal
5,10,15 hari
Pembersihan

Pengujian kualitas
internal telur
Gambar 3.2.8-b Diagram Alir Pengawetan Telur dengan Penyimpanan
Refrigerator.

BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN


4.1

Hasil Pengamatan

4.1.1 Pengamatan Perbedaan Karakteristik Susu Segar dan Susu Olahan


Jenis susu
s. segar
s. sterilisasi

Warna
(4)
(5)

Aroma
Kekentalan
Kurang menyengat 1,5
Paling menyengat 1,5

Citarasa
Amis, hambar

(UHT)
s. pasteurisasi

(2)

Menyengat

1,5

s. kental manis

(6)

1,5

s. bubuk full
cream
s. bubuk skrim
yogurt

(3)

Amis bercampur
arom gula
Amis

Gurih, agak
manis
Manis

1,5

Gurih

Aroma khas coklat


Agak asam

1,5
1,5

Rasa coklat
Asam, rasa s

Agak menyengat

1,5

Sedikit manis,
amis

Coklat
Merah
muda
0
s. rebus (100 C, Paling
mendidih)
putih (1)

4.1.2 Pengamatan Berat Jenis Susu


Sampel
Susu segar
Susu sterilisasi
Susu pasteurisasi
Susu kental manis
Susu full cream
Susu bubuk skim
Yoghurt
Susu rebus (1000C)

Skala pada Laktometer


1,027
1,028
1,028
1,055
1,01
1,026
1,050
2,030

4.1.3 Pengamatan pH Susu


Sampel
Susu segar
Susu sterilisasi
Susu pasteurisasi
Susu kental manis
Susu full cream
Susu bubuk skim
Yoghurt
Susu rebus (1000C)

Nilai pH
6,75
6,53
6,66
6,53
6,56
6,85
5
6,64

4.1.4 Pengamatan Uji Alkohol Terhadap Susu

Sampel
Susu segar
Susu sterilisasi
Susu pasteurisasi
Susu kental manis
Susu full cream
Susu bubuk skim
Yoghurt
Susu rebus (1000C)
Keterangan:

Hasil Pengamatan
-

(-) : tidak terjadi penggumpalam


(+) : terjadi penggumpalan

4.1.5 Pengamatan Pengaruh Enzim Terhadap Susu


Sampel

Hasil Pengamatan
Ekstrak nanas tanpa
Ekstrak nanas dipanaskan

Susu segar
Susu sterilisasi
Susu pasteurisasi
Susu kental manis
Susu full cream
Susu bubuk skim
Yoghurt
Susu rebus
Keterangan:

pemanasan
+
+
+

(-) : tidak terjadi penggumpalam


(+) : terjadi penggumpalan
4.1.6

Pengamatan karakteristik telur beberapa spesies ternak

1. Kualitas eksternal

Sampel

Berat
(gram)

Warna

Ayam
ras

55,25

Coklat

Ayam
kampung

53,12

putih

Itik

73,31

Hijau
telur

9,70

Putih
kecoklata
n dengan
bercak
hitam

Puyuh
4.1.2

Kebersiha
n

Masih
terdapat
kotoran
ayam pada
cangkang
sangat
kurang
utuh
bersih
Ada bercak
Baik keras
noda
Sangat
utuh dan
bebentuk
oval

Utuh baik
dan keras

Baik tidak
ada noda

Ketebala
n
cangkang
(mm)

Ukuran
rongga
udara
(mm)

0,505

0,7

0.08

0.5

0,5

0,05

0,2

Kualitas Internal

Sampel
Ayam
ras
Ayam
kampung
Itik
Puyuh
4.1.3

Keutuha
n

Diameter Tinggi Diameter Tinggi


kuning kuning
putih
putih
telur
telur
telur
telur
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
4,2

1,8

8,75

1,5

Kuning orange cerah

16,5

1,98

Kuning cerah

4,9
2,5

2,35
1,5

9,25
2,8

1,2
1,5

Kuning cerah
Kuningteluragakpucat

Pengamatan sifat fungsional telur

1. Telur sebagai emulsifier


Kelomp
ok
1 dan 5

Warna kuning telur

Jenis
telur
Ayam ras

Sampel
Tabung 1

Tabung 2
Tabung 3

Keterangan
Antara minyak
dengan air masih
belum menyatu
Antara minyak
dengan air
menyatu dengan
rata
Antara minyak
dengan air cukup
menyatu namun

Tabung 1
2 dan 6

Ayam
kampung

Tabung 2
Tabung 3

3 dan 7
4 dan 8

Itik

Puyuh

Tabung 1
Tabung 2
Tabung 3
Tabung 1
Tabung 2
Tabung 3

masih terdapat
minyak yang
belum menyatu
Lapisan minyak
terlihat
Lapisan minyak
tidak terlihat
Lapisan minyak
agak terlihat
kurang
baik
Paling baik
Baik
Kurang Baik
Cukup Baik

2. Telur sebagai clarifiying agent


Kelom
pok

1 dan 5

2 dan 6

3 dan 7

4 dan 8

Jenis
telur

Ayam
ras

Ayam
kampun
g

Itik

Puyuh

Sampel
Tabung 1
(putih telur)
Tabung 2
(kuning telur)
Tabung 3
(putih+kuning
telur)
Tabung 1
(putih telur)
Tabung 2
(kuning telur)
Tabung 3
(putih+kuning
telur)
Tabung 1
(putih telur)
Tabung 2
(kuning telur)
Tabung 3
(putih+kuning
telur)
Tabung 1
(putih telur)
Tabung 2
(kuning telur)

Keterangan
Sangat baik
Tidak baik
Agak baik
Daun the
mengumpul
Daun the tidak
mengumpul
Daun the agak
mengumpul
Paling bagus dalam
mengikat kotoran
Kurang baik dalam
mengikat kotoran
Baik dalam mengikat
kotoran
Busa banyak
Busa kurang banyak

Tabung 3
(putih+kuning
telur)

4.2

Busa cukup banyak

Hasil Perhitungan

1. Kualitas Internal

Sampe
l
Ayam
ras
Ayam
kampu
ng
Itik
Puyuh

Diamet
er
kuning
telur
(cm)

Ting
gi
kuni
ng
telur
(cm)

Diamet
er
putih
telur
(cm)

Ting
gi
puti
h
telur
(cm)

Inde
ks
kuni
ng
telur
(cm)

Inde
ks
putih
telur
(cm)

4,2

1,8

8,75

1,5

Kuning orange
cerah

0,42

0,17

16,5

1,98

Kuning cerah

0,4

0,12

4,9

2,35

9,25

1,2

0,47

0,12

2,8

1,5

Kuning cerah
Kuningteluragakp
ucat

2,5

1,5

0,6

0,1

Warna kuning
telur

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan


5.1.1. Pengamatan Karakteristik Susu Segar dan Olahan Susu
Pada pengamatan karakteristik susu segar dan berbagai olahan susu ini,
kegiatan pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan beaker glass ukuran 250 ml
dan siapkan susu sapi segar. Setelah disiapkan kemudian tuang susu sapi segar
sebanyak 250 ml ke dalam beaker glass, hal ini dilakukan untuk mempermudah
proses pengamatan pada susu sapi segar. Selanjutnya, amati sampel susu sapi
segar dalam hal warna, kekentalan, aroma, dan cita rasa dari susu sapi segar
tersebut, kemudian catat pengamatan yang diperoleh. Selanjutnya bandingkan
susu sapi segar dengan berbagai olahan susu dalam hal warna, kekentalan, aroma,
dan cita rasanya, kemudian catat hasil pengamatannya.
5.1.2. Pengamatan pH
Pada pengamatan pH susu sapi segar ini, kegiatan pertama yaitu susu yang telah
dituang ke dalam beaker glass (acara 5.1.1), kemudian ukur pH susu sapi segar
menggunakan pH meter yang telah dicelupkan ke dalam larutan buffer untuk
mengkalibrasi pH meter sehingga diperoleh data yang akurat. Kemudian catat
angka hasil pengukuran di skala pH meter.

5.1.3. Pengamatan Uji Alkohol


Pada pengamatan uji alkohol ini, langkah pertama yang dilakukan yaitu
siapkan tabung reaksi, kemudian isi dengan susu sapi segar sebanyak 5 ml
menggunakan gelas ukur agar volume susu yang dituangkan ke dalam tabung
reaksi bisa akurat. Kemudian tambahkan alkohol 70% ke dalam tabung reaksi
yang telah berisi susu sapi segar menggunakan pi pump sebanyak 5 ml, hal ini di
lakukan agar jumlah alkohol yang ditambahkan bisa sesuai 5 ml. Penambahan
alkohol 70% ini bertujuan untuk mengetahui apakah kondisi susu masih bagus
atau sudah rusak. Kemudian goyang-goyangkan atau kocok tabung reaksi
sehingga terjadi pencampuran yang merata antara susu dan alkohol, kemudian
amati perubahan yang terjadi, apakah terjadi pengendapan atau tidak. Selanjutnya
catat hasil pengamatannya.
5.1.4. Pengamatan Berat Jenis Susu
Pada pengamatan berat jenis susu ini, langkah pertama yang harus dilakukan yaitu
menyiapkan gelas ukur 500 ml, susu sapi segar, dan laktometer yaitu alat untuk
mengukur berat jenis susu. Tuangkan susu sapi segar kedalam gelas ukur, susu
sapi segar dituang ke dalam gelas ukur agar pada saat laktometer di masukkan,
susu sapi segar tidak tumpah. Kemudian masukkan alat laktometer ke dalam gelas
ukur yang telah berisi susu sapi segar, sampai laktometer menyentuh dasar gelas
ukur, namun jangan menekan gelas ukur, agar bisa mengukur berat jenis dari susu
tersebut dengan akurat. Kemudian lihat dan catat hasil pengukuran berat jenis
susu pada angka di area hitam pada alat laktometer tepat pada bagian permukaan
susu.
5.1.5. Pengamatan Pengaruh Enzim Terhadap Susu
Pada pengamatan pengaruh enzim terhadap susu ini, langkah pertama yang harus
dilakukan yaitu menyiapkan 2 tabung reaksi. Kemudian isi kedua tabung reaksi
tersebut dengan susu sapi segar masing-masing tabung reaksi diisi 10 ml susu
menggunakan pi pump, agar volume susu yang dituang bisa sesuai 10 ml.

Kemudian beri label dan tambahkan masing-masing tabung reaksi 2 ml ekstrak


nanas, untuk tabung A ditambahkan ekstrak nanas yang telah dipanaskan
sebelumnya dan tabung B ditambahkan ekstrak nanas yang tidak dipanaskan.
Tujuan dari penambahan ekstrak nanas ini, yaitu untuk mengetahui pengaruh
penambahan enzim dari nanas terhadap susu. Kemudian kocok atau goyanggoyangkan kedua tabung reaksi yang telah berisi susu dan enzim nanas, agar susu
dan enzim menjadi homogen. Kemudian diamkan selama 5 menit, selanjutnya
amati perubahan yang terjadi pada susu, dan catat hasil pengamatannya.

5.1.6

Pengamatan karakteristik telur beberapa spesies ternak


Pada praktikum ini, telur yang digunakan terdiri dari 4 jenis, yaitu telur

ayam ras, telur ayam kampung, telur itik dan telur puyuh. Keempat telur tersebut
kemudian dilakukan pengamatan berat, warna cangkang , ketebalan dan ukuran
ronngga udara untuk mengetahui kualitas eksternal telur.
5.1.7

Pengujian kualitas internal telur

a. Pengukuran diameter dan tinggi putih telur dan kuning telur.


Telur dilakukan pemecahan dan diletakkan pada keramik (bidang datar)
untuk memudahkan pengamatan. Selanjutnya dilakukan pengukuran diameter dan
tinggi

putih telur menggunakan penggaris dengan bantuan plastic yang di

tenpelkan pada permukaan telur. Kemudian dilakukan pemisahan antara putih dan
kuning telur untuk memudahkan pada saat proses pengukuran tinggi dan diameter
kuning telur. Proses yang terakhir adalah pengukuran diameter dan tinggi kuning
telur dengan cara yang sama seperti pengukuran pada putih telur.
b. Indeks putih telur dan kuning telur
Pada tahap pengukuran indeks putih dan kuning telur, sebelumnya harus
sudah mengetahui tinggi maupun diameter putih dan kuning telur. Selanjutnya
pengukuran dilakukan menggunakan rumus yang telah ditentukan.

5.1.8

Pengamatan sifat fungsional telur

a. Pengamatan telur sebagai emulsifier


Tahap awal dalam acara ini adalah menyiapkan 3 buah tabung reaksi
masing-masing 10 ml. Setelah itu, ke 3 tabung reaksi tersebut diisi air masingmasing 5 ml. Selanjutnya ditambahkan minyak goreng 1 ml. Kemudian dilakukan
pengocokan untuk mencampur air dan minyak dan diamati perubahan yang
terjadi. Proses selanjutnya yaitu dilakukan penambahan 1 ml kuning telur pada
tabung 1, penambahan 1 ml putih telur pada tabung 2, dan 1 ml campuran putih
dan kuning telur kedalam tabung 3. Terakhir, dilakukan pengamatan dari ketiga
tabung, emulsi manakah yang paling baik.
b. Pengamatan telur sebagai clarifying agent.
Proses pertama adalah mendidihkan air yang diberi teh kering untuk
membuat air teh. Kemudian dimasukkan kedalam 3 buah beaker glass masingmasing 100 ml. tahap selanjutnya adalah penambahan 5 ml kuning telur, putih
telur, dan campuran putih dan kuning telur kedalam masing-masing beaker glass
diatas hot plate disertai pengadukan sampai air the mendidih. Tujuannya adalah
agar kuning telur, putih telur, maupun campuran keduannya dapat mengikat
kotoran (serbuk-serbuk teh). Tahap yang terakhir adalah pengamatan ketiga
beaker glass, untuk mengetahui bagian telur manakah yang paling baik dalam
mengikat kotoran (serbuk-serbuk teh).
5.2 Analisa Data
5.2.1 Karakteristik Fisik Susu
Karakteristik susu segar dengan susu yang sudah diolah memiliki ciri
tersendiri, susu segar dapat diolah dan diubah menjadi beberapa produk yang
tahan lama. Beberapa jenis produk olahan susu yang sering dipasarkan yaitu susu
bubuk full cream, susu kental manis, susu bubuk skim, yoghurt, susu UHT dan
susu rebus.setelah dilakukan praktikum, dapat diketahui jenis susu olahan yang
telah disebutkan diatas, mempunyai karakteristik

yang berbeda dari masing-

masing produk. Berdasarkan data hasil pengamatan dari parameter fisik yang

pertama yaitu warna, diantara kedelapan jenis sampel susu yaitu susu segar, susu
UHT, susu sterilisasi, susu pasteurisasi, susu kental manis, susu bubuk full cream,
susu bubuk skim, yoghurt, dan susu rebus, warna susu yang paling putih terdapat
pada susu yang direbus sampai suhu 100 0C (mendidih), kemudian diikuti susu
pasteurisasi, susu bubuk full cream, susu segar, susu UHT dan susu kental manis.
Sedangkan susu bubuk skim berwarna coklat karena di beri perisa cokelat dan
susu fermentasi yaitu yoghurt berwarna merah muda. Perbedaan tingkat warna
putihnya susu disebabkan karena jenis sapi dan jenis makanan yang dapat
menghasilkan warna susu yang berbeda (Buckle, 1988). Selain itu, adanya
pemanasan dan waktu pemanasan yang digunakan juga dapat mempengaruhi
warna pada susu, karena pemanasan atau penggunaan suhu tinggi dapat memecah
butiran-butiran koloid lemak, kalsium kaseinat dan kalsium fosfat serta
kandungan lain yang dapat mempengaruhi warna susu. Data yang telah
didapatkan menunjukkan warna susu rebus paling putih diantara susu yang lain.
Hal ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan jumlah globula lemak serta
partikel-partikel koloid senyawa kasein dan kalsium fosfat serta jumlah karoten
yang terlarut di dalam lemak susu.
Parameter fisik kedua yang mempengaruhi perbedaan karakteristik antara
susu segar dan susu olahan adalah aroma. Dari data hasil pengamatan, terdapat
berbagai macam aroma yang dihasilkan dari berbegai jenis susu. Seperti aroma
yang dihasilkan susu fermentasi yaitu yoghurt memiliki aroma agak asam yang
disebabkan

adanya

penambahan

bakteri

Lactobacillus

bulgaricus

dan

Streptococcus thermophilus yang dapat menghasilkan zat asam yaitu asam asetat
dan asetaldehid (Susilorini dkk, 2006) yang dapat menyebabkan aroma agak asam
pada yoghurt. Sedangkan pada susu segar, susu sterilisasi, susu pasteurisasi dan
susu rebus memiliki aroma mulai dai kurang menyengat, paling menyengat,
menyengat dan agak menyengat. Perbedaan aroma menyengat khas susu diantara
keempat jenis susu tersebut disebabkan karena adanya penggunaan suhu tinggi
pada susu sterilisasi, pasteurisasi dan susu rebus yang menggunakan suhu mulai
dari 100 oC hingga >100 oC dan Susu tersebut akan mengalami perubahan
komposisi dari susu tersebut (Suteja, 2000). Perubahan komposisi

juga

berdampak pad perubahan citarasa susu yang bermacam-macam yaitu mulai dari
hambar, gurih, manis, agak manis, asam dan amis. Perbedaan cita rasa pada
berbagai macam jenis susu disebabkan karena adanya hubungan keseimbangan
rasa antara rasa manis akibat kandungan laktosa tinggi dan rasa asin dari kadar
klorida. Susu dengan kandungan laktosa rendah tetapi kadar klorida tinggi
menyebabkan cita rasa susu menjadi asin (Rahman, 2010). Sedangkan pada susu
bubuk skim memiliki rasa coklat dikarenakan adanya penambahan perisa coklat
dan bubuk coklat pada produk susu skim.
Untuk kekentalan susu, susu segar dan 7 susu olahan lainnya memiliki
kekentalan yang sama yaitu 1,5. Persamaan ini disebabkan karena kemungkinan
pada beberapa jenis susu memiliki komposisi yang hampir sama pada setiap jenis
susu sehingga kekentalan dari susu segar dan susu olaha lainnya adalah sama.
5.2.2 Berat Jenis Susu
Berdasarkan data hasil pengamatan berat jenis susu segar dengan susu
olahan seperti susu sterilisasi, susu pasteurisasi, susu kental manis, susu full cream
dan susu bubuk skim, serta susu yoghurt rata-rata memiliki berat jenis berkisar
diantara angka 1 kecuali pada susu rebus yang memiliki berat jenis sebesar 2,030.
Berdasarkan SNI 01-3141-1998 menyatakan bahwa berat jenis susu minimal
adalah 1,028. Apabila berat jenis terlalu randah maupun terlalu tinggi, maka susu
telah mengalami pemalsuan. Seperti penambahan air, santan dll. Perbedaan berat
jenis susu ini juga dapat dipengaruhi karena perbedaan kandungan lemak dan zatzat padat bukan lemak yang mempengaruhi berat jenis susu (Buckle, 1988).
Pada susu rebus yang direbus hingga mendidih dan suhu 100C memiliki
berat jenis yang berbeda dengan susu segar dan susu olahan lainnya. Perbedaan
berat jenis susu ini disebabkan karena adanya perebusan susu hingga mendidih
dan waktu perebusan susu hingga suhu susu mencapai 100C yang menyebabkan
susu tersebut terdenaturasi, dan menyebabkan emulsi susu tersebut akan rusak
sehingga susu mengalami perubahan komposisi dari susu aslinya yaitu susu segar.
Dan kandungan lemak mengalami pemecahan dan penurunan sehingga berat jenis
susu mengalami kenaikan karena jumlah kandungan lemak serta protein

mengalami denaturasi dan pemecahan globula-globula lemak dalam susu.


Sebaliknya, jika kandungan lemaknya tinggi, maka berat jenis susu semakin
rendah.
5.2.3 Pengamatan pH
Derajat keasaman (pH) pada susu segar biasanya berkisar antara 6,66,7
(Buckle, 1988). Sedangkan dari hasil pengamatan pH dari berbagai jenis susu
memiliki pH yang bervariasi yaitu mulai dari pH yang nilainya rendah yaitu 5 dan
pH yang berkisar antara 6,536,85. Perbedaan pH ini dapat disebabkan adanya
aktivitas mikroba yang terdapat pada susu fermentasi yaitu yoghurt yang dapat
menghasilkan senyawa asam dari hasil metabolismenya sehingga mempengaruhi
pH pada susu yang dihasilkan. Dan faktor lain yang mempengaruhi kenaikan dan
penurunan pH pada susu adalah aktivitas buffer fosfat, sitrat dan protein yang
biasanya terdapat dalam susu. Adanya pemekatan pada susu juga dapat
mempengaruhi pH susu seperti pada susu bubuk skim.
5.2.4 Pengamatan Uji Alkohol
Dari data pengamatan uji alkohol, susu yang menghasilkan adanya
penggumpalan setelah d campur dengan alkohol hanya yoghurt dan tidak terjadi
penggumpalan pada susu yang lain baik susu segar, susu sterilisasi, susu
pasteurisasi, susu kental manis, susu full cream, susu bubuk skim dan susu rebus.
Penggumpalan pada susu fermentasi yaitu yoghurt setelah penambahan
alkohol dikarenakan adanya reaksi asam dan basa. Susu yoghurt memiliki pH
asamsedangkan alkohol pada pH basa. Adanya pH asam pada yoghurt disebabkan
adanya asam laktat yang dapat meningkatkan keasaman karena semakin banyak
ion hidrogen (H+). Dan menurut Adnan (1984), timbulnya ion H+ dapat
menghasilkan asam-asam yang mudah menguap dan pecahnya fosfat organik yang
terdapat didalam kasein sehingga dapat menghasilkan asam, serta pertambahan
hidrogen bebas menyebabkan keasaman semakin meningkat. Adanya hidrogen
bebas jika ditambahkan alkohol akan mengikat H + dengan OH- pada NaOH
(alkohol) dan membentuk molekul air. Namun ion natrium yang bebas akan

mempengaruhi fosfat organik yang pecah di dalam kasein untuk diikat dengan
natrium dan akan mempengaruhi kasein dalam proses penggumpalan susu.
5.2.5 Pengaruh Enzim Terhadap Susu
Berdasarkan data hasil pengamatan yang telah ada, susu yang mengalami
penggumpalan adalah susu segar, susu full cream, dan susu rebus yang diberi
perlakuan nanas tanpa pemanasan. Sedangkan pada susu yang diberi ekstrak nanas
dengan dipanaskan tidak ada yang mengalami penggumpalan. Keadaan ini dapat
terjadi karena penambahan ekstrak nanas dapat menambah kadar protein suatu
susu. Tetapi untuk ekstrak nanas yang telah dipanaskan enzimnya telah
terdenaturasi sehingga tidak menyebabkan penggumpalan pada susu dan menurut
Yuniwati, dkk (2008), Semakin tinggi konsentrasi enzim, maka semakin tinggi
aktifitas enzim dan semakin banyak pula protein yang digumpalkan enzim
tersebut. Dari literatur tersebut, penambahan ekstrak nanas tanpa pemanasan dapat
mempengaruhi reaksi suatu enzim yang berbanding lurus dengan konsentrasi
enzim. Selain itu, kandungan protein pada susu dapat berpengaruh pada
penambahan ekstrak nanas. Karena susu segar masih memiliki kandungan protein
yang tinggi. Sedangkan susu full cream mengalami pengurangan jumlah air
sehingga kadar protein pada susu full cream meningkat. Dan untuk susu rebus jika
ditambah ekstrak nanas tanpa pemanasan akan terjadi penggumpalan. Keadaan ini
dipengaruhi karena struktur dari protein yang telah terdenaturasi sehingga jika
ditambah ekstrak nanas dapat mengikat molekul-molekul protein pada susu rebus
dan terjadi penggumpalan pada susu.
5.2.6 Kualitas eksternal
Praktikum yang telah dilakuan tentang kualitas eksternal telur berbagai
jenis spesies ternak dapat diperoleh hasil yaitu, diketahui berat telur ayam ras,
ayam kampung, itik dan puyuh berturut-turut adalah 55,25 g; 53,12 g; 73,31 g;
dan 9,70 g. Dengan kualitas warna dan keutuhan yang cukup baik dari masingmasing telur. Pada sisi kebersihan, telur ayam ras, ayam kampung, dan itik
terdapat sedikkit noda dan kotaran yang menempel pada cankang, kecuali telur

puyuh yang tidak ditemukan kotoran apapun. Ketebalan cangkang telur ayam ras,
ayan kampung, itik dan puyuh berturut-turut adalah 0,505 mm; 0,08 mm; 0,5 mm;
dan 0,05 mm. Ukuran rongga dari masing-masing telur juga berbeda, 0,7 mm dan
0,5 mm untuk telur ayam ras dan ayam kampung, sementara telur itik dan puyuh
memiliki ukuran rongga sebesar 3 mm dan 0,2 mm.
Berdasarkan data diatas, diperoleh perbedaan kualitas fisik dari masingmasing telur, hal tersebut sesuai dengan pernyatan dari Benyamin et al.(1960)
menyatakan bahwa sifat fisik telur ditentukan oleh faktor luar dan faktor dalam
telur. Faktor luar ditentukan oleh kebersihan kerabak telur, kehalusan, bentuk, dan
tekstur kerabak telur. Faktor dalam ditentukan antara lain oleh besarnya diameter
kantong udara, keadaan kuning telur, dan keadaan putih telur. Berat dari masingmasing telur juga berbeda, hal ini dikarenakan jenis induk berbeda, hal ini sesuai
dengan literature yang menyebutkan bahwa besar telur bervariasi yang disebabkan
oleh induk dan hal yang berhubungan dengan fisiologis hewan (Muchtadi dan
Sugiyono, 1992). Pada data yang diperoleh, telur yang memiliki bobot paling
besar adalah telur itik, hal tersebut sesuai dengan literatur dari Sarwono (1994)
mengatakan bahwa pada telur itik bobot dan ukurannya rata-rata lebih besar
dibandingkan dengan telur ayam.
Kualitas warna dan keutuhan telur pada semua sampel juga sangat sangat
baik (Mutu I), hal tersebut sudah sesuai dengan standart SNI telur. Pada sisi
kebersihan cangkang, telur ayam ras, ayam kampung, dan itik masuk pada Mutu
II, hal tersebut dikarenakan terdapat sedikit bercak noda/kotoran yang masih
menempel pada cangkang telur. Sedangkan pada telur puyuh, masuk dalam
kategori Mutu I, karena tidak ditemukannya noda apapun. Ukuran rongga pada
semua sampel telur masuk dalam kategori Mutu I, dengan kondisi kantung udara
< 0,5 cm. (SNI 01-3926-1995)
5.2.7 Kualitas internal
Data hasil pengamatan menunjukkan diameter dan tinggi kuning telur
ayam ras, kampung, itik, dan puyuh berturut-turut adalah 4,2 cm dan 1,8 cm; 5
cm 2 cm; 4,9 cm dan 2,35 cm; 2,5 cm dan 1,5 cm. Sementara diameter dan tinggi

putih telur berturut-turut yaitu 8,75 cm dan 1,5 cm; 16,5 cm dan 1,98 cm; 9,25 cm
dan 1,2 cm; 2,8 cm dan 1,5 cm. Indeks kuning dan putih telur ayam ras, kampung,
itik dan puyuh sebesar 0,42 cm dan 0,17 cm; 0,4 cm dan 0,12 cm; 0,47 cm dan
0,12 cm; 0,6 cm dan 0,1 cm.
Merujuk data hasil pengamatan diatas, dapat diketahui bahwa
kualitas internal telur sangat baik dan sesuai dengan standr SNI. Indeks kuning
dan putih telur semua sampel masuk dalam kategori kualitas Mutu I, sesuai
dengan ketentuan SNI yang menyebutkan bahwa kualitas Mutu I untuk kuning
telur adalah berkisar antara 0,458-0,521 cm dan indeks putih telur berkisar 0,1340,175 cm (SNI 01-3926-1995).
5.2.8 Daya emulsi
Berdasarkan data semua sampel, dapat diperoleh hasil bahwa, komponen
telur yang paling baik digunakan sebagai emulsifier adalh kuning telur. Hal
tersebut terbukti pada saat ditambahkannya kuning telur pada campuran air dan
minyak yang diaduk hingga homogen, minyak dan air dapat menyatu secara
homogen. Berbeda dengan yang menggunakan putih telur, minyak dan air tidak
bisa terdispersi secara merata/homogen. Ini sesuai denga literature yang
menyebutkan bahwa putih telur mempunyai daya emulsi yang sedang, sedangkan
kuning telur adalah emulsifier kuat. Komponen zat pengemulsi pada kuning telur
adalah posfolipid, lipoprotein dan protein. Bagian kuning telur yang menyebabkan
daya pengemulsinya kuat adalah lesitin (fosfolipid) yang berikatan dengan protein
kuning telur membentuk kompleks lesitoprotein. Sedangkan peranan lipoprotein
adalah sebagai penstabil emulsi karena mampu berinteraksi pada permukaan
globula lemak membentuk lapisan pelindung (Koswara, 2009).
5.2.9 Telur sebagai clarifying agent
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data, bahwa putih
telur memiliki kemampuan mengikat kotoran paling besar. Hal ini dikarenakan
telur memiliki daya koagulasi. Koagulasi merupakan penggumpalan yang terjadi
karena perubahan struktur protein telur yang menyebabkan peningkatan
kekentalan dan kehilangan kelarutan, atau dapat juga berarti perubahan bentuk

dari cairan (sol) menjadi bentuk padat atau semi padat (gel). Koagulasi protein
telur dapat terjadi karena panas, garam, asam, basa atau pereaksi lain (misalnya
urea). Karena gaya koagulasi itulah telur akan dapat mengikat kotoran (serbukserbuk teh) yang terdapat dalam media air teh. Sementara daya ikat yang paling
baik adalah putih telur, hal tersebut dikarenakan putih telur akan terkoagulasi pada
suhu 55C, sedangkan kuning telur akan terkoagulasi pada suhu 62C, sehingga
putih telur lebih cepat dalam mengikat kotoran (Koswara, 2009).

BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut.
1. Susu dan produk olahan susu mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.
2. Nilai pH susu berkisar antara 6,66,7dan Phpaling asam terdapat pada
yoghurt.
3. Uji alkohol dapat digunakan untuk pengujian kualitas susu, karena alkohol
dapat memecah protein yang ada di dalam susu, maka dapat dikatakan
gumpalan menandakan bahwa susu tersebut masih bagus, karena masih
banyak mengadung protein.
4. Berat jenis susu segar adalah 1,028 apabila terlalu tinggi atau terlalu
rendah maka terdapatpenambahan pada susu tersebut.
5. Semakin tinggi konsentrasi enzim, maka semakin tinggi aktifitas enzim
dan semakin banyak pula protein yang digumpalkan enzim tersebut.
6. Setiap jenis telur memiliki kualitas internal dan eksternal yang berbeda,
hal ini disebabkan jenis atau spesies hewan petelur yang digunakan.
7. Telur memiliki beberapa sifat fungsional diantaranya, sebagai Emulsi dan
Clarifying Agent.
7.2 Saran

Saran untuk praktikum selanjutnya yaitu praktikan harus lebih teliti dalam
melakukan suatu pengamatan, dan praktikan juga harus memahami petunjuk
sebelum melakukan praktikum agar tidak terjadi penyimpangan atau kesalahan
data

DAFTAR PUSTAKA
Badan Standar Nasinal Indonesia No. 01-3141-2011. 2011. Susu Segar. Jakarta:
Departemen Kesehanan Republik Indonesia.
Badan Standar Nasinal Indonesia No. 013950 -1995. 1995. Susu UHT. Jakarta:
Departemen Kesehanan Republik Indonesia.
Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 01-3951-1995. Susu Pasteurisasi.
Jakarta: Departemen Kesehanan Republik Indonesia
Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01-2971-1998. Susu Kental Manis.
Jakarta: Departemen Kesehanan Republik Indonesia.
Benyamin, E.W., J.M. Gwin, F.C. Feber and W.D. Termohlen. 1960. Marketing
Poultry Product. 5 th Ed. John Willey and Sonds Inc. New York.
Buckle,K.A.,1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press.Jakarta.
Cemerlang Abadi. Kosikowski. (1977). Cheese and Ferment Milk
Products. Edisi Keempat. New
Chairunnisa, H. 1985. Hidrolisis Kasein oleh Enzim Bromelin Kasar dari Bonggol
Nanas. Tesis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Dewan Standarisasi Nasional 01-3926-2008 1995. Pusat Standarisasi LIPI. jakarta
H, Taufiq. 2009. Mengenal Pembuatan dan Manfaat Yogurt. Jakarta: CV Sinar
Hadiwiyoto, S. 1994. Studi pengolahan dendeng dengan oven pengering rumah
tangga. Buletin peternakan. 18:119-126.
Koswara, Sutrisno. 2009. TeknologiPengolahan Telur. eBookPangan.com.
Lund, W. 1994. The Pharamaceutical Codex Principles and Practice of
Pharameceutics. 12th ed. The Pharamaceutical Press. London.
Martin, Alfred. 1993. Farmasi Fisik. Jilid I Edisi III. UI-Press. Jakarta.

Mietha. 2008. Kandungan Gizi Telur. http://mietha.wordpress.com.


Mohammad, et.al,.2002. Panduan Belajar Biologi . Jakarta. Yudhistira.
Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor:
PAU IPB.
Penebar Swadaya.
Setya, A. W. 2012. Teknologi Pengolahan Susu. Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Slamet Riyadi. Surakarta.
Susilorini, Tri Eko, dan Manik Eirry Sawitri. 2006. Produk Olahan Susu. Jakarta:
Suwarno. 1994. Pengantar Umum Pendidikan. Ghalia. Jakarta.
Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Yuniwati, M., Yusran. dan Rahmadany. 2008. Pemanfaatan Enzim Papain sebagai
Penggumpal dalam Pembuatan Dangke. Seminar Nasional Aplikasi Sains
dan Teknologi. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai