Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT , serta shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya kami mampu
menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Kemuhammadiyahan.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun
penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan, dan bimbingan dari teman-teman serta dosen, sehingga kendala-kendala yang kami
hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Muhammadiyah dan
Tajdid yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi dan referensi.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa UHAMKA. Saya sadar bahwa makalah
ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen saya meminta
masukannya demi perbaikan pembuatan makalah saya di masa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Jakarta, April 2015

DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................... .. 1
Daftar isi......................... 2
Pendahuluan............................ 3
Sejarah & Latar belakang gerakan tajdid ................................................................................... 4
Usaha pembaharuan Muhammadiyah......................................................................................... 6
Pengertian Tajdid Dalam Muhammadiyah ................................................................................ 8
Mengapa perlu ada tajdid dalam islam......................................... 10
Muhammadiyah sebagi Gerakan Tajdid................................................................................... 12
Orientasi Tajdid........................................ 13
Contoh Tajdid dalam Muhammadiyah......................................... 14
Penutup .........21
Daftar Pustaka ......22

PENDAHULUAN

Muhammadiyah dikenal luas sebagai gerakan tajdid atau pembaharuan. Beragam predikat
yang sepadan dengan gerakan pembaharuan (tajdid fil Islam) diberikan para ahli sebagai
gerakan kebangkitan Islam (the revival of Islam, al-shahwa al-islamy, al-baats al-islamy.
2

Ciri-ciri perjuangan Muhammadiyah itu adalah sebagai berikut:1


1. Muhammadiyah adalah gerakan islam
2. Muhammadiyah adalah gerakan dakwah islam amar maruf nahi munkar
3. Muhammadiyah adalah gerakan tajdid
Muhammadiyah setelah tumbuh dan berkembang hingga usia satu abad menjadi
organisasi Islam yang terbesar baik di Indonesia maupun di dunia Islam. Ketua Umum
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, M.Din Syamsudin, di berbagai forum menyampaikan
kesaksian ketika berkunjung ke Amerika Serikat, bahwa media di negeri Paman Sam itu
menyebut Muhammadiyah sebagai The Largest Reformist Islamic Organization, Organisasi
Islam Terbesar di Indonesia. Nurcholish Majdid (1990: 331) dengan memakai sudut pandang
karya amal usaha Muhammadiyah yanng berhasil menyatakan bahwa gerakan Islam yang
didirikan Kyai Ahmad Dahlan tersebut sebagai organisasi Islam modern terbesar bukan hanya
di Indonesia, bahkan di dunia muslim. James L. Peacock, antropolog dari Amerika Serikat,
menunjuk Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang terkuat di Asia Tenggara, Bahkan
gerakan perempuannya yaitu Aisyiyah merupakan organisasi terbesar di dunia.

Sejarah & Latar Belakang Gerakan Tajdid


Dua faktor yang melandasi atau yang menjadi latar belakang berdirinya Muhammadiyah
yaitu faktor internal dan eksternal. Yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor yang
berkaitan dengan kondisi keagamaan kaum muslimin di Indonesia sendiri yang karena berbagai
sebab telah menyimpang dari ajaran Islam yang benar. Faktor eksternal adalah faktor yang

1 Muhammadiyah, Jakarta, artikel ini diakses pada tanggal 21 Maret 2015

http://tarjih.muhammadiyah.or.id/content-3-sdet-sejarah.html
3

berkaitan dengan: (a) politik Islam Belanda terhadap kaum muslimin di Indonesia (b) pengaruh
ide dan gerakan pembaharuan Islam dari Timur Tengah2
Sebagai langkah perbaikan diusahakan untuk memahami kembali Islam, dan selanjutnya
berbuat sesuai dengan apa yang mereka anggap sebagai standard Islam yang benar. Misi utama
yang dibawa oleh Muhammadiyah adalah pembaharuan (tajdid) pemahaman agama. Adapun
yang dimaksudkan dengan pembaharuan oleh Muhammadiyah ialah yang seperti yang
dikemukakan M. Djindar Tamimy: Maksud dari kata-kata tajdid (bahasa Arab) yang artinya
pembaharuan adalah mengenai dua segi, ialah dipandang dari pada/menurut sasarannya :
Pertama : berarti

pembaharuan

dalam

arti

mengembalikan

kepada

keasliannya/kemurniannya, ialah bila tajdid itu sasarannya mengenai soal-soal prinsip


perjuangan yang sifatnya tetap/tidak berubah-ubah.
Kedua : berarti pembaharuan dalam arti modernisasi, ialah bila tajdid itu sasarannya
mengenai masalah seperti: metode, sistem, teknik, strategi, taktik perjuangan, dan lain-lain yang
sebangsa itu, yang sifatnya berubah-ubah, disesuaikan dengan situasi dan kondisi/ruang dan
waktu.
Tajdid dalam kedua artinya, itu sesungguhnya merupakan watak daripada ajaran Islam itu
sendiri dalam perjuangannya.
Pembaharuan itu tidaklah selamanya berarti memodernkan, akan tetapi juga memurnikan,
membersihkan yang bukan ajaran. Gerakan Muhammadiyah adalah gerakan purifikasi
(pemurnian) dan modernisasi ( pembaharuan) atau dalam bahasa arab tajdid keduanya
memiliki perbedaan yang cukup mendasar. Pada mulanya, Muhammadiyah dikenal dengan
gerakan purifikasi, yaitu kembali kepada semangat dan ajaran Islam yang murni dan
membebaskan umat Islam dari Tahayul, Bidah dan Khurafat. Cita-cita dan gerakan
pembaharuan yang dipelopori Muhammadiyah sendiri sebenarnya menghadapi konteks
kehidupan keagamaan yang bercorak ganda, sinkretik dan tradisional. 3 Sebagai sebuah gerakan
sosial keagamaan, Muhammadiyah mempunyai ciri khusus dengan yang lain, tetapi ciri tersebut
Hasan, Nurdin , dkk. Al Islam Kemuhammadiyahan III : kemuhammadiyahan. Umm Press.
2012. Malang)
2

dibuat bukan atas dasar teoritik belaka, melainkan berpijak pada proses yang sesuai dengan
lingkungan dan budaya masyarakat. Meskipun Muhammadiyah melakukan purifikasi
keagaaman, namun Muhammadiyah dalam waktu yang bersamaan sangat menyadari
ketergantungan pada lingkungan sosial-budaya di tempat Muhammadiyah berada.
Muhammadiyah tercermin dari 2 hal yaitu : 1) bentuk keteladanan seorang pemimpin
yang simpatik, 2) pemikiran pembaharuan Islam yang disebarluaskan oleh Muhammadiyah
dalam

bentuk

amal

nyata

Muhammadiyah, purifikasi adalah

dengan
gerakan

tindakan

pembaharuan

yang
untuk

moderat.

Dalam

memurnikan

agama

darisyirk yang pada dasarnya merupakan rasionalisasi yang berhubungan dengan ide mengenai
transformasi sosial dari masyarakat agraris ke masyarakat industrial, atau masyarakat tradisional
ke masyarakat modern.
Muhammadiyah tampak sekali dengan sadar melakukan berbagai upaya pembaharuan
demi mencapai cita-cita transformasi sosialnya. Perlu digaris bawahi terlebih dahulu di sini
bahwa program purifikasi adalah ciri yang cukup menonjol dari Persyarikatan Muhammadiyah
generasi awal, dan hingga sampai saat sekarang ini. Namun harus disadari pula bahwa program
purifikasi memang lebih terfokus pada aspek aqidah. Pemberantasan TBC (Takhayul,
Bidah dan Churafat) merupakan respon konkrit Muhammadiyah terhadap Budaya setempat
yang dianggap menyimpang dari aturan aqidah islamiyah. Bahwa sesuatu yang berbau mistik
harus dijauhkan dari sikap umat Islam keseharian dengan cara mengubah sesuatu yang berasal
dari sufisme menjadi akhlak. Gerakan purifikasi Muhammadiyah sampai saat ini masih
melakukan penguatan dan penyadaran terhadap pola kehidupan manusia.

Usaha Pembaharuan Muhammadiyah

Usaha pembaharuan Muhammadiyah secara ringkas dapat dibagi ke dalam tiga bidang
garapan, yaitu : bidang keagamaan, pendidikan, dan kemasyarakatan.

3 Sinkretik/sinkretisme adalah pencampuradukkan dari bebagai unsur nilai agama. Mendekati

syirik dan bidah tidak sesuai dengan Al-quran dan As-sunnah. Kemuhammadiyahan, Jakarta,
halaman 151
5

1. Penentuan arah kiblat yang tepat dalam bersembahyang, sebagai kebalikan dari kebiasaan
sebelumnya, yang menghadap tepat ke arah Barat.
2. Penggunaan perhitungan astronomi dalam menentukan permulaan dan akhir bulan puasa
(hisab), sebagai kebalikan dari pengamatan perjalanan bulan oleh petugas agama.
3. Menyelenggarakan sembahyang bersama di lapangan terbuka pada hari raya Islam, Idul
Fitri dan Idul Adha, sebagai ganti dari sembahyang serupa dalam jumlah jamaah yang
lebih kecil, yang diselengarakan di Masjid. Hal ini dilakukan dengan tujuan laian agar
para wanita yang sedang agar dapat bisa bergabung bersama (walaupun tidak ikut sholat)
karena hal ini tidak mungkin dapat dilakukan apabila di dalam Masjid.
4. Pengumpulan dan pembagian zakat fitrah dan korban pada hari raya tersebut di atas, oleh
panitia khusus, mewakili masyarakat Islam setempat, yang dapat dibandingkan
sebelumnya dengan memberikan hak istimewa dalam persoalan ini pada pegawai atau
petugas agama (penghulu, naib, kaum. modin, dan sebagainya).
5. Penyampaian khutbah dalam bahasa daerah, sebagai ganti dari penyampaian khutbah
dalam bahasa Arab.
6. Penyederhanaan upacara dan ibadah dalam upacara kelahiran, khitanan, perkawinan dan
pemakaman, dengan menghilangkan hal-hal yang bersifat politheistis darinya.
7. Penyerderhanaan makam, yang semula dihiasi secara berlebihan. Dari Jabir
Radhiyallaahuanhu-, dimana dia berkata: Rasulullah -Shallallaahu alaihi wasallamtelah melarang menembok kuburan, duduk di atasnya, dan membuat bangunan di
atasnya!.(Hadits Riwayat Muslim, Ahmad, An-Nasai dan Abu Dawud).4
8. Menghilangkan kebiasaan berziarah ke makam orang-orang suci (wali).
9. Membersihkan anggapan adanya berkah yang bersifat ghaib, yang dimiliki oleh para
kyai/ulama tertentu, dan pengaruh ekstrim dari pemujaan terhadap mereka.
10. Penggunaan kerudung untuk wanita, dan pemisahan laki-laki dengan perempuan dalam
pertemuan-pertemuan yang bersifat keagamaan

Tidak boleh menembok kuburan 19 Juni 2013, Ajaran islam yang hak! Mempelajari ajaran
islam lebih dalam sesuai dogma!
4

Pengertian Tajdid Dalam Muhammadiyah


Menurut paham Muhammadiyah, tajdid mempunyai dua pengertian, ibarat dua sisi dari
satu mata uang. Pertama, mengandung pengertian purifikasi dan reformasi. Yaitu pembaruan
dalam pemahaman dan pengamalan ajaran Islam ke arah keaslian dan kemurniannya sesuai
dengan Alquran dan As-Sunnah Al-Maqbulah.
Dari segi bahasa, tajdid berarti pembaharuan, dan dari segi istilah, tajdd memiliki dua arti,
yakni:

1. Pemurnian;
2. Peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna dengannya.
Dalam arti pemurnian tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan ajaran Islam
yang berdasarkan dan bersumber kepada al-Quran dan As-Sunnah Ash-Shohihah. Dalam arti
peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna dengannya, tajdid dimaksudkan
sebagai penafsiran, pengamalan, dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh
kepada al-Quran dan As-Sunnah Ash-Shahihah.5
Konsep Tajdid Menurut Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah organisasi modern yang senantiasa melakukan pembaruan
(tajdid). Bagaimana konsep tajdid Muhammadiyah itu?Muhammadiyah memiliki sejumlah
lembaga (majelis) dalam menjalankan tugasnya untuk senantiasa beramar makruf nahi mungkar
(menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran). Salah satu lembaganya bernama Majelis
Tarjih dan Tajdid.
Gerakan Pembaruan yang dilakukan Muhammadiyah
Ada tiga hal yang menjadi fondasi utama gerak langkah Muhammadiyah, yakni bidang
pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial. Ketiga hal ini dijalankan oleh Kiai Ahmad
Dahlan yang sangat jauh menyimpang dari mainstream saat itu. Mengapa demikian? Karena
kondisi masyarakat Indonesia yang terjajah, tertindas, terbelakang, miskin, dan selalu dibodohi
oleh para penjajah. Maka, untuk memperbaiki semua itu, harus ada keberanian dalam melakukan
perubahan secara menyeluruh.Misalnya, dalam pendidikan. Pola yang dikembangkan
Muhammadiyah berusaha untuk mengadopsi pendidikan Barat yang berbeda dengan paham
masyarakat Indonesia saat itu. Kemudian dalam bidang kesehatan, beliau berusaha mendorong
didirikannya balai pengobatan untuk rakyat miskin. Dalam bidang kesejahteraan sosial, beliau
membentuk lembaga amil zakat, lembaga peduli umat, dan lain sebagainya. Tujuannya adalah

Kemuhammadiyahan, Jakarta, halaman 150

untuk membebaskan masyarakat dari kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan lain


sebagainya.6

Mengapa Perlu Ada Tajdid Dalam Islam

Pertama: pemahaman dan penafsiran terhadap suatu doktrin transendental tidak pernah

bernilai mutlak benar semutlak benarnya doktrin itu sendiri.


Kedua: islam bertujuan untuk menciptakan suatu tata sosial politik diatas landasan etik

dan moral yang kuat dalam rangka mengaktualisasikan prinsip rahmatan lil alamin.
Ketiga: dalam pemikiran dan pelaksanan ajaran islam pernah ditunjukan secara kraetif
oleh generasi para sahabat, terutama oleh Kgllifah Umar bin Khattabyang telah merubah
kebijaksanan nabi tentang persoalan tanah di Irak dan mesir.

Sahrul, Jakarta, artikel ini diakses pada tanggal 21 maret 2015


https://saharullahhukumumk.wordpress.com/2013/05/22/kemuhammadiyahan
6

Peran Majelis Tarjih


Pada waktu berdirinya perserikatan muhammadiyah ini, tepatnnya pada tanggal 8
Dzulhijjah 1330 H atau 18 november 1912 M, Majlis Tarjih belum ada. Namun lambt laun,
seiring dengan berkembanganya perserikatan ini maka kebutuhan-kebutuhan internal
perserikatan ini ikut berkembang juga, misalnya timbulnya perselisihan paham mengenai
masalah keagamaan, trutama yang berhubungan dengan fiqh yang mesti di selesaikan. Untuk
mengantisipasi meluasnya perselisihan tersebut maka para pimpinan perserikatan melihat perlu
adanya lembaga yang memiliki otoritas dalam bidang hukum. Maka pada tahun 1928 M, melalui
keputusan kongres ke 17 di Yogyakarta, berdirilah lembaga tersebut yang di sebut Majelis Tarjih
Muhammadiyah.7

Kedududkan dan tugas Majelis Tarjih dalam perserikatan


1. Mempergiat pengkajian dan penilitian ajaran islam dalam rangka pelaksanaan tajdid dan
antisipasi perkembangan masyarakat.
2. Menyampaikan fatwa dan pertimbangan kepada pimpinan perserikatan guna menentukan
kebijaksanaan dalam menjalankan kepemimpinan sserta membimbing umat, khususnya
anggota dan keluarga Muhammadiyah.
3. Mendampingi dan membantu pimpinan perserikatan dalam membimbing anggota
melaksanakan ajaran islam.
4. Membantu pimpinan perserikatan dalam mempersiapkan dan meningkatkan kualitas
ulama.
5. Mengarahkan perbedaan pendapat/faham dalam bidang keagamaan kearah yang lebih
muslahat. 8
7 Kemuhammadiyahan, Jakarta, halaman 152-153
8 Kemuhammadiyahan, Jakarta, halaman 154
10

Metode Istinbath yang dikembangkan oleh Majlis Tarjih


1. Al-ijtihad al-bayani, yakni menjelaskan hukum yang kasusnya telah terdapat dalam nash
alquran dan hadits.
2. Al-ijtihad Al-Qiyasi, yakni menjelaskan kasus baru, dengan cara menganalogikanya
dengan kasus yang hukumnya telah diatur dalam Al-Quran dan hadits.
3. Al-Ijtihad Al-istishlahi, yakni menyelesaikan beberapa kasus baru yang tidak terdapat
dalam kedua sumber hukum diatas,dengan cara menggunakan penalaran yang didasarkan
atas kemaslahatan. 9

Muhammadiyah Sebagi Gerakan Tajdid


Ciri yang melekat pada Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai Gerakan Tajdid
atau Gerakan Reformasi. Muhammadiyah sejak semula menempatkan diri sebagai salah satu
organisasi yang berkhidmat menyebarluaskan ajaran Agama Islam sebagaimana yang tercantum
dalam Alquran dan Assunah, sekaligus memebersihkan berbagai amalan umat yang terangtrangan menyimpang dari ajaran Islam, baik berupa khurafat, syirik, maupun bidah lewat
gerakan dakwah. Muhammadiyah sebagai salah satu mata rantai dari gerakan tajdid yang
diawali oleh ulama besar Ibnu Taimiyah sudah barang tentu ada kesamaaan nafas, yaitu

9 Kemuhammadiyahan, Jakarta, halaman 154-155


11

memerangi secara total berbagai penyimpangan ajaran Islam seperti syirik, khurafat, bidah dan
tajdid, sbab semua itu merupakan benalu yang dapat merusak akidah dan ibadah seseorang.10
Sifat Tajdid yang dikenakan pada gerakan Muhammadiyah sebenarnya tidak hanya sebatas
pengertian upaya memurnikan ajaran Islam dari berbagai kotoran yang menempel pada
tubuhnya, melainkan juga termasuk upaya Muhammadiyah melakukan berbagai pembaharuan
cara-cara pelaksanaan Islam dalam kehidupan bermasyarakat, semacam memperbaharui cara
penyelenggaraan pendidikan, cara penyantunan terhadap fakir miskin dan anak yatim, cara
pengelolaan zakat fitrah dan zakat harta benda, cara pengelolaan rumah sakit, pelaksanaan
sholat Id dan pelaksanaan kurba dan sebagainya.
Untuk membedakan antara keduanya maka tajdid dalam pengertian pemurnian dapat
disebut purifikasi (purification) dan tajdid dalam pembaharuan dapat disebut reformasi
(reformation). Dalam hubungan dengan salah satu ciri Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid,
maka Muhammadiyah dapat dinyatakan sebagai Gerakan Purifikasi dan Gerakan Reformasi.

Orientasi Tajdid
Muhammadiyah lahir, tumbuh dan berkembang hingga mampu melintasi zaman sampai usianya
sudah satu abad antara lain karena sejak awal hadir sebagai gerakan tajdid, yakni gerakan al-ruju
ila al-Quran wa al-Sunnnah

yang melakukan pemurnian sekaligus pembaruan, dengan

mengembangkan ijtihad atau akal pikiran yang sesuai dengan jiwa dan ajaran islam. Tujuan dari
gerakan tajdid Muhammadiyah ialah terwujudnya Islam dalam kehidupan sehingga Islam
menjadi rahmat bagi semesta alam pada setiap kurun zaman.11

10Muhammadiyah,

Jakarta, artikel ini diakses pada tanggal 22 Maret 2015


http://www.muhammadiyah.or.id/content-176-det-ciri-perjuangan.html

11

Haedar Nashir, Muhammadiyah Gerakan Pembaharuan, 2010:295

12

Dengan latar belakang kondisi yang tertinggal, jumud, dan tradisional seperti itulah maka
Muhammadiyah lahir membawa misi sebagai berikut :12
1. Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan bukan Islam
2. Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern
3. Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam
4. Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar

Contoh Tajdid Dalam Muhammadiyah

Kalau dalam perkembangan pertama sampai pertengahan abad 20 Muhammadiyah


berhadapan dengan persoalan khilafiyah dan pemurnian aqidah, maka pada akhir abad 20
menjelang awal abad 21 organisasi ini sudah berhadapan dengan berbagai kecenderungan
pemikiran di kalangan umat Islam, baik dalam skala nasional maun internasional.
Kecenderungan itu didasarkan asumsi bahwa Islam yang bersumber kepada Al-Quran dan
Hadis, difahami oleh umat Islam dengan pemahaman dan cara pandang yang berbeda. Secara
12 Mukti Ali, Muhammadiyah Gerakan Pembaharuan, 1990:332
13

garis besar, kecenderungan untuk memehami ajaran dasar Islam dapat dikelompokan menjadi
dua kelompok besar, pertama kelompok salafi dan kedua kelompok ashrani. Kelompok pertama
biasa disebut sebagian pengamat sebagai kelompok fundamentalis, sedangkan Kelompok yang
terakhir dapat disamakan dengan kelompok Islam Liberalis Kemudian, berdasarkan pembagian
itu, para ahli dan pengamat keislaman mengklasifikasikan aliran pemikiran di kalangan umat
Islam menjadi tiga kelompok, yakni fundamentalis, liberalis dan moderat.13
1.

Fundamentalis
Istilah Fundamentalis yang dihubungkan dengan penganut ajaran Islam garis keras,

sering kita dengar dari sumber informasi Negara barat. Hal itu terasa lebih popular ketika telah
terjadinya serangan 11 september di New York. Kelompok Al-qaida yang dikomandani Usamah
bin Laden termasuk kategori ini. Belakangan diduga ada jaringan yang sangat luas dari
kelompok ini di beberapa wilayah di dunia ini, termasuk di Asia Tenggara, tentu Indonesia
termasuk di dalamnya. Adanya kelompok garis keras Fron Pembela Islam, yang dipimpin Habib
Rizizq Shihab, semakin memperkuat dugaan, bahwa Islam atau muslim fundamentalis itu identik
dengan muslim yang mempunyai faham garis keras itu. Apakah memang benar demikian?
Tentu persepsi seperti itu perlu ditelusuri kebenarannya.
Dalam tradisi kajian Islam, istilah lain dari fundamentalis adalah salfiy. Kelompok salafi,
dari segi bahasa berarti kelompok yang berorientasi kepada masa lampau atau orang-orang yang
terdahulu. Maksudnya, kelompok ini berusaha memahami ajaran Islam seperti apa yang difahami
oleh Umat Islam generasi awal, termasuk Rasulullah dan para sahabatnya. Karena itu, apa saja
yang tertulis secara harfiah dalam Al-Quran dan Hadis merupakan ajaran yang tidak dapat
ditawar-tawar lagi, atau merupakan ajaran yang given dari Allah dan Rasul-Nya. Sesuai dengan
namanya, kelompok ini mempunyai ciri dan karakteristik sebagai berikut :
Pertama, Meyakini bahwa Al-Quran dan Hadis merupakan rujukan utama. Al-Quran
diyakini sebagai wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW dalam bahasa
Arab. Kemudian Nabi Muhammad menjelaskan dalam bentuk pernyataan dan praktek beliau.
Penjelasan ini merupakan bagian tak terpisahkan dari dari wahyu Allah itu.
Writings world, Jakarta, artikel ini diakses pada tanggal 24 maret 2015
https://contohmakalahskripsijurnal.wordpress.com/2010/02/17/tajdid-dalam-muhammadiyah/
13

14

Kedua, Meyakini bahwa Al-Quran dan Hadis merupakan syariat penyempurna dari
syariat sebelumnya. Oleh karena penyempurna, maka syariat yang dibawa oleh Nabi
Muhammad dipastikan telah sempurna mengatur berbagai aspek kehidupan, baik yang
menyangkut masalah ibadah khusus (ritual), maupun yang menyangkut masalah kehidupan di
dunia ini. Karena itu, harus diacu secara keseluruhan (kaffah).
Ketiga, Memahami ayat Al-Quran dan Hadis secara tekstual, apa adanya sesuai dengan
apa yang dipraktekan oleh Rasulullah dan sahabatnya. Penafsiran terhadap Al-Quran harus
dilakukan dengan memahami kosa kata bahasa ketika Al-Quran diturunkan. Dalam banyak hal,
penafsiran otentik, penafsiran ayat dengan ayat lain atau dengan hadis, merupakan ciri dari
kelompok ini.
Keempat, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif. Maksudnya, mereka
berkeyakinan bahwa Al-Quran dan Hadis merupakan sumber hukum yang harus difahami
sebagai norma yang mengatur, dan karena itu, harus ditaati secara keseluruhan. Tentu, mereka
tidak mau menerima pendekatan rasional dan pendekatan historis-sosiologis, sebagaimana yang
dilakukan oleh kelompok islam liberal.
Dari keempat karakteristik di atas dapat difahami, bahwa kelompok salafi melihat segala
persoalan dalam perspektif teks Al-Quran dan Hadis secara ketat. Mereka selalu berusaha
mengadakan purifikasi atau pemurnian dari tradisi dan tindakan yang menyimpang dari diktum
Al-Quran dan Hadis.
Timbul pertanyaan, apakah mereka mungkin dapat mengadakan perubahan dan
pembaharuan terhadap syariat yang datang dari Tuhan itu ? Jawabannya sudah dipastikan tidak.
Bahkan mereka sering mengibaratkan, perubahan dalam masyarakat di satu sisi dengan syariat
(wahyu) di sisi lain, seperti orang yang ingin membeli peci. Kepala orang dianggap sama dengan
syariat, sedangkan peci disamakan dengan perubahan masyarakat. Karena itu, apabila terjadi
ketidak cocokan antara ukuran kepala dengan peci, maka yang harus disesuaikan adalah pecinya,
bukan merombak kepalanya. Begitulah kira-kira tamsil dari betapa kelompok ini berusaha
menjaga kemurnian ajaran Al-Quran dan Hadis.
Namun demikian, tidak berarti kelompok ini menolak perubahan sama sekali. Mereka
meyakini bahwa teks suci yang berupa Al-Quran dan Hadis yang mengatur tentang kehidupan
15

duniawi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ada ayat yang bersifat pasti (qathi) dan tidak ada
penafsiran lain terhadap ayat dimaksud; dan ada ayat yang interpretable dan multi tafsir. Dalam
kaitan dengan ayat-ayat jenis pertama tidak ada perubahan dan penafsiran, betapapun kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan dalam masalah yang diatur oleh ayat-ayat jenis
kedua dimungkinkan adanya penafsiran yang berbeda, dan tentu membawa implikasi perbedaan
dalam penerapan aturan itu.
Betapapun adanya potensi perbedaan penafsiran di kalangan mereka, tapi penafsiran
mereka masih terbatas dengan kaidah-kaidah yang telah dirumuskan oleh ulama terdahulu.
Bahkan dalam hal tertentu, mereka lebih bersifat kaku dalam menafsirkan ayat atau hadis. Itulah
sebabnya kelompok ini disebut orang sebagai kelompok skripturalis atau tekstualis.
Implikasi dari kecenderungan ini terkadang mereka bersifat ekslusif, menganggap penafsiran
dari kelompoknya yang paling benar, sementara pemahaman orang lain dianggap salah. Tidak
jarang juga menganggap umat Islam yang berbeda dengan penafsiran kelompoknya dianggap
kafir.
Di kalangan mereka diintrodusir istilah bidah yang dipertentangkan dengan istilah
sunnah. Istilah ini terutama berkaitan dengan tatacara beribadah (ibadah mahdlah). Bagi
mereka, adat atau kebiasaan ibadah yang tidak ada landasannya dari Al-Quran dan Hadis
disebut bidah, dan karena itu dianggap sesat. Konsep bidah itu juga memasuki ranah muamalat,
sehingga apa saja yang dilakukan oleh Rasul, tanpa membedakan kedudukan beliau, harus
sepenuhnya diikuti. Tidak heran, kalau dalam penampilan sehari-hari mereka harus memakai
gamis atau jubah, berjenggot tebal dan seterusnya.
Bertitik tolak dari keyakinan dan cara berfikir kelompok ini, maka banyak pandangan
atau gagasan yang dikemukakan mereka terkesan kembali ke lima belas abad yang lampau.
Dalam masalah kenegaraan, mereka tidak membenarkan wanita menjadi kepala negara. Argumen
yang dikemukakannya adalah ayat Al-Quran yang menyatakan bahwa Laki-laki menjadi
pemimpin terhadap wanita. Tentu mereka tidak berupaya untuk memehami secara komprehensif
apa makna yang sesungguhnya dari ayat tersebut, apa konteks kalimatnya, apalagi memeahami
makana di balik teks itu berupa kondisi sosial budaya pada masyarakat Arab waktu itu.
Begitu pula masalah hubungan antar umat beragama. Dalam pandangan mereka, tidak
dibenarkan menjadikan orang non muslim sebagai orang yang menjadi kepercayaan orang
16

muslim, apalagi menjadikan mereka sebagai pemimpin bagi orang muslim. Memang harus
diakui ada ayat yang secara eksplisit menjelaskan hal itu. Tetapi, lagi-lagi tanpa difahami konteks
ayat dan kondisi sosial yang ada pada waktu itu. Dari beberapa contoh kasus di atas dapat
difahami, betapa konsistennya kelompok ini dalam mengamalkan apa yang tertulis secara literal
dalam Al-Quran dan Hadis. Kedua sumber ajaran islam ini diyakini mereka merupakan ajaran
yang fundamental dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. Itulah sebabnya, orang yang di luar
kelompok ini, terutama orang barat, menyebut kelompok mereka sebagai kelompok muslim
fundamentalis, bahkan sering juga disebut sebagai kelompok militan.
Tentu, kita sebagai umat Islam harus memberikan apresiasi terhadap sikap mereka yang
konsisten atau istiqamah dalam menjalankan apa yang tertulis dalam Al-Quran dan Hadis.
Namun dalam waktu yang sama kita juga harus memperhatikan dan mencermati sumber ajaran
Islam dengan menggunakan penalaran dan analisis yangtidak bertentangan dengan misi AlQuran sebagai agama yang menjadi rahmat bagi semua umat manusia, di mana pun dan kapan
pun mereka berada
1.

Liberalis
Istilah Islam Liberal merupakan salah satu wacana dialektis Islam dalam konteks

menghadapi kemodernnan. Wacana ini menjadi penting dan menonjol akhir-akhir ini, ketika
dunia Islam terkepung oleh peradaban dan sains modern yang datang dari barat. Kemunculan
Islam liberal berbeda secara kontras dengan Islam fundamentalis yang menekankan pada tradisi
salaf. Dalam faham liberal, faham fundamentalis hanya akan membawa keterbelakangan yang
akan membawa dunia islam menikmati buah modernitas, berupa kemajuan ekonomi, demokrasi,
hak asasi manusia. Lebih dari itu, faham ini meyakini bahwa apabila Islam difahami dengan
pendekatan liberal akan menjadi perintis jalan bagi liberalisme di dunia barat.
Dalam memahami sumber ajaran islam, Al-Quran dan Al-Sunnah, kelompok ini
berusaha untuk menangkap ajaran moral dan bukan aturan-aturan normatif yang terkandung di
dalamnya. Karena itu, ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan norma hukum tidak harus
difahami apa adanya, melainkan harus dibawa kepada konteks manusia modern.
2.

Moderat
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa kecenderungan pemahaman umat Islam terhadap

Al-Quran dan Al-Sunnah dibedakan menjadi muslim liberal di satu sisi dan muslim
17

fundamentalis di sisi yang lain. Diantara kedua aliran dan kecenderungan ini ada kelompok umat
Islam yang memahami kedua sumber itu secara moderat (tawassuth). Artinya, tidak terlalu bebas,
seperti kelompok Islam liberal dan tidak juga kaku, seperti kelompok Islam fundamentalis.
Kelompok ini melihat persoalan yang muncul saat ini sebagai sebuah keniscayaan, karena
sumber ajaran Islam yang utama, Al-Quran dan Al-Sunnah , turun dalam situasi yang berbeda
dengan apa yang ada saat ini. Diakui, bahwa kedua sumber itu mempunyai ajaran yang bersifat
permanent dan konstan,, tidak berubah dan tidak dapat diubah. Ajaran yang masuk kategori ini
umumnya menyangkut masalah akidah (keimanan) dan ibadah ritual (ibadah mahdlah). Namun
ada juga ajaran yang mengalami perkembangan dan penyempurnaan, seiring degan
perkembangan umat Islam. Ajaran Islam kategori ini lebih bersifat temporer, berubah dan dqapat
disesuaikan dengan perkembangan zaman. Kelompok ini membuat adagium al-Nushush
mutanahiyah wa al-waqai ghairu mutanahiyah. Artinya, Teks suci, Al-Quran dan Al-Sunnah,
bersifat terbatas, sementara kasus dan perstiwa hokum tidak pernah ada batasnya. Bagi mereka,
Al-Quran dan Al-Sunnah harus difahami dalam kaitannya dengan perkembangan umat islam
yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat. Secara sosiologis harus
diakui bahwa masyarakat berkembang dan tidak statis. Bahkan secara linguistic, bahasa
mengalami perubahan sekitar 90 tahun sekali (hampir satu abad). Perubahan ini meniscayakan
adanya perubahan dalam pemahaman terhadap norma dasar, Al-Quran dan Hadis.
Kelompok ini selalu memperhatikan kepentingan dan kebutuhan manusia yang selalu
berkembang, dengan tetap memperhatikan norma yang terdapat dalam teks. Selama telah diatur
secara qathiy, maka perkembangan dan kepentingan manusia harus tunduk pada ketentuan teks
yang sudah mempunyai nilai pasti itu.
Karakteristik kelompok moderat: Pertama, Menggabungkan antara faham salaf dan
modernis. Kelompok ini tidak terpaku hanya pada buku-buku yang ditulis oleh ulama terdahulu,
sebagaimana dilakukan oleh kelompok fundamentalis, melainkan juga memperhatikan
perkembangan pemikiran dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada saat ini.
Kedua, Mengambil pendapat para ulama secara selektif, tidak mengikatkan diri dengan mazhab
tertentu. Kelompok ini berusaha untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan penafsiran genearsi
awal, dengan memperhatikan relevansinya dengan kondisi saat ini. Ketiga, Mendahulukan
persoalan yang universal dibandingkan dengan masalah yang particular. Kelompok ini lebih
18

banyak berbicara masalah yang bersifat pokok (ushul) ketimbang yang bersifat cabang (furu)
Keempat, Kelompok ini berusaha untuk menggabungkan arti yang secara harfiah ada dalam teks,
tetapi berusaha juga memahami apa maksud pemberi syariat dibalik teks itu.
Dari empat karakteristik di atas, dapat difahami, bahwa kelompok ini telah berupaya
untuk membedakan antara masalah-masalah yang prinsipil dan konstan atau permanent di satu
pihak dan masalah-masalah yang tidak prinsipil, berubah dan temporer di sisi yang lain. Mereka
memilah ajaran Islam yang ada menjadi dua kategori, yaitu yang tetap dan berubah. Yang
termasuk prinsipil dan tidak berubah adalah aqidah (keyakinan) , akhlak dan ibadah mahdlah.
Sedangkan dalam masalah muamalah pada umumnya dikategorikan pada masalah yang bersifat
berubah, terutama dalam hal yang bersifat oprasional.
Setelah diaparkan tiga kecenderungan dalam memahami Al-Quran dan Al-Sunnah
(Hadis), kelihatannya yang menjadi kecenderungan umum adalah sikap moderat dalam
mengamalkan ajaran Islam. Sikap dan kecenderungan ini sejalan dengan jiwa dan semangat AlQuran yang menghendaki umat Islam menjadi umat yang moderat (wasathan). Hal ini dapat
dilihat dalam Surat Al-Baqarah ayat 143: Dan demikian pula kami telah menjadikan kamu
(umat Islam) umat yang moderat (adil dan pilihan), agar kamu menjadi saksi atas perbuatan
manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas perbuatan kamu.
Sementara itu Rasulullah SAW bersabda: Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam
agama, karena sesungguhnya orang-orang yang datang sebelum kamu binasa karena sikap
mereka yang berlebihan dalam agama.
Kelihatannya menjadi muslim moderat, bukan saja sesuai dengan jiwa ajaran Al-Quran
dan Hadis, tetapi juga mencerminkan kearifan umat Islam untuk melihat masa sekarang sebagai
sebuah kenyataan yang tidak dapat dihindari, namun tetap dapat mengamalkan ajaran dasar
Islam dengan peneuh keyakinan atas kebenaran ajarannya.
Kelihatannya Muhammadiyah telah faham dan sangat menyadari adanya wacana
pemahaman umat Islam tentang doktrin dan penerapannya. Kecenderungan di kalangan warga
persyarikatan, kalau boleh jujur apa adanya, telah terbagi menjadi dua arus utama ini. Kelompok
Muhammadiyah salafi dalam arti taat asas kembali kepada ajaran Al-Quran dan Al-Sunnah

19

secara literal cukup banyak penganutnya. Bagi kelompok ini, perubahan masyarakat tidak serta
merta harus mengubah pemahaman terhadap Al-Quran dan Al-Sunnah.
Sementara kelompok ashroni di kalangan warga Muhammadiyah tidak kurang banyak
juga penganutnya. Tarik menarik antara dua kelompok kecenderungan ini tidak mustahil akan
menimbulkan ideologi keberagamaan baru dalam Muhammadiyah. Mungkin, di tengah
pergumulan pemikiran itu, adanya sikap tawassuth atau moderat akan lebih arif dan penting
untuk disosialisaikan.

PENUTUP

Kesimpulan
Pembaharuan Islam adalah upaya untuk menyesuiakan paham keagamaan Islam dengan
perkembangan dan yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan terknologi Modern.
Dengan demikian pembaharuan dalam Islam ukan berarti mengubah, mengurangi atau
menambahi teks Al-Quran maupun Hadits, melainkan hanya menyesuaikan paham atas
keduanya.
Adapun tujuan dari pembaharuan dalam dunia Islam yaitu;
1. Mengembalikan ajaran Islam kepada unsur aslinya, dengan bersumberkan Al-Quran dan
Hadist, dan membuang segala bidah, khurafat, tahayul dan mistik.
20

2. Menyatakan dan membuka kembali pintu ijtihad.

Saran
Menurut penulis peran Muhammadiyah sebagai gerakan Tajdid (pembaharuan) harus
mampu menjawab tantangan masa depan. Bagaimana strategi dakwah Muhammadiyah dalam
menjawab tantangan era globalisasi dan informasi saat ini. Muhammadiyah dan teknologi
informasi saling bersinergi. Apabila di cermati sejak kelahiran dan perkembangannya,
Muhammadiyah

menunjukan

identitas

sebagai

gerakan

Tajdid

atau

pembaharuan.

Muhammadiyah yakin bahwa dengan memahami secara sungguh-sungguh, baik dan benar akan
ajaran Islam, maka implementasinya tentu akan baik pula.

DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Nurdin , dkk. Al Islam Kemuhammadiyahan III : kemuahammadiyahan. Umm

Press.

2012. Malang
Muhammadiyah,

Jakarta,

artikel

ini

diakses

pada

tanggal

21

Maret

2015

http://tarjih.muhammadiyah.or.id/content-3-sdet-sejarah.html
Sahrul,

Jakarta,

artikel

ini

diakses

pada

tanggal

21

maret

2015

https://saharullahhukumumk.wordpress.com/2013/05/22/kemuhammadiyahan
Kemuhammadiyahan, Jakarta, hal 143-155, artikel ini ditulis pada tanggal 22 maret 2015

21

Muhammadiyah,

Jakarta,

artikel

ini

diakses

pada

tanggal

22

Maret

2015

http://www.muhammadiyah.or.id/content-176-det-ciri-perjuangan.html
DR. Haedar Nashir, Jakarta, Muhammadiyah Gerakan Pembaharuan, artikel ini ditulis pada
tanggal 22 Maret 2015
Writings

world,

Jakarta,

artikel

ini

diakses

pada

tanggal

24

maret

2015

https://contohmakalahskripsijurnal.wordpress.com/2010/02/17/tajdid-dalam-muhammadiyah/

22

Anda mungkin juga menyukai