LAMPIRAN - G
PERHITUNGAN PENANGANAN LINDI
G.1 Pendahuluan
a). Mekanisme Pembentukan Lindi
Lindi adalah limbah cair sebagai akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan
limbah/sampah kemudian membilas dan melarutkan materi yang ada dalam
timbunan tersebut, sehingga memiliki variasi kandungan polutan organik dan
anorganik. Saat air hujan kontak dengan lahan sampah, sebagian air hilang
menjadi limpasan dan mengalami evapotranspirasi. Sisa dari air tersebut masuk
(infiltrasi) ke dalam timbunan sampah. Lindi akan timbul ketika kemampuan
maksimum sampah menyerap air (field capacity) terlampaui (Gambar G-1).
Lindi sangat potensial menjadi masalah, karena aliran lindi bergerak secara lateral
maupun vertikal bergantung pada karakteristik dari material yang berada di
sekitarnya.
Air permukaan yang telah tercemar oleh lindi dapat menyebabkan matinya ikan,
hilangnya nilai estetik dan perubahan keseimbangan hidup flora dan fauna di
dalam air. Pada kasus pencemaran air tanah, kontaminasi akan berjalan terus
menerus dalam periode yang lama. Untuk menanggulangi dan mencegah
pencemaran ini tentunya akan meghabiskan dana yang sangat besar dan khusus
untuk kasus pencemaran air tanah, untuk mengembalikan kondisi air ke keadaan
semula (tidak tercemar) dibutuhkan waktu puluhan atau bahkan ratusan tahun.
EVAPORASI
TRASPIRASI
PRESIPITASI
RUN OFF
PROSES
BIOKIMIA
INFILTRASI
SAMPAH
INFILTRASI
AIR TANAH
LINDI / PERKOLASI
PT. IRAYA
G -1
untuk beberapa kondisi di lokasi yang berbeda. Rentang jumlah kontaminan yang
cukup jauh manunjukkan sulitnya mendefinisikan atau memprediksikan komposisi
tipikal dari berbagai macam kontaminan yang ada dalam lindi. Variasi komposisi
lindi ini disebabkan oleh berbagai macam sebab antara lain interaksi antara
komposisi sampah, umur dari sampah, kondisi hidrogeologi dari lahan, iklim,
musim dan air yang melalui timbunan. Selain itu penentuan tinggi setiap sel,
kedalaman keseluruhan timbunan, tanah penutup dan kompaksi sampah juga
turut berpengaruh. Setelah lindi keluar dari timbunan sampah, komposisi lindi
dipengaruhi oleh jenis tanah dan pengenceran oleh air tanah.
Salah satu contoh komposisi tipikal lindi menurut usia sampahnya digambarkan
pada Tabel G-1 dan Tabel G-2.
Tabel G-1 : Komposisi Kimia pada Lindi dari Sampah Muda
No
Parameter
Konsentrasi
1
COD
20.000-40.000
2
BOD5
10.000-20.000
3
TOC
9.000-15.000
4
Asam lemak volatil (asam asetat)
9.000-15.000
5
NH3-N
1.000-2.000
6
Org-N
500-1.000
7
NO3
0
No
1
2
3
4
Perubahan tingkat biodegradabilitas dari lindi ditunjukkan pada nilai rasio antara
BOD5/COD. Jika rasio BOD5/COD lindi mendekati 0.5 maka lindi tersebut
diperkirakan relatif biodegradabel. Apabila rasio ini menurun sampai 0.1, maka
polutan pada lindi dapat dioksidasi secara kimiawi. Lindi dari sampah yang stabil
mengandung materi yang kurang biodegradabel seperti asam humus, sehingga
menyebabkan rasio BOD5/COD menjadi kurang dari 0.1.
c). Minimasi Lindi
1. Pelapis Dasar (Liner)
Pada sebuah lahan urug yang baik biasanya dibutuhkan sistem pelapis dasar,
yang bersasaran mengurangi mobilitas lindi ke dalam air tanah. Sebuah liner yang
efektif akan mencegah migrasi cemaran ke lingkungan, khususnya ke dalam air
tanah. Namun pada kenyataannya belum didapat sistem liner yang efektif 100%.
Karena timbulan lindi tidak terelakkan, maka di samping sistem liner dibutuhkan
sistem pengumpulan lindi. Oleh karenanya, dasar sebuah lahan urug akan terdiri
dari :
Lapisan-lapisan bahan liner untuk mencegah migrasi cemaran ke luar lahan
urug
Sistem pengumpulan lindi.
Sistem pelapis tersebut dapat berupa bahan alami (seperti : tanah liat, bentonite)
maupun sintetis. Penggunaan bahan liner tersebut bisa secara tunggal maupun
Lampiran G Lindi
PT. IRAYA
G -2
Lampiran G Lindi
PT. IRAYA
G -3
Meminimasi infiltrasi air hujan ke dalam tumpukan sampah setelah lahan urug
selesai dipakai
Mengontrol emisi gas dari lahan urug ke lingkungan
Mengontrol binatang dan vektor-vektor penyakit yang dapat menyebabkan
penyakit pada ekosistem
Mengurangi resiko kebakaran
Menyediakan permukaan yang cocok untuk berbagai kegunaan setelah lahan
urug selesai digunakan, seperti untuk taman rekreasi dan lain-lain
Elemen utama dalam reklamasi lahan
Mencegah kemungkinan erosi
Memperbaiki tampilan lahan urug dari segi estetika.
Sistem penutup akhir lahan urug terdiri dari beberapa bagian. Bagian atas
biasanya beberapa tanah yang berfungsi sebagai pelindung dan media
pendukung tanaman (top soil). Apabila tanah yang terdapat di lokasi tidak
memenuhi persyaratan maka diperlukan perbaikan. Perbaikan ini dilakukan
dengan cara mencampur atau mengganti tanah tersebut dengan tanah dari lokasi
lain. Tebal lapisan top soil ini adalah 60 cm.
Lapisan di bawah top soil berfungsi sebagai sistem drainase. Lapisan ini
menyalurkan sebanyak mungkin presipitasi yang masuk sehingga tidak mengalir
ke lapisan di bawahnya. Materi yang biasa digunakan berupa materi berpori,
seperti: pasir, kerikil, dan bahan sintetis, seperti geonet. Tebal lapisan ini sekitar 30
cm.
Berikutnya adalah lapisan penahan. Materi yang biasa digunakan adalah
geokomposit (geomembrane dan tanah liat yang dipadatkan). Ketebalan
geomembrane yang dianjurkan adalah lebih besar dari 2,5 mm, sedangkan untuk
tanah liat adalah lebih besar dari 50 cm.
Di bawah lapisan penahan terdapat lapisan sistem ventilasi gas. Sistem ini mutlak
diperlukan untuk sampah kota, karena sebagian besar sampah tersebut
merupakan bahan organik yang dapat diuraikan secara biologis. Dalam kondisi
aerob, gas yang dihasilkan sebagian besar berupa karbon dioksida dan methan;
oleh karena itu pemanfaatan gas bio tersebut dapat dijadikan suatu alternatif
sumber energi. Lapisan sistem ventilasi gas terdiri dari media berpori seperti
pasir/kerikil atau berupa sistem perpipaan. Lapisan terbawah dari sistem penutup
akhir adalah lapisan subgrade. Lapisan ini dibutuhkan untuk meningkatkan
kestabilan permukaan lahan urug. Selain itu lapisan ini membantu pembentukan
kemiringan yang diinginkan guna mempercepat drainase lateral dan mengurangi
tinggi hidrolis. Ketebalan lapisan ini biasanya 30 cm.
Selain sistem penutup akhir tersebut, untuk mengurangi limpasan air yang masuk
ke dalam lahan urug, dilakukan pengaturan kemiringan, juga dilengkapi dengan
drainase permukaan dan penanaman tanaman.
d). Pengolahan Lindi
Dari segi komponen, kandungan pada lindi tidak berbeda dengan air buangan
domestik. Namun zat organik yang terkandung pada lindi dari timbunan sampah
domestik sangat tinggi konsentrasinya. Hal ini ditunjukkan dari sangat tingginya
kadar BOD5 pada lindi yaitu sekitar 2000-30.000. Sistem pengolahan lindi dibagi
menjadi dua tingkat, yaitu pengolahan sekunder dan pengolahan tersier. Untuk
pengolahan sekunder akan diuraikan gambaran singkat tentang unit kolam
Lampiran G Lindi
PT. IRAYA
G -4
stabilisasi (fakultatif dan anaerob) dan kolam aerasi. Adapun pengolahan tersier
akan diuraikan gambaran singkat tentang land treatment dan intermitten sand
filter.
1. Kolam Stabilisasi
Kolam stabilisasi atau kolam oksidasi merupakan suatu kolam yang terdiri atas
tanggul dengan aliran air buangan (influen) yang laminer sehingga menyebabkan
terjadinya aktivitas mikroorganisme. Pengaplikasian kolam ini jika luas area
terpenuhi dan tempat di lokasi memungkinkan adanya sinar matahari masuk ke
dalam kolam untuk proses fotosintesis akan sangat menguntungkan. Hal ini
disebabkan konstruksi yang dibutuhkan kolam ini relatif sederhana dan biaya
operasi relatif lebih murah. Berdasarkan penggunaan oksigen, jenis-jenis kolam
stabilisasi adalah :
Aerob
Anaerob
Fakultatif (aerob-anaerob).
Kolam stabilisasi ini selain dapat menurunkan kadar BOD dan COD juga dapat
menurunkan jumlah fecal coli yang ada dalam leachate. Namun untuk pengolahan
lindi sebaiknya menggunakan kolam anaerobik/fakultatif karena sangat tingginya
kadar BOD.
Kolam fakultatif merupakan kolan stabilisasi yang memiliki zona aerobik, fakultatif
(transisi antara aerobik dan anaerobik), dan zona anaerobik sebagai zona paling
dalam. Zona aerob merupakan zona permukaan yang mana akan terjadi
dekomposisi buangan organik yang diangkut bakteri fakultatif. Zona anaerobik
merupakan zona yang paling dalam yang menjadi tempat akumulasi endapan
yang didekomposisi bakteri anaerob. Untuk mendesain agar terjadinya ketiga
zona tersebut, maka setidaknya kolam fakultatif dikonstruksi dengan kedalaman
antara 1-2 m.
Kolam anaerobik digunakan untuk mengolah air buangan dengan kadar organik
tinggi yang juga mengandung konsentrasi solid yang tinggi. Secara tipikal, kolam
anaerobik merupakan kolam oksidasi yang paling dalam. Untuk mencegah
masuknya energi panas terutama dari sinar matahari dan mempertahankan
kondisi anaerobik, kolam anaerobik dikonstruksi dengan kedalaman antara 1,55m.
Terdapat beberapa keuntungan yang akan didapat dengan pengaplikasian kolam
stabilisasi, yaitu :
Biaya investasi lebih kecil
Biaya operasi, pemeliharaan, dan perlengkapan paling murah
Kebutuhan energi kolam kecil.
Adapun kelemahan yang akan diderita dengan pengaplikasian kolam stabilisasi
adalah :
Tidak toleran terhadap Suspended Solids dan logam
Memerlukan lahan luas
Kemapuan sangat dipengaruhi oleh temperatur (cuaca dan iklim), sehingga
metode ini tidak akan berfungsi efektif pada temperatur di musim dingin
Fleksibilitas sistem terbatas
Gas-gas volatil sangat mungkin dilepaskan dari proses dekomposisi yang akan
mengakibatkan bau dan lalat.
Lampiran G Lindi
PT. IRAYA
G -5
2. Kolam Aerasi
Kolam aerasi merupakan kolam yang berfungsi mengoksidasi air buangan yang
mana kebutuhan oksigennya dipenuhi dengan proses aerasi. Pada prinsipnya,
fungsi pengolahan ini adalah mengkonvensi air buangan menjadi komponenkomponen yang lebih sederhana dengan cara oksidasi.
Untuk memenuhi kebutuhan oksigen, kolam aerasi dilengkapi dengan aerator
yang mempunyai fungsi mensuplai oksigen yang diperlukan untuk menurunkan
kadar BOD/COD. Tipe aerator yang biasanya dipilih dalam aplikasi kolam ini
adalah surface aerator / diffused air aerator. Selain untuk mensuplai oksigen,
aerator berfungsi pula untuk menjaga kondisi cairan selalu dalam keadaan
tersuspensi.
Pada prinsipnya, proses pengolahan kolam aerasi sama dengan kolam stabilisasi,
yang membedakannya adalah kolam aerasi dilengkapi dengan aerator. Dengan
dilengkapi aerator, maka biaya operasi dan pemeliharaan aerasi lebih mahal
karena membutuhkan energi listrik untuk pengoperasian aerator. Namun dari segi
kebutuhan lahan, unit ini membutuhkan lahan yang relatif kecil.
3. Land Treatment (Rapid-Infiltrated Plant)
Matoda Rapid Infiltrated Plant adalah metoda pengolahan lindi dengan cara
meresapkan cairan lindi pada suatu lahan yang ditanami tumbuhan tertentu.
Tumbuhan yang dipilih adalah tumbuhan yang memiliki kriteria sebagai berikut :
Tumbuhan berbuluh, tumbuhan ini lebih efektif meresap air dan kemudian
mengevapotranspirasikannya lebih besar.
Memiliki nilai ekonomis atau murah dalam pengadaannya karena tumbuhan
tersebut akan menjadi media yang dikorbankan.
Dalam sistem infiltrasi cepat, air buangan yang telah menerima beberapa
perlakuan pengolahan dialirkan secara intermitten oleh saluran infiltrasi atau
kolam distribusi. Namun biasanya tanaman tidak ditanam di kolam infiltrasi.
Kecepatan loading dalam metoda ini relatif tinggi, sehingga kehilangan akibat
evaporasi kecil. Dengan kecepatan loading yang tinggi ini, maka air yang
mengalami perkolasi langsung melalui profil tanah, merupakan fraksi terbesar
ketika pengolahan terjadi.
Media tanah yang digunakan dalam metode ini agar infiltrasi berlangsung cepat
adalah tanah yang setidaknya mempunyai permeabilitas 25 mm/hari atau lebih.
Metoda ini memberikan biaya investasi , operasi, pemeliharaan, dan pengawasan
yang lebih murah.
4. Intermitten Sand Filter
Metoda ini merupakan metoda pengolahan yang menggunakan kolam bermedia
pasir atau media berbutir lainnya, yang mana influen dialirkan secara intermitten,
dan effluen dialirkan melalui saluran di bawah kolam. Pada prinsipnya, metoda
pengolahan ini sama dengan metode saringan pasir lainnya, yang membedakan
adalah cara pengaliran influen menuju permukaan kolam dilakukan secara
intermitten dengan maksud agar air buangan terdistribusi baik secara kuantitatif
maupun kualitatif.
Lampiran G Lindi
PT. IRAYA
G -6
Secara fisik metoda ini menggunakan kolam dangkal dengan media pasir setebal
24-30 inchi (0,6-0,76 m) yang dilengkapi sistem distribusi influen dan sistem
saluran bawah kolam. Influen dialirkan secara periodik ke permukaan kolam lalu
filtrat dikumpulkan di sistem saluran bawah kolam. Setelah itu efluen dari unit ini
dialirkan menuju fasilitas penanganan akhir, seperti desinfeksi, atau langsung
dibuang ke badan air.
Lampiran G Lindi
PT. IRAYA
G -7
Tanah Biasa, 30 cm
Sampah
Tanah Biasa, 30 cm, k = 10 -4cm/det
Geotekstil
Kerikil, 15 cm
Tanah Asli Dipadatkan, 15 cm, k = 10-7cm/det
Tanah Liat, 25 cm
Tanah Liat, 25 cm
Tanah Asli Dipadatkan, k = 10-5cm/det
Gambar G-2 : Lapisan Dasar TPA
Hasil perhitungan lindi selengkapnya dapat dilihat pada lampiran setelah bagian
ini. Dari hasil perhitungan dengan metode HELP, timbulan lindi puncak mencapai
605,31 m3/hari atau 7,005 l/detik.
b). Timbulan Lindi pada Akhir Operasi
Timbulan lindi akhir operasi yaitu timbulan lindi yang terjadi ketika seluruh Blok
(Blok 1,2,3, dan 4) seluas 36,71 ha TPA Regional Mamminasata telah penuh
atau dengan kata lain TPA Regional Mamminasata tidak lagi menerima pasokan
sampah. TPA ditutup menyesuaikan aturan penutupan akhir TPA yang terdapat
dalam SNI.
Hasil perhitungan dengan metode HELP diperoleh timbulan lindi puncak 928,98
m3/hari = 10,75 l/detik.
Bila dibandingkan dengan pengoperasian dengan open dumping, artinya sampah
tidak ditutup daengan menggunakan lapisan penutup akhir, maka timbulan
lindinya akan mencapai 2.106,16 m3/hari = 24,38 l/detik (perhitungan terlampir
pada bagian belakang laporan ini).
Lampiran G Lindi
PT. IRAYA
G -8
Lampiran G Lindi
PT. IRAYA
G -9
Lampiran G Lindi
PT. IRAYA
G -10
Asumsi BOD influen rata-rata adalah 4000 mg/lt, sedang asumsi efluen final
adalah sesuai dengan baku mutu efluen golongan III, yaitu 150 mg/lt.
Lindi
dari
TPA
Tahap I
Tahap I
Tahap I
Kolam
Stabilisasi
Kolam
Aerasi
Lahan
Sanitasi
Tahap II
Tahap II
Tahap II
Kolam
Stabilisasi
Kolam
Aerasi
Lahan
Sanitasi
Tahap I
Area
Kontrol
PT. IRAYA
G -11
Debit timbulan lindi Q 12,5 l/det, dengan waktu detensi td 2o hari maka volume
kolam V = 21.600 m3. Jika kedalaman kolam 2,5 meter maka luas kolam total A =
8.640 m2. Bentuk kolam direncanakan akan menyesuaikan dengan topografi dan
ketersediaan lahan.
BOD yang dikeluarkan adalah :
S = (So) / (l + k' . t)
= 4.000/(1 + 0,1 x 20) = 1.333,3 mg/liter
Atau mempunyai efisiensi = 66,67 % (biasanya antara 50 - 85%).
(b) Kolam Aerasi Secara Mekanis
Kolam aerasi mekanis yang diusulkan adalah dari jenis fakultatif, dengan
pertimbangan :
- Tidak dibutuhkan unit pengendap dan pengolah lumpur
- Power yang dibutuhkan lebih rendah.
Beberapa besaran yang biasa digunakan :
- Kedalaman 2 - 5 meter
- Waktu detensi 3 - 12 hari
- Efisiensi konversi BOD : 75 - 90%.
Asumsi :
- BOD in (So) = 1.333,3 mg/liter atau beban BOD = 16.666,67 mg/det (360kg/hari)
- Efisiensi diambil 80% sehingga BOD out (S) = 266,6 mg/l (287,928 kg/hari)
- Konsentrasi solid mikrobial X = 50 mg/l
- Konstanta laju penyisihan k = 0,017 0,3 (mg/l.hari) -1; diambil 0,018.
Dengan demikian waktu kontak = (So-S)/(k.X.S)
= (1.333,3-266,6)/(0,018x50x138,8) = 8,5 hari.
Dengan debit rancangan 2,5 liter/detik, maka dibutuhkan volume kolam = 9.180
m3. Untuk kedalaman kolam 1,5 meter maka luas lahan yang dibutuhkan = 6.120
m2. Perbandingan panjang dan lebar (dimensi) disesuaikan dengan kondisi
topografi lahan yang tersedia.
Kebutuhan oksigen untuk efisiensi pengolahan 80% removal BOD dengan aerasi
secara mekanis :
Oksigen per jam = 0,9 (0,8 x 1.440 kg/hari) x 1hari/24jam
= 43,2 kg/jam.
Bila kebutuhan power adalah 1,75 kg oksigen per HP per jam, maka dibutuhkan
tenaga sebesar 24,69 HP (= 18,75 kw). Bila efisiensi penangkapan oksigen di
lapangan dianggap 75%, maka power yang dibutuhkan adalah 25 kw.
Untuk itu dibutuhkan minimal 16 (enam belas) unit surface aerator dengan
spesifikasi :
- Tenaga bersih per unit 1,50 kw
- Motor shaft : one-piece 17-4 stainless steel
- Propeller : 316 stainless steel, dynamically balance
- Diffuser head : gray iron atau stainless steel
- Dilengkapi dengan float
- Versi : dual speed guna mengantisipasi perubahan beban.
Lampiran G Lindi
PT. IRAYA
G -12
Lampiran G Lindi
PT. IRAYA
G -13
Lampiran G Lindi
PT. IRAYA
G -14
Lampiran G Lindi
PT. IRAYA
G -15