Anda di halaman 1dari 15

Bantuan Teknis Perencanaan TPA Regional MAMMINASATA

(Makassar,Maros,Sungguminasa, dan Takalar)

LAMPIRAN - G
PERHITUNGAN PENANGANAN LINDI
G.1 Pendahuluan
a). Mekanisme Pembentukan Lindi
Lindi adalah limbah cair sebagai akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan
limbah/sampah kemudian membilas dan melarutkan materi yang ada dalam
timbunan tersebut, sehingga memiliki variasi kandungan polutan organik dan
anorganik. Saat air hujan kontak dengan lahan sampah, sebagian air hilang
menjadi limpasan dan mengalami evapotranspirasi. Sisa dari air tersebut masuk
(infiltrasi) ke dalam timbunan sampah. Lindi akan timbul ketika kemampuan
maksimum sampah menyerap air (field capacity) terlampaui (Gambar G-1).
Lindi sangat potensial menjadi masalah, karena aliran lindi bergerak secara lateral
maupun vertikal bergantung pada karakteristik dari material yang berada di
sekitarnya.
Air permukaan yang telah tercemar oleh lindi dapat menyebabkan matinya ikan,
hilangnya nilai estetik dan perubahan keseimbangan hidup flora dan fauna di
dalam air. Pada kasus pencemaran air tanah, kontaminasi akan berjalan terus
menerus dalam periode yang lama. Untuk menanggulangi dan mencegah
pencemaran ini tentunya akan meghabiskan dana yang sangat besar dan khusus
untuk kasus pencemaran air tanah, untuk mengembalikan kondisi air ke keadaan
semula (tidak tercemar) dibutuhkan waktu puluhan atau bahkan ratusan tahun.

EVAPORASI
TRASPIRASI

PRESIPITASI

RUN OFF

PROSES
BIOKIMIA

INFILTRASI
SAMPAH
INFILTRASI
AIR TANAH
LINDI / PERKOLASI

Gambar G-1 : Mekanisme Terbentuknya Lindi


b). Komposisi Lindi
Komposisi lindi sangat bervariasi dari waktu ke waktu bergantung pada aktivitas
secara fisik, kimia dan biologis yang terjadi dalam sampah. Sangat sulit untuk
menyimpulkan atau mendefinisikan karakteristik lindi di TPA. Variasi
penggambaran kontaminan dari lindi telah ada dalam berbagai macam literatur
Lampiran G Lindi

PT. IRAYA

G -1

Bantuan Teknis Perencanaan TPA Regional MAMMINASATA


(Makassar,Maros,Sungguminasa, dan Takalar)

untuk beberapa kondisi di lokasi yang berbeda. Rentang jumlah kontaminan yang
cukup jauh manunjukkan sulitnya mendefinisikan atau memprediksikan komposisi
tipikal dari berbagai macam kontaminan yang ada dalam lindi. Variasi komposisi
lindi ini disebabkan oleh berbagai macam sebab antara lain interaksi antara
komposisi sampah, umur dari sampah, kondisi hidrogeologi dari lahan, iklim,
musim dan air yang melalui timbunan. Selain itu penentuan tinggi setiap sel,
kedalaman keseluruhan timbunan, tanah penutup dan kompaksi sampah juga
turut berpengaruh. Setelah lindi keluar dari timbunan sampah, komposisi lindi
dipengaruhi oleh jenis tanah dan pengenceran oleh air tanah.
Salah satu contoh komposisi tipikal lindi menurut usia sampahnya digambarkan
pada Tabel G-1 dan Tabel G-2.
Tabel G-1 : Komposisi Kimia pada Lindi dari Sampah Muda
No
Parameter
Konsentrasi
1
COD
20.000-40.000
2
BOD5
10.000-20.000
3
TOC
9.000-15.000
4
Asam lemak volatil (asam asetat)
9.000-15.000
5
NH3-N
1.000-2.000
6
Org-N
500-1.000
7
NO3
0
No
1
2
3
4

Tabel G-2 : Komposisi Kimia pada Lindi dari Sampah Tua


Parameter
Konsentrasi
COD
500-3.000
BOD5
50-100
TOC
100-1.000
Asam lemak volatil (asam asetat)
50-100

Perubahan tingkat biodegradabilitas dari lindi ditunjukkan pada nilai rasio antara
BOD5/COD. Jika rasio BOD5/COD lindi mendekati 0.5 maka lindi tersebut
diperkirakan relatif biodegradabel. Apabila rasio ini menurun sampai 0.1, maka
polutan pada lindi dapat dioksidasi secara kimiawi. Lindi dari sampah yang stabil
mengandung materi yang kurang biodegradabel seperti asam humus, sehingga
menyebabkan rasio BOD5/COD menjadi kurang dari 0.1.
c). Minimasi Lindi
1. Pelapis Dasar (Liner)
Pada sebuah lahan urug yang baik biasanya dibutuhkan sistem pelapis dasar,
yang bersasaran mengurangi mobilitas lindi ke dalam air tanah. Sebuah liner yang
efektif akan mencegah migrasi cemaran ke lingkungan, khususnya ke dalam air
tanah. Namun pada kenyataannya belum didapat sistem liner yang efektif 100%.
Karena timbulan lindi tidak terelakkan, maka di samping sistem liner dibutuhkan
sistem pengumpulan lindi. Oleh karenanya, dasar sebuah lahan urug akan terdiri
dari :
Lapisan-lapisan bahan liner untuk mencegah migrasi cemaran ke luar lahan
urug
Sistem pengumpulan lindi.
Sistem pelapis tersebut dapat berupa bahan alami (seperti : tanah liat, bentonite)
maupun sintetis. Penggunaan bahan liner tersebut bisa secara tunggal maupun
Lampiran G Lindi

PT. IRAYA

G -2

Bantuan Teknis Perencanaan TPA Regional MAMMINASATA


(Makassar,Maros,Sungguminasa, dan Takalar)

kombinasi antara keduanya yang dikenal sebagai geokomposit, tergantung fungsi


yang dibutuhkan. Formasi lapisan dan jenis bahan liner ini bermacam-macam
tergantung pada karakteristik buangan padat yang ditimbun. Untuk jenis sampah
kota, Bagchi merekomendasikan cukup mengaplikasikan sistem singled liner
dengan jenis bahan liner berupa clay.
Pelapis dasar yang dianjurkan adalah dengan geosintetis atau dikenal sebagai
flexible membrane liner (FML). Jenis geosintetis yang biasa digunakan sebagai
pelapis dasar adalah :
Geotextile sebagai filter
Geonet sebagai sarana drainase
Geomembrane dan geokomposit sebagai lapisan penghalang.
Untuk landfill sampah kota di Indonesia perlu dipertimbangkan hal-hal seperti :
Lahan urug biasanya terletak di luar kota, dan kadangkala berdekatan dengan
perumahan penduduk yang belum terjangkau oleh sistem pelayanan air
minum yang layak (seperti PDAM), sehingga masalah pencemaran lindi perlu
dipertimbangkan
Intensitas hujan di Indonesia cukup tinggi.
Pada dasarnya tanah mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi dan
mendegradasi pencemar, namun adanya lapisan liner tambahan akan menjamin
hal tersebut. Disarankan juga bahwa kemiringan dasar TPA mengarah ke titik-titik
tertentu yaitu tempat lindi terkumpul untuk ditangani lebih lanjut.
2. Saluran Pengumpul Lindi
Sistem pengumpul lindi yang umum digunakan adalah :
Menggunakan pipa berlubang yang ditempatkan dalam saluran, kemudian
diselubungi batuan. Cara ini paling banyak digunakan pada landfill
Membuat saluran kemudian saluran tersebut diberi pelapis dan di dalamnya
disusun batu kali kosong.
Fasilitas-fasilitas pengumpulan lindi dengan menggunakan pipa secara umum
adalah sebagai berikut :
Slope teras
Untuk mencegah akumulasi lindi di dasar suatu lahan urug, dasar lahan urug
ditata menjadi susunan teras-teras dengan kemiringan tertentu (1-5%)
sehingga lindi akan mengalir ke saluran pengumpul (0,5-1%). Untuk
mengalirkan lindi ke unit pengolahan atau resirkulasi setiap saluran pengumpul
dilengkapi dengan pipa berlubang. Kemiringan dan panjang maksimum
saluran pengumpul dirancang berdasarkan kapasitas fasilitas saluran
pengumpul. Untuk memperkirakan kapasitas fasilitas saluran pengumpul
dipergunakan persamaan Manning.
Piped Bottom
Dasar lahan urug dibagi menjadi beberapa persegi panjang yang dipisahkan
oleh pemisah tanah liat. Lebar pemisah tersebut tergantung dari lebar sel.
Pipa-pipa pengumpul lindi ditempatkan sejajar dengan panjang sel dan
diletakkan langsung pada geomembrane.
3. Penutup Akhir
Beberapa fungsi dari sistem penutup akhir tersebut adalah :

Lampiran G Lindi

PT. IRAYA

G -3

Bantuan Teknis Perencanaan TPA Regional MAMMINASATA


(Makassar,Maros,Sungguminasa, dan Takalar)

Meminimasi infiltrasi air hujan ke dalam tumpukan sampah setelah lahan urug
selesai dipakai
Mengontrol emisi gas dari lahan urug ke lingkungan
Mengontrol binatang dan vektor-vektor penyakit yang dapat menyebabkan
penyakit pada ekosistem
Mengurangi resiko kebakaran
Menyediakan permukaan yang cocok untuk berbagai kegunaan setelah lahan
urug selesai digunakan, seperti untuk taman rekreasi dan lain-lain
Elemen utama dalam reklamasi lahan
Mencegah kemungkinan erosi
Memperbaiki tampilan lahan urug dari segi estetika.

Sistem penutup akhir lahan urug terdiri dari beberapa bagian. Bagian atas
biasanya beberapa tanah yang berfungsi sebagai pelindung dan media
pendukung tanaman (top soil). Apabila tanah yang terdapat di lokasi tidak
memenuhi persyaratan maka diperlukan perbaikan. Perbaikan ini dilakukan
dengan cara mencampur atau mengganti tanah tersebut dengan tanah dari lokasi
lain. Tebal lapisan top soil ini adalah 60 cm.
Lapisan di bawah top soil berfungsi sebagai sistem drainase. Lapisan ini
menyalurkan sebanyak mungkin presipitasi yang masuk sehingga tidak mengalir
ke lapisan di bawahnya. Materi yang biasa digunakan berupa materi berpori,
seperti: pasir, kerikil, dan bahan sintetis, seperti geonet. Tebal lapisan ini sekitar 30
cm.
Berikutnya adalah lapisan penahan. Materi yang biasa digunakan adalah
geokomposit (geomembrane dan tanah liat yang dipadatkan). Ketebalan
geomembrane yang dianjurkan adalah lebih besar dari 2,5 mm, sedangkan untuk
tanah liat adalah lebih besar dari 50 cm.
Di bawah lapisan penahan terdapat lapisan sistem ventilasi gas. Sistem ini mutlak
diperlukan untuk sampah kota, karena sebagian besar sampah tersebut
merupakan bahan organik yang dapat diuraikan secara biologis. Dalam kondisi
aerob, gas yang dihasilkan sebagian besar berupa karbon dioksida dan methan;
oleh karena itu pemanfaatan gas bio tersebut dapat dijadikan suatu alternatif
sumber energi. Lapisan sistem ventilasi gas terdiri dari media berpori seperti
pasir/kerikil atau berupa sistem perpipaan. Lapisan terbawah dari sistem penutup
akhir adalah lapisan subgrade. Lapisan ini dibutuhkan untuk meningkatkan
kestabilan permukaan lahan urug. Selain itu lapisan ini membantu pembentukan
kemiringan yang diinginkan guna mempercepat drainase lateral dan mengurangi
tinggi hidrolis. Ketebalan lapisan ini biasanya 30 cm.
Selain sistem penutup akhir tersebut, untuk mengurangi limpasan air yang masuk
ke dalam lahan urug, dilakukan pengaturan kemiringan, juga dilengkapi dengan
drainase permukaan dan penanaman tanaman.
d). Pengolahan Lindi
Dari segi komponen, kandungan pada lindi tidak berbeda dengan air buangan
domestik. Namun zat organik yang terkandung pada lindi dari timbunan sampah
domestik sangat tinggi konsentrasinya. Hal ini ditunjukkan dari sangat tingginya
kadar BOD5 pada lindi yaitu sekitar 2000-30.000. Sistem pengolahan lindi dibagi
menjadi dua tingkat, yaitu pengolahan sekunder dan pengolahan tersier. Untuk
pengolahan sekunder akan diuraikan gambaran singkat tentang unit kolam
Lampiran G Lindi

PT. IRAYA

G -4

Bantuan Teknis Perencanaan TPA Regional MAMMINASATA


(Makassar,Maros,Sungguminasa, dan Takalar)

stabilisasi (fakultatif dan anaerob) dan kolam aerasi. Adapun pengolahan tersier
akan diuraikan gambaran singkat tentang land treatment dan intermitten sand
filter.
1. Kolam Stabilisasi
Kolam stabilisasi atau kolam oksidasi merupakan suatu kolam yang terdiri atas
tanggul dengan aliran air buangan (influen) yang laminer sehingga menyebabkan
terjadinya aktivitas mikroorganisme. Pengaplikasian kolam ini jika luas area
terpenuhi dan tempat di lokasi memungkinkan adanya sinar matahari masuk ke
dalam kolam untuk proses fotosintesis akan sangat menguntungkan. Hal ini
disebabkan konstruksi yang dibutuhkan kolam ini relatif sederhana dan biaya
operasi relatif lebih murah. Berdasarkan penggunaan oksigen, jenis-jenis kolam
stabilisasi adalah :
Aerob
Anaerob
Fakultatif (aerob-anaerob).
Kolam stabilisasi ini selain dapat menurunkan kadar BOD dan COD juga dapat
menurunkan jumlah fecal coli yang ada dalam leachate. Namun untuk pengolahan
lindi sebaiknya menggunakan kolam anaerobik/fakultatif karena sangat tingginya
kadar BOD.
Kolam fakultatif merupakan kolan stabilisasi yang memiliki zona aerobik, fakultatif
(transisi antara aerobik dan anaerobik), dan zona anaerobik sebagai zona paling
dalam. Zona aerob merupakan zona permukaan yang mana akan terjadi
dekomposisi buangan organik yang diangkut bakteri fakultatif. Zona anaerobik
merupakan zona yang paling dalam yang menjadi tempat akumulasi endapan
yang didekomposisi bakteri anaerob. Untuk mendesain agar terjadinya ketiga
zona tersebut, maka setidaknya kolam fakultatif dikonstruksi dengan kedalaman
antara 1-2 m.
Kolam anaerobik digunakan untuk mengolah air buangan dengan kadar organik
tinggi yang juga mengandung konsentrasi solid yang tinggi. Secara tipikal, kolam
anaerobik merupakan kolam oksidasi yang paling dalam. Untuk mencegah
masuknya energi panas terutama dari sinar matahari dan mempertahankan
kondisi anaerobik, kolam anaerobik dikonstruksi dengan kedalaman antara 1,55m.
Terdapat beberapa keuntungan yang akan didapat dengan pengaplikasian kolam
stabilisasi, yaitu :
Biaya investasi lebih kecil
Biaya operasi, pemeliharaan, dan perlengkapan paling murah
Kebutuhan energi kolam kecil.
Adapun kelemahan yang akan diderita dengan pengaplikasian kolam stabilisasi
adalah :
Tidak toleran terhadap Suspended Solids dan logam
Memerlukan lahan luas
Kemapuan sangat dipengaruhi oleh temperatur (cuaca dan iklim), sehingga
metode ini tidak akan berfungsi efektif pada temperatur di musim dingin
Fleksibilitas sistem terbatas
Gas-gas volatil sangat mungkin dilepaskan dari proses dekomposisi yang akan
mengakibatkan bau dan lalat.
Lampiran G Lindi

PT. IRAYA

G -5

Bantuan Teknis Perencanaan TPA Regional MAMMINASATA


(Makassar,Maros,Sungguminasa, dan Takalar)

2. Kolam Aerasi
Kolam aerasi merupakan kolam yang berfungsi mengoksidasi air buangan yang
mana kebutuhan oksigennya dipenuhi dengan proses aerasi. Pada prinsipnya,
fungsi pengolahan ini adalah mengkonvensi air buangan menjadi komponenkomponen yang lebih sederhana dengan cara oksidasi.
Untuk memenuhi kebutuhan oksigen, kolam aerasi dilengkapi dengan aerator
yang mempunyai fungsi mensuplai oksigen yang diperlukan untuk menurunkan
kadar BOD/COD. Tipe aerator yang biasanya dipilih dalam aplikasi kolam ini
adalah surface aerator / diffused air aerator. Selain untuk mensuplai oksigen,
aerator berfungsi pula untuk menjaga kondisi cairan selalu dalam keadaan
tersuspensi.
Pada prinsipnya, proses pengolahan kolam aerasi sama dengan kolam stabilisasi,
yang membedakannya adalah kolam aerasi dilengkapi dengan aerator. Dengan
dilengkapi aerator, maka biaya operasi dan pemeliharaan aerasi lebih mahal
karena membutuhkan energi listrik untuk pengoperasian aerator. Namun dari segi
kebutuhan lahan, unit ini membutuhkan lahan yang relatif kecil.
3. Land Treatment (Rapid-Infiltrated Plant)
Matoda Rapid Infiltrated Plant adalah metoda pengolahan lindi dengan cara
meresapkan cairan lindi pada suatu lahan yang ditanami tumbuhan tertentu.
Tumbuhan yang dipilih adalah tumbuhan yang memiliki kriteria sebagai berikut :
Tumbuhan berbuluh, tumbuhan ini lebih efektif meresap air dan kemudian
mengevapotranspirasikannya lebih besar.
Memiliki nilai ekonomis atau murah dalam pengadaannya karena tumbuhan
tersebut akan menjadi media yang dikorbankan.
Dalam sistem infiltrasi cepat, air buangan yang telah menerima beberapa
perlakuan pengolahan dialirkan secara intermitten oleh saluran infiltrasi atau
kolam distribusi. Namun biasanya tanaman tidak ditanam di kolam infiltrasi.
Kecepatan loading dalam metoda ini relatif tinggi, sehingga kehilangan akibat
evaporasi kecil. Dengan kecepatan loading yang tinggi ini, maka air yang
mengalami perkolasi langsung melalui profil tanah, merupakan fraksi terbesar
ketika pengolahan terjadi.
Media tanah yang digunakan dalam metode ini agar infiltrasi berlangsung cepat
adalah tanah yang setidaknya mempunyai permeabilitas 25 mm/hari atau lebih.
Metoda ini memberikan biaya investasi , operasi, pemeliharaan, dan pengawasan
yang lebih murah.
4. Intermitten Sand Filter
Metoda ini merupakan metoda pengolahan yang menggunakan kolam bermedia
pasir atau media berbutir lainnya, yang mana influen dialirkan secara intermitten,
dan effluen dialirkan melalui saluran di bawah kolam. Pada prinsipnya, metoda
pengolahan ini sama dengan metode saringan pasir lainnya, yang membedakan
adalah cara pengaliran influen menuju permukaan kolam dilakukan secara
intermitten dengan maksud agar air buangan terdistribusi baik secara kuantitatif
maupun kualitatif.

Lampiran G Lindi

PT. IRAYA

G -6

Bantuan Teknis Perencanaan TPA Regional MAMMINASATA


(Makassar,Maros,Sungguminasa, dan Takalar)

Secara fisik metoda ini menggunakan kolam dangkal dengan media pasir setebal
24-30 inchi (0,6-0,76 m) yang dilengkapi sistem distribusi influen dan sistem
saluran bawah kolam. Influen dialirkan secara periodik ke permukaan kolam lalu
filtrat dikumpulkan di sistem saluran bawah kolam. Setelah itu efluen dari unit ini
dialirkan menuju fasilitas penanganan akhir, seperti desinfeksi, atau langsung
dibuang ke badan air.

G.2 Perkiraan Timbulan Lindi


Lindi yang timbul akan diperkirakan dengan menggunakan suatu program yang
disebut HELP versi 3 (Hydrologic Evaluation of Landfill Performance). Metode
HELP adalah program pemodelan hidrologi 2 dimensi untuk pergerakan air baik
secara vertikal, lateral, melalui maupun yang keluar dari landfill (TPA). Model ini
mengakomodasi data-data cuaca, jemis tanah, desain TPA dan memperhitungkan
solusi teknik untuk efek dari aliran permukaan (run off), infiltrasi, evapotranspirasi,
adanya tumbuhan, kemampuan tanah menyerap air, drainase lindi, resirkulasi
lindi, dan adanya lapisan geomembran dan komposit.
Sistem dalam TPA mencakup adanya variasi kombinasi tumbuhan, tanah penutup,
sel sampah, lapisan drainase dan lapisan geomembran sintetik juga dapat
dimodelkan pada program ini. Program ini dibangun untuk melihat dan
menganalisa neraca air di TPA dengan adanya pengaruh sistem penutupan dan
fasilitas lainnya. Tujuan utama dari model ini adalah untuk membandingkan
alternatif desain dari segi neraca airnya. Model ini dapat digunakan untuk TPA
yang sedang beroperasi, ditutup sebagian ataupun telah ditutup sepenuhnya.
Data cuaca yang digunakan dalam perhitungan, adalah data cuaca 10 tahun
terakhir di wilayah Regional Mamminasata, khususnya daerah Kabupaten Gowa
(1995-2005). Data tersebut diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika di
Provinsi Sulawesi Selatan yang merupakan kompilasi data stasiun pengamatan
cuaca yang terdekat dengan calon lokasi TPA (Kabupaten Gowa).
Produksi lindi bervariasi tergantung pada kondisi tahapan pengoperasian sanitary
landfill, yaitu :
Setelah pengoperasian selesai (tertutup seluruhnya) :Dalam kondisi ini
sampah telah dilapisi tanah penutup akhir. Tanah penutup akhir berfungsi
untuk mengurangi infiltrasi air hujan, sehingga produksi juga akan berkurang
Dalam tahap pengoperasian (terbuka sebagian) : dalam tahapan ini, bagianbagian yang belum ditutup tanah penutup akhir, baik lahan yang sudah
dipersiapkan maupun sampah yang hanya ditutup tanah penutup harian, akan
meresapkan sejumlah air hujan yang lebih besar.
Dari keterangan di atas terlihat betapa pentingnya suatu tanah penutup akhir dan
metoda penimbunan yang baik dalam usaha meminimumkan produksi lindi.
Perkiraan produksi lindi diperlukan untuk :
Menentukan dimensi bangunan pengolah lindi, dan
Menentukan dimensi jaringan pengumpul.
a). Timbulan Lindi pada Awal Operasi
Timbulan lindi minimum diprediksikan terjadi pada awal pengoperasian TPA
Regional Mamminasata, yaitu ketika Blok 1 (9,12 ha) TPA terisi 1 lift sampah
setinggi 5 m. Lapisan dasar yang digunakan sesuai dengan standar SNI.

Lampiran G Lindi

PT. IRAYA

G -7

Bantuan Teknis Perencanaan TPA Regional MAMMINASATA


(Makassar,Maros,Sungguminasa, dan Takalar)

Tanah Biasa, 30 cm
Sampah
Tanah Biasa, 30 cm, k = 10 -4cm/det
Geotekstil
Kerikil, 15 cm
Tanah Asli Dipadatkan, 15 cm, k = 10-7cm/det
Tanah Liat, 25 cm
Tanah Liat, 25 cm
Tanah Asli Dipadatkan, k = 10-5cm/det
Gambar G-2 : Lapisan Dasar TPA
Hasil perhitungan lindi selengkapnya dapat dilihat pada lampiran setelah bagian
ini. Dari hasil perhitungan dengan metode HELP, timbulan lindi puncak mencapai
605,31 m3/hari atau 7,005 l/detik.
b). Timbulan Lindi pada Akhir Operasi
Timbulan lindi akhir operasi yaitu timbulan lindi yang terjadi ketika seluruh Blok
(Blok 1,2,3, dan 4) seluas 36,71 ha TPA Regional Mamminasata telah penuh
atau dengan kata lain TPA Regional Mamminasata tidak lagi menerima pasokan
sampah. TPA ditutup menyesuaikan aturan penutupan akhir TPA yang terdapat
dalam SNI.
Hasil perhitungan dengan metode HELP diperoleh timbulan lindi puncak 928,98
m3/hari = 10,75 l/detik.
Bila dibandingkan dengan pengoperasian dengan open dumping, artinya sampah
tidak ditutup daengan menggunakan lapisan penutup akhir, maka timbulan
lindinya akan mencapai 2.106,16 m3/hari = 24,38 l/detik (perhitungan terlampir
pada bagian belakang laporan ini).

Lampiran G Lindi

PT. IRAYA

G -8

Bantuan Teknis Perencanaan TPA Regional MAMMINASATA


(Makassar,Maros,Sungguminasa, dan Takalar)

Gambar G-3 : Lapisan Penutup Akhir TPA

G.3 Penentuan Saluran Lindi Primer


Perhitungan ini didasarkan kepada asumsi-asumsi sumber lindi hanya dari
resapan air hujan. Curah hujan akan tertampung dalam lahan dan akan
disalurkan keluar oleh saluran secara kontinyu atau dapat dianalogkan lahan
sebagai suatu reservoir air hujan.
Metoda perhitungan saluran pengumpul lindi adalah sesuai dengan perhitungan
saluran terbuka, yang mengalirkan lindi secara gravitasi. Beberapa keterangan
tentang saluran ini adalah :
Subzona : merupakan nomor subzona sesuai dengan perencanaan lahan
Nomor titik : penomoran titik awal atau titik akhir dari suatu bentang saluran
Koordinat saluran : lokasi titik pada sistem koordinat lokal perencanaan lahan
Luas daerah tangkapan : data dalam satuan hektar
Rumus yang digunakan :
(luas subzona tangkapan) x (tinggi hujan/bulan)/(30x24x60) dalam satuan
liter/menit
Nomor bak kontrol : merupakan penanaman suatu bak kontrol yang
menunjukkan titik awal dan titik akhir bentang pipa tersebut.
Elevasi gali-urug : berasal dari perencanaan muka gali-urug (hasil grading)
pada titik yang bersangkutan.
Elevasi dasar galian saluran : elevasi dari dasar galian saluran di mana akan
diletakkan lapisan geomembran.
Rumus yang digunakan : (elevasi gali-urug) - 0,1
- Elevasi muka saluran (lapisan kedap): elevasi dari dasar galian saluran dimana
akan diletakkan lapisan geomembran
Elevasi dasar pipa : menunjukkan elevasi dasar titik awal dan titik akhir
bentang saluran atau elevasi pipa inlet dan outlet pada bak kontrol sekunder.
Angka yang ditunjukkan adalah kedalaman relatifnya terhadap elevasi 0,0.
- Elevasi awal dasar saluran : elevasi perletakan saluran pengumpul pada titik
awal bentang saluran. Perhitungannya adalah :
(elevasi awal muka saluran) + (dimensi saluran disain/1000)
Panjang pipa : menunjukkan panjang (dalam satuan meter) antara titik awal
dan titik akhir suatu bentang pipa
Slope pipa : menunjukkan kemiringan rata-rata saluran primer, yaitu antara titik
awal dan titik akhir saluran primer tersebut. Hasil ditunjukkan dalam satuan
prosen. Rumus perhitungannya adalah :
Elevasi awal muka saluran - elevasi akhir muka saluran x 100%
panjang saluran
- Slope muka saluran : kemiringan rata-rata muka saluran, yaitu antara titik awal
dan titik akhir bentang saluran. Hasil ditunjukkan dalam satuan prosen.
Rumus perhitungannya adalah :
(Elevasi awal muka saluran - elevasi akhir muka saluran)/panjang saluran x 100%

Lampiran G Lindi

PT. IRAYA

G -9

Bantuan Teknis Perencanaan TPA Regional MAMMINASATA


(Makassar,Maros,Sungguminasa, dan Takalar)

Debit kumulatif : hasil perhitungan penambahan kuantitas lindi dari subzona


tangkapannya dan juga yang berasal dari subzona sebelumnya. Ditunjukkan
dalam satuan liter/menit.
Debit tambahan : kuantitas lindi yang diterima oleh suatu bentang pipa dan
berasal dari saluran sekunder. Merupakan angka kumulatif dari suatu lajur
saluran sekunder.
Diameter 40% : menunjukkan diameter pipa yang harus digunakan jika
menginginkan tinggi aliran dalam pipa sama dengan 40% diameter pipa, dalam
satuan inchi.
Diameter 60% : menunjukkan diameter pipa yang harus digunakan jika
menginginkan tinggi aliran dalam pipa sama dengan 60% diameter pipa, dalam
satuan inchi.
Diameter pipa yang akan digunakan sebagai hasil kompromi dengan syarat
yang harus diikuti. Diameter pipa tampak jauh lebih besar dari 40% atau 60%,
karena adanya persyaratan bahwa pipa saluran lindi minimal berdiameter 6
inchi (150 mm).
Dimensi saluran minimal : hasil perhitungan dimensi saluran minimal yang
dibutuhkan untuk mengalirkan lindi dengan kuantitas tercantum pada kolom
debit kumulatif. Hasil dinyatakan dalam satuan mm.
Persamaan yang digunakan = (debit kumulatif/60)/(0,017 x (S/100) 0,5)
Dimensi saluran disain : dimensi terkecil dalam spesifikasi teknis, tetapi masih
lebih besar dari dimensi minimal hasil perhitungan pada kolom sebelumnya.
Debit saluran maksimum : angka hasil perhitungan debit maksimal yang
mampu dialirkan oleh saluran dengan dimensi pada kolom sebelumnya. Angka
pada kolom ini harus lebih besar dari angka pada kolom dimensi saluran
minimal.
Rumus yang digunakan = (dimensi saluran disain) x (60x0,017) x
(S/100)0,5

G.4 Penentuan Kapasitas dan Dimensi Unit Instalasi Pengolahan Lindi


Pada TPA Regional Mamminasata, Instalasi Pengolah Lindi (IPL) utama yang
diusulkan adalah kolam stabilisasi secara alamiah, dilanjutkan dengan kolam
aerasi secara mekanis dan lahan sanitasi berupa kolam filtrasi sorpsi.
Sistem perpipaan pengumpulan lindi juga berfungsi sebagai pengumpul aliran air
hujan pada saat lahan belum beroperasi (masih kosong) untuk kemudian dialirkan
menuju sungai. Sedangkan bila lahan sudah dioperasikan, saluran pipa
pembuangan ke sungai ditutup, kemudian lindi dialirkan menuju instalasi
pengolahan lindi.
Beberapa catatan :
Pada perhitungan rancangan efisiensi sistem dalam menurunkan beban
organik ditumpukan pada kolam stabilisasi sebab menurut penelitian efisiensi
itu tidak banyak bertambah dengan adanya penambahan waktu kontak pada
kolam.
Lahan sanitasi diharapkan dapat menurunkan beban organik tersisa serta
logam berat yang ada, baik secara biologis maupun secara adsorbsi serta
penukaran ion, disamping pengurangan lindi dengan jalan evapotranspirasi.
Secara praktis sulit menentukan besarnya efisiensi yang terjadi, karena akan
tergantung susunan tanahnya.
Namun secara keseluruhan diprakirakan bahwa beban efluen (organik maupun
anorganik) yang dikeluarkan akan sesuai dengan baku mutu.

Lampiran G Lindi

PT. IRAYA

G -10

Bantuan Teknis Perencanaan TPA Regional MAMMINASATA


(Makassar,Maros,Sungguminasa, dan Takalar)

Asumsi BOD influen rata-rata adalah 4000 mg/lt, sedang asumsi efluen final
adalah sesuai dengan baku mutu efluen golongan III, yaitu 150 mg/lt.

Gambar G-4 : Skema Instalasi Pengolah Lindi


Instalasi pengolah lindi (IPL) akan melayani daerah dengan luas total 36,71 ha
dengan produksi puncak lindi yang bervariasi sesuai dengan tahapan operasi dan
pembangunan sarana TPA. Oleh karena itu kapasitas pengolahan lindi harus
mengakomodasi perubahan-perubahan kondisi tersebut. Prediksi debit lindi yang
terjadi dari hasil perhitungan metode HELP berada pada kisaran 2-25 l/det.
Pembangunan Pengolah lindi di TPA Regional Mamminasata akan dibagi menjadi
2 (dua) tahapan pembangunan, yaitu :

Lindi
dari
TPA

Tahap I

Tahap I

Tahap I

Kolam
Stabilisasi

Kolam
Aerasi

Lahan
Sanitasi

Tahap II

Tahap II

Tahap II

Kolam
Stabilisasi

Kolam
Aerasi

Lahan
Sanitasi

Tahap I
Area
Kontrol

Gambar G-5 : Skema Tahapan Pembangunan Instalasi Pengolah Lindi (IPL)


Tahap I :
(a) Kolam Stabilisasi
Kolam stabilisasi yang diusulkan adalah dari jenis fakultatif. Dimensi kolam
ditetapkan dengan rumus : V = Q . t
dimana :
V = volume kolam (m3)
Q = debit lindi (m3/hari)
t = waktu detensi atau waktu kontak (hari)
Kriteria desain kolam stabilisasi adalah :
- Waktu detensi 12 - 33 hari
- Kedalaman kolam 2,5 - 4,0 m
- Efisiensi pengolahan (60 -80%)
- Asumsi BOD 4.000 5.000 mg/l
- Asumsi COD 8.000 10.000 mg/l.
Asumsi :
- BOD in (So) = 4.000 mg/l atau beban BOD 20.000 mg/det (1.738) kg/hari
- Waktu kontak (t) = 20 hari
- Konstanta laju penyisihan k' diambil = 0,1 hari.
Lampiran G Lindi

PT. IRAYA

G -11

Bantuan Teknis Perencanaan TPA Regional MAMMINASATA


(Makassar,Maros,Sungguminasa, dan Takalar)

Debit timbulan lindi Q 12,5 l/det, dengan waktu detensi td 2o hari maka volume
kolam V = 21.600 m3. Jika kedalaman kolam 2,5 meter maka luas kolam total A =
8.640 m2. Bentuk kolam direncanakan akan menyesuaikan dengan topografi dan
ketersediaan lahan.
BOD yang dikeluarkan adalah :
S = (So) / (l + k' . t)
= 4.000/(1 + 0,1 x 20) = 1.333,3 mg/liter
Atau mempunyai efisiensi = 66,67 % (biasanya antara 50 - 85%).
(b) Kolam Aerasi Secara Mekanis
Kolam aerasi mekanis yang diusulkan adalah dari jenis fakultatif, dengan
pertimbangan :
- Tidak dibutuhkan unit pengendap dan pengolah lumpur
- Power yang dibutuhkan lebih rendah.
Beberapa besaran yang biasa digunakan :
- Kedalaman 2 - 5 meter
- Waktu detensi 3 - 12 hari
- Efisiensi konversi BOD : 75 - 90%.
Asumsi :
- BOD in (So) = 1.333,3 mg/liter atau beban BOD = 16.666,67 mg/det (360kg/hari)
- Efisiensi diambil 80% sehingga BOD out (S) = 266,6 mg/l (287,928 kg/hari)
- Konsentrasi solid mikrobial X = 50 mg/l
- Konstanta laju penyisihan k = 0,017 0,3 (mg/l.hari) -1; diambil 0,018.
Dengan demikian waktu kontak = (So-S)/(k.X.S)
= (1.333,3-266,6)/(0,018x50x138,8) = 8,5 hari.
Dengan debit rancangan 2,5 liter/detik, maka dibutuhkan volume kolam = 9.180
m3. Untuk kedalaman kolam 1,5 meter maka luas lahan yang dibutuhkan = 6.120
m2. Perbandingan panjang dan lebar (dimensi) disesuaikan dengan kondisi
topografi lahan yang tersedia.
Kebutuhan oksigen untuk efisiensi pengolahan 80% removal BOD dengan aerasi
secara mekanis :
Oksigen per jam = 0,9 (0,8 x 1.440 kg/hari) x 1hari/24jam
= 43,2 kg/jam.
Bila kebutuhan power adalah 1,75 kg oksigen per HP per jam, maka dibutuhkan
tenaga sebesar 24,69 HP (= 18,75 kw). Bila efisiensi penangkapan oksigen di
lapangan dianggap 75%, maka power yang dibutuhkan adalah 25 kw.
Untuk itu dibutuhkan minimal 16 (enam belas) unit surface aerator dengan
spesifikasi :
- Tenaga bersih per unit 1,50 kw
- Motor shaft : one-piece 17-4 stainless steel
- Propeller : 316 stainless steel, dynamically balance
- Diffuser head : gray iron atau stainless steel
- Dilengkapi dengan float
- Versi : dual speed guna mengantisipasi perubahan beban.

Lampiran G Lindi

PT. IRAYA

G -12

Bantuan Teknis Perencanaan TPA Regional MAMMINASATA


(Makassar,Maros,Sungguminasa, dan Takalar)

(c) Kolam Maturasi


Kolam maturasi yang diusulkan adalah dari jenis aerobik. Dimensi kolam
ditetapkan dengan rumus : V = Q . t
dimana :
V = volume kolam (m3)
Q = debit lindi (m3/hari)
T = waktu detensi, diambil = 2 hari.
Penurunan BOD yang diharapkan paling tidak bisa mencapai 50%. Debit timbulan
lindi Q 12,5 l/det, dengan waktu detensi td 2 hari maka volume kolam V = 2.160
m3. Jika kedalaman kolam 1,5 meter maka luas kolam total A = 1.440 m2.
(c). Lahan Sanitasi (Kolam Filtrasi-Sorpsi)
Guna menyisihkan logam berat yang kurang dapat tersisihkan di pengolahan
sebelumnya, maka diusulkan pengolahan tambahan dengan lahan sanitasi. Lahan
sanitasi ini dapat memanfaatkan sifat-sifat tanah dalam mengadsorbsi substansi
(termasuk sifat-sifat penukar ion), dikombinasikan dengan penyerapan logam
berat oleh tanaman tertentu seperti rumput gajah dan sebagainya. sebagai
pengolah pelengkap, dan dirancang tidak hanya sebagai lahan sanitasi, tetapi
juga sebagai bio-filter.
Asumsi yang diambil adalah :
- Debit lindi yang diperhitungkan = 12,5 liter/det
- Efisiensi penyisihan organik paling tidak 50%
- Kelulusan Filter = 1 x 10 -3 cm/detik sampai 1 x 10 -4 cm/det, atau mempunyai
kecepatan filtrasi = 0,01 l/det per m2 sampai 0,001 l/det per m2.
Dengan demikian kebutuhan lahan berkisar antara 1.250 m 2 sampai 12.500 m2.
Dalam hal ini disediakan lahan seluas minimal 2.500 m 2 bila akan dibangun
sekaligus. Kecepatan filtrasi disesuaikan dengan kelulusan tanah yang
diaplikasikan.
Susunan lahan sanitasi adalah :
- 0,50 meter top soil dengan rumput gajah atau tanaman yang tahan genangan air
limbah
- 0,50 meter batu marmer (batu kapur)
- 0,50 meter tanah dengan kelulusan 1x10 -2 sampai 1 x 10 -3 cm/detik.
Konstruksi kolam dapat dibuat dari konstruksi beton atau batu kali. Setelah
penggalian, seluruh dasar dan dinding kolam dilapisi beton dengan ketebalan
tertentu. Jenis ini memiliki resiko kebocoran kecil, namun memerlukan biaya cukup
tinggi.
(d). Resirkulasi Lindi
Di samping itu, guna mengurangi beban pengolah serta menambah efisiensi,
maka diusulkan sistem sirkulasi :
- Resirkulasi setelah melalui kolam stabilisasi dan filter (land treatment) guna
menambah efisiensi penurunan beban organik
- Resirkulasi ke dalam timbunan sampah; diusulkan dilakukan dengan cara
pemompaan langsung pada masa sampah yang tidak dioperasikan, atau pada
susunan kerikil pada pipa biogas.

Lampiran G Lindi

PT. IRAYA

G -13

Bantuan Teknis Perencanaan TPA Regional MAMMINASATA


(Makassar,Maros,Sungguminasa, dan Takalar)

Untuk resirkulasi digunakan pompa submersible dengan data :


- Model : pompa submersible
- Debit, Q = 30 l/menit
- H = 50 m kolom air
- Tenaga motor = 0,5 kw (efisiensi 65%).
Tahap II :
Pembangunan Tahap II dilakukan ketika Blok-3 disiapkan, karena menurut hasil
perhitungan debit lindi akan naik secara signifikan ketika Blok-3 mulai beroperasi.
Besar kapasitas pengolahan mengikuti Tahap I hanya saja tidak lagi diperlukan
pembangunan lahan sanitasi karena sudah dibangun sekaligus pada Tahap I.
Kebutuhan luas lahan minimal untuk Instalasi Pengolah Lindi (IPL) yang
direncanakan untuk mengolah lindi yang dihasilkan dari pengurugan sampah
(landfill) di TPA Regional Mamminasata dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel G-3 : Kebutuhan Luas Lahan Minimum untuk Instalasi Pengolah Lindi (IPL)
TPA Regional Mamminasata
No
Unit Pengolah
Tahap I (m2)
Tahap II (m2)
Luas Total (m2)
1. Kolam Stabilisasi
8.640
8.640
17.280
2. Kolam Aerasi
6.120
6.120
12.240
3. Kolam Maturasi
1.440
1.440
2.880
4. Lahan Sanitasi
2.500
0
2.500
2
Luas Total (m )
18.700
16.200
34.900

G.5 Lampiran Perhitungan Lindi dengan Metode HELP

Lampiran G Lindi

PT. IRAYA

G -14

Bantuan Teknis Perencanaan TPA Regional MAMMINASATA


(Makassar,Maros,Sungguminasa, dan Takalar)

Lampiran G Lindi

PT. IRAYA

G -15

Anda mungkin juga menyukai