Anda di halaman 1dari 8

NYERI

1. Pengertian
Nyeri adalah segala hal yang dikatakan oleh orang yang mengalami nyeri dan terjadi
kapan saja orang tersebut mengatakan bahwa ia merasakan nyeri (McCaffery & Pasero, 1999
dalam Kozier & Erb, 2009). Bahkan nyeri adalah sesuatu yang sangat subjektif, tidak ada ukuran
yang objektif padanya, sehingga hanyalah orang yang merasakannya yang paling akurat dan
tepat dalam mendefinisikan nyeri. Nyeri merupakan tanda peringatan bahwa terjadi kerusakan
jaringan, yang harus menjadi pertimbangan utama keperawatan saat mengkaji nyeri (Clancy &
Mc. Vicar, 1992 dalam Potter & Perry, 1997).
Dengan demikian, ada 4 atribut pasti dalam pengalaman nyeri, yaitu: nyeri bersifat
individu, tidak menyenangkan, merupakan suatu kekuatan yang mendominasi dan bersifat tidak
berkesudahan (McMahon, 1994 dalam prasetyo, 2010).
2. Fisiologi Nyeri
a. Stimulus
Nyeri selalu dikaitkan dengan adanya stimulus (rangsang nyeri) dan reseptor. Reseptor
yang dimaksud adalah nosiseptor, yaitu ujung-ujung saraf bebas pada kulit yang berespon
terhadap stimulus yang kuat. Munculnya nyeri dimulai dengan adanya stimulus nyeri. Stimulusstimulus tersebut dapat berupa biologis, zat kimia, panas, listrik serta mekanik. Stimulus
penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer, lalu memasuki medula
spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa
berwarna abu-abu di medula spinalis. Pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel inhibitor,
mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke
korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang
pengetahuan dan pengalaman yang lalu serta kebudayaan dalam upaya mempersepsikan
nyeri(Potter & Perry, 1997).
b. Reseptor Nyeri
Reseptor merupakan sel-sel khusus yang mendeteksi perubahan-perubahan partikular sekitarnya,
kaitannya dengan proses terjadinya nyeri maka reseptor-reseptor inilah yang menangkap
stimulus-stimulus nyeri.
Beberapa penggolongan lain dari reseptor sensori:
a) Termoreseptor: reseptor yang menerima sensasi suhu (panas atau dingin).
b) Mekanoreseptor: reseptor yang menerima stimulus-stimulus mekanik.
c) Nosiseptor: reseptor yang menerima stimulus-stimulus nyeri.
d) Kemoreseptor: reseptor yang menerima stimulus kimiawi (Prasetyo, 2010).
c. Pathways Nyeri
Rangkaian proses terjadinya nyeri diawali dengan tahap transduksi, di mana hal ini terjadi
ketika nosiseptor yang terletak pada bagian perifer tubuh distimulasi oleh berbagai stimulus,

seperti faktor biologis, mekanis, listrik, thermal, radiasi dan lain-lain. Serabut saraf tertentu
bereaksi atas stimulus tertentu.
Beberapa istilah untuk sensasi nyeri ini adalah nyeri cepat (fast pain) dan nyeri lambat
(slow pain). Fast pain (nyeri cepat) dicetuskan oleh reseptor tipe mekanis atau thermal (yaitu
serabut saraf A-Delta), sedangkan slow pain (nyeri lambat) biasanya dicetuskan oleh serabut
saraf C).
Tahap selanjutnya adalah transmisi, di mana impuls nyeri kemudian ditransmisikan serat
efferen (A-Delta dan C) ke medulla spinalis melalui dorsal horn, di mana di sini impuls akan
bersinapsis di substansia gelatinosa (lamina II dan III). Impuls kemudian menyeberang ke atas
melewati traktus spinothalamus anterior dan lateral. Beberapa impuls yang melewati traktus
spinothalamus lateral diteruskan langsung ke thalamus tanpa singgah di formatio retikularis
membawa impuls fast pain. Di bagian thalamus dan korteks serebri inilah individu kemudian
dapat mempersepsikan, menggambarkan, melokalisasi, menginterpretasikan dan mulai berespon
terhadap nyeri.
Beberapa impuls nyeri ditransmisikan melalui traktus paleospinothalamus pada bagian
tengah medulla spinalis. Impuls ini memasuki formatio retikularis dan sistem limbik yang
mengatur prilaku emosi dan kognitif, serta integrasi dari sistem saraf otonom. Slow pain yang
terjadi akan membangkitkan emosi, sehingga timbul respon terkejut, marah, cemas, tekanan
darah meningkat, keluar keringat dingin dan jantung berdebar-debar (Prasetyo, 2010).
3. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat dijelaskan durasi, lokasi atau etiologi.
a. Nyeri Akut
Nyeri akut terjadi setelah terjadinya cidera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan
memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariatif (ringan sampai berat) dan
berlangsung untuk waktu singkat (Meinhart & McCaffery, 1983 dalam prasetyo, 2010).
b. Nyeri Kronik
Nyeri kronik berlangsung lebih lama daripada nyeri akut, intensitasnya bervariasi (ringan
sampai berat) dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan (Prasetyo, 2010). Nyeri kronik
merupakan penyebab utama ketidakmampuan fisik dan psikologis sehingga muncul masalahmasalah, seperti kehilangan pekerjaan, ketidakmampuan untuk melalukan aktivitas sehari-hari
yang sederhana, disfungsi seksual, dan isolasi sosial dari keluarga dan teman-teman (McCaffery,
1986 dalam Potter & Perry, 1997).
Tabel
karakteristik
Tujuan

Perbedaan antara nyeri akut dan nyeri kronis


Nyeri akut
Nyeri kronis
Memperingatkan klien Memberikan alasan pada
terhadap adanya cedera klien
untuk
mencari
atau masalah
informasi berkaitan dengan
perawatan dirinya

Awitan
Durasi
intensitas

Mendadak
dan Durasi singkat (dari
beberapa detik sampai 6
bulan)
intensitasnya
ringan sampai berat
Respon otonom
Frekuensi
jantung
meningkat,
volume
sekuncup
meningkat,
tekanan darah meningkat,
dilatasi pupil meningkat,
tegangan otot meningkat,
motilitas gastrointestinal
menurun, aliran saliva
menurun
Respon psikologis
Ansietas

Respon fisik/
perilaku

Contoh

Terus menerus/intermitten
Durasi lama(6 bulan/lebih)
intensitasnya ringan sampai
berat
Tidak
terdapat
respon
otonom, vital sign dalam
batas normal

Depresi, keputus asaan,


mudah tersinggung/marah,
menarik diri
Menangis/ mengerang, Keterbatasan
gerak,
waspada, mengerutkan kelesuan, penurunan libido,
dahi,
menyeringai, kelelahan/kelemahan,
mengeluh sakit
mengeluh sakit hanya ketika
dikaji/ditanyakan
Nyeri bedah, trauma
Nyeri
kanker,
arthitis,
euralgia terminal

c. Nyeri kutaneus/superficial (cutaneus pain)


Nyeri superficial dapat dirasakan pada seluruh permukaan tubuh atau kulit klien (Prasetyo,
2010).
d. Nyeri somatis dalam (deep somatic pain)
Nyeri somatis dalam biasanya bersifat difus (menyebar) berbeda dengan nyeri superficial
yang mudah untuk dilokalisir (Prasetyo, 2010).
e. Nyeri visceral
Istilah nyeri visceral biasanya mengacu pada bagian viscera abdomen, walaupun
sebenarnya kata viscus (jamak dari viscera) berarti setiap organ tubuh bagian dalam yang lebar
dan mempunyai ruang seperti cavitas tengkorak, cavitas thorak, cavitas abdominal dan cavitas
pelvis. Penyebab nyeri viceral adalah semua rangsangan yang dapat menstimulasi ujung saraf
nyeri didaerah visceral(Prasetyo, 2010).
f. Reffered pain

Reffered pain terkadang aneh, ini dikatakan ketika reffered pain dirasakan oleh klien
dengan sangat, padahal mungkin pada titik nyeri sebenarnya hanya merupakan stimulus nyeri
yang ringan bahkan tidak ada(Prasetyo, 2010).
g. Nyeri psikogenik
Nyeri psikogenik disebut juga psychalgia atau nyeri somatoform, adalah nyeri yang tidak
diketahui secara fisik, mental, emosional atau faktor perilaku (Prasetyo, 2010).
4. faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan reaksi terhadap nyeri
a. Usia
Usia merupakan variable yang penting dalam mempengaruhi nyeri pada individu, anak yang
masih kecil mempunyai kesulitan dalam memahami nyeri dan prosedur pengobatan yang dapat
menyebabkan nyeri, pada pasien lansia sering kali memiliki sumber nyeri lebih dari satu
(Prasetyo, 2010).

b. Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda signifikan dalam berespon terhadap nyeri, hanya
beberapa budaya yang menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus lebih berani dan tidak
boleh menangis dibandingkan anak perempuan dalam situasi yang sama ketika merasakan nyeri
(Prasetyo, 2010).
c. Kebudayaan
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri (Potter &
Perry, 1997).
d. Makna Nyeri
Makna nyeri pada seseorang mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi
terhadap nyeri (Prasetyo, 2010).
e. Lokasi dan Tingkat Keparahan Nyeri
Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat keparahan pada masing-masing
individu. Dalam kaitannya dengan kualitas nyeri (Prasetyo, 2010).
f. Perhatian
Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang
meningkat terhadap nyeri akan meningkatkan respon nyeri sedangkan upaya pengalihan
(distraksi) dihubungkan dengan penurunan respon nyeri (Prasetyo, 2010).
g. Ansietas (kecemasan)

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas yang dirasakan seseorang
seringkali meningkatkan persepsi nyeri, akan tetapi nyeri juga dapat menimbulkan perasaan
ansietas (Prasetyo, 2010).
h. Keletihan
Keletihan dan kelelahan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan sensasi nyeri dan
menurunkan kemampuan koping individu (Prasetyo, 2010).

i. Pengalaman Sebelumnya
seseorang yang terbiasa merasakanan nyeri akan lebih siap dan mudah mengantisipasi nyeri
daripada individu yangmempunyai pengalaman sedikit tentang nyeri (Prasetyo, 2010).
j. Dukungan Keluarga dan Sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali membutuhkan dukungan, bantuan, perlindungan dari
anggota keluarga lain dan orang terdekat, walaupun nyeri masih dirasakan oleh klien, kehadiran
orang terdekat akan meminimalkan kesepian dan ketakutan (Prasetyo, 2010).
5. Pengukuran Intensitas/Tingkat Nyeri
Aspekaspek multidimensional yang mempengaruhi nyeri dapat digunakan oleh perawat
untuk mengkaji nyeri sehingga dapat ditentukan manajemen nyeri yang sesuai. Ada beberapa
aspek yang perlu dikaji pada nyeri yang biasanya disebut sistem P (Paliatif/Provokatif), Q
(Quality), R (Regio), S (Severity), dan T (Time). Namun pembahasan hanya difokuskan pada
severity/keparahan. Keparahan atau intesitas nyeri adalah karakteristik paling subjektif pada
nyeri. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 poin
(AHCPR, 1992 dalam Potter & Perry, 1997).
Prinsip dalam pengkajian nyeri meliputi pengkajian subjektif dengan deskripsi verbal dari
klien dan data objektif dari hasil observasi tingkah laku klien, serta penilaian nyeri dari klien
sendiri.
Dalam melakukan anamnesis pada klien, riwayat nyeri perlu dikaji secara mendalam, yaitu
meliputi :
a. Lokasi. Untuk menentukan lokasi nyeri pada klien, ajukan pertanyaan berikut.
1) Di bagian tubuh mana yang terasa nyeri ? (jika perlu gunakan gambar).
2) Apakah nyeri yang dirasakan ada didalam atau permukaan kulit ?
3) Apakah nyeri dirasakan pada satu tempat saja ?
4) Jika nyeri dirasakan pada lebih dari satu titik, apakah intensitasnya sama ?
5) Apakah nyeri dirasakan pada dua sisi tubuh ? Jika ya, apakah pada sisi lain juga sama?
b. Esktensi atau radiasi. Untuk menentukan ekstensi dan radiasi nyeri pada klien, ajukan pertanyaan
berikut.
1) Nyeri berasal dari mana, apakah dari suatu area atau dari satu titik saja ?

2) Bagaimana pola penyebaran nyeri ?


3) Apakah nyeri terasa menjalar ? Jika ya, menjalar kemana ?
c. Awitan atau pola. Untuk menentukan pola dan awal nyeri itu timbul, ajukan pertanyaan berikut.
1) Kapan nyeri itu mulai timbul ? Apakah menetap atau kadang-kadang ? Apakah terjadi dalam
waktu yang sama, setiap hari, bulan atau musim tertentu ?
2) Apa yang memicu nyeri ? Apakah ada sesuatu yang khusus ? Jelaskan ?
3) Apakah nyeri terjadi secara mendadak atau bertahap ? Apakah terus-menerus atau kadangkadang ? Apakah ada periode sela ? Jika ya, apakah nyeri kemudian hilang atau hanya membaik
saja ?
4) Apakah pola nyeri berubah sejak nyeri timbul ?
d. Durasi. Untuk menentukan durasi nyeri klien, ajukan pertanyaan berikut.
1) Berapa lama nyeri dirasakan ? Adakah waktu terbebas dari rasa nyeri sebelum serangan kembali ?
2) Apakah nyeri itu konstan, intermiten, ritmik, bergetar, atau berdenyut ?
e. Karakter atau kualitas. Untuk menentukan kualitas nyeri ajukan pertanyaan berikut.
1) Apakah nyeri tumpul, tajam, membakar, atau berdenyut ?
f. Intensitas. Untuk menentukan intensitas atau tingkatan nyeri klien, gunakan skala nyeri. Skala
nyeri banyak macamnya (Rahariyani, 2008).
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (1996) terdapat beberapa pengukuran skala nyeri yaitu
sebagai berikut:

1) Skala intensitas nyeri Bourbonais

Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih
respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya,
tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.
2) Skala intensitas nyeri numerik

3) Skala analog visual

4) Skala nyeri enam wajah dengan ekspresi yang berbeda, menampilkan wajah bahagia hingga
wajah sedih, juga di gunakan untuk mengekspresikan rasa nyeri.
Gambar 2.1 Skala wajah untuk nyeri

Karakteristik paling subjektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri
tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau
berat. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu
informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan. Skala nyeri harus dirancang sehingga skala
tersebut mudah digunakan dan tidak menghabiskan banyak waktu saat klien melengkapinya.
Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat.
Skala deskriptif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tetapi
juga mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakannya setelah terapi atau
saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau
peningkatan (Potter & Perry, 1997).
6. Mekanisme Penurunan Nyeri

Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory)

Teori pengendalian gerbang (Melzack & Wall, 1982 dalam Potter & Perry, 1997) menjelaskan
mengapa terkadang sistem saraf pusat menerima stimulus berbahaya dan terkadang, meskipun
pada kerusakan jaringan hebat, mengabaikannya. Teori ini mengusulkan bahwa impuls nyeri
dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.
Mekanisme pertahanan atau gerbang ini dapat ditemukan di sel-sel gelatinosa substansia di
dalam kornu dorsalis pada medula spinalis, talamus dan sistem limbik (Clancy & Mc Vicar, 1992
dalam Potter & Perry, 1997).
DAFTAR PUSTAKA
Potter, Patricia A, and Anne Griffin Perry. 1997. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik Edisi 4 Volume 2, Renata Komalasari (penterjemah), 2005. EGC. Jakarta
Prasetyo, S. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Graha Ilmu. Yogyakarta
Rahariyani D. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Integumen. EGC.
Jakarta
Kozier, Barbara, Glenora Erb, Audrey Berman, Shirlee J. Snyder. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis,
Edisi 5. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai