Anda di halaman 1dari 20

PEMBANGUNAN KAPASITAS BIROKRASI

MELALUI REVOLUSI MENTAL DI INDONESIA


Disusun untuk memenuhi tugas kelompok
Mata kuliah Seminar Isu-isu/Masalah-masalah Pembangunan
Dosen Pengampu : Heru Ribawanto, Drs. MS

Oleh :
Publik-E/ Kelompok 5
NUR LAILY FAJARWATI

125030100111099

LULUK AGUS TININGSIH

125030100111106

YUNIAR RAHMAWATI

125030100111111

ARIK ARIYANI

125030100111103

ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015
1

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDU
.....................................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1

Latar Belakang.....................................................................................................................1

1.2

Rumusan Masalah...............................................................................................................2

1.3

Tujuan Penulisan.................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................3


2.1

Pembangunan Kapasitas.....................................................................................................3

2.2

Birokrasi...............................................................................................................................4

2.3

Revolusi Mental..................................................................................................................5

BAB III PEMBAHASAN..........................................................................................................9


3.1

Pembangunan Kapasitas Birokrasi Melalui Revolusi Mental........................................9

3.2

Faktor Penghambat Pembangunan Kapasitas Melalui Revolusi Mental di Indonesia..........13

BAB IV PENUTUP.................................................................................................................16
4.1

Kesimpulan........................................................................................................................16

4.2

Saran...................................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................17

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kondisi bangsa Indonesia seiring berjalannya waktu semakin tidak
kondusif. Permasalahan terjadi dimana-mana, mulai dari kasus nepotisme,
pelanggaran hukum, kedisiplinan para aparatur negara, hingga permasalahan
yang tiada hentinya terus menyelimuti yaitu tentang korupsi. Menurut VOI
Indonesia, Indonesia masuk dalam peringkat 107 Indeks Persepsi Korupsi di
Dunia dan termasuk dalam peringkat 1 Indeks Persepsi Korupsi di Asia
Pasifik (m.voiindonesia.com). Dengan adanya contoh yang buruk dari para
pemimpin bangsa ini, maka masyarakat pun mulai tidak percaya dengan
negara. Rasa tidak percaya masyarakat terhadap negara jika dibiarkan terusmenerus akan menyebabkan suatu dampak yang buruk bagi kehidupan
bangsa ini. Dalam hal mengantisipasi kehancuran bangsa ini, maka
diperlukanlah suatu perubahan. Perubahan tersebut melalui pembangunan
kapasitas.
Pembangunan Kapasitas menurut Janet L. Finn & Barry Checksoway,
1998, hlm.4, dalam Warsito dan Yuwono, (2003, h.3) dalam definisi ini
maka konsep dasarnya jelas bahwa konstektualitas capacity building
mengacu pada tiga hal pokok, yaitu kemampuan personal (kapasitas
individual),

organizational

(kapasitas

organisasi)

dan

community

(masyarakat). Sehingga disini sangat penting sekali dilakukan pembangunan


kapasitas karena merupakan suatu langkah atau strategi untuk meningkatkan
efisiensi, efektivitas, responsivitas dalam kinerja pemerintahan yang
mencakup tiga aspek dan atau dimensi yaitu pengembangan SDM,
Penguatan Organisasi, dan Reformasi Kelembagaan. Oleh karena itu, dalam
rangka melakukan pembangunan ini terutama pada permasalahan yang
terjadi mengenai kinerja pada birokrasi yang semakin lama tidak
menciptakan kinerja yang memuaskan, maka salah satu langkah yang harus

ditempuh adalah melalui pembangunan kapasitas birokrasi salah satunya


dengan melalui revolusi mental.
Dalam hal birokrasi, muncullah revolusi mental birokrasi yang
dijalankan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi. Revolusi mental birokrasi salah satu strategi yang akan dilakukan
untuk merubah segala bentuk yang sebelumnya telah terjadi pada birokrasi,
agar dapat bekerja sesuai dengan tujuan, dan harapan dari masyarakat yaitu
dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik. Hal ini pun telah
mengacu pada UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Berdasarkan

hal

tersebut,

maka

penulis

mengangkat

judul

Pembangunan Kapasitas Birokrasi melalui Revolusi Mental di Indonesia.


Dalam hal ini akan dijelaskan pembangunan kapasitas melalui revolusi
mental. Selain itu, di jelaskan pula hambatan-hambatan yang terjadi pada
pembangunan kapasitas melalui revolusi mental di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana pembangunan kapasitas birokrasi melalui revolusi mental
di Indonesia?
1.2.2 Apa sajakah

faktor penghambat dalam pembangunan kapasitas

birokrasi melalui revolusi mental?


1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan yaitu
untuk mengetahui, memahami, dan menganalisis sebagai berikut.
1.3.1 Pembangunan kapasitas birokrasi melalui revolusi mental di Indonesia
1.3.2 Faktor penghambat dalam pembangunan kapasitas birokrasi melalui
revolusi mental

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembangunan Kapasitas
2.1.1 Pengertian Pembangunan Kapasitas
Janet L. Finn & Barry Checksoway menjelaskan definisi
Capacity Building sebagai the extent to which they (staff)
demonstrate concrete contributions to personal, organizational and
community development. (Sampai seberapa jauh staf mampu
menunjukkan kontribusi yang nyata terhadap pengembangan personal,
organisasi dan masyarakat). Janet L. Finn & Barry Checksoway, 1998,
hlm.4, dalam Warsito dan Yuwono, (2003, h.3) dalam definisi ini
maka konsep dasarnya jelas bahwa konstektualitas capacity building
mengacu pada tiga hal pokok, yaitu kemampuan personal (kapasitas
individual), organizational (kapasitas organisasi) dan community
(masyarakat).
Katty Sessions, (1993:15) dalam Warsito dan Yuwono, (2003,
h.5) menjelaskan bahwa pembangunan kapasitas umumnya dipahami
sebagai upaya membantu pemerintah, masyarakat ataupun individu
dalam mengembangkan keahlian dan keterampilan yang dibutuhkan
untuk mewujudkan tujuan-tujuan mereka. Program pembangunan
kapasitas seringkali didesain untuk memperkuat kemampuan mereka
dalam

mengevaluasi

pilihan-pilihan

kebijakan

mereka

dan

menjalankan keputusan-keputusannya secara efektif. Pembangunan


kapasitas bisa meliputi pendidikan, pelatihan reformasi peraturan dan
kelembagaan dan juga asistensi finansial, teknologi dan keilmuan.
Menurut Warsito dan Yuwono, (2003, h.6) dijelaskan bahwa
terdapat banyak faktor yang mempengaruhi penyelenggaraan maupun
kesuksesan program yang mempengaruhi penyelenggaraan program
pembangunan kapasitas dalam pemerintahan. Namun secara khusus
dapat disampaikan bahwa dalam konteks Indonesia, maka faktor-

faktor signifikan yang mempengaruhi pembangunan kapasitas


meliputi lima hal pokok yaitu komitmen bersama (collective
commitments),

kepemimpinan,

faktor

(conducive

leadership),

reformasi peraturan, reformasi kelembagaan, pengakuan kekuatan dan


kelemahan yang dimiliki.
2.1.2

Dimensi Pembangunan Kapasitas


Pembangunan kapasitas dapat dibagi pada 3 hal, diantaranya yaitu:
1) Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
Berfokus pada ketersediaan tenaga teknis dan profesional
dengan menunjukkan aktivitas berupa pelatihan, gaji, kondisi
kerja, dan perekrutan.
2) Penguatan Organisasi
Berfokus pada sistem manajemen dan mengembangkan
performansi tugas-tugas khusus dan fungsi; struktur dengan
menunjukkan aktivitas berupa sistem insentif, pemanfaatan
kepemimpinan,

budaya

organisasi,

komunikasi,

struktur

manajerial.
3) Reformasi kelembagaan
Berfokus pada sistem manajemen dan sistem makro dengan
menunjukkan aktivitas berupa: aturan permainan untuk ekonomi
dan rezim politik, kebijaksanaan dan perubahan legal, reformasi
konstitusi.

2.2 Birokrasi
Birokrasi menurut Evers dalam Zauhar (1996) dapat diklasifikasikan
ke dalam tiga kategori yaitu:
1. Birokrasi dipandang sebagai rasionalisme prosedur pemerintahan dan
aparat administrasi publik. Makna ini adalah sejalan dengan ide Weber
tentang birokrasi, dan oleh Evers dinamakan Birokrasi Weber (BW).
2. Birokrasi dipandang sebagai bentuk organisasi yang membengkak dan
jumlah pegawai yang besar. Konsep inilah yang sering disebut Parkinson
Law.

3. Birokrasi dipandang sebagai perluasan kekuasaan pemerintah dengan


maksud mengontrol kegiatan masyarakat. Oleh Evers (dalam Zauhar)
disebut Orwelisasi.
Dengan demikian maka Istilah Birokrasi dalam masyarakat dimaknai
secara diametral (bertentangan satu sama lain yang tidak mungkin mencapai
titik temu):
1. Secara Positif: Birokrasi sebagai alat yang efisien dan efektif untuk
mencapai tujuan tertentu. Dengan adanya alat yang efisien dan efektif ini
maka tujuan suatu organisasi (privat maupun publik) lebih mudah
tercapai.
2. Secara Negatif:

Birokrasi

sebagai

alat

untuk

memperoleh,

mempertahankan dan melaksanakan kekuasaan. Birokrasi adalah sesuatu


yang penuh dengan kekakuan (inflexibility) dan kemandegan struktural
(structural

static),

tatacara

yang

berlebihan

(ritualism)

dan

penyimpangan sasaran (pervesion goals), sifat pengabaian (alienation)


serta otomatis (automatism) dan menutup diri terhadap perbedaan
pendapat (constrain of dissent). Birokrasi seperti ini menurut Marx
bersifat parasitik dan eksploitatif.
Dengan demikian maka Birokrasi dapat juga dimaknai sebagai suatu
sistem kerja yang berlaku dalam suatu organisasi (baik publik maupun
swasta) yang mengatur secara ke dalam maupun keluar. Mengatur ke dalam
berarti berhubungan dengan hal-hal yang menyangkut hubungan atau
interaksi antara manusia dalam organisasi juga antara manusia dengan
sumber daya organisasi lainnya. Sedangkan mengatur keluar berarti
berhubungan dengan interaksi antara organisasi dengan pihak lain baik
dengan lembaga lain maupun dengan individu-individu.

2.3 Revolusi Mental


2.3. Pengertian Revolusi Mental
Istilah Revolusi Mental yang dikemukakan oleh Joko Widodo
(Jokowi) dan Tim. Ada beberapa istilah yang dapat diartikan pada
revolusi mental ini diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Istilah Revolusi Mental banyak dipakai dalam sejarah pemikiran,


manajemen, dan sejarah politik. Penggunaan itu terjadi baik di
dunia Barat maupun Timur, baik oleh pemikir Islam, Kristiani,
Hinduisme maupun (Zen) Buddhisme. Bung Karno pun pernah
menggunakan istilah ini dalam pidato 17 Agustus 1956.
2. Revolusi mentalmenurut Jokowiadalah perubahan paradigma,
mind-set, atau budaya politik dalam rangka pembangunan bangsa
(nation-building) sesauai dengan cita-cita Proklamasi Indonesia
yang merdeka, adil, dan makmur.
3. Revolusi Mental melibatkan semacam strategi kebudayaan. Strategi
kebudayaan berisi haluan umum yang berperan memberi arah
bagaimana

kebudayaan

akan

ditangani,

supaya

tercapai

kemaslahatan hidup berbangsa. Strategi berisi visi dan haluan dasar


yang dilaksanakan berdasarkan tahapan, target setiap tahap,
langkah pencapaian dan metode evaluasinya. Sehingga Revolusi
Mental sebagai strategi kebudayaan adalah menempatkan arti dan
pengertian kebudayaan ke tataran praktek kehidupan sehari-hari.
4. Revolusi Mental membidik transformasi etos, yaitu perubahan
mendasar dalam mentalitas cara berpikir, cara merasa dan cara
mempercayai, yang semuanya menjelma dalam perilaku dan
tindakan sehari-hari. Etos ini menyangkut semua bidang kehidupan
mulai dari ekonomi, politik, sains-teknologi, seni, agama, dsb.
Pengorganisasian, rumusan kebijakan dan pengambilan keputusan
diarahkan untuk proses transformasi itu.
2.3.2

Lokus dan Fokus Revolusi Mental


Lokus untuk memulai revolusi mental terletak pada pendidikan
sekolah.

Hal tersebut dilakukan sebagai siasat kebudayaan

membentuk etos warga negara (citizenship). Oleh karena itu, perlu


dilkukan sejak dini, mengingat landasan kebangsaan Indonesia adalah
kewarganegaraan. Indonesia tidak berdiri dan didirikan di atas prinsip
kesukuan, keagamaan atau budaya tertentu. Di mulai dari pendidikan
kewarganegaraan yang merupakan tuntutan dalam menjalankan
revolusi mental.
6

Fokusnya terletak pada civil society adalah gerakan para warga


negara

(citizens)

untuk

melaksanakan

transformasi

secara

berkelanjutan bagi pemberadaban hidup bersama yang bernama


Indonesia. Revolusi Mental adalah membuat bagaimana kejujuran dan
keutamaan lain-lainnya karena kejujuran sudah menjadi kebiasaan.
2.3.3

Tujuan Revolusi Mental


Tujuan adanya revolusi mental adalah untuk pembangunan
manusia dan pembangunan sosial melalui :
1. Dimensi pembangunan manusia : sehat, cerdas dan berkepribadian
Untuk memperbaiki dan mengembangkan pikiran, fisik dan
kehendak utuk berubah menjadi lebih baik.
2. Dampak penyakit emosi / mental / jiwa
Dampak atau msalah yang sering terjadi pada setiap inidividu,
masyarakat, dan negara itu sendiri.
3. Menuju pada manusia Indonesia yang berkepribadian.
Untuk menuju manusia Indonesia yang berkepribadian haruslah
menjadi manusia yang cerdas, manusia yang sehat, dan revolusi
mental.

2.3.4

Sasaran Revolusi Mental Birokrasi


Ada tiga sasaran revolusi mental yang di terapkan pada semua
birokrasi pemerintahan yaitu :
1. Merubah mindset cara berpikir dan cara pandang.
Seharusnya birokrasi pemerintahan itu melayani masyarakat
dengan baik. Salah satu pelaksanaannya melalui public service
pelayanan publik. Bahwasanya aparatur sipil negara sebagai
representasi dari pemerintahan yaitu hadir pada setiap rakyat yang
membtuhkan
2. Merubah dan Memperbaiki struktur organisasi.
Struktur organisasi yang baik itu seharusnya yang ramping, efisien,
tidak boleh gemuk, dan tidak boleh ada organisasi-organisasi dalam
pemerintahan yang menduplikasi fungsi. Apabila ada duplikasi
fungsi maka harus segera digabungkan, karena tidak mungkin

merampingkan struktur sekaligus menghilangkannya, tetapi dengan


perampingan struktur tata kelola akan lebih sehat.
3. Merubah dan memperbaiki kultur dan budaya.
Budaya kerja yang lebih disiplin, bertanggung

jawab,

mengedepankan kebersamaan dan gotong royong. Apabila ada


aparatur negara yang tidak disipin dan tidak mau mengikuti
peraturan yang telah diterapkan, maka tidak segan-segan akan
dijatuhkan sanksi (dimutasi, didemosi, tidak diberikan tunjangan
kinerja, diberhentikan gaji ke-13, dan dapat diturunkan pangkatnya
sampai tiga tahun).

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pembangunan Kapasitas Birokrasi Melalui Revolusi Mental
Pembangunan kapasitas birokrasi melalui revolusi mental ini
dilaksanakan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi yang berdasarkan pada Undang-undang Aparatur Sipil
Negara No. 5 tahun 2015. Aparatur Sipil Negara sebagai unsur aparatur
negara di cantumkan dalam pasal 8 Undang-undang No.5 tahun 2014
pegawai ASN berfungsi sebagai Pelaksanaan kebijakan publik, Pelayanan
publik, Perekat dan pemersatu bangsa.
Pembangunan kapasitas memiliki tiga dimensi, yaitu sebagai berikut
yang akan dianalisis melalui revolusi mental
1. Reformasi kelembagaan
Berfokus

pada

sistem

manajemen

dan

sistem

makro

dengan

menunjukkan aktivitas berupa aturan permainan untuk ekonomi dan


rezim politik, kebijaksanaan dan perubahan legal, reformasi konstitusi.
Dalam reformasi kelembagaan ini terdapat berbagai kebijakan dalam
revolusi mental yang diambil yaitu sebagai berikut.
a. Pemberlakuan pakaian seragam dinas bagi aparatur sipil Negara
(ASN) khususnya PNS.
Dengan adanya peraturan ini diharapkan ASN memiliki kedisiplinan
yang tinggi, dan memberikan pelayanan yang terbaik bagi
masyarakatnya. ASN yang mengenakan seragam dinas saat jam kerja
akan meningkatkan kedisiplinan dan kualitas pelayanan, sehingga
tidak bisa seenaknya pergi kemana-mana saat jam kerja.
b. Kebijakan hidup sederhana
Untuk melaksanakan kebijakan ini, pejabat pemerintahan dilarang
melakukan rapat dan seminar di luar instansi, menyelenggarakan
pesta pernikahan dengan mengundang tamu lebih dari 400 orang,

melakukan perjalanan ke luar kota menggunakan transportasi kelas


bisnis serta mewajibkan semua instansi pemerintahan menyediakan
makanan lokal dari hasil tani, di antaranya singkong. Dengan
demikian, bukan zamannya lagi menjadi pejabat bisa hidup
bermewah-mewah seperti yang terjadi pada masa lalu. Menjadi
pejabat di era Jokowi harus mau melayani rakyat, bukan dilayani.
c. Pensiun dini
Penyempurnaan program pensiun dini bagi Pegawai Negeri Sipil.
Pensiun dini disiapkan untuk abdi negara yang tidak kompeten dan
disebut hanya menjadi beban negara.
d. Tes Narkoba
Menteri pada pemerintahan era Jokowi ini telah menggandeng
Badan Narkotika Nasional untuk meminimalisir terjadinya kasus
narkoba yang melibatkan aparatur sipil negara yaitu dengan
diadakannya tes narkoba. Tidak hanya untuk pegawai yang telah
memiliki jabatan pada pemerintahan juga terhadap CPNS yang
direkrut pada penerimaan tahun ini.
e. Adanya pengawasan Badan Intelejen Negara untuk kedisiplinan
aparatur
Kedisiplinan yang diperlihatkan oleh aparatur menjadi cermin bahwa
baiknya birokrasi dan pelayanan terhadap masyarakat yang
maksimal. Jika pelayanan baik maka akan berpengaruh pada
pertumbuhan ekonomi negara yang ditargetkan bisa mencapai 7
persen ke atas, selain itu tingkat kemiskinan bisa berkurang sesuai
dengan target dibawah dua digit. Semuanya bisa tercapai jika ada
komitmen satu sama lain. BIN akan memberikan laporan mengenai
disiplin pegawai setiap bulan, ditambah dengan adanya pemantauan
yang dilakukan melalui media sosial.
f. Masuk Sabtu minggu
Jika selama ini para PNS bekerja hanya lima hari dalam seminggu,
kali ini di Era Kepemimpinan Jokowi akan mengalami perubahan di

10

mana para PNS akan disuruh bekerja tujuh hari dalam seminggu.
Tapi, akan tetap ada libur dihari-hari tertentu saja.
g. Moratorium CPNS
Kebijakan pemerintah terkait moratorium CPNS yaitu penundaan
pengangkatan CPNS akan mulai dilaksanakan pada tahun 2015
hingga 5 tahun mendatang. Tujuan moratorium pada saat itu adalah
dikarenakan pemerintah ingin melakukan penataan birokrasi yang
gemuk. PNS didistribusikan ke daerah atau kementerian yang
kekurangan tenaga.
2. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
Berfokus pada ketersediaan tenaga teknis dan profesional dengan
menunjukkan aktivitas berupa pelatihan, gaji, kondisi kerja, dan
perekrutan. Dalam dimensi pertama ini, revolusi mental yang dilakukan
yaitu pada Revolusi Mental pada Aparatur Birokrasi yang merupakan
satu kesatuan dan saling terkait satu sama lain yakni rekrutmen,
pembinaan, dan pengawasan. Ketiganya berperan membentuk aparatur
birokrasi yang bersih, kompeten, dan melayani sebagaimana visi
Kemeterian PAN RB.
Pada rekrutmen yaitu penerimaan PNS dan PPPK (Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Rekrutmen tersebut harus dilakukan
dengan prinsip terbuka, transparan, profesional, dan sesuai kebutuhan.
Terbuka bermakna setiap warga negara yang memenuhi syarat memiliki
kesempatan yang sama untuk mengikuti proses rekrutmen. Transparan
berarti semua tahapan prosesnya bisa diketahui oleh setiap peserta maupun
publik, termasuk kriteria penilaian untuk menentukan diterima atau
tidaknya calon aparatur dimaksud. Profesional diartikan bahwa seluruh
proses rekrutmen dilaksanakan sesuai standar dan tidak melanggar
peraturan perundang-undangan, serta berlangsung jujur. Sesuai kebutuhan,
maksudnya, rekrutmen itu berdasarkan pada analisis kebutuhan pegawai
yang dilakukan secara obyektif. Secara umum kondisi eksisting aparatur

11

(pegawai) berjumlah terlalu banyak. Oleh karenanya, rekrutmen tersebut


tidak boleh berdampak inflasi jumlah pegawai.
Pada pembinaan aparatur diartikan sebagai upaya-upaya yang
dilakukan

dengan

meningkatkan

sadar,

integritas,

berencana,

teratur,

profesionalitas,

dan

terarah

kompetensi,

untuk

kapabilitas,

responsifitas, dan etos kerja yang melayani publik. Pembinaan tersebut


dapat dilakukan dengan 2 (dua) kelompok program. Pertama, Diklat
(pendidikan dan pelatihan) dalam arti luas. Kedua, promosi dan stimulasi.
Termasuk di dalamnya tour of duty dan pemberian insentif.
Terakhir yaitu pengawasan dimaknai sebagai segala upaya sadar,
terencana dan terukur untuk memastikan aparatur berkinerja sesuai dengan
kebutuhan dan target yang telah direncanakan, serta tidak melanggar
peraturan perundang-undangan. Penerapan punishment merupakan salah
satu bentuk pengawasan (bersifat represif) dimaksud. Selain itu, alam
revolusi untuk pengembangan SDM ini juga termasuk didalamnya yaitu
telah dijelaskan pada reformasi kelembagaan pada penjelasan sebelumnya.
Hal ini dikarenakan ketiga aspek pembangunan kapasitas ini saling terkait
dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.
3. Penguatan Organisasi
Berfokus

pada

sistem

manajemen

dan

mengembangkan

performansi tugas-tugas khusus dan fungsi; struktur dengan menunjukkan


aktivitas berupa sistem insentif, pemanfaatan kepemimpinan, budaya
organisasi, komunikasi, struktur manajerial. Dalam hal ini menyangkut
revolusi struktur kelembagaan birokrasi yang selaras dengan penguatan
organisasi ini dilakukan dengan prinsip efektif, efisien, dan responsif
sesuai kebutuhan. Struktur kelembagaan tersebut harus bisa menjawab
cemoohan publik bahwa birokrasi Indonesia itu gemuk dan lamban. Kaya
struktur tapi miskin fungsi. Oleh karenanya harus dibalik menjadi miskin
struktur, kaya fungsi. Namun demikian, perombakan struktur kelembagaan
itu tetap harus didasarkan pada analisis obyektif atas postur ideal

12

kelembagaan sesuai prinsip-prinsip tersebut di atas. Muaranya adalah


lembaga birokrasi yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.
Selanjutnya yaitu penguatan kepemimpinan. Untuk itu di setiap
jenjang pemerintahan mulai dari pusat, daerah bahkan sampai desa harus
dilakukan secara sistemik, masif dan terstruktur. Saatnya para pemimpin di
jajaran birokrasi pemerintahan menjadi contoh (role model) dan agen
perubahan (agent of change) bagi lingkungannya. Keteladanan dari
pemimpin merupakan kunci agenda reformasi birokrasi menuju Indonesia
hebat dan bermartabat sebagaimana kita harapkan bersama.
Selanjutnya yaitu revolusi kultur birokrasi mengarah pada
terbentuknya budaya bersih, antikorupsi, disipilin, responsif-melayani
publik, inovatif, dan efektif-efsien. Untuk itu, perlu ditradisikan sejumlah
hal. Di antaranya: (1) Melayani publik dengan ramah dan senyum; (2)
Berpenampilan sederhana, namun rapih dan sopan; (3) Melahirkan inovasi
pelayanan publik secara reguler atau periodik yang mengarah pada egovernment; (4) Menjelaskan persyaratan, limit waktu, dan besaran biaya
pelayanan publik (bila dikenakan biaya, misalnya pengurusan sertifikat
atau izin tertentu) secara terbuka melalui beragam bentuk media yang
dapat dikontrol publik; (5) Selalu menyediakan pelayanan on-line
disamping pelayanan manual-konvensional; (6) Tepat waktu; dan (7) Lainlain. Dalam revolusi untuk penguatan organisasi ini juga termasuk
didalamnya yaitu telah dijelaskan pada reformasi kelembagaan pada
penjelasan sebelumnya. Hal ini dikarenakan ketiga aspek pembangunan
kapasitas ini saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lain.
Berdasarkan berbagai hal beserta penjelasan tersebut menunjukkan
bahwa pembangunan kapasitas birokrasi saling terkait satu sama lain.
Selain itu, pembangunan kapasitas birokrasi melalui revolusi mental di
Indonesia sangat diperlukan dan memiliki banyak manfaat. Hal ini
dikarenakan kondisi birokrasi di Indonesia yang belum kondusif dan
belum mampu mewujudkan pelayanan publik yang maksimal.

13

3.2 Faktor Penghambat Pembangunan Kapasitas Melalui Revolusi Mental


di Indonesia
Berikut beberapa faktor yang menghambat adanya revolusi mental
birokrasi yaitu sebagai berikut.
1. Budaya instan
Bangsa ini selalu ingin mencari keuntungan tanpa mau kerja
keras. Ini mengingatkan kita akan ungkapan Mochtar Lubis. Beliau
mengemukakan ciri manusia Indonesia, antara lain, ialah munafik, segan
serta enggan bertanggung jawab, berjiwa feodal, percaya takhayul,
artistik, berwatak lemah (cengeng), tidak hemat, kurang gigih, dan tidak
terbiasa bekerja keras. Dengan karakter demikian, kita sebagai bangsa
semakin rusak dari hari ke hari.
Mentalitas jalan pintas adalah akibat, sebagai bangsa, kita tidak
memiliki visi dan karakter. Ketidakjelasan arah pendidikan dan visi yang
hendak dicapai merupakan problem paling berat negeri ini, tidak saja di
masa kini, tapi juga di masa mendatang. Ini merupakan sebuah ancaman
yang sangat mengkhawatirkan. Buah paling aktual yang dapat dirasakan
adalah pendidikan belum berhasil membentuk karakter anak bangsa.
Dengan demikian, karena manusia yang dihasilkan selama ini
adalah sosok instan yang cenderung berpikir pendek dan sempit. Aura
batin kita tak mampu menembus mata hati yang berkesadaran
menciptakan cara berpikir dan bertindak dalam kerangka kemanusiaan
dan keadilan. Hal ini tak akan pernah menjadi gagasan dasar dalam
membentuk perilaku bangsa. Bangsa ini juga kehilangan daya kreativitas
karena miskin cita-cita dan gagasan.
2. Pragmatisme Politik
Dalam konteks politik, mentalitas jalan pintas ini diajarkan setiap
hari kepada publik. Kekuasaan berpikir pragmatis semata-mata untuk
kepentingan stabilitas kekuasaannya di satu sisi, dan di sisi lain, budaya
pragmatisme politik partai di Indonesia begitu kuat. Korbannya adalah
negeri ini, rakyat ini.
14

Hal ini semua juga berpangkal dari budaya politik Indonesia


yang memandang politik bukanlah seni untuk mencapai cita-cita
kesejahteraan rakyat, melainkan sekadar alat transaksi, sebagaimana
transaksi perdagangan. Politik bukan untuk kesejahteraan rakyat,
melainkan untuk kesejahteraan diri sendiri dan golongan tertentu.
Mempertahankan budaya seperti ini sama saja dengan memelihara wajah
keadaban politik Indonesia yang semakin lama semakin kehilangan akal
sehatnya.

15

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pembangunan kapasitas birokrasi melalui revolusi mental ini
dilakukan dengan tiga dimensi yaitu reformasi kelembagaan yang dilakukan
melalui

kebijakan-kebijakan

revolusi

mental

yang

diterapkan,

pengembangan SDM yang dilakukan melalui perekrutan, pembinaan, dan


pengawasan aparatur birokrasi serta penguatan organisasi melalui revolusi
struktur kelembagaan, penguatan kepemimpinan dan budaya organisasi.
Pembangunan kapasitas birokrasi saling terkait satu sama lain. Selain itu,
hal ini sangat diperlukan dan memiliki banyak manfaat dikarenakan kondisi
birokrasi di Indonesia yang belum kondusif dan belum mampu mewujudkan
pelayanan publik yang maksimal. Namun, dalam hal ini terdapat pula faktor
penghambat yaitu dengan adanya budaya instan dan pragmatisme politik
yang ada di Indonesia.

4.2 Saran
Dalam pembangunan kapasitas birokrasi melalui revolusi mental
diperlukan pola pikir budaya yang tidak instan serta tidak adanya
pragmatisme politik agar tidak menjadi penghambat. Oleh karena itu,
pemerintah diharapkan mampu mengubah pola pikir baik melalui sosialisasi
maupun dengan pemberlakukan kebijakan yang tegas dengan adanya sanksi
yang tegas pula. Namun, pada dasarnya semua itu harus dikembalikan lagi
ke masing-masing individu agar memiliki kesadaran diri dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.

16

DAFTAR PUSTAKA
____.Gubernur Dukung Revolusi Mental PNS Babel(Online). Melalui
http://babelterkini.com/gubernur-dukung-revolusi-mental-pns-babel/.
Diakses pada 9 April 2015.
____.http://www.menpan.go.id. Diakses pada 8 April 2015.

__. Kebijakan Moratorium CPNS (Online). Melalui


http://pemerintah.net/kebijakan-moratorium-cpns/. Diakses pada 8 April
2015.
____. Revolusi Mental (Online). Melalui
http://birokrasi.kompasiana.com/2015/01/28/urgensi-penerapan-revolusimental-dan-nawacita-di-kemenpan-rb-719880.html. Diakses pada 8 April
2015.
____. Sasaran Revolusi Mental (Online). Melalui
http://news.okezone.com/read/2014/12/01/337/1072867/tiga-sasaranrevolusi-mental-jokowi. Diakses pada 8 April 2015.
____.Urgensi Penerapan Revolusi Mental dan Nawacita di Kemenpan RB
(Online). Melalui http://birokrasi.kompasiana.com/2015/01/28/urgensipenerapan-revolusi-mental-dan-nawacita-di-kemenpan-rb-719880.html.
Diakses pada 9 April 2015.
Adhi, Robert. 2014. Kebijakan Hidup Sederhana di Era Jokowi (Online). Melalui
http://nasional.kompas.com/read/2014/12/02/06000081/Kebijakan.Hidup.Se
derhana.di.Era.Jokowi. Diakses pada 9 April 2015.
Andra Bagus. 2015. Pengembanagan Kapasitas Kelembagaan (Online). Melalui
http://www.academia.edu/9558808/pengembangan_kapasitas_kelembagaa
n_sektor_publik. Diakses pada 9 April 2015.
HUMAS MENPANRB. Yuddy Chrisnandi Segera Atur Seragam Dinas ASN
(Online). Melalui http://www.menpan.go.id/berita-terkini/2789-yuddychrisnandi-segera-atur-seragam-dinas-asn. Diakses pada 8 April 2015.
Muslimah Anita 2014. Pantau ASN, Menpan Gandeng BIN (Online). Melalui
http://www.asncpns.com/2014/12/pantau-asn-menpan-gandeng-bin.html.
Diakses pada 9 April 2015.

17

Ratna Juwita, dkk.Upaya Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Kapasitas


Kelembagaan. Jurnal Vol. 2 No. 4.

18

Anda mungkin juga menyukai