SKRIPSI
Oleh :
Dinny Eritha Ningrum
1124000013
Puji Syukur penulis senantiasa panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini
Negeri Semarang.
Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis menyadari banyak pihak yang
telah membantu dan memberikan dorongan sehingga pada akhirnya skripsi ini
dapat berjalan dengan lancar. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
ini.
penelitian.
melaksanakan penelitian.
7. Pujiono, S.Pd dan Setyawati Rini, S.Pd; Guru Bahasa Inggris kelas
II-F dan II-B yang telah memberikan bantuan dan dorongan untuk
motivasi dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat ditulis satu
persatu.
Dengan segala kerendahan hati, Penulis menyadari bahwa karya
ini masih belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang
semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis sendiri
Semarang, Januari
2005
Penulis
SARI
M.Si.
Eksperimen.
dari statistik.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas II-F dan II-B
yang telah diuji cobakan yang dinyatakan valid sebanyak 20 soal yang
diperoleh rtabel 0,444. karena r11 > rtabel, maka dapat disimpulkan bahwa
dan Hi diterima.
konvensional”.
pembelajaran dengan baik dan (4) Kepada Instansi atau Lembaga yang
dapat bekerja dengan lebih baik dan professional yang nantinya dapat
PENDAHULUAN
potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal
dan diakui oleh masyarakat. Didukung oleh kemajuan ilmu dan teknologi,
dunia pendidikan secara nyata telah berkembang pesat, terlihat dengan adanya
memang kita akui bahwa siswa tingkat dasar di Indonesia masih lemah dalam
pengetahuan lanjutan dibanding siswa negara lain yang bahasa ibunya bukan
perekonomian dari 173 negara, Indonesia berada pada peringkat 102 di tahun
2001 dibandingkan dengan Jepang pada peringkat ke-8, dan Thailand ke-47.
3.404 siswa di sepuluh propinsi (Jatim, Jateng, DIY, Bali, NTT, Sulsel,
NEM tinggi (66,9%) dan dengan NEM rendah (56,4%) telah belajar Bahasa
Inggris ketika di SD. Mereka merasa senang belajar Bahasa Inggris (89,4%
NEM tinggi dan 85,4% NEM rendah). Walaupun merasa senang, mereka juga
menyatakan bahwa belajar Bahasa Inggris itu sulit. Sayang sekali rasa senang
belajar Bahasa Inggris di SD ini ketika di SMP justru menurun menjadi 63%
Bahasa Inggris di SMP masih jauh dari target yang diharapkan. Sebagai contoh
Boyolali Jawa Tengah adalah 4,2 yang menunjukkkan bahwa lebih dari 75%
(Syamsudin, 2001). Hal tersebut sejalan dengan NEM Bahasa Inggris siswa
tahun 1998/1999 sebesar 4,18 dan tahun 2000/2001 sebesar 4,85 yang
lapangan juga menunjukkan bahwa tenaga kerja Indonesia (TKI) dan tenaga
kerja wanita (TKW) yang keluar negeri kebanyakan lulusan SD/SMP yang
belum dapat berbicara dalam bahasa asing terutama Bahasa Inggris walaupun
Mengikuti era globalisasi dan AFTA sejak tahun 2003, tidak dapat
merupakan salah satu ketrampilan hidup (life skill) yang harus dikuasai oleh
seseorang, khususnya siswa. Hal itu sesuai dengan Undang – Undang No. 25
Tahun 2000 tentang Propenas 2000 – 2004 dengan tujuan untuk mengantisipasi
Untuk itu, anak usia dini lebih baik telah diajarkan bahasa asing.
perkembangan kapasitas otak hanya 50%. Namun, akan melaju cukup pesat
bisa mencapai 80%. Memang, tak salah bila pakar linguistik yang
menyebutkan usia 6-12 tahun merupakan masa emas atau paling ideal untuk
belajar bahasa selain bahasa ibu (bahasa pertama). Pada masa ini anak lebih
berhasil pada penguasaan fonologi (tata bunyi) bahasa Inggris. Sedangkan pada
anak lebih tua 6-15 tahun lebih berhasil pada penguasaan morfologi (satuan
September 2002 )
mengungkapkan otak anak usia 6-15 tahun masih plastis dan lentur sehingga
proses penyerapan bahasa lebih mulus. Lagipula daya penyerapan bahasa pada
anak berfungsi secara otomatis. Cukup dengan pemajanan diri (self exposure)
pada bahasa tertentu. Masa emas itu tidak dimiliki oleh orang dewasa.
Pengajaran Bahasa Inggris pada anak harus memakai cara seperti kalau kita
menyenangkan. Pada saat sedang belajar di kelas, mereka sering bermain atau
minta izin keluar dengan berbagai alasan. Tentunya sistem pembelajaran yang
dilakukan di kelas bagi sekolah dengan sistem full day, tentu bisa menimbulkan
kejenuhan. Bila dibiarkan dapat berakibat fatal yaitu anak menjadi malas
2000). Dimulai dengan pendekatan tata bahasa dan terjemahan (1945), oral
Inggris secara aktif. Akan tetapi, cita-cita dalam kurikulum 1984 dan 1994
sama sekali tidak mendarat dan terlaksana. Sebagian besar guru Bahasa Inggris
ujian listening Bahasa Inggris bukan hanya disebabkan oleh alasan teknis tetapi
juga mismatch (ketidakterkaitan) antara apa yang diajarkan dengan apa yang
diujikan.
bijak seperti “bawalah kelas ke bawah pohon yang rindang”. Yang terjadi
menyenangkan seperti penegakan disiplin belajar yang keras dan kaku. Siswa
tidak ditumbuhkan minat belajar, tetapi dipaksa mau belajar. Akibatnya hari
mempelajari tiga bahasa yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Bahasa
Daerah. Bahkan, terkadang ada sekolah yang mengajarkan juga bahasa Arab
beban siswa. Padahal, mantan Mendikbud Prof. Dr. Fuad Hassan pernah
daya serap yang maksimal atas pelajaran yang diterimanya di sekolah. (http
pengajaran tata bahasa dan kurang memberikan kesempatan pada siswa untuk
bahwa Bahasa Inggris merupakan bahasa kebatinan karena hanya dibatin saja
dan tidak dapat berbicara, mengapa siswa SMP tidak dapat berbicara Bahasa
Inggris sebaik lulusan kursus dan mengapa tidak dapat berbicara dalam Bahasa
Inggris seperti orang asing yang sedang berbicara dalam Bahasa Indonesia
melalui berbagai alat bantu kegiatan atau tugas yang dapat mendorong siswa
tujuan pengajaran kurang berhasil. Selain itu, perlunya sarana atau buku yang
bervariasi, bergambar dapat menarik siswa untuk memiliki minat baca yang
tinggi.
belajar sambil bermain, sehingga anak didik bisa leluasa belajar,” kata Agnes,
belajar aktif masih kurang dan mereka cenderung malu-malu untuk berperan
aktif. Dengan demikian peran guru sangat menentukan proses belajar yang
menekankan pada belajar aktif siswa, sehingga akan terbangun interaksi, dalam
sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Kelebihan konsep belajar ini yaitu
kesulitan belajar Bahasa Inggris bagi anak Sekolah Menengah Pertama, yang
oleh guru. Dengan mengetahui kesulitan dalam belajar Bahasa Inggris dapat
ini adalah :
1. Adakah perbedaan hasil belajar Bahasa Inggris antara kelompok belajar yang
1. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar Bahasa Inggris antara
Bahasa Inggris.
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
Bagi Peneliti
Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada pihak
Bagi Fakultas
A. KAJIAN PUSTAKA
2.1. Konsep Bahasa
Bahasa dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa adalah
yang sekaligus bersifat sistematis dan bersifat sistemis. Jadi, bahasa itu bukan
Sistem bahasa ini merupakan sistem lambang, sama dengan sistem lambang
lalu lintas, atau sistem lambang lainnya. Hanya, sistem lambang bahasa ini
berupa bunyi, bukan gambar atau tanda lain. Dan bunyi itu adalah bunyi bahasa
bahasa itu berasal dari teriakan-teriakan dan gerak-gerik badan yang bersifat
naluri yang dibangkitkan oleh perasaan atau emosi yang kuat. Kemudian
teriakan-teriakan ini berubah menjadi bunyi-bunyi yang bermakna, dan yang
b. Von Sclegel (1975), seorang ahli filsafat bangsa Jerman, berpendapat bahwa
bahasa-bahasa yang ada di dunia ini tidak mungkin bersumber dari satu
yang mengatur tumbuhnya bahasa itu. Ada bahasa yang lahir dari onomatope
yaitu peniruan bunyi alam, ada juga yang lahir dari kesadaran manusia.
yang sama dengan kelahiran manusia. Bahasa pada mulanya berbentuk bunyi-
bunyi tetap untuk menggantikan atau sebagai simbol bagi benda, hal, atau
kejadian tetap di sekitar yang dekat dengan bunyi-bunyi itu. Kemudian bunyi-
Fungsi bahasa adalah alat interaksi sosial, dalam arti alat untuk
fungsi adalah alat komunikasi manusia, baik lisan maupun tulisan. Namun,
fungsi ini sudah mencakup lima fungsi dasar. Kelima fungsi dasar ini
batin yang ingin disampaikan seorang penutur kepada orang lain. (Michel,
1967 : 51)
Fungsi ekspresi adalah penggunaan bahasa untuk pernyataan senang, benci,
kagum, marah, jengkel, sedih, dan kecewa dapat diungkapkan dengan bahasa
kehidupan, sedangkan perilaku dalam kehidupan itu sangat luas dan beragam,
maka fungsi-fungsi bahasa itu bisa menjadi sangat banyak sesuai dengan
Dalam setiap analisis bahasa ada dua buah konsep yang perlu
fonem di dalam kata, antara kata dengan kata di dalam frase, atau juga antara
frase dengan frase di dalam kalimat. Sedangkan sistem berkenaan dengan
Jadi, kita lihat berbahasa, berpikir, dan berbudaya adalah tiga hal atau tiga
menyimpang lagi dari garis-garis yang telah ditentukan oleh bahasanya itu.
hampir sama dengan Von Humboldt. Sapir mengatakan bahwa manusia hidup
di dunia ini di bawah “belas kasih” bahasanya yang telah menjadi alat
sifat-sifat bahasa itu. Karena itulah, tidak ada dua buah bahasa yang sama
sehingga dapat dianggap mewakili satu masyarakat yang sama. Setiap bahasa
dari satu masyarakat telah “mendirikan” satu dunia tersendiri untuk penutur
bahasa itu.
bahasa dan berpikir merupakan dua hal yang berdiri sendiri. Pandangan klasik
membentuk bahasa. Tanpa pikiran bahasa tidak akan ada. Pikiranlah yang
suatu proses yang lebih umum, yaitu konstitusi fungsi lambang pada
pemerolehan umum.
manusia dan yang tidak ada hubungannya dengan kecerdasan dan pemikiran.
yang mempunyai cacat tertentu seperti buta, tuli, atau memiliki orang tua
Bahasa tidak dapat diajarkan pada makhluk lain. Hingga saat ini belum
pernah ada makhluk lain yang mampu menguasai bahasa, sekalipun telah
e. Teori Bruner
berkembang dari sumber yang sama. Bahasa sebagai alat pemikiran harus
berhubungan langsung dengan perilaku aksi, dan dengan struktur perilaku ini
berlangsung secara tidak disadari. Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk
terjadinya proses performansi yang terdiri dari dua buah proses, yaitu proses
kalimat sendiri.
memikirkan tentang hal tersebut. Bahasa sama sekali dekat dengan kita. Di sisi
lain, ketika kita mencoba belajar sebuah bahasa baru atau memulai memikirkan
tentang bagaimana bahasa diperoleh anak kecil, itu sama seperti memberikan
penjelasan yang panjang. Apa itu bahasa, dan bagaimana kita dapat memulai
yang saling berhubungan. Bahasa dibangun dari bunyi yang merupakan signal
perbedaan makna yang disebut fonem. Morfem adalah unit terkecil yang
Bagan 1.1 :
Komponen Bahasa
BAHASA
Struktur
Bunyi Bahasa Makna
Bahasa Bahasa
Phones / bunyi
Bunyi manusia dapat dibuat dengan vokalnya yang menjadi dasar untuk semua
bahasa. Dengan jelas, mengenal cara berbicara (logat) mengenai bunyi dan
Phonemes / fonem
Fungsi bunyi dibedakan satu kata dari kata yang lain dalam bahasa khusus.
Dapat diartikan unit terkecil dari bunyi yang berbeda dalam menghasilkan
Morphemes / morfem
Dari beberapa bahasa dapat dibuat dari unit terkecil yang mempunyai makna.
Syntax / sintaksis
Bahasa tidak hanya kata. Dalam berbahasa, kata mempunyai bagian unit
terbesar, seperti frase, klausa, atau kalimat. Sintaksis adalah ucapan yang
digunakan menurut aturan bahasa bahwa kata adalah kombinasi makna dalam
unit terbesar.
Semantics / semantik
Tujuan dari bahasa adalah penyampaian makna. Anak – anak dan orang
Semantik adalah setiap kata dapat membentuk keseluruhan makna kata dari
kombinasi kata.
Pragmatics / pragmatik
singkat. Pengetahuan ilmu bahasa datang dalam beberapa bentuk. Satu bentuk
dari pengetahuan ilmu bahasa adalah realisasi kata yang terpisah dari
1. Periode Preling, dari lahir sampai umur 1 tahun : apa yang diucapkan tidak
mengandung arti.
2. Periode Linguistik, satu tahun ke atas : apa yang diucapkan mulai mengandug
arti.
oleh arti. Bergumam adalah latihan yang baik untuk anak-anak, namun tidak
dapat disebut bunyi atau bahasa. Kata-kata pertama bunyi berbeda dengan
kata-kata orang dewasa. Secara bertahap kata-kata yang diucap menjadi lebih
jauh dari konteks walaupun pada tahap presimbolik kata-kata mengikuti aksi /
bahkan mampu menyusun kata menjadi kalimat, selain itu mereka juga
Pencarian arti atau makna kata tidak hanya didapat melalui kamus tetapi
sangat cepat. Siswa perlu belajar berinteraksi baik dalam kelompok besar
anak mulai dapat melihat bahwa bahasa mempunyai ciri-ciri obyektif yang
karena dia telah “menuranikan” atau “menyimpan” dalam nuraninya akan tata
a. Semua kanak-kanak yang normal akan memperoleh bahasa ibunya asal saja
Artinya, baik anak yang cerdas maupun yang tidak cerdas akan memperoleh
bahasa itu.
d. Bahasa tidak dapat diajarkan kepada makhluk lain, hanya manusia yang dapat
berbicara.
dikuasi kanak-kanak dalam waktu yang relatif singkat, yaitu dalam waktu
hipotesis nurani yaitu hipotesis nurani bahasa yang merupakan satu asumsi
yang menyatakan bahwa sebagian atau semua bagian dari bahasa tidaklah
dipelajari atau diperoleh tetapi ditentukan oleh fitur-fitur nurani yang khusus
nurani yang dibawa sejak lahir yang khusus untuk bahasa dan berbahasa.
Hipotesis Tabularasa
ditulis apa-apa. Kemudian, hipotesis ini menyatakan bahwa otak bayi pada
waktu dilahirkan sama seperti kertas kosong, yang nanti akan ditulis atau diisi
oleh John Locke seorang tokoh empirisme yang sangat terkenal kemudian
dianut dan disebarluaskan oleh John Watson seorang tokoh terkemuka aliran
ragam yang muncul di sekitar orang itu. Seorang kanak-kanak yang sedang
semua bunyi yang ada pada semua bahasa yang ada di dunia ini pada tahap
berceloteh (babling period). Namun, orang tua si bayi atau kanak-kanak itu
hanya memberikan bunyi-bunyi yang ada dalam bahasa ibunya saja. Maka
bahasa ibunya saja. Lalu, si bayi akan menggabungkan bunyi-bunyi yang telah
itu betul atau mendekati ucapan yang sebenarnya, maka dia akan mendapat
“hadiah” dari ibunya berupa senyuman, tawa, ciuman, dan sebagainya. Bisa
dari bunyi, kata, frase atau kalimat. Menurut teori behaviorisme ini bahasa
cara bereaksi alam sekitarnya. Kemudian pola ini diatur menjadi struktur-
mulai membangun satu dunia benda-benda yang kekal yang lazim disebut
pandangannya, namun tidak berarti benda-benda itu tidak ada lagi di dunia ini.
representasi kecerdasan, yang terjadi antara usia 2 tahun samapai 7 tahun. Pada
dan lain-lain.
bahasa kedua dapat dikuasai hanya dengan proses belajar, dengan cara sengaja
dan sadar. Hal ini berbeda dengan penguasaan bahasa pertama atau bahasa ibu
sebab banyak kasus terjadi, terutama di kota besar yang multilingual seperti
Jakarta, bahasa ibu seseorang bukanlah bahasa yang digunakan atau dikuasai
ibu sejak lahir. Di Jakarta banyak pasangan suami istri, yang bila berdua saja
pertama si anak adalah bahasa Indonesia dan bukan bahasa yang digunakan
oleh ibu dan bapaknya. Jadi, sebenarnya penggunaan istilah bahasa pertama
akan lebih tepat daripada penggunaan bahasa ibu. Kanak-kanak yang berada
pada masa kritisnya memang mudah untuk belajar bahasa. Berbeda dengan
orang dewasa atau mereka yang masa kritisnya sudah lewat tidak akan mudah
bahasa yaitu tipe naturalistik dan tipe formal di dalam kelas. Yang pertama tipe
bilingual atau multilingual tipe naturalistik banyak dijumpai. Tipe kedua yang
bersifat formal berlangsung di dalam kelas dengan guru, materi, dan alat-alat
bantu belajar yang sudah dipersiapkan. Seharusnya hasil yang diperoleh secara
formal dalam kelas ini jauh lebih baik daripada hasil secara naturalistik.
Namun, kenyataan di negeri kita yang bisa kita saksikan hingga sekarang hasil
saja. Tetap tidak memuaskan. Hal ini sering menjadi cibiran generasi tua yang
masyarakat atau lebih yang memiliki bahasa yang berbeda. Anggota sosial dari
masyarakat yang satu tentu akan mempelajari bahasa dari masyarakat yang lain
berarti, dalam arti perubahan pandangan dan adanya inovasi baru dimulai tahun
tahap penting yang dapat diamati sejak 1880 sampai dasawarsa 80-an. Tahap
pertama adalah periode antara 1880 – 1920. Pada tahap ini terjadi rekonstruksi
pada zaman Yunani dulu. Metode langsung yang pernah digunakan pada awal
dikembangkan juga metode bunyi (phonetic method) yang juga berasal dari
Yunani. Tahap kedua adalah masa antara tahun 1920 – 1940. Pada masa ini di
Amerika dan Kanada terbentuk forum belajar bahasa asing yang kemudian
metode belajar bahasa asing yang paling cepat dan efisien untuk dapat
bahasa pertama dan belajar bahasa kedua. Kesamaan itu terletak pada urutan
b. Hipotesis Kontrastif
bahasa kedua adalah karena adanya perbedaan antara bahasa pertama dan
oleh adanya kesamaan antara bahasa pertama dan bahasa kedua. Jadi, adanya
kesulitan dalam belajar bahasa kedua, yang mungkin juga akan menimbulkan
c. Hipotesis Krashen
Pemerolehan adalah penguasaan suatu bahasa melalui cara bawah sadar atau
alamiah dan terjadi tanpa kehendak yang terancang. Proses pemerolehan tidak
melalui usaha belajar yang formal dan eksplisit. Belajar adalah usaha sadar
untuk secara formal dan eksplisit menguasai bahasa yang dipelajari, terutama
relatif stabil untuk bahasa pertama, bahasa kedua, maupun bahasa asing.
3. Hipotesis Monitor
bahasa. Kita dapat berbicara dalam bahasa tertentu adalah karena sistem yang
kita miliki sebagai hasi dari pemerolehan, dan bukan dari hasil belajar. Semua
kaidah tata bahasa yang kita hafalkan tidak selalu membantu kelancaran
dalam berbicara. Kaidah tata bahasa yang kita kuasai ini hanya berfungsi
4. Hipotesis Masukan
yaitu dengan memusatkan perhatian pada pesan atau isi, dan bukan pada
bentuk.
kedua dengan lebih baik dibandingkan orang dengan kepribadian dan sikap
yang lain. Seseorang dengan kepribadian terbuka dan hangat akan lebih
6. Hipotesis Bakat
mendapat nilai tinggi dalam tes bakat bahasa, pada umunya berhasil baik
bahasa kedua. Filter itu dapat berupa kepercayaan diri yang kurang, situasi
kesempatan bagi masukan untuk masuk ke dalam sistem bahasa yang dimiliki
seseorang.
Bahasa pertama anak akan digunakan untuk mengawali ucapan dalam bahasa
kedua, selagi penguasaan bahasa kedua belum tampak. Jika seorang anak
pada tahap permulaan belajar bahasa kedua dipaksa untuk menggunakan atau
bebicara bahasa kedua, maka dia akan menggunakan kosakata dan aturan tata
bahasa pertamanya.
ada pula yang tidak pernah menggunakannya. Namun, diantara keduanya ada
digunakan seseorang yang sedang belajar bahasa kedua pada satu tahap
tertentu, sewaktu dia belum dapat menguasai dengan baik dan sempurna
bahasa kedua itu. Bahasa antara memiliki ciri bahasa pertama dan bahasa
kedua.
e. Hipotesis Pijinisasi
terbentuknya bahasa antara juga yang disebut bahasa pijin (pidgin), yaitu
sejenis bahasa yang digunakan oleh satu kelompok masyarakat dalam wilayah
tertentu yang berada di dalam dua bahasa tertentu. Bahasa pijin ini digunakan
bahasa kedua :
a. Faktor Motivasi
bahasa tersebut.
Lambert, 1972 : 3)
b. Faktor Usia
Dalam hal kecepatan dan keberhasilan belajar bahasa kedua, dapat
disimpulkan :
(2) Orang dewasa maju lebih cepat daripada anak-anak dalam bidang
(3) Anak-anak lebih berhasil daripada orang dewasa tetapi tidak selalu lebih
cepat.
(‘Oyama, 1976; Dulay, Burt, dan Krashen, 1982; Asher dan Gracia, 1969).
(5) Disediakan alat-alat pengajaran seperti buku teks, buku penunjang, papan
kedua adalah suatu proses transferisasi. Maka, jika struktur bahasa yang
transferisasinya.
e. Faktor Lingkungan
dibedakan atas :
(1) Lingkungan Formal yaitu salah satu lingkungan dalam belajar bahasa
(2) Lingkungan Informal bersifat alami atau natural, tidak dibuat-buat. Yang
teman sebaya, bahasa pengasuh atau orang tua, bahasa yang digunakan
bahasa kedua, bahasa penutur asing menurut Hatch (1983) dan Ellis
(Nababan, 1984)
2.1.5. Pembelajaran Bahasa Inggris
pengembangan diri siswa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Pertama kelas I, II dan III. Bahasa Inggris merupakan mata pelajaran yang
1)
2.1.5.3. Tujuan Belajar Bahasa Inggris
dapat menafsirkan isi berbagai bentuk teks lisan maupun tertulis dan
c) Alokasi waktu mata pelajaran Bahasa Inggris disediakan waktu 4 (empat) jam
dalam menguasai bahan pelajaran yang diberikan dalam kurun waktu tertentu.
Ada tiga cara dalam penilaian, yaitu test tertulis, test lisan, dan test perbuatan.
Sedangkan jenis penilaian terbagi atas penilaian harian (tiap pokok bahasan),
Materi yang dipilih untuk diuji cobakan adalah materi health and
clothes. Pada materi ini siswa diharapkan mampu mencari makna gambar dan
gambar dan teks secara kelompok serta mendengar bacaan dari guru
Tabel 1.1 :
Jam /
No. Mata Pelajaran
Minggu
2. Pendidikan Agama 2
3. Bahasa Indonesia 6
4. Matematika 6
9. Bahasa Inggris 4
Keterangan :
Lamanya 1 jam pelajaran untuk kelas I1 adalah 45 menit ( GBPP SMP Kelas II
)
2.1.6. 2.1.5.5. Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah dengan di Kursus
memenuhi dua tujuan. Pertama, siswa perlu menyiapkan diri agar bisa
membaca buku teks dalam bahasa Inggris di tingkat perguruan tinggi. Kedua,
kurikulum tersebut, hasil yang ingin dicapai ialah para siswa yang mampu
menguasai Bahasa Inggris secara aktif serta memiliki wawasan yang luas.
kursus yang dikelola perwakilan resmi negara asing seperti The British
mengacu pada pengajaran tata bahasa dan hafalan aturan bahasa, kursus-kursus
program “lancar berbicara dalam tiga bulan” untuk menarik konsumen. Bahkan
kehidupan sehari – hari, bukan untuk tujuan lain. Tidak untuk mengejar nilai
yang belum bisa dipenuhi di sekolah, oleh karena itu cara belajar eksperimental
tidak sekadar duduk, dengar, catat, pasti ditekankan. Aktivitas di luar ruangan,
Bobot penilaian saat ujian pun amat berbeda dengan yang terjadi
belajar.
sekolah formal, aktivitas belajar bahasa asing di kursus dibuat menarik dan
bahasa asing. Tetapi memang mustahil mengajar seseorang untuk bisa lancar
tetapi siswa kurang diberi arahan mengenai bagaimana dan apa fungsi dari
pesert didik.
sebagai pilihan utama strategi belajar. Maka perlu strategi baru yang lebih
memberdayakan siswa, sebuah pendekatan pembelajaran yang tidak
bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar
akan lebih bermakna jika anak “mengalami” apa yang yang dipelajarinya,
materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal
panjang.
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana
yang bekerjasama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas
‘menemukan sendiri’, bukan dari ‘apa kata guru’. Kontekstual hanyalah sebuah
‘menghafal’.
antara lain :
a. Sains Kognitif :
1) Semua proses belajar terjadi dari pengetahuan dan pengalaman yang telah
diperoleh sebelumnya.
b. Konstruktivisme
1) Struktur pengetahuan setiap orang berbeda dengan struktur pengetahuan
interaksi sosial.
c. Teori motivasi : Belajar amat efektif bila dimotivasi oleh keberhasilan dalam
melaksanakan tugas.
1) Setiap orang belajar dan mencapai sesuatu secara berbeda. Perbedaan ini
adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
Fellow, 1999)
pemahamannya)
1. Proses Belajar
pengetahuan
oleh guru
situasi baru
pada perilaku
2. Transfer Belajar
Belajar dari “mengalami”, bukan dari ‘pemberian’
( Zahorik, 1995, 14 – 22 )
1. Activating Knowledge
2. Acquiring Knowledge
Pemerolehan pengetahuan baru dengan cara mempelajari secara keseluruhan, kemudian
memperlihatkan detailnya
3. Understanding knowledge
validasi
4. Applying Knowledge
5. Reflecting Knowledge
materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata dan kegiatan belajar yang
sebagai berikut :
a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa
1. Konstruktivisme (Constructivism)
yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-
yang siap untuk diambil dan diingat. Siswa dibiasakan untuk memecahkan
masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan
sendiri. Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus
2. Menemukan (Inquiri)
Siklus inkuiri :
Observasi (Observation)
Bertanya (Questioning)
Penyimpulan (Conclussion)
3. Bertanya (Questioning)
untuk :
siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru,
antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas, dan sebagainya.
yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu
memberi tahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya
yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul, dan seterusnya.
Kelompok siswa bisa sangat bervariasi bentuknya, baik keanggotaan, jumlah,
bahkan bisa melibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru melakukan kolaborasi
belajar karena komunikasi hanya terjadi satu arah, yaitu informasi hanya
datang dari guru ke arah siswa, tidak ada arus informasi yang perlu dipelajari
guru yang datang dari arah siswa. Dalam contoh ini yang belajar hanya siswa
bukan guru.
Kalau setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang lain
bisa menjadi sumber belajar, dan ini berarti setiap orang akan sangat kaya
5. Pemodelan (Modeling)
Dalam sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu, ada
model yang bisa ditiru. Model itu berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara
melempar bola dalam olah raga, contoh : karya tulis, cara menghafal bahasa
Inggris, dan sebagainya. Atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu.
Model juga dapat didatangkan dari luar. Seorang penutur asli berbahasa
Inggris sekali waktu dapat dihadirkan di kelas untuk menjadi model cara
berujar, cara bertutur kata, gerak tubuh ketika berbicara, dan sebagainya.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang
lalu. Siswa mengendapkan dengan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur
pengetahuan itu mengendap di benak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah
Diskusi,
Hasil karya.
belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa
diketahui sejak awal dengan cara mengidentifikasi data. Hal ini dilakukan
berlangsung
Berkesinambungan
Terintegrasi
2. Pekerjaan rumah
3. Kuis
4. Karya siswa
6. Demonstrasi
7. Laporan
8. Jurnal
1. Kerja sama
2. Saling menunjang
5. Pembelajaran terintegrasi
7. Siswa aktif
10. Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa,
11. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa,
Tabel 1.2. :
Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Konvensional
No PENDEKATAN CTL PENDEKATAN
KONVENSIONAL
1 Siswa aktif terlibat Siswa penerima informasi
kesadaran diri
diri siswa
berbeda
pembelajaran
diutamakan
instrinsik ekstrinsik
B. HIPOTESIS
Hipotesis penelitian ini yaitu :
“Siswa yang menempuh proses belajar mengajar dengan model
pembelajaran konvensional”.
menjadi salah satu ciri sumber daya manusia yang berkualitas ( Huda,
1999 : 405 ).
Bahasa Inggris.
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data nama dan jumlah siswa kelas
b. Metode Tes
tes atau soal-soal tes. Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang
berapa besar pengaruh penerapan CTL terhadap hasil belajar siswa yang
c. Metode Observasi
test – post test design. Dalam rancangan ini sekelompok subyek yang diambil dan
variabel perlakuan tertentu dalam jangka waktu tertentu, lalu kedua kelompok ini
Desain eksperimen pola Randomized Control-Group Pretest-Posttest Design dapat digambarkan sebagai
berikut :
E T1 X T2
K T1 T2
Gb 01. Desain Eksperimen pola Randomized Control-Group Pretest-Posttest
Design
Keterangan :
E = Group eksperimen
K = Group kontrol
T1 = Soal pre test
X = Pengajaran dengan menggunakan pendekatan CTL
T2 = Soal post test
bidang studi Bahasa Inggris yang dilakukan di kelas II-F SMP Negeri 1
sedangkan 1 kelas yang lain sebagai kelompok kontrol tanpa diberi perlakuan
3.4.1. Matching
Skor awal siswa yang berupa skor pre-test dari masing – masing kelas
Pengambilan siswa dari kelompok pasangan yang berlebih dilakukan secara acak.
eksperimen atau kelompok kontrol dilakukan secara acak Aspek yang dimatching
yaitu nilai pre-test siswa yang telah diketahui nilainya lalu dilakukan secara acak
untuk menentukan sampel penelitian yang rata-ratanya hampir sama dan sebagian
pendukung yaitu jenis kelamin siswa yang dalam penelitian ini 10 putra dan 10
putri baik itu kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen. Dengan cara
tersebut dipenuhi persyaratan bahwa kedua kelompok berangkat dari kondisi yang
perlakuan.
3.4.2. Kontrol
penelitian ini instrumen yang digunakan adalah jenis tes yakni tes hasil belajar.
Bentuk tes yang digunakan adalah tes buatan guru (tidak baku) dengan bentuk tes
objektif yang telah diuji tingkat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya
pembeda.
dengan menggunakan model pendekatan CTL, instrumen non tes digunakan untuk
berupa observasi.
diuji cobakan pada kelas lain. Tujuan uji coba dalam penelitian ini adalah untuk
memperoleh butir tes yang masuk dalam kategori baik dan bisa dipakai untuk
pembeda soal. Adapun responden yang dipilih adalah siswa kelas II-A SMP
Kendal sebagai responden uji coba didasarkan atas pertimbangan bahwa kelas II
memenuhi syarat-syarat sebagai alat pengukur yang baik. Dalam hal ini instrumen
pelajaran dan kurikulum yang berlaku di sekolah (Arikunto, 2001 : 65-68). Dalam
penelitian ini, jenis validitas empiris yang dicari adalah validitas item. Sebuah
item dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total.
Skor pada item tersebut menyebabkan skor total menjadi tinggi atau rendah.
Sebuah sistem akan mempunyai validitas yang tinggi apabila skor pada item
M p − Mt p
rpbis =
St q
Keterangan :
rpbis = Koefisien korelasi biserial
Mp = Rata-rata skor total yang menjawab benar pada butir soal
Mt = Rata-rata skor total
St = Standart deviasi skor total
p = Proporsi siswa yang menjawab benar pada setiap butir soal
q = Proporsi siswa yang menjawab salah pada setiap butir soal
moment. Dengan taraf signifikansi tertentu, jika harga rpbis > rtabel maka perangkat
tes tersebut valid. Sedang item soal yang tidak valid tidak digunakan dalam
Dari hasil data pada lampiran 5 contoh perhitungan validitas butir soal terdapat
pada lampiran 6. Pertanyaan nomor 1 diperoleh hasil rpbis = 0,788. Hasil
tersebut kemudian dikonsultasikan pada tabel nilai r product moment. Dari
tabel nilai r product moment diperoleh nilai 0,444. Berdasarkan data tersebut
diketahui bahwa harga rpbis lebih besar daripada rtabel, maka soal tersebut valid.
Langkah untuk mencari koefisien korelasi pertanyaan instrumen nomor 1
sampai 25 ditempuh dengan menggunakan cara yang sama seperti terlihat pada
lampiran 5. Ringkasan hasil perhitungan tingkat validitas instrumen penelitian
yang menunjukkan valid adalah nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15,
17, 19, 21, 22, 23, 24, 25. Dari jumlah 25 soal yang akan digunakan untuk
penelitian sebesar 20 soal.
(2) Analisis Reliabilitas
Suatu tes dapat dikatakan mempunyai kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut
dapat memberikan hasil yang tetap (Arikunto, 2001 : 86).
Dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan rumus Kuder –
k s − ∑ pq
2
r11 =
k − 1 s2
Keterangan :
membuat tabel skor responden uji coba seperti terlihat pada lmpiran 5.
sebesar 0,444. Maka r11 > rtabel maka instrumen tersebut adalah reliabel.
yang gagal menjawab benar atau memperoleh skor nilai dibawah lulus untuk tiap-
tiap soal. Langkah awal menentukan indeks kesukaran adalah membuat tabel kerja
mengenai hasil jawaban responden terhadap soal-soal yang akan diuji cobakan.
JBA + JBB
IK =
JS A + JS B
Keterangan :
IK = Indeks Kesukaran
JBA = Jumlah yang benar pada butir soal pada kelompok atas
JBB = Jumlah yang benar pada butir soal pada kelompok bawah
JSA = Banyaknya siswa pada kelompok atas
JSB = Banyaknya siswa pada kelompok bawah
Langkah awal untuk menentukan indeks kesukaran adalah membuat tabel kerja
mengenai hasil jawaban responden terhadap soal-soal uji coba seperti terlihat
pada lampiran 5. Dari tabel tersebut diketahui soal no 7, 10, 14, 16, 18, 20
termasuk soal sukar. Soal no 2, 3, 4, 5, 8, 12, 13, 15, 17, 19, 22, 25 termasuk
soal sedang. Soal no 1, 6, 9, 11, 21, 23, 24 termasuk soal mudah. Hasil
perhitungan tingkat kesukaran soal terdapat pada lampiran 8.
(4) Daya Pembeda soal
kerja yang dikelompokkan antara kelompok atas denagn kelompok bawah. Untuk
kelompok atas yang menjawab benar dan kelompok bawah yang menjawab benar.
Untuk menghitung daya pembeda dari alat yang diukur digunakan rumus
sebagai berikut :
JBA − JBB
DP =
JS A
Keterangan :
DP = Indeks Deskriminasi
JBA = Jumlah yang benar pada butir soal pada kelompok atas
JBB = Jumlah yang benar pada butir soal pada kelompok bawah
JSA = Jumlah siswa pada kelompok atas
pada lampiran 5. Dari hasil perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa soal no 7,
14, 18, 20 tergolong jelek. Soal no 4, 9, 11, 12, 13, 16, 21, 24 tergolong cukup.
Soal no 1, 2, 3, 5, 6, 8, 10, 15, 17, 19, 22, 23, 25 tergolong soal baik. Contoh
1. Tahap Awal
a. Uji Homogenitas
kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Untuk hal itu digunakan Uji
dengan rumus :
2
O − Ei
k
X = ∑ i
2
i =1 Ei
Keterangan :
X2 = Chi kuadrat
Oi = Frekuensi yang diperoleh dari data penelitian
Ei = Frekuensi yang diharapkan
k = Banyak kelas interval
Kriteria pengujian :
Bahasa Inggris pada pokok bahasan Health dan Clothes digunakan tehnik
X1 − X 2
t=
1 1
s +
n1 n2
Dimana,
s=
(n1 − 1)s12 + (n2 − 1)s22
n1 + n2 − 2
Ketentuan :
Brangsong Kendal ini pada tahun ajaran 2004/2005 di sajikan pada lampiran 31.
Jumlah keseluruhan siswa SMP Negeri 1 Brangsong Kendal ini adalah 907.
Sedangkan jumlah siswa kelas II-F dan kelas II-B yang dipilih menjadi sampel
penelitian masing-masing berjumlah 48. Daftar nama siswa-siswi kelas II-F dan
II-B SMP Negeri 1 Brangsong Kendal terdapat pada lampiran 26 dan 27. Serta
daftar siswa yang terpilih menjadi sampel penelitian kelas eksperimen dan kelas
kontrol terdapat pada lampiran 28 dan 29. Kelas II-F ini digunakan sebagai kelas
(CTL). Sedangkan kelas II-B dijadikan sebagai kelas kontrol, proses pembelajaran
ini berupa daftar hasil observasi dan skor observasi yang terdapat pada lampiran
yang terdapat pada lampiran 36. Aspek penggunaan bahasa oleh guru, suasana
prosedur pelaksanaan evaluasi jumlah rata-rata skornya adalah 3. Hal ini dapat
a. Hasil Pre-Test
Hasil pre-test ini digunakan untuk mengetahui korelasi antara nilai sebelum
perlakuan dan nilai sesudah perlakuan. Selain itu pre-test juga sangat
diperlukan untuk matching. Hasil pre-test digunakan untuk memilih siswa yang
akan digunakan dalam melaksanakan penelitian. Adapun daftar subjek terpilih
sebagai sampel penelitian kelas eksperimen terdapat pada lampiran 28 dan
daftar subjek terpilih sebagai sampel penelitian kelas kontrol terdapat pada
lampiran 29. Hasil pre-test selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 41. Dari
data tersebut diketahui nilai rata-rata kelompok eksperimen adalah 72,60 dan
kelompok kontrol sebesar 72,15.
b. Hasil Post-Test
Untuk mengetahui keberhasilan eksperimen yang telah dilakukan yaitu
melakukan tes akhir yang menggunakan soal-soal tes yang telah diuji cobakan
seperti terdapat pada lampiran 41. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa nilai
rata-rata kelompok eksperimen adalah 81,75 sedangkan nilai rata-rata kelompok
a. Uji Persyaratan
eksperimen dan 2,4864 untuk kelompok kontrol. Harga X2 tabel dengan derajat
data tersebut berdistribusi normal diterima seperti yang terdapat pada lampiran 50
dan 51. Berdasarkan perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa data tentang
berdistribusi normal.
dan harga Ft sebesar 2,53. Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa Fo ≤ Ft,
hasil belajar siswa kedua kelompok yang akan dibandingkan bersifat homogen.
Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas dan uji homogenitas di
atas dapat disimpulkan bahwa nilai tes hasil belajar siswa, baik kelompok
selanjutnya.
b. Uji Hipotesis
Hipotesis yang dapat diuji adalah hipotesis nihil (Ho). (Sudjana, 1996 : 239)
Oleh karena itu dalam penelitian ini hipotesis penelitian (Hi) yang
pembelajaran CTL hasil belajarnya lebih baik daripada siswa yang menempuh
harus diubah terlebih dahulu ke dalam hipotesis nihil (Ho) yang berbunyi “Siswa
yang menempuh proses belajar mengajar dengan model pembelajaran CTL hasil
belajarnya tidak berbeda dari siswa yang menempuh proses belajar mengajar
perhitungan ttest (t) kemudian dikonsultasikan dengan t pada tabel (ttabel). Terima
menolak hipotesis nihil (Ho) yang mengatakan bahwa “Siswa yang menempuh
proses belajar mengajar dengan model pembelajaran CTL hasil belajarnya tidak
berbeda dari siswa yang menempuh proses belajar mengajar dengan model
pembelajaran CTL hasil belajarnya lebih baik daripada siswa yang menempuh
konvensional”.
(Sudjana : 1996)
belajar siswa terdapat pada lampiran 54. Dari hasil data yang ada menunjukkan
Guru dan siswa merupakan dua faktor penting dalam setiap penyelenggaraan
proses pembelajaran di kelas. Guru sebagai unsur utama dan pertama dalam
tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Salah satu tolak ukur
hasil belajar siswa. Jika siswa-siswi di sekolah mempunyai hasil belajar yang
berkualitas. Hasil belajar umumnya dapat diketahui melalui nilai hasil tes
belajar.
pembelajaran CTL yang dikaji dalam penelitian ini diduga merupakan model
pembelajaran yang efektif. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa
siswa diharapkan belajar melalui mengalami bukan menghafal. Sesuatu yang baru
(pengetahuan dan ketrampilan) datang dari menemukan sendiri, bukan dari apa
pemahamannya) (CTL Academy Fellow, 1999). Oleh karena itu, kelas tidak selalu
berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah
konvensional.
konsep yang sulit disampaikan secara lisan maupun tulisan agar lebih
bermacam sumber belajar. (buku, majalah, koran, vcd, tape recorder, dll)
3. Kegiatan bertanya
empati, toleransi dan kecakapan hidup siswa yang dapat membentuk watak serta
melalui berbagai alat bantu atau tugas yang dapat mendorong siswa untuk berlatih
terhadap konsep pengajaran berhasil dengan baik. Dengan melatih siswa menjadi
pembaca yang efisien melalui membaca cepat (speed reading) dan meningkatkan
minat baca serta penguasaan kosakata melalui pendekatan self access learning
sarana atau buku-buku yang bervariasi, berwarna dan bergambar untuk menarik
siswa agar memiliki minat baca yang tinggi terhadap pelajaran Bahasa Inggris.
Sehari-hari kelas hanya diisi dengan ceramah, sementara siswa dipaksa menerima
dimilikinya dan menerapkan pada situasi dunia nyata siswa, dapat mengubah
anggapan kelas yang kurang produktif menjadi kelas yang aktif dengan
kelas menjadi aktif dan kreatif, karena siswa membangun sendiri pengetahuan
mereka melalui keterlibatan aktif di kelas, jadi siswa menjadi pusat kegiatan
bukan guru. Kegiatan inquiry dan bertanya merupakan salah satu strategi dalam
CTL untuk menggali sifat ingin tahu siswa. Selain itu keberadaan masyarakat
belajar menjadi nilai plus dalam pembelajaran karena siswa tidak belajar sendiri
pandai dapat mengajari siswa yang lemah. Kemudian adanya pemodelan sebagai
seperti apa yang telah dilihatnya, dengan demikian siswa tidak mengalami
refleksi merupakan peranan penting, yaitu siswa mengendapkan apa yang baru
siswa tidak hanya dari hasil ulangan tetapi dari kegiatan yang dilakukan siswa
belajar Bahasa Inggris bagi para siswanya harus mengumpulkan data dari kegiatan
nyata saat para siswa menggunakan Bahasa Inggris bukan pada saat para siswa
mengerjakan tes Bahasa Inggris. Jadi siswa semakin tertarik dengan pembelajaran
Dengan demikian, hasil belajar siswa sebagai tolak ukur yang harus
diuji kebenarannya. Untuk hal ini hasil belajar siswa yang menempuh proses
pembelajaran CTL hasil belajarnya berbeda secara signifikan dan lebih baik
pembelajaran konvensional.
belajar, antara kelompok siswa yang menempuh proses belajar mengajar dengan
model pembelajaran CTL dengan siswa yang menempuh proses belajar mengajar
dengan model pembelajaran konvensional. Hasil ttest sebesar 1,855 ≥ ttabel sebesar
Guru wajib mengembangkan naluri anak dalam mempelajari hal-hal yang baru.
Usaha tersebut perlu dilakukan sejak usia dini, mengingat pengertian yang
yang berikutnya. Untuk keperluan teresebut guru dituntut untuk mengenal lebih
Mengakhiri laporan ini, diberikan simpulan untuk memudahkan pembaca membuat generalisasi pemahaman dan saran
dalam kapasitas sebagai seorang peneliti.
5.1. KESIMPULAN
CTL hasil belajarnya berbeda dan lebih efektif daripada siswa yang
konvensional.
siswa mata pelajaran Bahasa Inggris siswa kelas II-F SMP Negeri 1
pembelajaran CTL itu mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap hasil
5.2. SARAN
pelajaran.
dengan tujuan untuk mengingatkan para guru agar dapat melaksanakan proses
para Guru dapat bekerja dengan lebih baik dan profesional yang nantinya
Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris), media massa dan lembaga lain yang
terkait untuk melakukan kegiatan-kegiatan pelatihan yang tujuannya
Darsono, Max, et al. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang : IKIP Semarang
Press.
Russefendi & Sanusi, Achmad. 1994. Dasar – Dasar Penelitian Pendidikan dan
Bidang Non Eksakta lainnya. Semarang : IKIP Semarang Press.
Sarnapi, Aji, Jalu. 2002. Problem Belajar Bahasa Inggris Bagi Anak Usia SD.
http ://www. Pikiran-rakyat.Com/cetak/0902/14/hikmah/htm – 20k.
Wisudo, Bambang. 2003. Maunya Pintar, Bisa – Bisa Malah Mundur. http
://www. kompas. com/kompas – cetak/0301/30/pendidikan/105006.htm.