Anda di halaman 1dari 5

Nama

: Kholisna

NIM

: 2101413032

Rombel : 1 (satu)

Judul

: Jaka Poleng (Cerita Rakyat dari Kota Brebes)

Cerita rakyat Jaka Poleng dari Brebes tersebar ke masyarakat Brebes melalui tradisi
lisan atau melalui mulut kemulut. Dalam kehidupan sehari-hari, cerita rakyat daerah Brebes
biasanya dituturkan oleh seorang ibu kepada anak-anaknya, seorang kakek pada cucucucunya, guru pada murid-muridnya, ataupun antara sesama anggota masyarakat. Untuk
menjaga kelangsungan sastra lisan ini sendiri, warga masyarakat Brebes mewariskannya
secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya begitu seterusnya dengan
melalui tradisi lisan atau mulut ke mulut saja, sehingga tidak diketahui siapa penciptanya atau
pengarangnya dan juga mengakibatkan banyak versi untuk cerita tersebut.
Jaka Poleng adalah seorang lelaki pencari rumput untuk kuda yang bekerja pada
bupati Brebes saat itu. Saat sedang mencari rumput, lelaki itu menemukan sebuah telur.
Setelah kegiatan mencari rumput telah selesai, ia pun pulang dengan membawa rumputrumput itu juga telur yang ditemukannya. Sesampainya di Pendopo, ia merasa lapar dan
akhirnya telur itupun ia rebus lalu di makan. Setelah beberapa jam telah memakan telur itu,
tubuhnya menjadi panas, walaupun ia sudah menimum air ataupun ia mendinginkan diri
dengan mandi, tubuhnya tetap saja panas. Karena tak kuat menahan panas, lelaki itu akhirnya
berlari menuju kali (sungai) pemali yang memang letaknya memang dekat dengan pendopo
lalu ia menceburkan dirinya di kali pemali itu dan setelah itu tiba-tiba tubuh lelaki itu
menjadi ular yang sangat besar. Konon telur yang di makan lelaki itu adalah telur ular

penunggu kali pemali. Menurut masyarakat Brebes, Jaka Poleng itu kemudian menjadi
penunggu di Pendopo Brebes, ia menempati sebuah sumur yang ada di Pendopo Brebes dan
tidak ada yang boleh menutup rapat sumur tersebut, juga tidak ada yang boleh memindahkan
dengan seenaknya keris-keris yang ada di pendopo, dan siapapun yang menutup juga
memindahkan keris- keris itu, akan berakibat fatal pada dirinya sendiri dan berujung pada
kematian.
Versi lainnya dari cerita Jaka Poleng yaitu sebagai berikut.
Jaka Poleng adalah seorang pemuda bernama Laksito yang menjadi Pekathik
(pengurus kuda) pada jaman pemerintahan Bupati Brebes K.A.Arya Singasari Panatayuda I.
Suatu hari Pemuda itu pergi mencari rumput untuk makan kuda sang Bupati yang ada di
pendopo. Ketika ia sedang beristirahat di bawah pohon rindang tempat ia mencari rumput, ia
melihat ular bermahkotakan intan melintas di depannya. Karena penasaran ia mengikuti ular
itu yang ternyata akan melakukan proses pelepasan kulit atau sisik di semak-semak, setelah
ular itu selesai dan meninggalkan sisiknya, Laksito mengambil sisik ular itu dan menaruhnya
di kantong saku bajunya. Selanjutnya ia kembali menyelesaikan pekerjaannya mencari
rumput. Laksito pun pulang karena tugasnya hari ini sudah selesai, ketika dalam perjalanan
menuju pendopo ia merasakan ada hal aneh, setiap orang yang berpapasan dengannya tidak
menjawab sapaanya. Setelah ia menaruh rumput-rumput itu dalam sebuah gudang kecil
tempat khusus untuk menyimpan pakan-pakan kuda, ia pergi ke dapur sambil berseru
memanggil Bibinya. Ketika bibinya berbalik badan ia kaget karena ada suara yang
memanggilnya tapi tidak ada wujudnya. Ia menyangka bahwa itu adalah jin, jadi ia berteriak.
Karena mendengar suara ribut-ribut dari arah dapur, Kanjeng Bupati pun pergi ke dapur
menayakan apa yang sebenarnya telah terjadi. Bibi pun mengadukan bahwa ada Jin,
kemudian Laksito menyahut bahwa itu adalah dirinya. Kanjeng Bupati pun menanyakan
kenapa Laksito-yang tidak terlihat- kenapa ia bisa seperti itu. Laksito menceritakan apa yang

telah di alaminya sewaktu sedang mencari rumput, tentang ia mengambil sisik ular itu
menyimpannya, dan ia sendiri juga bingung kenapa ia bisa seperti ini, tidak terlihat oleh kasat
mata. Kanjeng Bupati menyuruh Laksito mengeluarkan sisik ular itu dari kantong sakunya
dan membuangnya, menjauh dari badannya. Dan benar saja, ketika sisik itu sudah
dikeluarkan dan ditaruh di atas meja, wujud laksito bisa terlihat kembali. Kanjeng Bupati
yang melihat bahwa sisik itu bertuah, membuatnya berhasrat untuk memilikinya. Ia pun
meminta kepada Laksito untuk memberikan sisik itu kepadanya, karena ia yang akan
menyimpannya. Namun, Laksito tidak mau karena menurutnya sisik itu adalah amanat dari
Tuhan yang diberikan kepadanya. Walaupun ketika Kanjeng Bupati meng-iming-imingi
dengan naiknya jabatan Laksito jika ia memberikan sisik ulaar itu tetap saja Laksito tidak
mau, ia mengatakan bahwa ia yang telah menemukan sisik itu dan amanat itu tidak bisa
dinilai dengan harga dan jabatan. Ia bersikeukeuh bahwa sisik ular itu adalah amanat dari
tuhan yang harus ia jaga. Berkali- kali Laksito meminta maaf karena tidak bisa memberikan
sisik ular itu kepada Kanjeng Bupati. Kanjeng Bupati yang emosi akhirnya merangsak maju
untuk mengambil sisik yang ada di atas meja, tapi Laksito dengan cepat menghalanginya.
Terjadilah aksi saling dorong yang mengakibatkan sisik itu terbang dan mendarat ke lantai.
Melihat itu Laksito dengan sigap mengambil sisik itu dan memasukannya dalam mulut yang
bermaksud untuk menyembunyikannya tapi malah tertelan. Wujud Laksito pun kembali tidak
terlihat. Puncaknya, Kanjeng Bupati merasa bersalah karena dirinya yang telah gelap mata
mengakibatkan Laksito tidak berwujud dan maminta maaf kepada Laksito. Laksito pun
memaafkan Kanjeng Bupati dan meminta izin untuk mengabdi di Pendopo selamanya.
Kanjeng Bupati menerima permintaan Laksito dan memerintah Laksito untuk menjaga rakyat
Brebes dan karena Laksito yang masih perjaka juga sisik ular ityu dari ular poleng maka ia
mengganti nama Laksito menjadi Jaka Poleng. Begitulah, konon Ula Poleng bermahkota
emas itu salah satu abdi Hyang Anantaboga, dewa dari bangsa ular yang turun ke bumi. Siapa

pun yang sudah terjamas untuk melihat proses pergantian kulitnya akan mendapatkan berkah
dari sisiknya yang bertuah. Konon sisik itu merupakan jembatan penghubung dua dunia yaitu
dunia gaib dan dunia nyata. Jadi siapa pun pemilik sisik itu secara langsung bisa hidup dalam
dua dunia, Salah satu kelebihan lainnya ialah pemilik sisik tersebut secara langsung memiliki
Ajian Upasanta yaitu lidahnya berbisa. Jadi, makhluk hidup apa pun yang dijilatnya bisa
menemui ajal. Selain itu ia juga akan mampu berjalan di atas sungai dan samudera. Sampai
saat ini masyarakat Brebes beranggapan Ki Jaka Poleng masih hidup. Beberapa orang pernah
melihat penampakan Ki Jaka Poleng dalam wujud satria gagah berwajah manusia berbadan
ular.
Jaka Poleng merupakan tokoh yang cukup terkenal di kalangan masyarakat Brebes,
khususnya para petani di Brebes. Di samping dikenal sebagai pelindung masyarakat Brebes
dari ancaman bahaya, Jaka Poleng juga sering diidentikkan sebagai sesepuh Brebes yang
mampu memberikan kesuksesan, ketenaran, kemakmuran serta berkah yang melimpah bagi
masyarakat Brebes. Jaka Poleng sebagai tokoh mitos dari Brebes yang dapat memberikan
berkah, dengan kekuatan supranatural yang dimilikinya mampu berperan sebagai pelindung
pertanian. Kesakralan cerita Jaka Poleng, maka pada umumnya masyarakat Brebes enggan
mempertontonkan adegan cerita Jaka Poleng dalam bentuk pertunjukan. Keeganan mereka
dikarenakan rasa hormat yang tinggi serta takut jika melanggar pantangan maka akan
membuat Jaka Poleng marah dan keberkahan tanah pertanian mereka menjadi hilang.
Kepercayaan dan penghormatan masyarakat Brebes terhadap keberadaan tokoh Jaka Poleng
sangat jelas terlihat dalam rangkaian adat istiadat dan tradisi budaya mereka, khususnya
dikalangan petani. Salah satu tradisi yang mencerminkan adanya kepercayaan dan
penghormatan terhadap tokoh Jaka Poleng dapat dilihat dalam sikap dan perlakuan
masyarakat petani Brebes terhadap ular. Selain itu, kepercayaan masyarakat Brebes terhadap
tokoh Jaka Poleng juga dapat dilihat dengan adanya bangunan Pendapa Kabupaten Brebes.

Dalam bangunan Pendapa Kabupaten yang dipercaya masyarakat sebagai tempat tinggal Jaka
Poleng juga terdapat tempat atau kamar (ruang) khusus yang diperuntukan untuk
persemayaman Jaka Poleng. Di kamar khusus Jaka Poleng tersebut sering diadakan ritual
penghormatan kepada beliau seperti pengajian, selamatan dan sesajian.
Di daerah Brebes terdapat tradisi memperingati Jaka Poleng yaitu setiap tanggal 18 Januari.
Selain memperingati Jaka Poleng juga digunakan sebagai memperingati hari jadi Kabupaten
Brebes. Manifestasi mistik Kejawen dalam cerita Jaka Poleng, diwujudkan dalam berbagai
aktivitas tradisi dan seni. Tradisi dilestarikan agar mendapatkan berkah dari roh leluhur.
Maka, tidak jarang diantara pelaku ritual Jaka Poleng yang menghormati terhadap roh
leluhur. Cara menghormati roh leluhur, antara lain degan ziarah ke makam leluhurnya. Di
makam membakar kemenyan dan tabur bunga. Bahkan, tidak jarang pula, di antara pelaku
ritual juga nglakoni atau sesirih, antara lain puasa mutih, kungkum, dan laku tiga hari tiga
malam berturut-turut. Dengan cara ini, laku-laku mistik Kejawen dijadikan sandaran,
terutama dalam menjalankan semedi. Semedi dilakukan untuk mendekat atau menyatukan
dirinya dengan Tuhan. Penyatuan diri ini dibarengi dengan sikap menghormati leluhur, agar
mudah ditolong dalam berbagai kesulitan hidup. Cerita rakyat Jaka Poleng lahir dari
masyarakat Brebes, cerita Jaka Poleng dianggap benar-benar ada oleh masyarakat Brebes.

Biodata Narasumber:
1. Nama

: Taminah

Tempat, tanggal lahir


Pekerjaan

2. Nama

: Buruh Tani

: Salamah

Tempat, tanggal lahir


Pekerjaan

: Brebes, 18 September 1948

: 13 September 1967

: Ibu Rumah Tangga

Anda mungkin juga menyukai