Anda di halaman 1dari 54

BAB III

TEORI DASAR PENYEMENAN

Penyemenan suatu sumur merupakan salah satu faktor penentu yang juga
mendukung keberhasilan suatu operasi pemboran. Pelaksanaan penyemenan yang
salah akan dapat menyebabkan terbentuknya channel semen, adanya produksi
air/gas yang tidak diinginkan dan korosi pada pipa. Untuk mencegah timbulnya
problema tersebut maka diperlukan pengetahuan yang luas tentang prinsip-prinsip
dasar dan perhitungan-perhitungan dalam melaksanakan penyemenan.
Semen yang digunakan dalam industri perminyakan adalah dalam bentuk
material bubuk semen tanpa additives adalah semen portland. Bahan dari semen
tersebut adalah limestone, clay dan senyawa besi (Fe2O3) ditambah gypsum
sejumlah tertentu untuk memperlanbat setting time dan untuk meningkatkan
kekerasan semen.
Portland Cement adalah semen yang biasa dipakai pada operasi
penyemenan

sumur dalam

industri

perminyakan.

Portland

cement

ini

akan mengeras bila bertemu dengan air. Semen ini dibuat dari bahan dasar
calcareous seperti : limestone, marl, karang-karangan dan argillaceous seperti
clay, shale, slate

yang

diproses

pada

rotary

klin

(tempat

pembakaran

berputar) dengan
0

temperatur 2600 2800 F.


3.1. Fungsi Semen
Cementing atau penyemenan adalah proses pendorongan bubur semen ke
dalam casing dan naik ke annulus yang kemudian didiamkan sampai semen
tersebut mengeras hingga mempunyai sifat melekat baik terhadap casing maupun
formasi.
Fungsi semen pemboran dalam suatu pemboran dari sumur adalah :
a.

Melindungi casing / liner dari tekanan yang datang dari bagian luar
casing yang dapat menimbulkan collapse.

b.

Mencegah adanya migrasi fluida yang tidak diinginkan dari satu formasi
ke formasi lain.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

c.

Melindungi casing terhadap pengaruh cairan formasi yang bersifat korosif.

d.

Mengurangi kemungkinan terjadinya semburan liar atau blow out


melalui annulus. lindungi casing terhadap tekanan formasi.
Untuk memenuhi

fungsi-fungsi

tersebut

di atas, maka

semen

pemboran harus memenuhi beberapa syarat, yaitu :


a. Semen setelah ditempatkan harus mempunyai kekuatan atau strength
yang cukup besar dalam waktu tertentu.
b. Semen harus memberikan daya ikat casing dengan formasi yang cukup
atau baik.
c. Semen tidak boleh terkontaminasi dengan kotoran (cairan formasi)
maupun cairan pendorong semen.
d. Semen harus stabil atau tidak mudah berubah strength-nya setelah
beberapa waktu dari penempatannya.
e. Semen harus impermeable (permeabilitas nol)
f. Semen harus tahan terhadap sulfate yang sering terdapat dalam cairan formasi.
Prosedur untuk penyemenan dibagi menjadi dua, yaitu primary cementing
dan secondary cementing. Primary cementing adalah proses penyemenan yang
dilakukan

segera setelah operasi

pemboran

selesai. Sedangkan

yang

dimaksud secondary cementing adalah proses penyemenan yang dilakukan setelah


primary cementing dengan tujuan :
1. Memperbaiki primary cemanting yang kurang sempurna.
2. Menutup zone yang sudah tidak produktif untuk mencegah terjadinya
migrasi fluida yang tidak diinginkan dari satu formasi ke formasi yang lainnya.
3.2. Komposisi Kimia Semen
Ada empat komponen utama semen yang apabila bereaksi dengan air akan
membentuk struktur yang kaku/keras, yaitu :
a. Tricalcium Silicate (3CaO SiO2)
Dinotasikan sebagai C3S yang dihasilkan dari kombinasi CaO dan SiO2 dan
merupakan komponen terbanyak dalam semen portland, sekitar 40 45%
untuk semen yang lambat proses pengerasannya dan 60 65% untuk semen

yang cepat proses pengerasannya (high-early strength cement). Komponen ini


pada semen memberikan strength yang terbesar pada awal pengerasan.
b. Dicalcium Silicate (2CaO SiO2)
Dinotasikan sebagai C2S yang juga dihasilkan dari kombinasi CaO dan SiO2.
Memberikan pengaruh terhadap strength semen akhir. C 2S menghidrasi sangat
lambat maka tidak berpengaruh dalam setting time semen, tetapi sangat
berpengaruh dalam kekuatan semen lanjut dan kadarnya dalam semen
tidak lebih dari 20% Rumus kimia Dicalcium Silicate adalah, merupakan
komponen yang memberikan kenaikkan strength yang lambat.
c. Tricalcium Aluminate (3CaO Al2O3)
Dinotasikan sebagai C3A yang terbentuk dari reaksi CaO dan Al2O3. Kadarnya
15% untuk high-early strength dan 3% untuk semen yang tahan terhadap
kandungan sulfate, namun berpengaruh terhadap rheologi suspensi dan
membantu proses pengerasan awal semen.
d. Tetracalcium Aluminoferrite (4CaO Al2O3 Fe2O3)
Dinotasikan sebagai C4AF yang terbentuk dari reaksi CaO.Al2O3 dan Fe2O3.
Kadarnya tidak boleh lebih dari 24% untuk semen yang tahan terhadap
kandungan sulfat tinggi. Penambahan oksida besi yang berlebihan akan
menaikkan kadar C4AF dan menurunkan kadar C3A dan menurunkan panas
hasil reaksi / hidrasi C2S dan C3S.
Semen portland terbuat dari bahan-bahan mentah tertentu, pemilihan
bahan-bahan mentah tersebut sangat berpengaruh terhadap komposisi bubuk
semen yang diinginkan. Ada dua macam bahan mentah yang dibutuhkan dalam
menghasilkan semen portland, yaitu :
1. Material Calcareous
Yang termasuk material calcareous antara lain limestone hasil sedimentasi atau
metamorf, koral (batu karang), batuan yang mengadung fosil-fosil kerang
laut dan batuan semen (yang komposisinya sudah sama dengan semen
portland secara alami). Serta material calcareous buatan antara lain endapan
calcium carbonate dan silika hasil pembuangan dari proses pabrik.

2. Meterial Argillaceous
Material argillaceous alami yang sering digunakan antara lain clay, shale, marl,
batu lumpur (endapan lumpur), slate, schist, debu vulkanik dan endapan
lumpur alluvial. Ash atau abu dari hasil produksi pembakaran batu bara
merupakan bahan buatan yang cukup penting.
Tabel III-1.
Komposisi Kimia Semen.

5)

Cement Class
A
Ordinary Type (O)
Magnesium Oxide (MgO), maksimum, %
Sulfur trioxide (SO3), maximum, %
Loss on ignition, maximum, %
Insoluble residu, maximum, %
Tricalcium aluminate (3CaO. Al2O3), maximum, %

6.0
3.5
3.0
0.75

Moderate Sulfate-Resistant Type (MSR)


Magnesium oxide (MgO), maximum,
% Sulfur trioxide (SO3), maximum,
% Loss on ignition, maximum, %
Insoluble residu, maximum, %
Tricalcium Silicate (3CaO. SiO3), maximum, %
Tricalcium Silicate (3CaO. SiO3), maximum, %
Tricalcium aluminate (3CaO. Al2O3), maximum, %
Total alkali content expressed as sodium oxide
(Na2O)
equivalent, maximum, %
High Sulfate-Resistant Type (HSR)
Magnesium Oxide (MgO), maximum,
% Sulfur trioxide (SO3), maximum, %
Loss on ignition, maximum, %
Insoluble residu, maximum, %
Tricalcium Silicate (3CaO. SiO3), maximum, %
Tricalcium Silicate (3CaO. SiO3), maximum, %
Tricalcium aluminate (3CaO. Al2O3), maximum,
%
Tetracalcium aluminoferrite (4CaO. Al2O 3 . Fe2O3) plus twice
the tricalcium aluminate (3CaO. Al2O3), maximum, %
Total alkali content expressed as sodium oxide (Na2O)
equivalent, maximum, %

D,E,F

6.0
3.0
3.0
0.75
58
48
8

6.0
3.0
3.0
0.75
58.
48
8

0.75

0.75

6.0
3.0
3.0
0.75
65
48
3

6.0
3.0
3.0
0.75
65
48
3

24

24

6.0
4.5
3.0
0.75
15
6.0
3.0
3.0
0.75

6.0
3.5
3.0
0.75

6.0
3.0
3.0
0.75

6.0
3.0
3.0
0.75

24

6.0
3.5
3.0
0.75

24

6.0
3.0
3.0
0.75

24

0.75

3.3. Klasifikasi Semen


American Petroleum Institute (API) telah melakukan pengklasifikasian
semen ke dalam beberapa kelas guna mempermudah pemilihan dan penggolongan
semen yang akan digunakan. Pengklasikasian

ini didasarkan atas kondisi

sumur dan sifat-sifat semen yang disesuaikan dengan kondisi sumur tersebut.
Kondisi

0.75

sumur tersebut meliputi kedalaman dan kandungan yang terdapat dalam fluida
formasi (seperti sulfat dan sebagainya). American Petroleum Institute (API)
menstandardisasikan

semen portland berdasarkan

pada konsentrasi bahan-

bahan dasar di dalam semen, yaitu sebagai berikut :


a. Klas A : Digunakan dari permukaan sampai kedalaman 6000 ft (1830 meter)
0

dengan temperatur hingga 80 C dan tidak tahan terhadap sulfate. Tersedia


hanya dalam tipe Ordinary (O), digunakan pada kondisi normal. (Setara
dengan ASTM C-150 tipe I).
b. Klas B : Digunakan dari permukaan sampai kedalaman 6000 ft (1830 meter)
0

dan temperatur hingga 80 C dengan kondisi formasi banyak mengandung


sulfate. Tersedia hanya dalam tipe Ordinary (O) dan Moderate Sulfate
Resistent (MSR). (Setara dengan ASTM C-150 tipe II).
c. Klas C : Digunakan dari permukaan sampai kedalaman 6000 ft ft (1830 meter)
0

dan temperatur hingga 80 C pada kondisi dimana diperlukan pengerasan yang


cepat. Tersedia semen tipe Ordinary (O), Moderate Sulfate Resistent (MSR)
dan High Sulfate Resistent (HSR). (Setara dengan ASTM C-150 tipe III).
d. Klas D : Digunakan dari kedalaman 6000 ft (1830 meter) sampai 10.000 ft
(3050 meter) dengan kondisi tekanan formasi dan temperatur agak tinggi
0

(antara 80 130 C). Tersedia semen tipe Moderate Sulfate Resistent (MSR)
dan High Sulfate Resistent (HSR).
e. Klas E : Digunakan dari kedalaman 10.000 ft (3050 meter) sampai 14.000 ft
0

(4270 meter) dengan kondisi temperatur (130 145 C) dan tekanan formasi
tinggi. Tersedia semen tipe Moderate Sulfate Resistent (MSR) dan High
Sulfate Resistent (HSR).
f.

Klas F : Digunakan dari kedalaman 10.000 ft (3050 meter) sampai 16.000 ft


0

(4880 meter) dengan kondisi temperatur (130 160 C) dan tekanan formasi
yang sangat

tinggi.

Tersedia

semen

tipe Moderate

Sulfate Resistent

(MSR) dan High Sulfate Resistent (HSR).


g. Klas G : Digunakan sebagai semen dasar untuk penyemenan dengan
kedalaman dari permukaan sampai 8000 ft (2440 meter) dengan temperatur
0

hingga 90 C. Bila ditambah dengan additives, maka semen kelas G ini


dapat

digunakan

pada tekanan

dan temperatur

yang

lebih tinggi

serta

kedalaman yang lebih. sebagai semen dasar dan jika diperlukan dapat ditambah
additives yang sesuai. Tersedia semen tipe Moderate Sulfate Resistent (MSR)
dan High Sulfate Resistent (HSR).
h. Klas H : Digunakan sebagai semen dasar untuk penyemenan dengan
kedalaman dari permukaan sampai 8000 ft (2440 meter) dengan temperatur
0

hingga 95 C.

Tersedia semen tipe Moderate Sulfate Resistent (MSR)

dan
High Sulfate Resistent (HSR).
Tabel III-2.
4)
Klasifikasi Semen Berdasarkan API.
API

Mixing Water

Slurry Weight

Well Depth

Static Temperatur

Classification

(gal/sk)

(lb/gal)

(ft)

( F)

5.2
5.2
6.3
4.3
4.3
4.3
5.0
4.3

15.6
15.6
14.8
16.4
16.4
16.2
15.8
16.4

0 to 6.000
0 to 6.000
0 to 6.000
6.000 to 12.000
6.000 to 14.000
10.000 to 16.000
0 to 8.000
0 to 8.000

80 to 170
80 to 170
80 to 170
170 to 260
170 to 290
230 to 320
80 to 170
80 to 170

A (portland)
B (portland)
C (high early)
D (retarded)
E (retarded)
F (retarded)
G (basic)
H (basic)

3.4. Additives Semen


Bermacam-macam semen telah dibuat orang untuk memenuhi kebutuhan
bermacam-macam kondisi sumur, seperti kedalaman, temperatur, tekanan dan ini
dapat diubah-ubah densitas dan thickening time-nya dalam batas-batas tertentu
dengan mengubah kadar air. Additives atau zat-zat tambahan adalah materialmaterial yang ditambahkan pada semen untuk memberikan variasi yang lebih luas
pada sifat-sifat bubur semen agar memenuhi persyaratan yang diinginkan.
Additives

ini penting sekali dalam perencanaan

digunakan untuk :
a. Mempercepat atau memperlambat thickening
time. b. Memperbesar strength.
c. Menaikkan atau menurunkan density bubur semen.
d. Menaikkan volume bubur semen.

bubur semen karena

e. Mencegah lost
circulation. f. Mengurangi
fluid loss.
g. Menaikkan sifat tahan lama (durability).
h. Mencegah kontaminasi gas pada semen.
i.

Menekan biaya.

3.4.1. Accelerator
Adalah additives yang digunakan untuk mempercepat pengerasan bubur
semen. Penggunaan additives ini terutama untuk penyemenan pada temperatur
dan tekanan rendah (sumur yang dibor masih dangkal) yang umumnya juga
karena jarak untuk mencapai target tidak terlalu panjang. Selain itu juga
mempercepat

naiknya

strength

semen

dan mengimbangi

additives

lain

(seperti dispersant dan fluid loss control agent), agar tidak tertunda proses
pengerasan suspensi semennya. Contoh-contoh additives yang berlaku sebagai
accelerator yang

umum

digunakan

adalah

Calcium

Chloride,

Sodium

Chloride, Gypsum,
Sodium Silicate dan Sea Water.
Tabel III-3.
4)
Accelerator untuk semen Klas A,B, C, G dan H.
Accelerator

Amount Used
(wt% of cement)

Calcium chloride (CaCl2)


(flake, powdered, anhydrous)
Sodium chloride (salt - NaCl)
Gypsum - hemyhydrate form
100
(plaster of Paris)
Sodium silicate (Na2SiO2)
Cement dispersant
(with reduced water)
Sea water (as mixing water)

2 to 4
3 to 10 *
20 to

1 to 7.5
0.5 to 1.0
-

* Percent by weight of water

3.4.2. Retarder
Adalah

additives

yang

digunakan

untuk

memperpanjang

waktu pengerasan. Hal ini biasanya dilakukan pada penyemenan sumur yang
dalam,

dimana temperaturnya tinggi. Additives yang berfungsi sebagai retarders


antara lain : Lignosulfonate, Organic Acids, Modified Lignosulfonate, Carboxy
Methyl
Hydroxy Ethyl Cellulose.
Tabel III-4
4)
Retarder.
Material

Usual Amount Used

Lignin retarder
0.1 to 1.0% *
Calcium lignosulfonate, organic acid
0.1 to 2.5%
* Carboxymethyl Hidroxythyl Cellulose (CMHEC)
0.1 to
1.5%
Saturated salt
14 to 16 lbm/sack of
cement
Borax
0.1 to 0.5% *
* Percent by weight of
water

3.4.3. Extenders
Merupakan additives yang digunakan untuk membuat volume bubur
semen menjadi lebih banyak dari setiap sak semenya, karena diperlukan
penambahan air. Dengan demikian extenders berfungsi sebagai additives
yang dapat

mengurangi

atau

menurunkan

density

termasuk extenders adalah : Bentonite-Attapulgite,

bubur

semen.

yang

Gilsonite, Diatomaceous

Earth, Perlite
dan Pozzolans.
Tabel III-5
4)
Extender.
Material
Bentonite
Diatomaceous earth
cement Gilsonite
Coal
Expanded perlite
Nitrogen
Sodium silicate

Amount Used
2 to 16 wt% of cement
10, 20, 30 or 40 wt% of
1 to 50 lb/sk of cement
5 to 50 lb/sk of cement
5 to 20 lb/sk of cement
0 to 70%
1 to 1.75 lb/sk of cement

3.4.4. Weighting Agents


Merupakan additives yang digunakan untuk memperbesar density bubur
semen dan biasanya digunakan pada formasi yang bertekanan tinggi yang
berguna

mengurangi kemungkinan terjadinya blow out. yang termasuk dalam additives


ini adalah : Hematite, Limenite, Barite dan pasir.
Tabel III-6.
Additives Penambah Berat Semen.
Material

4)

Amount Used
(wt% of cement)

Hematote
Ilmenite (iron-titanium oxide
Barite
Sand
Salt
Cement with dispersant and reduced water

4 to 104
5 to 100
10 to 108
5 to 25
5 to 16
0.05 to 1.75

3.4.5. Lost Circulation Materials


Seperti halnya dengan sirkulasi lumpur pemboran pada sirkulasi bubur
semen pada penyemenan bisa juga terjadi kehilangan bubur semen. Sehingga
di sini

perlu

ditambahkan

additives

untuk

menghindari

hal

tersebut.

Gilsonite dianggap material yang paling baik untuk itu, selain itu juga dapat
berfungsi sebagai extenders. Lost Circulation Materials lainnya : Walnut Hulls,
Cellophane Flakes dan Nylon Fibers.
Tabel III-7.
Additives Untuk Semen Loss Circulation.
Type

Material

Nature of
Particles

Amount Used

Water Required

Additives for Controlling Lost Circulation


Gilsonite
Granular
Graded
1 to 50 lbm/sack
2 gal / 50 lbm
Perlite
Expanded
1/2 to 1 cuft/sack
4 gal/cuft
Walnut shells
Graded
1 to 5 lbm/sack
0.85 gal / 50
Coal
Lamellted
lbm Graded
1 to 10 lbm/sack
2 gal / 50
Cellophane
Fibrous
lbm Flake
1/8 to 2 lbm/sack
None
Nylon
Short-fibered 1/8 to 1/4 lbm/sack None
or
Formulation of Material f Controlling Lost Circulation
Semisolid or flash setting Gypsum cement
4.8 gal / 100 lbm
Gypsum / portland cement
10 to 20% gypsum 5.0 gal / 100 lbm
Bentonite cement
10 to 25% gel
12 to 16 gal/sack
(the silicate is mixed with
Cement + sodium silicate
water before adding cement)
Bentonite
/
diesel
oil
Quick gelling

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

3.4.6. Dispersants
Adalah additives yang berfungsi untuk mengurangi viskositas suspensi
semen. Pengurangan viskositas atau friksi terjadi karena dispersant mempunyai
kelakuan sebagai thinner (pengencer). Hal ini menyebabkan suspensi semen
menjadi encer, sehingga dapat mengalir dengan aliran turbulensi walaupun
dipompa dengan laju pemompaan yang rendah. Additives yang dapat digunakan
adalah Organic Acids, Lignosulfonate, Plymers dan Sodium Chloride.
Tabel III-8
4)
Dispersants.
Type of Material

Amount Used
(lb/sack of cement)

Polymer : Blend
Long chain
Sodium chloride
Calcium lignosulfonate, organic acid
(retarder and dispersant)

0.3 to 0.5
0.5 to 1.5
1 to 16
0.5 to 1.5

3.4.7. Fluid Loss Control Agent


Fluid

loss

control

agent

adalah

additives

yang

berfungsi

mencegah hilangnya fasa liquid semen ke dalam formasi, sehingga terjaga


kandungan cairan pada suspensi semen. Additives yang termasuk ke dalam fluid
loss control agents diantaranya polymer, CMHEC dan Latex.
Tabel III-9
Filtration Control Additives.
Type and Fuction of
Additives

Recommended
Amount

4)

Types of Cement

How Handled

Organic polymer (cellulose) to form micellers


0.5 to 1.5%
All API classes
Dry mixed
Organic polymers (dispersants) to improve praticle-size
distribution and form micelles in the filter cake 0.5 to 1.25%
All API classes (densified) Dry mixed or with mixing water
Carboxymethyl hydroyethyl cellulose to form
Micelles
0.3 to 1.0%
All API classes
Dry mixed
Latex additive to form films
1.0 gal/sack
All API classes
Dry mixed or with mixing water
Bentonite cement with dispersant to improve
12 to 16% gel, 0.7
to 1.0% dispersant
particle-size distribution
API class A, G, or H Batch mixed

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

3.4.8. Special Additives


Ada bermacam-macam additives lainnya yang dikelompokkan sebagai
specially additives, diantaranya adalah silika, mud kill, radioactive tracers, fibers,
antifoam agent.
a. Mud Decontaminant
Berfungsi sebagai additives yang menetralisir bubur semen terhadap zatzat kimia

dalam

lumpur

pemboran.

Contoh

mud

kill adalah

paraformaldehyde. Mud kill juga memberi keuntungan seperti memperkuat


ikatan semen dan memperbesar strength semen.
b. Radioactive Tracers
Radioactive

tracers

ditambahkan

ke

dalam

suspensi

semen

supaya

memudahkan operasi logging dalam menentukan posisi semen dan mengetahui


kualitas ikatan semen.
c. Antifoam Agents
Adanya foam (busa) dalam suspensi semen sering menyebabkan hilangnya
tekanan pemompaan, maka untuk mencegahnya

ditambahkan antifoam

agent. Polypropylene Glycol adalah contoh antifoam agent yang sering


digunakan, karena selain efektif juga harganya murah.
Tabel III-10
Special Additives Untuk Semen.
Additives
Mud decontaminants
Silica flour
Radioactive tracers
Dyes
Hydrazine
mud Fibers
0.5% * Gypsum
10% *
* Percent by weight of cement

5)

Recommended Quantity
1.0% *
30 to 40% *
Variable
0.1 to 1.0% *
6 gal / 1.000 bbls
0.125 to
4 to

3.5. Semen-Semen Khusus


Semen khusus mempunyai keistimewaan jika dibandingkan dengan
semen-semen yang telah dijelaskan sebelumnya. Harganya lebih mahal karena itu
semen khusus baru digunakan apabila penyemenan dengan semen lain gagal.

3.5.1. Diesel Oil Cement (DOC)


DOC adalah bubur semen yang dibuat dari campuran bubur semen dengan
minyak diesel (kerosen) dan surface active agent. Bubur semen yang terjadi tidak
bersifat menyemen dan tidak mengeras bila tidak bertemu dengan air. Semen ini
dipakai untuk daerah hilang sirkulasi dimana dua aliran yaitu aliran semen
dan aliran air dipertemukan di depan zona yang bersangkutan.
3.5.2. Resin Cement
Merupakan pencampuran bubur semen dengan resin atau damar dengan
air. Keistimewaan semen ini adalah bubur semen dapat menembus mud cake
sehingga ikatan semen dengan formasi sangat baik. Semen ini baik untuk menutup
formasi gas atau air dimana semen jenis lain mengalami kegagalan.
3.5.3. High Temperatur Cement
Semen ini baik digunakan untuk penyemenan formasi yang mempunyai
0

temperatur tinggi. Dimana pada temperatur 400 F, masih memberikan strength


0

yang baik, semen yang lain untuk temperatur 350 F ke atas akan mengalami
penurunan strength semen.
3.5.4. Quick Setting Cement
Merupakan semen yang cepat mengeras, dibuat dari campuran semen
dengan plaster of paris (CaSO4 H2O) dengan perbandingan 1 : 1. Semen ini
baik digunakan untuk menutup formasi ysng menimbulkan blow out dan lost
circulation.

Keistimewaan

lain adalah semen ini mempunyai

kekerasan

awal
0

(early strength) yang tinggi pada temperatur 400 F. Kekurangan semen ini adalah
hanya dapat digunakan untuk menyemen formasi yang dangkal.
3.5.5. Gypsum Cement
Merupakan semen yang dibuat dari pencampuran gypsum (CaSO4 2H2O)
dengan bubur semen. Semen ini mempunyai sifat cepat mengeras dan
mengembang setelas ditempatkan, oleh karena itu semen ini baik untuk menutup
daerah blow out dan lost circulation.

3.6. Sifat-Sifat Semen


Bubur semen yang dibuat harus disesuaikan sifat-sifatnya dengan keadaan
formasi yang akan disemen. Sifat-sifat bubur semen yang di maksud adalah
sebagai berikut

: density,

permeabilitas semen,

thickening

kualitas

perforasi,

time,
ketahanan

strength,
korosi

sifat
dan

filtrasi,
pengaruh

tekanan serta temperatur.


3.6.1. Density
Penambahan air dan additives akan berpengaruh pada density bubur
semen. Pada umumnya density bubur semen dibuat lebih besar dari density
lumpur, hal ini mengingat bahwa kontaminasi lumpur akan meningkat dengan
density yang relatif sama. Penentuan density bubur semen tergantung dari faktor
berat jenis bubuk semen dan air. Density ini dapat dihitung dengan
menggunakan
rumus :
Dbs

Gbk

Gw Ga

Vbk

Vw Va

(3.1)

dimana :
Dbs

: Densitas suspensi semen, ppg.

Gbk

: Berat bubuk semen, lb.

Gw

: Berat air, lb.

Ga

: Berat additives, lb.

Vbk

: Volume bubuk semen, gal.

Vw

: Volume air, gal.

Va

: Volume additives, gal.

Densitas suspensi semen sangat berpengaruh terhadap tekanan hidrostatis


suspensi semen di dalam lubang sumur. Bila formasi tidak sanggup menahan
tekanan suspensi semen, maka akan menyebabkan formasi pecah, sehingga terjadi
lost circulation. Untuk mengurangi densitas suspensi semen dapat ditambahkan
clay, zat-zat kimia silikat jenis jenis extender atau bahan-bahan yang dapat
memperbesar volume suspensi semen seperti pozzolan. Untuk memperbesar
densitas suspensi semen dapat ditambahkan pasir atau material-material
pemberat ke dalam suspensi semen seperti barite.

Pengukuran densitas di laboratorium berdasarkan dari data berat dan


volume tiap komponen yang ada di dalam suspensi semen, sedangkan di
lapangan menggunakan alat Pressurized Mud Balance.

Gambar 3.1.
Pressurized Mud Balance.

5)

3.6.2. Thickening Time Dan Viscositas


Bubur semen harus tetap dalam keadaan cair agar dapat dipompakan ke
tempat dimana semen harus mengeras dalam waktu tertentu. Thickening Time
(pumpability) adalah waktu yang dibutuhkan bubur semen untuk mencapai
konsistensi 100 poise. Harga 100 poise ini merupakan batas bubur semen masih
dapat dipompakan. Dalam hidrasinya semen makin lama makin mengeras
dan naik viskositasnya. Viskositas pada semen disebut konsistensi karena semen
merupakan fluida yang Non-Newtonian dan ini untuk membedakan terhadap
istilah

viskositas

fluida

newtonian.

Untuk

memperpanjang

atau

memperpendek thickening time adalah dengan menambahkan additives-additives


ke bubur semen.
Besarnya thickening time yang diperlukan adalah tergantung dari
kedalaman penyemenan, volume bubur semen yang akan dipompakan serta jenis
penyemenan.

Umumnya

thickening time adalah 3 3,5 jam untuk

penyemenan dengan kedalaman


waktu pembuatan bubur

6.000 18.000 ft. Waktu tersebut termasuk

semen sampai penempatan semen di belakang casing

ditambah dengan harga safety faktor, sedangkan pada penyemenan yang


lebih dalam dimana tekanan dan temperatur akan semakin tinggi sehingga
diperlukan

additives- additives untuk memperlambat pengerasan (thickening

time).
Untuk memperpanjang thickening time perlu ditambahkan retarder ke
dalam
retarder

suspensi

semen,

seperti

kalsium

lignosulfonat,

carboxymethil

cellulose dan senyawa-senyawa asam organik. Untuk memperpendek thickening


time dapat ditambahkan accelerator ke dalam suspensi semen seperti kalsium
klorida, sodium klorida, gypsum, sodium silikat, air laut dan additives yang
tergolong dispersant.
Bila semen mengeras di dalam casing merupakan problema yang fatal
bagi operasi pemboran selanjutnya. Waktu pemompaan (pumpability time) yang
maksimum umumnya disamakan dengan thickening time dengan pertimbangan
faktor keamanan. Waktu pemompaan yang diperlukan dipengaruhi oleh
tinggi kolom dan volume suspensi semen yang harus dipompakan, kecepatan
laju alir pemompaan dan temperatur operasi sumur tersebut.
3.6.3. Water Cement Ratio (WCR)
Water cement ratio adalah perbandingan antara volume air dan semen
yang

dicampurkan

untuk

mendapatkan

sifat-sifat

bubur

semen

yang

diinginkan. Air yang dicampurkan tidak boleh terlalu banyak ataupun kurang,
karena akan mempengaruhi
Batasannya

baik-buruknya

ikatan

semen

nantinya.

diberikan dalam bentuk kadar maksimum dan minimum air.

Kadar air minimum adalah jumlah air yang dicampurkan tanpa menyebabkan
konsistensi suspensi semen lebih dari 30 Uc. Bila air yang ditambahkan lebih
kecil dari kadar minimumnya maka akan menaikkan densitas suspensi semen
yang akan menimbulkan gesekan (friksi) yang cukup besar di annulus sewaktu
suspensi semen dipompakan yang akhirnya akan menaikkan tekanan di annulus.
Kadar air maksimum ditunjukkan oleh adanya kandungan air yang bebas
(free water)
sebanyak

yang

dapat

dicari

dengan

mengambil

suspensi

semen

250 ml, kemudian didiamkan selama 2 jam sehingga akan terjadi air bebas pada
bagian atas tabung. Untuk semen kelas G air bebas yang terjadi tidak boleh
lebih dari 3,5 ml (1.4%). Bila air bebas yang terjadi melebihi 3,5 ml maka akan
terjadi pori-pori

pada

semen.

Dan

ini

akan

mengakibatkan

semen

mempunyai permeabilitas yang besar. Kandungan air normal dalam suspensi


semen yang direkomendasikan oleh API dapat dilihat pada tabel III-11.

Tabel III-11
Kandungan Air Normal Pada Suspensi Semen.
Class

PROPERTIS OF NEAT CEMENT SLURRIES


Slurry Weight Gallon Mixing Cuft Slurry Percent Mixing
lb/gal
water / sak
sk. Cement
water

A
B
C
D
G
H

15.6
15.6
15.8
16.46
15.8
16.46

5.2
5.2
6.32
4.29
4.97
4.29

1.18
1.18
1.32
1.05
1.15
1.05

46
46
56
38
44
38

3.6.4. Waiting On Cement (WOC)


Waiting on cement atau waktu menunggu pengerasan semen adalah waktu
yang dihitung saat menunggu pengerasan suspensi semen setelah semen selesai
ditempatkan. WOC ditentukan oleh faktor-faktor seperti tekanan dan temperatur
sumur, WCR, compressive strength dan additives-additives yang dicampurkan ke
dalam suspensi semen (seperti accelerator atau retarder). WOC berdasarkan API
adalah jika compressive strength mencapai 1000 psi (7 Mpa).
3.6.5. Compressive Strength Dan Shear Strength
Strength pada semen terbagi menjadi dua yaitu compressive strength dan
shear stregth. Compressive strength didefinisikan sebagai kekuatan semen dalam
menahan tekanan-tekanan yang berasal dari formasi maupun dari casing,
sedangkan shear strength didefinisikan

sebagai kekuatan semen dalam

menahan berat casing. Jadi compressive strength menahan tekanan-tekanan dalam


arah horisontal dan shear strength menahan tekanan-tekanan pada arah vertikal.
Compressive strength dipengaruhi oleh besarnya kandungan air dalam
suspensi semen dan lamanya waktu pengkondisian (curing time). Dalam
mengukur

strength

semen

seringkali

yang diukur

adalah

compressive

strength, sedang shear strength kurang diperhatikan. Umumnya compressive


strength mempunyai harga 8 10 kali lebih dari harga shear strength.
Pengujian compressive

strength

di

laboratorium

dilakukan

dengan

menggunakan alat Curing Chamber dan water curing bath, untuk kemudian
diuji kekerasannya dengan menggunakan hydraulic chamber. Curing chamber
dapat mensimulasikan

kondisi semen untuk tekanan dan temperatur tinggi sesuai dengan temperatur dan
tekanan formasi. Hydraulic chamber merupakan mesin pemecah semen yang
sudah mengeras dalam curing chamber. Compressive strength minimum
dirokemendasikan oleh API untuk dapat melanjutkan operasi pemboran adalah
500 psi. Sedang shear strength yang baik tidak kurang dari 100 psi, sehingga
casing dapat terikat dengan kokoh. Dalam keadaan ini pemboran sudah dapat
dilanjutkan. Dari segi teknis, strength semen diharuskan memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. Kuat menahan pipa selubung.
b. Mengisolasi zona-zona permeabel.
c. Menahan goncangan-goncangan pemboran dan tidak pecah karena
perforasi. d. Mencegah terjadinya kontak antara casing dengan fluida formasi.
Kapasitas daya dukung semen terhadap casing di dalm lubang bor, dinyatakan
:
..
(3-2)
0.969 Sc d H
F
dimana :
F

: Daya dukung semen atau beban rekah, lb.

Sc

: Compressive strength, psi.

: Diameter luar casing, in.

: Tinggi kolom semen, ft.

3.6.6. Filtration Loss


Filtration loss adalah peristiwa hilangnya cairan dalam suspensi semen ke
dalam formasi permeabel yang dilaluinya. Cairan atau umumnya air yang
masuk ini disebut dengan filtrat. Filtrat yang hilang tidak boleh terlalu banyak,
karena akan membuat suspensi semen kekurangan air yang disebut dengan flashset. Bila suspensi semen mengalami flash-set, maka akibatnya akan sama jika
air yang dicampurkan dalam bubur semen yang jumlahnya lebih kecil dari kadar
minimumnya. Akibatnya friksi pada annulus akan naik, pressure loss naik
dan tekanan bubur semen di annulus juga naik. Bila hal ini terjadi, maka formasi
akan rekah. Jadi dapat disimpulkan, bila formasi yang akan dilalui bubur semen
merupakan
penambahan

formasi

yang

porous

dan

permeabel,

maka

perlu

additives yang sesuai sebelum bubur semen dipompakan. Filtration loss


yang direkomendasikan oleh API adalah :
- Untuk formasi permeabel dengan zona gas, dimana migrasi gas mudah terjadi
maka semen dianjurkan memiliki semen fluid loss antara 20 40 ml / 30 menit.
- Untuk semen densitas tinggi dengan pengurangan kadar air yang dapat
menimbulkan gangguan pada operasi pemompaan semen terutama pada
pemompaan yang rendah API fluid lossnya adalah kurang dari 50 ml / 30 menit.
- Dan untuk semen casing produksi API fluid lossnya kurang dari 100 ml /
30 menit.
Pengujian filtration loss di laboratorium menggunakan alat filter press
pada kondisi temperatur sirkulasi dengan tekanan 1000 psi. Namun filter loss
mempunyai kelemahan yaitu temperatur maksimum yang dapat digunakan
hanya
0

sampai 90 F (194 C). Filtration loss diketahui dari volume filtrat yang ditampung
dalam sebuah tabung atau gelas ukur selama 30 menit masa pengujian. Bila
waktu pengujian tidak sampai 30 menit maka besarnya filtration loss dapat
diketahui
dengan rumus :
F 30

Ft

5 .477

....

(3-3)

dimana :
F30

: Filtrat pada 30 menit.

Ft

: Filtrat pada t menit.

: Waktu pengukur, menit.

3.6.7. Permeabilitas Semen


Permeabilitas diukur pada semen yang mengeras dan bermakna sama
dengan permeabilitas pada batuan formasi yang berarti sebagai kemampuan untuk
mengalirkan

fluida.

Semakin

besar

permeabilitas

semen maka

semakin

banyak fluida yang dapat melalui semen tersebut dan begitu pula sebaliknya.
Semen diinginkan tidak mempunyai permeabilitas. Karena jika semen
mempunyai

permeabilitas

besar

akan

menyebabkan

terjadinya

kontak

fluida antara formasi dengan annulus dan juga strength semen berkurang.
Permeabilitas semen dapat naik karena air yang dicampurkan dalam bentuk
bubur semen terlalu

banyak. Tetapi permeabilitas semen dapat juga meningkat karena


terlalu berlebihan dalam penambahan additives.
Perhitungan permeabilitas semen di laboratorium dapat dilakukan dengan
menggunakan Cement Permeameter dengan menggunakan sampel semen.
Permeabilitas diukur dengan menggunakan laju alir air yang melalui luas
permukaan sampel yang diberi perbedaan tekanan sepanjang sampel tersebut.
Perhitungan

permeabilitas

dapat

dilakukan

dengan

menggunakan

rumus

darcy
sebagai berikut :
K

L
A

(3.4)

dimana :
K

: Permeabilitas, mD.

: Laju alir, ml/s.

: Viscositas, cp.

: Panjang sampel, cm.

: Luas permukaan sampel, cm .

: Perbedaan tekanan, psi.

Harga permeabilitas maksimum yang direkomendasikan oleh API adalah


tidak lebih dari 0,1 mD. Permeabilitas semen erat kaitannya dengan kekuatan
semen. Harga permeabilitas

yang kecil akan menyebabkan harga strength

yang besar begitupun sebaliknya.


3.6.8. Kualitas Perforasi
Semen yang keras atau dengan kata lain semen yang mempunyai strength
besar tidak baik diperforasi karena semen akan hancur. Sehingga dianjurkan untuk
melakukan perforasi di saat semen belum keras betul.
Jika semen yang diperforasi pecah atau hancur maka pada daerah
batas minyak dengan air atau batas minyak dengan gas akan terproduksikan fluida
yang tidak diharapkan yang umum adalah cepat terproduksinya air. Agar semen
tidak mempunyai strength awal yang tinggi dapat ditambahkan addives yang
sesuai.

3.6.9. Pengaruh Tekanan dan Temperatur Tinggi


Meningkatnya tekanan dan temperatur di atas kondisi tekanan atmosfer
akan menghasilkan penurunan thickening time terhadap sebagian semen sumur
minyak. Meningkatnya tekanan di bawah kondisi isothermal akan meningkatkan
compressive

strength.

Pengaruh

peningkatan

temperatur

akan

semakin

mempersulit keadaan. Compressive strength sebagian besar semen akan


meningkatkan

kerapatan

sampai

mencapai

tempertur

kristis,

biasanya

antara
0

200 F sampai 240 F. Di atas harga ini maka compressive strength akan menurun.
Pengaruh temperatur dan tekanan terhadap sifat semen dapat dilihat Tabel III-12.
Tabel III-12
Pengaruh Temperatur dan Tekanan Terhadap Sifat Semen.
Well-Depth API
Casing Cementing
*
Conditions

2.000 ft
4.000 ft
6.000 ft
8.000 ft
10.000 ft
12.000 ft
14.000 ft
*

Pumpability Time *

Temperatur
Static

110 F
1400F
0
170 F
0
200 F
0
230 F
0
260 F
2900F

2)

Cementing

91 F
10.30F
0
11.3 F
0
125 F
0
144 F
0
172 F
2060F

Portland
Cement Water
5.2 gal/sk
6 : 00 +
6 : 12
3 : 22
2 : 07
1 : 34
1 : 07
1 : 00

SlowSet
Cement Water
4.5 gal/sk
6 : 00 +
4 : 09
2 : 55
2 : 15

API Testing Code RP-10 B.

3.6.10. Daya Tahan Korosi


Adakalanya formasi mengandung cairan-cairan yang merusak sifat semen
seperti Na2SO4, MgSO4 dan MgCl2. Hal ini menyebabkan semen akan lunak bila
kena cairan tersebut. Hal ini mengakibatkan semen tidak berfungsi dalam hal
menahan cairan formasi menuju casing, sehingga casing akan berkarat. Untuk
menghindari pelunakan semen karena hal tersebut maka dipilih semen yang tahan
terhadap cairan-cairan tersebut. Cairan garam sulfat ataupun MgCl2 tidak
melunakkan
dikarenakan

semen

untuk

temperatur

dangkal.

Melunaknya

semen

cairan garam tersebut bereaksi dengan lime dan senyawa alumina. Karena itu
Tricalcium Aluminate di dalam semen tidak boleh lebih dari 3 %.
3.7. Perencanaan Pekerjaan Primary Cementing
3.7.1. Fluida Dalam Sumur
Fluida dalam sumur, baik berupa air maupun lumpur yang digunakan pada
waktu pekerjaan pemboran. Hal ini sangat penting karena apabila lubang sumur
masih ada fluida yang tidak diinginkan maka akan dapat mengganggu kesuksesan
dalam penyemenan.
3.7.2. Desain Bubur Semen
Dalam mendesain bubur semen untuk operasi penyemenan

ada

beberapa faktor yang harus dipertimbangkan.


3.7.2.1. Suhu dan Tekanan
Dalam melaksanakan operasi penyemenan, pengaruh suhu dan tekanan
harus diperhatikan. Sebab suhu dan tekanan akan mempengaruhi terhadap
penempatan

dan

thickening

time

dari

pada

bubur

semen.

Tekanan

penyemenan juga akan menpengaruhi bubur semen.


Suhu yang dijumpai dalam penyemenan dapat tinggi dikarenakan sumur
belum dilakukan sirkulasi dengan air ataupun lumpur yang menyebabkan
terjadinya penurunan suhu dasar sumur. Perlu diketahui bahwa bubur semen harus
tetap dalam keadaan cair dalam waktu yang cukup lama. Jadi tidak hanya untuk
ditempatkan dengan tepat tetapi juga untuk mencapai tekanan dan pengeluaran
bubur semen yang berlebihan.
3.7.2.2. Jenis Semen
Sebagian besar semen API klas A, G atau H digunakan dalam operasi
penyemenan. Semen klasA digunakan untuk kondisi sumur sampai kedalaman
6000 ft sedangkan klas G ini digunakan untuk kondisi sumur sampai kedalaman
0

800 ft dan suhu statik dasar lubang tidak melebihi 170 F.


Untuk sumur lebih dalam klas G atau H ini dapat ditambahkan dengan
additive-additive
sehingga

tertentu

yang

disesuaikan

dengan

kondisi

formasi,

bubur semen dapat digunakan untuk pekerjaan primary cementing berdasarkan


waktu yang diperlukan bubur semen untuk operasi penyemenan di samping
memberikan penutupan yang baik.
3.7.2.3. Kontrol Filtrasi
Filtrasi sangat penting dalam pendesainan semen untuk pekerjaan primary
cementing. Bila semen di desak masuk

terhadap media permeabel maka

perbedaan tekanan akan memaksa air dari dalam solid semen membentuk filter
cake. Cake ini akan lunak dan dapat dikeluarkan dengan jetting tetapi cake
ini tidak dapat dipompakan. Ketebalan filter cake tergantung pad permeabilitas
cake tersebut atau permeabilitas formasi, sifat fluid loss bubur semen,
perbedaan tekanan squeeze dan waktu pemompan.
API filter loss dari semen dasar berkisar antara 600 2500 cc dalam
30 menit tetapi kenyataannya dehidrasi terjadi demikian cepat sehingga sukar
untuk mengukurnya. Filter loss dapat diperkecil sampai 25 100 cc
dalam
30 menit yaitu dengan cara menambahkan bentonite dan menyebar agentagent
atau polymer-polymer.
Tabel III-13
Perbandingan Bubur Semen Filtration Loss, Permeabilitas
4)
Filter Cake dan Waktu Membentuk Filter Cake.
API Filtration Loss Pada
1000 psi (cc/30 menit)

Permeabilitas Filter Cake Pada


1000 psi (md)

Waktu Membentuk
Cake 2-in menit

1200
300
100
50

5.00
0.54
0.09
0.009

0.2
3.4
30.0
100.0

3.7.3. Volume Bubur Semen


Kualitas bubur semen yang digunakan dalam operasi penyemenan
dapat berkisar dari beberapa sak sampai ratusan sak. Volume rata-rata berkisar
100
200 sak. Namum demikian jumlah semen yang tertentu akan tergantung dari
tujuan operasi penyemenan. Volume bubur semen untuk keperluan penyemenan
tidak dapat dikontrol dengan tepat sehingga untuk menentukan jumlah sak semen
yang akan dipakai adalah berdasarkan pengalaman daerah tersebut.

3.7.4. Tekanan Pemompaan


Pemilihan tekanan pemompaan dalam operasi penyemenan sangat penting
karena tekanan pemompaan akan menentukan pola aliran dalam proses
pendorongan

bubur semen

ke dalam sumur, apakah berbentuk

laminar

ataukah turbulent.
3.7.5. Waktu Pemompaan
Waktu pemompaan yang cukup adalah waktu yang dihendaki agar
sisa semen dapat dikeluarkan dari sumur. Penentuan waktu pemompaan lebih
dari
1.5 jam cenderung memboroskan biaya pemboran apabila waktu tersebut
hanya digunakan untuk mendapatkan strength semen cepat terbentuk.

3.7.6. Kekuatan Semen


Kekuatan semen menunjukkan besarnya gaya yang dapat ditahan oleh
ikatan semen. Gaya-gaya yang bekerja pada ikatan semen tersebut terdiri
dari gaya horisontal dan vertikal.
Kekuatan semen akan terbentuk ketika semen mulai hidrasi dan kekuatan
semen tersebut terus meningkat untuk beberapa waktu, kemudian kekuatan ini
akan

konstan.

Bertambahnya

tekanan

dan suhu

akan

mengakibatkan

kenaikkan
0

kekuatan semen, tetapi pada suhu di atas 230 F, kekuatan semen akan menurun.
Besarnya penurunan kekuatan semen ini tergantung dari komposisi semen
itu sendiri.
Pada semen dasar dan semen lainnya adalah semakin besar suhu dan
semakin lama curing time-nya (waktu semen didiamkan) maka compressive
strength dari semen semakin kuat tetapi apabila ditambah retarder, compressive
strength akan menurun kekuatannya

3.8. Teknik Penyemenan Liner Produksi


3.8.1. Tujuan Penyemenan Liner Produksi
Untuk sumur-sumur yang dalam sering digunakan liner sebagai pengganti
casing. Liner ini di pasang dengan cara menggantungkannya pada casing
sebelumnya. Tujuan pemasangan liner ini adalah untuk penghematan casing
di samping itu untuk mengurangi beban menara bor.
Gambar 3.2. memperlihatkan

pemasangan casing liner. Pemakaian

liner produksi ini bertujuan :


a. Menutup zona open hole di bawah intermediate casing dari guguran
formasi. b. Lebih ekonomis bila dibanding dengan pemakaian production
casing biasa.

Gambar 3.2.
9)
Casing Liner.

Production liner di pasang dari trayek casing sebelumnya sampai pada


kedalaman terakhir dan berfungsi sebagai casing produksi, dimana biasanya
overlap antara liner dengan casing sebelumnya ini sekitar 150 meter. Overlap
antara liner dengan casing sebelumnya ini, ditentukan dengan melihat pada
kekuatan (kekompakan) formasi atau batuannya.
3.8.2. Peralatan Penyemenan Liner Produksi
3.8.2.1. Peralatan di Permukaan
Peralatan di permukaan yang diperlukan dalam penyemenan liner
produksi, terdiri dari :
1. Cemnting Unit
Cementing unit merupakan

suatu unit pompa

yang berguna untuk

memompakan bubur semen dan lumpur pendorong dalam proses penyemenan.


Pada dasarnya cementing unit merupakan kumpulan dari berbagai peralatan
yang diperlukan dalam proses penyemenan yaitu :
a. Pump Skid
Pump skid merupakan pompa yang berfungsi untuk memompakan bubur
semen dan lumpur pendorong. Di samping itu pompa ini juga digunakan
untuk menekan bubur semen agar masuk ke dalam formasi melalui lubang
perforasi. Tekanan yang digunakan untuk memasukkan bubur semen
tersebut disebut tekanan squeeze.
b. Jet Mixer
Jet mixer berfungsi untuk mencampur semen kering dengan air sehingga
mengahsilkan bubur semen yang homogen.
c. Mixing Tub
Mixing tub adalah suatu alat yang berfungsi untuk menampung bubur
semen yang telah dihasilkan oleh jet mixer, bubur semen yang tertampung
selanjutnya dihisap oleh pump skid untuk diteruskan ke dalam sumur.
d. Bulk Cement
Bulk cement adalah suatu alat yang berfungsi untuk menyimpan atau
menampung semen kering.

Gambar 3.3
Cementing Unit.

5)

2. Flow Line
Flow line merupakan rangkaian pipa yang berfungsi untuk mengalirkan bubur
semen atau sebagai media untuk mengalirkan fluida pendorong dari cementing
unit ke cementing head.
3. Cementing Head
a. Liner Cementing Head
Merupakan ujung dari flow line yang mempunyai fungsi untuk
memasukkan bubur semen ke dalam sumur.
b. Plug Dropping Head
Merupakan tempat top plug yang akan diluncurkan untuk mendorong
bubur semen dan juga tempat memasukkan bola besi untuk pengesetan
hydraulic liner hanger (Gambar 3.4).

Gambar 3.4.
Plug Dropping Head.

3)

3.8.2.2. Peralatan Bawah Permukaan


1. Liner Hanger
Tempat menggantungkan liner yang diset pada casing sebelumnya.
Liner hanger mempunyai dua tipe yaitu diset secara mechanical dan hydraulic.
2. Female Plug (Liner Wiper Plug)
Plug yang diset pada ujung tubing/drill pipe yang terletak dalam liner.
3. Male Plug (Drill Pipe Wiper Plug)
Plug yang berfungsi untuk mendorong bubur semen melalui tubing/drill pipe
yang telah ditempatkan pada plug dropping head.
4. Landing Collar
Tempat untuk mendaratnya setting ball untuk keperluan pengesetan
hydraulic hanger dan juga tempat pendukung plug.
5. DSCC (Dual Stage Cementing Collar)
Digunakan pada penyemenan bertahap / bertingkat, sebagai tempat
keluarnya semen dari casing ke annulus setelah tahap pertama dan
sebelumnya.

6. Float Shoe
Peralatan yang terletak paling ujung dari rangkaian liner. Float shoe
dilengkapi dengan valve yang berfungsi untuk mencegah terjadinya aliran
balik bubur semen dari annulus ke dalam liner (Gambar 3.5).
7. Float Collar
Adalah Collar yang mempunyai valve yang berfungsi untuk mencegah aliran
balik bubur semen dari annulus ke dalam liner bila folat shoe tidak berfungsi
sempurna (Gambar 3.5).

Gambar 3.5.
Float Equipment.

3)

8. Scratcher
Digunakan untuk membersihkan dinding lubang bor dari mud cake sehingga
semen akan melekat dengan baik pada formasi.
9. Centrallizer
Digunakan untuk menempatkan liner agar berada di tengah-tengah lubang bor
sehingga akan didapatkan cincin semen yang merata.

Gambar 3.6.
3)
Centralizer.
3.8.3. Operasi Penyemenan Liner Produksi
Untuk pelaksanaan penyemenan liner produksi setelah liner hanger
diset pada intermediate casing adalah sebagai berikut :
1. Adakan sirkulasi terlebih dahulu dengan lumpur untk membersihkan
kotoran yang masih ada, kemudian pompakan spacer dan selanjutnya bubur
semen sebanyak yang diperlukan (Gambar 3.7a.).
2. Masukkan male plug ke dalam drill pipe melalui plug dropping head untuk
mendorong bubur semen (Gambar 3.7b.).
3. Pompakan lumpur pendorong hingga male plug bertemu dengan female plug
yang telah diset pada ujung setting tool (Gambar 3.7d.).
4. Gerakan male dan female plug yang turun ke bawah akan berhenti pada float
collar. Setting tool dan rangkaian drill pipe kemudian diangkat ke permukaan
(Gambar 3.7d dan e).

Gambar 3.7. memperlihatkan pekerjaan penyemenan liner produksi.

Gambar 3.7.
3)
Liner Cementing Job.
Rangkaian liner seperti yang disebutkan di atas, dimasukkan ke dalam
lubang bor dengan perantaraan setting tool yang disambung pada ujung rangkaian
drill pipe (Gambar 3.8). Pada ujung setting tool ini dilengkapi dengan female plug
yang berlubang.

Gambar 3.8.
Liner Setting Tool.

3)

3.9. Hidrolika Penyemenan


Sifat atau pola aliran suspensi semen yang diterapkan delam operasi
penyemenan primer merupakan salah satu faktor penting untuk keberhasilan
penyemenan. Suspensi semen dan lumpur pemboran merupakan fluida nonNewtonian, yaitu fluida yang tidak bersifat adanya perbandingan tetap antara
shear stress dan shear rate yang umumnya dianggap sebagai fluida bingham
plastic. Fluida yang termasuk bingham plastic adalah fluida yang untuk terjadinya
aliran

harus

ada

minimum

shear

stress

yang

melebihi

suatu

harga

minimum Ty (yield point). Setelah yield point dilampaui maka penambahan


shear sterss lebih lanjut akan menghasilkan shear rate yang sebanding dengan p
(plastic viscositas) dari bingham plastic.

Fluida non-Newtonian, dimana sifat rheologinya dapat diukur dengan


Fann VG Meter. Seperti juga halnya pada lumpur, bubur semen juga
mempunyai tiga macam pola aliran, yaitu : Plug flow, Laminer flow dan
Turbulent flow.
3.9.1. Aliran Plug
Aliran dimana gesekan (shear) terjadi di dekat dinding pipa dan di tengahtengah aliran terdapat suatu aliran tanpa gesekan seperti suatu sumbat. Pada aliran
plug ini (Gambar 3.9) kecepatan aliran di annulus tidak melebihi 90 ft/menit.

Gambar 3.9.
5)
Pola Aliran Plug.
Pada aliran ini baik sekali digunakan terhadap lubang washout atau daerah
bahaya

kehancuran

formasi dimana

pola aliran turbulent

tidak dapat

digunakan karena dikawatirkan akan terjadi pecah formasi. Apabila kecepatan


aliran di annulus melebihi 90 ft/menit, dapat terjadi perembesan atau by pass
suspensi semen ke lumpur terutama di daerah washout sehingga semen dapat
mengalami kontaminasi. Kemungkinan lain aliran beralih ke pola aliran
laminer yang tidak

dikehendaki. Kecepatan pompa maksimum yang diijinkan supaya


kecepatan suspensi semen di annulus tidak melebihi 90 ft/menit dapat
dihitung dengan
persamaan :
0.0874
Q

dh

dc

..

(3-5)

dimana :
Q

: Laju pemompaan maksimum, bbl/menit (BPM).

dh

: Diameter lubang bor, in.

dc

: Diameter casing, in.

Sedangkan kecepatan aliran fluida di annulus ditentukan


dengan persamaan :
V

dh

17 . 15

dc

(3-6)

fps

sedangkan laju pemompaan aliran plug yang didasarkan atas


bilangan reynold (Nre) = 2000, didapatkan dari persamaan :
p2 92.8 Ty dh
dh dc
2
2
Qp
dc
p

(3-7)

15.92

dimana :
V

: Kecepatan aliran di annulus, fps.

Qp

: Laju pemompaan aliran plug, bpm.

: Berat jenis fluida, ppg.

: Viscositas plastic, cps.

Ty

: Yield point, lb/100 sqft.

Besar bilanga Reynold (Nre) menurut bingham plastic :


296.5
N Re
dh dc V / p

...

3.9.2. Aliran Laminer


Aliran laminer adalah gerak aliran fluida yang teratur dan arahnya
sejajar dengan aliran atau dinding pada Gambar 3.10).

(3-8)

Gambar 3.10.
Pola Aliran Laminer.

5)

Pada aliran laminer distribusi kecepatan berbentuk parabola, dimana


kecepatan maksimum di tengah-tengah dan kecepatan minimum pada dinding
pipa

atau

lubang.

Jadi

karena

distribusi

kecepatan

aliran

laminer

dimana kecepatan pada dinding nol dan semakin ke tengah semakin besar
menyebabkan semen melampaui lumpur (lumpur tertinggal di dalam semen)
sehingga akan mempengaruhi kualitas ikatan semen. Hal ini tidak diingingkan
dalam operasi penyemenan. Pada aliran laminer berlaku 90 < V < Vc dan Nre <
3000 dimana V adalah kecepatan fluida dan Vc adalah kecepatan kritis.
3.9.3. Aliran Turbulent
Pola aliran turbulent lebih efektif mengikis lumpur yang melekat pada
dinding lubang maupun pada casing yang akan di semen. Pada aliran turbulent
fluida bergerak dengan kecepatan besar (V > Vc) dan partikel fluida bergerak

pada garis-garis yang tak teratur sehingga terdapat aliran berputar (pusaran
Eddie current) ke semua arah. Gesekan yang terjadi juga tidak teratur, Nre > 3000
(Gambar 3.11).

Gambar 3.11.
Pola Aliran Turbulent.

5)

3.9.3.1. Kecepatan Aliran


Kecepatan aliran harus cukup besar untu memungkinkan tercapainya
atau terlampauinya kecepatan kritsi (vc) yang dihitung dengan persamaan :
1 . 62
Vc

1 . 62

p2

8 . 20

dh

dh

dc

Ty

(3-9)

dc

Untuk mendapatkan laju pemompaan kritis pada aliran turbulent (pump rate
yang diperlukan untuk memperoleh aliran turbulent) didasarkan atas
bilangan
Reynold (Nre) = 3000 dengan persamaan :
Qc

dh dc
10.62

8.20

dh

dc

Ty

(3-10)

3.9.3.2. Waktu Persentuhan (Contact Time)


Waktu persentuhan atau contact time adalah lamanya suatu titik tertentu
dalam annulus berhubungan dengan suspensi semen yang didorong dengan
aliran
turbulent. Contact time ini dapat dihitung dengan persamaan :
.
t Vt / Qc

(3-11)

dimana :
t

: Waktu persentuhan, menit.

Vt

: Volume suspensi semen, bbl.

Qc

: Laju pemompaan kristis aliran turbulent, BPM.

Banyak faktor yang mempengaruhi aliran fluida di annulus pada saat


pendorongan suspensi semen seperti : tidak sentrisnya casing pada lubang bor
(terutama pada deviated hole), mud cake pada dinding lubang maupun pada
casing. Stand Off adalah faktor menyandarnya casing pada dinding lubang yang
mengakibatkan

letak casing

tidak

sentris

di tengah-tengah

lubang

bor

sebagai
prosentase Stand Off yang ditunjukkan dengan persamaan :
.
100 Wn
S tan d

Off

rw

(3-12)

re

dimana :
Wn
in. rw
re

: Jarak terdekat antara casing dinding lubang,


: Jari-jari lubang bor, in.
: Jari-jari casing, in.

Kolom lumpur yang berkontaminasi terhadap semen akan mengakibatkan


ikatan semen kurang baik, juga akan menyebabkan terjadinya chanelling sehingga
terjadi hubungan vertikal antara lapisan produksi dengan lapisan di atas atau di
bawahnya.
3.10. Perhitungan Penyemenan
3.10.1. Perhitungan Volume Annulus
Volume annulus dihitung untuk menentukan jumlah semen yang
diperlukan

operasi penyemenan.

Perhitungan

ini juga diperlukan untuk

menentukan total waktu yang diperlukan untuk mencampur dan memompakan

semen, serta mendorong ke annulus. Untuk perhitungan ini juga diperlukan


caliper log untuk menyesuaikan volume semen dengan ukuran lubang yang
sebenarnya. Dari perhitungan tersebut berarti diperlukan sejumlah volume
tambahan (excess) dari perhitungan yang berdasarkan ukuran bit. Setelah itu
biasanya volume ditambah 10 15% (berdasarkan pengalaman lapangan) untuk
mengisi daerah-daerah kritis, juga kemungkinan pembesaran lubang karena cabut
rangkaian bor.
3.10.2. Perhitungan Densitas, Yierld dan Air Pencampur
Densitas Suspensi atau slurry semen dan yield dihitung sebagai berikut :
lb semen + lb air + lb additives
Densitas = -------------------------------------------gal semen + gal air + gal addives

...

(3-13)

Dalam perhitungan pembuatan bubur semen (slurry) dianggap bahwa :


a. Seluruh konsentrasi additives kecuali garam, prosentasenya berdasarkan prosen
berat semen. Sedangkan additives garam berdasarkan prosen berat air
b. Additives seperti retarder, metasilicate, garam, dispersant, CaCl2 dan lain
sebagainya yang prosentasenya lebih kecil dari 5 % dianggap tidak
berpengaruh dalam perhitungan.
c. Additives seperti barite, silicate sand, hematite, bentonite, gilsonite dan garam
dengan prosentase lebih dari 5 % dimasukkan dalam perhitungan.
Untuk perhitungan yield bubur semen adalah sebagai berikut
:
gal semen + gal water + gal additves
Yield slurry = ------------------------------------------------7.48 cuft/gal

... (3-14)

Perhitungan total volume air sangat penting, yaitu untuk mencampur semen,
sebagai spacer dan preflush, air cadangan dalam tangki serta air untuk
displacement.
3.10.3. Perhitungan Fill Up Dan Volume Pendorong Bubur Semen
Perhitungan fill up adalah tinggi kolom semen yang harus diisikan di
annulus. Agar penentuan bubur semen yang diperlukan lebih teliti
maka

sebelumnya diadakan survey caliper log. Dari volume yield yang telah
dihitung maka dapat ditentukan banyaknya sak semen yang dibutuhkan yaitu :
Volume yang diperlukan (cuft)
- Sak semen = ----------------------------------------15) Yield semen (cuft/sak)

... (3-

- Volume air = Total sak semen Air yang dibutuhkan

... (3-16)

- Volume pendorong (bbl) = Volume drill pipe Voleme liner ... (3-17)
3.10.4. Tekanan Pendorong Untuk Plug
Tekanan pompa yang diperlukan untuk mendorong plug berbeda dengan
tekanan hidrostatik fluida dalam annulus dan pipa. Berdasarkan laju pemompaan,
tambahan tekanan pompa yang diperlukan untuk mengatasi beban gesek yang
terjadi. Tekanan dihitung untuk menentukan

tipe pompa yang diperlukan

untuk menyakinkan cementing head cukup mendapat daya dorong dan tidak
terjadi bahaya bursting casing.
3.10.5. Perhitungan Tekanan
1. Tekanan Hidrostatik
Ph = 0.052 x densitas (ppg) x kedalaman (ft)

(3-18)

(3-19)

..

(3-20)

3. Tekanan Permukaan Maksimum Yang Diijinkan (MASP) :


.
SF
MSAP G f D h
P

(3-21)

2. Tekanan Rekah
formasi

Pfr
dimana :

P
D

: Gradient rekah formasi, psi/ft.

: Overburden stress, psi.

: Poisson ratios.

: Tekanan formasi, psi.

: Kedalaman, ft.

Pfr

: Tekanan rekah formasi, psi.

dimana :
Gf

: Gradient rekah formasi, psi.

: Kedalaman, ft.

Ph

: Tekanan hidrostatik fluida, pdi.

SF

: Safety factor.

4. Volume bubur semen yang dibutuhkan untuk mengisi tinggi kolom semen di
dalam casing :
Volume

L V

(3-22)

dimana :
L

: Panjang kolom casing yang akan disemen, ft.

: Kapasitas lubang, cuft/ft.

5. Tinggi balance kolom semen sebelum pengangkatan tubing :


volume bubur semen (cuft)
H (ft) = --------------------------------------------------------------volume annulus (cuft/ft) + volume tubing (cuft/ft)

(3.23)

3.11. Analisa Kualitas Hasil Operasi Penyemenan


3.11.1. Logging Yang Digunakan
Setelah pelaksanaan

penyemenan

selesai maka untuk mengetahui

keberhasilan operasi penyemenan perlu dilakukan analisa untuk mengetahui


kualitas hasil pelaksanaan penyemenan dengan menggunakan kombinasi dari
peralatan Cement Bond Log (CBL) dan Variable Density Log (VDL). Dari
kombinasi peralatan tersebut, analisa kualitas hasil penyemenan dapat dilakukan
secara kualitatip maupun kuantitatip.
3.11.2. Prinsip Dasar Pengukuran CBL, VDL dan CET
Diantara beberapa faktor yang mempengaruhi sifat akustik dari casing
yang tersemen terutama adalah kualitas ikatan antara semen dengan casing.
Apabila kualitas ikatan semen tersebut baik, maka gelombang akustik yang
merambat sepanjang casing akan menjadi lemah akibat dari hilangnya energi di
sekitar daerah yang tersemen tersebut.

3.11.2.1. Cement Bond Log


Peralatan Cement Bond Log (CBL) adalah suatu log yang bekerja
berdasarkan cepat rambat gelombang suara sebagai prinsip dasarnya. Dalam
hal ini

transmitter

mengirimkan

signal

akustik

yang

telah

diketahui

bentuknya, kemudian dicatat responnya oleh masing-masing receiver setelah


melewati casing, semen dan formasi yang tersemen.

Gambar 3.12.
Perangkat CBL VDL.

11)

Pada dasarnya peralatan ini terdiri dari dua bagian utama yaitu peralatan
akustik dan elektronik. Peralatan akustuk ini terdiri dari sebuah transmiter dan
sebuah receiver. Peralatan CBL akan mengukur amplitudo dari signal-signal
gelombang akustik. Prinsip kerja dari peralatan CBL adalah pencatatan terhadap
terjadinya pengurangan gelombang suara yang terukur antara transmitter dan
receiver. Receiver ini biasanya diletakkan 3 ft dari transmitter. Amplitudo akan
maksimum pada formasi yang tidak tersemen dan amplitudo minimum terjadi
pada casing yang tersemen dengan baik pada formasi.
Pada umumnya gelombang akustik merambat sepanjang casing dan yang
pertama kali diterima oleh receiver 3 ft akan menggambarkan bentuk tiga puncak
gelombang,
terdapat

yang masing-masing

diberi

label E1, E2 dan E3. Apabila

ikatan semen yang baik antara semen dengan casing, maka amplitudo E1, E2
dan
E3 akan mengecil seperti terlihat pada Gambar 3.13.

Gambar 3.13
12)
Skema Bentuk Sinyal di Receiver pada CBL.
Besarnya amplitudo berbanding terbalik dengan besarnya laju peredaman sinyal
(attenuation rate, db/ft). apabila ikatan yang baik antara semen dengan casing,
maka laju peredaman sinyal tergantung pada kekuatan

kompresi semen dan

persentase circumference bonded.


Cement Bond Log (CBL) mengukur dua parameter yaitu :
Transit time yaitu waktu yang diperlukan E1 untuk mencapai
receiver.
- Amplitudo.
a. Pengukuran Transit Time
Pada saat pulsa akustik dipancarkan maka pencatat waktu elektronik mulai
menghitung waktu yang diperlukan E1 untuk mencapai penerima. Dengan
mengatur

detection level, maka E1 akan terdeteksi

sewaktu

mencapai

penerima dan pencatat waktu berhenti menghitung. Pada CBL terlihat bahwa
transit time terlihat selalu merupakan garis lurus dan membentuk huruf (dilihat
dari sisi kiri). Disetiap casing collar, kecuali pada good bond atau eccentering
tool akan merupakan garis bergelombang. Apabila terdapat ikatan yang baik
antara semen, maka pengukuran ini memperlihatkan dua karakteristik khusus
yaitu terbentuknya stretching atau cycle skkiping.

Stretching adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan transit time kecil
(kurang dari 15 us) akibat adanya ikatan semen yang baik. Sedangkan cycle
skipping adalah suatu keadaan dimana peningkatan transit time yang terjadi cukup
besar (lebih dari 15 us) akibat adanya ikatan semen yang sangat baik.
Tabel III-14.
CBL Interpretation Guide.

12)

Class H Cement
Casing
Size

WT

Travel
Time
u-sec

Free Pipe
Signal

3000 Psi 100


% Cement

60% Bond
Cut-off

Interval For
Isolation

9.5
11.6
13.5

254

81 mV

0.2 mV
0.6 mV
1.0 mV

2.3 mV
4.6 mV
7.9 mV

5 ft

15.0
18.0
21.0

258

76 mV

0.9 mV
2.2 mV
3.6 mV

5.5 mV
10.0 mV
15.0 mV

5 feet

15.5
17.0
20.0
23.0

269

72 mV

0.7 mV
1.0 mV
2.1 mV
3.5 mV

4.8 mV
6.0 mV
9.0 mV
13.0 mV

6 feet

23.0
26.0
29.0
32.0
35.0
38.0
40.0

289

62 mV

1.0 mV
1.7 mV
2.4 mV
3.3 mV
4.0 mV
5.0 mV
6.0 mV

5.5 mV
7.5 mV
9.3 mV
13.0 mV
14.0 mV
15 mV
17.0 mV

11 feet

7 5/8

26.4
29.7
33.7
39.0

302

59 mV

1.1 mV
1.8 mV
2.6 mV
3.5 mV

5.5 mV
7.5 mV
10.0 mV
13.0 mV

12 feet

9 5/8

40.0
43.5
47.0
53.5

332

51 mV

1.8 mV
2.2 mV
2.7 mV
4.0 mV

6.8 mV
8.5 mV
9.0 mV
12.0 mV

15 feet

1.2 mV
1.8 mV
2.1 mV
2.5 mV
2.7 mV
2.8 mV

5.1 mV
6.5 mV
7.6 mV
8.0 mV
8.4 mV
8.8 mV

10

40.5
45.5
48.0
51.0
54.0
55.5

352

48 mV

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

18 feet

b. Pengukuran Amplitudo
Untuk mengatur amplitudo maka elektronik gate yang terdapat pada
alat CBL akan terbuka untuk beberapa saat dan sinyal terbesar yang diterimanya
akan terekam. Besarnya harga amplitudo untuk kondisi free pipe atau good bond
tergantung pada ukuran casing serta berat nominalnya.
c. Eccentering Effect Pada CBL
Pengaruh alat CBL yang tidak terpusat di tengah lubang akan
menyebabkan tersebarnya sinyal di receiver sehingga menghasilkan pembacaan
amplitudo yang invalid. Pada Gambar 3.14 memperlihakan pengaruh eccentering
terhadap sinyal akustik di receiver.

Gambar 3.14.
Pengaruh Eccentering Terhadap Sinyal Akustik di Receiver.

12)

Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa jika alat CBL tidak
terletak di tengah lubang maka akan menyebabkan terjadinya dua hal, yaitu :
transit time menurun dan amplitudo E1 menurun (1/2 accentering dapat
menyebabkan penurunan amplitudo E1 lebih dari 50%).
Sedangkan Gambar 3.15, memperlihatkan pengaruh eccentering pada log
CBL. Pada kurva tersebut terlihat bahwa pada eccentering penurunan amplitudo
selalu disertai dengan penurunan kurva transit time.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Gambar 3.15
12)
Pengaruh Eccentering Pada CBL.
Peralatan CBL harus diletakkan ditengah-tengah lubang bor (dalam
casing) sehingga pengukuran akan lebih akurat. Peralatan CBL secara umum
digunakan untuk :
a. Menentukan puncak kedalaman semen.
b. Menentukan kualitas ikatan antara semen dengan casing.
c. Memeriksa kembali keefektifan penginjeksian semen.
d. Mengevaluasi beberapa teknik penyemenan yang berbeda.
3.11.2.2. Variable Density Log (VDL)
Peralatan Variable Density Log (VDL) mempunyai receiver yang biasanya
diletakkan sejauh 5 ft dari transmitter. VDL ini mengevaluasi ikatan antara
semen

dengan formasi dan semen dengan casing. VDL mencatat amplitudo gelombang
suara dan biasanya berpasangan dengan CBL. Pencatatan dilakukan pada receiver
yang

terletak

ft dari sonic

transmitter.

Perubahan

amplitudo

dari

gelombang suara menunjukkan variasi dari penembusan yang terekam pada log.
Warna gelap atau terang dan bergelombang menunjukkan evaluasi dari VDL.
Dalam casing yang tersemen ada empat kemungkinan gelombang yang terekam
dari transmitter ke receiver yaitu :
a. Di sepanjang casing.
b. Disepanjang semen di belakang casing.
c. Melewati formasi.
d. Melewati lumpur.

Gambar 16.
Prinsip Dasar VDL.

12)

Identitas bentuk sinyal yang diperlihatkan oleh VDL adalah


:
Casing arrival ditunjukkan oleh bentuk strip yang
beraturan.

- Formation arrival ditunjukkan oleh bentuk strip yang beraturan.


Apabila terdapat ikatan yang baik antar casing dengan semen dan antara semen
dengan formasi, maka depleksi kurva VDL adalah sebagai berikut :
- Casing arrival lemah atau tidak kelihatan.
- Formation arrival kuat.
3.11.2.3. Cement Evaluation Tool (CET)
Untuk mengatasi kekurangan dan keterbatasan yang ada pada CBL VDL
diperlukan Cement Evaluation Tool (CET). Jika CBL mengukur ikatan semen
dengan casing dan formasi maka CET akan mendeteksi adanya microannulus dan
channeling serta mengukur besarnya compressive strength.
CET menggunakan perangkat ultarsonic berfrekuensi tinggi dengan
pemusatan 8 transducer untuk mendeteksi kedelapan bagian azimuth dari casing
dan setiap transducer berlaku sebagai pemancar dan penerima. Dari cement map
yang terdapat pada lajur 3 maka dengan mudah dapat dilihat distribusi
semen yang terdapat di annulus. Bayangan yang terjadi pada cement map
sebanding dengan kekuatan kompresi semen dari putih yang menunjukkan free
pipe ke hitam yang menunjukkan ikatan semen yang baik.
Seperti halnya pada CBL maka peranan posisi alat di dalam lubang sangat
penting. Apalagi transducer menggeser dari pusat lubang, maka pancaran sinar
ultrasonic ke dinding casing menjadi tidak normal (tegak) sehingga sinyal tersebut
dipantulkan kembali menjauhi transducer. Besarnya harga yang dapat diterima
pada sonde eccentering adalah 4 mm untuk casing 7 dan 5 mm untuk casing
9 5/8. Penyimpangan yang lebih besar dari harga yang telah ditentukan
akan mengakibatkan analisa yang invalid (tidak akurat).
3.11.3. Analisa Kualitas Hasil Penyemenan
3.11.3.1. Analisa Kualitas Ikatan Semen Terhadap Casing
Dalam menganalisa kualitas ikatan semen terhadap casing adalah dengan
jalan mengamati karakteristik dari gelombang suara yang melalui casing. Sumber
suara

yang

kemudian

berasal

dari

transmitter

melewati

lumpur

dan

casing

diterima oleh receiver. Besar kecilnya gelombang suara yang ditangkap


receiver tergantung pada beberapa faktor antara lain :
a. Besar kecilnya gelombang suara yang
dikirim. b. Diamater dalam casing.
c. Jenis fluida di dalam sumur.
d. Ketebalan casing.
e.
Jumlah semen yang melekat pada
casing.
f. Compressive strength dari semern yang melekat pada
casing.
Dari keenam faktor tersebut di atas yang dapat digunakan untuk
menentukan kualitas ikatan semen terhadap casing adalah jumlah semen yang
melekat pada casing dan compressive strength semen yang melekat pada casing.
Jika jumlah semen yang melakat pada casing bertambah atau compressive
strengthnya bertambah maka akan terjadi pengurangan signal suara yang diterima
oleh receiver yang disebabkan karena keduanya akan menghalangi penerimaan
signal suara. Maka dapat disimulkan bahwa kualitas ikatan semen terhadap casing
akan bertambah apabila besarnya amplitudo yang diterima semakin kecil.
Terdapat dua metode untuk mengevaluasi kualitas ikatan semen terhadap casing
yaitu :
A. Metode Bond Index
Bond Index (BI) secara matematis didefinisikan sebagai berikut
: Attenuasi di zona interest (db/ft)
BI = --------------------------------------------------------------- ..
(3.24) Attenuasi pada zona yang tersemen 100 % (db/ft)
Attenuasi didefinisikan sebagai pengurangan harga dalam decible per-foot (db/ft)
dari signal yang diterima dan diukur dalam millivolt maka harga attenuasi akan
semakin kecil.
Untuk menghitung harga BI dari CBL adalah dengan mengambil harga
minimal dari amplitudo yang terbaca pada log dan harga tersebut dianggap
sebagai harga casing yang tersemen 100 %. Dengan batuan nomogram
Gambar 3.17. Besarnya amplitudo minimal dimasukkan dalam satuan millivolt.
Kemudian tarik miring ke atas sejajar sambil memotong garis vertikal yang
mewakili
tersebut

diameter

luar

dari casing (OD)

yang digunakan.

Dari titik

ditarik grais horisontal ke kanan sampai memotong garis tepi dari skala
yang terdapat

pada

attenuasi

dalam

satuan

db/ft.

merupakan harga BI = 1

Gambar 3.17.
CBL Interpretation Chart.

12)

dan

Harga

tersebut

Berdasarkan data pengamatan lapangan diputuskan bahwa harga BI = 0.6


sudah dapat dikatakan baik atau good bond, untuk memperoleh harga BI = 0.6
(good bond cut-off) adalah dengan mengalikan harga attenuasi untuk 100 %
(BI = 1) dengan 0.6. Masukkan harga attenuasi dalam db/ft dalam kolom sebelah
kanan dan tarik horisontal ke kiri sampai memotong garis vertikal yang mewakili
OD casing kemudian sejajar dengan gais miring tersebut sampai terbaca harga
millivoltnya.
Harga ini merupakan harga baru yang disebut good bond cuf-off.
Apabila ada harga yang lebih besar dari harga tersebut di atas dikatakan poor
bond yaitu ikatan semen terhadap casing jelak. Sedangkan apabila harganya lebih
kecil dari harga good bond cuf-offnya maka dikatan good bond yang
menandakan kualitas ikatan semen terhadap casing adalah baik.
B. Metode Compressive Strength
Dari analisa lebih jauh menunjukkan bahwa attenuasi rate dari CBL
mempunyai hubungan dengan compressive strength dari semen dan ketebalan
casing. Karena ada hubungan tersebut maka di buat nomogram yang dapat
membantu

untuk menentukan

harga

dari comnpressive

strength

semen

berdasarkan harga CBL amplitudo dalam millivolt untuk berbagai ukuran casing
yang digunakan.
Dalam menentukan harga compressive strength adalah sebagai berikut :
masukkan harga dari amplitudo CBL dalam millivolt kemudian ikuti garis
miring ke atas sampai memotong garis vertikal yang mewakili dari diameter luar
casing yang digunakan. Setelah itu ditarik horisontal ke arah kanan sampai
memotong diagonal yang mewakili tebal casing. Dari titik tersebut tarik ke
bawah secara vertikal maka akan diperoleh harga compressive strengthnya.
Apabila harga compressive strengthnya rendah maka ikatan semen
terhadap casing adalah jelak dan hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor tersebut antara lain adalah kemungkinan tidak adanya semen atau
tidak tersemen, semen yang melekat pada casing tipis, semen tidak penuh, semen
terkontaminasi,
mikroannulus.

kemungkinan

adanya

channel

dan kemungkinan

adanya

3.11.3.2. Analisa Kualitas Ikatan Semen Terhadap Formasi


Dalam menganalisa kualitas ikatan semen terhadap formasi selain
menggunakan CBL juga digunakan seismic spectogram atau VDL yang
terletak pada bagian kanan dari CBL log. Untuk mengevaluasi ikatan semen
terhadap formasi maka perlu diketahui karakteristik dari CBL VDL yang
terdapat pada casing, fluida dan formasi yaitu :
1. Karakteristik dari casing signal :
a. Waktunya relatif konstan.
b. Pada collar terdapat chevron patterns (seperti w).
c. Signalnya berulang.
d. Waktunya tidak diperkirakan.
2. Karakteristik dari fluid signal :
a. Waktunya relatif
konstan. b. Signalnya
berulang.
c. Normally weak signal.
d. Waktunya dapat diperkirakan (200 transmitter receiver spacing).
3. Karakteristik dari formation signal :
a. Menerus secara vertikal.
b. Berubah terhadap waktu.
c. Dibantu dengan open-hole log/sonic dalam menentukan kedalamannya.

Dalam perhitungan digunakan suatu pendekatan dengan asumsi


bahwa bubur semen merupakan power law fluid yang penentuannya sebagai
berikut :
2. Tentukan karakteristik aliran dengan menggunakan Fann VG Meter maka
akan didapat hasil pembacaan pada 300 dan 600 RPM.
-

Menentukan indeks kelakuan aliran (n) dengan :


Pembacaan 600 RPM
n = 3.23 (log --------------------------------- )
Pembacaan 300 RPM

atau

2 PV YP
n = 3.23 log ------------------PV YP

. (3.9)

Menentukan indek consistenency fluida (K) :


N (Pembacaan 300 RPM) 1.066
K = --------------------------------------------------n
100 (511)
N (PV YP) 1.066
K = --------------------------------------n
100 (511)

atau

(3.10)

dimana :
N

= Range extension faktor dari spring.

3. Menentukan tekanan gesekan/friksi dengan menghitung Reynold Number


(NRe) dengan rumus :
-

Untuk casing :
2 n

NRe
-

(1.86) (V)
()
= ---------------------------n
K (96/di)

... (3.11)

Untuk annulus :
2 n

(1.86) (V)
()
NRe = ---------------------------n
K (96) / (dw - do)
dimana :
NRe

= Reynold Number, dimensionless.

= Rate fluida, bbl/menit.

= Density dalam casing, ppg.

... (3.12)

di

= Diameter dalam casing, in.

do

= Diameter luar casing, in.

dw

= Diameter lubang bor, in.

Tekanan pada setiap titik di lubang bor adalah sama dengan jumlah tekanan
hidrostatik kolom semen ditambah tekanan akibat adanya gesekan (friksi)
yaitu :
P = Ph Pf

..

(3.13)

dimana :
P

= Total tekanan pada setiap titik, psi.

Ph

= Tekanan hidrostatik kolom semen, psi


= 0.052 L

= Tinggi kolom fulida, ft.

= Densitas fluida, ppg.

Pf

= Tekanan akibat adanya friksi, psi.

4.
Tentukan besarnya Fanning Friction
Factor.
5. Tentukan tekanan friksinya (Pf) dengan rumus :
- Untuk casing :
2

Pfc

(11.5) (L) () (Q ) (f)


= -------------------------------5
di

... (3.14)

- Untuk annulus :
2

Pfa

(11.5) (L) () (Q ) (f)


= -------------------------------2
(d w do) (d w d o2) 2

... (3.15)

dimana :
Pfc

= Tekanan gesekan di casing, psi.

Pfa

= Tekanan gesekan di annulus, psi.

= Faktor gesekan, dimensionless.

6. Tentukan tekanan di permukaan dan di dasar sumur dengan memakai


rumus :
Ps = Pf Pa Pc

... (3.16)

PB = Pfa Pa

... (3.17)

dimana :
Ps

= Tekanan pompa di permukaan, psi.

PB

= Tekanan sirkulasi di dasr sumur, psi.

Pa

= Tekanan hidrostatik total di annulus, psi.

Pc

= Tekanan hidrostatik total di casing, psi.

Pf

= Tekanan gesekan total, psi.

Aliran Turbulent
Teknik pendorongan atau penempatan bubur semen dengan aliran
turbulent adalah sangat efektif. Karena pendesakan bubur semen akan lebih baik
sehingga diperoleh hasil ikatan semen yang baik. Untuk memperoleh aliran
turbulent tersebut maka besarnya rate pompa dapat ditentukan dengan cara
sebagai berikut :
-

Tentukan harga n dan K dari bubur semen.

Tentukan harga NRe

di atas daerah kristis untuk aliran turbulent,

dimana aliran akan mulai turbulent pada harga NRe lebih dari 2100,
sedangkan yang baik sekitar 3000. Rate aliran (Q) minimum agar
diperoleh aliran turbulent, dihitung dahulu kecepatan aliran dengan rumus
:

2-n

NRe K (96/di)
= ---------------------1.86
n

V =

NRe K (96/di)
-----------------------1.86

atau
1/(2-N)

... (3.18)

Kemudian baru dihitung rate aliran (Q) minimum aliran turbulent


dengan rumus sebagai berikut :
2
2
V (dw - d o )
Q = ---------------------17.157
dimana :
Q

= Rate aliran, BPM.

... (3.19)

= Kecepatan aliran, ft/sec.

dw

= Diameter lubang sumur, in.

do

= Diamater luar casing, in.

Anda mungkin juga menyukai