TINJAUAN PUSTAKA
Kata cement berasal dari kata latin cementum yang artinya perekat atau pengikat.
Bahan perekat tersebut diperoleh dari batu kapur yang serbuknya telah digunakan
Secara umum semen didefinisikan sebagai perekat hidrolis yang dihasilkan dari
penggilingan klinker yang kandungan utamanya kalsium silikat dan kalsium sulfat
sebagai bahan tambahan. Semen tersebut sebagai bahan perekat hidrolis dengan
air dan membentuk zat baru yang bersifat perekat terhadap batuan. Oleh karena
Setting atau pengikatan pada adonan semen dengan air adalah sebagai gejala
5
6
semen sampai semen menjadi kaku. Hardening atau pengerasan yaitu semen
Compresive Strength (Kuat tekan) merupakan sifat yang harus dimiliki semen
untuk dapat menahan atau memikul beban tekan. Biasanya kuat tekan
c. Shrinkage (Penyusutan)
penguapan air yang ada dalam adonan semen. Semen yang baik adalah jika
d. Durability (Ketahanan)
a. Hidrasi Semen
Hidrasi semen adalah reaksi yang terjadi antara komponen atau senyawa
semen dengan air yang menghasilkan senyawa hidrat. Reaksi ini dipengaruhi
oleh kehalusan semen, jumlah air dan suhu. Reaksi ini terjadi antara
7
komponen semen yang sebagian besar terdiri dari kalsium silikat dengan air.
b. Panas Hidrasi
Panas hidrasi merupakan panas yang dihasilkan oleh reaksi hidrasi pada saat
Semua jenis semen yang telah diproduksi telah memenuhi standar mutu seperti:
berikut:
1. Semen Portland
yang mengandung kalsium sulfat. Terdapat beberapa tipe dari jenis semen
tanah dan air sekitar 0-1%. Semen ini memiliki kadar C3S yang tinggi dan
1994.
mempunyai kandungan sulfat pada tanah dan air 0,1–0,2%. Untuk semen
ini memiliki kadar C3S yang tinggi dan disyaratkan kadar C3A lebih dari
beton untuk dam. Pemakaian dan komposisi jenis semen tersebut diatur
dalam Standar: SII. 003-81, ASTM C-190, BS 12/1987, SNI NO. 15-204a
1994.
Semen Portland tipe III (High Early Strength Cement) dipakai untuk
umur muda, semen jenis ini kadar C3S dan C3A tinggi, butirannya halus
dan C3A dibatasi maksimum 5%. Biasanya digunakan untuk daerah yang
panas hidrasi rendah karena mengandung C4AF dan C2S lebih banyak.
Pemakaian dan komposisi jenis semen tersebut diatur dalam Standar: SII.
sulfat yang tinggi, artinya tahan terhadap larutan garam sulfat di dalam air.
Untuk jenis semen ini kadar C3A maksimun 5%. Digunakan untuk
bangunan industri, bangunan yang pengaruh gas atau uap kimia yang
agresif, untuk bangunan yang selalu berhubungan dengan air panas yang
komposisi jenis semen tersebut diatur dalam Standar: SII. 003–81, ASTM
OWC sering juga dinamakan dengan semen tipe khusus dan memenuhi
lapisan sumur minyak yang dalam dan untuk menyumbat sumur setelah
awal yang tinggi dan ketahanan sulfat tingkat menengah dan tinggi
dengan kedalaman 2440 m. Class G ini disebut juga dengan basis OWC
kedalaman.
pemasangan bata dan bahan bangunan. Proporsi yang ideal untuk bahan
bangunan dengan menggunakan semen tipe ini adalah 70% SMC dan 30%
tinggi, tahan terhadap pembekuan musim dingin, susut relatif kecil, serta
Semen jenis ini digunakan untuk plesteran, pemasangan bata, keramik dan
Semen ini merupakan modifikasi dari tipe VII dengan kekuatan awal yang
sangat tinggi dan dipakai untuk semua konstruksi dengan ketahanan terhadap
Secara umum bahan baku pembuatan semen terbagi atas dua macam yaitu bahan
Bahan baku utama pembuatan semen adalah batu kapur, tanah liat, batu silika,
dan pasir besi. Komposisi pembentukan semen yang terdapat dalam bahan baku
jarang sekali sesuai dengan komposisi yang diinginkan, oleh karena itu perlu
adalah:
kandungan oksida kapur dalam batu minimal 54% dan digunakan sebagai
Penggunaan tanah liat ini sekitar 8% dari total kebutuhan dasar semen.
13
Batu silika merupakan sumber utama oksida silika (SiO2). Bahan ini
juga untuk menaikkan kandungan SiO2 pada batu kapur. Penggunaan batu
Pasir besi selain berpengaruh terhadap warna semen juga berperan untuk
oksida besi dalam pasir besi sekitar 60% dan digunakan sekitar 2% dari
1. Gipsum
a. Lembab
2. Pozzolan
Pozzolan adalah bahan yang mengandung silika dan alumina, yang tidak
Proses pembuatan semen berdasarkan kadar air terbagi menjadi empat macam
yaitu proses basah, proses semi basah, proses semi kering, dan proses kering.
1. Proses basah
baku ditambahkan sejumlah air sehingga hasil gilingan bahan baku berupa
lumpur yang dinamakan slurry dengan kadar air sebesar 30-37%. Untuk
mengeringkan kadar air bahan yang cukup tinggi maka diperlukan panas
yaitu:
berbentuk slurry
udara.
Proses semi basah adalah proses dimana umpan tanur berupa cake dengan
kadar air sebesar 15-25% yang dibuat dengan bantuan Filter Press.
Proses semi kering adalah proses dimana raw material berbentuk butiran
dengan kadar air antara 10–12%. Umpan tanur berupa tepung kering
4. Proses kering
baku sebelum material digiling dengan hasil gilingan berupa bubuk kering.
Tingginya biaya pada proses basah dalam menguapkan air, maka dicari
cara yang lebih efektif dan efisien. Proses pemanasan awal dilakukan
bawah. Keuntungan proses kering yaitu kebutuhan panas lebih kecil dan
Secara umum, proses produksi semen terdiri dari empat tahapan utama yaitu:
serta pengeringan bahan baku di Raw Mill menjadi raw mix serta proses
Ini dilakukan didalam Rotary Kiln melalui beberapa tahap proses sehingga
menjadi semen setengah jadi yang disebut klinker dan bahan bakar yang
disebut Cement Mill. Pada saat penggilingan klinker ini dicampur dengan
Bahan baku berupa batu kapur dan batu silika ditambang sendiri oleh PT Semen
Padang, sedangkan tanah liat dibeli dari anak perusahaannya PT Igasar. Pasir besi
didatangkan dari Cilacap tapi sekarang pasir besi telah digantikan dengan copper
slag yang merupakan hasil samping peleburan tembaga, sedangkan gipsum alam
a. Pengupasan (Stipping)
Excavator.
b. Pengeboran (Drilling)
c. Peledakan (Blasting)
Lubang yang sudah dibor diisi dengan bahan peledak dengan cara
d. Pendorongan (Dozing)
e. Penghancuran (Crushing)
lebih kecil (≤ 50 mm). Setelah itu dengan Belt Conveyor batu kapur
yang saling lepas dan tidak terikat kuat satu sama lain (loss material).
menggunakan Dozer ke tepi tebing dan jatuh di Loading Area. Batu silika
Penambangan dimulai pada lokasi yang paling jauh dari jalan utama
sekaligus membentuk jalan baru. Pada saat musim hujan, area–area yang
tanah liatnya sedikit menyerap air dibuat jalan terlebih dahulu, maka
Pasir besi didatangkan dari PT Aneka Tambang Cilacap. Pasir besi ini
kapal untuk selanjutnya diangkut dengan truk ke Storage pabrik. Saat ini
pasir besi diganti dengan copper slag karena keterbatasan deposit pasir besi.
Copper slag merupakan limbah dari PT Krakatau Steel yang dapat diolah
5. Pengadaan Gipsum
6. Pengadaan Batubara
Saat ini batubara diperoleh dari berbagai sumber, diantaranya dari tambang
rakyat di Ombilin dan tambang di Muaro Bungo. Bahan baku yang telah
menggunakan Tube Mill dengan tipe Duodan Mill yang berkapasitas 160 ton/jam.
Feed Arrangements yang digunakan berjenis Feed Chute Airswept Mill karena
dibutuhkan ruang masuk yang besar bagi gas panas untuk pengeringan bahan
II. Gambar II.1 di bawah ini menjelaskan bentuk dalam Raw Mill.
Gas Outlet
Kamar I
Material Inlet
Gas Inlet
Kamar II
Material Outlet
Drying Chamber
Material yang akan digiling dimasukkan bersamaan dengan aliran udara panas
berasal dari Suspension Preheater yang ditarik oleh Fan R1/R2P11, sehingga di
dalam Tube Mill selain terjadi proses penggilingan juga terjadi proses
pengeringan. Tube Mill untuk Raw Mill ini terdiri dari 3 ruangan, yaitu Drying
material yang kontak dengan gas panas bertambah besar. Sebagai pemisah antara
Di dalam kompartmen I terdapat Lifting Liner berjenis Step Liner. Liner jenis ini
gaya yang diperlukan adalah gaya gesek antara material dengan Grinding Media
akan lebih baik. Kedua Liner yang digunakan pada tiap kompartmen dapat dilihat
(a) (b)
Gambar II.3 Shell Liner pada Kompartmen I (a) dan Kompartmen II (b)
nya adalah Centre Discharge maka Diaphragm yang digunakan berjenis Single
(a) (b)
Gambar II.4 Diaphragm Keluaran Kompartmen I (a) dan Kompartmen II (b)
yang masuk ke dalam Air Slide adalah benar-benar raw mix dan mencegah
Grinding media yang digunakan terbuat dari bola baja dengan ukuran yang
berukuran 50-90 mm, sedangkan untuk kompartmen II, Grinding Media yang
(a) (b)
Gambar II.6 Grinding Media pada Kompartmen I (a) dan Kompartmen II (b)
lagi antara fraksi kasar dan fraksi halus di Separator, fraksi kasar akan
dikembalikan ke Raw Mill untuk dihaluskan kembali, sedangkan fraksi halus yang
dinamakan raw mix akan dibawa oleh Air Slide ke Silo homogenisasi.
24
Umpan Kiln dengan komposisi kimia dan kehalusan yang seragam sangat
diperlukan untuk memperoleh kondisi operasi Kiln yang baik. Untuk itu dilakukan
proses homogenisasi. Prinsip kerja pengisian homogenisasi Silo ini adalah raw
mix masuk ke dalam Silo sampai terisi setengah penuh, setelah itu pada bagian
bawah Silo ditiupkan udara yang berasal dari Blower. Hal ini bertujuan untuk
menggemburkan/aerasi dari raw mix sehingga raw mix homogen dan lebih mudah
untuk dikeluarkan. Raw mix yang telah dikeluarkan dari Silo kemudian dibawa
Proses produksi klinker di Departemen Kiln dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu
tahap pengumpanan raw mix ke dalam Kiln, tahap pembakaran raw mix menjadi
klinker, dan tahap penyimpanan klinker ke dalam Silo. Raw mix yang disimpan di
dalam homogenisasi Silo dan dikeluarkan melalui bagian bawah Silo dengan
bantuan Blower untuk aerasi sehingga raw mix mudah ditarik keluar. Raw mix
tersebut kemudian diangkut oleh Screw Conveyor dan dibawa ke atas oleh Bucket
Elevator untuk selanjutnya disimpan di dalam Hopper, dari Hopper raw mix akan
diangkut oleh Air Slide. Raw mix kemudian diumpankan ke dalam Suspension
Preheater menggunakan alat Bucket Elevator dan Air Slide sebagaimana disajikan
(a) (b)
Umpan raw mix sebelum masuk ke Kiln terlebih dahulu melalui Suspension
Preheater untuk tahap awal dari proses produksi klinker yaitu proses pengeringan
dan penghilangan kadar air pada tanah liat. Raw mix yang diumpankan dari atas
Suspension Preheater akan bertemu dengan aliran udara panas dari Kiln sehingga
terjadi proses perpindahan panas antara raw mix dengan udara panas tersebut.
menerima proses perlakuan panas berikutnya. Pada Gambar II.8 di bawah ini
Ada tahapan reaksi yang terjadi di Kiln, tahapan reaksi tersebut terdapat pada
Pada suhu proses 100ºC terjadi penguapan air dan pada suhu proses 500ºC terjadi
pelepasan air hidrat tanah liat yang ditunjukkan oleh reaksi berikut:
Pada suhu proses 600-800ºC terjadi kalsinasi dengan reaksi sebagai berikut:
Pada suhu proses dari 800-900ºC terjadi pembentukan garam kalsium silikat yang
pembentukan garam kalsium silikat terutama C2S dengan reaksi sebagai berikut:
Pada suhu proses dari 1095-1205ºC terjadi pembentukan garam kalsium aluminat
Pada suhu proses dari 1260–1455ºC terjadi pembentukan garam silikat terutama
Sementara bagian CaO yang tidak bereaksi dengan oksida-oksida alumina besi
dan silika biasanya dalam bentuk CaO bebas atau free lime dan banyaknya
Hasil dari Kiln dinamakan klinker, klinker yang keluar akan didinginkan di
Cooler. Cooler yang digunakan di Indarung II/III adalah tipe Planetary Cooler.
Klinker masuk ke dalam Cooler melalui inlet cooler pada saat Cooler berada pada
kontak dengan udara sekunder lebih baik. Klinker yang telah didinginkan
kemudian diangkut oleh Bucket Conveyor yang kemudian disimpan ke dalam Silo
klinker untuk digiling di dalam Cement Mill. Gambar II.9 di bawah ini merupakan
sebagai bahan bakar utama Kiln , terlebih dahulu dilakukan proses penggilingan
yang jenisnya Tube Mill. Dari Storage batubara di transfer ke Hopper dengan
kapasitas 300 m3. Dari Hopper material dimasukkan ke Mill menggunakan feed
table. Proses penggilingan di Coal Mill ini tidak jauh beda dengan di Raw Mill.
Dari feed table akan langsung masuk ke Tube Mill, setelah itu masuk ke (drying
chumber) kamar pengering I dan II. Setelah dari kamar pengering, material yang
halus akan langsung masuk ke Bag House Filter (BHF) sedangkan material kasar
akan di kembalikan ke Mill dan digiling kembali sehingga menjadi fine coal.
Material halus yang keluar dari BHF dimasukkan ke bin raw coal, kemudian
dilanjutkan ke Hopper. Setelah dari Hopper, fine coal langsung digunakan sebagai
Proses produksi di area Cement Mill Produksi II/III dapat dibagi menjadi tiga
transport). Bahan yang digunakan untuk membuat semen terdiri dari tiga jenis
bahan yaitu klinker (digunakan sebanyak ± 91% untuk tipe I dan ± 72% untuk tipe
SMC), gipsum (digunakan sebanyak ± 3% untuk semua tipe), dan material ketiga
(batu kapur digunakan sebanyak ± 3% untuk tipe I dan ± 25% untuk SMC).
Klinker, gipsum dan material ketiga (batu kapur) yang disimpan di dalam Hopper
Indarung II. Untuk Indarung III, sebelum masuk ke Cement Mill, klinker dan
tersebut dilakukan di dalam Tube Mill yang berkapasitas 100 ton/jam. Tube Mill
Material
inlet
Diafragm
a
Water
inletInlet Injection
Tube Mill yang digunakan untuk penggilingan semen ini hanya memiliki dua buah
mengendalikan suhu di dalam mill baik kamar I dan kamar II yang diakibatkan
dilakukan secara otomatis pada kedua ujung Mill dengan menggunakan Nozzle
yang dibantu oleh udara bertekan dari kompresor. Suhu di dalam Mill dijaga pada
tingkat yang aman yaitu antara 110-125ºC karena jika suhu semen di atas 125ºC
gambar Water Injection pada bagian inlet mill dan outlet mill yang disajikan
(a) (b)
Gambar II.11 Water Injection pada (a) Inlet Mill dan (b) Outlet Mill
Hasil produk semen setelah penggilingan kemudian keluar melalui bawah Mill
dan dibawa oleh Air Slide untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam Separator.
Sedangkan gas dari Cement Mill yang ditarik dari Fan masuk ke Electrostatic
Indarung II/III adalah O-sepa Separator. Produk Separator yang kasar (tailing)
31
Produk akhir Separator kemudian ditransport oleh Air Slide kemudian dilanjutkan
II.5.7 Pengantongan
yaitu di Pabrik Indarung I, Teluk Bayur, dan PPI (Packing Plant Indarung).
Proses pengantongan semen di PPI, semen yang akan dikantongkan dibawa dari
Silo semen ke Elevator dengan Air Slide. Selanjutnya Elevator akan mengangkat
semen kebagian kontrol semen untuk dilakukan penyaringan. Dari control screen
Disamping itu, lokasi packer ini dilengkapi Duct Filter yang akan menyaring
debu packer. Debu yang tersaring selanjutnya dimasukkan kembali berupa asap
dalam bentuk udara. Selanjutnya, semen yang telah selesai dikantongkan dan
II.5.8 Pemasaran
Apabila suplai dalam negeri sudah mencukupi, maka kelebihannya akan diekspor.
angkutan darat.
32
Gas panas yang digunakan untuk proses pengeringan di Raw Mill di suplai dari
gas buang Kiln yang berasal dari Suspension Preheater. Temperatur gas panas
yang masuk ke dalam Raw Mill >225oC, sekitar 90% dari panas masuk ke dalam
Gas panas yang keluar dari Mill pada temperatur 55oC-80oC dengan membawa
debu sekitar 20% ke Cyclone. Pada Cyclone material dipisahkan dari udara, gas
Mill dengan Air Slide. Material ini bergabung bersama-sama dengan hasil
ditambah 70% tailling Separator II. Sisa tailling Separator II sebanyak 30%
adalah:
1. Massa umpan
Semakin banyak massa umpan masuk maka semakin banyak massa gas
Semakin tinggi kandungan air yang terdapat dalam bahan baku maka
masuk maka massa gas panas yang dibutuhkan untuk mengeringkan bahan
Neraca massa dan energi merupakan perhitungan massa dan energi panas yang
masuk dan perhitungan massa dan energi panas yang dihasilkan dalam suatu
proses atau operasi panas yang dibawa serta panas yang dipakai suatu industri,
khususnya industri semen pada proses penggilingan dan pengeringan bahan baku
di Raw Mill.
dengan temperatur dimana semakin tinggi temperatur gas panas masuk maka
massa yang dibutuhkan untuk menghasilkan kalor sebesar 1 Kkal akan semakin
kecil. Hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan persamaan neraca energi
yaitu: Q = m x Cp x ∆T (2.1)
Dari persamaan di atas membuktikan bahwa semakin tinggi termperatur gas panas
maka akan semakin kacil massa gas panas yang dibutuhkan untuk memenuhi
Neraca energi dapat juga dikatakan sebagai perincian banyaknya energi panas
yang dibawa masuk dan energi panas yang dihasilkan dalam suatu proses yang
1. Panas Sensible
Q = m x Cp x ∆T (2.2)
2. Panas Laten
Q=mxλ (2.3)
Persamaan neraca energi untuk suatu sistem pada keadaan steady state
perbedaan suhu energi panas selalu berpindah dari suatu sistem panas ke sistem
faktor ekstensif artinya bergantung pada jumlah zat, sedangkan suhu adalah faktor
Pengeringan adalah operasi pemisahan atau pengeluaran air dari suatu bahan yang
jumlahnya relatif kecil dengan menggunakan udara (gas) panas yang tidak jenuh.
membawa uap air keluar) pada bahan yang akan dikeringkan. Air menguap pada
suhu yang lebih rendah dari titik didihnya karena adanya perbedaan kandungan
uap air pada bidang antar muka bahan padat-gas dengan kandungan air pada fasa
gas.
pengeringan
Panas harus diberikan pada bahan yang akan dikeringkan dengan konduksi,
konveksi atau radiasi. Hal ini tergantung pada tahap proses pengeringan, apakah
pada permukaan atau pada bagian dalam bahan dengan melewati lapisan-lapisan
Pertukaran panas dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Sebagai
media pemanas digunakan misalnya udara, air, kukus, minyak. Tergantung pada
36
suhu pengeringan, maka proses pengeringan dapat berlangsung baik dibawah titik
didih dari cairan yang harus diuapkan (pengeringan dan pengabutan). Ataupun
pada suhu didihnya (pengeringan dengan penguapan). Pada cara yang terakhir ini
Pada partikel-partikel padat yang lembab, cairan yang harus dipisahkan dapat
berada sebagai cairan bebas, cairan terikat dan air kristal. Cairan bebas adalah
cairan yang tak terikat pada permukaan partikel. Cairan terikat merupakan cairan
yang terikat oleh gaya kapiler dan diadsorpsi di dalam pori-pori partikel serta air
kristal yang diikat oleh gaya valensi dalam struktur kristal bahan padat.
Bedasarkan keadaan cairan di atas, maka proses pengeringan atau waktu dan
umumnya proses pengeringan dibagi menjadi sedikitnya dua tahap: tahap pertama
dengan laju pengeringan yang konstan dan tahap kedua dengan laju pengeringan
yang menurun. Pada tahap pengeringan yang pertama, cairan pada permukaan
partikel menguap atau mengabut dengan segera secara merata. Sebagai akibatnya
terjadi penurunan kelembaban di dalam partikel, dan cairan berpindah dari bagian
Tahap pengeringan kedua dimulai ketika cairan yang berasal dari bagian dalam
partikel tidak lagi cukup untuk membasahi permukaan. Bidang batas terjadinya
Cairan yang berada di situ harus berdifusi dalam bentuk uap agar dapat menembus
lapisan-lapisan bahan yang telah kering. Tahanan yang harus diatasi membesar,
37
dan laju pengeringan menurun. Hal ini semakin nyata bila diameter partikel (atau
tebal lapisan) semakin besar, juga bila kapiler–kapiler dalam partikel semakin
halus. Pada akhir proses pengeringan (laju pengeringan nol) seringkali masih
yang kontinu, akan lebih baik jika digunakan dua alat pengeringan yang berbeda
(alat pengeringan awal dan alat pengeringan akhir). Dalam hal ini dilakukan
misalnya pengeringan pada alat pertama dengan waktu tinggal yang singkat serta
suhu yang tinggi (untuk mengeluarkan kelembaban permukaan), dan pada alat
kedua dengan waktu tinggal yang lebih lama (untuk mengeluarkan kelembaban
kapiler).
Gambaran tentang akhir proses pengeringan dapat diketahui dengan cara yang
kaca pengintip)
pengering vakum
pengering
Tinjauan awal secara kualitatif ini masih harus dilengkapi dengan analisis
kuantitatif, yaitu dengan penentuan kadar kelembaban akhir pada bahan yang
Kandungan air dalam suatu bahan dapat dinyatakan sebagai perbandingan jumlah
air dengan jumlah bahan kering. Dalam pengeringan yang berperan adalah
hubungan kesetimbangan air dalam bahan dengan uap air dalam gas (udara)
pengering. Apabila bahan yang mengandung air dipertemukan dengan suatu aliran
udara yang memiliki kondisi tertentu dan tetap (misalnya tekanan uap air di
uap yang diberikan bahan sama dengan tekanan uap diudara sehingga
tidak ada gaya dorong untuk perpindahan air. Keadaan ini disebut keadaan
setimbang.
2. Kandungan air menurun karena penguapan, hal ini terjadi apabila tekanan
uap air yang diberikan bahan lebih besar dari tekanan uap diudara.
3. Kandungan air bahan akan bertambah apabila tekanan uap yang diberikan
bahan kecil dari tekanan uap di udara, dan akan berlangsung sampai
tekanan uap yang diberikan bahan sama dengan tekanan uap di udara.